Search This Blog

Showing posts with label skripsi pendidikan PKN. Show all posts
Showing posts with label skripsi pendidikan PKN. Show all posts

SKRIPSI PENDIDIKAN PKN UPAYA GURU PKN DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI ANTI KORUPSI DI SMP

(KODE : PEND-PKN-0010) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN UPAYA GURU PKN DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI ANTI KORUPSI DI SMP

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Secara sederhana korupsi dapat di artikan suap, atau suka menerima uang sogok, atau dengan kata lain menyelewengkan uang atau barang milik perusahaan atau negara. Kata korupsi tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia, hampir setiap hari dalam beberapa tahun terakhir, korupsi selalu menghiasi berbagai surat kabar di indonesia.
Dalam struktur pemerintah negara indonesia terdapat lembaga yang mengenai pemberantas korupsi yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun lembaga itu belum cukup maksimal membasmi tindak pidana korupsi di indonesia. Untuk itu perlu ada dukungan dari lembaga lain untuk memberantas atau mencegah terjadinya korupsi.
Negara indonesia, merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik yang ada di daratan maupun yang ada di lautan dan juga mempunyai keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya. Namun hal yang demikian tidak menjamin rakyatnya sejahtera. Pengalaman menunjukkan para pemimpin, pelaku usaha maupun legislator dan politisi di negara yang tidak amanah, mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan mengeruk sumber daya alam sehingga rakyat banyak menderita. Dari tahun ke tahun tidak heran jika tindak pidana korupsi menjadi topik utama baik di media masa maupun elektronik, karena korupsi masalah besar.
Korupsi telah menjadi problema yang serius bagi bangsa indonesia, indonesia yang dahulu di kenal sebagai negara yang terbaik dengan jujur dan berakhlak baik, tetapi semua itu dinodai oleh orang-orang korupsi bahkan Indonesia menjadi negara terkorupsi se Asia.
Korupsi merupakan akar dari banyak permasalahan seperti kebijakan yang salah, kemiskinan, pengangguran, disia-siakannya kekayaan alam yang melimpah dan pada akhirnya membuat negara kita menjadi terbelakang bila di bandingkan dengan negara-negara lain yang jauh lebih miskin sumber daya alam (Kwik Kian, 2006 : vii).
Undang-undang dan aturan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi telah disahkan pada dan diberlakukan oleh pemerintah. Pemerintah juga telah membentuk badan resmi negara dan pengesahan Undang-Undang Nomer 30 Tahun 2002 tentang KPK. Bahkan resmi negara mempunyai kewenangan luas meliputi : kewenangan pendidikan, penuntutan dengan tujuan meningkatkan daya guna hasil guna upaya pemberantasan korupsi (KPK, 2006; 6).
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan terancam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Munib, 2007 : 143).
Perbuatan korupsi adalah lebih mengarah pada kesadaran yang salah, salah satu yang efektif untuk menguraikan atau mencegah perbuatan korupsi adalah dengan menciptakan kesadaran sejak dini kepada warga negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi.
Pendidikan budi pekerti adalah salah satu upaya untuk menumbuhkan kesadaran bagi warga negaranya agar tidak melakukan perbuatan korupsi. Pendidikan budi pekerti bisa di lakukan di sekolah-sekolah, pendidikan yang paling efektif di lakukan adalah di sekolah-sekolah, karena setiap tingkah laku peserta didik dapat di pantau guru selama masih dalam lingkup sekolah dan guru cukup waktu untuk memantau.
Karena sekolah adalah tempat yang rasa sangat efektif untuk menumbuhkan nilai-nilai moral yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila adalah dengan memberi pendidikan budi pekerti, sehingga peserta didik yang nantinya akan menjadi penerus bangsa di harapkan akan mempunyai keyakinan seseorang bertindak atas dasar pilihannya dan budi pekerti yang baik, seperti kejujuran bisa di percaya menghormati orang lain dan mengendalikan diri. Dengan adanya kesadaran tentang pentingnya berbuat jujur menghargai orang lain, mengendalikan diri serta menjaga kepercayaan orang lain.
Salah satu mata pelajaran di sekolah yang menanamkan aspek moral yang sesuai dengan nilai pancasila adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter, yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Secara praktis penanaman nilai-nilai anti korupsi dalam pendidikan kewarganegaraan pada siswa bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku anti korupsi. Harapannya sebagai anggota masyarakat, siswa mampu menentukan nilai-nilai moral menjadi pegangan dalam memilih nilai yang sesuai dengan norma yang telah ada yang mencerminkan perilaku anti korupsi.
Di SMP Negeri X cara guru PKn dalam menanamkan nilai-nilai anti korupsi melalui metode ceramah, saat menyampaikan materi berlangsung guru memberikan suatu selingan cerita atau realita masalah yang berkaitan dengan materi sehingga siswa terpancing untuk berpikir dan berpendapat. Guru juga menggunakan metode diskusi hal ini diharapkan untuk menunjang terjadinya keaktifan siswa dalam belajar. Dalam hal ini juga menggunakan sumber dari buku paket, LKS dan surat kabar untuk menyampaikan materi.

SKRIPSI PENDIDIKAN PKN KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V DALAM PEMBELAJARAN PKN

(KODE : PEND-PKN-0009) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V DALAM PEMBELAJARAN PKN

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia bagi kehidupan di masa mendatang. Sumber daya manusia yang berkualitas akan menentukan mutu kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa, dan negara dalam rangka mengatasi persoalan-persoalan dan tantangan kehidupan di masa kini dan masa yang akan datang.
UUD RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Melalui proses belajar mengajar diharapkan dapat mencapai tujuan dari pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan dapat dicapai jika siswa melibatkan dirinya secara aktif dalam kegiatan belajar baik fisik, mental maupun emosional. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan utamanya ditentukan oleh proses belajar mengajar yang dialami siswa. Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas diperlukan interaksi yang positif antara guru dengan siswa. Guru yang bertindak sebagai subjek pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Guru tidak hanya memberikan bimbingan, pengetahuan, pesan, nilai-nilai yang baik kepada siswa tetapi juga harus bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa, yaitu dengan cara menyampaikan materi pembelajaran dengan metode/strategi yang bervariasi, dan tentunya melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan program pendidikan yang memuat bahasan tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya dengan negara, demokrasi, HAM, dan masyarakat madani yang dalam implementasinya menerapkan prinsip-prinsip pendidikan demokratis dan humanis (Rosyada, 2005 : 9). Melalui mata pelajaran PKn di sekolah dasar diharapkan siswa dapat terbina menjadi warga negara Indonesia yang baik, demokratis, bertanggung jawab, serta cinta tanah air.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu guru kelas V SD Negeri X, ketika guru menerangkan materi keputusan bersama hanya beberapa siswa yang dapat menyerap materi tersebut, karena sebagian besar siswa belajar hanya di sekolah saja, kadang-kadang ada beberapa siswa yang berbicara sendiri saat guru menerangkan, siswa tidak aktif, dan kurangnya motivasi belajar dari orangtua. Faktor-faktor inilah yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Kenyataannya dapat dilihat dari 25 siswa dalam satu kelas yang sudah memenuhi ketuntasan belajar hanya 40% dan 60% siswa lainnya belum memenuhi ketuntasan belajar, sedangkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) di SD Negeri X untuk mata pelajaran PKn adalah 75.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran dalam menyampaikan materi. Pembelajaran yang biasa dilakukan masih konvensional, yakni ceramah, pembelajaran masih didominasi guru, tidak ada interaksi antara guru dengan siswa. Keadaan seperti itu menciptakan interaksi belajar yang sifatnya masih satu arah sehingga kurang bermakna. Hal ini terjadi karena proses pembelajaran yang diterapkan cenderung bersifat monoton tanpa adanya inovasi penggunaan strategi/metode pembelajaran dalam proses pembelajaran PKn di kelas, dan akibatnya siswa merasa bosan dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga dampaknya adalah hasil belajar PKn siswa kurang memuaskan dan tujuan pembelajaran kurang tercapai secara maksimal.
Masalah seperti tersebut di atas, perlu diberikan solusi agar tidak terjadi secara berkelanjutan. Guru harus menciptakan inovasi pembelajaran, memberikan variasi model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam belajar. Banyak alternatif yang bisa dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pembelajaran PKn. Salah satunya ialah dengan menerapkan model pembelajaran NHT.
Model pembelajaran NHT merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk menumbuhkan sikap kebersamaan siswa atau semangat kerjasama diantara siswa, sehingga mampu meningkatkan kemampuan siswa. Suprijono (2012 : 92) menyatakan bahwa model NHT diawali dengan numbering, yaitu guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Tiap-tiap orang dalam kelompok diberi nomor. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok, kemudian memberikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok untuk menyatukan kepalanya "heads together" berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru. Langkah terakhir adalah guru memanggil siswa yang memiliki nomor sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua siswa dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih dalam, sehingga siswa dapat menemukan jawaban pengetahuan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
Penerapan model NHT dalam pembelajaran diharapkan dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, meningkatkan semangat siswa, meningkatkan kemampuan hubungan sosial, dan memberikan kesempatan siswa untuk menuangkan ide yang ia pikirkan sehingga hasil belajar siswa meningkat serta dapat tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.

SKRIPSI PENDIDIKAN PKN KEEFEKTIFAN METODE RESITASI BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV

(KODE : PEND-PKN-0008) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN KEEFEKTIFAN METODE RESITASI BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 2 yang berisi pendidikan nasional berfungsi menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggungjawab (UU SISDIKNAS, 2009 : 111). Menjadi tugas guru dan orang tua untuk bertindak sebagai pengajar sekaligus menjadi pembimbing agar para siswa kelak menjadi manusia yang dapat diandalkan. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, diberlakukannya Wajar (Wajib Belajar) oleh pemerintah yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 8 yang berbunyi setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Wajib belajar menjadi tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Untuk menjamin mutu pendidikan dalam rangka mewujudkan wajib belajar, pemerintah menyusun kurikulum untuk mengatur segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan. Struktur kurikulum di SD yang meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama 6 tahun mulai kelas I sampai kelas VI. Kurikulum SD memuat delapan mata pelajaran yang di dalamnya terdapat mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, muatan lokal dan pengembangan diri.
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Pendidikan kewarganegaraan dalam (Standar Isi dan SKL, 2006 : 105) adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pembelajaran hendaknya memberikan teladan sikap terbaik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan sikap yang baik akan menghasilkan manusia yang berguna dalam memajukan bangsa dan negara dengan moral yang telah didapat dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam Permendiknas 22 Tahun 2006 tentang standar isi Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A. Mata pelajaran kelompok ini dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. (UU SISDIKNAS, 2009 : 115). Oleh sebab itu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diberikan dari tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan tujuan agar siswa dapat menjadi warga negara yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, sehat, berilmu, dan warga yang demokratis dan bertanggung jawab. Pada perkembangan zaman yang semakin seringnya masalah yang terjadi berkaitan dengan moral manusia, tidaklah mudah untuk membentuk siswa yang berkarakter sesuai harapan yang terdapat pada Pancasila dan UUD 1945. Sebab dengan hal tersebut perlu usaha dari orangtua dan guru untuk menerapkan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari hal yang sederhana sampai hal yang komplek. misalnya kegiatan di dalam keluarga yang berkaitan dengan ibadah terus dilakukan, menanamkan nilai-nilai yang baik pada anak di setiap waktu. memberikan contoh-contoh yang baik kepada anak jadi orang tua tidak hanya bisa memberikan nasehat tetapi juga memberikan tindakan nyata yang bisa diteladani oleh anak.
Setelah melakukan wawancara dengan guru kelas IV SD Negeri X diperoleh nilai rata-rata mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menunjukkan hasil belajar siswanya rendah. Hal ini dapat terlihat dari perolehan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan nilai rata-rata yang belum mencapai KKM, padahal KKM mata pelajaran di SD Negeri X adalah 62.
Faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah adalah sebagai berikut. (1) Siswa kurang antusias setiap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan khususnya pada materi globalisasi. Penyebab utama hal tersebut adalah guru sebagai seorang motivator dan fasilitator untuk siswa di sekolah kurang memberikan perhatian pada siswa saat pembelajaran berlangsung sehingga siswa menjadi tidak berminat dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu pada waktu pembelajaran guru masih mendominasi dan belum melibatkan siswa secara keseluruhan dalam pembelajaran. (2) Dalam menjelaskan materi, guru kurang bervariasi dalam menggunakan metode pembelajaran. (3) Penggunaan metode yang kurang variatif. Diharapkan guru tidak hanya menggunakan metode ceramah saja tetapi juga menerapkan metode yang lain juga. 
Dilihat dari perkembangan pendidikan yang semakin canggih, banyak diciptakan metode pembelajaran yang baru, sehingga pembelajaran tidak hanya menggunakan metode ceramah, diskusi, atau tanya jawab tetapi juga diciptakan metode-metode yang lain. Ada metode karyawisata, metode proyek, metode eksperimen, metode resitasi, metode demonstrasi dan metode-metode lainnya. Guru yang akan memberikan pelajaran hendaknya memilih metode yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari. Menggunakan metode yang tepat akan memberikan manfaat untuk siswa agar lebih mudah memahami materi. Setelah selesai memberikan materi, guru dapat memberikan tugas kepada siswa. Supaya materi yang disampaikan tidak lupa.
Guru harus memilih metode dengan sebaik-baiknya untuk diulang-ulang demi kemajuan siswanya. Penggunaan metode resitasi dalam pembelajaran agar tercipta kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan. Tujuan memberikan tugas agar siswa, mampu bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, mampu mengerjakan tugas secara mandiri, siswa lebih aktif dalam setiap kegiatan belajarnya, siswa mampu menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk belajar, dan siswa dapat memperoleh pengetahuan secara luas dan keterampilan yang dimiliki siswa lebih berkembang. Metode resitasi dikatakan sebagai metode pemberian tugas artinya suatu pekerjaan yang harus siswa selesaikan tanpa terikat dengan tempat.
Pelaksanaan metode resitasi ada tiga fase yaitu fase pemberian tugas, fase belajar, dan fase resitasi (Djamarah, 2010 : 236). Fase pemberian tugas, siswa diberikan tugas dengan arahan dan petunjuk dari guru supaya tugas yang akan dilaksanakan tidak membuat siswa bingung. Petunjuk tugas yang jelas akan membuat siswa lebih cepat menyelesaikannya. Tujuan diberikannya tugas untuk siswa diantaranya adalah agar belajar untuk menyelesaikan tugas secara mandiri, belajar untuk bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, dan agar siswa lebih memahami materi yang telah disampaikan. Fase belajar dilakukan siswa dengan sungguh-sungguh untuk mendapat hasil yang memuaskan. Siswa melaksanakan tugas yang telah diberikan guru dengan mencari informasi di buku atau sumber tugas yang telah diberikan.
Selain metode yang dipilih, ada hal lain yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar yaitu penggunaan alat bantu pembelajaran. Alat bantu yang digunakan guru dengan metode resitasi adalah LKS (lembar kerja siswa) merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran. LKS berisi kumpulan materi dan soal untuk siswa sebagai penunjang pembelajaran dan untuk mengembangkan kemampuan siswa (Hamdani, 2011 : 74). Dengan menggunakan LKS diharapkan siswa dapat mengembangkan pemahamannya. Adapun fungsi LKS di SD adalah antara lain : (a) untuk mengaktifkan siswa dengan kegiatan yang bermanfaat, (b) untuk merangsang siswa dalam memahami suatu materi, dan (c) untuk memberikan pendalaman materi pada siswa. Diupayakan agar para guru membuat sendiri LKS yang akan digunakan siswa, karena guru lebih mengerti karakteristik siswanya.
Dari permasalahan tersebut peneliti akan melakukan penelitian untuk mengetahui keefektifan metode resitasi berbantuan LKS terhadap hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan materi globalisasi kelas IV SD Negeri X. Oleh karena itu penelitian skripsi ini mengambil judul "KEEFEKTIFAN METODE RESITASI BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS IV SD NEGERI X".

SKRIPSI PENDIDIKAN PKN PERANAN PANTI ASUHAN TERHADAP PERKEMBANGAN MENTAL, SPIRITUAL, DAN SOSIAL ANAK ASUH DI PANTI ASUHAN

(KODE : PEND-PKN-0007) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN PERANAN PANTI ASUHAN TERHADAP PERKEMBANGAN MENTAL, SPIRITUAL, DAN SOSIAL ANAK ASUH DI PANTI ASUHAN

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan tempat yang penting dimana anak memperoleh dasar dalam membentuk kemampuannya agar kelak menjadi orang yang berhasil di masyarakat. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan saudara kandung menjadi tempat utama bagi individu mendapatkan pengalaman bersosialisasi pertama kalinya, agar dapat tumbuh utuh secara mental, spiritual dan sosial. Orang tua mempunyai peran penting untuk menumbuhkan faktor psikologis anak yang terdiri atas rasa aman, kasih sayang dan harga diri.
Terpenuhinya kebutuhan psikologis anak akan membantu perkembangan psikologis secara baik dan sehat. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan yang sulit bahwa anak harus terpisah dari keluarga karena alasan tertentu, seperti menjadi yatim piatu, tidak mampu dan terlantar, sehingga kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi secara wajar. Permasalahan tersebut membuat anak menjadi lemah dan tidak berdaya. Hal tersebut diperparah dengan kondisi tidak adanya orang yang dapat diajak berbagi cerita atau dijadikan panutan dalam menyelesaikan masalah.
Masalah yang terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan anak tersebut terganggu dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak terlantar inilah yang dipelihara oleh pemerintah maupun swasta dalam suatu lembaga yang disebut panti asuhan. Tempat itulah yang selanjutnya dianggap sebagai pengganti keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak dalam proses perkembangannya. Pada saat anak melewati masa remaja, pemenuhan kebutuhan fisik, psikis dan sosial juga sangat dibutuhkan bagi perkembangan kepribadiannya karena pada masa remaja dianggap sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa transisi tersebut, remaja mengalami berbagai masalah yang ada karena adanya perubahan fisik, psikis dan sosial.
Anak adalah pewaris dari generasi tua yang menjadi tumpuan keluarga, bangsa dan agama. Dalam keluarga anak akan terbentuk kepribadiannya, anak-anak kelak akan hidup sesuai dengan norma-norma yang telah diperoleh. Masa kecil anak adalah masa yang sangat menentukan, karena itu masa kecil yang tidak bahagia akan dibawa sampai dewasa, kebahagiaan masa kecil anak ini biasanya ditemukan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan baik dalam arti keluarga yang utuh dan ada bapak dan ibu.
Anak-anak yang tidak memiliki keluarga inilah nantinya yang akan menjadi tanggungan negara sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 34 ayat (1) Undang-undang 1945 yang berbunyi "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara" dan Undang-undang Nomor : 4 Tahun 1979 tentang "Kesejahteraan Anak". Penyelesaian masalah sosial yang terkait dengan masalah anak, dalam hal ini pemerintah dalam menangani masalah-masalah sosial memerlukan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dapat berbentuk uluran tangan untuk membantu anak-anak yang membutuhkan kasih sayang, dapat juga berupa kesediaan menjadi orang tua asuh dari anak-anak terlantar/tidak mampu.
Menurut Muzamil (2000 : 5) panti asuhan adalah suatu lembaga usaha Kesejahteraan Sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan serta pelayanan pengganti orang tua/wali dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental serta sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, cepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya.
Panti Asuhan berupaya untuk mendidik dan mengurusi anak agar perkembangan mental, spiritual dan sosial anak dapat berkembang dengan baik. Mental adalah suatu kemampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya yang mengakibatkan kemampuan tertentu dan pencapaian tertentu (Kamus Psikologi I), upaya yang dilakukan panti asuhan untuk meningkatkan perkembangan mental anak adalah dengan memberikan pendidikan agama, sehingga meningkatkan Keimanan anak asuh terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Menjadi spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material (Hasan, 288). Hal yang bersifat kerohanian yang dimaksud adalah Tuhan Yang Maha Esa, jadi yang dilakukan panti untuk meningkatkan perkembangan spiritual adalah sama dengan perkembangan mental yaitu dengan memberikan pendidikan agama sesuai dengan agama dari anak asuh.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagi aspek kehidupan sosial, norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Yusuf 2012 : 122). Untuk itu bimbingan yang diberikan panti asuhan terhadap anak asuh dalam perkembangan sosial anak adalah dengan memberikan suri tauladan yang baik bagaimana cara bersosialisasi dengan lingkungan, baik lingkungan panti asuhan maupun masyarakat sekitar. Misalnya dengan tegur sapa apabila bertemu dengan orang lain, bersikap sopan dimana saja dan lain sebagainya.
Berdasarkan data yang ada di Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga, baik swasta maupun dari pemerintah terdapat 92 Panti Asuhan yatim piatu di Kota X. Dari sekian panti asuhan tersebut ada yang berbasis agama islam maupun non islam. Salah satu panti asuhan yang islam yaitu Panti Asuhan Z.
Panti Asuhan Z adalah tempat untuk menampung, mengasuh dan membimbing anak yatim, piatu, yatim piatu dan anak terlantar agar mampu hidup mandiri dan religius agar dapat berfungsi sosial secara wajar setelah dikembalikan lagi ke masyarakat. Saat ini panti asuhan Z dihuni sekitar 79 anak asuh dengan jenjang pendidikan TK : 5 anak, SD : 21 anak, SMP/MTS : 8 anak, SMA 32 Anak, Pasca SMA 8 anak dan yang berada di Pondok Pesantren 8 anak. Panti asuhan ini berusaha agar anak yang di asuh sehat jasmani dan rohani serta dapat melaksanakan peran sosial secara wajar dan memiliki kesanggupan untuk berpartisipasi dalam keluarga, masyarakat dan dalam pembangunan nasional.
Panti asuhan Z mendidik anak asuhnya selayaknya seperti orang tua dari anak-anak asuhnya agar anak asuh dapat berkembang secara baik, baik perkembangan mental, spiritual maupun sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi judul penelitian adalah "PERANAN PANTI ASUHAN TERHADAP PERKEMBANGAN MENTAL, SPIRITUAL DAN SOSIAL ANAK ASUH DI PANTI ASUHAN (STUDI KASUS)".

SKRIPSI PENDIDIKAN PKN PERANAN GURU PKN DALAM MEMBINA KEDISIPLINAN SISWA DI SMP MELALUI PENDEKATAN KETELADANAN GURU

(KODE : PEND-PKN-0006) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN PERANAN GURU PKN DALAM MEMBINA KEDISIPLINAN SISWA DI SMP MELALUI PENDEKATAN KETELADANAN GURU

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan komponen yang sangat penting dalam mengembangkan sikap disiplin siswa. Karena di sekolah siswa diajarkan tentang tata tertib dan kedisiplinan. Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan dalam pasal 1 ayat 3 bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya bahwa Negara kita memiliki aturan atau tata tertib yang mengatur kehidupan di masyarakat, begitu pula di lingkungan sekolah ada aturan yang mengatur siswa/peserta didik. Aturan atau tata tertib tersebut berfungsi agar seseorang menjadi disiplin. Secara sederhana disiplin dapat diartikan sebagai sikap patuh, tata dan tertib terhadap peraturan yang berlaku. 
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan yang mengatakan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Komponen penting selain sekolah yaitu guru, dimana guru mempunyai peranan besar dalam membentuk karakter disiplin siswa. PKn merupakan program pendidikan yang memiliki misi untuk mengembangkan nilai luhur dari moral yang berakar pada budaya dan keyakinan bangsa Indonesia yang memungkinkan dapat diwujudkan dalam perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Bagi guru SMP maupun pendidik di jenjang lainnya PKn memiliki dua sisi kegunaan, Pertama untuk dirinya sendiri sebagai warga negara diharapkan menjadi sarana pemahaman, penghayatan, dan perwujudan nilai dan moral Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, sebagai guru/pendidik diharapkan menjadi media pendidikan yang memungkinkan peserta didik secara sadar dan sistematis berupaya untuk mengerti, menghayati dan menerapkan nilai dan moral Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan perkembangan pribadi dan lingkungannya. 
Peranan guru PKn sangat penting, selain memberi materi pelajaran guru PKn pun berperan dalam membina kedisiplinan yang ada dalam diri siswanya seperti disiplin waktu, disiplin berpakaian dan berperilaku disiplin yang berbasiskan nilai moral. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan tujuan PKn di atas peran guru PKn yaitu harus mampu membawa anak didiknya menjadi manusia Indonesia yang memiliki rasa kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang baik. Proses pendidikan dapat berhasil, apabila adanya upaya penciptaan suasana belajar mengajar yang kondusif, dimana didalamnya harus tertanam perilaku disiplin yang baik, untuk itu diperlukan peran dan figur seorang guru yang bias bertanggung jawab dalam mengajar di sekolah dengan membina dan menjadi teladan bagi siswanya khususnya dalam hal kedisiplinan. Seperti yang di kemukakan oleh Rusyan (1990 : 13) bahwa : Tenaga kependidikan sebagai pendidik bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi berikutnya sehingga terjadi proses konservasi nilai dan terciptanya nilai-nilai yang baru.
Dapat dikatakan bahwa tenaga kependidikan yang tidak lain yaitu guru yang harus mempunyai rasa tanggung jawab untuk mewariskan nilai dan norma kepada siswanya melalui proses pendidikan karena dengan proses pendidikan dapat menciptakan nilai-nilai yang baru sehingga mampu merubah sikap siswa ke arah yang lebih baik. Setiap tanggung jawab memerlukan sejumlah kompetensi dan setiap kompetensi dapat diartikan lagi ke dalam kompetensi yang lebih khusus seperti : tanggung jawab moral, tanggungjawab tenaga kependidikan dalam bidang kemasyarakatan, dan tanggung jawab kependidikan dalam bidang keilmuan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Soemantri (1976 : 35) Bahwa Guru PKn harus banyak berusaha agar siswa-siswinya mempunyai sikap yang baik, kecerdasan yang tinggi, serta keterampilan yang bermanfaat, oleh karena itu guru PKn harus dapat memanfaatkan fungsinya sebagai penuntun moral, sikap, serta memberi dorongan ke arah yang lebih baik melalui pendekatan keteladanan guru.
Disiplin sebagai kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban. Nilai-nilai tersebut telah menjadi bagian perilaku dalam kehidupannya. Perilaku itu tercipta melalui proses binaan melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman (Soegeng P., 1994 : 23).
Disiplin merupakan sesuatu yang menyatu di dalam diri seseorang. Bahkan, disiplin itu sesuatu yang menjadi bagian dalam hidup seseorang, yang muncul dalam pola tingkah lakunya sehari-hari. Disiplin terjadi dan terbentuk sebagai hasil dan dampak proses pembinaan cukup panjang yang dilakukan sejak dari dalam keluarga dan berlanjut dalam pendidikan di sekolah. Keluarga dan sekolah menjadi tempat penting bagi pengembangan disiplin seseorang.
Disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.(Maman R. 1999 : 168).
Pendapat Soegeng Prijodarminto (1994 : 15) tentang pembentukan disiplin, terjadi karena disiplin akan tumbuh dan dapat dibina, melalui latihan, pendidikan, penanaman kebiasaan dan keteladanan. Pembinaan itu dimulai dari lingkungan keluarga sejak kanak-kanak. Disiplin juga diproses melalui pembinaan sejak dini, sajak usia muda, dimulai dari keluarga dan pendidikan.
Jadi pembentukan disiplin ternyata harus melalui proses panjang, dimulai sejak dini dalam keluarga dilanjutkan sekolah. Hal-hal penting dalam pembentukan itu terdiri dari kesadaran diri, kepatuhan, tekanan , sanksi teladan, lingkungan disiplin dan latihan-latihan. (Tulus, 2004 : 50-51).
Pembinaan disiplin di SMP Negeri X sangat penting. Guru bisa memberikan pembinaan disiplin siswanya melalui keteladanan. Guru sendiri harus menjadi teladan dan memberikan contoh yang baik kepada siswanya. Keteladanan bisa dilakukan melalui ekstrakulikuler. Apabila ada siswa yang terlambat mereka harus diberi sanksi, atau peringatan agar tidak di ulangi lagi, dan siswa bisa mengetahui apa arti dari kedisiplinan dan keteladanan.
Maka penulis menganggap perlu adanya penelitian tentang "PERANAN GURU PKN DALAM MEMBINA KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI X".

SKRIPSI PENANAMAN NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CASES-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN PKN KELAS VIII

(KODE : PEND-PKN-0005) : SKRIPSI PENANAMAN NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CASES-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN PKN KELAS VIII

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dipandang sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hal-hal dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006). Oleh karena itu, tidak tepat bila dalam pembelajaran guru hanya menitik beratkan pada pengukuran pengetahuan saja, tetapi harus mengarahkan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang.
Arends (2008 : 243) menjelaskan, bahwa guru dalam mengajar harus selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tetapi jarang guru mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah. Terkait dengan hal itu model pembelajaran cases based learning atau pembelajaran berbasis masalah dapat menjadi suatu acuan dalam mentransformasikan nilai-nilai yang ada di masyarakat, bangsa dan negara melalui Pendidikan Kewarganegaraan yang didalamnya terdapat nilai-nilai Pancasila sehingga dapat tertanam pada diri siswa. Diharapkan setiap diri anak atau peserta didik dapat memiliki konsep dan pandangan hidup kuat untuk menghindar dari perbuatan amoral.
Melihat kondisi demikian, maka perlu adanya alternatif pembelajaran yang berorientasi pada bagaimana siswa belajar menemukan sendiri informasi atau topik yang sudah dipelajari atau yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari serta dapat berinteraksi dengan baik bersama guru maupun sesama siswa dalam suasana yang menyenangkan. Sehingga guru perlu memberikan respon yang positif secara konkret dan obyektif yaitu berupa upaya membangkitkan partisipasi siswa baik dalam bentuk kontributif dan inisiatif. Bentuk kontributif dan inisiatif ini akan mampu membentuk siswa untuk selalu aktif dan kreatif agar siswa sadar bahwa ilmu pengetahuan hanya bisa diperoleh melalui kerja keras sekaligus menyadari dan mengerti makna dan arti pentingnya belajar.
Dari tujuan di atas siswa sebagai peserta didik sedini mungkin harus dibekali nilai-nilai Pancasila agar mereka mempunyai sikap dan kepribadian bermoral. Kenyataan di lapangan, khususnya dalam mata pelajaran PKn kelas VIII di MTs X, kegiatan pembelajaran masih dilakukan dengan cara klasikal meskipun kadang diselingi dengan diskusi. Pembelajaran lebih ditekankan pada model yang banyak diwarnai dengan ceramah. Hal ini mengakibatkan siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan siswa hanya diam, duduk, mendengarkan, mencatat dan hafal. Sehingga mengakibatkan siswa kurang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang cenderung menjadikan mereka cepat bosan dan malas untuk belajar.
Melihat kondisi demikian, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang "PENANAMAN NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CASES BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN PKN KELAS VIII DI MTS X".

SKRIPSI PEMANFAATAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN PKN KELAS XI

(KODE : PEND-PKN-0004) : SKRIPSI PEMANFAATAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN PKN KELAS XI

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran atau proses belajar mengajar adalah proses yang diatur dengan langkah-langkah tertentu, agar pelaksanaannya mencapai hasil yang diharapkan. Langkah-langkah tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk perencanaan mengajar. Proses penyusunan perencanaan pengajaran memerlukan pemikiran-pemikiran sistematis untuk memproyeksikan/memperkirakan mengenai apa yang akan dilakukan dalam waktu melaksanakan pengajaran.
Pengajaran di ruang kelas merupakan salah satu usaha pendidikan kepada siswa, konsep, dan ketrampilan membaca, menulis, menghitung, dan sikap yang tepat sebagai alat untuk belajar lebih lanjut yang harus dibangun pada awal pendidikan siswa yang secara luas disebut ketrampilan pendidikan dasar. "Menyampaikan informasi-informasi yang terkandung pada pengetahuan dalam kegiatan pendidikan sehari-hari bukanlah hal yang mudah. Guru harus menyiapkan pengalaman yang siap pakai, mengerjakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pendekatan kepada siswa dan sebagainya".
Agar tercapai tujuan tersebut, maka guru harus betul-betul memahami konsep, petunjuk, serta nilai-nilai yang perlu diperhatikan pada penyusun silabus dan persiapan pengajaran. Sehingga guru dapat menjadikan bentuk pengalaman belajar yang diberikan menjadi bermakna bagi siswa. Oleh karena itu, kurikulum nasional yang diwujudkan dalam kelas merupakan pengejawantahan dari kemampuan dan keahlian guru (Madjid, 2005 : 251-252).
Program studi "pendidikan seni" tentunya perlu dirancang sesuai dengan sasarannya, yaitu berupa kemampuan apa yang dimiliki oleh lulusannya. Akankah setelah lulus itu sesuai dengan kaidah bekerja sebagai guru di SD, ataukah SLTP, atau SMU, ataukah harus bisa dimana saja. Kalau demikian halnya, bahan-bahan ajar yang dikuasainya adalah khasanah teknik seni untuk dipraktikkan dan dihayati, teknik-teknik perangsangan untuk menimbulkan kepercayaan dan mengekspresikan ide seni. Serta teknik-teknik perangsangan untuk menghidupkan daya imajinasi dan kreasi (Sedyawati, 2006 : 307-308).
Menurut (Widaghdo, 2003 : 27) menyatakan bahwa budaya atau kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia dengan budinya berupa segenap sumber jiwa, yakni cipta, rasa, dan karsa. Adapun kultur berasal dari kata latin colere, yang dapat berarti mengolah tanah, menggarap sesuatu, menanam, memelihara, menghuni, menghormati, dan menyucikan. Alam digarap menjadi berbagai alat kerja manusia dan ini merupakan budaya yang bertujuan serta bermanfaat. Tetapi alam dapat juga dapat ditelaah oleh budi manusia dan digali dasar-dasarnya yang dalam di sini budaya yang tujuannya memperoleh pengetahuan. Di samping dua faktor itu yang berupa manfaat dan pengetahuan, budaya dapat diusahakan demi keindahan dan permainan, juga demi nilai-nilai dari realitas yang dikandung olehnya. Dengan demikian, seni, permainan, sport, magi, dan agama masuk ke dalam budaya. Di situlah nampak kerja spiritual manusia di dalam memberi bentuk kehidupannya. Itulah semua aspek etika dari daya menciptakan budaya.
Dalam bentangan Indonesia bam dewasa ini, maka yang dimaksud dengan kebudayaan "lokal" mestinya lebih tepat disebut kebudayaan "sub bangsa" atau “suku bangsa". Memang pada umumnya suatu suku bangsa (golongan etnik) itu mempunyai sesuatu "tanah asal" tertentu di Indonesia ini, yang bisa meliputi wilayah yang kecil sampai ke yang lebih luas atau yang bercabang-cabang. Namun kenyataan pun menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu terdapat mobilitas penduduk yang menyebabkan perluasan jelajah suatu suku bangsa keluar dari cara asalnya, dan menyelip diantara kawasan hunian suku-suku bangsa lain, munculnya kolonial Bugis di berbagai penjuru Indonesia adalah contoh yang paling tipikal. Fakta itulah yang menyebabkan istilah "lokal" untuk menjelaskan kebudayaan tidaklah tepat. Lebih tidak tepat lagi jika kesatuan kebudayaan itu dikaitkan sebagai penentu dalam penataan administrasi kewilayahan. Suatu suku bangsa dapat menghuni lebih dari satu kabupaten atau propinsi, dan sebaliknya di dalam satu propinsi, kabupaten, ataupun bahkan satu kecamatan bisa terdapat lebih dari satu suku bangsa yang sama-sama, asli, yang tinggal di wilayah yang bersangkutan (Sedyawati, 2006 : 381-382).
Budaya lokal sebagai sumber belajar siswa di sekolahan terkait belum melakukan pembelajaran dengan optimal. Padahal di daerah X sendiri terdapat budaya lokal sebagai sumber belajar yang berkaitan langsung dengan mata pelajaran seperti PKn, sejarah dan antropologi budaya. 
Sehubungan dengan hal tersebut permasalahan yang ingin peneliti ungkapkan bagaimanakah pemanfaatan budaya lokal di atas, penulis menulis sebuah judul "PEMANFAATAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN PKN KELAS XI DI MA X".

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA POWER POINT TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK

(KODE : PEND-PKN-0003) : SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA POWER POINT TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kita telah hidup dalam era globalisasi. Dalam era globalisasi kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu. Proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Metodologi pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai kepada mereka sehingga siswa menguasai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Media tidak lagi hanya kita pandang sebagai alat bantu belaka dari guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai alat penyalur pesan dari pemberi pesan (guru, penulis buku, produser, dan sebagainya) ke penerima pesan (siswa/pelajar) (Arif S. 2009 : 10). Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan ajar yang disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan melalui media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu, bahkan keabstrakan bahan dapat dikongkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian anak didik lebih muda mencerna bahan ajar daripada tanpa bantuan media. 
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan-pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi (Arif S, 2009 : 11). Pesan yang akan dikomunikasikan isi ajaran atau didikan yang ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media. Salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru.
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder. (Onong Uchjana Efendy, 2006 : 11). Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media kedua. Agar komunikasi efektif , proses penyandian oleh komunikator harus bertautan dengan proses pengawasandian. Komunikator akan dapat menyandi dan komunikan akan dapat mengawasandi hanya dalam istilah-istilah pengalaman yang dimiliki masing-masing. Meskipun antara komunikator dan komunikan terdapat perbedaan, jika komunikator bersikap empatik, komunikasi tidak akan gagal.
Agar kegiatan proses belajar dan mengajar berlangsung lancar dan baik maka perlu kesatuan dan dukungan bagi komponen dalam kegiatan belajar mengajar seperti komponen tujuan, murid, guru, bahan pelajaran, metode belajar mengajar, media pengajaran, dan alat peraga.
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada SMK X khususnya kelas X AK menunjukkan sebagian besar peserta didik kurang berminat, kurang bergairah, dan cenderung tidak aktif. Beberapa asumsi kurangnya minat belajar siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah guru kurangnya media yang menarik dalam proses pembelajaran. Proses pengajaran mata pelajaran ilmu sosial khususnya Pendidikan Kewarganegaraan secara umum lebih didominasi melalui metode ceramah tanpa media yang memadai, sehingga proses belajar mengajar terasa membosankan.
Power point adalah program aplikasi yang banyak digunakan untuk keperluan presentasi, seminar, promo produk, atau kegiatan ilmiah tertentu yang melibatkan banyak peserta. Namun, perkembangan akhir-akhir ini presentasi tidak hanya digunakan pada acara-acara penting yang melibatkan banyak peserta saja, tetapi sudah mulai person to person, misalnya antara mahasiswa dengan dosen, guru dengan murid, antara marketing dengan konsumen, dan lain sebagainya.
Presentasi power point itu sendiri adalah suatu cara yang digunakan untuk memperkenalkan atau menjelaskan tentang segala hal yang dirangkum dan dikemas ke dalam beberapa slide. Sehingga orang yang menyimak (peserta presentasi) dapat mudah memahami penjelasan melalui visualisasi yang terangkum di dalam slide. Baik itu berupa teks, gambar/grafik, suara, film, dan lain sebagainya (Catur, 2008). Hal ini membuktikan bahwa cara presentasi dengan lisan saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan visualisasi salah satunya dapat dibuat menggunakan power point.
Berdasarkan kenyataan di atas guru dapat menggunakan media power point dalam proses belajar mengajar, sehingga proses belajar mengajar lebih menarik dan menyenangkan serta pada gilirannya apa yang kita harapkan pada tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Menarik untuk diteliti, penggunaan media power point terhadap prestasi belajar pendidikan kewarganegaraan.

SKRIPSI PERANAN GURU PKN DALAM MENGEMBANGKAN POKOK BAHASAN NORMA DAN HUKUM DI SMK

(KODE : PEND-PKN-0002) : SKRIPSI PERANAN GURU PKN DALAM MENGEMBANGKAN POKOK BAHASAN NORMA DAN HUKUM DI SMK

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bahasa Indonesia. Nilai luhur dan moral tersebut diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari- hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Pembukaan UUD 1945 ditegaskan bahwasanya tujuan bangsa Indonesia salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menandaskan bahwa tujuan pendidikan kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, sebagai manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, serta memiliki ketrampilan dan kemampuan, kesehatan jasmani dan rohani yang seimbang dan yang paling penting mempunyai semangat kebangsaan.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pengembangan dalam bidang pendidikan adalah agar pendidik dapat melaksanakan peran utamanya, yaitu menyiapkan manusia-manusia yang cerdas, utuh, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, sehat jasmani dan rohani serta cinta tanah air dan bangsa. Dengan demikian diharapkan kelak mereka dapat menjadi generasi penerus bangsa.
Untuk mencapai tujuan itu semua maka pemerintah yang bertanggung jawab mengenai pendidikan di negara kita, memberikan satu mata pelajaran yang diberikan mulai sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, dan mata pelajaran itu adalah mata pelajaran PKn, mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban yang menjadi warga negara Indonesia yang terampil, cerdas dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. 
Adapun selain pemerintah, yang bertanggung jawab dalam pendidikan adalah keluarga, masyarakat dan guru. Guru merupakan sosok yang paling bertanggung jawab pada pendidikan, karena guru merupakan orang yang terjun secara langsung dalam dunia pendidikan dan bertanggung jawab secara langsung dalam mensukseskan jalannya pendidikan yang berlangsung.
Di dalam perkembangan dunia pendidikan, pemerintah telah melakukan penyempurnaan kurikulum. Terdapat banyak perbedaan dari kurikulum-kurikulum ini antara lain dari segi pokok bahasan, jumlah jam pelajaran, dan lain-lain. Mengingat adanya perbedaan antara kurikulum maka guru dan peserta didik dimungkinkan banyak menemui permasalahan, karena keterbatasan waktu dalam mengembangkan pokok bahasan norma dan hukum yang ada di SMKN X. Dan kurikulum baru yang diterapkan oleh SMKN X menyebabkan guru PKn tidak dapat memberikan penjelasan tentang pokok bahasan norma dan hukum secara jelas, sehingga peserta didik tidak mendapatkan pokok bahasan norma dan hukum secara optimal dan berakibat dapat mengurangi pengetahuan peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengadakan penelitian dengan pokok bahasan "PERANAN GURU PKN DALAM MENGEMBANGKAN POKOK BAHASAN NORMA DAN HUKUM PADA MATA PELAJARAN PKN DI SMKN X”.

SKRIPSI POLA PEMBINAAN KEDISIPLINAN DAN TATA TERTIB DI PANTI ASUHAN MUHAMMADIYAH

(KODE : PEND-PKN-0001) : SKRIPSI POLA PEMBINAAN KEDISIPLINAN DAN TATA TERTIB DI PANTI ASUHAN MUHAMMADIYAH

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keluarga dalam konteks sosial budaya tidak bisa dipisahkan dari tradisi budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam konteks sosial, anak pasti hidup bermasyarakat dan bergumul dengan budaya yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ni orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak agar menjadi orang yang pandai hidup bermasyarakat dan hidup dengan budaya yang baik dalam masyarakat (Djamarah, 2004 : 20).
Anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada manusia, keberadaan anak merupakan faktor yang dianggap penting dalam keluarga. Anak juga merupakan penerus kelangsungan suatu keluarga. Oleh sebab itu diperlukan pembinaan yang benar-benar baik bagi anak di dalam menghadapi masa depan dan lingkungan masyarakat. Mengasuh dan membina anak merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua di mana dalam hal ini sangat berperan dalam membentuk dan mengembangkan tingkah laku anak terutama pada masa awal sampai remaja orang tualah yang pertama kali memperkenalkan nilai, norma, pada anak mereka dengan menggunakan pola asuh tertentu.
Berbahagialah bagi anak-anak yang memiliki kedua orang tua mereka karena mereka benar-benar mendapatkan kasih sayang yang sempurna dari kedua orang tua mereka, terutama dalam hal membimbing, pengawasan, pendidikan dan perlindungan, berbeda dengan anak-anak yang kehilangan orang tua mereka, tanpa suatu bimbingan, perhatian, pendidikan dan perlindungan.
Maka berdasarkan pasal 34 ayat (1) undang-undang dasar 1945 yang berbunyi "fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara".
Pemerintah membuat suatu tempat untuk menampung anak-anak yang disebut dengan nama anti asuhan. Panti asuhan adalah lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, bagi kesejahteraan sosial bagi anak-anak terlantar (Mahfani, 2009 : 63). Penyebab anak penghuni panti asuhan di antaranya anak dari orang tua fakir miskin, anak yatim piatu dan anak yang diabaikan oleh orang tuanya sendiri.
Di panti asuhan anak-anak akan menemukan keluarga baru, keluarga merupakan inti terkecil yang mempunyai peran yang strategi dalam pemahaman tingkah laku, keluarga dapat dipandang sebagai suatu organisasi budaya yang senantiasa dan sekaligus mengembangkan kebudayaan manusia. Oleh karena itu sebagai suatu organisasi keluarga perlu juga menciptakan yang berbudi pekerti luhur, tingkah laku yang baik untuk membantu anak-anaknya bersikap sesuai yang diharapkan.
Keluarga juga terdiri dari individu-individu yang dapat berfungsi sebagai barometer kehidupan yang berbudi pekerti luhur. Terutama oleh bapak ibu asuh yang ada dalam keluarga panti asuhan sebagai pengganti orang tua mereka. Peran bapak dan ibu asuh sangat besar pengaruh disiplin diri. Tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkembangkan dan diterapkan sesuai perbuatan para pelakunya. Sejalan dengan hal tersebut perlu adanya suatu pola pembinaan disiplin yang diharapkan maka orang tua asuh memberikan teladan dan dituntut untuk menaati terlebih dulu nilai-nilai yang diupayakan kepada anak. Dengan demikian bantuan mereka ditangkap oleh anak-anak secara utuh, sehingga memudahkan untuk menangkap dan mengikutinya misalnya : orang tua asuh jika mendengar suatu azan dan segera mengambil air wudhu dan langsung mengerjakan sholat atau segera mengerjakan sholat. Teladan menjadi dasar timbulnya kepercayaan dan kewibawaan orang tua asuh dalam diri anak-anaknya.
Pada umumnya pola pembinaan ada 3 macam tipe yaitu : 
1. Pola otoriter
Ciri dari pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak-anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dikontrol oleh anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.
2. Pola demokratis
Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar, suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggungjawabkan segala tindakannya.
3. Pola permisif
Segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak, apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua, orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena tanpa pengawasan orang tua. la bebas melakukan apa saja yang ia inginkan (Dariyo, 2004 : 97).
Pola pembinaan di panti asuhan berupa pembinaan disiplin, pembinaan moral, tata tertib, pembinaan agama dan pembinaan lain-lainnya. Dengan pembinaan itu diharapkan anak benar-benar telah siap untuk hidup bermasyarakat, bertanggung jawab, mampu hidup layak dan dapat berperilaku dan berperan serta dalam proses pembangunan.
Pembinaan yang dilaksanakan dalam panti Asuhan Muhammadiyah sangat demokratis, bila anak asuh membuat kesalahan maka mereka akan memanggil anak asuh itu dan memberikan peringatan-peringatan, kalau masih membuat kesalahan lagi maka anak tersebut akan mendapatkan sanksi-sanksi yang berupa sanksi fisik tapi bersifat positif dan mendidik.
Anak asuh tersebut mulai masuk panti asuhan dari sekolah dasar, sampai SMA yang kemudian mereka dibekali dengan keterampilan agar mereka setelah keluar dari panti asuhan tersebut sudah dapat bekerja dan hidup mandiri.
Adapun pola pembinaan di Panti Asuhan Muhammadiyah Desa X yaitu kegiatan diikuti anak panti asuhan, kegiatan tersebut dimulai hari senin sampai dengan hari minggu selepas pulang sekolah, kegiatan tersebut meliputi : pulang sekolah mereka melaksanakan sholat dhuhur, habis sholat dhuhur makan siang, sehabis makan siang mereka istirahat siang sampai pukul 15.30 mereka bangun mandi sehabis mandi mereka melaksanakan sholat ashar berjamaah dan setelah sholat ashar bagi mereka yang mendapat giliran piket mereka melaksanakan piket, yaitu menyapu dan mengepel. Pukul 18.00 mereka melaksanakan shalat magrib berjamaah. Sehabis mereka melaksanakan shalat magrib, sehabis sholat magrib mereka makan malam. Pukul 19.00 melaksanakan sholat Isya berjamaah, sehabis sholat berjamaah mereka mengikuti ekstra kurikuler semua mata pelajaran fiqih sampai malam, dari pukul 20.00 sampai 22.00 sehabis itu tidur malam. Kegiatan yang lain juga ada hari minggu khususnya mereka les montir.
Pola pembinaan yang ada di panti asuhan Muhammadiyah yaitu pola pembinaan demokratis. Anak diberi tanggung jawab artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Pembinaan disiplin di panti asuhan Muhammadiyah pembinaan yang menyangkut tata tertib/peraturan pola pembinaan kedisiplinan dan tata tertib anak yang dilakukan oleh orang tua asuh dengan cara menanamkan nilai-nilai moral, memberi nasehat dan dorongan serta memberi hukuman kepada anak yang ada di panti, sehingga memiliki pengaruh yang sangat besar pada panti asuhan dalam mendidik anak khususnya untuk kedisiplinan dan mematuhi tata tertib.
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi judul penelitian ini adalah "POLA PEMBINAAN KEDISIPLINAN DAN TATA TERTIB DI PANTI ASUHAN MUHAMMADIYAH DESA X".