Search This Blog

Showing posts with label LKS. Show all posts
Showing posts with label LKS. Show all posts

SKRIPSI PENDIDIKAN PKN KEEFEKTIFAN METODE RESITASI BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV

(KODE : PEND-PKN-0008) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN KEEFEKTIFAN METODE RESITASI BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 2 yang berisi pendidikan nasional berfungsi menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggungjawab (UU SISDIKNAS, 2009 : 111). Menjadi tugas guru dan orang tua untuk bertindak sebagai pengajar sekaligus menjadi pembimbing agar para siswa kelak menjadi manusia yang dapat diandalkan. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, diberlakukannya Wajar (Wajib Belajar) oleh pemerintah yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 8 yang berbunyi setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Wajib belajar menjadi tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Untuk menjamin mutu pendidikan dalam rangka mewujudkan wajib belajar, pemerintah menyusun kurikulum untuk mengatur segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan. Struktur kurikulum di SD yang meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama 6 tahun mulai kelas I sampai kelas VI. Kurikulum SD memuat delapan mata pelajaran yang di dalamnya terdapat mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, muatan lokal dan pengembangan diri.
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Pendidikan kewarganegaraan dalam (Standar Isi dan SKL, 2006 : 105) adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pembelajaran hendaknya memberikan teladan sikap terbaik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan sikap yang baik akan menghasilkan manusia yang berguna dalam memajukan bangsa dan negara dengan moral yang telah didapat dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam Permendiknas 22 Tahun 2006 tentang standar isi Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A. Mata pelajaran kelompok ini dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. (UU SISDIKNAS, 2009 : 115). Oleh sebab itu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diberikan dari tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan tujuan agar siswa dapat menjadi warga negara yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, sehat, berilmu, dan warga yang demokratis dan bertanggung jawab. Pada perkembangan zaman yang semakin seringnya masalah yang terjadi berkaitan dengan moral manusia, tidaklah mudah untuk membentuk siswa yang berkarakter sesuai harapan yang terdapat pada Pancasila dan UUD 1945. Sebab dengan hal tersebut perlu usaha dari orangtua dan guru untuk menerapkan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari hal yang sederhana sampai hal yang komplek. misalnya kegiatan di dalam keluarga yang berkaitan dengan ibadah terus dilakukan, menanamkan nilai-nilai yang baik pada anak di setiap waktu. memberikan contoh-contoh yang baik kepada anak jadi orang tua tidak hanya bisa memberikan nasehat tetapi juga memberikan tindakan nyata yang bisa diteladani oleh anak.
Setelah melakukan wawancara dengan guru kelas IV SD Negeri X diperoleh nilai rata-rata mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menunjukkan hasil belajar siswanya rendah. Hal ini dapat terlihat dari perolehan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan nilai rata-rata yang belum mencapai KKM, padahal KKM mata pelajaran di SD Negeri X adalah 62.
Faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah adalah sebagai berikut. (1) Siswa kurang antusias setiap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan khususnya pada materi globalisasi. Penyebab utama hal tersebut adalah guru sebagai seorang motivator dan fasilitator untuk siswa di sekolah kurang memberikan perhatian pada siswa saat pembelajaran berlangsung sehingga siswa menjadi tidak berminat dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu pada waktu pembelajaran guru masih mendominasi dan belum melibatkan siswa secara keseluruhan dalam pembelajaran. (2) Dalam menjelaskan materi, guru kurang bervariasi dalam menggunakan metode pembelajaran. (3) Penggunaan metode yang kurang variatif. Diharapkan guru tidak hanya menggunakan metode ceramah saja tetapi juga menerapkan metode yang lain juga. 
Dilihat dari perkembangan pendidikan yang semakin canggih, banyak diciptakan metode pembelajaran yang baru, sehingga pembelajaran tidak hanya menggunakan metode ceramah, diskusi, atau tanya jawab tetapi juga diciptakan metode-metode yang lain. Ada metode karyawisata, metode proyek, metode eksperimen, metode resitasi, metode demonstrasi dan metode-metode lainnya. Guru yang akan memberikan pelajaran hendaknya memilih metode yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari. Menggunakan metode yang tepat akan memberikan manfaat untuk siswa agar lebih mudah memahami materi. Setelah selesai memberikan materi, guru dapat memberikan tugas kepada siswa. Supaya materi yang disampaikan tidak lupa.
Guru harus memilih metode dengan sebaik-baiknya untuk diulang-ulang demi kemajuan siswanya. Penggunaan metode resitasi dalam pembelajaran agar tercipta kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan. Tujuan memberikan tugas agar siswa, mampu bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, mampu mengerjakan tugas secara mandiri, siswa lebih aktif dalam setiap kegiatan belajarnya, siswa mampu menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk belajar, dan siswa dapat memperoleh pengetahuan secara luas dan keterampilan yang dimiliki siswa lebih berkembang. Metode resitasi dikatakan sebagai metode pemberian tugas artinya suatu pekerjaan yang harus siswa selesaikan tanpa terikat dengan tempat.
Pelaksanaan metode resitasi ada tiga fase yaitu fase pemberian tugas, fase belajar, dan fase resitasi (Djamarah, 2010 : 236). Fase pemberian tugas, siswa diberikan tugas dengan arahan dan petunjuk dari guru supaya tugas yang akan dilaksanakan tidak membuat siswa bingung. Petunjuk tugas yang jelas akan membuat siswa lebih cepat menyelesaikannya. Tujuan diberikannya tugas untuk siswa diantaranya adalah agar belajar untuk menyelesaikan tugas secara mandiri, belajar untuk bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, dan agar siswa lebih memahami materi yang telah disampaikan. Fase belajar dilakukan siswa dengan sungguh-sungguh untuk mendapat hasil yang memuaskan. Siswa melaksanakan tugas yang telah diberikan guru dengan mencari informasi di buku atau sumber tugas yang telah diberikan.
Selain metode yang dipilih, ada hal lain yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar yaitu penggunaan alat bantu pembelajaran. Alat bantu yang digunakan guru dengan metode resitasi adalah LKS (lembar kerja siswa) merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran. LKS berisi kumpulan materi dan soal untuk siswa sebagai penunjang pembelajaran dan untuk mengembangkan kemampuan siswa (Hamdani, 2011 : 74). Dengan menggunakan LKS diharapkan siswa dapat mengembangkan pemahamannya. Adapun fungsi LKS di SD adalah antara lain : (a) untuk mengaktifkan siswa dengan kegiatan yang bermanfaat, (b) untuk merangsang siswa dalam memahami suatu materi, dan (c) untuk memberikan pendalaman materi pada siswa. Diupayakan agar para guru membuat sendiri LKS yang akan digunakan siswa, karena guru lebih mengerti karakteristik siswanya.
Dari permasalahan tersebut peneliti akan melakukan penelitian untuk mengetahui keefektifan metode resitasi berbantuan LKS terhadap hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan materi globalisasi kelas IV SD Negeri X. Oleh karena itu penelitian skripsi ini mengambil judul "KEEFEKTIFAN METODE RESITASI BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS IV SD NEGERI X".

SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MODEL INKUIRI TERBIMBING TOPIK SIFAT-SIFAT CAHAYA UNTUK KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0051) : SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MODEL INKUIRI TERBIMBING TOPIK SIFAT-SIFAT CAHAYA UNTUK KELAS V

contoh skripsi pgsd kelas 5

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Dalam UU 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional terdapat sejumlah pasal yang berkaitan dengan KTSP, pasal 1 ayat (19) menjelaskan definisi operasional kurikulum. Menurut pasal 1 ayat (19), "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. "Definisi tersebut menegaskan bahwa kurikulum dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pembelajaran. Bukan buku teks yang sebenarnya lebih berperan sebagai salah satu sumber pembelajaran. 
Perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari adanya perubahan yang ada di dalamnya seperti kualitas guru, kurikulum, proses pembelajaran, sarana dan prasarana, sumber belajar, metode pembelajaran, metode pembelajaran. Sebagai dampaknya adalah diperkayanya sumber dan media pembelajaran. 
Belajar dan pembelajaran memiliki konsep yang berbeda namun saling berkaitan. Belajar dapat di artikan sebagai proses perubahan tingkah laku manusia. Sebagaimana diungkapkan oleh Bell-Gredle (1986 : 1) dalam buku Teori Belajar dan Pembelajaran hal (15) " Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh kemampuan, ketrampilan, dan sikap tersebut di peroleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat". Belajar merupakan proses tindakan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan yang keadaan berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya dan juga belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting dalam kehidupan masyarakat tradisional dan modern. 
Belajar dimulai dengan adanya dorongan semangat yang dalam diri seseorang yang akan menimbulkan adanya peningkatan dalam hasil belajar siswa. Kegiatan belajar yang akan di lakukan menyesuaikan tingkah laku seseorang dalam upaya meningkatkan kemampuan berfikir pada diri seseorang. Dalam hal ini belajar perilaku mengembangkan diri melalui penyesuaian tingkah laku. 
Sedangkan pembelajaran berkaitan dengan komunikasi timbal balik siswa dengan guru. Pembelajaran merupakan aktivitas pendidik atau guru secara terencana melalui desain agar siswa dapat belajar secara aktif dan lebih menekankan pada sumber belajar yang disediakan (Dimyati dan Mudjiono). Proses pembelajaran yang baik ialah yang memungkinkan terjadinya relasi antara stimulus dan respon dengan baik. 
Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran harus dapat menumbuhkan proses belajar yang baik yang dapat memacu peserta didik untuk berfikir kreatif dan aktif. Kegiatan pembelajaran mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi, metode, dan teknik dan media dalam rangka membangun proses belajar antara lain membahas materi dan melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. 
Keterkaitan antara dua konsep ini yaitu upaya guru merencanakan kegiatan belajar untuk siswa dengan memfasilitasi agar siswa dapat berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan perilaku pada diri siswa. Perubahan tersebut mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Muhammad Rohman (2013 : 68) perubahan yang terjadi memiliki karakteristik : (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional, (3) tidak bersifat sementara, (4) bersifat positif dan aktif, (5) memiliki arah dan tujuan, dan perbuatan. 
Menuju pada karakteristik tersebut, aktivitas belajar siswa merupakan suatu kegiatan yang menjadi ciri berlangsungnya suatu pembelajaran. Aktifitas ini tentunya melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Aktivitas yang mudah teramati dalam pembelajaran adalah aktivitas fisik berupa gerak motorik siswa seperti memperagakan sesuatu atau memperagakan suatu model. Aktivitas lain yang juga perlu mendapat perhatian yaitu aktivitas mental siswa. Aktivitas mental ini juga dikatakan sebagai proses berfikir siswa berupa mengingat, menalar, dan menganalisis suatu materi pembelajaran. Meskipun tidak dapat diamati oleh indera, namun aktivitas mental ini menjadi ciri bagi siswa memahami materi pembelajaran belum. 
Selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran siswa dituntut untuk memadukan aktifitas fisik dan mental mereka untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung dengan aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan perlu adanya suatu perangkat pembelajaran yang mendukung terciptanya suasana pembelajaran tersebut. Salah satu perangkat pembelajaran yang dapat digunakan yaitu Lembar Kerja Siswa atau disebut dengan LKS. 
Lembar kerja Siswa merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran (Hidayah dan Sugiarto, 2006 : 8). Secara umum LKS adalah perangkat pembelajaran sebagai perlengkapan sarana pendukung Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
"Lembar Kerja Siswa juga merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran yang menunjang kepada pencapaian indikator melalui berbuat dan berfikir sehingga siswa memperoleh kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor". 
Sementara itu, menurut (Lestari, 2006 : 16) LKS dirancang oleh guru sendiri sesuai dengan produk bahasan dan tujuan pembelajarannya. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan sebagai tahap pemahaman konsep, karena LKS dirancang untuk membimbing siswa dalam pembelajaran. LKS dimanfaatkan untuk mempelajari pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari sebelumnya yaitu penanaman konsep. 
Lembar kerja siswa mempunyai kriteria kualitas, Menurut Hendro Darodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992) penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik. LKS juga berperan membantu guru dalam mengarahkan siswa menemukan jawaban melalui aktivitas sendiri. Dengan adanya LKS diharapkan siswa dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dan menuangkan ide-ide kreatifnya baik secara perorangan maupun kelompok mampu berfikir kritis dan menjalin kerjasama yang baik dengan anggota kelompok. 
Kondisi ideal yang diharapkan tersebut ternyata masih belum tercapai. Hal ini terlihat dari hasil observasi yang dilakukan penelitian di SDN X. Dari hasil wawancara dengan salah satu guru kelas V di sekolah SDN X ternyata sebagian besar guru di SDN X hanya menggunakan LKS yang sudah disediakan pada buku teks sebagai bahan kerja siswa selama kegiatan pembelajaran. Padahal LKS tersebut sebenarnya bukanlah LKS yang benar-benar secara maksimal membantu siswa untuk aktif, kreatif, dan inovatif menuangkan ide-idenya serta memadukan aktivitas fisik dan mental mereka dalam proses pembelajaran, karena hanya menyajikan soal-soal latihan untuk menjawab oleh siswa secara tertulis saja. Masih sangat minim LKS yang secara kreatif dirancang oleh masing-masing guru dengan tujuan untuk mengkolaborasikan aktivitas fisik dan mental siswa dalam proses pembelajaran. Masih banyak yang mengeluhkan bahwa LKS hanya berisi latihan soal-soal untuk dikerjakan pada jam pembelajaran kosong atau sebagai pengganti jika guru berhalangan hadir dan untuk tugas rumah yang harus di kerjakan di rumah. Namun seharusnya LKS lebih tepatnya untuk soal evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dan seberapa siswa memahami pembelajaran yang ditangkap. Dari permasalahan ini di temukan bahwa siswa jadi kurang aktif selama mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung, proses pembelajaran terkesan membosankan bagi peserta didik dan menjadikan keberhasilan pembelajaran menjadi rendah. 
Lembar Kerja Siswa berupa LKS yang didalamnya berisi rangkaian kegiatan dan tugas-tugas yang harus dilakukan siswa dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan juga aktivitas siswa berdasarkan model inkuiri terbimbing sehingga dapat mencapai kompetensi yang di harapkan. Penelitian ini diberi judul "PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MODEL INKUIRI TERBIMBING TOPIK SIFAT-SIFAT CAHAYA UNTUK KELAS V".

SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS CERITA BERGAMBAR MELALUI PENDEKATAN DISCOVERY LEARNING PADA MAPEL IPA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0047) : SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS CERITA BERGAMBAR MELALUI PENDEKATAN DISCOVERY LEARNING PADA MAPEL IPA KELAS V

contoh skripsi pgsd kelas 5

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menjadi tumpuan harapan untuk dapat mencerdaskan kehidupan bangsa, karena pendidikan yang berlangsung di sekolah keberadaannya disengaja, direncanakan, serta diatur sedemikian rupa melalui tata cara dan mekanisme yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD / MI dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa Standar Kompetensi IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari hari. Sedangkan dalam Standar Isi kurikulum KTSP 2006 dinyatakan bahwa Standar Kompetensi IPA diberikan kepada peserta dengan pola pembelajaran interaktif, strategi pembelajaran dalam menyajikan materi secara verbal diubah menggunakan strategi pembelajaran yang lebih inovatif, munculnya kesadaran bahwa sumber belajar dan media pembelajaran dapat diperoleh dari berbagai cara serta teknologi pembelajaran berbasis teknologi informasi (TI) sudah mulai diterapkan. 
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mempunyai beberapa mata pelajaran yang laksanakan di sekolah dasar, IPA dalam pelaksanaannya lebih mengedepankan keaktifan siswa baik aktif mencari, memproses dan mengolah perolehan belajarnya. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam Pelaksanaannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih mengedepankan keaktifan siswa baik aktif mencari, memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Selain itu menurut BSNP (2006 : 11) kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi strategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam terkembang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan). 
Namun kenyataannya pembelajaran sampai sekarang ini guru yang masih menggunakan metode ceramah tanpa memperhatikan model mengajar yang inovatif, kreatif, serta penggunaan media yang sesuai belum dilakukan secara maksimal, guru masih mendominasi atau menjadi pusat perhatian selama proses pembelajaran (teacher centered). Sebagian besar siswa sangat pasif dan malas pada saat pembelajaran siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Pemilihan strategi pembelajaran yang kurang tepat oleh guru, siswa tidak diarahkan untuk bertukar pikiran dengan siswa lain yang menuntut mereka untuk berpikir kritis serta siswa cenderung cepat lupa dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini menjadikan pemahaman siswa kurang terhadap materi yang diajarkan oleh guru sehingga menjadikan hasil belajar rendah. 
Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran dan media yang tepat agar siswa menjadi aktif dan dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang optimal. Peran guru dalam proses membelajarkan siswa semakin penting karena di masa depan guru tidak lagi merupakan sumber informasi atau penyampaian pengetahuan kepada siswa melainkan lebih merupakan fasilitator yang mempermudah siswa belajar. 
Cara-cara mengajar konvensional, sudah selayaknya untuk diperbarui dan dikembangkan seiring dengan kemajuan teknologi. Seiring berkembang pesatnya teknologi berbasis IT, guru dituntut untuk mampu menyajikan pembelajaran yang kreatif, penggunaan teknologi yang efisien yang bertujuan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, inovatif, menumbuhkan semangat siswa sehingga hasil belajar siswa tercapai secara optimal. Armstrong dalam Sudjana (1988 : 148) menjelaskan bahwa tugas dan tanggung jawab guru digolongkan dalam 5 jenis, yaitu : 1) tanggung jawab dalam pengajaran, 2) tanggung jawab dalam memberikan bimbingan, 3) tanggung jawab dalam mengembangkan kurikulum, 4) tanggung jawab dalam mengembangkan profesi, 5) tanggung jawab dalam membina hubungan baik dengan masyarakat. 
Permasalahan tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil belajar di kelas khususnya pada mata pelajaran IPA di SD Negeri X. Rendahnya nilai hasil belajar siswa harus segera diatasi, hasil belajar siswa kelas V SDN X dikatakan belum berhasil. Pelaksanaan pembelajaran dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang diperoleh siswa sudah mencapai standar yang ditentukan. Pembelajaran dengan metode ceramah ini sering digunakan oleh guru IPA di SD Negeri X pada siswa kelas V akibatnya proses pembelajarannya masih bersifat monoton dimana siswa kelihatan pasif hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru, dan hanya guru saja yang kelihatan aktif. Dari Hasil ulangan harian, menunjukan data yang diperoleh dari hasil ulangan harian IPA masih dibawah KKM 70. Terbukti dari 15 siswa hanya 5 siswa atau 33,33% yang berhasil memenuhi KKM, sedangkan 10 siswa atau 63,67% belum memenuhi KKM. Ada lebih dari 50% siswa yang belum memenuhi KKM, berarti kegiatan pembelajaran ini belum berhasil. 
Melihat permasalahan yang muncul sebagai tindak lanjut untuk mengatasi permasalahan tersebut akan dilakukan alternatif tindakan dengan menggunakan pembelajaran melalui pendekatan inkuiri berbantuan multimedia interaktif. Pendekatan ini dapat digunakan sebagai variasi untuk merangsang siswa agar menumbuh kembangkan semangat siswa, dengan penyajian pembelajaran yang menarik. pendekatan inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung untuk melakukan penyelidikan masalah, menyusun hipotesa, merencanakan eksperimen, serta membuat kesimpulan dari hasil yang telah didapatkan. Dalam pembelajaran inkuiri ini siswa dituntut aktif untuk menemukan sendiri pemahaman mereka terhadap materi yang dipelajari, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator yang bertugas merangsang dan mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajari. pembelajaran inkuiri dengan memanfaatkan multimedia interaktif diduga mampu meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X. 
Dengan berbantuan multimedia interaktif diharapkan mampu mengatasi sikap pasif, sehingga peserta didik menjadi lebih semangat dan lebih mandiri dalam belajar. memberikan rangsangan, pengalaman, dan persepsi yang sama terhadap materi belajar. Juga dapat memaksimalkan efek visual dan memberikan interaksi berkelanjutan sehingga pemahaman bahan ajar meningkat. Dengan multimedia interaktif juga dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran karena adanya kumpulan objek atau gambar yang diolah sedemikian rupa sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup. 
Berdasarkan latar belakang yang ada maka peneliti akan mengkaji masalah tersebut melalui penelitian tindakan kelas dengan judul "PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN INKUIRI BERBANTUAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA SISWA KELAS V SD NEGERI X"

SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) DENGAN KONSEP TEMATIK TERINTEGRASI DAN PENDEKATAN SAINTIFIK KELAS III

(KODE : PENDPGSD-0045) : SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) DENGAN KONSEP TEMATIK TERINTEGRASI DAN PENDEKATAN SAINTIFIK KELAS III

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum 2013 dapat dikatakan sebagai batu loncatan bagi pendidikan Indonesia untuk menuju ke arah yang lebih maju, baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Sesuai dengan tujuan dari kurikulum 2013 yaitu untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud No. 67 Tahun 2013). Pembelajaran yang dulunya cukup dengan menggunakan metode konvensional seperti ceramah, mendengarkan dan mencatat, sekarang sudah mulai bergeser ke pembelajaran yang berpusat pada keaktifan siswa. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung tujuan dari kurikulum 2013 dan disesuaikan dengan karakteristik siswa SD seperti : 1) Senang bergerak, berbeda dengan orang dewasa yang betah duduk berjam-jam, anak- anak usia SD lebih senang bergerak. Anak-anak usia ini dapat duduk dengan tenang maksimal sekitar 30 menit. 2) Senang bermain, dunia anak memang dunia bermain yang penuh kegembiraan, demikian juga dengan anak-anak usia sekolah dasar, mereka masih sangat senang bermain. Apalagi anak-anak SD kelas rendah. 3) Senang melakukan sesuatu secara langsung, anak-anak usia SD akan lebih mudah memahami pelajaran yang diberikan guru jika ia dapat mempraktikkan sendiri secara langsung pelajaran tersebut. 4) Senang bekerja dalam kelompok, pada usia SD anak-anak mulai intens bersosialisasi. Pergaulan dengan kelompok sebaya, akan membuat anak usia SD bisa belajar banyak hal, misalnya setia kawan, bekerja sama, dan bersaing secara sehat. (Permendikbud No. 57 Tahun 2014). 
Namun di sisi lain, pembelajaran yang penuh dengan kegiatan yang menyenangkan dan menekankan pada pengalaman belajar, tidak seterusnya membawa dampak yang menguntungkan dari segi perkembangan kognitif siswa, jika tidak didukung oleh pemantapan materi berupa ringkasan atau latihan soal yang dapat mereka baca atau kerjakan secara mandiri. Kebanyakan siswa mengalami kesulitan mengasosiasikan materi dari pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan panduan dari buku siswa, apabila tidak diimbangi dengan ringkasan materi yang ada di buku atau yang mereka buat sendiri. Namun permasalahan yang muncul adalah siswa SD masih mengalami kesulitan untuk menulis sendiri materi yang sudah didapat, baik berupa catatan atau rangkuman. Juga ditambah lagi dengan tidak adanya latihan soal terstruktur yang sesuai dengan pembelajaran pada panduan buku siswa. Selain kesulitan mengasosiasikan pembelajaran, minimnya materi yang tertulis pada buku siswa, dan tidak adanya latihan soal yang sesuai pembelajaran, banyak pula ditemui latihan soal pada Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikerjakan tidak sesuai dengan metode pembelajaran yang sudah dirancang oleh guru maupun yang sudah ada pada buku guru yang diterbitkan pemerintah. 
Guru yang merancang dan melaksanakan pembelajaran dengan metode sesuai dengan kurikulum 2013 yaitu Saintifik, berisikan kompetensi yang bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak (Permendikbud No. 67 Tahun 2013). Tanpa adanya dukungan materi tambahan berupa ringkasan dan latihan soal, tidak akan cukup untuk syarat pemenuhan indikator pencapaian pembelajaran (Andi Prastowo, 2011). Tanpa adanya tindak lanjut berupa penambahan materi, ringkasan, dan latihan soal yang sewaktu-waktu dapat dibaca dan dikerjakan siswa secara mandiri, proses pembelajaran yang sudah dilangsungkan hasilnya pun akan kurang maksimal. 
Banyak guru yang tidak sempat untuk menulis materi pelengkap sehingga mereka hanya berpijak pada buku teks pelajaran Maman Suryaman dalam (Prastowo 2009 : 8), yang mana buku pedoman siswa di kurikulum 2013 yaitu, buku siswa sifatnya hanya gambaran secara umum dari pembelajaran. Di buku siswa tidak terdapat penjelasan materi secara detail dan terperinci, seperti yang sudah penulis buktikan dalam mata kuliah pembelajaran matematika, di mana penulis diberikan tugas untuk menganalisis buku guru dan siswa. Di dalam buku siswa masih banyak dijumpai materi yang terkesan sempit untuk dibaca atau ditelaah untuk siswa SD, sehingga diperlukan tambahan materi yang dapat membantu dalam penguatan materi. Menurut Depdiknas (2008 : 18), salah satu kelemahan buku teks jika dilihat dari strukturnya adalah tidak adanya komponen petunjuk belajar, informasi pendukung dan langkah kerja penyelesaian soal sehingga dalam penggunaannya, pemakaian buku teks hanya memungkinkan komunikasi satu arah yang berakibat pada kurangnya kesempatan siswa untuk mengembangkan pola pikir dan pembentukan konsep sehingga siswa kesulitan untuk memahami materi yang diajarkan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pengembangan bahan ajar selain buku teks pelajaran (dalam bentuk LKS). 
Selama ini memang LKS sering digunakan guru untuk mengembangkan dan menambah pemahaman pembelajaran untuk siswa, seperti yang sudah penulis amati saat Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD Negeri X. Saat guru merasa materi yang didapat siswa sudah memadahi dan perlu adanya latihan secara mandiri, maka siswa langsung diminta untuk mengerjakan LKS yang sudah disediakan oleh pihak sekolah. Namun LKS yang dikerjakan siswa pada umumnya tidak dibuat sendiri oleh guru dan pada umumnya LKS yang mereka kerjakan, isinya sama sekali berbeda dengan materi pembelajaran yang terdapat pada buku siswa. Hal tersebut dapat membuat kerancuan berfikir siswa dalam memahami dan mengasosiasikan materi yang sudah mereka dapatkan dari proses pembelajaran. Ditambah lagi LKS yang sudah ada saat ini tidak tercantum petunjuk pengerjaan yang mudah untuk dipahami, yang mana sesungguhnya LKS diharapkan dapat dikerjakan secara mandiri oleh siswa dan membantu mereka dalam pendalaman materi pembelajaran. 
Pengerjaan LKS yang dijadikan pilihan terbaik untuk membantu pencapaian indikator pada akhirnya kurang maksimal, karena materi dan tugas yang dikerjakan siswa tidak dibahas secara rinci dan terstruktur sesuai pembelajaran yang sudah didapat siswa selama pembelajaran. Apabila siswa terus menerus dijejali dengan materi dan lembar kerja yang apa adanya, maka kreatifitas berfikir siswa tidak akan berkembang. Untuk meningkatkan kreatifitas berfikir siswa, diperlukan LKS yang menarik, terstruktur, petunjuk pengerjaan mudah dipahami dan disesuaikan tingkat berfikir siswa. Maka LKS yang sesuai dengan pembelajaran, yang dirancang dan dilaksanakan sesuai petunjuk dari buku guru maupun buku siswa, sangat dibutuhkan untuk memudahkan siswa untuk latihan berfikir secara mandiri dan kreatif. Pernyataan serupa terkait buku siswa dan LKS yang apa adanya, juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh guru kelas III, saat dilakukan wawancara mengenai implementasi dan sumber belajar pada K13 di SD tempat dilaksanakannya penelitian, yaitu SD Negeri X. 
Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tergerak untuk mengembangkan LKS yang dapat digunakan siswa kelas 3 SD, sebagai alternatif yang menarik untuk menambah penguasaan materi. Isi dari LKS juga disesuaikan dengan pemetaan Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator pencapaian yang harus dipenuhi siswa, selain itu materi pada LKS juga disesuaikan dengan pembelajaran yang berbasis saintifik. Adapun isi dari LKS yaitu berupa ringkasan, tugas secara berkelompok maupun individu, dan latihan soal sesuai dengan pembelajaran, serta dapat dikerjakan secara mandiri oleh siswa. Sehingga diharapkan tingkat berfikir siswa lebih aktif, kritis dan kreatif dalam pemahaman materi ajar yang sudah mereka laksanakan. 

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NHT BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN LKS MATERI BARISAN DAN DERET BILANGAN

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NHT BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN LKS MATERI BARISAN DAN DERET BILANGAN

(KODE : PTK-0582) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NHT BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN LKS MATERI BARISAN DAN DERET BILANGAN (MATEMATIKA KELAS IX)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekuat dalam kehidupan masyarakat. Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang di inginkan.
Berbicara tentang pendidikan sudah tentu tak dapat dipisahkan dengan semua upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, sedangkan manusia yang berkualitas itu, dilihat dari segi pendidikan telah terkandung secara jelas dalam tujuan pendidikan Nasional. Dalam usaha peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan strategi belajar mengajar yang diharapkan mampu memperbaiki sistem pendidikan yang telah berlangsung. Hal ini memiliki makna bahwa proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang perlu mendapatkan perhatian lebih karena pada proses belajar mengajar diharapkan terjadi interaksi langsung antara Guru dengan siswa dan interaksi siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Dalam melaksanakan proses belajar mengajar diperlukan metode yang cocok agar siswa dapat berfikir kritis, logis, dan dapat memecahkan masalah dengan sikap terbuka, kreatif dan inovatif. Dalam pembelajaran dikenal berbagai model pembelajaran, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sebagian guru berfikir bahwa mereka sudah menerapkan pembelajaran kooperatif setiap kali meminta siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil. Tetapi, guru belum memperhatikan adanya aktifitas kelas yang terstruktur sehingga peran serta tiap-tiap anggota kelompok belum terlihat.
Dalam pembelajaran kooperatif dikenal berbagai tipe, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) berbasis masalah. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen pada tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2007 : 62). 
Sedangkan pembelajaran berbasis masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. (Trianto, 2007 : 67).
Oleh karena itu, model pembelajaran NHT Berbasis Masalah dapat diterapkan dalam pelajaran sehari-hari pada materi manapun terutama pada siswa SMP yang merupakan pemula dalam pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan informasi guru mata pelajaran matematika kelas IXA mengatakan bahwa sebagian besar siswanya mempunyai minat untuk belajar yang kurang khususnya dalam belajar matematika dikarenakan merasa kesulitan dalam mempelajari konsep dan soal-soal pelajaran matematika. Selain itu, rendahnya motivasi siswa dalam belajar matematika terutama di kelas IX. Begitu pula dengan kondisi kelas IX-A seperti yang dijelaskan oleh guru tersebut bahwa pencapaian nilai rata-rata di kelas tersebut sedang yaitu 58,08 dari 39 siswa pada materi Statistika dan Peluang.
Salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan menerapkan model pembelajaran tipe NHT berbasis masalah dengan bantuan LKS dalam pembelajaran yang diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, memahami konsep matematika, menambah keaktifan, kerja sama dan sikap siswa karena model pembelajaran NHT berbasis masalah dengan bantuan LKS ini terfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu, pembelajaran ini menciptakan interaksi yang saling mencerdaskan, siswa tidak hanya belajar dari guru tapi juga dari siswa lain.
Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATERI BARISAN DAN DERET BILANGAN BAGI SISWA KELAS IX".