Search This Blog

Showing posts with label motivasi belajar siswa. Show all posts
Showing posts with label motivasi belajar siswa. Show all posts

SKRIPSI PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA, SIKAP KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR MATERI PERHITUNGAN PAJAK PPH 21

(KODE : PTK-0709) : SKRIPSI PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA, SIKAP KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR MATERI PERHITUNGAN PAJAK PPH 21 (MAPEL AKUNTANSI KELAS XI SMK)

contoh ptk akuntansi kelas xi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan Negara. Hal ini karena pendidikan merupakan proses budaya yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dengan pendidikan bermutu, akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan itu sendiri berlaku seumur hidup dan dilakukan dalam lingkungan, keluarga, pendidikan formal (sekolah) dan masyarakat. Untuk itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan Negara.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 menyebutkan bahwa : 
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Artinya proses pendidikan di sekolah merupakan proses yang terencana dan mempunyai tujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan siswa diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar yang kondusif serta proses belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil belajar harus berjalan secara simbang.
Suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, sehingga pendidikan itu harus berorientasi pada siswa (student active learning) dan peserta didik harus dipandang sebagai seorang yang sedang berkembang dan memiliki potensi. Sedangkan tugas pendidik adalah mengembangkan potensi yang dimiliki anak.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen bab 1 pasal 1 poin (a) "Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah".
Artinya, proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Guru merupakan pendorong belajar siswa yang mempunyai peranan besar dalam menumbuhkan semangat para murid untuk belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran yang menarik maka siswa akan lebih mudah memahami pelajaran dan mengembangkan ilmu pengetahuannya.
Salah satu persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya kualitas pendidikan nasional. Rendahnya kualitas pendidikan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, antara lain keterbatasan dana, ketersediaan sarana dan prasarana dalam aktivitas pembelajaran, dan pengelolaan proses pembelajaran. Kondisi tersebut diperburuk dengan minimnya sosialisasi kurikulum sebelum kurikulum baru dijalankan. Problematika pendidikan itulah yang menjadi tanggung jawab dan membutuhkan keseriusan lebih untuk mencari solusinya.
Sejalan dengan itu perlu dikembangkan iklim belajar mengajar yang menumbuhkan rasa percaya diri, sikap dan perilaku yang inovatif serta kreatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Dalam rangka mengembangkan iklim belajar mengajar seperti menumbuhkan rasa percaya diri, sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif, sangat diperlukan adanya keterkaitan antara komponen-komponen pendidikan. Komponen-komponen pendidikan yang meliputi guru, siswa, kurikulum, alat (media pembelajaran) dan sumber belajar, materi, metode maupun alat evaluasi saling bekerjasama untuk mewujudkan proses belajar yang kondusif. Oleh karena itu komponen-komponen dalam pendidikan tersebut tidak bisa dipisahkan karena memiliki keterkaitan yang penting, sehingga akan membentuk suatu sistem yang berkesinambungan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Pembelajaran yang menyenangkan memang menjadi langkah awal untuk mencapai hasil belajar yang berkualitas. Dalam skripsi Amroni yang berjudul Efektifitas pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada prestasi mata pelajaran ekonomi akuntansi siswa kelas XI SMA Nurul Islami Semarang halaman 3 menyatakan "belajar akan lebih bermakna apabila siswa atau anak didik mengalami sendiri apa yang dipelajarinya". Akan tetapi, pelaksanaan pembelajaran di sekolah seringkali membuat masyarakat kecewa. Kondisi ini dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Sebagian besar siswa memiliki kemampuan dalam menyajikan materi melalui bahan hafalan semata, akan tetapi memahami dan mengerti secara dalam mengenai pengetahuan. Kondisi ini ditandai dengan siswa belum mampu menghubungkan materi pembelajaran di sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan dan belum mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran, motivasi sangat diperlukan. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2010 : 75). Motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya (Sardiman, 2010 : 75).
Dalam proses belajar mengajar guru sebagai sumber daya memiliki peranan yang penting karena merupakan salah satu unsur penentu keberhasilan siswa. Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya akan tetapi ditentukan atau bahkan sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka (Hamalik, 2002 : 36).
Menurut Yunus Abidin (2014 : 122), model pembelajaran proses saintifik merupakan model yang menuntut siswa beraktivitas sebagaimana seorang ahli sains. Proses belajar secara saintifik mencakup beberapa aktivitas, diantaranya mengidentifikasi atau menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep yang ditemukan.
Salah satu proses belajar saintifik yang dapat diterapkan di kelas adalah penerapan strategi pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning adalah proses pembelajaran yang dirancang dengan masalah-masalah yang menuntut siswa mendapat pengetahuan penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, memiliki strategi belajar sendiri, serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Pernyataan ini pernah ada dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Elfrida Gita (2014) yang menyatakan bahwa penerapan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi.
Pelaksanaan proses saintifik bertujuan agar dapat menumbuhkan keterampilan sikap kritis siswa selama proses interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa, sehingga siswa menghasilkan pertimbangan, keputusan yang tepat, dan menjawab secara lebih lengkap. Sependapat dengan penelitian jurnal yang telah dilakukan oleh Sri Wahyuni (Program Studi Kimia PMIPA FKIP-UT) tentang mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dengan penerapan strategi pembelajaran Problem Based Learning menerangkan bahwa keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, memecahkan masalah secara kreatif, dan berpikir logis sehingga menumbuhkan sikap kritis dalam diri siswa terutama dalam mata pelajaran Kimia (IPA).
Proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan pola berpikir siswa untuk lebih kritis dalam memecahkan materi pelajaran yang sudah disediakan. Dengan berpikir kritis akan berpikir lebih mendalam tentang materi-materi yang diajarkan dan motivasi siswa bertambah sehingga diharapkan prestasi belajar siswa juga akan meningkat dengan model ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : "PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA, SIKAP KRITIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK X".

SKRIPSI PENDIDIKAN PKN PENGARUH MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH SISWA KELAS IV

(KODE : PEND-PKN-0018) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN PENGARUH MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH SISWA KELAS IV

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu ruang lingkup mata pelajaran PKn adalah globalisasi, yang meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional dan mengevaluasi globalisasi (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Dalam buku PKn kelas IV SD pokok bahasan globalisasi ada tiga, yaitu pengaruh globalisasi, budaya Indonesia dalam misi kebudayaan internasional dan menyikapi pengaruh globalisasi.
Tujuan pembelajaran PKn tentang budaya Indonesia dalam misi kebudayaan internasional yaitu agar siswa mampu mengenal jenis-jenis budaya dan kesenian di Indonesia dengan baik, tidak hanya itu saja tetapi agar siswa mempunyai tanggung jawab untuk melestarikan kesenian dan kebudayaan daerah masing-masing. Hal tersebut dilakukan agar kebudayaan tetap lestari dan berkembang sampai negara lain. Jangan sampai budaya dan kesenian kita direbut atau bahkan diakui oleh negara lain karena pengaruh globalisasi. Diharapkan siswa mampu memilih, memilah dan menyaring budaya luar yang tidak pantas masuk ke Indonesia.
Fakta yang peneliti temukan di lapangan, yaitu di SDN X bahwa hasil belajar PKn siswa kelas IV khususnya materi budaya Indonesia dalam misi kebudayaan internasional masih dalam kategori rendah. Hal itu dapat dibuktikan dari dokumentasi hasil tes ulangan harian PKn siswa. Dari dokumen tersebut, dapat diketahui bahwa dari keseluruhan siswa kelas IV SDN X yang berjumlah 34 siswa, 2 siswa memperoleh nilai 40 (5,8 %), 4 siswa memperoleh nilai 45 (11,8), 6 siswa memperoleh nilai 50 (17,6), dan 4 siswa memperoleh nilai 60 (11,8). Jadi, sebanyak 16 siswa (47%) kelas IV SDN X tidak tuntas dalam pembelajaran PKn. KKM mata pelajaran PKn kelas IV SDN X adalah 67.
Hasil wawancara peneliti dengan guru kelas IV SDN X bahwa hasil belajar PKn siswa rendah karena siswa masih bingung dan belum mengerti tentang jenis budaya dan kesenian berbagai daerah di Indonesia. Hal ini dikarenakan beragamnya budaya dan kesenian yang ada di Indonesia. Bagi siswa yang kurang cerdas sangat sulit untuk memahami jenis-jenis budaya dan kesenian di Indonesia. Permasalahan lain yang dihadapi siswa dalam materi budaya Indonesia dalam misi kebudayaan internasional yaitu kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran. Pembelajaran di kelas dirasa membosankan, jenuh dan tidak menyenangkan. Banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, ada yang berbicara sendiri, mengantuk, atau bahkan bermain-main dengan teman sebangkunya.
Setelah melakukan wawancara dengan guru kelas, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengamati proses pembelajaran guru kelas IV SDN X dalam mengajar mata pelajaran PKn. Ternyata, guru masih menerapkan pendekatan Teacher Center Learning yang artinya pembelajaran berpusat pada guru. Guru menempatkan dirinya sebagai pusat dari segala pengetahuan dan informasi kepada siswa. Guru banyak berceramah di depan, menjelaskan semua materi kepada siswa tanpa dilengkapi dengan alat peraga dan media pembelajaran. Guru juga tidak melakukan diskusi kelompok yang seharusnya dilakukan agar pembelajaran tidak terkesan monoton dan menjenuhkan. Wajar jika banyak siswa yang kurang termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan baik dan menyebabkan hasil belajar PKn-nya rendah.
Berdasarkan pada masalah di atas, maka diperlukan model pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan menyenangkan agar siswa lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran dan menghasilkan nilai yang bagus dalam setiap ulangan. Banyaknya ragam model pembelajaran PKn menuntut kejelian guru untuk dapat memilih model pembelajaran yang tepat sesuai materi dan karakteristik siswa. Salah satu model pembelajaran yang tepat digunakan dalam mata pelajaran PKn materi budaya Indonesia dalam misi kebudayaan internasional yaitu model pembelajaran kooperatif tips Make a Match.
Model Make a Match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model ini dimulai dari teknik yaitu siswa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi skor/poin. Salah satu keunggulan model pembelajaran ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. 
Penerapan metode Make a Match dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar kompetensi, yaitu : berpusat pada siswa; mengembangkan keingintahuan dan imajinasi; memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang menyenangkan; mengembangkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar; karakteristik mata pelajaran.
Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi guru dan siswa dalam mata pelajaran PKn materi budaya Indonesia dalam misi kebudayaan internasional. Dari penerapan model tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang nantinya akan mempengaruhi hasil belajar siswa untuk dapat meningkat juga.
Penerapan model pembelajaran Make a Match dalam mata pelajaran PKn kelas IV pada kompetensi dasar mengidentifikasi budaya Indonesia yang pernah tampil dalam misi kebudayaan internasional sebelumnya pernah dilakukan oleh Aminah (2010). Penelitiannya menunjukkan bahwa model Make a Match ini dapat meningkatkan motivasi atau minat belajar dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Karangharjo Kecamatan Kragan Kabupaten Rembang.
Berpijak dari hal tersebut peneliti semakin optimis bahwa model pembelajaran Make a Match dirasa mampu merangsang motivasi belajar siswa. Hal itu mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang “PENGARUH MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH” siswa kelas IV SDN X khususnya pada materi budaya Indonesia dalam misi kebudayaan internasional.

TESIS PENGARUH MODEL PAKEM TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA SD

(KODE : PASCSARJ-0555) : TESIS PENGARUH MODEL PAKEM TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA SD (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

contoh tesis teknologi pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan wajib mengikuti pendidikan dasar serta pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Untuk merealisasi landasan konstitusional, secara operasional diatur dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 13 Undang-undang No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (Sisdiknas, 2003 : 9). Pendidikan Dasar merupakan pendidikan yang melandasi pendidikan menengah yang berbentuk Sekolah Dasar atau bentuk lain dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat.
Permasalahan di bidang pendidikan yang dihadapi adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pengembangan pribadi dan watak peserta didik, yang berakibat hilangnya kepribadian dan kesadaran akan makna hakiki kehidupan. Mata pelajaran yang berorientasi akhlak dan moralitas serta pendidikan agama kurang diberikan dalam bentuk latihan-latihan pengalaman untuk menjadi corak kehidupan sehari-hari (GBHN 1999-2004 : 12).
Kualitas pendidikan khususnya pada jalur pendidikan formal di setiap jenjang pendidikan sekolah yang dilaksanakan kurang merata. Kualitas pendidikan yang dilaksanakan di sekolah sangat berkaitan dengan terwujudnya peningkatan sumber daya manusia sebagai modal yang cukup penting dalam proses pembangunan bangsa. Pembangunan kualitas manusia Indonesia yang dipublikasikan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa/United Nation Development Programme menempati peringkat ke 110 dari 173 negara di dunia (UNDP, 2005).
Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor dari dalam siswa sebagai pelajar dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan terutama lingkungan sekolah yaitu proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang berkualitas dapat mempengaruhi, dalam arti meningkatkan prestasi belajar siswa. Sesuai yang dikemukakan oleh Nana Sudjana, (1988 : 40), bahwa kedua faktor tersebut (kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran) mempunyai hubungan yang lurus dengan hasil belajar siswa. Artinya semakin tinggi kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran semakin tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan, guru menempati posisi yang amat penting, karena guru merupakan pengelola dalam proses pembelajaran yang telah dibekali berbagai disiplin ilmu. Dapat dikatakan keberhasilan dalam proses belajar mengajar yang bertanggung jawab adalah guru. 
Oleh karena itu dalam meningkatkan kualitas pendidikan sangat dibutuhkan guru yang professional. Namun kenyataan di sekolah kadang dijumpai adanya guru memandang pekerjaan mengajar adalah pekerjaan rutin yang telah menjadi kebiasaan dari hari ke hari dan tahun ke tahun, kurang disertai adanya suatu perubahan ke arah yang lebih inovatif. Guru menganggap telah terbiasa dengan cara dan gaya mengajar yang telah lama dilakukan itu sudah terasa mencukupi. Dalam situasi yang demikian tidak ada dinamika, tidak ada inovasi dan kreativitas guru untuk mengembangkan pembelajaran ke arah yang lebih baik. Akibatnya hasil/prestasi belajar yang dicapai siswa dari tahun ke tahun relatif sama bahkan mengalami penurunan, sedangkan ilmu pengetahuan di lain pihak berkembang dengan cepat.
Guru sebaiknya bersedia meninggalkan cara mengajar dan kebiasaan lama atau secara konvensional yang berpusat pada guru, untuk beralih pada pola-pola mengajar yang berpusat pada diri siswa dengan cara melibatkan siswa secara aktif. Dengan melibatkan siswa secara aktif, baik fisik, mental, intelektual, maupun sosial maka melalui proses pembelajaran dapat dicapai tujuan pembelajaran yang optimal. Guru memberi kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk terlibat langsung dan berperan aktif dalam proses pembelajaran, baik secara konvensional maupun secara bersama-sama dalam kelompok kecil ataupun di dalam kelas.
Upaya pencapaian prestasi belajar siswa secara optimal, pemanfaatan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan sangatlah diperlukan. Selaras apa yang dikemukakan oleh Elly & Gerlach, (1980 : 174), bahwa model harus di dasarkan pada sejumlah tujuan yang telah dirumuskan dan disesuaikan kondisi siswa. Prestasi belajar siswa yang optimal memerlukan motivasi guru dalam memilih model yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian variasi model pembelajaran menjadi faktor dominan dalam menopang upaya pencapaian prestasi belajar siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Winkel (1989 : 262), “bahwa penerapan model yang tepat, ditunjang pengolahan materi pelajaran dan kontrol terhadap prestasi belajar siswa akan menampakkan hasil belajar yang optimal”.
Guna keperluan itulah penguasaan guru atas berbagai model pembelajaran atau model pembelajaran menjadi penting, khususnya model pembelajaran yang menekankan siswa aktif. Pola pembelajaran konvensional yang mengutamakan siswa hanya mendengarkan dan menyaksikan guru mendemonstrasikan, harus sudah jauh-jauh ditinggalkan. Pembelajaran harus menempatkan siswa sebagai subyek yang mampu merencanakan belajarnya, menggali dan menginterpretasi materi pembelajaran, berinteraksi, saling bekerja sama, sehingga meningkatkan proses demokratis.
Model PAKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Aspek penting yang turut memberi pengaruh pada proses belajar adalah motivasi (Toeti Soekamto & Udin Saripudin Winataputra, 1997 : 38). Hal ini, karena motivasi belajar berperan penting dalam memberikan gairah dan semangat dalam belajar, sehingga siswa yang memiliki motivasi tinggi akan mempunyai energi yang kuat untuk melakukan belajar. Di samping itu, motivasi akan memberikan arah yang jelas dalam aktivitas belajar sehingga siswa yang memiliki motivasi tinggi, akan memiliki dua sayap yang kokoh untuk mencapai ketinggian prestasi, yaitu sayap energi dan sayap tujuan (Winkel, 1996 : 150-151).
Menurut Sadiman A.M. (2001 : 38), motivasi menduduki tiga fungsi penting dalam belajar, yaitu (1) sebagai pendorong aktivitas belajar, (2) menentukan arah belajar dan (3) penyeleksi tindakan belajar. Dengan demikian, jika siswa memiliki motivasi yang kuat atau tinggi dalam belajar, ia akan mencapai prestasi yang tinggi dan jika motivasi siswa rendah maka prestasi siswa pun rendah pula.
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan lebih berpengaruh terhadap guru untuk melaksanakan tugas pembelajaran yang lebih efektif. Bilamana motivasi sudah tertanam pada setiap siswa akan membuahkan motivasi bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan setelah siswa mendapatkan berbagai pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya. Motivasi yang ada pada siswa akan semakin berkembang karena seringkali siswa akan dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang diperlukan di antaranya kebutuhan ingin tahu lebih banyak tentang pembelajaran yang diterima, kebutuhan akan kepuasan dan sebagainya. Mengingat betapa pentingnya pemilihan model pembelajaran yang tepat agar dapat menumbuh kembangkan motivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa secara optimal, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam penelitian tesis dengan judul “PENGARUH MODEL PAKEM TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA SD”.

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MAPEL FIQIH BAB SHOLAT MELALUI METODE DEMONSTRASI

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MAPEL FIQIH BAB SHOLAT MELALUI METODE DEMONSTRASI

(KODE : PTK-0591) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MAPEL FIQIH BAB SHOLAT MELALUI METODE DEMONSTRASI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang berisikan interaksi antara peserta didik dengan para pendidik dengan berbagi sumber. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses pendidikan yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik itu merupakan syarat utama berlangsungnya proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan guru dengan peserta didik tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya menyampaikan pesan berupa mata pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri peserta didik yang sedang belajar.
Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah harus melalui pembelajaran. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar di sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Eksistensi guru tetap penting karena peran guru tidak seluruhnya digantikan dengan teknologi.
Tujuan untuk pengembangan potensi peserta didik dapat dilakukan melalui proses pendidikan yang umumnya disebut sekolah merupakan lembaga yang menjalan proses pengajaran kepada para siswanya.
Sedangkan tujuan pendidikan agama islam yaitu untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, pengalaman peserta didik tentang agama islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam pembelajaran pendidikan agama islam banyak yang menganggap hanya pelajaran yang membosankan dan tidak termasuk pelajaran dan tidak termasuk pelajaran yang menentukan saat ujian akhir sekolah sehingga membuat peserta didik mengabaikan pelajaran tersebut. Hal ini bila dibiarkan berlarut-larut tentunya akan sangat membahayakan generasi penerus bangsa.
Dengan adanya masalah ini maka sebagai seorang guru harus dapat memilih metode dan model pembelajaran yang baru supaya suasana di dalam proses pembelajaran dapat lebih menyenangkan dan materi yang disampaikan pun dapat dicapai sesuai yang diinginkan. Banyak sekali model-model pembelajaran, namun guru harus pandai memilih model pembelajaran yang cocok dengan materi tersebut dan supaya tidak membosankan serta dapat meningkatkan belajar dan hasil belajar peserta didik. Selain itu guru harus menyampaikan manfaat dari materi sholat dalam kehidupan sehari-hari.
Pada materi salat sangat cocok digunakan model pembelajaran demonstrasi. Diterapkannya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka menuntut peserta didik untuk saling berkompetensi baik itu secara berkelompok maupun secara individu yang itu semua ada dalam pembelajaran demonstrasi. Namun alasan yang paling mendasar dengan diterapkannya model pembelajaran demonstrasi dapat diharapkan hasil belajar dari peserta didik MTs. Negeri X dapat ditingkatkan. Setiap mata pelajaran khususnya fiqih memiliki Standar Ketuntasan Minimal (SKM) untuk setiap aspek penilaian.
Dari uraian di atas dapat mendorong peneliti untuk meneliti dengan judul "UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH BAB SALAT MELALUI METODE DEMONSTRASI DI MTS X".
SKRIPSI HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS V

SKRIPSI HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0003) : SKRIPSI HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS V



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain munculnya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan diantaranya bidang pendidikan. Untuk menghadapinya dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Berbicara mengenai mutu pendidikan tidak akan lepas dari kegiatan belajar dimana aktivitas belajar siswa menunjukkan indikator lebih baik. Untuk mencapai pokok materi belajar siswa yang optimal tidak lepas dari kondisi dimana kemungkinan siswa dapat belajar dengan efektif dan dapat mengembangkan daya eksplorasinya baik fisik maupun psikis. Menumbuhkan motivasi belajar pada siswa di saat pembelajaran tidaklah mudah, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain pendidik, orang tua, dan siswa. Sehingga siswa memegang peranan dalam mencapai disiplin belajar. Sebab itulah sebagai pendidik haruslah dapat menumbuhkan motivasi siswanya agar siswa juga memiliki rasa disiplin dalam belajarnya sehingga hasil belajar juga akan meningkat.
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki tujuan yang sama dengan tujuan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar karena penyelenggaraan pendidikan bukan suatu yang sederhana tetapi bersifat kompleks. Banyak faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan baik faktor dari peserta didik maupun dari pihak sekolah. Salah satu faktor yang berasal dari diri peserta didik yaitu disiplin belajar yang rendah. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pendidikan salah satunya yaitu dengan meningkatkan disiplin belajar pada peserta didik. Agar proses belajar mengajar lancar maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib dengan penuh rasa disiplin yang tinggi. Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan atau keterikatan terhadap sesuatu peraturan tata tertib.
Di samping itu pendidikan anak dalam keluarga sering kali berlangsung secara tidak sengaja, dalam arti tidak direncanakan atau dirancang secara khusus guna mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan metode-metode tertentu seperti dalam pendidikan di sekolah. Pendidikan dalam keluarga sering kali dilaksanakan secara terpadu dengan pelaksanaan tugas atau kewajiban orang tua terhadap anak. 
Orang tua memegang peranan untuk menimbulkan motivasi belajar dalam diri siswa. Karena keberhasilan siswa dalam meningkatkan motivasi belajar tidak hanya ditentukan oleh kegiatan belajar mengajar di sekolah saja, tetapi juga perlu didukung dengan kondisi dan perlakuan orang tua (pola asuh di rumah) yang dapat membentuk kebiasaan belajar yang baik. Dari pengertian tersebut tampak jelas bahwa disiplin merupakan sikap moral seseorang yang tidak secara otomatis ada pada dirinya sejak ia lahir, melainkan dibentuk oleh lingkungannya melalui pola asuh serta perlakuan orang tua, guru, serta masyarakat. Individu yang memiliki sikap disiplin akan mampu mengarahkan diri dan mengendalikan perilakunya sehingga akan menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban terhadap peran-peran yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SD X, masih banyak siswa yang kurang disiplin terhadap peraturan sekolah yang tidak boleh datang terlambat atau membuat gaduh kelas saat pelajaran berlangsung. Saat upacara hari Senin masih ada saja yang terlambat dan lupa tidak membawa perlengkapan upacara. Lupa tidak mengerjakan tugas, lupa tidak membawa buku pelajaran dan masih banyak lagi. Hal seperti itu merupakan tugas guru dan orang tua untuk memperbaiki disiplin anak. Selain disiplin, anak sering kurang berminat terhadap belajar.
Berdasarkan berita di media cetak Kompas, di daerah Jogjakarta terjaring 14 pelajar yang membolos dari sekolah. Para siswa membolos ke tempat hiburan dan obyek wisata seperti area permainan playstation dan swalayan. Dengan berita itu membuktikan bahwa ketertarikan mereka terhadap belajar itu kurang. Melihat banyak siswa yang membolos saat pelajaran itu merupakan tugas guru untuk memperbaiki metode saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, agar siswa tidak bosan dan termotivasi untuk belajar. Sebagai orang tua juga harus memantau bagaimana perilaku anaknya saat di sekolah ataupun di rumah. Dan orang tua juga harus bisa memotivasi anaknya agar semangat dalam belajarnya.
Sikap disiplin dan motivasi belajar yang tinggi penting dimiliki oleh setiap siswa karena dengan disiplin dan motivasi belajar yang tinggi akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur. Siswa yang menyadari bahwa belajar tanpa adanya suatu paksaan, siswa menunjukkan perilaku yang memiliki kecenderungan disiplin yang tinggi dalam dirinya disamping itu juga akan timbul suatu motivasi dalam diri siswa. Mereka menyadari bahwa dengan disiplin belajar dan juga adanya motivasi belajar dalam dirinya akan mempengaruhi hasil belajar mereka. Hal ini terjadi karena dengan disiplin rasa segan, rasa malas, dan rasa membolos akan teratasi. 
Siswa memerlukan disiplin belajar dan adanya motivasi dalam belajar supaya dapat mengkondisikan diri untuk belajar sesuai dengan harapan-harapan yang terbentuk dari masyarakat. Siswa dengan disiplin belajar dan adanya motivasi yang tinggi akan cenderung lebih mampu memperoleh hasil belajar yang baik dibanding dengan siswa yang disiplin belajar dan kurangnya motivasi belajarnya rendah. Khususnya dalam mendalami pelajaran IPA, karena materi yang harus dipelajari cukup banyak dan IPA mencangkup beberapa pokok bahasan yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga dibutuhkan disiplin serta motivasi yang tinggi dari dalam diri siswa.
Siswa yang disiplin dalam belajar dan juga adanya motivasi belajar senantiasa bersungguh-sungguh dan berkonsentrasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas, siswa datang ke sekolah tepat waktu dan selalu mentaati tata tertib sekolah, apabila berada di rumah siswa belajar secara teratur dan terarah. Upaya untuk mengetahui tingginya tingkat disiplin belajar dan motivasi belajar siswa, peneliti mencoba untuk melaksanakan penelitian. Judul penelitian yang penulis angkat dalam penelitian ini yaitu "HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 
1. Apakah ada hubungan signifikan antara disiplin belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
2. Apakah ada hubungan signifikan antara motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
3. Apakah ada hubungan signifikan antara disiplin belajar dengan motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri X.
4. Apakah ada hubungan signifikan antara disiplin belajar dan motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 
1. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara disiplin belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
2. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
3. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara disiplin belajar dengan motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri X.
4. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara disiplin belajar dan motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu : 
1. Manfaat Akademik
Sebagai sumber informasi dan menambah pengetahuan baru bagi peneliti khususnya yang berkaitan dengan hubungan antara disiplin belajar dan motivasi belajar siswa dengan hasil belajar.
2. Manfaat Praktis
Memberi masukan kepada siswa akan pentingnya disiplin belajar dan motivasi belajar, bagi pihak sekolah akan pentingnya peraturan yang mengatur kedisiplinan siswa, dan bagi pihak orang tua untuk mendorong siswa untuk mempunyai motivasi belajar yang baik dan berdisiplin dalam belajar.

SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA

SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA

(KODE : PTK-0171) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA (IPA KELAS IV)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2003 bertujuan bahwa semua peserta didik diharapkan menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menciptakan generasi bangsa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandir, menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab. Pada saat ini telah diselesaikan dua standar dan siap dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah yaitu standar isi dan standar kompetensi lulusan (SKL). Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah telah disahkan menteri dengan peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006. Disamping itu, pemerintah dalam hal ini menteri pendidikan nasional juga telah mengeluarkan peraturan No. 24 Tahun 2006 tanggal 02 Juni 2006 tentang pelaksanaan permen No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi dan permen No. 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (E. Mulyasa, 2007 : 11).
Mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan : 1) menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari; 2) menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA dan Teknologi; 3) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 4) ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, 5) menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan (Depdiknas, 2004 : 6).
Pembelajaran dengan menghubungkan lingkungan belajar yang guru ciptakan, maka membantu siswa dalam melangkah ke tahap perkembangan kognitif selanjutnya. Oleh karena siswa sekolah dasar akan belajar lebih efektif bila mempergunakan benda-benda konkrit, diberi kesempatan untuk memikirkan apa yang mereka kerjakan dan berbagi pengalaman dengan teman-temannya (Srini M. Iskandar, 2001 : 31).
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. Hal ini mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dalam penerapan kehidupan mereka sehari-hari. Tujuh komponen utama pendekatan kontekstual adalah : konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, penilaian sebenarnya (Trianto, 2007 : 103).
Peran guru yang terpenting adalah meningkatkan keinginan siswa atau motivasi untuk belajar. Memahami siswa agar nantinya mampu menyediakan pengalaman-pengalaman pembelajaran menarik, bernilai, secara intrinsik memotivasi, menantang, dan berguna bagi mereka (Kellough, 2000) dalam (David A. Jacobsen et.al, 2009 : 11).
Untuk mencapai pembelajaran ideal guru dituntut untuk mengaktualisasikan kompetensinya sehingga siswa termotivasi dalam pembelajaran. Motivasi belajar siswa rendah, strategi apapun digunakan guru dalam pembelajaran tidak akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Sebagai general trait motivasi belajar diasumsikan sebagai suatu kecenderungan siswa yang relatif stabil dalam kegiatan pembelajaran; sedangkan sebagai suatu situation-spesifik state, motivasi belajar diasumsikan sebagai suatu kecenderungan yang tidak stabil dalam kegiatan pembelajaran, dalam arti motivasi belajar siswa bisa meningkat dan bisa menurun (Keller : 1987) dalam (Wena Made, 2009 : 34)
Kenyataan yang ada di SDN X guru mengajar dengan menggunakan ceramah sehingga siswa kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran IPA. Terbukti hanya 31,57 % siswa yang memperoleh hasil belajar di atas KKM dan 62,43% memperoleh hasil belajar di bawah KKM, diketahui bahwa KKM di SDN X pada pelajaran IPA yaitu 60.
Hasil penelitian Wahyuningsih Puji Lestari (2005) dilakukan di SD Negeri Proyonanggan 15 Batang menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keaktifan siswa, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Hasil penelitian Diah Nugraheni (2007) dilakukan di SD Negeri 01 Kedungmundu Semarang menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri melalui media dalam pembelajaran IPA. Pendekatan kontekstual memiliki keunggulan yaitu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa, melibatkan siswa dalam kehidupan realistik sehingga dapat menciptakan pembelajaran bermakna yang mendorong motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan perbaikan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul "PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA SISWA KELAS IV SDN X".

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka disusun perumusan masalah sebagai berikut : 
a. Apakah pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa ?
b. Apakah pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa ?
c. Apakah pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?
2. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dilaksanakan dengan penelitian tindakan kelas, dengan tahapan beberapa siklus, setiap siklusnya dari beberapa tahapan yaitu : 
a. Perencanaan
1) Menyusun RPP
2) Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran
3) Menyiapkan LKS
4) Menyiapkan lembar observasi
5) Menyiapkan lembar evaluasi
b. Pelaksanaan
1) Guru membagi siswa dalam kelompok
2) Penjelasan singkat materi pelajaran
3) Siswa berdiskusi kelompok
4) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi
5) Pembahasan LKS
6) Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi
7) Guru memberikan evaluasi
c. Observasi
1) Pengamatan motivasi belajar siswa
2) Pengamatan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa
d. refleksi
1) Mengevaluasi hasil observasi
2) Menganalisis hasil pembelajaran e. Revisi
Dilakukan sebagai perbaikan berdasarkan permasalahan dan kekurangan yang muncul sehingga perlu diadakan perbaikan pada siklus berikutnya.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas IV dengan pendekatan kontekstual.
2. Tujuan Khusus
a) Meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual kelas IV SDN X.
b) Meningkatkan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa SDN X pada pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual
c) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual kelas IV SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas adalah sebagai berikut : 
1. Bagi Siswa : 
a) Dapat meningkatkan pengetahuan siswa dan motivasi belajar IPA pada materi rangka manusia.
b) Dapat meningkatkan ketrampilan siswa dalam pembelajaran IPA pada materi rangka manusia.
2. Bagi guru : 
a) Sebagai referensi bagi guru dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
b) Menambah informasi bagi guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
c) Guru menjadi aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pembelajaran.
d) Guru termotivasi untuk meningkatkan ketrampilan memilih strategi pembelajaran bervariasi sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
3. Bagi Sekolah : 
a) Dapat meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran inovatif.
b) Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR TENTANG PERISTIWA PROKLAMASI

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR TENTANG PERISTIWA PROKLAMASI

(KODE : PTK-0168) : SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR TENTANG PERISTIWA PROKLAMASI (IPS KELAS V)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Ketika kita mendengar kata motivasi yang muncul dalam angan-angan kita adalah pada suatu keadaan seseorang yang mempunyai semangat tinggi, rajin, mampu bekerja keras yang akhirnya mengantarkan kita pada pencapaian yang memuaskan atau bahkan pencapaian prestasi. Dalam proses belajar motivasi sangatlah diperlukan sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Belajar dan motivasi selalu mendapat perhatian khusus bagi pendidik dan peserta didik, karena memberi motivasi kepada peserta didik merupakan hal yang perlu dan penting dalam proses pembelajaran. Di sekolah, setiap anak memiliki sejumlah motivasi atau dorongan-dorongan yang berhubungan dengan kebutuhan, baik kebutuhan biologis maupun kebutuhan psikologis. Disamping itu anak juga memiliki sikap-sikap, minat-minat, penghargaan dan tujuan-tujuan tertentu. Oleh sebab itu tugas guru adalah menimbulkan motivasi yang akan mendorong anak untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan belajarnya.
Pembangunan di masa sekarang dan masa mendatang sangat dipengaruhi oleh sektor pendidikan, sebab dengan bantuan pendidikan setiap individu berharap bisa maju berkembang dan di kemudian hari bisa mendapatkan pekerjaan yang pantas. Lewat pendidikan orang mengharapkan supaya semua bakat, kemampuan dan kemungkinan yang dimiliki bisa dikembangkan secara maksimal agar orang bisa mandiri dalam proses membangun pribadinya. Sedang negara bisa maju bila semua warga negaranya berpendidikan, serta memperoleh kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Oleh karena itu tingkat pendidikan menjadi salah satu indikator untuk mengukur kemajuan dan derajat kemakmuran Negara serta mengukur besarnya peranan setiap warga Negara dalam kegiatan-kegiatan membangun. 
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat di sediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut dengan sesuai perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. 
Media pembelajaran merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam proses belajar mengajar yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada siswa, baik berupa alat, orang maupun bahan ajar, selain itu media pembelajaran merupakan salah satu cara untuk memotivasi dan berkomunikasi dengan siswa agar lebih efektif. Oleh karena itu media pembelajaran saat proses belajar mengajar sangat diperlukan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di bidang informasi dan telekomunikasi. Dengan munculnya berbagai alat informasi dan komunikasi kita dapat mengetahui kejadian atau peristiwa di suatu negara atau daerah pada saat kejadian itu berlangsung. Melalui kemajuan tersebut para guru dapat menggunakan berbagai media sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan media komunikasi bukan saja mempermudah dan mengefektifkan proses pembelajaran akan tetapi juga bisa membuat proses pembelajaran lebih menarik. Tidak dapat dipungkiri, munculnya berbagai alat informasi dan komunikasi yang telah banyak membantu proses pendidikan. Ini terbukti sekarang ini dalam proses belajar mengajar seorang guru sering menggunakan media seperti komputer, tape recorder, dll.
Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas lembaga pendidikan berusaha meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran. Usaha-usaha dalam meningkatkan kualitas pembelajaran antara lain mengembangkan media pembelajaran, menerapkan media pembelajaran serta memilih dan menetapkan jenis media pembelajaran yang akan digunakan. Pengembangan dan penerapan media pembelajaran diharapkan dapat memberikan motivasi belajar terhadap siswa sehingga berdampak pula pada prestasi belajarnya.
Berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lembaga pendidikan harus mampu menerapkan media pendidikan yang sudah ada. Media pendidikan yang diterapkan oleh lembaga pendidikan sekarang ini belum di daya gunakan secara optimal, melihat kenyataan yang ada di lapangan guru jarang sekali menggunakan media pendidikan dalam proses belajar mengajar di kelas, guru lebih sering menggunakan metode ceramah. sehingga proses belajar anak hanya sekedar merekam informasi dan murid mendengar, memperhatikan serta mencatat tanpa ada variasi yang lain, yang akhirnya membiasakan diri tidak kreatif dalam mengemukakan ide-ide dan pemecahan masalah yang efektif akan di bawa anak-anak dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam proses belajar mengajar di kelas yang hanya menggunakan metode ceramah dan guru sebagai satu-satunya sumber belajar tanpa adanya media, maka komunikasi antara guru dan siswa tidak akan berjalan secara lancar. Hal ini terkait dengan permasalahan dalam proses belajar mengajar. Permasalahan yang di hadapi suasana kelas ramai, penjelasan guru membosankan, materi cenderung bersifat umum dan kadang-kadang penyampaian guru terlalu cepat, hal ini siswa juga kurang konsentrasi bahkan menjadi malas mengikuti mata pelajaran di sekolah.
Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), tidak semua materi khususnya peristiwa proklamasi bisa diceritakan atau diterangkan saja. Melainkan harus diperlihatkan secara nyata agar materi (ilmu) yang didapat peserta didik tersebut akan selalu diingat dan dipahami. Dengan menggunakan media video cassette, anak-anak juga dapat termotivasi belajarnya. Anak akan dapat cepat memahami dan mengerti tentang materi yang diajarkan dengan menggunakan media tersebut. Anak juga akan senang dengan pengalaman-pengalaman yang telah dilihatnya melalui media video cassette. Oleh karena itulah dasar adanya penggunaan media video cassette pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini diharapkan agar siswa dapat melihat, dan memahami objek yang dipelajari, sehingga kesenjangan yang ada dapat teratasi.
Berdasarkan paparan di atas di lihat dari pentingnya dalam hal pendidikan maka peneliti mengambil judul "PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR TENTANG PERISTIWA PROKLAMASI PADA SISWA KELAS V MATA PELAJARAN IPS DI SD X". Dengan media tersebut diharapkan agar siswa lebih mudah memahami materi pelajaran sekaligus dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam proses belajar mengajar dengan baik dan benar. Serta pembelajaran yang sebelumnya membosankan bagi siswa dan terkesan biasa-biasa saja kini dapat beralih peran menjadi pembelajaran yang lebih menyenangkan dan sangat mengena pada siswa, karena siswa dihadapkan pada situasi yang berbeda dari sebelumnya sehingga dari pengalaman tersebut siswa bisa menemukan pengetahuan baru.

B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka dapat di rumuskan rumusan masalah PTK sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah perencanaan penggunaan media audio visual untuk meningkatkan motivasi belajar tentang peristiwa proklamasi pada siswa kelas V mata pelajaran IPS di SD X ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan penggunaan media audio visual untuk meningkatkan motivasi belajar tentang peristiwa proklamasi pada siswa kelas V mata pelajaran IPS di SD X ?
3. Bagaimanakah penilaian penggunaan media audio visual untuk meningkatkan motivasi belajar tentang peristiwa proklamasi pada siswa kelas V mata pelajaran IPS di SD X ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan upaya meningkatkan motivasi belajar tentang peristiwa proklamasi dengan menggunakan media audio visual pada siswa kelas V di SD X. Dari tujuan umum di atas bisa di temukan tujuan khusus sebagai berikut : 
1. Untuk mendeskripsikan perencanaan penggunaan media audio visual untuk meningkatkan motivasi belajar tentang peristiwa proklamasi pada siswa kelas V mata pelajaran IPS di SD X.
2. Untuk mendeskripsikan melaksanakan penggunaan media audio visual untuk meningkatkan motivasi belajar tentang peristiwa proklamasi pada siswa kelas V mata pelajaran IPS di SD X.
3. Untuk mendeskripsikan penilaian penggunaan media audio visual untuk meningkatkan motivasi belajar tentang peristiwa proklamasi pada siswa kelas V mata pelajaran IPS di SD X.
Setelah penulis melakukan penelitian dan mengetahui hasilnya, maka yang di harapkan dari penulis semoga dari hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi di dunia pendidikan pada umumnya dan SD X pada khususnya, dan guru sebagai peneliti di dorong untuk berani mencoba menerapkan media dalam proses belajar mengajar serta menilai apakah media itu efektif atau tidak dalam meningkatkan motivasi belajar para siswa.
Secara khusus dapat memberikan manfaat bagi : 
1. Bagi peneliti
Dengan dilaksanakan PTK maka guru sebagai peneliti sedikit demi sedikit mengetahui strategi, media maupun metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi dasar pembelajaran.
2. Bagi Guru
Sebagai modal dalam mendesain kegiatan belajar mengajar dalam memberikan latihan secara langsung kepada siswa untuk dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi pada siswa.
3. Bagi siswa
Dengan dilaksanakan PTK akan sangat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Dengan adanya tindakan yang baru dari guru akan memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, mampu berfikir kreatif sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran.
4. Bagi sekolah
Hasil PTK sangat bermanfaat dalam rangka perbaikan sistem pembelajaran.

D. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
BAB I : Pada bab ini menerangkan tentang pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, definisi operasional, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Kajian pustaka dibahas pada bab ini. Yaitu membahas tentang Pembelajaran IPS, Pengertian peristiwa proklamasi media pembelajaran yang meliputi pengertian media pembelajaran, jenis-jenis media pembelajaran, kriteria pemilihan media, manfaat media dalam pembelajaran, prinsip-prinsip penggunaan media dan motivasi belajar yang meliputi, pengertian motivasi, macam-macam motivasi unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi, fungsi dan nilai motivasi dan bentuk-bentuk motivasi, penerapan media audio visual dalam meningkatkan motivasi belajar.
BAB III : Metodologi penelitian : membahas pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan temuan dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV : Pembahasan hasil penelitian, memaparkan deskripsi lokasi penelitian yang meliputi sejarah SD X, sarana dan prasarana, visi dan misi madrasah, deskripsi kelas V, siklus penelitian yang siklus I, dan siklus II, Temuan penelitian.
BAB V : Pembahasan hasil penelitian
BAB VI : Kesimpulan dan saran, berisi tentang kesimpulan hasil penelitian beserta saran-saran sebagai bahan pertimbangan.

SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR

SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR

(KODE : PTK-0164) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR (EKONOMI KELAS VII)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan individu, bangsa maupun negara. Oleh karena itu pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga sesuai dengan tujuan. Keberhasilan suatu bangsa terletak pada mutu pendidikan yang dapat meningkatkan kualtias sumber daya manusianya.
Pendidikan pada dasarnya suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan-pendekatan yang kreatif tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan formal yang mempunyai aturan-aturan jelas atau lebih dikenal dengan GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) sebagai acuan proses pembelajaran dan guru sebagai fasilisator yang berperan dalam keberhasilan seorang siswa, sehingga guru harus tepat dalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan.
Pada kenyataannya, guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung menggunakan strategi pembelajaran tradisional. Artinya guru mentransformasi ilmu pengetahuannya dengan menggunakan metode ceramah sehingga pembelajaran berpusat pada guru (Teacher Centered).
Kegiatan belajar mengajar harus berpusat pada siswa yang artinya siswa harus lebih aktif menggali informasi sendiri. Seperti halnya di SMPN X, dalam penyampaian materi guru masih cenderung menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.
Salah satu aspek penting dalam mengajar termasuk mengajar ekonomi ialah membangkitkan motivasi anak untuk belajar. Berbagai cara telah dianjurkan oleh ahli pendidikan untuk mencapai hal itu. Hal ini penting karena motivasi seseorang adalah bagian internal manusia. Seseorang menetapkan alasan dan membuat keputusannya sendiri berdasarkan penglihatannya (perception) terhadap lingkungannya. Tentang bagaimana guru mempengaruhi motivasi siswa adalah dengan menciptakan situasi eksternal sehingga siswa akan bertindak sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam proses belajar mengajar motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas belajar. Proses belajar akan berjalan lancar apabila disertai dengan motivasi dari sekarang. Motivasi merupakan alat yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa dalam rentan waktu tertentu.
Motivasi adalah prasyarat utama dalam pembelajaran, tanpa itu hasil belajar yang dicapai tidak akan optimal, dan motivasi sendiri merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri sendiri atau ditimbulkan oleh lingkungan sekitar. Faktor-faktor psikologi dalam belajar yang menyebabkan pembelajaran akan berhasil baik, jika didukung oleh faktor-faktor psikologi dari peserta didik, Salah satu faktor psikologi itu adalah motivasi. Hampir semua guru setuju akan pentingnya motivasi dalam proses belajar mengajar, karena dapat menimbulkan kemauan, dan memberikan semangat untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Pentingnya motivasi belajar bagi siswa adalah untuk : (1) menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir, (2) menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar yang dibandingkan dengan teman sebaya, (3) mengarahkan kegiatan belajar sehingga anak mengubah cara belajarnya lebih tekun, (4) membesarkan semangat belajar, seperti mempertinggi semangat untuk lulus tepat waktu dengan hasil yang memuaskan; dan (5) menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja yang berkesinambungan, individu dilatih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa hingga dapat berhasil. Di SMPN X siswanya belum menyadari pentingnya motivasi belajar, karena ketika belajar motivasi siswanya kurang terlihat.
Dalam proses belajar mengajar peserta didik harus diberi rangsangan melalui teknik dan cara pengajaran yang tepat agar mereka merasa senang dan tertarik terhadap pelajaran yang diajarkan. Kebanyakan di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa kurangnya motivasi belajar akan menimbulkan penurunan pada hasil belajar siswa. Kurangnya motivasi belajar dalam proses
pembelajaran ekonomi dilatarbelakangi oleh adanya beberapa faktor yaitu : (1) Proses pembelajaran masih didominasi oleh guru; (2) Kurangnya sarana dan prasarana penunjang dalam pembelajaran, (3) Konsentrasi siswa kurang terfokus pada pembelajaran, dan (4) Kurangnya kesadaran siswa dalam pembelajaran.
Hasil belajar yang baik dapat ditunjang dengan berbagai faktor, antara lain motivasi belajar dan kemampuan guru dalam penerapan metode maupun pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran. Proses pembelajaran ekonomi dapat dikatakan berhasil apabila guru mempunyai kemampuan dasar yang baik. Seorang guru ekonomi dituntut untuk memahami dan mengembangkan suatu metode pengajaran di dalam kelas untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hal ini juga bertujuan agar dapat mengurangi rasa jenuh pada siswa saat proses belajar mengajar. Cara mengajar yang mempergunakan teknik atau metode yang dilakukan secara tepat akan memperbesar motivasi belajar siswa dan karena itu pula diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu alasan peneliti memilih pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) model REACT adalah karena model ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan metode pembelajaran kontekstual, hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa, strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil, dimana siswa belajar mengkonstruksikan sendiri, karena diasumsikan dengan strategi dan pendekatan yang baik, maka akan memperoleh hasil yang baik pula.
Selain itu ada beberapa alasan lagi mengapa pendekatan kontekstual menjadi pilihan yaitu : (1) Pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi yang tidak mengharuskan siswa untuk menghafal tetapi strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. (2) Melalui landasan filosofi konstruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi belajar pendekatan kontekstual, siswa diharapkan belajar melalui "mengalami" bukan "menghafal".
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Nunin Ni'mah, Tahun 2007. Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual strategi Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring (REACT) mampu diterapkan dan sudah bisa dikatakan cukup berhasil. Walaupun pada siklus I masih banyak kendala namun pada siklus II kendala-kendala sudah berkurang. Hal itu ditunjukkan pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa adalah 59,06% sedangkan pada siklus II rata-rata hasil belajar adalah 76,97%. Peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari selisih nilai rata-rata siklus I dan siklus II yaitu 17,91%. Berdasarkan hasil respon siswa cukup baik dan proses belajar mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi dengan menggunakan pembelajaran kontekstual strategi REACT bisa dimengerti dan mudah dipahami. Yang membedakan penelitian ini yaitu pada penelitian terdahulu yang diteliti adalah peningkatan prestasi belajar siswa, sedangkan penelitian yang saya lakukan adalah meneliti peningkatan motivasi belajar siswa.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Zulaikha, 2004, tentang efektifitas pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT terhadap prestasi belajar siswa dalam pokok bahasan sistem koloid. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwasanya peningkatan prestasi belajar kimia pada kelompok eksperimen yang menggunakan strategi REACT mempunyai peningkatan rata-rata nilai sebesar 7,566 sedangkan pada kelompok kontrol yang menggunakan pendekatan konvensional peningkatannya hanya sebesar 3, jadi dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan prestasi belajar kimia pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Yang membedakan penelitian ini yaitu pada penelitian terdahulu yang diteliti adalah peningkatan prestasi belajar siswa, sedangkan penelitian yang saya lakukan adalah meneliti peningkatan motivasi belajar siswa.
Oleh karena itu, maka peneliti mengangkat sebuah judul yang relevan dengan masalah tersebut yaitu : "PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMPN X".

B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah proses perencanaan pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X ?
2. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X ?
3. Bagaimanakah hasil penilaian pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasar rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 
1. Mendeskripsikan proses perencanaan pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X
2. Mendeskripsikan proses pelaksanaan pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X
3. Mendeskripsikan hasil penilaian pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa
- Meningkatkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran ekonomi. Mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. 
- Membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep ekonomi karena materi dikaitkan dengan konteks keseharian siswa dan lingkungan dunia nyata siswa.
2. Bagi Peneliti dan Guru
- Mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. 
- Membantu guru dalam pemilihan model pembelajaran yang sesuai sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih menarik minat siswa.
3. Bagi Sekolah
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran, guna meningkatkan kualitas pembelajaran ekonomi.

E. Sistematika Pembahasan
Sistematika adalah tata urutan yang beraturan dan berkesesuaian. Sistematika ini memuat kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam pelaporan hasil penelitian yang dilakukan. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 
BAB I Pendahuluan
Pendahuluan menjelaskan tentang pokok-pokok pemikiran yang melatarbelakangi penulisan skripsi, yaitu terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, definisi operasional dan sistematika pembahasan. 
BAB II Kajian Pustaka
Kajian pustaka menguraikan tentang kajian teori yang berhubungan dengan pembelajaran kontekstual dengan model Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring (REACT) yang mendasari penelitian tindakan kelas ini. 
BAB III Metode Penelitian
Metode penelitian menjelaskan tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas yang berisi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian (siklus penelitian : perencanaan, implementasi, pengamatan dan refleksi). 
BAB IV Hasil Penelitian
Hasil penelitian menjelaskan data-data yang diperoleh di lapangan (rencana pembelajaran dan hasil pembelajaran) yaitu gambaran umum SMPN X dan deskripsi data sesuai dengan rumusan masalah. 
BAB V Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan menjelaskan hasil penelitian dikaitkan dengan teori-teori yang sudah ada yang berisi tentang perencanaan dan penerapan pembelajaran kontekstual model Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring (REACT), proses dan hasil penelitian. 
BAB VI Penutup
Penutup berisi tentang kesimpulan dari penelitian dan saran yang akan diberikan oleh peneliti terhadap hasil penelitian.

SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE EVERYONE IS TEACHER HERE DALAM UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE EVERYONE IS TEACHER HERE DALAM UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

(KODE : PTK-0163) : SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE EVERYONE IS TEACHER HERE DALAM UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA (SOSIOLOGI KELAS X)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar membudayakan manusia atau memanusiakan manusia. Manusia itu sendiri adalah pribadi yang utuh dan pribadi yang kompleks sehingga sulit dipelajari secara tuntas, oleh karena itu, masalah pendidikan tidak akan pernah selesai, sebab hakikat dari manusia itu sendiri selalu berkembang dan mengikuti dinamika kehidupan.
Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu, manusia merupakan kekuatan sentral dalam pembangunan, sehingga mutu dan sistem pendidikan akan dapat ditentukan keberhasilannya melalui peningkatan motivasi belajar siswa.
Beberapa usaha dalam rangka menciptakan keberhasilan motivasi belajar siswa yang efektif dan kondusif, salah satunya adalah kedekatan dari seorang guru dalam memilih sebuah metode dan pendekatan emosional terhadap siswa. Untuk seorang guru bukan hanya dituntut untuk bisa menguasai beberapa metode dan pendekatan emosional yang akan di terapkan saja, tetapi guru juga harus bisa menguasai teknik pengelolaan kelas, keterampilan mengajar, pemanfaatan sumber belajar, penguasaan emosional siswa penguasaan kondisi kelas, dan sebagainya.
Oleh karena itu, guru harus bisa mengoptimalkan keaktifan dan motivasi siswa di saat sebuah metode di terapkan. Dengan diaplikasikannya sebuah metode pembelajaran aktif (Active Learning) yang mana metode ini dalam proses belajar mengajar siswa dapat berperan aktif dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran.
Faktor -faktor yang dapat menentukan keberhasilan dalam peningkatan keaktifan dan motivasi siswa khususnya pada pembelajaran mata pelajaran sosiologi, Faktor tersebut antara lain adalah kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran sosiologi, hal ini dapat dilihat dari kurangnya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Pembelajaran yang ada di dalam kelas yang dilakukan oleh guru sosiologi pada umumnya kurang bervariasi dan menggunakan metode yang monoton dalam kegiatan belajar mengajarnya tersebut, penggunaan metode yang sama secara terus menerus akan membuat siswa jenuh dan bosan terhadap mata pelajaran sosiologi.
Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu cara alternatif guna mempelajari sosiologi yang kondusif dengan suasana yang cenderung rekreatif sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan potensi dan kreatifitas. Salah satu alternatif yang bisa dikembangkan adalah dengan penerapan metode everyone is teacher here.
Alternatif pembelajaran sosiologi yang kondusif dengan menggunakan metode Every One Is Teacher Here sudah pernah diteliti sebelumnya oleh Nur Hadi. Dimana, berdasarkan penelitian yang dilaksanakan tersebut menunjukkan hasil pembelajaran pada mata pelajaran fiqih dengan menggunakan metode Everyone Is a Teacher Here dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada kelas XI MA Al-Falah. Yang menyatakan bahwa penerapan Strategi Everyone Is a Teacher Here pada mata pelajaran Fiqih kelas XI di MA Al-Falah adalah termasuk dalam kategori baik, dengan perolehan rata-rata pada dua kali pertemuan adalah 3,69 dan juga terbukti dari hasil prosentase responden sebesar 81,66%. 
Masalah belajar merupakan proses ke arah terbentuknya tingkah laku yang baru. Perbuatan belajar dilakukan manusia sepanjang hidupnya secara terus menerus dan dilakukan berulang-ulang, sehingga terbentuklah kebiasaan belajar, melalui belajar manusia berusaha mengaktualkan potensi dirinya dan juga lingkungan secara optimal.
Suatu proses pembelajaran dapat dikatakan efektif bila seluruh komponen yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan salah satu komponennya.
Maka dari itu untuk mempelajari dan juga memahami isi pelajaran sosiologi melalui metode Everyone Is Teacher Here karena sangat mendukung sekali karena siswa dapat memahami pengertian isi materi sedikit demi sedikit secara rutin yaitu melalui sebuah metode Everyone Is Teacher Here Dimana guru dapat secara langsung menggunakan metode Everyone Is Teacher Here dalam proses belajar mengajar khususnya tentang penguasaan dan juga pemahaman materi. Penggunaan metode Everyone Is Teacher Here sebagai bentuk instruksional pada mata pelajaran sosiologi diharapkan dapat memberi pengaruh yang positif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu metode Everyone Is Teacher Here dapat digunakan dengan cara yang relative misalnya dalam proses belajar berlangsung, yaitu guru memberikan kesempatan belajar pada siswa untuk mengajukan pertanyaan atau Tanya jawab yang kemudian dapat dijawab dan dapat langsung diberi nilai. Maka penulis mencoba untuk mengkaji dan juga meneliti pendidikan khususnya berkenaan dengan pemberian motivasi terhadap siswa, untuk itu penulis mengangkat judul : 
"PENERAPAN METODE EVERYONE IS TEACHER HERE DI KELAS X SMAN X DALAM UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN SOSIOLOGI".

B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan fenomena diatas, maka ada permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini yaitu : 
1. Apakah metode Everyone Is Teacher Here dapat meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran Sosiologi di kelas X SMAN X ?
2. Bagaimana cara kerja metode Everyone Is Teacher Here dalam motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran sosiologi ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah metode Everyone Is Teacher Here dapat meningkatkan motivasi belajar di kelas X SMAN X.
2. Untuk mengetahui cara kerja metode Everyone Is Teacher Here sebagai motivasi untuk meningkatkan proses belajar siswa terhadap mata pelajaran Sosiologi. 

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya untuk meningkatkan pembelajaran sosiologi di SMAN X Khususnya pada kegiatan pengajaran Sosiologi di kelas X SMAN X
Adapun untuk mengetahui secara detail kegunaan-kegunaan tersebut adalah : 
1. Lembaga atau Sekolah
Memberikan masukan pada sekolah yang berkaitan dengan penggunaan metode Everyone Is Teacher Here untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan sebuah pengajaran yang lebih baik sehingga merasa aman dalam proses belajar mengajar.
2. Guru
Penggunaan metode Everyone Is Teacher Here ini sangat diharapkan dapat bermanfaat bagi para guru dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan keaktifan, kreativitas bagi peserta didik dan juga pemahaman peserta didik sehingga terbentuk proses pembelajaran yang diinginkan atau tercapainya proses kegiatan belajar mengajar yang diharapkan.
3. Siswa
Memberikan pengetahuan, semangat, dorongan serta solusi untuk belajar lebih giat atau lebih aktif lagi dalam setiap mempelajari materi yang disampaikan oleh guru sehingga siswa terfokus pada pelajaran yang diajarkan oleh guru.
4. Peneliti.
Menambah pengetahuan atau wawasan dalam penggunaan metode Everyone Is Teacher Here sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai bahan, latihan dan pengembangan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. 

TESIS PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD

TESIS PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD

(KODE : PASCSARJ-0226) : TESIS PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan mutu sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan mutu sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih bermutu antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan system evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pemberian pendidikan dan pelatihan bagi guru. Tetapi upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM (UAN) siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Rendahnya mutu pendidikan selama bertahun-tahun beberapa pendapat menyatakan kurikulum sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. kemudian diganti kurikulum 1999, timbul lagi kurikulum 1999 edisi 2004. Bahkan pembaharuan kurikulum menjadi kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) merupakan suatu terobosan terhadap kurikulum konvensional, hingga saat ini kurikulum 2004 di revisi kembali menjadi kurikulum model KTSP (Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan). Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Nasanius (1988 : 1-2) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam Melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru. Sedang menurut Sumargi (1996 : 9-11), profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak bermutu dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar bermutu.
Berhubungan dengan profesionalisme guru terdapat permasalahan yang merupakan masalah yang usang dan terus terjadi dalam proses pembelajaran selama ini, permasalahan kinerja mengajar guru tersebut diantaranya adalah : 
1. Guru mengajar cenderung monoton dengan menggunakan metode yang kurang inovatif.
2. Keengganan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran melalui banyak membaca dan melakukan penelitian tindakan kelas.
3. Guru hanya menggunakan satu sumber belajar, dan pengetahuan yang diberikan hanya dari satu buku sumber.
Fakta tersebut mengungkapkan betapa guru punya peranan terhadap keberhasilan pendidikan. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan mutu pendidikan di samping tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan supervisi, memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir, meningkatkan kemampuan, gaya kepemimpinan yang baik dan upaya-upaya lainnya yang relevan. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan mengetahui apa yang diharapkan dan kapan bisa menetapkan harapan-harapan yang diakui hasil kerjanya.
Kinerja guru atau prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam Melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika guru telah Melaksanakan unsur-unsur yang terdiri kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, serta tanggungjawab terhadap tugasnya.
Mutu pendidikan dan lulusan seringkali dipandang tergantung kepada peran guru dalam pengelolaan komponen-komponen pengajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar, yang menjadi tanggung jawab sekolah. Namun demikian konsep manajemen mutu pendidikan sering diabaikan dalam dunia pendidikan, padahal konsep ini dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adanya output sekolah yang tidak bermutu menunjukkan adanya kinerja guru dan tidak jelasnya sikap terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Konsep manajemen mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan oleh sekolah belum sepenuhnya disikapi oleh guru dengan baik, ini dapat mempengaruhi kinerja guru tentunya.
Keberadaan guru sebagai unsur utama tenaga kependidikan merupakan faktor yang sangat strategis dan keseluruhan penggerak pendidikan, dimana sumber daya pendidikan meliputi : sarana, anggaran, sumber daya manusia, organisasi dan lingkungan (Nanang Fattah, 1988), kinerja guru sebagai komponen pendidikan terhadap peningkatan mutu pendidikan sangat berpengaruh pada kecakapan tamatan (competence), tanggungjawab sosial (compassion) dan berakhlak mulia (conscience).
Kepala Sekolah sebagai pemegang komando di lembaga sekolah. Kepala sekolah harus menguasai dan mampu mengambil kebijaksanaan serta keputusan yang bersifat memperlancar dan meningkatkan kualitas pendidikan. Secara langsung kepala sekolah berhubungan erat terhadap kelangsungan belajar mengajar. Dalam prosesnya kepala sekolah harus dekat dengan guru-gum dan kepada siswa.
Penguasaan bidang manajemen adalah salah satu kunci sukses dalam mengemban suatu jabatan pemimpin. Manajemen tidak hanya dijumpai di perusahaan, atau instansi tertentu, melainkan di lembaga sekolah, manajemen juga sangat besar peranannya, terutama untuk menyusun program atau mengambil keputusan yang harus diterapkan dalam kelangsungan proses belajar mengajar. Salah satu peranan manajemen yang sangat penting adalah untuk menyusun program belajar mengajar dan menempatkan tugas masing-masing guru. Guru sebagai pelaksana pendidik, untuk itu kepala sekolah harus benar-benar menjalin komunikasi aktif dan setiap saat mengadakan evaluasi terhadap tugas pengajaran yang sudah dilaksanakan guru. Agar guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka sedikit banyaknya kepala sekolah harus mengetahui dan memberikan motivasi.
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, baik negeri maupun swasta, masih banyak kepala sekolah yang belum dapat melaksanakan manajemen dengan baik dan optimal. Kehadiran mereka di sekolah tidak jauh berbeda dengan kehadiran guru-guru lainnya, yaitu untuk mengajar dan mengisi daftar hadir. Padahal selain kepala sekolah masih banyak tugas lain, seperti menata program pendidikan, baik yang menyangkut dengan administrasi, supervise maupun keperluan yang lainnya. Hubungan kepala sekolah dengan guru-guru harus baik, tanggung jawab, didasari dengan kejujuran, kesetiaan, keikhlasan dan kerjasama. Apabila diibaratkan dalam satu keluarga, maka hubungan kepala sekolah dengan guru-guru lainnya harus berlangsung bagaikan hubungan satu saudara dengan saudara lainnya, dan hubungan kepala sekolah dengan siswa harus seperti hubungan ayah dengan anak.
Rendahnya kinerja manajemen kepala sekolah dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : 
1. Proses rekrutmen kepala sekolah yang belum mengikuti aturan yang seharusnya.
2. Minimnya pengetahuan tentang manajemen sehingga kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya hanya menggunakan kebiasaan dan alamiah belaka.
Kemampuan seorang pemimpin akan memberikan dampak yang nyata terhadap mutu produk yang dihasilkan. Dalam hal ini mutu kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan akan berdampak terhadap mutu produk pendidikan di sekolah tersebut. Mortimer J. Adler dalam Dadi Permadi (1998 : 24) menegaskan bahwa "The quality of teaching and learning that goes in a school is largely determined by the quality of principals leadership" (mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah) dengan demikian seorang pemimpin bisa dikatakan ruh sebuah lembaga atau institusi.
Kenyataan di lapangan khususnya di Kecamatan X kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru dapat dikatakan masih rendah sehingga mengakibatkan rendahnya motivasi siswa untuk belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata nilai ujian sekolah selama 5 (lima) tahun terakhir yang terus menurun. Nilai rata-rata ujian sekolah terus menurun selama lima tahun terakhir. Ujian sekolah merupakan salah satu tujuan akhir dari sebuah lembaga maupun tujuan (goal) siswa belajar, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rendahnya rata-rata nilai ujian itu adalah kurangnya motivasi siswa untuk belajar. Karena menurut Barlia (2004 : 6) mengatakan bahwa "motivasi didefinisikan sebagai aktifitas siswa (proses) dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan atas dorongan perlunya pencapaian tujuan (goal) dari pengerjaan tugas tersebut."
Selain masalah menurunnya nilai rata-rata ujian sekolah terdapat juga permasalahan lain yang merupakan dampak dari kurangnya motivasi siswa untuk belajar, salah satu indikator kurangnya motivasi belajar siswa diantaranya adalah apabila siswa tidak naik kelas lebih memilih drop out (DO) dari pada mengulang belajar di kelas tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang : "PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR" (PENELITIAN DESKRIPTIF KEPADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN X).

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan motivasi belajar siswa diperlukan figur kepala sekolah yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kredibilitas serta daya juang yang tinggi untuk dapat memberdayakan semua komponen sekolah dalam upaya meningkatkan kinerjanya dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu diperlukan kesamaan persepsi untuk secara bersama-sama selalu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dan dipertimbangkan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa adalah analisis terhadap proses kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru sekolah dasar di Kecamatan X.
Peningkatan motivasi belajar siswa memberikan harapan baru terhadap peningkatan mutu pendidikan yang saat ini sedang terpuruk, sehingga dalam implementasinya kepala sekolah sebagai manajer sekolah dan guru sebagai kunci utama dalam pembelajaran di kelas agar selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya. Atas dasar kenyataan tersebut maka masalah-masalah yang hendak diteliti adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) kegiatan pendidikan di Sekolah Dasar X.
2. Bagaimana persepsi kepala sekolah dan guru terhadap motivasi belajar siswa ?
3. Bagaimana kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?
4. Bagaimana persepsi guru terhadap kesiapan kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru itu sendiri terhadap peningkatan motivasi belajar siswa ?
5. Bagaimana pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?
6. Bagaimana pengaruh kinerja mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?
7. Bagaimana pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dapat dijabarkan ke dalam rumusan-rumusan masalah, yaitu : 
1. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru ?
2. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Belajar Siswa ?
3. Seberapa besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa ?
4. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar Guru secara bersama-sama terhadap Motivasi Belajar Siswa ?

D. Maksud dan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin diperoleh adalah untuk mendapatkan gambaran tentang : 
1. Besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru.
2. Besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Belajar Siswa
3. Besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa.
4. Besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru dan Kinerja Manajemen Kepala Sekolah secara bersama-sama terhadap Motivasi Belajar Siswa.

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat berguna untuk : 
1. Kegunaan Teoritis
Yaitu sebagai bahan masukan dan informasi yang berguna untuk memverifikasi dan pengembangan konsep-konsep Kinerja Manajemen Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar guru serta Motivasi Belajar Siswa dalam kerangka pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan.
2. Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat memberikan masukan serta kontribusi terhadap pihak kepala sekolah dan guru dalam kerangka pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan.
3. Kegunaan Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan dasar untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dalam konteks pengembangan dan proses generalisasi.