Search This Blog

Showing posts with label pendekatan kontekstual. Show all posts
Showing posts with label pendekatan kontekstual. Show all posts
SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA

SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA

(KODE : PTK-0171) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA (IPA KELAS IV)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2003 bertujuan bahwa semua peserta didik diharapkan menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menciptakan generasi bangsa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandir, menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab. Pada saat ini telah diselesaikan dua standar dan siap dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah yaitu standar isi dan standar kompetensi lulusan (SKL). Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah telah disahkan menteri dengan peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006. Disamping itu, pemerintah dalam hal ini menteri pendidikan nasional juga telah mengeluarkan peraturan No. 24 Tahun 2006 tanggal 02 Juni 2006 tentang pelaksanaan permen No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi dan permen No. 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (E. Mulyasa, 2007 : 11).
Mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan : 1) menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari; 2) menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA dan Teknologi; 3) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 4) ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, 5) menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan (Depdiknas, 2004 : 6).
Pembelajaran dengan menghubungkan lingkungan belajar yang guru ciptakan, maka membantu siswa dalam melangkah ke tahap perkembangan kognitif selanjutnya. Oleh karena siswa sekolah dasar akan belajar lebih efektif bila mempergunakan benda-benda konkrit, diberi kesempatan untuk memikirkan apa yang mereka kerjakan dan berbagi pengalaman dengan teman-temannya (Srini M. Iskandar, 2001 : 31).
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. Hal ini mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dalam penerapan kehidupan mereka sehari-hari. Tujuh komponen utama pendekatan kontekstual adalah : konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, penilaian sebenarnya (Trianto, 2007 : 103).
Peran guru yang terpenting adalah meningkatkan keinginan siswa atau motivasi untuk belajar. Memahami siswa agar nantinya mampu menyediakan pengalaman-pengalaman pembelajaran menarik, bernilai, secara intrinsik memotivasi, menantang, dan berguna bagi mereka (Kellough, 2000) dalam (David A. Jacobsen et.al, 2009 : 11).
Untuk mencapai pembelajaran ideal guru dituntut untuk mengaktualisasikan kompetensinya sehingga siswa termotivasi dalam pembelajaran. Motivasi belajar siswa rendah, strategi apapun digunakan guru dalam pembelajaran tidak akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Sebagai general trait motivasi belajar diasumsikan sebagai suatu kecenderungan siswa yang relatif stabil dalam kegiatan pembelajaran; sedangkan sebagai suatu situation-spesifik state, motivasi belajar diasumsikan sebagai suatu kecenderungan yang tidak stabil dalam kegiatan pembelajaran, dalam arti motivasi belajar siswa bisa meningkat dan bisa menurun (Keller : 1987) dalam (Wena Made, 2009 : 34)
Kenyataan yang ada di SDN X guru mengajar dengan menggunakan ceramah sehingga siswa kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran IPA. Terbukti hanya 31,57 % siswa yang memperoleh hasil belajar di atas KKM dan 62,43% memperoleh hasil belajar di bawah KKM, diketahui bahwa KKM di SDN X pada pelajaran IPA yaitu 60.
Hasil penelitian Wahyuningsih Puji Lestari (2005) dilakukan di SD Negeri Proyonanggan 15 Batang menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keaktifan siswa, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Hasil penelitian Diah Nugraheni (2007) dilakukan di SD Negeri 01 Kedungmundu Semarang menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri melalui media dalam pembelajaran IPA. Pendekatan kontekstual memiliki keunggulan yaitu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa, melibatkan siswa dalam kehidupan realistik sehingga dapat menciptakan pembelajaran bermakna yang mendorong motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan perbaikan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul "PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI RANGKA MANUSIA SISWA KELAS IV SDN X".

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka disusun perumusan masalah sebagai berikut : 
a. Apakah pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa ?
b. Apakah pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa ?
c. Apakah pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?
2. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dilaksanakan dengan penelitian tindakan kelas, dengan tahapan beberapa siklus, setiap siklusnya dari beberapa tahapan yaitu : 
a. Perencanaan
1) Menyusun RPP
2) Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran
3) Menyiapkan LKS
4) Menyiapkan lembar observasi
5) Menyiapkan lembar evaluasi
b. Pelaksanaan
1) Guru membagi siswa dalam kelompok
2) Penjelasan singkat materi pelajaran
3) Siswa berdiskusi kelompok
4) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi
5) Pembahasan LKS
6) Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi
7) Guru memberikan evaluasi
c. Observasi
1) Pengamatan motivasi belajar siswa
2) Pengamatan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa
d. refleksi
1) Mengevaluasi hasil observasi
2) Menganalisis hasil pembelajaran e. Revisi
Dilakukan sebagai perbaikan berdasarkan permasalahan dan kekurangan yang muncul sehingga perlu diadakan perbaikan pada siklus berikutnya.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas IV dengan pendekatan kontekstual.
2. Tujuan Khusus
a) Meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual kelas IV SDN X.
b) Meningkatkan aktivitas guru dalam memotivasi belajar siswa SDN X pada pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual
c) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual kelas IV SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas adalah sebagai berikut : 
1. Bagi Siswa : 
a) Dapat meningkatkan pengetahuan siswa dan motivasi belajar IPA pada materi rangka manusia.
b) Dapat meningkatkan ketrampilan siswa dalam pembelajaran IPA pada materi rangka manusia.
2. Bagi guru : 
a) Sebagai referensi bagi guru dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
b) Menambah informasi bagi guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
c) Guru menjadi aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pembelajaran.
d) Guru termotivasi untuk meningkatkan ketrampilan memilih strategi pembelajaran bervariasi sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
3. Bagi Sekolah : 
a) Dapat meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran inovatif.
b) Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR

SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR

(KODE : PTK-0164) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR (EKONOMI KELAS VII)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan individu, bangsa maupun negara. Oleh karena itu pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga sesuai dengan tujuan. Keberhasilan suatu bangsa terletak pada mutu pendidikan yang dapat meningkatkan kualtias sumber daya manusianya.
Pendidikan pada dasarnya suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan-pendekatan yang kreatif tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan formal yang mempunyai aturan-aturan jelas atau lebih dikenal dengan GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) sebagai acuan proses pembelajaran dan guru sebagai fasilisator yang berperan dalam keberhasilan seorang siswa, sehingga guru harus tepat dalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan.
Pada kenyataannya, guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung menggunakan strategi pembelajaran tradisional. Artinya guru mentransformasi ilmu pengetahuannya dengan menggunakan metode ceramah sehingga pembelajaran berpusat pada guru (Teacher Centered).
Kegiatan belajar mengajar harus berpusat pada siswa yang artinya siswa harus lebih aktif menggali informasi sendiri. Seperti halnya di SMPN X, dalam penyampaian materi guru masih cenderung menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.
Salah satu aspek penting dalam mengajar termasuk mengajar ekonomi ialah membangkitkan motivasi anak untuk belajar. Berbagai cara telah dianjurkan oleh ahli pendidikan untuk mencapai hal itu. Hal ini penting karena motivasi seseorang adalah bagian internal manusia. Seseorang menetapkan alasan dan membuat keputusannya sendiri berdasarkan penglihatannya (perception) terhadap lingkungannya. Tentang bagaimana guru mempengaruhi motivasi siswa adalah dengan menciptakan situasi eksternal sehingga siswa akan bertindak sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam proses belajar mengajar motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas belajar. Proses belajar akan berjalan lancar apabila disertai dengan motivasi dari sekarang. Motivasi merupakan alat yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa dalam rentan waktu tertentu.
Motivasi adalah prasyarat utama dalam pembelajaran, tanpa itu hasil belajar yang dicapai tidak akan optimal, dan motivasi sendiri merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri sendiri atau ditimbulkan oleh lingkungan sekitar. Faktor-faktor psikologi dalam belajar yang menyebabkan pembelajaran akan berhasil baik, jika didukung oleh faktor-faktor psikologi dari peserta didik, Salah satu faktor psikologi itu adalah motivasi. Hampir semua guru setuju akan pentingnya motivasi dalam proses belajar mengajar, karena dapat menimbulkan kemauan, dan memberikan semangat untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Pentingnya motivasi belajar bagi siswa adalah untuk : (1) menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir, (2) menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar yang dibandingkan dengan teman sebaya, (3) mengarahkan kegiatan belajar sehingga anak mengubah cara belajarnya lebih tekun, (4) membesarkan semangat belajar, seperti mempertinggi semangat untuk lulus tepat waktu dengan hasil yang memuaskan; dan (5) menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja yang berkesinambungan, individu dilatih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa hingga dapat berhasil. Di SMPN X siswanya belum menyadari pentingnya motivasi belajar, karena ketika belajar motivasi siswanya kurang terlihat.
Dalam proses belajar mengajar peserta didik harus diberi rangsangan melalui teknik dan cara pengajaran yang tepat agar mereka merasa senang dan tertarik terhadap pelajaran yang diajarkan. Kebanyakan di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa kurangnya motivasi belajar akan menimbulkan penurunan pada hasil belajar siswa. Kurangnya motivasi belajar dalam proses
pembelajaran ekonomi dilatarbelakangi oleh adanya beberapa faktor yaitu : (1) Proses pembelajaran masih didominasi oleh guru; (2) Kurangnya sarana dan prasarana penunjang dalam pembelajaran, (3) Konsentrasi siswa kurang terfokus pada pembelajaran, dan (4) Kurangnya kesadaran siswa dalam pembelajaran.
Hasil belajar yang baik dapat ditunjang dengan berbagai faktor, antara lain motivasi belajar dan kemampuan guru dalam penerapan metode maupun pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran. Proses pembelajaran ekonomi dapat dikatakan berhasil apabila guru mempunyai kemampuan dasar yang baik. Seorang guru ekonomi dituntut untuk memahami dan mengembangkan suatu metode pengajaran di dalam kelas untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hal ini juga bertujuan agar dapat mengurangi rasa jenuh pada siswa saat proses belajar mengajar. Cara mengajar yang mempergunakan teknik atau metode yang dilakukan secara tepat akan memperbesar motivasi belajar siswa dan karena itu pula diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu alasan peneliti memilih pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) model REACT adalah karena model ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan metode pembelajaran kontekstual, hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa, strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil, dimana siswa belajar mengkonstruksikan sendiri, karena diasumsikan dengan strategi dan pendekatan yang baik, maka akan memperoleh hasil yang baik pula.
Selain itu ada beberapa alasan lagi mengapa pendekatan kontekstual menjadi pilihan yaitu : (1) Pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi yang tidak mengharuskan siswa untuk menghafal tetapi strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. (2) Melalui landasan filosofi konstruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi belajar pendekatan kontekstual, siswa diharapkan belajar melalui "mengalami" bukan "menghafal".
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Nunin Ni'mah, Tahun 2007. Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual strategi Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring (REACT) mampu diterapkan dan sudah bisa dikatakan cukup berhasil. Walaupun pada siklus I masih banyak kendala namun pada siklus II kendala-kendala sudah berkurang. Hal itu ditunjukkan pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa adalah 59,06% sedangkan pada siklus II rata-rata hasil belajar adalah 76,97%. Peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari selisih nilai rata-rata siklus I dan siklus II yaitu 17,91%. Berdasarkan hasil respon siswa cukup baik dan proses belajar mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi dengan menggunakan pembelajaran kontekstual strategi REACT bisa dimengerti dan mudah dipahami. Yang membedakan penelitian ini yaitu pada penelitian terdahulu yang diteliti adalah peningkatan prestasi belajar siswa, sedangkan penelitian yang saya lakukan adalah meneliti peningkatan motivasi belajar siswa.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Zulaikha, 2004, tentang efektifitas pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT terhadap prestasi belajar siswa dalam pokok bahasan sistem koloid. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwasanya peningkatan prestasi belajar kimia pada kelompok eksperimen yang menggunakan strategi REACT mempunyai peningkatan rata-rata nilai sebesar 7,566 sedangkan pada kelompok kontrol yang menggunakan pendekatan konvensional peningkatannya hanya sebesar 3, jadi dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan prestasi belajar kimia pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Yang membedakan penelitian ini yaitu pada penelitian terdahulu yang diteliti adalah peningkatan prestasi belajar siswa, sedangkan penelitian yang saya lakukan adalah meneliti peningkatan motivasi belajar siswa.
Oleh karena itu, maka peneliti mengangkat sebuah judul yang relevan dengan masalah tersebut yaitu : "PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMPN X".

B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah proses perencanaan pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X ?
2. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X ?
3. Bagaimanakah hasil penilaian pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasar rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 
1. Mendeskripsikan proses perencanaan pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X
2. Mendeskripsikan proses pelaksanaan pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X
3. Mendeskripsikan hasil penilaian pembelajaran kontekstual model relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) untuk meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VII SMPN X

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa
- Meningkatkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran ekonomi. Mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. 
- Membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep ekonomi karena materi dikaitkan dengan konteks keseharian siswa dan lingkungan dunia nyata siswa.
2. Bagi Peneliti dan Guru
- Mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. 
- Membantu guru dalam pemilihan model pembelajaran yang sesuai sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih menarik minat siswa.
3. Bagi Sekolah
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran, guna meningkatkan kualitas pembelajaran ekonomi.

E. Sistematika Pembahasan
Sistematika adalah tata urutan yang beraturan dan berkesesuaian. Sistematika ini memuat kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam pelaporan hasil penelitian yang dilakukan. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 
BAB I Pendahuluan
Pendahuluan menjelaskan tentang pokok-pokok pemikiran yang melatarbelakangi penulisan skripsi, yaitu terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, definisi operasional dan sistematika pembahasan. 
BAB II Kajian Pustaka
Kajian pustaka menguraikan tentang kajian teori yang berhubungan dengan pembelajaran kontekstual dengan model Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring (REACT) yang mendasari penelitian tindakan kelas ini. 
BAB III Metode Penelitian
Metode penelitian menjelaskan tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas yang berisi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian (siklus penelitian : perencanaan, implementasi, pengamatan dan refleksi). 
BAB IV Hasil Penelitian
Hasil penelitian menjelaskan data-data yang diperoleh di lapangan (rencana pembelajaran dan hasil pembelajaran) yaitu gambaran umum SMPN X dan deskripsi data sesuai dengan rumusan masalah. 
BAB V Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan menjelaskan hasil penelitian dikaitkan dengan teori-teori yang sudah ada yang berisi tentang perencanaan dan penerapan pembelajaran kontekstual model Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring (REACT), proses dan hasil penelitian. 
BAB VI Penutup
Penutup berisi tentang kesimpulan dari penelitian dan saran yang akan diberikan oleh peneliti terhadap hasil penelitian.

SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BENTUK PERMUKAAN BUMI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BENTUK PERMUKAAN BUMI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

(KODE : PTK-0132) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BENTUK PERMUKAAN BUMI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (IPA KELAS III)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam penjelasan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk dapat mewujudkan fungsi pendidikan nasional tersebut, diperlukan proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Sugiyanto (2010 : 1) mengemukakan bahwa profesionalisme seorang guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih pada kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi siswanya. Menurut Degeng dalam Sugiyanto (2010 : 1-2) daya tarik suatu mata pelajaran (pembelajaran) ditentukan oleh dua hal, pertama oleh mata pelajaran itu sendiri, dan kedua oleh cara mengajar guru. Oleh karena itu, tugas profesional guru adalah menjadikan pelajaran yang sebelumnya tidak menarik menjadikannya menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya tak berarti menjadi bermakna.
Kebermaknaan dalam proses pembelajaran dapat diwujudkan melalui beberapa upaya yang harus ditempuh. Beberapa upaya tersebut antara lain yaitu memilih dan mengorganisasikan bahan ajar yang tepat, berkomunikasi dengan anak baik secara individu maupun secara klasikal, menentukan pendekatan pembelajaran yang efektif dan mengelola waktu. Hal ini tentu saja tidak dapat dilakukan tanpa proses pengalaman dan pemikiran secara ilmiah. Sehubungan dengan itu jenjang pendidikan sekolah dasar merupakan pendidikan dasar awal yang sangat penting, hal ini dikarenakan : (1) Dasar awal cepat berkembang menjadi pola kebiasaan yang akan mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak sepanjang hidup, (2) Hasil belajar dan pengalaman semakin memainkan peranan secara dominan dalam perkembangan dengan bertambahnya usia anak, (3) pola sikap dan perilaku yang dibentuk pada awal kehidupan, cenderung bertahan (Soeparwoto, 2007 : 33).
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai salah satu mata pelajaran di satuan pendidikan sekolah dasar turut memberikan kontribusi dalam usaha pencapaian cita-cita pendidikan nasional. Selain itu IPA juga merupakan salah satu mata pelajaran yang dimasukkan dalam ujian UASBN. Oleh karena itu, sebagai guru harus mampu mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA. 
Bagi sebagian siswa kelas III SDN X, IPA merupakan mata pelajaran mudah tetapi sulit. Hal ini ditandai dari perolehan hasil evaluasi mata pelajaran IPA pada materi penerapan energi, sebagian siswa tidak dapat menjawab soal evaluasi sehingga hasil evaluasi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa siswa mendapatkan nilai dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu nilai 62.
Pada test formatif mata pelajaran IPA materi penerapan energi, dari 28 siswa kelas III SDN X, hanya 19 siswa atau 67,85% yang memperoleh nilai diatas KKM. Sisanya 9 siswa atau 32,15 masih memperoleh nilai dibawah KKM (belum tuntas/lulus KKM). Dari pengamatan penulis, siswa mengalami kesulitan dalam proses pengerjaan dan penyimpulan jawaban akhir, yang berarti pembelajaran yang dilakukan siswa belum begitu bermakna. Guru umumnya hanya menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak berpusat pada siswa, oleh karena itu peneliti mengupayakan model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan hasil pembelajaran mata pelajaran IPA melalui pendekatan kontekstual.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran untuk mewujudkan hasil pembelajaran yang diharapkan, diperlukan strategi baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, namun strategi yang mendorong siswa menerapkan pengetahuan di benak mereka sendiri. Sesuai dengan karakteristik siswa dilihat dari usianya, usia anak SD (7-11 tahun) berada pada tahap operasional konkret, yaitu berada pada tahap berfikir yang harus dikaitkan dengan hal-hal nyata dan pengetahuan awal yang telah dibangun oleh mereka sendiri (Piaget dalam Syah, 2006 : 31). Menurut Rifa'i dan Anni (2009 : 29) pada tahap operasional konkret anak mampu mengoperasikan berbagai logika menggantikan penalaran intuitif, namun hanya pada situasi konkret dan kemampuan untuk menggolong-golongkan sudah ada namun belum bisa memecahkan masalah abstrak.
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan (Trianto, 2007 : 102). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dimana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Siswa mampu secara independen menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.
Berdasarkan pada latar belakang diatas, peneliti mencoba menerapkan pendekatan kontekstual pada pembelajaran IPA. Pendekatan kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Sugandi, 2007 : 41). Dengan menerapkan pendekatan kontekstual, diharapkan semua kendala yang ada di atas dapat diselesaikan, prestasi belajar siswa dapat meningkat karena pendekatan ini dapat mengaktifkan siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

B. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan tersebut diatas, peneliti merumuskan permasalahan yang hendak di selesaikan melalui PTK yaitu : 
a. Bagaimana cara menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga pembelajaran IPA materi bentuk permukaan bumi di kelas III SDN X dapat meningkat ?
b. Apakah dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan pembelajaran IPA materi bentuk permukaan bumi di
kelas III SDN X ? 
2. Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, pemecahan masalah yang diajukan yaitu melalui penggunaan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III SDN X pada mata pelajaran IPA materi pokok bentuk permukaan bumi.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Tujuan Umum
Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar dalam mata pelajaran IPA.
b. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan hasil belajar dan proses/keaktifan siswa kelas III SDN X serta performansi guru dalam mata pelajaran IPA materi pokok bentuk permukaan bumi.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi siswa, guru, sekolah (instansi terkait), dan peneliti. 
1. Bagi Siswa
a. Meningkatnya pemahaman terhadap materi bentuk permukaan bumi dalam mata pelajaran IPA.
b. Meningkatnya keterampilan dalam menyelesaikan soal materi bentuk permukaan bumi dalam mata pelajaran IPA.
c. Meningkatnya keaktifan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA.
2. Bagi Guru
a. Guru mendapat pengalaman dalam kegiatan pembelajaran IPA melalui pendekatan kontekstual.
b. Pendekatan kontekstual sebagai alternatif dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi dan kreatifitas guru di dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
3. Bagi Sekolah
Membantu meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kualitas pembelajaran IPA materi pokok bentuk permukaan bumi di kelas III SDN X.

SKRIPSI PTK PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN IPA TENTANG WUJUD BENDA DAN PERUBAHANNYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

SKRIPSI PTK PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN IPA TENTANG WUJUD BENDA DAN PERUBAHANNYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

(KODE : PTK-0126) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN IPA TENTANG WUJUD BENDA DAN PERUBAHANNYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA (IPA KLS IV)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan Nasional di bidang pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas melalui pendidikan merupakan upaya yang sungguh-sungguh dan terus-menerus dilakukan untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Sumber daya yang berkualitas akan menentukan mutu kehidupan pribadi, masyarakat, dan bangsa dalam rangka mengantisipasi, mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan yang terjadi dalam masyarakat pada masa kini dan masa depan.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lain, dan peningkatan mutu manajemen sekolah, namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang memadai.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia tidak pernah berhenti. Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui Depdiknas. Upaya itu antara lain dalam pengelolaan sekolah, peningkatan sumber daya tenaga pendidikan, pengembangan/penulisan materi ajar, serta pengembangan paradigma baru dalam metodologi pengajaran.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan meningkatkan hasil belajar. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal adalah pendekatan kontekstual.
Pada saat ini pembelajaran IPA hanya berorientasi pada guru (teacher centered) dan proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung hanya pada pencapaian target kurikulum dengan mengesampingkan kemampuan anak untuk dapat berdiskusi dan bekerja sama dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam menyampaikan materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan. Sedikit sekali peluang siswa untuk menjadi aktif dan berpartisipasi melakukan diskusi baik dengan guru maupun dengan teman, sehingga siswa menjadi pasif dan pembelajaran menjadi kurang bermakna.
Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan kondisi serupa dialami pula pada siswa di kelas IV tempat penulis mengajar. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala siswa yang kurang berminat terhadap mata pelajaran IPA yang ditunjukkan oleh sikap mereka saat menerima pelajaran, siswa cenderung pasif di kelas seolah-olah belum siap untuk menerima pelajaran, siswa tidak mau bertanya walaupun mereka belum memperoleh kejelasan materi pelajaran tersebut. Hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai hasil belajar siswa Kelas IV, terutama mata pelajaran IPA dari 30 siswa hanya ada 60% yang memenuhi kriteria ketuntasan minimum (KKM) yaitu 60. Nilai terendah di Kelas IV adalah 46, sedangkan nilai tertingginya adalah 78 dan untuk rata-rata kelasnya adalah 63. Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil Ulangan Tengah Semester I.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi paradigma pembelajaran di sekolah ini pun telah banyak mengalami perubahan antara lain perubahan proses pembelajaran, salah satunya adalah pembelajaran kontekstual. Sebagai suatu konsep pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan dunia nyata serta mendorong siswa membangun antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan kehidupan mereka sehari-hari.
Berdasarkan paradigma tersebut, pembelajaran IPA pada jenjang SD ditujukan untuk menumbuh kembangkan keterampilan siswa dalam mempersiapkan, membina, dan mengoptimalkan kemampuan peserta didik, menguasai kemampuan dasar yang diperlukan bagi kehidupannya di masyarakat. Pendekatan Kontekstual/Contextual Teaching Learning (CTL) dapat dijadikan salah satu alternatif agar siswa dapat belajar dengan kreatif dan lebih mudah memahami konsep-konsep IPA. sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, baik ketika mereka sekolah maupun ketika sudah di lingkungan masyarakat.
Pendekatan Kontekstual/Contextual Teaching Learning (CTL), memiliki kelebihan diantaranya, siswa dapat lebih termotivasi karena materi yang disajikan terkait dengan kehidupan sehari-hari. Juga merupakan sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. (Johnson, 2002) 
Pada intinya Pendekatan Kontekstual/Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan upaya inovasi pendidikan yang menekankan pada meaningful learning atau pembelajaran yang bermakna dengan cara mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata {contextual). Sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk mencoba memperbaiki proses pembelajaran yang dirasa belum optimal dilaksanakan oleh penulis di lapangan. Sehingga diharapkan dengan menerapkan Pendekatan Kontekstual sebagai salah satu pendekatan pembelajaran di SD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA, khususnya dalam konsep wujud benda dan perubahannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi secara umum adalah : "Bagaimana hasil belajar siswa dalam pembelajaran IP A melalui penerapan Pendekatan Kontekstual di SD X ?".
Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut : 
1. Bagaimana aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA menggunakan pendekatan kontekstual ?
2. Apakah penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA tentang wujud benda dan perubahannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, tujuan umum dari penelitian ini adalah memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa melalui pendekatan kontekstual, sehingga pembelajaran IPA menjadi tidak verbalisme, tetapi dapat lebih menyenangkan, menimbulkan kreatifitas dan dapat lebih bermakna bagi siswa.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan kontekstual/Contextual Teaching Learning (CTL).
2. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual/Contextual Teaching Learning (CTL).

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa
a. Pembelajaran lebih bermakna bagi siswa karena berkenaan langsung dengan kehidupan sehari-hari.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep yang bermanfaat bagi siswa dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV SD X dalam pembelajaran IPA.
2. Bagi Peneliti
a. Dapat meningkatkan keterampilan mengajar dan memperluas wawasan pengetahuan mengenai pendekatan kontekstual.
b. Dapat menumbuhkan motivasi untuk melakukan inovasi-inovasi pembelajaran.
3. Bagi Guru
a. Memberikan pengalaman bagi guru dalam menggunakan pendekatan kontekstual untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran IPA.
b. Dapat menumbuhkan dan meningkatkan profesionalisme guru, dan pemahaman tentang penelitian tindakan kelas.
4. Bagi Sekolah
a. Memberikan Kesempatan kepada guru-guru untuk mengikuti berbagai diklat dan pelatihan-pelatihan yang berkenaan dengan pembelajaran.
b. Mendorong sekolah untuk dapat meningkatkan proses dengan pembelajaran.

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA MATERI POKOK CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA MATERI POKOK CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

(KODE : PTK-0109) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA MATERI POKOK CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (FISIKA KELAS VIII)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut Permendiknas No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses menyatakan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah hams interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Oleh karena itulah proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar sesuai dengan tuntutan Standar Nasional Pendidikan. Sedangkan di dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi dikemukakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Berarti pendidikan IPA seharusnya dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA hendaknya diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Proses pembelajaran IPA sebaiknya menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.
Berdasarkan pengalaman peneliti pada saat masih mengajar IPA di kelas yang akan diteliti (kelas VIII), banyak sekali masalah-masalah yang dirasakan oleh peneliti sendiri ketika proses pembelajaran. Prestasi belajar siswa yang dicapai masih belum sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah rencanakan. Proses pembelajaran IPA yang dilakukan masih berpusat pada guru, guru seringkali melakukan pembelajaran dengan metode ceramah. Hal ini mengakibatkan masih banyak siswa yang prestasi belajarnya belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan sekolah. Sedangkan rencana awal pembelajaran IPA adalah menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan harian mereka, konteks pribadi, sosial dan budaya mereka, sehingga lebih bermakna.
Hal serupa juga dialami guru pengganti, selama peneliti melanjutkan pendidikan. Berkaitan dengan proses pembelajaran fisika diperoleh informasi dari guru pengganti, bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa pada pokok bahasan getaran dan gelombang (KD 6.1) yang terdiri dari 7 soal adalah sebesar 60 yang masih berada di bawah KKM (sebesar 65), sedangkan dari 29 siswa yang nilainya mencapai KKM adalah 16 siswa (ketuntasan klasikalnya 55,17%). Selain itu, pada saat guru pengganti mengajar pokok bahasan cahaya pada tahun pelajaran 2009-2010 mengungkapkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan untuk mengaitkan dalam kehidupan mereka, terutama kemampuan pemahaman (C2) dan penerapan (C3).
Berdasarkan hasil wawancara non formal dengan siswa, diperoleh informasi bahwa dalam proses pembelajaran di kelas, guru seringkali menggunakan metode ceramah, guru tidak menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan harian mereka, dan kurang mengkaitkan konsep fisika dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga mengakibatkan siswa merasa jenuh dengan untuk belajar fisika.
Ketuntasan belajar menurut Panduan Penyusunan KTSP & Silabus (BSNP, 2006) setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Sementara itu, hasil perhitungan KKM di Madrasah yang bersangkutan menetapkan bahwa untuk mata pelajaran IPA pembelajaran dikatakan berhasil jika 75% siswa telah memperoleh nilai yang mencapai KKM.
Pemaparan tersebut mendorong peneliti untuk memberikan suatu tindakan pada kelas yang bersangkutan agar keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat ditingkatkan, yang akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu alternatif tindakan yang dapat dilakukan, adalah dengan menerapkan pendekatan kontekstual, alternatif tersebut dipilih pendekatan kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan dalam konteks kehidupan siswa serta pembentukan pengetahuan secara aktif oleh siswa, sehingga pembelajaran jadi lebih bermakna. Selain itu, CTL juga berorientasi pada masalah-masalah yang biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat melatih siswa dalam menyelesaikan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam bentuk penelitian yang memfokuskan pada pendekatan kontekstual (CTL) dengan judul penelitian : "UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA MATERI POKOK CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam penelitian disini adalah : Lemahnya kemampuan Siswa Kelas VIII MTs Muhammadiyah dalam aspek pemahaman (C2) dan penerapan (C3) pada pokok materi cahaya, sehingga KKM pada pokok materi tersebut tidak dapat tercapai.

C. Tujuan Penelitian
Meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII MTs X dalam ranah kognitif C2 (pemahaman) dan C3 (penerapan) pada pokok materi cahaya, agar mencapai KKM yang telah ditetapkan, yaitu 65 serta ketuntasan klasikal siswa minimal 75%.
D. Pembatasan Masalah
Supaya masalah tidak terlalu luas dan kompleks, peningkatan prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan IPK yang semakin besar sehingga mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu minimal 75%.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Penelitian Bagi Guru
Dengan dilaksanakan penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat menjadi masukan berharga dalam memperluas pengetahuan dan wawasan serta pengalaman mengenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL), sehingga dapat diharapkan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah.
2. Manfaat Peneliti Bagi Siswa
a. Agar siswa dapat merasa dirinya mendapatkan perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, jawaban, ide, gagasan dan pertanyaan. 
b. Siswa juga dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok serta mampu mempertanggungjawabkan segala tugas individu maupun kelompok.
c. Mendapatkan pengalaman pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL) yang memudahkan siswa dalam memahami materi.
d. Hasil penelitian ini dapat memperbaiki cara berfikir dan belajar sehingga proses pembelajaran akan lebih efektif.
3. Manfaat Peneliti Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangsih pemikiran dan pengalaman baik pada sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran.
4. Manfaat Penelitian Bagi Peneliti.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, pengetahuan berkaitan dengan menggunakan pendekatan kontekstual.