Search This Blog

Showing posts with label disiplin belajar. Show all posts
Showing posts with label disiplin belajar. Show all posts

SKRIPSI HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0030) : SKRIPSI HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS V

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Peran orang tua dalam membesarkan dan mengasuh anak bukanlah hal yang sepele. Dibutuhkan kekompakan dan kompromi masing-masing orang tua dalam mengawal dan mempraktikkan konsep dan tujuan pola asuh yang sesuai dengan karakter anak. Peran aktif orang tua dalam pendidikan anak, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab IV Pasal 7 dimana, "Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Dan orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya". Orang tua memiliki tanggung jawab untuk menentukan masa depan anaknya, begitu pula dengan pembentukan karakter dalam diri anak.
Sebagaimana telah diketahui bahwa keluarga adalah pondasi yang membangun karakter maupun kepribadian anak. Orang tua mempunyai waktu yang lebih banyak untuk bersama anaknya, sehingga kepribadian anak terbentuk berdasarkan pola asuh orang tua. Pembentukan kepribadian dapat terjadi melalui apa yang dilihat oleh anak, contohnya perkataan dan tingkah laku yang dilakukan orang tuanya. Banyak peristiwa mengenai perilaku menyimpang siswa, yang menyoroti masalah kegagalan kepribadian siswa adalah kegagalan sekolah dalam mendidik anak. Untuk menanggulangi kekurangan moral dan perilaku menyimpang siswa maka maka pendidikan sekarang ini menekankan pada pendidikan karakter.
Pendidikan karakter merupakan perwujudan dari pengamalan nilai-nilai pancasila, dan secara eksplisit Pendidikan Karakter (watak) adalah amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 menegaskan bahwa, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang martabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab."
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan dari pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa "Tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab".
Keluarga merupakan dunia pertama yang dikenal anak karena keluarga menjadi lingkungan tempat anak belajar menanggapi dunia luar, berinteraksi dengan teman, serta beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Di dalam keluarga anak mendapat perlakuan dan pendidikan serta komunikasi yang penuh untuk meningkatkan hubungan yang baik antara orang tua dengan anak karena sebagian besar waktu anak di habiskan bersama anggota keluarga.
Orang tua mempunyai cara sendiri dalam mendidik anak sebagai pribadi yang berguna. Oleh karena itu cara pola asuh yang dilakukan orang tua tidak lepas dalam membentuk kepribadian anak. Menurut Mussen (dalam Erma Lestari, 2009) pola asuh adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Pola asuh orang tua yang diterima oleh setiap siswa sangatlah beragam, hal ini tergantung dari cara pola asuh keluarga yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya.
Pola asuh merupakan pencerminan tingkah laku orang tua yang diterapkan kepada anak secara dominan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hetherling dan Whiting (dalam Walgito, 2010 : 215) yang mengatakan bahwa pola asuh adalah suatu tingkah laku orang tua yang secara dominan muncul dalam keseluruhan interaksi antara orang tua dan anak. Dikatakan dominan karena pola asuh yang diterapkan dilakukan secara penuh dan terus menerus, sepanjang kehidupan anak. Tidak ada satu hari pun lepas dari asuhan dan didikan orang tua, bahkan ketika anak sudah dewasa. Sebagai orang tua harus memberikan pola asuh yang sesuai dengan anak karena tampak banyak pelanggaran moral yang dilakukan oleh siswa SD yaitu datang terlambat saat ke sekolah, tidak memakai atribut lengkap saat upacara, membuang sampah tidak pada tempatnya, dan Iain-lain. Penyebabnya diduga karena pemberian pola asuh yang tidak tepat.
Djamarah (2014 : 51) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua dalam keluarga berarti kebiasaan orang tua, ayah dan atau ibu, dalam memimpin, mengasuh, dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga dengan cara merawat dan mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu, melatih, dan sebagainya.
Menurut Walgito (2010 : 218), bentuk pola asuh orang tua ada tiga macam, yaitu : pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Dimana dari masing-masing pola pengasuhan tersebut mempunyai dampak yang berbeda-beda bagi perkembangan anak. Bentuk pola asuh yang dipilih orang tua kepada anak menjadi salah satu faktor yang menentukan karakter anak. Perbedaan pola asuh dari orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan pembentukan dan perkembangan perilaku disiplin yang dimiliki anak. Dari ketiga bentuk pola asuh orang tua kepada siswa, bentuk pola asuh demokratis lah yang merupakan pola asuh paling baik diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Karena dalam pola asuh demokratis, orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dengan memperhatikan aturan dan norma yang berlaku, serta pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Menurut Helmawanti (2014 : 139) pola asuh demokratis adalah pola asuh yang menggunakan komunikasi dua arah (two ways communication). Kedudukan antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah pihak (win-win solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, apa yang dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena pada salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dapat memaksakan sesuatu tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dan keputusan akhir disetujui oleh keduanya tanpa merasa tertekan.
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam membentuk kepribadian anak, salah satunya dengan menerapkan disiplin. Tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung kepada disiplin diri. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sikap dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tua dan dari anggota keluarga yang lain. Dimana pemberian pola pengasuhan yang positif akan berdampak baik pada perkembangan anak, begitu juga sebaliknya, pola pengasuhan yang tidak baik akan berdampak tidak baik juga pada perkembangan anak.
Menurut Daryanto (2013 : 49) disiplin pada dasarnya control diri dalam mematuhi aturan baik yang dibuat oleh diri sendiri maupun di luar diri baik keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, bernegara maupun beragama. Disiplin juga merujuk pada kebebasan individu untuk tidak bergantung pada orang lain dalam memilih, membuat keputusan, tujuan, melakukan perubahan perilaku, pikiran maupun emosi sesuai dengan prinsip yang diyakini dari aturan moral yang dianut.
Benhard (dalam Shochib 2010 : 3) menyatakan bahwa tujuan disiplin diri adalah mengupayakan pengembangan minat anak dan mengembangkan anak menjadi manusia yang baik, yang akan menjadi sahabat, tetangga, dan warga negara yang baik. Dalam hal ini terdapat perbedaan yang fundamental antara keluarga di barat dengan keluarga di Indonesia dalam mengupayakan anak untuk memiliki dasar-dasar dan mengembangkan disiplin diri.
Shochib (2010 : 16) menyatakan bahwa keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan sebagai upaya orang tua dalam meletakkan dasar-dasar disiplin diri kepada anak membantu mengembangkannya sehingga anak memiliki disiplin diri. Intensitas kebutuhan anak untuk mendapatkan bantuan dari orang tua bagi kepemilikan dan pengembangan dasar-dasar disiplin diri, menunjukkan adanya kebutuhan internal, yaitu : 
  1. Tingkat rendah, apabila anak masih membutuhkan banyak bantuan dari orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan naluri).
  2. Tingkat menengah, apabila anak kadang-kadang masih membutuhkan bantuan dari orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan nalar).
  3. Tingkat tinggi, apabila anak sedikit sekali atau tidak lagi memerlukan bantuan serta control orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan kata hati).

Tapi pada kenyataannya masih sering ditemui perilaku tidak disiplin di lingkungan sekolah, termasuk di sekolah dasar yang akan diteliti. Sebagai contoh antara lain datang ke sekolah tidak tepat waktu, tidak memakai seragam yang lengkap, membolos sekolah, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, dan lain-lain. Ini dikarenakan orang tua tidak mengajarkan anak dalam mengembangkan disiplin diri, tidak mengajarkan kepada anak untuk mengembangkan tanggung jawab atas setiap perilaku dan tindakannya, dan orang tua tidak bersifat demokratis.
Gordon (dalam Syamaun 2012 : 28) mengemukakan bahwa ciri pola asuh orang demokratis adalah menerima, kooperatif, terbuka terhadap anak, mengajar anak untuk mengembangkan disiplin diri, jujur, dan ikhlas dalam menghadapi masalah anak-anak, memberikan penghargaan positif kepada anak tanpa dibuat-buat, mengajarkan kepada anak untuk mengembangkan tanggung jawab atas setiap perilaku dan tindakannya, bersikap akrab dan adil, tidak cepat menyalahkan, memberikan kasih sayang dan kemesraan kepada anak.
Penelitian yang mendukung dalam hal ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rizki Lestari dalam jurnal pendidikan, dengan judul "Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V Gugus I", hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua otoriter, demokratis, permisif, dan abai dengan kedisiplinan siswa kelas V Gugus I. Dimana pola asuh otoriter memiliki > atau 5,6172 > 1,671, pola asuh demokratis memiliki > atau 4,5738 > 1,671, pola asuh permisif memiliki > atau 3,9028 > 1,671, pola asuh abai memiliki > atau 3,1071 > 1,671.
Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Jihan Filisyamala, dkk dalam jurnal Pendidikan pada bulan April 2016 yang berjudul "Bentuk Pola Asuh Demokratis dalam Kedisiplinan Siswa SD", hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pola asuh demokratis merupakan suatu pola dimana orang tua memberikan kebebasan pada siswa untuk memilih dan melakukan suatu tindakan tetapi tetap sesuai dengan batasan-batasan yang telah disetujui bersama. Orangtua mendorong siswa untuk mandiri dengan tetap menjaga batasan dan kontrol pada tindakan mereka. Dalam menerapkan suatu aturan dalam bentuk pola asuh demokratis, adanya hubungan yang bersifat hangat dan terbuka baik antara orangtua dengan anak, serta adanya sikap saling menghargai satu sama lain. Melalui aturan yang dibuat bersama membuat munculnya kesadaran diri siswa untuk mematuhi aturan tersebut, sehingga akan tercipta perilaku disiplin yang baik pada siswa.
Dalam jurnal internasional yang berjudul "Harsh Discipline and Child Problem Behavior The Role of Positive Parenting and Gender", Penelitian yang dilakukan oleh Laura dkk, Vol. 10, Tahun 2007, penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki yang disiplin dan fisik yang lebih keras dibandingkan anak perempuan, dengan ayah memanfaatkan disiplin fisik yang lebih keras dengan anak laki-laki daripada ibu. Kedua jenis disiplin keras yang terkait dengan masalah keunikan perilaku anak setelah pengasuhan positif diperhitungkan. Gender anak tidak mempengaruhi, tapi satu dimensi positif parenting yaitu, kehangatan orangtua disajikan untuk menjauhkan anak dari pengaruh merugikan dari disiplin fisik yang keras.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di kelas V SD Negeri Gugus X, ditemukan perilaku ketidakdisiplinan siswa baik di luar kelas maupun di dalam kelas. Beberapa perilaku ketidakdisiplinan di luar kelas yang diamati peneliti yaitu siswa terlambat datang ke sekolah, bertengkar dengan temannya, tidak berbaris rapi dalam pelaksanaan upacara bendera, membuang sampah sembarangan. Perilaku ketidakdisiplinan di dalam kelas juga ditemukan oleh peneliti yaitu siswa yang mengenakan seragam tidak lengkap, terdapat coretan-coretan didinding dan di meja kelas, tidak membawa buku pelajaran sesuai jadwal, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu atau bahkan tidak mengerjakan tugas, dan ramai saat guru atau teman menjelaskan di depan kelas.
Namun ternyata masih terdapat siswa yang memiliki disiplin yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dalam mengikuti proses pembelajaran, terdapat siswa yang memperhatikan pada saat guru menjelaskan di depan, membuang sampah pada tempatnya, mengerjakan pekerjaan rumah, dan datang ke sekolah tepat waktu.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti akan mengkaji masalah ini dengan melakukan sebuah penelitian yang berjudul "HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS V SD NEGERI GUGUS X". Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi guru maupun orang lain yang ingin tahu lebih dalam mengenai pola asuh demokratis. 

SKRIPSI STUDI KORELASI DISIPLIN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0017) : SKRIPSI STUDI KORELASI DISIPLIN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV

contoh skripsi pgsd

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (UU No. 20/2003, pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional) (Sugiyono, 2010 : 42). Sehingga dalam pelaksanaannya guru diharuskan dapat mendidik, mengajar dan melatih agar penguasaan mated dan konsep yang ditujukan dari undang-undang tersebut terlaksana.
Perkembangan pendidikan khususnya di Indonesia dari tahun ke tahun sering mengalami perubahan dengan maksud untuk menyesuaikan diri terhadap kemajuan dan tantangan zaman guna menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia. Kerjasama yang harmonis dan dinamis antara pemerintah, masyarakat, dan orangtua pada bidang pendidikan akan memberikan kontribusi yang tidak kecil bagi keberhasilan proses pendidikan untuk meraih masa depan anak yang lebih baik.
Ada sekian banyak hal yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, dari perubahan kurikulum hingga berbagai pelatihan yang bertujuan untuk mendidik dan meningkatkan kualitas guru. Sehingga dengan adanya pelatihan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Meningkatkan kualitas pendidikan tidak hanya terpusat pada guru saja, akan tetapi semua yang berhubungan dengan proses belajar mengajar pun akan mempengaruhinya. Dari siswa, guru, lingkungan belajar, orang tua, disiplin belajar dapat mempengaruhi hasil dari pembelajaran tersebut.
Proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok, berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal, salah satu bentuk dari pelaksanaan pendidikan di sekolah adalah kegiatan belajar mengajar.
Adanya ketekunan, keterampilan, minat, motivasi, keyakinan, kedisiplinan, baik disiplin dalam mematuhi tata tertib maupun disiplin dalam belajar adalah suatu bagian dari usaha untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Belajar perlu adanya kontinuitas, yaitu belajar secara bertahap, terus-menerus. Setelah keteraturan dan kontinuitas dalam belajar juga memerlukan kebiasaan yang baik dalam dirinya. Kalau cara belajar yang baik telah menjadi kebiasaan, maka keteraturan dan disiplin tidak akan terasa lagi sebagai beban yang berat.
Disiplin belajar merupakan kondisi yang menentukan keberhasilan seseorang dalam proses belajar. Disiplin akan membuat seseorang tahu dan dapat membedakan hal-hal yang seharusnya dilakukan dan yang tidak dilakukan. Nilai-nilai kepatuhan dari seseorang yang memiliki disiplin tinggi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Disiplin yang mantap pada dasarnya akan tumbuh dari kesadaran manusia. Anak yang berdisiplin tinggi akan memiliki kecakapan mengenai cara belajar yang baik. Disiplin juga membantu siswa mengembangkan pengendalian diri, sehingga mereka dapat mengembangkan hati nurani untuk membimbing tindakan mereka. Orang-orang yang selalu menempatkan disiplin diatas semua tindakan dan perbuatannya akan berhasil dalam belajar dan berkarya. 
Dengan kesadaran yang tinggi akan kedisiplinan dalam belajar seorang siswa dapat ditumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap pentingnya belajar. Dari uraian di atas dapat dipersepsikan bahwa siswa yang memiliki disiplin belajar tinggi akan mendapatkan prestasi belajar yang optimal pula, sedangkan siswa yang disiplin belajarnya kurang, maka prestasi belajarnya pun akan berkurang.
Kenyataan di lapangan yaitu di SDN X, setelah peneliti wawancara dengan bapak Kepala Sekolah SDN X mengungkapkan di lingkungan sekolah hampir tidak ada siswa yang terlambat datang ke sekolah, siswa siap mengikuti pelajaran, rata-rata siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah di rumah. Perhatian siswa terhadap guru saat menyampaikan mated cukup tinggi, siswa mematuhi tata tertib yang telah ditetapkan oleh sekolah, kesungguhan siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Dari tingginya disiplin belajar itu menyebabkan siswa mampu menjawab pertanyaan yang menuntut siswa berpikir lebih, sehingga prestasi belajar yang diraih sangat memuaskan.
Peneliti tertarik dengan masalah tersebut, karena dalam masalah ini peneliti mempunyai anggapan bahwa disiplin belajar mempunyai korelasi yang positif dengan prestasi belajar. Dengan disiplin belajar yang baik dan penerapan yang baik pula, maka akan diperoleh prestasi belajar yang memuaskan. Dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk membahas judul "STUDI KORELASI DISIPLIN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV".

SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBERIAN REWARD MELALUI METODE TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATAN KEDISIPLINAN ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0073) : SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBERIAN REWARD MELALUI METODE TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATAN KEDISIPLINAN ANAK USIA DINI

contoh skripsi paud

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Disiplin merupakan salah satu kebutuhan dasar anak dalam rangka pembentukan dan pengembangan wataknya secara sehat. Tujuannya ialah agar anak dapat secara kreatif dan dinamis dalam mengembangkan hidupnya di kemudian hari. Tentu saja kasih sayang dan disiplin harus berjalan bersama-sama secara seimbang. Dengan kata lain kasih sayang tanpa disiplin mengakibatkan munculnya rasa sentimen dan ketidakpedulian sebaliknya disiplin tanpa kasih sayang merupakan tindakan kejam. Oleh karena itu, bahasan mengenai disiplin ini amat perlu karena hal ini dapat menjadi sumber masukan dalam pelayanan sebagai guru, sehingga guru memiliki pemahaman yang benar mengenai disiplin. Selain itu dapat menjadi alat refleksi bagi guru, sehingga guru dapat bersikap yang benar dalam mendisiplinkan anak didiknya.
Orangtua dan guru selalu memikirkan cara yang tepat dalam menerapkan disiplin bagi anak sejak balita hingga masa kanak-kanak dan sampai usia remaja. Tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasanya, dimana anak sangat bergantung kepada disiplin diri dan pembentukan perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya tertentu, tempat individu itu diidentifikasikan. Karena tidak ada pola budaya tunggal, tidak ada pula satu falsafah pendidikan yang menyeluruh untuk mempengaruhi cara menanam disiplin.
Bakwin dan Bakwin (Wantah, 2005 : 141) telah memberi beberapa alasan terjadinya perubahan dalam sikap sosial terhadap disiplin yakni, hilangnya pengaruh agama, popularitas psiko-analisis dengan penekanan pada pengaruh buruk, penekanan emosi, pemusatan perhatian pada perkembangan emosional, perkembangan spiritual, doktrin palsu yang menyatakan bahwa kesalahan dalam pendidikan anak berbekas secara permanen pada jiwa anak, hilangnya kepercayaan diri orang tua yang menyebabkan wibawa mereka merosot. Selanjutnya banyak orang tua tidak berusaha untuk menanamkan disiplin sehingga akan menyebabkan rasa benci yang akan membuat hubungan orang tua dengan anak yang lebih besar sulit dan tidak menyenangkan.
Spock (Wantah 2005 : 142) Konsep positif dari disiplin ialah sama dengan pendidikan dan bimbingan karena menekankan pertumbuhan di dalam disiplin diri dan pengendalian diri. Ini kemudian akan melahirkan motivasi dari dalam. Disiplin negatif memperbesar ketidakmatangan individu, sedangkan disiplin positif menumbuhkan kematangan. Fungsi pokok disiplin ialah mengajarkan anak menerima pengekangan yang diperlukan dan membantu mengarahkan energi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial. Oleh sebab itu disiplin positif akan membawa hasil yang lebih baik dari pada disiplin negatif.
Ironisnya fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan mengisyaratkan masih banyak terjadi perilaku kurang disiplin seperti kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam narkoba, geng motor, dan berbagai tindakan yang menuju ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang dari pelanggaran ringan sampai pelanggaran berat, seperti kasus bolos sekolah, perkelahian, nyontek, pemalakan, dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya. Tentu saja semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangan, maka disinilah arti penting penanaman disiplin sejak dini yaitu untuk mencegah dan menanggulangi adanya ketidakdisiplinan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di lokasi penelitian, di masing-masing kelas yang ada di sekolah tersebut menunjukkan masih saja ada anak yang menunjukkan perilaku kurang disiplin hal ini terlihat dari ada beberapa siswa yang datang terlambat ke sekolah, dan pada saat proses pembelajaran berlangsung seperti pada saat kegiatan pembukaan yaitu pada saat berdoa masih ada anak yang bercanda dan berbicara dengan temannya yang lain, pada saat mencuci tangan ada anak yang tidak mau antri, atau pada saat bermain anak berebut mainan dengan temannya dan lain sebagainya. Hal ini berarti bahwa anak belum mematuhi dan memahami adanya aturan yang berlaku dalam proses pembelajaran berlangsung.
Dengan adanya masalah kurang disiplin yang terjadi di sekolah tersebut, maka ada salah satu metode yang sering digunakan di sekolah untuk penguatan perilaku positif pada anak yaitu pemberian reward (penghargaan), yang pertama reward verbal yang berupa pujian dari guru. Dimana pujian diberikan ketika siswa dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan tertib. Reward (penghargaan) tidak hanya berupa verbal, tetapi ada juga yang berupa non verbal salah satunya yaitu dengan metode token ekonomi. Token ekonomi merupakan suatu wujud modifikasi perilaku yang dirancang untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan pemakaian token (tanda-tanda). Individu menerima token dengan cepat setelah mempertunjukkan perilaku yang diinginkan.
Token itu kemudian dikumpulkan dan dapat dipertukarkan dengan suatu obyek atau kehormatan yang penuh arti. Secara singkatnya token ekonomi merupakan sebuah sistem penguatan untuk perilaku yang dikelola dan diubah, seseorang mesti dihadiahi atau diberikan penguatan untuk meningkatkan atau mengurangi perilaku yang diinginkan. Tujuan utama token ekonomi adalah untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Boniecki (2003 : 225) mengenai penggunaan token ekonomi sebagai penguatan dalam meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas menunjukan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan setelah penggunaan token ekonomi, terlihat bahwa siswa lebih antusias dan ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran berlangsung. Hasil ini menunjukkan bahwa token ekonomi memotivasi siswa dalam menanggapi setiap pertanyaan yang disampaikan dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian di atas mengidentifikasikan bahwa token ekonomi dapat digunakan dalam meningkatkan partisipasi belajar siswa pada proses pembelajaran berlangsung. Token ekonomi yang digunakan untuk siswa ini berupa point atau permen. Token ekonomi ini juga dapat digunakan pada anak usia dini, jika pada siswa yang lebih besar token ekonomi yang digunakan berupa poin atau permen, sedangkan untuk anak usia dini dapat berupa sesuatu yang lebih menarik seperti kartu, koin, dan lain-lain.
Di bidang pendidikan Abikoff dan Hecttman (Davison 2006 : 685) menyatakan bahwa yang diperlukan dalam penanganan perilaku anak dapat didasarkan pada prinsip pengkondisian operant. Program-program tersebut minimal menunjukkan keberhasilan jangka pendek dalam memperbaiki perilaku sosial dan akademik. Dalam penanganan tersebut, perilaku anak dipantau di rumah dan di sekolah, mereka diberi penguatan untuk berperilaku sesuai harapan, contohnya tetap duduk di kursi dan mengerjakan tugas-tugas mereka. Sistem poin dan papan bintang merupakan komponen umum dalam program-program tersebut. Anak-anak yang menjelang remaja mendapatkan poin dan anak-anak yang lebih muda mendapatkan bintang karena berperilaku tertentu, anak-anak kemudian dapat menukar poin dan bintang mereka dengan hadiah. Fokus program operant ini adalah meningkatkan karya akademik, menyelesaikan tugas-tugas rumah atau belajar keterampilan sosial spesifik.
Sungguh merupakan harapan bersama kedisiplinan dapat terwujud dalam keseharian masyarakat yang dimulai sejak dini. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai "EFEKTIVITAS PEMBERIAN REWARD MELALUI METODE TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN ANAK USIA DINI".

SKRIPSI HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS V

SKRIPSI HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0003) : SKRIPSI HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS V



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain munculnya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan diantaranya bidang pendidikan. Untuk menghadapinya dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Berbicara mengenai mutu pendidikan tidak akan lepas dari kegiatan belajar dimana aktivitas belajar siswa menunjukkan indikator lebih baik. Untuk mencapai pokok materi belajar siswa yang optimal tidak lepas dari kondisi dimana kemungkinan siswa dapat belajar dengan efektif dan dapat mengembangkan daya eksplorasinya baik fisik maupun psikis. Menumbuhkan motivasi belajar pada siswa di saat pembelajaran tidaklah mudah, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain pendidik, orang tua, dan siswa. Sehingga siswa memegang peranan dalam mencapai disiplin belajar. Sebab itulah sebagai pendidik haruslah dapat menumbuhkan motivasi siswanya agar siswa juga memiliki rasa disiplin dalam belajarnya sehingga hasil belajar juga akan meningkat.
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki tujuan yang sama dengan tujuan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar karena penyelenggaraan pendidikan bukan suatu yang sederhana tetapi bersifat kompleks. Banyak faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan baik faktor dari peserta didik maupun dari pihak sekolah. Salah satu faktor yang berasal dari diri peserta didik yaitu disiplin belajar yang rendah. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pendidikan salah satunya yaitu dengan meningkatkan disiplin belajar pada peserta didik. Agar proses belajar mengajar lancar maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib dengan penuh rasa disiplin yang tinggi. Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan atau keterikatan terhadap sesuatu peraturan tata tertib.
Di samping itu pendidikan anak dalam keluarga sering kali berlangsung secara tidak sengaja, dalam arti tidak direncanakan atau dirancang secara khusus guna mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan metode-metode tertentu seperti dalam pendidikan di sekolah. Pendidikan dalam keluarga sering kali dilaksanakan secara terpadu dengan pelaksanaan tugas atau kewajiban orang tua terhadap anak. 
Orang tua memegang peranan untuk menimbulkan motivasi belajar dalam diri siswa. Karena keberhasilan siswa dalam meningkatkan motivasi belajar tidak hanya ditentukan oleh kegiatan belajar mengajar di sekolah saja, tetapi juga perlu didukung dengan kondisi dan perlakuan orang tua (pola asuh di rumah) yang dapat membentuk kebiasaan belajar yang baik. Dari pengertian tersebut tampak jelas bahwa disiplin merupakan sikap moral seseorang yang tidak secara otomatis ada pada dirinya sejak ia lahir, melainkan dibentuk oleh lingkungannya melalui pola asuh serta perlakuan orang tua, guru, serta masyarakat. Individu yang memiliki sikap disiplin akan mampu mengarahkan diri dan mengendalikan perilakunya sehingga akan menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban terhadap peran-peran yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SD X, masih banyak siswa yang kurang disiplin terhadap peraturan sekolah yang tidak boleh datang terlambat atau membuat gaduh kelas saat pelajaran berlangsung. Saat upacara hari Senin masih ada saja yang terlambat dan lupa tidak membawa perlengkapan upacara. Lupa tidak mengerjakan tugas, lupa tidak membawa buku pelajaran dan masih banyak lagi. Hal seperti itu merupakan tugas guru dan orang tua untuk memperbaiki disiplin anak. Selain disiplin, anak sering kurang berminat terhadap belajar.
Berdasarkan berita di media cetak Kompas, di daerah Jogjakarta terjaring 14 pelajar yang membolos dari sekolah. Para siswa membolos ke tempat hiburan dan obyek wisata seperti area permainan playstation dan swalayan. Dengan berita itu membuktikan bahwa ketertarikan mereka terhadap belajar itu kurang. Melihat banyak siswa yang membolos saat pelajaran itu merupakan tugas guru untuk memperbaiki metode saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, agar siswa tidak bosan dan termotivasi untuk belajar. Sebagai orang tua juga harus memantau bagaimana perilaku anaknya saat di sekolah ataupun di rumah. Dan orang tua juga harus bisa memotivasi anaknya agar semangat dalam belajarnya.
Sikap disiplin dan motivasi belajar yang tinggi penting dimiliki oleh setiap siswa karena dengan disiplin dan motivasi belajar yang tinggi akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur. Siswa yang menyadari bahwa belajar tanpa adanya suatu paksaan, siswa menunjukkan perilaku yang memiliki kecenderungan disiplin yang tinggi dalam dirinya disamping itu juga akan timbul suatu motivasi dalam diri siswa. Mereka menyadari bahwa dengan disiplin belajar dan juga adanya motivasi belajar dalam dirinya akan mempengaruhi hasil belajar mereka. Hal ini terjadi karena dengan disiplin rasa segan, rasa malas, dan rasa membolos akan teratasi. 
Siswa memerlukan disiplin belajar dan adanya motivasi dalam belajar supaya dapat mengkondisikan diri untuk belajar sesuai dengan harapan-harapan yang terbentuk dari masyarakat. Siswa dengan disiplin belajar dan adanya motivasi yang tinggi akan cenderung lebih mampu memperoleh hasil belajar yang baik dibanding dengan siswa yang disiplin belajar dan kurangnya motivasi belajarnya rendah. Khususnya dalam mendalami pelajaran IPA, karena materi yang harus dipelajari cukup banyak dan IPA mencangkup beberapa pokok bahasan yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga dibutuhkan disiplin serta motivasi yang tinggi dari dalam diri siswa.
Siswa yang disiplin dalam belajar dan juga adanya motivasi belajar senantiasa bersungguh-sungguh dan berkonsentrasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas, siswa datang ke sekolah tepat waktu dan selalu mentaati tata tertib sekolah, apabila berada di rumah siswa belajar secara teratur dan terarah. Upaya untuk mengetahui tingginya tingkat disiplin belajar dan motivasi belajar siswa, peneliti mencoba untuk melaksanakan penelitian. Judul penelitian yang penulis angkat dalam penelitian ini yaitu "HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 
1. Apakah ada hubungan signifikan antara disiplin belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
2. Apakah ada hubungan signifikan antara motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
3. Apakah ada hubungan signifikan antara disiplin belajar dengan motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri X.
4. Apakah ada hubungan signifikan antara disiplin belajar dan motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 
1. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara disiplin belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
2. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
3. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara disiplin belajar dengan motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri X.
4. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara disiplin belajar dan motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu : 
1. Manfaat Akademik
Sebagai sumber informasi dan menambah pengetahuan baru bagi peneliti khususnya yang berkaitan dengan hubungan antara disiplin belajar dan motivasi belajar siswa dengan hasil belajar.
2. Manfaat Praktis
Memberi masukan kepada siswa akan pentingnya disiplin belajar dan motivasi belajar, bagi pihak sekolah akan pentingnya peraturan yang mengatur kedisiplinan siswa, dan bagi pihak orang tua untuk mendorong siswa untuk mempunyai motivasi belajar yang baik dan berdisiplin dalam belajar.