Search This Blog

Showing posts with label PGSD Kelas IV. Show all posts
Showing posts with label PGSD Kelas IV. Show all posts

SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA BERSATU DALAM KEBERAGAMAN

(KODE : PENDPGSD-0044) : SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA BERSATU DALAM KEBERAGAMAN

skripsi pgsd kurikulum 2013

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebuah lembaga pendidikan, baik dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi memiliki bentuk proses belajar-mengajar yang berbeda satu sama lain. Namun, pada dasarnya, semua lembaga pendidikan mengacu kepada satu hal yang sama, yaitu kurikulum. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Undang tersebut memiliki batasan bahwa dalam kurikulum terdapat dua aspek penting yang menjadi dasar. Aspek pertama adalah kurikulum dijadikan sebagai pegangan atau patokan bagi guru dalam proses belajar mengajar. Aspek kedua adalah kurikulum sebagai aturan dalam penentuan isi dan cara pelaksanaan proses belajar mengajar (Sanjaya, 2008 : 8). Kurikulum yang digunakan dalam lembaga pendidikan perlu digunakan dengan baik agar tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai.
Kurikulum terbaru yang saat ini tengah dipergunakan di beberapa lembaga pendidikan adalah Kurikulum 2013. Implementasi Kurikulum 2013 akan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi (Mulyasa, 2013 : 99). Kurikulum 2013 akan membuat para pelajar menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam kurikulum, peranan jenis bahan ajar menjadi penting untuk menunjang proses belajar mengajar. Isi kurikulum atau bahan ajar adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada siswa sebagai pembelajar dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan (Hidayat, 2013 : 62). Kurikulum memerlukan bahan ajar yang baik untuk diterapkan bagi siswa. Taba (dalam Hidayat, 2013 : 63) mengemukakan bahwa kriteria untuk memilih isi materi kurikulum haruslah menggambarkan pengetahuan yang sebenarnya, sesuai dengan kehidupan sosial dan budaya siswa, seimbang antara luas dan dalamnya materi, mencakup berbagai macam tujuan, sesuai dengan kemampuan dan pengalaman siswa dan sesuai kebutuhan juga minat siswa. Apabila semua unsur tersebut diperhatikan dalam penyusunannya, maka bahan ajar yang dihasilkan dapat menunjukkan bahwa bahan ajar tersebut baik dan dapat diterapkan di sebuah sekolah.
Uraian materi pokok pada bahan ajar menjadi dasar pengambilan dan penentuan materi ajar dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas oleh guru (Hidayat, 2013 : 62). Guru memegang peranan penting dalam menentukan materi pokok dalam suatu bahan ajar yang akan digunakan oleh siswa dalam pembelajaran. Bagi calon guru hendaknya perlu mempelajari untuk menyusun bahan ajar yang baik sehingga bila siswa mempelajari bahan ajar tersebut, siswa mampu memahaminya dan tujuan pembelajaran yang diharapkan oleh guru dapat tercapai.
Bahan ajar pada Kurikulum 2013 disusun dengan memperhatikan pendekatan tematik integratif. Pembelajaran dengan pendekatan tematik integratif menggunakan tema-tema tertentu (Trianto, 2010 : 78). Tema-tema dalam pembelajaran dengan jenis pendekatan tersebut digunakan untuk mewadahi berbagai jenis materi pembelajaran dari mata pelajaran yang berbeda-beda. Tema-tema yang digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan ini dimaksudkan untuk membuat pemahaman siswa menjadi lebih jelas. Maka, diperlukan sifat kreativitas dalam diri guru dalam menyusun bahan ajar yang menggabungkan beberapa materi pembelajaran dalam satu tema.
Isi dari bahan ajar yang digunakan dalam Kurikulum 2013 ini menuai berbagai macam komentar yang muncul dari para pendidik. Kurikulum yang dibahas secara lebih mendalam dalam penelitian ini adalah Kurikulum SD.
Peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas IV dan kepala sekolah dari suatu sekolah dasar yang telah menerapkan pembelajaran Kurikulum 2013. Wawancara dilakukan dengan guru kelas IV dan kepala SD X. Informasi yang didapatkan bahwa bahan ajar yang digunakan dalam Kurikulum 2013 secara keseluruhan dapat dikatakan masih belum dikatakan sempurna secara keseluruhan. Guru kelas IV dan kepala sekolah melihat materi dalam Kurikulum SD lebih sederhana dan lebih mengutamakan siswa sebagai pembelajar yang aktif. Pendekatan sains dalam Kurikulum 2013 yang diketahui oleh kedua narasumber adalah proses belajar mengarahkan para pembelajar memiliki keterampilan layaknya seorang saintis di mana terdapat kegiatan seperti mengamati, melakukan eksperimen, diskusi sampai kegiatan mengambil kesimpulan.
Guru kelas IV dan kepala sekolah juga mengutarakan bahwa pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 pada dasarnya sangat baik untuk membentuk pribadi siswa. Informasi lain yang didapat adalah mengenai penilaian otentik, guru kelas IV maupun kepala sekolah menjelaskan penilaian otentik begitu terlihat dari proses pembelajaran Kurikulum 2013. Penilaian menekankan adanya proses dan juga hasil yang diperoleh siswa.
Kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran Kurikulum 2013 juga kerap kali dialami oleh para guru saat menerapkan Kurikulum 2013. Guru kelas IV menyadari begitu banyak jawaban siswa atas pertanyaan yang ada pada bahan ajar. Beliau cenderung tidak tahu bagaimana mengarahkan jawaban siswa atas pertanyaan berupa pendapat yang cenderung begitu luas.
Kesulitan lainnya yang ditemukan adalah materi yang ada di bahan ajar kurang urut dan membuat siswa kurang begitu memahami secara runtut. Materi dalam satu tema juga cenderung terlalu banyak dan belum mendalam. Kepala SKKK mengutarakan bahwa kesulitan lainnya adalah isi bahan ajar agar cenderung bertele-tele. Kunci jawaban untuk setiap pertanyaan bahan ajar juga belum tersedia.
Kepala sekolah pun juga menambahkan bahwa waktu pelatihan untuk Kurikulum 2013 ini cenderung terlalu singkat. Pelatihan yang singkat membuat guru sedikit mengalami kebingungan saat menerapkannya. Penilaian yang ada pun juga sulit, karena guru perlu mengajar dan menilai secara langsung.
Guru kelas IV dan kepala sekolah menganggap bahwa Kurikulum 2013 masih perlu disempurnakan. Penyempurnaannya pada bagian kegiatan pembelajaran dan materi pada bahan ajar. Narasumber juga mengutarakan masih diperlukan adanya suplemen dalam bahan ajar Kurikulum, terutama dalam hal pembuatan soal dan penjelasan materi yang lebih mendalam.
Sekolah ini telah mampu secara mandiri mengembangkan bahan ajar sesuai dengan Kurikulum 2013. Pihak sekolah menggunakan materi yang diberikan oleh pemerintah dan mengembangkannya dengan memperjelas materi. Bahan ajar Kurikulum 2013 menurut guru kelas IV dan kepala sekolah sudah cukup sesuai dengan budaya lokal yang ada, namun belum begitu mendalam.
Kurikulum 2013 identik dengan penanaman karakter dalam diri siswa. Berbagai karakter dalam Kurikulum 2013 yang ada memiliki makna positif bagi pribadi siswa sehingga perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam pembelajaran. Setiap pembelajaran dapat menanamkan karakter yang berbeda-beda dalam diri siswa. Pembelajaran yang dialami oleh siswa pun menjadi lebih bermakna, karena siswa dapat berkembang baik secara pengetahuan maupun karakter yang dimilikinya.
Saran yang disampaikan oleh guru kelas IV dan kepala sekolah terkait dengan bahan ajar Kurikulum 2013 adalah pada isi bahan ajar sendiri. Isi dalam bahan ajar yang menurut beliau perlu diperbaiki yaitu isi pertanyaan, bentuk kegiatan dalam pembelajaran dan cakupan materi. Bahan ajar yang digunakan oleh para siswa hendaknya sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar.
Berdasarkan hasil wawancara dari kepala sekolah dan guru kelas IV menunjukkan bahwa bahan ajar Kurikulum SD 2013 yang sekarang telah digunakan dalam pembelajaran, masih perlu disempurnakan. Beberapa bagian seperti materi, bentuk soal serta penilaiannya masih perlu dilengkapi dan dibuat menjadi lebih jelas. Maka, diharapkan bahan ajar yang disusun untuk siswa dapat menunjang pemahaman siswa akan materi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis ingin mengembangkan bahan ajar mengacu kepada Kurikulum 2013 untuk siswa kelas IV SD.

SKRIPSI PGSD PERAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN IPS DI KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0042) : SKRIPSI PGSD PERAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN IPS DI KELAS IV

contoh skripsi pgsd kelas iv

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia untuk meningkatkan kualitas hidup dan kemampuannya agar berguna untuk diri maupun orang di sekitarnya. Pentingnya pendidikan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan diri, masyarakat, bangsa dan negara" (Depdiknas 2010 : 12).
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi setiap orang untuk mewujudkan harapan dan cita-cita demi kelangsungan hidupnya.
Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari peran guru sebagai pendidik. Menurut UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, "Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah". Di dalam proses pembelajaran, hal terpenting terletak pada interaksi guru dengan siswa. Guru mengharapkan siswa dapat berperan aktif, untuk mendukung pembelajaran yang interaktif.
Partisipasi siswa dalam pembelajaran tidak terlepas juga dari peran guru yang merupakan penentu keberhasilan pembelajaran di kelas. Hal tersebut juga terdapat dalam tujuan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yang menyatakan bahwa seorang guru dalam menjalankan peranannya harus memiliki kemampuan untuk bisa mengembangkan setiap potensi yang ada pada peserta didik.
Proses pembelajaran di sekolah diharapkan dapat mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang berwawasan dan memiliki perilaku sosial yang tinggi. Pendidikan tentang sosial di sekolah bersinggungan dengan mata pelajaran yaitu IPS. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan (Sapriya, 2009 : 20). Dalam Pasal 37 UU Sisdiknas dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah Depdiknas (dalam Mulyasa, 2008 : 45). Pembelajaran IPS perlu diberikan kepada siswa SD karena IPS merupakan mata pelajaran yang mengajarkan siswa dalam mengenal lingkungan sosial di masyarakat, mengajarkan siswa agar lebih peka terhadap permasalahan yang ada di masyarakat, dan mengajarkan siswa mengenal nilai-nilai sosial di masyarakat, serta untuk mengajarkan siswa dalam mengatasi masalah yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
Mengingat konteks mata pelajaran IPS sedemikian luasnya maka dalam pembelajaran IPS dibutuhkan peranan guru yang sangat baik sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Untuk itu guru harus mampu memiliki kompetensi dan peran yang sesuai dalam pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Secara konseptual peran guru dalam proses pembelajaran meliputi banyak hal antara lain informatory, organisator, motivator, direktor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator (Sardiman, 2014 : 144-146). Akan tetapi kini guru hanya dipahami sebagai tenaga pengajar semata. Fenomena kurang pemahaman guru terhadap perannya perlu mendapat perhatian sehingga guru lebih optimal dalam menjalankan perannya. Guru sekarang dituntut lebih maju, lebih pintar, memahami hal-hal baru sesuai dengan perkembangan zaman. Terlebih dalam pembelajaran IPS guru harus kreatif dan memiliki inovasi dalam mengembangkan pembelajaran sehingga pembelajaran terlihat menyenangkan dan tidak membosankan.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia, ternyata hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Selain itu, terdapat survey dari Political and Economic Risk Consultant (PERC) kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan ke 12 dari 12 negara di ASIA. Melihat kondisi seperti itu, untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia maka diperlukan usaha dan peran guru sebagai pendidik dalam mewujudkan suasana pembelajaran yang kondusif. Dengan optimalnya peran guru diharapkan siswa akan lebih aktif, kreatif, dan senang dalam mengikuti pembelajaran, sehingga tujuan dari pembelajaran dapat terwujud.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti dalam pembelajaran IPS guru sering menyampaikan materi dengan bermacam-macam metode agar siswa lebih memahami setiap pesan yang disampaikan oleh guru, guru juga memberikan motivasi kepada siswa ketika pembelajaran. Selain itu guru menggunakan media pembelajaran sebagai penunjang untuk memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan, dan ketika pembelajaran guru juga sudah membimbing siswa dengan baik sehingga pembelajaran berlangsung secara kondusif. Hal ini menunjukkan bahwa guru melakukan perannya diantaranya yaitu perencana, motivator, fasilitator, dan pembimbing.
Penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hikmah, Yohanes Bahari, Imran pada tahun 2015 dengan judul "PERANAN GURU DALAM MEMBINA PERILAKU SISWA BERMASALAH PADA PROSES BELAJAR MENGAJAR SOSIOLOGI KELAS XI SMK NEGERI 01 PANGKALAN BUN" dengan hasil, adapun peranan guru dilihat dari tiga peranan penting yaitu, peranan guru sebagai teladan berupa menjadi contoh bagi siswa, menggunakan bahasa yang santun dan mendidik, mau bekerja keras, dan datang ke sekolah tepat waktu. Sebagai motivator berupa mendorong siswa untuk belajar sungguh-sungguh, memberikan penguatan kepada siswa, dan menanamkan disiplin bagi siswa untuk mengikuti pelajaran di kelas. Peranan guru sebagai pengawas berupa memberikan nasihat dan peringatan kepada siswa yang melakukan pelanggaran dan memberikan hukuman yang mengandung efek jera. 
Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Veny Widayanti pada tahun 2014 dengan judul "PENGARUH PERAN GURU TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATA PELAJARAN ALAT UKUR" dengan hasil, peran guru diukur dengan menggunakan enam indikator yaitu, memberikan bantuan kepada siswa dengan menceritakan sesuatu yang baik, memberikan jawaban langsung pada pertanyaan yang diminta oleh siswa, memberikan kesempatan untuk berpendapat/memberikan evaluasi, member kesempatan menghubungkan dengan pengalamannya sendiri, penerapan prinsip-prinsip kerja praktek otomotif, dan penerapan sebagai motivator. Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai peran guru menunjukkan 38 siswa (48,7%) memiliki tanggapan cukup, 37 siswa (47,4%) memiliki tanggapan tinggi, 2 siswa (2,6%) memiliki tanggapan sangat tinggi, dan 1 siswa (1,3%) memiliki tanggapan rendah. Dapat disimpulkan sebagian besar siswa kelas X TKR SMK Ganesa Demak, yaitu 48,7% memiliki keyakinan bahwa selama ini guru mempunyai peran cukup tinggi dalam proses pembelajaran di kelas. 
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti mengkaji permasalahan tersebut melalui judul "PERAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN IPS DI KELAS IV SD X".

SKRIPSI PGSD PENGARUH METODE SCRAMBLE TERHADAP HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN TEMATIK TERINTEGRASI KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0041) : SKRIPSI PGSD PENGARUH METODE SCRAMBLE TERHADAP HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN TEMATIK TERINTEGRASI KELAS IV

contoh skripsi pgsd kelas iv

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar-mengajar merupakan salah satu kegiatan penting. Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan kegiatan mengajar-belajar. Berbagai usaha telah dilakukan oleh guru SD dengan harapan bahwa materi pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut dapat dipahami dan dikuasai oleh anak didiknya.
Menurut Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk mewakili kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010 : 2). Proses yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan perilaku ini disebut dengan proses belajar. Proses belajar merupakan suatu aktivitas psikis/mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relative konstan dan berbekas. Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi dalam pembelajaran adalah melihat hasil belajar siswa yang didapatkan selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil belajar pada dasarnya merupakan suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat latihan atau pengalaman. Aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan digunakan untuk penilaian dalam proses belajar mengajar.
Mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar (Slameto, 2010 : 30). Interaksi yang diupayakan guru baik di dalam kelas maupun di luar kelas, memposisikan hubungan antara guru dengan siswa atau sebaliknya, dan hubungan siswa dengan siswa. Guru, siswa dan materi pelajaran adalah tiga unsur utama yang terlibat langsung dalam proses ini agar tujuan pembelajaran tercapai.
Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan sederajat saat ini telah dikembangkan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menggunakan metode pembelajaran tematik integratif. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dad berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Salah satu penekanan pada kurikulum 2013 adalah penilaian Autentik (authentic assessment). Penilaian Autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). (Kusnandar, 2013 : 35).
Salah satu sekolah yang ditunjuk yaitu SD Negeri X sebagai contoh sekolah pelaksanaan kurikulum 2013. Pemerintah sangat mendukung dengan adanya kurikulum 2013 karena tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (Sikap, Keterampilan, Pengetahuan). Namun, pelaksanaan Kurikulum di sekolah tersebut masih belum optimal, hal itu disebabkan karena guru belum memahami secara menyeluruh mengenai pelaksanaan kurikulum 2013 dan guru mengajar hanya dengan berpedoman pada bahan ajar dari pemerintah. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi. Karena dalam setiap pembelajaran cenderung banyak menggunakan metode ceramah. Hal ini sangat berpengaruh pada rendahnya hasil belajar siswa. Sehingga berakibat siswa banyak yang tidak mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dan hasil yang kurang memuaskan.
Metode mengajar merupakan bagian dari perangkat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar-mengajar. Metode mengajar yang tepat sangat berperan dalam membantu siswa untuk memahami materi yang disampaikan. Bahkan siswa akan semakin bersemangat dan merasa senang untuk belajar bila metode mengajar guru sangat menarik dan mudah dipahami. Sebaliknya bila metode yang digunakan tidak menarik, sukar dimengerti justru membosankan bagi siswa.
Upaya untuk mengatasi permasalahan pendidikan yang ada dalam proses pembelajaran diperlukan penerapan metode pembelajaran yang inovatif. Tujuan penerapan model pembelajaran pada kurikulum 2013 adalah agar proses pembelajaran lebih berbobot, lebih bermakna. Siswa sebagai komponen yang diberi perlakuan, mampu untuk melakukan aktifitas belajar dengan senang, riang dan gembira tanpa meninggalkan arti keseriusan pembelajaran. Siswa mengikuti pembelajaran tanpa tekanan dan juga tanpa paksaan. Pembelajaran menjadi lebih menarik bagi siswa khususnya dan bagi sekolah pada umumnya sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dari setiap kompetensi dasar bisa tercapai dan siswa mampu melakukan belajar tuntas. Salah satu metode pembelajaran yang inovatif yaitu metode scramble.
Menurut Taylor, Robert B. (2001 : 303) Scramble merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan konsentrasi dan kecepatan berpikir siswa. Proses belajar dalam kelompok akan membantu siswa menemukan dan saling berinteraksi antara satu sama lain. Teori perkembangan yang mempengaruhi metode scramble yaitu teori Piaget. Menurut Warsita (2008 : 69) proses belajar seseorang akan mengikuti pola tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Sesuai dengan tahap operasional konkret (6-12 tahun), anak dapat menyusun kata yang telah diacak susunannya. Metode pembelajaran ini diharapkan hasil pembelajaran akan lebih meningkat bagi siswa dan pada akhirnya siswa dapat menemukan banyak hal yang menarik yang ditemukan dalam proses pembelajaran. Maka dari itu, akan diadakan penelitian yang dibantu oleh guru kelas dalam menerapkan metode scramble.
Dengan demikian diharapkan metode scramble berpengaruh terhadap hasil belajar tematik terintegrasi siswa kelas IV Semester II di SD Negeri X. Penelitian terdahulu yang relevan yaitu Dames, Poppy (2012) dalam skripsinya yang berjudul "PENGARUH PENGGUNAAN METODE SCRAMBLE TERHADAP HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SISWA KELAS IV SEMESTER II SEKOLAH DASAR NEGERI SIDOREJO LOR 02 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2011/2012". Hasil penelitian ini menunjukan ada nya perbedaan rata-rata hasil posttest kelas eksperimen yaitu 71,36 lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil posttest kelas kontrol 63,00. Uji t menunjukan signifikansi 2,721 dengan probabilitas 0,009 < 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pada pembelajaran IPS yang menggunakan metode scramble dengan pembelajaran IPS yang menggunakan pendekatan konvensional. Sehingga dapat diterapkan pada penelitian yang akan diteliti.

SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN TEKNIK QUICK ON THE DRAW TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR SUMBER DAYA ALAM SISWA KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0038) : SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN TEKNIK QUICK ON THE DRAW TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR SUMBER DAYA ALAM SISWA KELAS IV

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Pendidikan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki manusia secara optimal, yaitu pengembangan potensi individu yang setinggi-tingginya dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosio-budaya dimana dia hidup (Taufiq 2010 : 1.2).
Crow and crow (1960) dalam Taufiq (2010 : 1.3) mengemukakan bahwa harus diyakini fungsi utama pendidikan adalah bimbingan terhadap individu manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga dia memperoleh kepuasan dalam seluruh aspek kehidupan pribadi dan kehidupan sosialnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan pasal 3 menyebutkan : 
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka perlu diwujudkan melalui pendidikan yang bermutu di setiap satuan pendidikan. Salah satu upaya untuk menciptakan pendidikan yang bermutu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab IV Standar Proses pasal 19 yaitu dengan menyelenggarakan proses pembelajaran pada satuan pendidikan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Rochman Natawidjaja (Taufiq 2010 : 5.21) mengemukakan lima unsur yang mempengaruhi kegiatan belajar siswa di sekolah, yaitu unsur tujuan, pribadi siswa, bahan pelajaran, perlakuan guru, dan fasilitas. Guru adalah faktor kunci dalam kegiatan belajar anak di sekolah. Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah karena sebagai manajer pembelajaran, membuat rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran secara efektif, menguasai materi dan metode pembelajaran, mengevaluasi proses dan hasil belajar, memotivasi dan membantu tiap anak untuk mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangan dan kesempatan yang dimiliki anak.
Guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga bisa membuat siswa merasa nyaman, aktif dan berminat mengikuti proses pembelajaran yang nantinya bisa berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan karena hasil belajar siswa dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran yang baik harus disesuaikan dengan karakteristik perkembangan dari siswa, sehingga siswa dapat menerima dan memahami materi dengan baik.
Sanjaya (2009 : 135) mengemukakan bahwa dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya, sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa. Pembelajaran yang berorientasi pada siswa ditegaskan pula oleh Silberman (2009 : 6) bahwa ketika belajar secara pasif, siswa mengalami proses tanpa rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan, dan tanpa daya tarik pada hasil. Ketika belajar secara aktif, siswa mencari sesuatu. Siswa ingin menjawab pertanyaan, memerlukan informasi untuk menyelesaikan masalah, atau menyelidiki cara untuk melakukan pekerjaan. Dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran IPA guru harus mampu menggunakan model pembelajaran yang bisa mengaktifkan siswa sehingga siswa berminat untuk ikut serta dalam pembelajaran dan menjadi tertarik untuk belajar IPA.
Pembelajaran yang berorientasi pada siswa menuntut guru untuk kreatif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Salah satu cara yang digunakan agar siswa terlibat aktif dalam pembelajaran yaitu dengan penggunaan model pembelajaran tertentu. Semua mata pelajaran membutuhkan penerapan model, metode dan teknik pembelajaran tertentu. Namun dalam penerapannya tetap perlu disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, karena tidak semua model, metode dan teknik dapat digunakan untuk semua materi. Salah satu mata pelajaran yang perlu menggunakan model pembelajaran yang sesuai yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Sesuai dengan pendapat Darmodjo (1992) dalam Samatowa (2011 : 3) bahwa IPA secara singkat dapat diartikan sebagai pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan segala isinya. Maka dengan mata pelajaran IPA diharapkan dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan objektif. IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari alam dan lingkungan sekitar. IPA penting bagi siswa karena dengan IPA, diharapkan siswa dapat mengenal lingkungan alam dan sumber daya yang ada di sekitarnya, sehingga dapat menggunakan sumber daya alam tersebut dengan sebaik-baiknya serta dapat memelihara, menjaga dan melestarikannya. Maka salah satu materi IPA yang ada di SD kelas IV semester 2 yaitu materi tentang sumber daya alam. Dengan materi sumber daya alam siswa bisa menjadi mengetahui arti dari sumber daya alam, jenis-jenis sumber daya alam, dan cara memanfaatkannya.
Samatowa (2011 : 2) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA di SD hendaknya membuka kesempatan bagi siswa untuk memupuk rasa ingin tahu siswa secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus pembelajaran IPA di SD ditujukan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup. Selain itu, dalam pembelajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak siswa memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar.
Hurriyati (2010) berpendapat bahwa IPA tidak dapat diajarkan sebagai suatu materi pengetahuan, yang disampaikan dengan metoda ceramah melainkan melalui pembelajaran siswa aktif. Namun dalam kenyataannya guru belum banyak menerapkan model pembelajaran inovatif yang mampu mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Guru masih lebih suka mengajar dengan model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered instruction).
Philip R Wallace (Sunarto : 2009) mengatakan bahwa dalam pembelajaran yang berpusat pada guru, guru hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima. Pembelajaran model tersebut biasa disebut dengan pembelajaran konvensional. Hal ini diungkapkan oleh Brooks dan Brooks (1993) dalam Warpala (2009) penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses "meniru" dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes standar.
Hamdani (2011 : 166) menyebutkan dalam pembelajaran konvensional juga dikenal adanya belajar kelompok, namun memiliki perbedaan yang prinsipil dengan kerja kelompok di pembelajaran kooperatif diantaranya yaitu memfokuskan pada prestasi individu, dalam proses belajar hanya sedikit terjadi proses diskusi antar siswa, kemampuan sosial diabaikan, pembentukan kelompok diabaikan bahkan tidak ada, yang ada berupa kelompok besar yaitu kelas.
Pembelajaran yang masih berpusat pada guru juga disampaikan oleh guru kelas IV SD X, bahwa pembelajaran IPA masih dilaksanakan secara konvensional, guru masih mendominasi proses pembelajaran dan menyajikan pembelajaran dengan metode pembelajaran yang monoton yaitu ceramah, pemberian soal latihan dan pekerjaan rumah serta jarang menggunakan media pembelajaran. Kurangnya variasi dalam proses pembelajaran ini akan berpengaruh terhadap partisipasi dan perhatian siswa terhadap materi pelajaran, padahal partisipasi dan perhatian merupakan beberapa tanda bahwa siswa memiliki minat untuk belajar pelajaran tersebut. Padahal minat memiliki peranan yang penting dalam proses belajar siswa.
Minat merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi belajar siswa. Menurut Sunarto (2009) apabila seseorang memiliki minat yang besar terhadap suatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. Apabila minat belajar siswa terhadap IPA kurang, maka bisa berdampak juga pada hasil belajar siswa kurang baik. Ini terbukti dari data yang peneliti peroleh di sekolah tempat penelitian, prosentase hasil belajar siswa yang mendapatkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran IPA masih kurang dari 75%. Hasil belajar tersebut menunjukkan guru perlu mengadakan variasi dalam pembelajaran yang dapat memudahkan pemahaman siswa serta dapat menumbuhkan bahkan meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran IPA.
Alternatif yang sesuai dengan permasalahan tersebut yaitu menerapkan model pembelajaran kooperatif. Dengan model pembelajaran ini, keaktifan dan kemampuan interaksi siswa dapat meningkat. Suprijono (2012 : 54) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Menurut Johnson, Johnson and Holubec (2010), "Cooperative learning is the instructional use of small groups so that students work together to maximize their own and each other's learning". Pendapat tersebut bermakna bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil sehingga siswa bekerja sama untuk memaksimalkan diri mereka dan untuk belajar satu sama lain.
Model pembelajaran kelompok menurut Sanjaya (2009 : 241) yaitu rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu adanya : (1) peserta dalam kelompok; (2) aturan kelompok; (3) upaya belajar setiap anggota kelompok; (4) tujuan yang harus dicapai. H. Karli dan Yuliariatiningsih dalam Hamdani (2011 : 165) juga menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih.
Prinsip pembelajaran kelompok pada pembelajaran kooperatif menurut Hamdani (2011 : 166) diantaranya yaitu (1) memfokuskan pada prestasi kelompok. (2) Sesama anggota kelompok akan saling membantu, mendorong, dan saling memotivasi dalam proses belajar. (3) Setiap anggota kelompok akan saling bertanggung jawab demi tercapainya kerja kelompok yang optimal. (4) Kepemimpinan menjadi tanggung jawab semua anggota kelompok.
Selain itu, ada 5 bagian dasar dari kooperatif menurut Johnson and Johnson (2010 : 8-9) yaitu : (1) Harus ada rasa saling ketergantungan positif yang kuat, jadi setiap individu-individu percaya mereka berhubungan dengan yang lain sehingga mereka tidak dapat sukses kecuali dengan bekerja sama. (2) Setiap anggota kelompok harus menjadi pribadi yang bertanggung jawab untuk bekerja atas bagian pekerjaannya. (3) Teman bekerja sama harus berkesempatan untuk mengembangkan kesuksesan yang lain dengan saling membantu, mendorong, dan saling memuji dengan yang lainnya untuk berusaha agar berprestasi. (4) Kerjasama memerlukan keterampilan dalam berhubungan dan kelompok kecil, seperti kepemimpinan, membuat keputusan, membangun kepercayaan, dan keterampilan mengatasi permasalahan. (5) Kelompok kooperatif memerlukan proses berkelompok, yang mana keberadaannya ketika anggota kelompok berdiskusi bagaimana baiknya mereka mencapai tujuan mereka dan mempertahankan hubungan kerjasama.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa pembelajaran kooperatif selain memberikan aktivitas belajar yang menyenangkan bagi siswa dan bisa mengaktifkan siswa di kelas, pembelajaran kooperatif juga ternyata memiliki manfaat melatih kemampuan sosial siswa. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat dari Kagan bahwa "cooperative learning has a positive impact on the social skills of students" yang artinya yaitu pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif pada keterampilan sosial siswa. Pembelajaran kooperatif membelajarkan siswa untuk bertanggung jawab dan bekerjasama dengan teman anggota sekelompok untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah secara bersama-sama.
Salah satu teknik dari model kooperatif yaitu teknik quick on the draw. Teknik quick on the draw merupakan salah satu teknik pembelajaran yang berlandaskan konsep pembelajaran kooperatif yang digagas oleh Paul Ginnis. Dalam teknik ini Ginnis menginginkan agar siswa bekerja sama secara kooperatif pada kelompok-kelompok kecil dengan tujuan untuk menjadi kelompok pertama yang menyelesaikan satu set pertanyaan yang telah disiapkan oleh guru (Syahrir 2012). Quick on the draw dapat diartikan berpikir cepat atau mengambil dengan cepat (Echols dan Shadily 2000 : 197).
Teknik quick on the draw termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena jika dilihat dari langkah-langkah pelaksanaannya teknik quick on the draw ini memuat unsur-unsur penting yang ada dalam pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran teknik quick on the draw yaitu guru menyiapkan satu set pertanyaan. Tiap pertanyaan ditulis di kartu yang berbeda dengan warna kertas yang berbeda. Letakkan satu set pertanyaan tersebut di atas meja guru. Kelas dibagi menjadi 3 atau 4 kelompok. Berikan setiap kelompok materi sumber. Saat permainan mulai, satu orang dari kelompok lari ke meja guru mengambil pertanyaan pertama. Dengan menggunakan sumber materi, kelompok menjawab dan menulis jawaban di lembar terpisah. Jawaban dibawa ke guru oleh orang kedua, guru memeriksa jawaban, jika jawabannya akurat dan lengkap, pertanyaan kedua mereka ambil begitu seterusnya. Yang menjadi pemenang adalah kelompok yang pertama menjawab semua pertanyaan.
Teknik pembelajaran quick on the draw ini sangat sesuai dengan karakteristik anak sekolah dasar. Sesuai dengan pendapat Hurlock (2008 : 146) yang menyebutkan bahwa masa anak sekolah dasar merupakan masa berkelompok dan masa bermain. Selain itu, menurut Danim (2010 : 62) keterampilan motorik pada anak usia sekolah dasar, salah satu diantaranya bahwa anak-anak suka lari. Dengan menerapkan teknik pembelajaran quick on the draw maka guru sudah menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan harapannya dapat meningkatkan keaktifan siswa, minat dan hasil belajar siswa.
Sampai saat ini teknik pembelajaran quick on the draw belum banyak digunakan dalam proses pembelajaran khususnya materi sumber daya alam. Oleh karena itu, peneliti tertarik ingin mengetahui : KEEFEKTIFAN TEKNIK QUICK ON THE DRAW DALAM PEMBELAJARAN IPA KHUSUSNYA MATERI SUMBER DAYA ALAM DI KELAS IV.

SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN MODEL TIPE COURSE REVIEW HORAY TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PESERTA DIDIK KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0034) : SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN MODEL TIPE COURSE REVIEW HORAY TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PESERTA DIDIK KELAS IV

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas manusia dengan segala upaya secara sadar untuk mengubah tingkah laku seseorang dalam keberlangsungan pembangunan bangsa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melaksanakan proses pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.
Selaras dengan pernyataan di atas, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang terkait dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS mengarahkan peserta didik untuk menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga yang cinta damai. Oleh sebab itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan untuk menyesuaikan terhadap kondisi sosial di masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis.
Pembelajaran IPS yang dilakukan seorang guru harus interaktif dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Keberhasilan dari kegiatan pembelajaran dapat dicapai apabila guru melaksanakan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik. Keefektifan pembelajaran bagi peserta didik di kelas dapat dicapai dengan perencanaan yang tepat, pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang baik, pengalaman pembelajaran bermakna, indikator dan penilaian proses pembelajaran. Untuk menciptakan keefektifan pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, maka diperlukan model dan strategi pembelajaran agar menunjang proses pembelajaran dan memberikan pengalaman pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik (Trianto, 2014 : 19).
Model pembelajaran Course Review Horay adalah salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Model pembelajaran Course Review Horay merupakan model pembelajaran inovatif yang menciptakan pembelajaran yang efektif dengan suasana yang meriah, menyenangkan dan menarik. Model pembelajaran ini juga melatih peserta didik untuk saling menghargai, berdiskusi dan kerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Sehingga model pembelajaran Course Review Horay dapat menciptakan kelas dengan pembelajaran yang efektif yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia (Huda, 2014 : 229-230).
Berbeda dengan pernyataan di atas, pembelajaran yang terjadi di Indonesia masih rendah. Supardi (2012 : 114) menyatakan model kegiatan pendidikan di Indonesia lebih banyak menyeragamkan pola pengajaran secara klasikal dengan slogan "masuk bareng keluar bareng" yang menyalahi dari konsep pendidikan yang sesungguhnya. Pembelajaran di sekolah sebagai salah satu bentuk model pendidikan, seharusnya dilakukan dengan azas demokrasi yang disesuaikan dengan potensi dan kecepatan daya tangkap masing-masing peserta didik. Selain itu, faktor proses dan hasil dari pembelajaran juga mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dalam laporan UNESCO pada tahun 2012 yang mengungkapkan bahwa Indonesia berada diperingkat ke-64 dari 120 negara berdasarkan Education Development Index (EDI) atau Indeks Pembangunan Pendidikan. Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender, angka bertahan siswa hingga kelas V Sekolah Dasar (Jakaria, 2014 : 500). Dari permasalahan diatas, maka harus dilakukan peningkatan kualitas pendidikan dengan meningkatkan kualitas pembelajaran, penggunaan model inovatif pembelajaran, sarana dan prasarana pembelajaran sekolah.
Rendahnya kualitas pembelajaran di Indonesia juga terjadi di SDN Gugus X. Hasil pembelajaran IPS untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan peserta didik masih rendah. Pada proses pembelajaran IPS di SDN Gugus X, guru masih menerapkan model pembelajaran expository didominasi metode ceramah. Proses pembelajaran yang tidak menggunakan model pembelajaran inovatif dan berpusat pada guru mengakibatkan peserta didik menjadi pasif dan tidak tertarik dengan materi yang diberikan guru. Hal ini sangat mempengaruhi hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan hasil wawancara terstruktur didapatkan informasi bahwa proses pembelajaran IPS guru menggunakan model pembelajaran ekspositori yang didominasi metode ceramah, dan tidak ada model pembelajaran inovatif yang digunakan dalam pembelajaran. Saat pembelajaran berlangsung, peserta didik diberi penjelasan materi yang banyak sehingga materi tidak dikuasai peserta didik dengan optimal. Peserta didik juga kurang giat mengulang pelajaran IPS, kurang fokus dalam pelajaran, rasa kantuk yang menular ke peserta didik lain dan rasa bosan terhadap pembelajaran sehingga terkadang guru mengambil langkah untuk bernyanyi bersama sambil tepuk tangan untuk mengembalikan semangat belajar peserta didik. Rasa senang yang dirasakan peserta didik dapat mengembalikan pembelajaran yang kondusif Ditemukan hasil belajar beberapa peserta didik belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan, yaitu 67. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian yang memberikan inovasi pembelajaran dengan suasana belajar yang lebih menarik, interaktif, menyenangkan karena peserta didik dapat bermain dan bernyanyi bersama serta memberikan ruang untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang efektif.
Belajar efektif mempunyai arti penting bagi setiap peserta didik. Belajar adalah bentuk kegiatan psikologis, fisik, dan sosial menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Belajar akan mengolah kegiatan jiwa dan raga untuk mendapatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku dari belajar bersifat permanen sebagai hasil dari interaksi pengalaman dengan lingkungannya (Suprijono, 2013 : 3).
Model pembelajaran sebagai suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori melalui pengalaman belajar dan praktik empirik. Pembelajaran Course Review Horay (CRH) merupakan cara pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa yang dapat menjawab benar diwajibkan berteriak 'hore!!' atau yel-yel lainnya. Metode ini menguji pemahaman siswa dalam menjawab soal, di mana soal tersebut dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor (Huda, 2014 : 229).
Model Course Review Horay (CRH) termasuk model pembelajaran kooperatif yang merupakan bagian dari strategi pembelajaran inovatif dan dapat mendorong peserta didik menjadi aktif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang diyakini sebagai praktik pedagogis untuk meningkatkan proses pembelajaran, gaya berpikir tingkat tinggi, perilaku sosial sekaligus kepedulian terhadap peserta didik yang memiliki latar belakang kemampuan, penyesuaian, dan kebutuhan yang berbeda-beda. Aktivitas pembelajaran kelompok bahwa setiap peserta didik bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan meningkatkan pembelajaran anggota dalam kelompoknya (Huda, 2015 : 27).
Proses pembelajaran model Course Review Horay dapat memacu peserta didik untuk selalu berinteraksi dengan tim, berpikir kritis untuk menyelesaikan masalah bersama, munculnya ide-ide kreativitas, dan menjaga kekompakan tim. Keunggulan dari model ini adalah strukturnya yang menarik, tidak monoton karena diselingi dengan hiburan sehingga suasana tidak menegangkan, semangat belajar yang meningkat karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan dan skill kerja sama antar siswa yang semakin terlatih (Huda, 2014 : 231).
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horay terhadap pembelajaran IPS materi masalah sosial dengan Standar Kompetensi 2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kab/kota dan provinsi dan Kompetensi Dasar 2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya akan menciptakan keefektifan pembelajaran, pengalaman yang bermakna, dan tercapainya tujuan pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS yang mengkaji konsep kehidupan nyata dan masalah sosial di masyarakat akan terbantu dengan penerapan model pembelajaran Course Review Horay. Pembelajaran IPS dengan model pembelajaran Course Review Horay dapat mendorong peserta didik dalam menerapkan bimbingan oleh tim, meningkatkan motivasi belajar, menggali makna pengetahuan, mengungkap sudut pandang pengetahuan yang berbeda, menciptakan pemahaman yang bermakna, menghargai pendapat antara anggota, dan memberikan ruang untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. Penggunaan model inovatif ini memotivasi peserta didik untuk lebih aktif dan giat dalam proses pembelajaran serta menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif dan ideal. Selain itu, pembelajaran model pembelajaran Course Review Horay secara tidak langsung akan meningkatkan hasil belajar IPS peserta didik.
Keunggulan dari model Course Review Horay dalam pembelajaran tersebut menjadi bahan menarik bagi peneliti dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik. Penelitian model pembelajaran Course Review Horay pernah dilakukan beberapa peneliti, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Widyani Made dkk pada tahun 2014 dengan judul "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COURSE REVIEW HORAY (CRH) BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PESERTA DIDIK KELAS V SD SARASWATI 2 DENPASAR". Hasil penelitian menunjukkan uji-t diperoleh t hitung = 8,35 dan taraf signifikan 5%, sehingga terdapat perbedaan hasil belajar IPA dengan model Course Review Horay (CRH) dengan rata-rata sebesar 76,43 sedangkan pembelajaran konvensional dengan rata-rata 70,75. Pada tahun 2013 Liliana dkk telah melakukan penelitian dengan judul "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN EKONOMI". Hasil penelitian menunjukan nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibanding kelas kontrol. Penelitian dengan judul "KEFEKTIFAN MODEL COURSE REVIEW HORAY TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS" yang dilakukan oleh Meidian Kusumahati memberikan hasil thitung > ttabel (5,1311 > 2, 373). Hal ini menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan model Course Review Horay lebih tinggi dengan rata-rata 81,25 dibanding pembelajaran konvensional dengan rata-rata nilai 68,55.
Pada penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan dalam penelitian tersebut terletak pada model pembelajaran, fokus terhadap hasil belajar dan instrument observasi serta tes dalam melaksanakan penelitian. Persamaan lain yang terlihat yaitu hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran yang menggunakan Course Review Horay mengalami peningkatan yang signifikan. Sedangkan perbedaan pada penelitian tersebut terletak pada media penelitian, mata pelajaran yang akan diteliti, subyek penelitian dan rancangan desain penelitian.
Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian kuasi eksperimen. Penelitian menggunakan metode eksperimen dan nonequivalent control group design. Penelitian ini mencari pengaruh perlakuan model Course Review Horay terhadap hasil belajar IPS peserta didik. Pada penelitian terdahulu, diketahui bahwa model Course Review Horay dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik sehingga penelitian tersebut dapat sebagai acuan dan memperkuat teori dalam penelitian ini. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan variabel yang sama dan lokasi penelitian yang lebih luas dibanding dengan penelitian sebelumnya. Peneliti juga menggunakan instrument yang mencakup wawancara terstruktur, observasi, tes dan dokumentasi. Adanya indikator hasil belajar yang lebih jelas dalam aspek kognitif mencakup pengetahuan, pemahaman, penerapan, dan analisis sehingga proses pencapaian hasil belajar peserta didik terlihat dengan jelas. Kejelasan dari hasil belajar tercermin dari tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan yang dikuasai peserta didik sebagai dasar penilaian. Sehingga, hasil belajar menandakan hasil tercapainya tujuan dari proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti memandang penting penelitian ini untuk menambah kajian tentang model pembelajaran Course Review Horay dan hasil belajar. Dengan demikian, judul penelitian yang peneliti laksanakan adalah "KEEFEKTIFAN MODEL TIPE COURSE REVIEW HORAY TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PESERTA DIDIK KELAS IV SDN DI GUGUS X".

SKRIPSI PGSD ANALISIS PERILAKU AKADEMIK SISWA KELAS IV PADA DISKUSI PEMBELAJARAN PKN SD

(KODE : PENDPGSD-0032) : SKRIPSI PGSD ANALISIS PERILAKU AKADEMIK SISWA KELAS IV PADA DISKUSI PEMBELAJARAN PKN SD

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu usaha secara sadar yang dilakukan untuk mengembangkan diri dan memperoleh suatu perubahan perilaku sebagai bekal dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa "tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Menurut Islamuddin (2012 : 3) pendidikan adalah usaha secara dewasa dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dalam setiap perbuatannya. UNESCO mengemukakan bahwa pendidikan di sokong oleh 4 pilar yang disebut dengan 4 pilar pendidikan yakni : (I) learning to know untuk mengetahui banyak hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, learning to do menekankan pada aktivitas kemampuan untuk melakukan atau mengaktualisasikan dalam hidup dan kehidupannya apa yang sudah diketahuinya, learning to be mengandung makna bahwa manusia tak pernah berhenti belajar dan belajar agar menjadi seperti dirinya sendiri (jati diri), dan learning to live together merupakan pilar pendidikan yang mengacu pada pembinaan dan pembentukan kemampuan untuk menghidupi kehidupan bersama dengan orang lain.
Sekolah sebagai salah satu sarana penyaluran pendidikan sangat berperan dalam mewujudkan tujuan pendidikan. dalam pendidikan formal siswa dapat menggali dan mengembangkan potensi diri yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kegiatan belajar di sekolah, siswa mengalami proses perubahan perilaku karena hasil pengalaman. Hal tersebut juga dinyatakan oleh pakar pendidikan Morgan (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2) yang menyatakan bahwa "Belajar adalah perubahan perilaku yang permanen sebagai hasil dari pengalaman". Sehingga luaran yang diharapkan dalam kegiatan belajar di sekolah yaitu perubahan perilaku berupa kebiasaan. Selain bertugas mencerdaskan bangsa, sekolah juga memiliki tugas membentuk perilaku anak melalui pendidikan di sekolah.
Perilaku dalam pandangan behaviorisme adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dapat dilihat secara langsung. Ciri teori perilaku adalah mengutamakan unsur-unsur dari bagian kecil, menekankan pada peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme belajar dan mementingkan peranan kemampuan sehingga hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Dalam tingkah laku belajar terdapat kaitan yang erat dengan reaksi-reaksi dan respon siswa terhadap suatu stimulus. Perilaku siswa selama merespon kegiatan belajar mengajar disebut perilaku akademik. Dalam hal ini, tujuan dari kegiatan belajar mengajar adalah pembentukan perilaku akademik yang baik sehingga dapat membentuk kebiasaan yang baik pula. Hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu sarana pembentukan perilaku akademik siswa dalam pembelajaran. PKn memiliki kaitan yang erat dalam pembentukan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari, dalam pembelajaran PKn siswa mempelajari penerapan sikap menjadi warga Negara yang baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruminiati (2007 : 1.15) menyatakan bahwa pelajaran PKn merupakan salah satu pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada pendidikan afektif. Sebagai pendidikan nilai PKn akan membantu siswa dalam mengembangkan estetika. Mata pelajaran PKn juga dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warganegara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warganegara yang baik.
Saat ini, dalam penyampaian materi PKn, guru telah memiliki banyak variasi metode pembelajaran yang dapat mengembangkan sikap dan pemikiran siswa. Metode merupakan suatu komponen yang sangat menentukan terhadap keberhasilan atau tidaknya suatu proses pengajaran (Sabri : 2005). Berdasarkan pengamatan lapangan diperoleh bahwa metode yang sering digunakan adalah diskusi kelompok karena diskusi metode yang relevan digunakan dalam pembelajaran PKn yang dapat membentuk sikap pengelolaan emosional siswa. setiap siswa memiliki cara tersendiri dalam menentukan sikap terhadap suatu permasalahan begitu pula dengan sikap dalam menghadapi globalisasi dalam lingkungan sekitar. Diskusi sebagai suatu metode dapat digunakan sebagai sarana dalam membentuk perilaku siswa selama pembelajaran. dalam diskusi siswa berkelompok dengan teman sekelas mereka dan membicarakan serta memecahkan suatu permasalahan. Diskusi dapat memicu siswa mengungkapkan pendapatnya serta pemikirannya terhadap suatu topik permasalahan.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa perilaku siswa dalam diskusi dipengaruhi beberapa faktor. Salah satu faktornya yaitu emosional siswa. Siswa yang belum mampu mengendalikan emosional dengan baik cenderung belum dapat melaksanakan diskusi dengan baik. Pengukuran perilaku siswa selama diskusi pembelajaran dapat diketahui secara langsung dengan pengamatan peneliti. Selama proses diskusi, siswa cenderung belum menunjukkan kerjasama kelompok dengan baik. Dalam diskusi kelompok tersebut terlihat ketimpangan antara siswa yang benar-benar berfikir menyelesaikan tugas kelompok dan siswa yang tidak hanya mencantumkan namanya saja tanpa berkontribusi dalam diskusi. Namun di sisi lain terdapat beberapa kelompok yang sudah mampu berdiskusi dengan baik, terdapat pembagian tugas yang jelas dalam diskusi sehingga tugas kelompok diselesaikan dengan kontribusi anggota kelompok yang seimbang. Hal ini lah yang menjadi landasan peneliti akan menganalisis mengenai perilaku akademik siswa dalam diskusi kelompok. Dengan menggunakan metode diskusi kelompok akan memicu para siswa untuk mengemukakan pendapatnya sebagai tanggapan atas masalah-masalah yang diberikan oleh guru akan memancing kreatifitas berfikir siswa, sedangkan aktifitas siswa akan ditunjukkan melalui kegiatan siswa yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Penelitian mengenai Analisis perilaku akademik dalam diskusi terhadap pembelajaran dilakukan berdasarkan beberapa penelitian yang mendukung diantaranya, penelitian yang berjudul "PENGARUH PENERAPAN BUILDING LEARNING POWER (BLP) TERHADAP PERILAKU SISWA SMP NEGERI 01 SIDOARJO" dalam Jurnal Mahasiswa Teknologi Pendidikan Volume 01 Nomor 01 tahun 2011 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dari diri siswa dan meningkatnya perilaku akademik. Serta jurnal penelitian yang berjudul "PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR KECIL TORARANGA PADA MATA PELAJARAN PKN POKOK BAHASAN SISTEM PEMERINTAHAN KABUPATEN, KOTA DAN PROVINSI" dalam jurnal Kreatif Tadulako Online Volume 03 Nomor 04 ISSN 2354-614X yang menunjukkan bahwa siswa di kelas IV SD Kecil memperoleh persentase ketuntasan belajar klasikal sebelum menerapkan metode diskusi 20%, pada siklus I meningkat menjadi 60%, dan pada siklus II meningkat menjadi 80%.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian deskriptif-analitik yang berjudul "ANALISIS PERILAKU AKADEMIK SISWA KELAS IV DALAM DISKUSI KELOMPOK PADA PEMBELAJARAN PKN SD".

SKRIPSI PEMBELAJARAN BERBASIS PAKEM PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0028) : SKRIPSI PEMBELAJARAN BERBASIS PAKEM PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IV

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya yang diusahakan oleh manusia untuk mengembangkan potensi diri agar menjadi manusia yang lebih berkualitas. Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dilakukan secara berkesinambungan dalam rangka membina dan mengembangkan potensi manusia agar dapat memenuhi tantangan di masa depan. Masyarakat menganggap pendidikan mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak serta dalam mengubah mutu kehidupan manusia dan bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 bab I pasal 1 angka 1 tentang sistem pendidikan nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
Pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk mengolah, mengembangkan, serta memunculkan potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap individu agar mereka menjadi individu yang berilmu, bermanfaat, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut sesuai yang tertuang pada bab II pasal 3 undang-undang pendidikan, bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, tujuan pendidikan di sekolah dasar meliputi, (1). membina peserta didik agar menjadi individu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2). membantu peserta didik mengembangkan, mengolah serta memunculkan potensinya, (3). membina agar menjadi individu yang berakhlak mulia, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.
Tujuan pendidikan dapat dicapai melalui kurikulum. Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan . Kurikulum yang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dalam KTSP terdapat beberapa mata pelajaran, salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 37 Ayat 1 menyebutkan bahwa dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, salah satunya wajib memuat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dalam kurikulum 2006, mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Kawuryan (2010 : 5) menyatakan bahwa, misi utama pendidikan IPS adalah untuk membantu siswa belajar tentang masyarakat dunia di mana mereka hidup dan memperoleh jalan untuk belajar menerima realitas sosial, dan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, serta ketrampilan untuk membantu mengasah pencerahan manusia.
Mengacu pada pasal tersebut, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial wajib diberikan pada peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah. Melalui mata pelajaran IPS, diharapkan peserta didik dapat menjadi generasi yang demokratis, bertanggung jawab serta berkualitas baik. Generasi yang berkualitas dapat diperoleh melalui proses pembelajaran yang baik, yaitu proses pembelajaran yang melibatkan serta memaksimalkan semua subjek dan objek di sekitarnya menjadi bagian yang ikut berperan aktif yang dapat membentuk keteladanan peserta didik dengan baik, memunculkan minat belajar, mengembangkan kreativitas peserta didik, dan dapat mewujudkan tujuan dalam pembelajaran. 
Hal tersebut sesuai dengan PP. No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan bab IV pasal 19 angka 1 yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan PP tersebut, proses pembelajaran pada satuan pendidikan seharusnya diselenggarakan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan bagi peserta didik yang disingkat dengan PAKEM.
Menurut Asmani (2014 : 61) PAKEM merupakan strategi pembelajaran untuk mengembangkan ketrampilan dan pemahaman siswa, dengan penekanan pada belajar sambil bekerja (learning by doing). Dalam PAKEM, aktor utamanya adalah guru dan siswa, keduanya ada dalam interaksi yang dinamis dan kontekstual. Oleh karena itu, guru perlu mewujudkan situasi pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, memicu kreatifitas siswa, serta berusaha menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga pembelajaran menjadi efektif. 
Demikian juga dalam mata pelajaran IPS yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib di pendidikan tingkat dasar dengan cakupan materi cukup luas. Pembelajaran IPS menjadi tidak berbasis PAKEM apabila hanya berorientasi pada pemberian materi saja pada siswa. Untuk itu, guru perlu mendesain pembelajaran dengan kreatif, yaitu dengan kegiatan pembelajaran yang beraneka ragam, sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran dan guru aktif mengontrol kegiatan tersebut supaya tetap kondusif, sehingga pembelajaran dapat efektif, dan peserta didik akan merasa senang ketika belajar IPS.
Fakta yang terjadi selama ini, pembelajaran di Indonesia masih banyak yang belum sesuai dengan amanat undang-undang pendidikan. Hal tersebut berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah juga ditunjukkan oleh data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP) (Kompas.com 25/06/2015). Mendikbud menjelaskan bahwa 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan. Hal tersebut berdasarkan pada pemetaan Kemendikbud terhadap 40.000 sekolah pada tahun 2012, diketahui bahwa isi, proses, fasilitas, dan pengelolaan sebagian besar sekolah saat ini masih belum sesuai standar pendidikan seperti yang diamanatkan undang-undang (Kompas.com 02/12/2014 dikutip dari http://Indonesiasatu.kompas.com./read/2014/12/02/18365971/Berita.Buruk.Pendidikan.Indonesia diakses pada tanggal 17 Februari 2016 pukul 13 : 05 WIB). Hal tersebut menunjukkan bahwa, proses pendidikan di Indonesia masih kurang baik. Mengacu pada teori dan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, maka proses pendidikan haruslah berlangsung secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Apabila PAKEM dilaksanakan secara sempurna dalam proses pembelajaran sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang, maka kemungkinan besar hasil dari pembelajaran tersebut akan lebih memuaskan sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan dalam pembelajaran, tak terkecuali dalam mata pelajaran IPS.
Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan saat pembelajaran IPS di kelas IV SD Gugus Gatotkaca Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang, sebagian besar guru telah mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dengan menggunakan metode yang bervariasi, selain itu terdapat pula hasil karya siswa yang dipajang di dalam kelas dan terdapat pojok baca, sehingga kelas terlihat lebih menarik. Pembelajaran terlihat menyenangkan, karena siswa tidak hanya diam memperhatikan penjelasan guru tetapi aktif melakukan berbagai kegiatan dalam pembelajaran. Hal ini menimbulkan keinginan bagi peneliti untuk meneliti tentang pembelajaran berbasis PAKEM pada mata pelajaran IPS kelas IV SD/
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian deskriptif dengan judul "PEMBELAJARAN BERBASIS PAKEM PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IV SD".

SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA MENGENAL PAHLAWAN BANGSAKU

(KODE : PENDPGSD-0026) : SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA MENGENAL PAHLAWAN BANGSAKU

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan dan kemajuan sebuah negara adalah kedua hal yang memiliki keterkaitan cukup , sebab bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu mengandalkan sumber daya manusia di bangsanya, oleh karena itu pendidikan merupakan kunci yang harus disiapkan (Boediono dalam Rachman, 2010). Kurikulum dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan serta menjadi pedoman pelaksanaan pembelajaran bagi semua jenjang pendidikan. Kurikulum di Indonesia disesuaikan dengan falsafah dan dasar negara, yaitu Pancasila serta UUD 1945 karena sistem kurikulum yang diterapkan sebuah negara turut menentukan tujuan serta pola hidup suatu bangsa. Kurikulum menjadi "pilihan" bagi sebuah negara, sifatnya dinamis sebab harus selalu mengikuti arus perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, tingkat kecerdasan peserta didik, budaya, sistem nilai dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum di Indonesia juga disesuaikan dengan nilai-nilai luhur bangsa, maka kurikulum diterapkan di jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi baik formal maupun informal (Arifin, 2011 : 1-2). Peningkatkan mutu pendidikan di sebuah negara perlu adanya evaluasi serta direncanakan untuk mengetahui akan dibawa kemana arah pendidikan kita, maka sebuah negara seharusnya bersiap-siap dengan pola kurikulum yang sangat mungkin berubah.
Hidayat (2013 : 1-2) mengatakan perubahan kurikulum merupakan konsekuensi terjadinya perubahan dalam sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan perkembangan IPTEK suatu bangsa. Jika kurikulum tidak berubah sesuai dengan perkembangan jaman maka yang terjadi, kurikulum yang dimiliki pada bangsa itu bersifat pasif, karena tidak fleksibel berdasarkan situasi dan kondisi yang ada. Pada dasarnya, semua kurikulum yang digunakan pada masing jenjang pendidikan adalah sama, sebab mengacu pada pedoman yang sama pula. Tetapi perbedaannya hanya terletak dalam hal penekanan pada tujuan pendidikan dan pendekatan yang digunakan untuk menerapkan kurikulum.
Implementasi setiap kurikulum tentu masih banyak kekurangan dan masalah-masalah. Pemerintah mengganti kurikulum dengan berbagai macam penyempurnaan dalam jangka waktu yang tidak tentu. Hal itu demi memenuhi sifat kurikulum yang dinamis sehingga tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum sejalan dengan perkembangan zaman, IPTEK, sosial budaya, dan ekonomi di negara. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang akan diterapkan oleh pemerintah Indonesia dimulai tahun 2013 melalui uji coba secara bertahap di sekolah-sekolah pilihan.
Dakir (2004 : 2-3) menjelaskan kurikulum berasal dari bahasa Latin currere yang berarti lapangan perlombaan lari. Batas start dan finish-nya perlombaan sudah ditentukan dalam sebuah lapangan perlombaan lari, apabila diartikan sesuai dengan konteks pendidikan, kurikulum merupakan sebuah bahan untuk belajar yang telah ditentukan secara pasti bagaimana pelaksanaannya, kapan dimulai dan kapan diakhiri. Kurikulum merupakan sebuah program pendidikan yang dirancang dan direncanakan serta berisi berbagai macam bahan ajar dan pengalaman belajar yang dibuat secara sistemik berdasarkan dengan norma yang berlaku sehingga dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran Kurikulum menjadi penting bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional karena sifatnya yang berhubungan langsung dengan pengajaran demi kemajuan bangsa.
Bahan ajar adalah salah satu bagian terpenting dalam kurikulum, salah satu contoh dari bahan ajar tersebut adalah buku ajar. Buku ajar menurut Sitepu (2012 : 20) mengandung berbagai informasi tentang perasaan, pikiran, gagasan, atau pengetahuan pengarangnya untuk disampaikan kepada orang lain menggunakan berbagai simbol visual, dalam bentuk huruf, gambar, bahkan bentuk lainnya. Buku ajar berisikan bahan belajar yang membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya sesuai tahapan pencapaian tujuan pendidikan institusional dan pendidikan nasional. Penulis bahan ajar hendaknya mengutamakan kesesuaian isi bahan ajar yang akan ditulis dengan kemampuan pengguna bahan tersebut. Bagi seorang guru sekolah dasar khususnya, bahan ajar menjadi sebuah kebutuhan yang penting untuk membantu proses pembelajaran. Guru akan mengikuti setiap alur pembelajaran dari halaman per halaman (Dakir, 2004 : 13-15).
Bahan ajar digunakan guru sebagai fasilitas belajar bagi siswa. Sebaiknya guru menyusun sendiri bahan ajarnya, karena gurulah yang mengetahui keadaan dan kebutuhan siswanya. Guru dapat memanfaatkan media cetak atau media publik untuk peroleh informasi sehingga dapat menyusun bahan ajar yang sesuai dengan perkembangan jaman. Selain itu guru dapat belajar dari pengalaman sebelumnya selama mengajar karena evaluasi materi yang telah digunakan sebelumnya juga turut menentukan kelayakan bahan ajar tersebut untuk digunakan bagi siswa (Cunningsworth, 1995 : 7-8). Pentingnya penggunaan bahan ajar dikatakan pula oleh Trianto (2010 : 122) bahwa bahan ajar diperlukan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran tematik, bahan ajar hendaknya lebih lengkap dan komprehensif khususnya bahan ajar yang dipergunakan dalam pembelajaran tematik yang memadukan berbagai disiplin ilmu.
Berdasarkan hasil wawancara, Bapak Subagyo guru kelas IV yang merupakan SD percontohan Kurikulum 2013, mengungkapkan bahwa pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah belum maksimal, artinya masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh minimnya informasi mengenai implementasi Kurikulum 2013. Guru memahami mengenai Kurikulum 2013 sebatas cakupan tiga kemampuan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap, sedangkan mengenai pendekatan tematik integratif dan pendekatan sains, guru menyatakan bahwa pendekatan sains adalah pembelajaran menggunakan indera siswa, sedangkan pendekatan tematik yaitu yang sama digunakan pada pembelajaran di kelas rendah.
Pemerintah pusat telah menyiapkan bahan ajar berdasarkan tema dalam satu tahun, namun guru menyatakan masih kesulitan karena materi pada buku ajar (buku siswa dan buku guru) kurang sesuai dengan kearifan lokal sekolah setempat. Guru harus kreatif untuk mengkaitkan pembelajaran dengan budaya lokal sekaligus menanamkan pendidikan karakter bagi peserta didik. Mengenai penilaian otentik, guru menjawab belum memahami dengan pasti teknik penilaian yang digunakan seperti apa, sebab belum ada pedoman penilaian yang sesuai. Pengawas setempat mengatakan bahwa penilaian Kurikulum 2013 sama dengan penilaian pada pembelajaran tematik di kelas rendah, artinya guru belum memahami penilaian otentik yang tepat.
Guru menyatakan bahwa masih perlu adanya revisi terhadap bahan ajar yang telah disediakan agar tepat sasaran dan sesuai kebutuhan siswa. Guru juga mengatakan bahwa belum ada keinginan untuk menciptakan bahan ajar baru pada saat ini karena memang belum ada waktu untuk itu, tetapi guru sudah berusaha mencari referensi lain yang dapat digunakan untuk belajar siswa selain buku ajar dari pemerintah pusat. Guru mengharapkan adanya bahan ajar lain yang dapat memenuhi kebutuhan siswa dan mempermudah guru dalam membimbing siswa, misalnya kegiatan dasarnya jelas menggunakan pendekatan tematik integratif dan pendekatan saintifik, lalu pendidikan karakter yang sesuai budaya lokal siswa, serta penilaian otentik yang digunakan guru dalam menilai siswa.
Berdasarkan beberapa masalah yang telah diungkapkan, peneliti menyimpulkan bahwa bahan ajar merupakan salah satu bagian penting dari kurikulum untuk membantu tercapainya tujuan pendidikan khususnya pada penerapan Kurikulum 2013, bahkan berdasarkan wawancara, ketersediaan bahan ajar Kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh pemerintah pusat masih belum memenuhi kebutuhan siswa, contohnya terkait budaya lokal yang kurang tercermin dalam bahan ajar. Guru juga menjelaskan bahan ajar dari pemerintah belum menampilkan pendidikan karakter dalam kegiatan belajarnya, sehingga dengan pengetahuan yang masih terbatas guru harus mampu mengkaitkan sendiri pengetahuan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran dengan budaya lokal setempat. Namun bukan hanya budaya lokal, ciri-ciri bahan ajar dalam Kurikulum 2013 yang paling tidak mencakup pendekatan tematik integratif, pendekatan saintifik, pendidikan karakter berbasis budaya lokal, serta penilaian otentik perlu diperjelas kembali, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul "PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA MENGENAL PAHLAWAN BANGSAKU” dalam taraf percobaan dan perlu untuk disempurnakan.

SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA HEWAN DAN TUMBUHAN DI LINGKUNGAN RUMAHKU

(KODE : PENDPGSD-0025) : SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KELAS IV MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA HEWAN DAN TUMBUHAN DI LINGKUNGAN RUMAHKU 

contoh skripsi pgsd

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis sehingga mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan peserta didik. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 (dalam Permendikbud No. 54, 2013 : 1) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum menjadi acuan berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Kurikulum dikembangkan ke arah yang dapat menimbulkan nilai luhur dan kemudian dapat diaplikasikan oleh peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat. 
Kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Pada tahun pelajaran 2013/2014, kurikulum di Indonesia telah berganti menjadi kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Kurikulum 2013 menuntut siswa lebih kreatif dan inovatif sama halnya dengan KTSP. Perbedaan yang dapat dilihat adalah di dalam kurikulum 2013 semua mata pelajaran diintegrasikan ke dalam satu tema tertentu sedangkan dalam KTSP tiap mata pelajaran berdiri sendiri tanpa terintegrasi dengan mata pelajaran lain. 
Menurut Permendikbud (2013 : 3) kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik seperti mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Selain itu sekolah dapat memanfaatkan masyarakat sekitar untuk memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik. Kurikulum 2013 memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi kurikulum 2013 dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas yang dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
Perubahan kurikulum tentunya juga memerlukan perubahan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum tersebut. Bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan aspek-aspek seperti pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Bahan ajar merupakan salah satu sarana terpenting dalam melaksanakan kurikulum. Bahan ajar yang dikembangkan dapat memberikan pengalaman belajar yang menarik dan mudah untuk diterima oleh peserta didik.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilaksanakan di sekolah yang sudah mengimplementasikan kurikulum 2013 masih ada kekurangan pada kurikulum 2013. Terutama pada bahan ajar yang digunakan oleh guru yang mengimplementasikan kurikulum 2013. Adapun kekurangan dari kurikulum 2013 yang diutarakan oleh guru kelas IV antara lain pemahaman tentang kurikulum 2013 yang belum menyeluruh dikarenakan singkatnya waktu saat diklat mengenai kurikulum 2013. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran belum maksimal karena kurang menunjangnya media pembelajaran. Menurut beliau penilaian juga menjadi kendala dalam menentukan nilai peserta didik dikarenakan masih terdapat indikator yang belum dicantumkan. Selain itu juga kurangnya buku pegangan atau bahan ajar. Menurut beliau bahan ajar yang terdapat dalam kurikulum 2013 masih kurang mendalami pada karakter yang akan dicapai oleh peserta didik. Pengembangan karakter peserta didik dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan karakter yang terdapat dalam budaya lokal setempat. Lingkungan dapat digunakan sebagai sumber belajar siswa sehingga anak lebih paham dengan materi yang diajarkan oleh guru. Bahan ajar kiranya dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah.
Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti merasa perlu mengembangkan bahan ajar untuk kurikulum 2013. Bahan ajar yang dikembangkan adalah tema tiga pada subtema satu yaitu hewan dan tumbuhan di lingkungan rumahku dengan spesifikasi produk menggunakan pendekatan tematik integratif, pendekatan saintifik, dan karakter berbasis budaya lokal. Melalui pengembangan bahan ajar kurikulum 2013, peneliti berharap bahan ajar dapat berguna bagi siswa dan guru agar dapat membantu pelaksanaan pembelajaran menggunakan kurikulum 2013.

SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA BAHAN-BAHAN MAKANAN (KELAS IV)

(KODE : PENDPGSD-0024) : SKRIPSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGACU KURIKULUM 2013 SUBTEMA BAHAN-BAHAN MAKANAN (KELAS IV)

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk mencetak anak-anak bangsa lebih berkualitas dan bermartabat. Pendidikan yang baik saat ini adalah suatu sistem pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang seimbang antara segi intelektual dengan segi moralitas (Suwija, 2012 : 67). Hal tersebut dibuktikan dengan fungsi pendidikan nasional dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa "pendidikan nasional mempunyai fungi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa". Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap am pendidikan yang disusun pemerintah harus terpadu dan sistematis agar dapat membentuk atau membangun karakter yang baik dalam masyarakat.
Program pendidikan yang diadakan oleh pemerintah yaitu dengan mengadakan program kegiatan belajar mengajar di sekolah. Belajar merupakan salah suatu kegiatan sadar untuk memperoleh pengetahuan dan membentuk kebiasaan-kebiasaan yang baik. Proses belajar mengajar dapat dikatakan berjalan dengan baik, pemerintah harus memerlukan suatu alat yaitu kurikulum. Kurikulum itu sendiri bersifat dinamis yang berarti kurikulum akan selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman, masyarakat yang terus berkembang serta kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi (Hamalik, 2007 : 4). Tujuan dengan adanya perubahan tersebut, diharapkan akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik lagi dan dapat menghadapi segala tantangan zaman.
Oleh sebab itu, pemerintah sedang mengupayakan perubahan Kurikulum dari Kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013. Perubahan kurikulum ini diharapkan agar para guru mampu mengembangkan pembelajaran yang terintegrasi dan mampu membangun karakter-karakter yang dimiliki oleh para siswa secara maksimal. Pembelajaran tematik integratif itu sendiri merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa kompetensi dan mata pelajaran ke dalam berbagai tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran dalam satu kali pertemuan. (Mendikbud, 2013 : 197). 
Selain itu, semua kegiatan belajar mengajar siswa mengajar siswa menggunakan pendekatan sains. Aspek-aspek yang dilihat dari pendekatan sains dalam pembelajaran yaitu seperti mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, serta mencipta (Hidayat, 2013 : 21). Oleh sebab itu, agar semua aspek yang diharapkan dapat terlihat, maka pada kurikulum 2013 ini, pemerintah menggunakan penilaian otentik untuk menilai segala aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian otentik merupakan suatu bentuk penugasan yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi ilmu pengetahuan serta keterampilan (Nurgiyantoro, 2011 : 25). 
Penilaian tersebut juga didukung dengan pendapat Adisusilo (2012 : 98), bahwa "pembelajaran yang baik yaitu adanya penekanan pada usaha membantu siswa agar mampu mempelajari suatu hal, bukan ditekankan pada seberapa banyak informasi yang didapat pada akhir pembelajaran." Jadi guru tidak hanya menilai hasil penguasaan pengetahuan yang didapat siswa saja, melainkan guru menilai semua aktivitas proses belajar siswa dari awal sampai akhir pembelajaran. Penilaian juga melihat dari semua segi, baik itu dari segi penguasaan pengetahuan dan keterampilan, serta dapat diakumulasikan menjadi satu nilai pada lembar penilaian portofolio.
Pembelajaran yang dilaksanakan harus mengacu pada kurikulum, terutama bahan ajar yang akan digunakan untuk mengajar tidak melenceng dari tujuan kurikulum itu sendiri. Bahan ajar sangat berperan penting dalam proses belajar mengajar. Pemilihan maupun pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaran dapat memotivasi siswa dengan menarik stimulus perhatian siswa, keterampilan kinerja serta pembentukan sikap dalam memahami materi pembelajaran (Trianto, 2012 : 88). 
Bahan ajar yang sudah ada juga harus mampu dikembangkan secara maksimal oleh guru, sehingga proses belajar mengajar diharapkan dapat berpusat pada siswa bukan malah berpusat pada guru. Namun bahan ajar yang sudah disediakan oleh pemerintah masih ada beberapa kekurangan. Sebaiknya di sini guru harus bisa mengembangkan bahan ajar yang sudah ada dengan menyesuaikan keadaan lingkungan sekolahan serta karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh para siswa yang diajar, sehingga semua kemampuan yang dimiliki siswa dapat berkembang secara maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas IV, saat peneliti bertanya tentang pertanyaan sejauh mana pemahaman Ibu terhadap Kurikulum 2013? Beliau menjawab, "Saya belum begitu paham dan mengerti Kurikulum 2013 karena masih terbilang baru dan bahan ajar yang tersedia masih dalam tahap proses penyelesaian" 
Rangkuman dari semua pertanyaan yang peneliti tanyakan dapat diambil kesimpulan bahwa guru masih mengalami kesulitan dalam penerapan Kurikulum 2013, karena guru masih belum begitu paham dan Kurikulum 2013 masih terbilang baru. Hal tersebut juga didukung dengan masih terlalu sederhananya bahan ajar yang sudah dibuat oleh pemerintah. Bahan ajar yang tersedia dinilai masih terlalu sederhana, karena masih dalam tahap proses pematangan oleh pihak pemerintah.
Bahan ajar dikatakan terlalu sederhana, karena materi yang disajikan dalam bahan ajar belum berbobot dan masih terlalu ringkas. Materi yang terlalu ringkas ini, menimbulkan kesulitan guru dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar yang mengintegrasikan mata pelajaran yang satu dengan lainnya menjadi satu tema pembelajaran. Pendekatan sains dalam kegiatan belajar siswa dalam bahan ajar yang sudah ada juga masih belum begitu nampak, sehingga penilaian otentik yang nantinya untuk menilai kegiatan proses belajar siswa dari awal hingga akhir sulit diterapkan oleh guru.
Guru mengungkapkan juga bahwa pada Kurikulum 2013 ini, pemerintah mengharapkan guru agar mampu mengembangkan karakter pada setiap siswa sesuai dengan budaya lokal yang ada. Pendidikan karakter yang diharapkan pemerintahan dapat dikembangkan oleh guru juga mengalami hambatan. Bahan ajar yang sudah ada diharapkan dapat membantu pembelajaran pendidikan karakter berbasis budaya lokal, masih belum begitu membantu. Isi materi dari bahan ajar masih belum begitu nampak keterkaitannya dengan budaya lokal yang ada di lingkungan sekolah. Oleh sebab itu, mau tidak mau guru harus pandai mengembangkan kegiatan belajar mengajar seefektif mungkin, agar apa yang menjadi tujuan dari Kurikulum 2013 dapat tercapai semua. Hal ini juga harus didukung dengan adanya tambahan referensi bahan ajar lainnya yang mengacu Kurikulum 2013, karena bahan ajar yang sudah disediakan oleh pemerintah saat ini masih terlalu sederhana dan sedikit.
Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti akan mencoba memberi satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Peneliti akan mencoba membantu dengan mengembangkan sebuah produk berupa bahan ajar Kurikulum 2013 yang mengintegrasikan semua mata pelajaran menjadi satu tema pelajaran. Bahan ajar yang dikembangkan adalah subtema bahan-bahan makanan dengan spesifikasi produk menggunakan pendekatan tematik integratif, pendekatan saintifik, penilaian otentik, dan pendidikan karakter berbasis budaya lokal. Dengan begitu, bahan ajar kurikulum 2013 yang dikembangkan ini diharapkan dapat membantu para guru dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada Kurikulum 2013.