Search This Blog

Showing posts with label skripsi FISIP. Show all posts
Showing posts with label skripsi FISIP. Show all posts
JUDUL SKRIPSI FISIP ILMU KOMUNIKASI

JUDUL SKRIPSI FISIP ILMU KOMUNIKASI

JUDUL SKRIPSI FISIP ILMU KOMUNIKASI

  • (KODE : ILMU-KOM-0001) : SKRIPSI ANALISIS DESKRIPTIF KUALITATIF MENGENAI AKTIFITAS KOMUNIKASI PEMASARAN WISATA X DI KOTA X DALAM MEMBIDIK WISATAWAN DOMESTIK 
  • (KODE : ILMU-KOM-0002) : SKRIPSI ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM PEMASARAN PARIWISATA YANG DIGUNAKAN OLEH DINAS PARIWISATA KABUPATEN X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0003) : SKRIPSI ANALISIS FRAMING BERITA CALON PRESIDEN DAN KONFLIK PKB PADA SURAT KABAR HARIAN KOMPAS, JAWA POS DAN SEPUTAR INDONESIA (STUDI ANALISIS FRAMING MODEL ZHONDHANG PAN DAN GERALD M. KOSICKI) 
  • (KODE : ILMU-KOM-0004) : SKRIPSI BAGAIMANA PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0005) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA AKTIFITAS MENDENGARKAN PROGRAM ACARA KAMASEXTRA DI RADIO X DENGAN PENGETAHUAN SEKS DI KALANGAN LISTENER CLUB 
  • (KODE : ILMU-KOM-0006) : SKRIPSI HUBUNGAN KEGIATAN EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KOMUNIKASI KARYAWAN PT X PERIODE MARET-APRIL TAHUN XXXX 
  • (KODE : ILMU-KOM-0007) : SKRIPSI KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA PENGASUH, PENGURUS DAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0008) : SKRIPSI KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES AKULTURASI BUDAYA KAUM URBAN (STUDI PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN X) 
  • (KODE : ILMU-KOM-0009) : SKRIPSI PEMAKAIAN BAHASA JAWA DALAM IKLAN RADIO DI KOTA X (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) 
  • (KODE : ILMU-KOM-0010) : TUGAS AKHIR D-III - PERAN HUMAS UNTUK MENGANGKAT CITRA PEMERINTAH KOTA X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0011) : SKRIPSI PERANAN KAMPANYE ANTI NARKOBA PADA PEMAHAMAN NARKOBA BAGI SISWA-SISWI SMA X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0012) : SKRIPSI PERANAN PUBLIC RELATION DINAS INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM MENYEBARLUASKAN INFORMASI PEMBANGUNAN 
  • (KODE : ILMU-KOM-0013) : SKRIPSI PERANAN RADIO SIARAN SWASTA DAPAT MENINGKATKAN DAN MEMBERIKAN BEKAL PENGETAHUAN MENGENAI LINGKUNGAN KEPADA MASYARAKAT 
  • (KODE : ILMU-KOM-0014) : SKRIPSI PESAN MORAL ISLAMI DALAM FILM AYAT-AYAT CINTA (KAJIAN ANALISIS SEMIOTIK MODEL ROLAND BARTHES DAN MODEL WACANA VAN DIJK) 
  • (KODE : ILMU-KOM-0015) : SKRIPSI PESAN MOTIVASI DALAM KOMUNIKASI BISNIS DI PT. X (ANALISIS BERDASARKAN KERANGKA PEMIKIRAN DOUGLAS MCGREGOR) 
  • (KODE : ILMU-KOM-0016) : SKRIPSI STRATEGI KOMUNIKASI CUSTOMER RELATIONS DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN TAMU HOTEL NOVOTEL DI KOTA X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0017) : SKRIPSI STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MENSOSIALISASIKAN BUDAYA PERUSAHAAN DI KALANGAN KARYAWAN (DI HOTEL X KOTA X) 
  • (KODE : ILMU-KOM-0018) : SKRIPSI STRATEGI MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DI PT. X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0019) : SKRIPSI STRATEGI PUBLIC RELATIONS PT TELKOM DIVISI REGIONAL V JAWA TIMUR DALAM MEMBANGUN BRAND IMAGE MELALUI PROMO PRODUK 
  • (KODE : ILMU-KOM-0020) : SKRIPSI TANGGAPAN HUMAS PT. PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA BARAT DAN BANTEN PADA ISI BERITA TENTANG PERUSAHAANNYA DAN MEDIA CETAK DI KOTA X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0021) : TESIS ANALISIS KONEKSITAS KOMUNIKASI ORGANISASI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PAREPARE TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN HINTERLAND 
  • (KODE : ILMU-KOM-0022) : TESIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN TELEPON SELULER DI KOTA X (SUATU UJI KEMAMPUAN IKLAN MEDIA CETAK) 
  • (KODE : ILMU-KOM-0023) : TESIS PESAN KOMUNIKASI POLITIK ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) DALAM GERAKAN DEMOKRASI DI INDONESIA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KALANGAN NAHDLIYIN DI X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0024) : TESIS STRATEGI MEMENANGKAN PERSAINGAN DALAM PEMASARAN SURAT KABAR HARIAN DI KOTA X KASUS FAJAR-TRIBUN TIMUR DAN PEDOMAN RAKYAT 
  • (KODE : ILMU-KOM-0025) : TUGAS AKHIR D-III - KEGIATAN KOMUNIKASI SEBAGAI SARANA HUMAS UNTUK MENINGKATKAN CITRA POSITIF PERUSAHAAN DI MATA PUBLIK INTERNAL DAN EKSTERNAL PT PLN DISTRIBUSI X DAN X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0026) : TUGAS AKHIR D-III - PERANAN PUBLIC RELATION OFFICER DALAM MEMBANGUN CITRA PERUSAHAAN DI PT RADIO X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0027) : TUGAS AKHIR D-III - PROSES PENYIARAN ACARA BERITA KILAS PERISTIWA DI RADIO X 
  • (KODE : ILMU-KOM-0028) : STUDI KORELASIONAL TENTANG KEGIATAN EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN DI PT. X
  • (KODE : ILMU-KOM-0029) : SKRIPSI EFEKTIVITAS SOSIALISASI PROGRAM KONVERSI MINYAK TANAH KE LPG
  • (KODE : ILMU-KOM-0030) : SKRIPSI STRATEGI PELAYANAN KEPOLISIAN DAERAH KOTA X MELALUI LAYANAN SISTEM ADMINISTRASI SATU ATAP (SAMSAT) KELILING DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PENGGUNA JASA SURAT TANDA NOMOR KENDARAAN (STNK)
  • (KODE : ILMU-KOM-0031) : SKRIPSI STRATEGI MEDIA RELATIONS HUMAS PEMKOT X SBG SARANA KOMUNIKASI KEPADA PUBLIK
  • (KODE : ILMU-KOM-0032) : SKRIPSI STRATEGI HUMAS PT. PLN MELALUI KEGIATAN CUSTOMER CARE TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN BISNISNYA
  • (KODE : ILMU-KOM-0033) : SKRIPSI PERANAN HUMAS PEMKOT X DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA WARTAWAN
  • (KODE : ILMU-KOM-0034) : SKRIPSI AKTIVITAS CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT TELKOMSEL DALAM UPAYA MENINGKATKAN CITRA PERUSAHAAN
  • (KODE : ILMU-KOM-0035) : SKRIPSI AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS DALAM UPAYA PENCITRAAN KAFE X
  • (KODE : ILMU-KOM-0036) : SKRIPSI ANALISIS KINERJA PEGAWAI BAGIAN HUMAS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PUBLIC RELATIONS
  • (KODE : ILMU-KOM-0037) : SKRIPSI BUDAYA POP DAN GAYA HIDUP (STUDI KASUS KOREA LOVERS)
  • (KODE : ILMU-KOM-0038) : SKRIPSI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PENGUNGKAPAN DIRI
  • (KODE : ILMU-KOM-0039) : SKRIPSI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA TERHADAP ANAK TENTANG PENDIDIKAN SEKS DI KOTA X
  • (KODE : ILMU-KOM-0040) : SKRIPSI EKSTERNAL PUBLIC RELATIONS DAN CITRA PERUSAHAAN (STUDI KORELASIONAL PENGARUH CUSTOMER SERVICE TERHADAP CITRA PERUSAHAAN DI KALANGAN NASABAH BANK)
  • (KODE : ILMU-KOM-0041) : SKRIPSI FUNGSI PUBLIC RELATIONS DALAM UPAYA MENINGKATKAN CITRA PERUSAHAAN
  • (KODE : ILMU-KOM-0042) : SKRIPSI HUBUNGAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DENGAN PENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN PT X
  • (KODE : ILMU-KOM-0043) : SKRIPSI STUDI SEMIOTIKA PEIRCEAN TENTANG HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM FILM AYAT-AYAT CINTA
  • (KODE : ILMU-KOM-0044) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKLIM KOMUNIKASI DAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PT X
  • (KODE : ILMU-KOM-0045) : SKRIPSI HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PRESTASI KERJA PEGAWAI DLLAJR
  • (KODE : ILMU-KOM-0046) : SKRIPSI HUBUNGAN IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN KINERJA KARYAWAN
  • (KODE : ILMU-KOM-0047) : SKRIPSI IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN DISIPLIN KERJA
  • (KODE : ILMU-KOM-0048) : SKRIPSI IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN SEMANGAT KERJA PERSONIL POLRI
  • (KODE : ILMU-KOM-0049) : SKRIPSI IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM MENINGKATKAN CITRA PT X
  • (KODE : ILMU-KOM-0050) : SKRIPSI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM PEMASARAN PRODUK JASA ASURANSI
  • (KODE : ILMU-KOM-0051) : SKRIPSI KOMUNIKASI PEMASARAN DAN PENINGKATAN PENJUALAN
  • (KODE : ILMU-KOM-0052) : SKRIPSI KOMUNIKASI VERTIKAL DAN KOORDINASI KERJA
  • (KODE : ILMU-KOM-0053) : SKRIPSI PENGARUH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN HARMONISASI KERJA DI PT. X
  • (KODE : ILMU-KOM-0054) : SKRIPSI STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN DAN KEPUTUSAN MEMILIH KARTU PRA BAYAR
  • (KODE : ILMU-KOM-0055) : SKRIPSI STRATEGI MEDIA RELATIONS BAGIAN HUMAS DAN PROTOKOL PEMKOT DALAM MENJALIN HUBUNGAN DENGAN MEDIA UTK MENINGKATKAN CITRA POSITIF DI MASYARAKAT
  • (KODE : ILMU-KOM-0056) : SKRIPSI STUDI ANALISA SEMIOTIKA IMPERIALISME BUDAYA PADA RUBRIK FASHION DI MAJALAH X
  • (KODE : ILMU-KOM-0057) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN PUBLIC RELATIONS EKSTERNAL DI PUSAT GROSIR X DALAM RANGKA MENCIPTAKAN CITRA PERUSAHAAN
  • (KODE : ILMU-KOM-0058) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI FUNGSI CSR DAN PEMBENTUKAN CITRA
  • (KODE : ILMU-KOM-0059) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG STRATEGI KOMUNIKASI KAMPANYE SEBAGAI PROGRAM CSR X
  • (KODE : ILMU-KOM-0060) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF TENTANG TERPAAN IKLAN TELEVISI PRODUK AXE DI TRANS TV TERHADAP MINAT BELI PRIA METROSEKSUAL DI KOMUNITAS KLUB MOBIL
  • (KODE : ILMU-KOM-0061) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PERANAN PUBLIC RELATIONS X GROSIR DAN RITEL MELALUI PROGRAM COMMUNITY RELATIONS DALAM MEMBENTUK CITRA PERUSAHAAN DI KALANGAN MASYARAKAT SEKITAR
  • (KODE : ILMU-KOM-0062) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG OPINI SISWA SMAN X TERHADAP CITRA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)
  • (KODE : ILMU-KOM-0063) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP PERANAN BAGIAN PERSONALIA X SEBAGAI INTERNAL PUBLIC RELATIONS
  • (KODE : ILMU-KOM-0064) : SKRIPSI STUDI KORELASIONAL HUBUNGAN TAYANGAN IKLAN BLACKBERRY DI TELEVISI TERHADAP MINAT BELI
  • (KODE : ILMU-KOM-0065) : SKRIPSI STUDI KORELASIONAL MENGENAI KEGIATAN PERSONAL SELLING PARFUM X DAN MINAT BELI CUSTOMER
  • (KODE : ILMU-KOM-0066) : SKRIPSI STUDI KORELASIONAL STRATEGI KOMUNIKASI PUBLIC RELATIONS OFFICER DALAM MEMBANGUN CITRA PERUSAHAAN HOTEL X
  • (KODE : ILMU-KOM-0067) : SKRIPSI STUDI KORELASIONAL TENTANG PERANAN EKSTERNAL PUBLIC RELATIONS PT. X TERHADAP SIKAP PUBLIK
  • (KODE : ILMU-KOM-0068) : SKRIPSI STUDI KORELASIONAL TENTANG POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM EMPLOYEE RELATIONS PT. FIF
  • (KODE : ILMU-KOM-0069) : SKRIPSI STUDI KORELASIONAL ANTARA PENGARUH KOMUNIKASI ORGANISASI FORMAL DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0070) : SKRIPSI STUDI DRAMATURGI MENGENAI PRESENTASI DIRI PRAMURIA DI KALANGAN MAHASISWI [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0071) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG IMPRESSION MANAGEMENT PEMIMPIN DI PT X [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0072) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF STRATEGI KOMUNIKASI HUMAS DALAM MENJALANKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BIDANG PENDIDIKAN UNTUK MENINGKATKAN PENDIDIKAN MASYARAKAT [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0073) : SKRIPSI STRATEGI PUBLIC RELATIONS MELALUI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM MEMBANGUN CITRA PERUSAHAAN DI KALANGAN MASYARAKAT [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0074) : SKRIPSI STRATEGI PROGRAM RADIO DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN INDUSTRI SIARAN RADIO [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0075) : SKRIPSI PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANGTUA DENGAN ANAK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0076) : SKRIPSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN PROSES AKULTURASI BUDAYA KAUM URBAN [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0077) : SKRIPSI IMPRESSION MANAGEMENT PENYIAR PRIA DI STATION RADIO [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0078) : SKRIPSI EFEKTIVITAS PENYAJIAN PRESS RELEASE OLEH HUMAS DISKOMINFO PEMKOT TERHADAP KEPUASAAN PEROLEHAN INFORMASI BAGI WARTAWAN [[ LIHAT BAB I ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0079) : SKRIPSI HUBUNGAN EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DAN KEMAMPUAN KERJA PEGAWAI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP IMPLEMENTASI PROGRAM PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA [[ BAB I SKRIPSI ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0080) : SKRIPSI INOVASI PENYIARAN PROGRAM BERITA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN MEDIA MASSA [[ BAB I SKRIPSI ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0081) : SKRIPSI PENGARUH PELAYANAN CUSTOMER SERVICE TERHADAP CITRA PERUSAHAAN (STUDI PT PLN) [[ BAB I SKRIPSI ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0082) : SKRIPSI PENGARUH STRATEGI HUMAS TERHADAP CITRA PERUSAHAAN DI KANTOR BANK INDONESIA [[ BAB I SKRIPSI ]]
  • (KODE : ILMU-KOM-0083) : SKRIPSI STRATEGI KOMUNIKASI PUBLIC RELATIONS RADIO FM PADA MINAT PEMASANG IKLAN [[ BAB I SKRIPSI ]]


JUDUL SKRIPSI FISIP ADMINISTRASI NEGARA (PUBLIK)

JUDUL SKRIPSI FISIP ADMINISTRASI NEGARA (PUBLIK)

JUDUL SKRIPSI FISIP ADMINISTRASI NEGARA


SKRIPSI PERAN DPPKAD DALAM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH (STUDI TENTANG PENGELOLAAN PAD) KABUPATEN X

SKRIPSI PERAN DPPKAD DALAM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH (STUDI TENTANG PENGELOLAAN PAD) KABUPATEN X


(KODE : FISIP-IP-0006) : SKRIPSI PERAN DPPKAD DALAM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH (STUDI TENTANG PENGELOLAAN PAD) KABUPATEN X


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian
Salah satu tuntutan Reformasi 98’ adalah Otonomi Daerah. Lahirnya tuntutan ini bisa dimaknai sebagai strategi atau solusi atas maraknya isu disintegrasi daerah. Ada banyak sebab lahirnya tuntutan itu. Salah satunya karena cara-cara penyelesaian problem kebangsaan oleh pemerintah yang militeristik. Padahal militeristik adalah ciri fasisme. Selain itu, otonomi daerah ini adalah bentuk kompromi dari pertikaian panjang antara dua konsep bentuk negara dengan akar historis dan filosofis sangat berbeda. Kedua konsep itu adalah bentuk negara federal dan bentuk Negara kesatuan yang masing-masing diadopsi dan dipertahankan oleh Muhammad Hatta dan Soekarno.
Reformasi telah membawa suasana baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prestasi reformasi (Chrisnandi, 2008) ditandai dengan rezim lama diturunkan dan digantikan rezim baru. Politik otoritarianisme digantikan politik demokrasi. Sentralisme dikubur dengan desentralisasi. Konstitusi lama (UUD 1945) diamandemen sebanyak empat kali. Multipartai menyediakan ruang bagi setiap orang untuk berkumpul dan mendirikan partai politik. Dibentuk lembaga baru seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui asas desentralisasi, otonomi daerah hadir untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sendiri urusan pemerintahan dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah.
Desentralisasi merupakan sebuah proses di mana pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menjalankan segala urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang berkaitan dengan urusan Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional, dan Agama. Karena itu adalah urusan pemerintahan yang hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Urusan itu meliputi : (a) perencanaan dan pengendalian pembangunan, (b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, (c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, (d) penyediaan sarana dan prasarana umum, (e) penanganan bidang kesehatan, (f) penyelenggaraan pendidikan, (g) penanggulangan masalah sosial, (h) pelayanan bidang ketenagakerjaan, (i) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, (j) pengendalian lingkungan hidup, (k) pelayanan pertanahan, (l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipl, (m) pelayanan administrasi umum pemerintahan, (n) pelayanan administrasi penanaman modal, (o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. 
Selanjutnya, dalam urusan keuangan, diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintah Daerah didasarkan atas penyerahan tugas kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
Otonomi Daerah telah lama menjadi wacana publik Indonesia. Meski demikian, dalam pelaksanaan otonomi daerah ini belum berjalan sebagaimana tujuan awalnya. Terdapat banyak ketimpangan dalam upaya pengimplementasian konsep otonomi daerah. Beragam realitas empirik dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Menurut Keban (Fakrulloh dkk, 2004), ada beberapa hal yang dapat mengganggu kinerja pencapaian tujuan otonomi daerah yaitu (1) adanya kesalahan strategis dalam perwujudan otonomi daerah, (2) perbedaan persepsi dan pemahaman tentang konsep otonomi daerah, (3) perbedaan paradigma otonomi daerah yang dianut oleh para elit politik, (4) paradigma birokrasi masih kuat.
Selain itu, salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian daerah kabupaten/kota dewasa ini adalah berkisar pada upaya peningkatan PAD. Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian kalangan birokrat di daerah yang menganggap bahwa parameter utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi adalah terletak pada besarnya PAD. Kecenderungan berpikir ini tidak lahir begitu saja tanpa landasan rasional dan empiris mengingat masih banyak daerah otonom yang masih mengandalkan dana perimbangan sebagai sumber utama keuangan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Artinya, daerah-daerah itu belum mampu menjalankan desentralisasi.
Merujuk pada hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada, Syarifuddin Tayeb menyatakan bahwa dari 292 Daerah Kabupaten yang diteliti menunjukkan rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah. Berikut rinciannya :
- 122 Daerah Kabupaten berkisar antara 0,53%-10%
- 86 Daerah Kabupaten berkisar antara 10%-20%
- 43 Daerah Kabupaten berkisar antara 20,1%-30%
- 17 Daerah Kabupaten berkisar antara 31,1%-50%
- 2 Daerah Kabupaten berkisar di atas 50%
Rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah, karena daerah hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak dan yang mampu memenuhi hanya sekitar 20%-30% dari total penerimaan untuk membiayai kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70%-80% didrop dari pusat.
Mengingat banyaknya sumber-sumber PAD yang bisa dioptimalkan, daerah otonom tidak perlu mengandalkan dana perimbangan dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Apalagi dalam konteks Kabupaten X yang memiliki banyak kekayaan sumber daya alam. Pengelolaan kekayaan alam itu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah wajib pajak dan retribusi daerah.
Kabupaten dengan visi “Menuju Kabupaten Agribisnis 2012" ini menyimpan kekayaan alam di sektor perkebunan, pertanian, peternakan, kelautan, pertambangan, dan pariwisata yang melimpah yang bisa dikelola untuk menambah sumber-sumber PAD dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai secara mandiri urusan rumah tangga daerah. Sektor-sektor potensial ini jika dikelola secara maksimal akan membantu mempercepat pertumbuhan perekonomian masyarakat yang pada gilirannya akan menambah jumlah objek PAD. Misalnya, di sektor pertambangan dan perkebunan yang cukup mendominasi di Kabupaten X, para pengusaha pertambangan dan perkebunan untuk melaksanakan usahanya pasti mengurus Surat Izin Usaha dan dokumen-dokumen lain yang dikenakan pajak maupun retribusi. Sebagai gambaran, pada tahun 2010 sektor pertambangan nikel memberikan kontribusi ke PAD sebesar Rp 4 M.
Terkait dengan itu, ada beberapa hal yang relevan untuk dipertanyakan. Misalnya apakah secara aktual aparat DPPKAD Kabupaten X dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana Peraturan Daerah ?
Dalam hal strategi, apakah Pemerintah Daerah telah mengubah strategi mengenai teknis operasional lapangan terutama sistem pendataan ulang dalam rangka menjaring semaksimal mungkin obyek pajak maupun subyek pajak sebagai dasar perhitungan dan pengenaan pajak ? Untuk mengatasi permasalahan tersebut, apakah Pemerintah Kabupaten X melalui DPPKAD telah melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap seluruh sumber penerimaan daerah, telah mengidentifikasi secara optimal sumber-sumber PAD yang baru ?
Atas dasar ini, penulis melakukan penelitian tentang bagaimana peran salah satu SKPD yang banyak bergelut dalam pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten X, dengan judul “Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah (Studi Tentang Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten X”.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul penelitian ini, rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimana Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten X ?
1.2.2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten X ?

1.3. Tujuan Penelitian 
1.3.1. Untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten X.
1.3.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten X.

1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan studi ilmiah untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten X.
b. Sebagai bahan studi perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten X beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
c. Sebagai bahan studi pustaka di almamater peneliti.
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten X untuk mengevaluasi kinerjanya.
b. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten X untuk merumuskan desain strategi dalam upaya pengelolaan PAD Kabupaten X ke depannya.

SKRIPSI PEMBERDAYAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH PADA DINAS PARIWISATA DI KABUPATEN X

SKRIPSI PEMBERDAYAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH PADA DINAS PARIWISATA DI KABUPATEN X


(KODE : FISIP-IP-0005) : SKRIPSI PEMBERDAYAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH PADA DINAS PARIWISATA DI KABUPATEN X


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional tergantung dari kesempurnaan aparatur negara. Pegawai negeri merupakan aparatur negara sehingga kalau kita berbicara mengenai kedudukan pegawai negeri dalam Negara Republik Indonesia berarti kita berbicara mengenai kedudukan aparatur negara secara umum. Dalam posisi aparatur negara sebagai alat untuk melaksanakan pembangunan, diperlukan adanya pegawai yang benar-benar mampu, berdaya guna, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Memberi pelayanan yang berkualitas dan mampu memberikan kepuasan bagi masyarakat merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah. Kinerja pelayanan publik akan menjadi tolak ukur bagi kinerja pemerintah. Fungsi pemerintah beserta aparaturnya merupakan salah satu tuntutan dari reformasi birokrasi. Persepsi masyarakat yang selama ini cenderung dijadikan objek pelayanan, dalam arti masyarakat yang melayani harus dihilangkan.
Setiap aparat pemerintah harus mulai bersikap profesional dalam memberikan pelayanan dan menjadikan masyarakat yang harus dilayani. Oleh sebab itu seluruh aparat pada tiap-tiap organisasi pemerintah haruslah bersinergi satu sama lain agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik selama ini haruslah terus menerus dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan dalam pelayanan.
Menghadapi kenyataan itu maka pemberdayaan aparatur pemerintah yang memberikan pelayananan publik harus terus menerus dilakukan, agar hal tersebut tidak sebatas konsep, tapi menjadi kenyataan. Pemberdayaan aparatur merupakan salah satu strategi yang tepat untuk meningkatkan kinerja pelayanan, dan memberikan penghargaan kepada unit-unit pelayanan yang dipandang mampu dalam memberikan pelayanan yang berkualitas disegala bidang. Suatu organisasi akan dapat menjalankan tugas fungsinya dengan efektif dan efisien apabila didukung oleh aparatur yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugasnya. Hal ini diharapkan menjadi kunci keberhasilan dalam penyediaan pelayanan. Berbagai bentuk pelayanan, baik berupa barang, jasa, dan administratif sangat ditentukan oleh bagaimana pegawai dalam organisasi tersebut melakukan pekerjaannya. Oleh sebab itu menjadi tantangan setiap organisasi pemerintah baik ipusat dan didaerah bagaimana mengelola pegawainya dengan sebaik-baiknya. Strategi yang biasa dilakukan dalam pengelolaan pegawai untuk mewujud kan pelayanan yang optimal adalah pemberdayaan pegawai. Hal ini merupakan suatu proses untuk mengikut sertakan para pegawai disemua level dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Pegawai Negeri Sipil mempunyai peran yang menentukan, yaitu sebagai pemikir, pelaksana, perencana, dan pengendali pembangunan. Dengan demikian, PNS mempunyai peran yang sangat penting dalam memperlancar jalannya roda pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Mengingat pentingnya peranan tersebut, PNS perlu dibina dengan sebaik-baiknya agar diperoleh PNS yang setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah, serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, kuat, berdaya guna, berhasil guna, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur Negara.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam paradigma baru mengenai orientasi pelayanan para aparatur/birokrat adalah pemberdayaan (empowerment). Pemberdayaan dalam hal ini dimaksudkan sebagai proses transformasi dari berbagai pihak yang mengarah pada saling menumbuhkembangkan, saling memperkuat, dan menambah nilai daya saing global yang saling menguntungkan. Tujuan pemberdayaan itu sendiri adalah untuk meningkatkan mutu, keterampilan, serta memupuk kegairahan dalam bekerja sehingga dapat menjamin terwujudnya kesempatan berpartisipasi dan melaksanakan pembangunan secara menyeluruh, dalam hal ini pemberdayaan terhadap aparatur pemerintah disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Usaha pemberdayaan aparatur pemerintah harus ditingkatkan demi tercapainya tujuan organisasi/pemerintahan. Pemberdayaan yang dilakukan terhadap aparatur pada akhirnya akan meningkatkan prestasi kerja yang lebih baik. Untuk meningkatkan prestasi kerja maka perlu diadakan peningkatan sumber daya manusia selaku tenaga kerja melalui usaha-usaha pemberdayaan. Berkaitan dengan hal itu maka seorang aparatur perlu mendapatkan pemberdayaan. Didasarkan pada adanya pemberdayaan aparatur pemerintah maka kemungkinan prestasi kerja meningkat atau sebaliknya adanya pemberdayaan tetap prestasi kerja tetap atau bahkan menurun.
Pemberdayaan terhadap aparatur daerah senantiasa mengacu pada perbaikan kualitas yang harus dinilai sejak rekruitmen dengan menggunakan suatu sistem yang benar-benar dapat menjamin diperolehnya sumber daya yang mempunyai kualitas dasar yang baik, dan berorientasi pada pemberdayaan PNS daerah, serta mengimplementasikannya pemberdayaan aparatur pemerintah daerah melalui pembinaan terhadap penugasan yang mendidik, pengembangan program pelatihan yang memungkinkan tersedianya tenaga-tenaga siap pakai khususnya pada PNS daerah, yang tidak lain adalah PNS yang bekerja pada pemerintah daerah otonom yang gajinya dibebankan pada APBD. Dengan konsekuensi peningkatan kesejahteraan yang memadai dan pemberian jaminan hari tua secara nyata.
Dengan demikian, pemberdayaan aparatur pemerintah daerah merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kinerja aparatur untuk mencapai hasil secara optimal. Untuk itu, maka dengan memperhatikan Implementasi pada Dinas Pariwisata Kabupaten X sehingga dapat ditafsirkan bagaimana upaya pemberdayaan aparatur pemerintahnya, bila tidak melakukan suatu upaya ataupun langkah-langkah yang secara sistematis untuk pemberdayaan sumber daya aparatur pemerintah daerah pada Dinas Pariwisata, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan melalui judul yaitu : Pemberdayaan Aparatur Pemerintah Daerah Pada Dinas Pariwisata Di Kabupaten X.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten X untuk pemberdayaan aparatur pemerintah daerah ?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pemberdayaan aparatur pemerintah daerah pada Dinas Pariwisata di Kabupaten X ?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten X dalam pemberdayaan aparatur pemerintah daerah.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemberdayaan aparatur pemerintah daerah pada Dinas Pariwisata di Kabupaten X.

1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan untuk mengevaluasi proses pemberdayaan aparatur pemerintah daerah di lingkungan Dinas Pariwisata Kabupaten X.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu syarat untuk menempuh/memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Program Ilmu Politik/Pemerintahan.
Bagi penulis penelitian ini sebagai wahana untuk melatih diri serta memperluas wawasan sebagai bekal untuk menjalankan tugas selanjutnya.
SKRIPSI PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN X

SKRIPSI PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN X


(KODE : FISIP-IP-0004) : SKRIPSI PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN X


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Strategi Pembangunan Indonesia yang diarahkan untuk membangun Indonesia disegala bidang yang merupakan perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh.
Penyelenggaraan pembangunan nasional merupakan suatu proses yang memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang matang. Salah satu aspek yang sangat penting dan menunjang adalah kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan sangat bergantung pada kemampuan manusia pelaksananya. Sebab apapun yang dimiliki oleh suatu bangsa; kekayaan alam, sosial, budaya, dan lain-lain tidak akan berarti bila tidak di tangani oleh manusia-manusia berkualitas. Baik itu berkualitas dari segi moral intelektual maupun dari segi mental spiritual. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah yang bisa tetap bertahan dari iklim persaingan yang sangat ketat dewasa ini.
Kelancaran pembangunan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan tergantung dari kesempurnaan aparatur pemerintah yang pada pokoknya tergantung pula pada kesempurnaan pegawai negeri sipil (PNS). Dalam usaha mencapai tujuan nasional di perlukan adanya PNS sebagai unsur aparatur pemerintah dan abdi masyarakat yang penuh kesetian dan ketaatan kepada pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah, berdaya guna dan sadar akan tanggung jawab dalam menyelenggarakan tugasnya.
Guna lebih mengembangkan peran ini, pembangunan aparatur pemerintah diarahkan untuk meningkatkan kualitas aparatur agar lebih bersikap arief dan bijaksana serta berdedikasi yang tinggi terhadap pengabdian, sehingga dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal sesuai tuntutan perkembangan zaman yang berlangsung selama ini.
Oleh karena itu, maka urusan penyelenggaraan pemerintahan yang hampir semuanya dilaksanakan melalui pusat sudah mulai didistribusikan kepada daerah berdasarkan kewenangan daerah yang diatur dalam undang-undang, hal ini mengingat volume dan aneka ragam urusan pemerintahan dan pembangunan yang diselenggarakan di daerah sedemikian kompleksnya serta memerlukan penyelesain yang cepat dan tepat, diperlukan adanya pengawasan yang intensif. Hal ini dimaksudkan guna menjamin terselenggaranya urusan pemerintahan dan pembangunan dalam kerjasama yang serasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah tingkat atasnya.
Pengawasan erat sekali kaitannya dengan perencanaan, yang artinya harus ada sesuatu obyek yang diawasi, jadi pengawasan hanya akan berjalan kalau ada rencana program/kegiatan untuk diawasi. Rencana digunakan sebagai standar untuk mengawasi, sehingga tanpa rencana hanya sekedar meraba-raba. Apabila rencana telah ditetapkan dengan tepat dan memulai pengawasannya begitu rencana dilaksanakan, maka tidak ada hal yang menyimpang. 
Pada umumnya pengawasan terdiri dari 3 (tiga) langkah yaitu :
1. menentukan standar,
2. mengukur hasil atas dasar standard
3. mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan
Standar pengukuran yang dipakai biasanya sudah ditentukan oleh penanggung jawab program/kegiatan, yang selanjutnya pengawas mengukur hasil-hasilnya dengan mengacu kepada standar tersebut. Hasil pengukurannya sebagai dasar untuk apakah pelaksanaan kegiatan telah diselenggarakan secara efisien, efektif, ekonomis dan tertib aturan. Pengawasan akan sia-sia tanpa tindakan perbaikan, apabila dalam pengukuran hasil ditemukan keadaan tidak sesuai standar yang direncanakan, maka pengawas harus menganjurkan tindakan perbaikan. Mengetahui adanya ketidakberesan, maka pengawas berkewajiban melaporkannya kepada pihak yang berwenang.
Oleh karena itu dengan pelaksanaan pembentukan kualitas aparatur pemerintahan, maka ditunjuklah inspektorat selaku badan pengasawan internal pemerintah kabupaten/kota, yang berfungsi untuk mengawasi kinerja pemerintah, pada kegiatan pembangunan, kegiatan kepegawaian, dan pelayanan pada masyarakat. Agar tercipta pemerintahan yang baik (Good Governance), dan bersih di daerah.
Demikian pula halnya dengan pelaksanaan pengawasaan pemerintahan di Kantor Bupati X, dalam hal ini tugas dan fungsi inspektorat sebagai salah satu bagiannya sudah diterapkan sebagai pengawas fungsional. Namun menurut pengamatan penulis pelaksanaan tugas dan fungsi inspektorat terhadap pegawai negeri sipil pada umumnya dan pada badan kepegawaian yang dimana bagian ini menjadi tempat urusan menengenai kepegawaian tentu saja akan berbeda dengan yang lain, sehingga tentu saja konsep pengawasaan yang ditgunakan akan membawa sesuatu yang berbeda terhadap Pegawai Negeri Sipil di instansi tersebut.
Memahami pentingnya pelaksanaan fungsi pengawasan yang diterapkan terhadap pegawai negeri sipil sebagai aparat pemerintah dan unsur penyelengaran pemerintahan di Kantor Bupati X terkhusus pada Badan Kepegawaian Daerah, maka penulis tertarik untuk memilih judul ; “Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Inspektorat Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten X”.

1.2. Rumusan Masalah
Memperhatikan uraian tersebut maka permasalahan yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi inspektorat kabupaten X terhadap badan kepegawaian daerah kabupeten X ?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi inspektorat kabupaten X dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penilitian
1.3.1.Tujuan Penelitian
Penelitian ini di laksanakan dengan tujuan, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa tepat inspektorat dalam melaksanakan tugas dan fungsi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja inspektorat dalam melaksanankan fungsi dan tugasnya.
1.3.2.Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat membawa manfaat baik pada tataran theoritis akademis maupun pada hal praktis yang utamanya adalah efektifitas kinerja lembaga pengawasan agar bisa menekan tingkat penyimpangan.
1. Manfaat Teoritis Akademis.
Manfaat secara teoritis akademis diharapkan dapat menjadi referensi baru dalam bidang pengawasan, untuk memperkaya bahan kajian pengawasan. Selain itu memberikan kesadaran kolektif dan menumbuhkan kesadaran moral bagi masyarakat mengenai arti pentingnya pengawasan yang perlu dibangun untuk terjadinya sinergi yang baik antara aparat pengawas formal pada lingkup pemerintahan dengan stakeholder’s yang punya kepedulian.
2. Manfaat Praktis.
Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi unit kerja pengawasan, para pimpinan unit kerja pelaksana dan perencanaan untuk terwujudnya peningkatan akuntabilitas kinerja pemerintahan dan pembangunan lingkup sub bagian kepegawaian.
SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN GRATIS DI KABUPATEN X

SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN GRATIS DI KABUPATEN X


(KODE : FISIP-IP-0003) : SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN GRATIS DI KABUPATEN X


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya sangat ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) yang handal dan memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat dicapai melalui pendidikan.
Pendidikan yang baik dapat menghasilkan SDM yang berkemauan dan berkemampuan untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus menerus dan berkesinambungan. Hal ini penting, terutama ketika dikaitkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang Sisdiknas), yang mengemukakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 31 ayat (2) setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya serta ayat (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Hal ini sejalan dengan undang-Undang Bab IV Bagian Kesatu dijelaskan tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, pasal 5 ayat 1 menyebutkan "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Masih di bab yang sama, pada bagian keempat ihwal Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 (1) berbunyi “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.
Suatu kebijakan pendidikan di daerah dalam konteks otonomi daerah dikaitkan dengan kebijakan publik desentralisasi (UU 32 Tahun 2004) bahwa urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan, dan kebijakan pendidikan nasional (UU No. 20 tahun 2003). Dalam kebijakan pendidikan nasional ada dua hal khusus yang berkenaan dengan hal tersebut adalah pertama menetapkan alokasi dana pendidikan sekurang-kurangnya 20% baik pada APBN dan APBD, kedua UU no. 20 tahun 2003 pasal 11 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintahan daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan baik setiap warga Negara. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya daya guna terselenggaranya pendidikan gratis bagi setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun yang dikenal sebagai wajib belajar sembilan tahun.
Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh kemampuan aparat dalam merumuskan program/kebijakan untuk dilaksanakan oleh aparat pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat yang ikut serta bersama-sama melaksanakan program/kebijakan yang telah diputuskan, yang harusnya didukung oleh sarana dan prasarana yang ada.
Sejalan dengan adanya program pemerintah Kabupaten X yang mengarahkan pada kebijakan Pendidikan gratis sebagai salah satu program andalan. Dalam perspektif pembangunan daerah dewasa ini, seiring dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, maka daerah dituntut agar mampu mengembangkan daerahnya sendiri secara mandiri yang ditandai dengan semakin besarnya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten X dalam pelaksanaan pendidikan gratis ini sangat baik dalam hal peningkatan pendidikan anak-anak usia sekolah, sehingga tingkat buta huruf atau tidak bersekolah dapat berkurang. Program pendidikan gratis ini, pada awal pelaksanaannya diatur dalam peraturan peraturan daerah No.10 tahun 2008 tentang pelaksanaan pendidikan gratis di Kabupaten X. Hal ini sesuai dengan visi dan misi pemerintah Kabupaten X yakni gerakan membangun X menuju masyarakat maju dan mandiri dengan meneruskan layanan pendidikan gratis yang semakin dimantapkan.
Keunikan kebijakan pemerintah daerah dalam hal pendidikan gratis di Kabupaten X adalah satu-satunya kabupaten yang ada di yang membuat dan melaksanakan program tersebut yang bukan hanya untuk siswa wajib belajar 9 tahun sebagaimana program nasional tetapi juga pada SMA. Selain itu pemberian subsidi ini bukan hanya sekolah negeri tetapi juga sekolah swasta dan Madrasah (dalam naungan Departemen Agama).
Fenomena yang terjadi di Kabupaten X berdasarkan hasil survey pendahuluan pada awal September berdasarkan informasi dari beberapa tokoh masyarakat dan kepala sekolah bahwa kebijakan pemerintah daerah tentang pendidikan gratis dalam pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai, masih adanya pungutan dana di sekolah, banyak keluhan dari beberapa sekolah akan minimnya dana, alokasi dana yang tidak merata antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya, tersendatnya pencairan dana, kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah ke masyarakat sehingga pemahaman tentang pendidikan gratis itu semua gratis pada hal hanya beberapa item saja yang digratiskan (pemberian subsidi biaya pendidikan).
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, maka penulis memandang perlu mengkaji lebih lanjut berbagai masalah yang berkaitan dengan implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pendidikan gratis di Kabupaten X. sehingga mendorong penulis memilih judul : “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN GRATIS DI KABUPATEN X”.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pendidikan gratis di Kabupaten X ?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi Implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pendidikan gratis di Kabupaten X ?

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pendidikan gratis di Kabupaten X .
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pendidikan gratis di Kabupaten X .

1.4. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis : penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam ilmu pemerintahan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu tentang kebijakan pendidikan gratis, sehingga dapat mengembangkan konsep-konsep mengenai kebijakan pendidikan gratis.
2. Secara praktis : hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemerintahan Kabupaten X agar daerah tersebut kedepanya lebih baik dan pemerintah setempat lebih memperhatikan dan meningkatkan pendidikan masyarakat.
SKRIPSI ANALISIS PERAN PEMERINTAH KOTA TERHADAP PERKELAHIAN ANTAR KELOMPOK DI KOTA X

SKRIPSI ANALISIS PERAN PEMERINTAH KOTA TERHADAP PERKELAHIAN ANTAR KELOMPOK DI KOTA X


(KODE : FISIP-IP-0002) : SKRIPSI ANALISIS PERAN PEMERINTAH KOTA TERHADAP PERKELAHIAN ANTAR KELOMPOK DI KOTA X


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Zaman kala masyarakat senantiasa tidaklah stagnan pada kondisi keseharian yang dimiliki, menjadikannya sebuah fenomena pantas untuk dikaji. Dinamika yang berkembang tersebut seringkali tidak terlepas dari peranan struktur makro yang mengatur sebuah masyarakat tertentu. Pemerintah dan aparatur penyokongnya merupakan salah satu faktor makro tersebut yang wajib ditekankan sebagai salah satu faktor penyokong bergeraknya arus dinamika tersebut. Sejak terbukanya sejarah mengenai pemerintahan satu persatu teori mengenai fungsi dan peran pemerintah berjejal, dinamikanya berlangsung dengan mobilitas yang cepat. Masalah yang mendera juga satu per satu datang pasca kedatangan sistem pemerintahan. Sontak sistem tersebut mendapatkan tekanan sebagai institusi berwenang menyelesaikan setiap persoalan.
Salah satu wacana mengemuka mengenai kota X ialah mengenai beberapa peristiwa yang menarik pandangan nasional hingga internasional adalah kekerasan massa dalam bentuk perkelahian antar kelompok yang kerap terjadi. Mencoba berasumsi penulis memposisikan masyarakat Indonesia kini beranggapan bahwa kekerasan di kota X telah menjadi hal yang lazim terjadi. Ada anekdot sehari-hari yang mengatakan bahwa kekerasan massa yang kerap terjadi di kota ini telah tergambar dari nama kota X itu sendiri.
Menurut Budi Hardiman sebuah masyarakat yang tidak mempersoalkan kekerasan sudah kehilangan keberadabannya. Karena itu, pertanyaan mengenai mengapa perkelahian antar kelompok itu terjadi sangat penting untuk dilontarkan dan dijawab.
Yang ganjil dalam perilaku massa adalah ciri psikologis yang ditimbulkan, para pelaku mengalami penumpulan rasa salah atas tindakan kekerasan mereka. Akal sehat disingkirkan dan digantikan dengan moralitas lemah yang menjauhi konteks budaya dimana moralitas tersebut dibangun. Berjarak dari peristiwa itu, beberapa analis yang ahli dalam bidang ini maupun masyarakat biasa pemerhati persoalan sosial lalu mengatakan bahwa individu terseret oleh desakan kebersamaan mereka sehingga tak bisa lain kecuali melakukan seperti yang dilakukan orang yang lain. Seperti kesadaran in group yang diungkapkan oleh sosiolog sekelas Soerjono Soekanto maupun Selo Soemardjan Individu yang terlibat dalam kekerasan massa secara massif dipindahkan dari ruang kontak sehari-hari ke dalam suatu ruang peleburan kolektif yang mengisap ciri-ciri personalnya sebagai seorang individu. Penulis menyebutnya “ruang kolektif’ karena ruang ini diproduksi oleh kebersamaan dan menjadi tempat bergeraknya tindakan-tindakan kolektif walaupun dalam beberapa analisis ada juga yang menyebutnya sebagai ruang massa.
Ada kecenderungan yang kemudian terjadi, bahwa perkelahian antar kelompok dalam beberapa penelitian ternyata tidak terlepas dari heterogennya sebuah masyarakat. Masyarakat perkotaan seperti di kota X pun memiliki kecenderungan tingkat kekerasan massa yang tinggi ketimbang dengan daerah lain yang belum begitu terjejal arus modernisasi.
Kehidupan perkotaan yang lebih dekat dengan kebijakan pemerintah pusat kemudian akan sangat mudah terciptanya arus balik dari masyarakat di dalamnya. Tanggapan dari masyarakat akan lebih cepat timbul belum lagi ketika kita meminjam teori Johan Galtung mengenai korelasi antara kekerasan itu sendiri dengan kekerasan struktural, dalam teorinya dikatakan bahwa kekerasan yang selama ini terjadi di masyarakat khususnya masyarakat kota tak terlepas dari wujud kekerasan rezim penguasa setempat terhadap rakyatnya, Kemarahan rakyat pun terlontar dalam bentuk beragam, dimulai dengan aksi protes hingga bentuk-bentuk destruktif berupa pengrusakan yang dilakukan oleh massa.
Pemerintah kota X sebagai institusi kuasa yang berada di kota ini seharusnya menyadari persoalan krusial ini, tugas pemerintah yang seharusnya memberikan jaminan keamanan bagi setiap warga negara seyogyanya diperankan dengan maksimal. Sebenarnya pemerintah kota X sudah melakukan banyak upaya penanggulangan maraknya terjadinya kekerasan massa. Dalam program X Great Expectation9, kasus kekerasan yang kerap terjadi di jalanan ketika terjadi aksi unjuk rasa menjadi titik perhatian mengingat, bahwa kejadian tersebut bisa merusak wajah X sebagai pintu gerbang di Indonesia bagian timur.
Fokus pada penelitian ini akhirnya mengambil salah satu bentuk kekerasan massa yang cukup meresahkan. Perkelahian antar kelompok merupakan penyakit masyarakat yang sering menjadi bahan pembicaraan di kota ini. Tak jarang dengan menggunakan senjata tajam yang berujung pada timbulnya korban jiwa. Perkelahian antar kelompok pun mengalir dengan berbagai motif dari pelakunya. Sebagian besar dari pelakunya didominasi oleh kaum remaja.
Berbagai penelitian sosial menganalisa perilaku keterlibatan remaja dalam perkelahian antar kelompok. Namun perkelahian ini juga tak bisa dilepas oleh mereka yang telah melewati masa remaja. Maraknya perkelahian antar kelompok yang melibatkan masyarakat miskin atau mereka yang berkemampuan ekonomi menengah ke bawah, menjadi salah satu indikasi bahwa perkelahian antar kelompok sebagai salah satu bentuk kekerasan massa diakibatkan oleh adanya kesenjangan yang akibat pembangunan tidak berimbang di sebuah kota besar.
Ada pula beberapa contoh kasus yang memberikan bantahan terhadap “postulat” pelaku perkelahian antar kelompok diatas. Masuknya perkelahian tersebut ke ranah institusi pendidikan seperti kampus dan sekolah memberikan contoh yang setidaknya mendobrak pernyataan mengenai tingkat pendidikan yang menjadi salah satu pemicu terjadinya tindak kekerasan.
Dalam banyak kasus kekerasan yang terjadi, banyak pertanyaan yang timbul dalam diri penulis mengenai apakah sebenarnya peran pemerintah yang seharusnya memberikan jaminan keamanan bagi masyarakatnya. Untuk itu diperlukan korelasi antara apa yang menjadi faktor antar kelompok yang kerap terjadi dengan peran-peran yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulanginya.
Ketertarikan penulis membahas persoalan ini, dengan harapan tidak ada lagi sikap menduga-duga dari masyarakat pada umumnya mengenai apakah pemerintah kota mengambil sikap dan berperan menanggulangi kasus yang terjadi. Lemahnya peran institusi pemerintah dalam mengambil langkah dalam beberapa penyelesaian kasus perkelahian terus berulang terlontar ketika kecelakaan sosial ini kembali muncul dipermukaaan. Perkelahian antar kelompok setiap saat bisa saja terjadi dengan berbagai potensi yang diredam untuk beberapa saat saja. Ketika keran penyebab perkelahian itu terbuka, sontak massa pun kembali mengambil posisi dalam menyelesaikan persoalan yang sudah tidak bisa lagi diselesaikan dengan bahasa verbal.
Adanya disparitas antara penyelesaian kasus kekerasan dengan faktor penyebabnya cenderung membuat perkelahian tersebut hanya selesai pada permukaan dan tidak menyentuh akar persoalan. Perkelahian antar kelompok dapat ditanggulangi ketika akar penyebab kekerasan itu terjadi sudah diketahui, banyak referensi yang bisa dijadikan acuan dalam menelaah akar kekerasan seperti ini yang kerap terjadi sebagai suatu produk sosial masyarakat kota.
Pemerintah kota yang melakukan berbagai upaya penanggulangan akan diteliti perannya oleh penulis sebagai salah satu bentuk upaya pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Penelitian ini membuka persoalan yang sudah dibahas sebelumnya dengan memfokuskan penelitian dalam judul : Analisis Peran Pemerintah Kota terhadap Perkelahian antar Kelompok.

I.2 Rumusan Masalah
Memperhatikan uraian di atas terlihat bahwa perkelahian antar kelompok merupakan persoalan esensial yang patut bagi pemerintah daerah untuk segera memaksimalkan potensi dan peran yang dimiliki dengan membuat perencanaan strategis untuk menanggulangi sirkulasi kekerasan yang merebak di masyarakat. Bilamana telah terjadi penurunan angka perkelahian antar kelompok, maka patut pula untuk mengetahui upaya apa yang telah dilakukan sebagai bahan evaluasi kebijakan ke depannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab perkelahian antar kelompok di Kota X ?
2. Bagaimana peran pemerintah kota X dalam menanggulangi persoalan perkelahian antar kelompok yang kerap terjadi ?

I.3 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengakarnya pandangan masyarakat yang hanya bisa menerka penyebab timbulnya perkelahian, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkelahian antar kelompok di kota X.
2. Untuk memperoleh gambaran dan penjelasan tentang peran pemerintah kota X dalam menanggulangi kekerasan massa dalam bentuk perkelahian antar kelompok.

I.4 Manfaat Penelitian
1. Dari segi teoritis, memberikan informasi mengenai bentuk-bentuk peran pemerintah kota X dalam menanggulangi kekerasan massa dalam bentuk perkelahian antar kelompok. Selain itu juga memberikan sedikit gambaran mengenai penyebab kekerasan massa yang kerap terjadi di masyarakat. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan khasanah ilmu pemerintahan terutama kajian tentang strategi peran pemerintah dalam menangani kasus tertentu.
2. Dari segi metodologis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberi nilai tambah yang selanjutnya dapat dikomparasikan dengan penelitian-penelitian ilmiah lainnya, khususnya yang mengkaji masalah peran strategis pemerintah dan penanggulangan kekerasan massa di masyarakat.
3. Dari segi praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi masyarakat tentang peran pemerintah kota X dalam menanggulangi kekerasan massa dalam bentuk perkelahian antar kelompok yang kerap mengganggu. Terkhusus bagi pemerintah khususnya Pemerintah kota X, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam perumusan kebijakan dalam rangka penanggulangan perkelahian antar kelompok.
SKRIPSI ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK (STUDI TENTANG PERANAN DAN FUNGSI BKBPP)

SKRIPSI ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK (STUDI TENTANG PERANAN DAN FUNGSI BKBPP)


(KODE : FISIP-IP-0001) : SKRIPSI ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK (STUDI TENTANG PERANAN DAN FUNGSI BKBPP)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Undang Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, social budaya, agama serta lingkungan penduduk setempat. Di samping itu di sebutkan pula perkembangan kependudukan dan pembanguna keluarga adalah upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk.
Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai populasi pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Menurut data dari Tribunnews.com Indonesia berada pada posisi ke empat jumlah penduduk terbanyak di dunia, dengan jumlah penduduknya sebanyak 237,6 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk yang semakin besar ini tentu membawa tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan kesempatan kerja, menghilangkan kemiskinan, meningkatkan mutu pendidikan dan kesehatan, meningkatkan infrastruktur, dan pelayanan publik. Dari hasil data di atas pemerintah Indonesia harus melakukan tindakan agar dapat meminimalisisr jumlah perumbuhan penduduk yang sangat tinggi, dan salah satu upaya yang dapat di lakukan yaitu memaksimalkan peranan Badan atau instansi yang kompeten dalam menangani masalah pertumbuhan penduduk.
Didalam proses meminimalisir pertumbuhan penduduk harus dilakukan dengan beberapa tahap-tahap yang sudah di desain sedemikian baiknya agar pada saat melaksanakan proses tersebut dapat berjalan dengan baik, karena setiap saat pertumbuhan penduduk dapat berubah-ubah, maka dari itu pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya atau perbandinagan populasi yang dapat dihitung sebagai perubahan jumlah individu dalam suatu populasi.
Salah satu hal yang dapat dilakukan pemerintah ialah memeberikan sosialisasi langsung kepada masyarakat atau ajakan-ajakan yang dapat merubah pola pikir masyarakat tentang perlunya meminimalisir jumlah pertumbuhan penduduk, dan untuk menunjang keberhasilan proses ini peran aktif masyarakat juga sangat diperlukan, karena apabila masyarakat hanya menjadi pendengar saja tanpa ada respon yang dilakukan, semuanya hanya akan menjadi suatu yang tidak berarti dan boleh dikatakan tidak ada manfaat yang dapat mereka peroleh.
Namun dalam pelaksanaannya masih sering terjadi hambatan-hambatan dalam menjalankan program ini. Hal ini disebabkan oleh hal-hal teknis dan non teknis yang dapat mempengaruhi misalnya, kurangnya kemampuan dalam mengemban dan menjalankan tugasnya serta penyediaan fasilitas yang terbatas. Hal ini sangat berkaitan erat dengan proses untuk meminimalisir pertumbuhan penduduk yang ada di Negara kita baik dalam skala nasional maupun di tingkat daerah, bertolak dari hal itu dapat dijadikan suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggaran pemerintahan yang berkaitan dengan proses pertumbuhan penduduk.
Disamping itu dari data yang saya dapatkan pertumbuhan penduduk di kabupaten X yang mencapai angka 206.752 jiwa pada tahun 2010 dan angka ini meningkat dibandingkan pada tahun 2009. Adanya peningkatan jumlah penduduk memacu keinginan pemerintah khususnya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional untuk melakukan tindakan yang dapat mengontrol laju pertumbuhan penduduknya.
Berdasarkan hal telah diuraikan diatas, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian “ANALISIS PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK (STUDI TENTANG PERAN DAN FUNGSI BKBPP DALAM MEMINIMALISIR PERTUMBUHAN PENDUDUK DI KEC. X)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena-fenomena dalam latar belakang yang telah dituliskan diatas, maka pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini disusun sebagai berikut :
1. Bagaimana peran dan fungsi Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk di Kec. X.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengendalian pertumbuhan penduduk di Kec. X.

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran dan fungsi Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk di Kec. X.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengendalian pertumbuhan penduduk di Kec. X

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis, sebagai salah satu bahan perbandingan dari sudi lebih lanjut dalam peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan peran pemerintah dalam proses pengendalian pertumbuhan penduduk.
2. Manfaat praktis, sebagai salah satu masukan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, diutamakan untuk memberikan masukan kepada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan demi untuk mengatur SDM yang semakin meningkat.
SKRIPSI UPAYA BADAN PERIZINAN TERPADU (BPT) KABUPATEN X DLM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

SKRIPSI UPAYA BADAN PERIZINAN TERPADU (BPT) KABUPATEN X DLM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK


(KODE : FISIP-AN-0033) : SKRIPSI UPAYA BADAN PERIZINAN TERPADU (BPT) KABUPATEN X DLM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kajian dan praktek administrasi publik di berbagai negara terus berkembang. Berbagai perubahan terjadi seiring dengan berkembangnya kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh administrator publik. Kompleksitas ini ditanggapi oleh para teoritisi dengan terus mengembangkan Ilmu Administrasi Publik. Hal ini disebabkan karena pemilik kepentingan publik yang sebenarnya adalah masyarakat, maka administrator publik seharusnya memusatkan perhatiannya pada tanggung jawab melayani dan memberdayakan warga negara melalui pengelolaan organisasi publik dan implementasi kebijakan publik. Perubahan orientasi tentang posisi warga negara, nilai yang dikedepankan, dan peran pemerintah ini memunculkan perspektif baru administrasi publik yang disebut sebagai new public service.
Perspektif new public service menghendaki peran administrator publik untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan bertugas untuk melayani masyarakat. Dalam menjalankan tugas tersebut, administrator publik menyadari adanya beberapa lapisan kompleks tanggung jawab, etika, dan akuntabilitas dalam suatu sistem demokrasi. Administrator yang bertanggung jawab harus melibatkan masyarakat tidak hanya dalam perencanaan dan pelaksanaan program guna mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Hal ini harus dilakukan tidak saja karena untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Dengan demikian, pekerjaan administrator publik tidak lagi mengarahkan atau memanipulasi insentif tetapi pelayanan kepada masyarakat.
Perwujudan paradigma diatas akhirnya akan sangat bergantung pada adanya komitmen dan keinginan yang kuat dari para aparat pemerintah sehingga dapat melaksanakan pelayanan publik dengan benar dan sungguh-sungguh. Untuk menyelenggarakan pelayanan publik berdasarkan paradigma tersebut dan yang sesuai dengan kebutuhan serta tuntutan masyarakat di era globalisasi ini, maka pemerintah memberikan keleluasaan pada pemerintah daerah untuk mengembangkan, memperbaiki dan mengelola sumberdaya yang dimilikinya, yang telah ditetapkan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah: Pertama, mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Kedua, bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penampilan birokrasi yang baik mensyaratkan otonomisasi, dan sebaliknya otonomisasi akan meningkatkan efektifitas dan daya tanggap administrasi terhadap kebutuhan lokal. Secara teoritis desentralisasi dan otonomi daerah dapat mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, antara lain melalui pemotongan jalur birokrasi pelayanan, sehingga masyarakat dapat lebih mudah mengakses pelayanan pemerintah, terutama pelayanan pemerintah daerah. Mayoritas dari warga negara hanya peduli pada pelayanan administrasi yang lebih baik, lebih cepat, lebih sederhana prosedurnya, lebih terbuka, dan dengan biaya yang murah.
Desentralisasi diyakini oleh banyak orang sebagai system pemerintahan yang lebih baik dari pada sentralisasi, terutama dalam pelayanan publik dilihat dari segi manajemen pemerintah desentralisasi dapat meningkatkan efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas publik. Sedangkan dilihat dari segi percepatan pembangunan, desentralisasi dapat meningkatkan persaingan (perlombaan) antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya, dan ini mendorong pemerintah local untuk melakukan inovasi guna meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada warganya.
Perbaikan pelayanan tersebut akan makin baik kalau didukung oleh sistem pemerintahan yang demokratis, terbuka, akuntabel dan memberi ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat. Dengan sistem seperti itu maka tujuan akhir dari desentralisasi dan otonomi daerah berupa peningkatan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat akan dapat tercapai. Sehingga kualitas layanan aparatur pemerintah kepada masyarakat menjadi salah satu indikator keberhasilan otonomi daerah.
Dan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik, maka pemerintah menetapkan Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang bertujuan:
1. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pi hak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
2. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;
3. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
4. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
Komitmen untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para masyarakat sesuai dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2009 serta terselenggaranya otonomi daerah sesuai dengan tujuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 disusun pada perencanaan strategis BPT Kab. X, Rencana strategis sangat terkait dengan BPT Kab. X, dalam upayanya utuk memaksimalkan semua potensi dan sumber daya yang dimilikinya, yaitu dengan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang mungkin terjadi di masa depan. Kondisi lingkungan global yang penuh persaingan menuntut organisasi untuk lebih dinamis dengan perubahan lingkungannya. Sehingga setiap pegawai hams memandang, memelihara dan meningkatkan kualitas pelayanan.
Perencanaan strategis adalah suatu cara untuk membantu organisasi dan komunitas masyarakat dalam mengatasi lingkungan mereka yang telah berubah serta mampu berjalan seiring dengan ketidakpastian keadaan. Gejolak yang makin meningkat dan saling bertautan ini memerlukan tanggapan dari organisasi dan komunitas publik. Pertama, organisasi hams berpikir strategis yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Kedua, organisasi hams bisa menerjemahkan inputnya untuk strategi yang efektif guna menanggulangi lingkungan yang senantiasa bembah. Ketiga, organisasi hams mengembangkan alasan yang diperlukan untuk meletakkan landasan bagi pemakaian dan pelaksanaan strateginya. Perencanaan strategis dapat membantu organisasi dan komunitas untuk memmuskan dan memecahkan masalah terpenting yang mereka hadapi. Selain itu, perencanaan strategis dapat pula membantu organisasi dan komunitas membangun kekuatan dan mengambil keuntungan dari peluang penting, sembari organisasi dan komunitas mengatasi atau meminimalkan kelemahan dan ancaman serius, sehingga dapat membantu organisasi dan komunitas menjadi lebih efektif dalam dunia yang penuh persaingan.
Bryson (2007:3) menyebutkan bahwa para pemimpin pemerintahan, lembaga publik dari semua jenis, organisasi nirlaba, dan komunitas menghadapi banyak tantangan sulit dalam tahun-tahun mendatang. Pembahan-pembahan tersebut misalnya pembahan demografis, pembahan nilai, privatisasi pelayanan publik, pembahan ekonomi global dan sebagainya.
Jadi baik organisasi besar maupun kecil, tetap hams menyadari adanya pergeseran yang sangat penting di dalam fokus dan kegiatan organisasi di era globalisasi. Artinya, untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian, hal ini disebabkan tantangan-tantangan yang semakin sulit di tahun-tahun yang akan datang tidak bisa dipandang remeh. Oleh karena itu strategi diperlukan untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut. Dalam kondisi seperti itu maka setiap organisasi publik atau privat, maupun masyarakat sendiri bila ingin tetap survive dan bertahan hidup harus mampu merespon perubahan itu dengan langkah-langkah yang tepat, dengan berpikir dan bertindak makin strategis, mungkin dengan menigkatkan kualitas kegiatannya atau bahkan bila perlu melakukan perubahan fokus atau kegiatannya.
Kualitas pelayanan harus menjadi kepedulian seluruh pihak yang terlibat di BPT Kab. X baik yang berada ditingkat pelaksana maupun pimpinan sesuai dengan peranannya. Mengingat Kabupaten X merupakan Kabupaten Kota yang sedang berkembang, sehingga memerlukan penanganan secara terpadu dalam bidang administrasi pelayanan perijinan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara lain ditegaskan bahwa tujuan pemberian otonomi adalah berupaya memberikan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan. Maka Pemerintah Kabupaten X membentuk Badan Pelayanan Terpadu pada tanggal 20 Juli 2006 dengan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2006. Badan Pelayanan Terpadu kemudian diubah menjadi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten X dengan Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2008. Sehingga semua proses perijinan dilaksanakan di BPT Kab X mulai dari penerimaan berkas, pemrosesan dokumen, penandatanganan ijin sampai dengan penyerahan dokumen ijin.
Badan Perijianan Terpadu telah menerapkan sistem pelayanan satu pintu (one stop service/OSS) sejak tahun 2002, yang dimaksudkan untuk mempermudah masyarakat dalam mengurus perijinan yaitu dengan memberikan perijinan secara terpadu pada satu tempat/lokasi sesuai dengan kewenangan masing-masing instansi. Hal ini mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan perijinan dapat diselenggarakan secara berhasilguna dan berdayaguna serta untuk mendorong laju perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Sebagai salah satu contoh bahwa dengan OSS pelayanan perijinan di BPT Kabupaten X efektif dan efisien dibandingkan dengan pelayanan sebelum OSS adalah misalnya pada perijinan 1MB (Ijin Mendirikan Bangunan). Jika dibandingkan dengan pelayanan sebelum OSS perijinan 1MB baru akan selesai hingga waktu 1 bulan dari awal permohonan diajukan, sedangkan dengan menggunakan sistem OSS Perijinan 1MB akan selesai dalam waktu 10 hari. Dilihat dari prosedur pelayanan OSS yang diawali dengan pemohon yang mengajukan berkas permohonan perijinan di loket pelayanan sesuai dengan bidang perijinan (1MB). Berkas permohonan perijinan tersebut disampaikan kepada masing-masing Instansi/Unit Kerja Teknis dan diproses dengan melalui tahap: pemeriksaan berkas, ceking lokasi, evaluasi, penetapan biaya, dan pengesahan surat perijinan oleh pejabat yang berwenang. Kemudian berkas yang telah disahkan diserahkan ke loket pengambilan yang selanjutnya dapat diambil oleh pemohon ijin setelah membayar bisya retribusi sebesar yang telah ditetapkan. Untuk penetapan biaya IMB telah ditentukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 11 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Saai ini di BPT Kabupaten X dalam setiap perijinan selalu memberikan perincian biaya yang jelas dan transparan. Selain itu, pemohon dapat melakukan tindakan seperti pengecekan, pemeriksaan, pengukuran dan complain kepada petugas jika biaya maupun pelayanannya tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
Sebagai organisasi publik dalam pelayanan perijinan BPT harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan pelayanan perijinan yang dilakukan tidak satu pintu atau ketika ditangani oleh masing-masing instansi secara langsung. Efektif dan efisien ini baik dalam prosedur perijinan, waktu penyelesaian maupun biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat.
Berkembangnya arus informasi dan komunikasi yang saat ini hampir tidak terbatas oleh jarak dan waktu serta didukung pula dengan tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat yang semakin tinggi membuat masyarakat semakin menuntut agar pelayanan yang diberikan bisa lebih baik atau paling tidak seimbang dengan biaya atau kontribusi yang telah diberikan masyarakat. Dalam menghadapi berbagai tuntutan masyarakat atas pelayanan publik, bagi suatu organisasi diperlukan penerapan strategi yang sesuai dengan keadaan dan kendala yang dihadapi agar mampu meningkatkan kualitas pelayanannya. Begitu pula dengan BPT Kab. X memerlukan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan agar lebih baik dari yang selama ini diberikan yaitu dengan memberikan pelayanan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Tanpa adanya penerapan strategi yang efisien dan efektif dalam upayanya meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka pelayanan perijinan yang dilakukan oleh BPT Kab. X kepada masyarakat akan statis, tidak berkembang dalam arti tidak mampu menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Pelayanan kepada masyarakat akan selalu terpaku pada kebiasaan yang terjadi sehari-hari tanpa memperhatikan perubahan-perubahan yang dihadapi oleh BPT Kab. X
Sehubungan dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai upaya apa saja yang telah dilakukan BPT Kab. X dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik serta hambatan-hambatannya.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah ini bertujuan untuk memberikan rumusan yang jelas dari permasalahan yang ada untuk memecahkan pembahasan dalam bentuk pertanyaan. Adapun perumusan masalah dari uraian latar belakang diatas adalah:
"Bagaimana Upaya Badan Perijinan Terpadu (BPT) Kabupaten X dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik ?"

C. Tujuan Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan penulis mampu mengetahui berbagai upaya yang diambil oleh Badan Perijinan Terpadu (BPT) Kabupaten X dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk :
1. Sebagai umpan balik yang dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam rangka penyusunan rencana strategis yang lebih baik di masa yang akan datang.
2. Memberi masukan bagi pemerintah Kabupaten X khususnya BPT Kab. X dalam meningkatkan pelayanan publik.
3. Melatih kepekaan peneliti terhadap berbagai perubahan sosial dan lingkungan sekitarnya.
4. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan berkaitan dengan upaya dan strategi BPT Kab. X dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik beserta seluruh permasalahannya.

SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG OPTIMALISASI KINERJA BAPPEDA DALAM PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DI KOTA X

SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG OPTIMALISASI KINERJA BAPPEDA DALAM PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DI KOTA X


(KODE : FISIP-AN-0032) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG OPTIMALISASI KINERJA BAPPEDA DALAM PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DI KOTA X




BAB I 
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam era otonomi daerah seperti sekarang ini lebih menekankan pada prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Hal ini merupakan perwujudan pelaksanaan azas desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Prinsip otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pada dasarnya menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dimana daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut, dapatlah ditarik benang merah bahwa setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan otonomi daerah merupakan dasar perubahan paradigma dalam pelaksanaan pemerintahan, pengelolaan anggaran negara dan daerah serta sebagai perwujudan tuntutan agenda reformasi dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat.
Adapun perubahan paradigma tersebut disikapi oleh daerah dengan menyesuaikan dan merubah berbagai mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam melaksanakan pembangunan yang demokratis guna mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Menurut J. Linz and Alfred Stephan dalam Journal of Democracy :
"...reinforcing and empowering civil society has become a common strategy for democratisation in many countries. In the context of political transition in asia, it also believed that empowering civil society is an important consolidating democracy.‘ governance' is a key concept in discussion about the state and civil society, the term 'governance' which essensially refers to political function and 'public administration' generally viewed in therms of more technocratic pursuits". (...penguatan dan pemberdayaan masyarakat sipil telah menjadi suatu strategi bersama dalam proses demokratisasi di banyak negara. Dalam konteks perkembangan perubahan politik di Asia, juga menjadi keniscayaan bahwa pemberdayaan masyarakat sipil adalah suatu landasan demokrasi yang solid. 'pemerintahan' adalah suatu konsep utama dalam diskusi tentang negara dan masyarakat sipil, istilah 'pemerintahan' yang secara esensi mengacu pada fungsi politis dan fungsi 'administrasi publik' pada umumnya dipandang dalam segi tujuan yang lebih teknis.)
Berbagai perubahan tersebut terwujud dalam pergeseran paradigma pembangunan di daerah, yakni perubahan dari paradigma yang sentralistik menuju paradigma yang desentralistik. Paradigma sentralistik dianggap terlalu mementingkan kedudukan pemerintah sebagai pusat perencana dan pelaksana pembangunan tanpa melibatkan masyarakat sebagai bagian penting dari pembangunan itu sendiri. Paradigma pembangunan yang lebih mementingkan kekuasaan pemerintah tersebut tidak lagi relevan untuk diterapkan. Pergeseran paradigma pembangunan tersebut, secara teoritis merupakan perwujudan dari perubahan pola perencanaan pembangunan dengan pola top down menjadi pola bottom up. Seperti yang diungkapkan oleh Hirtsune Kimura dalam Jurnal Ketahanan Nasional :
"More ever, changing the mindset of public officials who had been accustomed administration is not easy. After three decades of, new order rule, there still exist a strong tradition of centralize bearucracy, those the big trial of Indonesia decentralization on is still at the starting point." (Lebih lanjut, mengubah pola pikir para pejabat publik yang sudah terbiasa birokratis tidaklah mudah. Meskipun setelah tiga dekade, dengan pemerintahan yang baru, akan masih ada suatu tradisi yang kuat dalam birokrasi yang terpusat, namun hal itu merupakan sebuah langkah besar dari proses desentralisasi di Indonesia yang masih berada di titik awal).
Dalam era otonomi daerah yang menganut sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakekat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Sebagaimana termaktub dalam mukadimah UNDP (United Nation Development Program), salah satu ciri sistem pemerintahan yang baik (good governance) adalah pemerintahan yang bisa mengikutsertakan semua masyarakat, transparan dan bertanggung jawab, efektif dan adil, adanya supremasi hukum serta bisa menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsensus masyarakat. Di satu sisi, peningkatan kapasitas birokrat/aparat pemerintah diarahkan untuk merubah pola pikir, bahwa peranan birokrat/aparat pemerintah mengalami perubahan dari pelaku pembangunan menjadi fasilitator pembangunan. Dengan demikian peran pemerintah lebih bersifat memfasilitasi dan mengkatalisasi melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam otonomi daerah.
Hal ini berarti perlu adanya komitmen terhadap penguatan keberadaan lembaga pemberdayaan masyarakat khususnya di tingkat bawah atau di tingkat kelurahan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana salah satu fungsi Pemerintah di tingkat Desa/Kelurahan serta Kecamatan adalah pemberdayaan masyarakat. Hal ini sangat penting dalam rangka merumuskan solusi dalam mengidentifikasi berbagai fungsi dari lintas pelaku pemberdayaan masyarakat, agar sadar akan arti pentingnya suatu harmonisasi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, yang ditandai dengan berjalannya peran serta tugas pokok masing-masing. Keberhasilan Pemerintah Daerah dalam jangka panjang tidak hanya bergantung pada kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan, tetapi juga atas ketertarikan, keikutsertaan, dan dukungan dari masyarakat.
Munculnya perencanaan pembangunan partisipatif diharapkan akan menghantarkan masyarakat untuk dapat memahami masalah-masalah yang dihadapi, menganalisa akar-akar masalah tersebut, mendesain kegiatan-kegiatan terpilih, serta memberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan. Pengikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan merupakan salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai kebutuhan yang beragam. Dengan kata lain, upaya peningkatan partisipasi masyarakat pada proses pembangunan dapat membawa keuntungan substantif, dimana pelaksanaan pembangunan akan lebih efektif dan efisien, disamping akan memberikan rasa kepuasan dan dukungan masyarakat yang kuat terhadap program-program Pemerintah Daerah itu sendiri.
Adanya pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah juga semakin menegaskan arti pentingnya kualitas pelayanan publik. Undang-Undang ini mengindikasikan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah harus dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab pada daerah. Dengan kewenangan yang diberikan tersebut, maka pemerintah daerah akan lebih leluasa untuk menentukan kebijakan yang akan diambil, yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di masing-masing daerah. Akan tetapi di satu sisi, pemberian keleluasaan kewenangan kepada daerah juga harus diimbangi dengan koordinasi dan perangkat aturan yang sinergis sehingga lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah maupun pembangunan antar daerah.
Keberhasilan pembangunan di suatu daerah tidak akan terlepas dari peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Bappeda adalah sebuah badan yang bertugas melakukan perencanaan pembangunan di daerah. Bappeda merupakan badan atau staf yang bertanggung jawab langsung kepada Walikota atau Bupati. Peran Bappeda pada pemerintahan yang telah lalu memang tidak terlalu signifikan di dalam pembangunan. Namun hal ini lebih dikarenakan sistem pemerintahan yang terlampau sentralistik, sehingga ruang gerak Bappeda menjadi terbatas karena begitu dominannya intervensi pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah. Akibatnya, perencanaan pembangunan yang disusun untuk suatu daerah, ketika diimplementasikan hasilnya sering tidak tepat sasaran karena tidak mampu merespon kebutuhan riil dari masyarakat. Hal ini membawa dampak dimana pembangunan yang telah ada tidak mampu mengangkat kesejahteraan rakyat.
Di tengah perkembangan perencanaan pembangunan partisipatif di Kota X yang sudah berjalan selama kurang lebih 8 tahun tentu sudah banyak dinamika yang berkembang. Perencanaan pembangunan di Kota X memang harus mengacu pada sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Mekanisme Proses Perencanaan Pembangunan Partisipatif di Kota X dibangun melalui kegiatan tahunan dengan forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan (Musrenbangkel), Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam), Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota (Musrenbangkot). Berdasarkan Peraturan Walikota X Nomor 51 Tahun 2008, Bappeda Kota X dalam Proses Perencanaan Pembangunan Partisipatif memiliki peran dalam melaksanakan fungsi pendampingan dalam Musrenbangkel dan Musrenbangcam serta memfasilitasi penyelenggaraan Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Musrenbangkot. Dalam kinerjanya tersebut, Bappeda Kota X hanya bertindak sebagai fasilitator dan melakukan monitoring pelaksanaan Musrenbangkel dan Musrenbangcam agar alur dan mekanismenya sesuai dengan pedoman.
Berikut ini peneliti sajikan sebuah contoh model hasil Musrenbangkel Kelurahan Y yang berisi tentang daftar skala prioritas permasalahan, potensi pemecahan masalah dan usulan kegiatan pembangunan di Kelurahan Y dalam sebuah tabel. Juga peneliti sajikan contoh instrumen yang menunjukkan adanya proses monitoring dari Bappeda terhadap pelaksanaan Musrenbangkel Kelurahan Y dan Musrenbangcam Kecamatan X tahun 2009.
Partisipasi masyarakat merupakan elemen yang penting untuk diwujudkan dalam kehidupan bernegara. Dari empat tahap pembangunan (perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi) pelibatan masyarakat dalam perencanaan memiliki bobot yang tinggi untuk memperbaiki kualitas pembangunan. Hal ini mengingat partisipasi masyarakat dalam pembangunan lebih sering dimaknai sebagai dukungan masyarakat dalam pelaksanaan proyek pembangunan, bukan dalam perumusan rencana. Lebih lanjut, perencanaan memiliki posisi yang strategis sebagai arahan dalam mengimplementasikan pembangunan. Perencanaan dalam pembangunan merupakan suatu mekanisme untuk merumuskan desain pembangunan yang akan dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat.
Kehendak melibatkan masyarakat dalam perumusan perencanaan pembangunan sebenarnya sejak dari dulu telah termanifestasi dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 9 Tahun 1982 tentang pedoman penyusunan perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah (P5D). Permendagri tersebut menggariskan pola perencanaan pembangunan yang memadukan pendekatan top down dan bottom up. Penyusunan perencanaan pembangunan dirancang mulai dari musyawarah pembangunan tingkat kelurahan, temu karya pembangunan tingkat kecamatan, rapat koordinasi pembangunan tingkat kabupaten atau kotamadya, rapat koordinasi pembangunan tingkat propinsi, dan rapat konsultasi nasional.
Namun mekanisme tersebut dalam implementasinya dinilai kurang aspiratif. Partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan pembangunan dirasakan sebagai hal yang semu belaka karena lebih banyak diwarnai dialog antar aparat yang diputuskan secara top down. Selanjutnya rencana pembangunan nasional tersebut disesuaikan dengan angka-angka sasaran daerah. Akan tetapi sering ditemukan bahwa angka-angka sasaran nasional tersebut dikutip begitu saja sebagai sasaran daerah tanpa menyadari kemampuan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Perencanaan daerah sering pula hanya merepresentasikan rencana sektoral dari instansi vertikal. Sehingga perencanaan pembangunan yang secara ideal diharapkan untuk dapat mewujudkan ciri khas daerah (keberanekaan kebutuhan dan potensi) tidak terwujud.
Perencanaan pembangunan ini tidak peka terhadap variasi daerah (mengesampingkan kenyataan akan heterogenitas kondisi dan tuntutan aspirasi daerah) sehingga solusi yang ditawarkan tidak mampu menjawab permasalahan daerah. Pada sisi lain mekanisme ini melemahkan kemampuan kreatif rakyat yang berkaitan dengan keberlangsungan pembangunan. Kondisi yang demikian bisa memunculkan sikap apatis (ketidakperdulian masyarakat pada pembangunan karena merasa bahwa proses pembangunan tidak menyentuh kebutuhan riil mereka) dan inersia (masyarakat menjadi kurang dapat mengembangkan potensi yang terpendam sehingga cenderung pasif menunggu perintah, dan tergantung pada bantuan) dalam masyarakat.
Walaupun pengertian partisipasi masyarakat sudah menjadi kepentingan bersama (common interest), akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat pemahaman yang tidak sama. Hal ini ditunjukkan dimana Pemerintah sudah melakukan sosialisasi dan konsultasi dengan masyarakat, akan tetapi masyarakat merasa tidak cukup hanya dengan proses tersebut, karena semua proses keputusan yang diambil secara holistik harus melibatkan masyarakat. Mengingat partisipasi adalah salah satu elemen penting dalam governance maka untuk mendorong terciptanya good governance, banyak organisasi atau lembaga publik memilih isu partisipasi sebagai strategi awal mewujudkan good governance. Strategi yang diambil organisasi civil society umumnya dilandasi analisis situsasi yang mengemukakan adanya tiga hambatan utama menuju partisipasi yang baik (Hetifah. 2000), yaitu; Pertama, adalah hambatan struktural yang membuat iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi. Di antaranya adalah kurangnya kesadaran berbagai pihak akan pentingnya partisipasi serta kebijakan maupun aturan yang kurang mendukung partisipasi termasuk kebijakan desentralisasi fiskal. Kedua, adalah hambatan internal masyarakat sendiri, diantaranya kurang inisiatif, tidak terorganisir dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif dalam proses pengambilan keputusan, dimana hal ini terjadi antara lain akibat kurangnya informasi. Dan yang ketiga, adalah hambatan akibat kurang terkuasainya metode dan teknik-teknik partisipasi.
Sedangkan salah satu persoalan lain yang dihadapi dalam perencanaan pembangunan partisipatif saat ini antara lain panjangnya proses pengambilan keputusan. Jarak antara penyampaian aspirasi hingga jadi keputusan relatif jauh. UU Nomor 32 Tahun 2004 (UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000) tentang Otonomi Daerah telah menggeser pemahaman dan pengertian banyak pihak tentang usaha pemanfaatan sumber daya alam, terutama aset yang selama ini diangap untuk kepentingan Pemerintahan Pusat dengan segala perizinan dan aturan yang menimbulkan perubahan kewenangan. Perubahan sebagai tanggapan dari ketidakadilan selama ini, seperti perubahan dalam pengelolaan sumber daya alam, tidak diikuti oleh aturan yang memadai serta tidak diikuti oleh batasan yang jelas dalam menjaga keseimbangan fungsi regional atau nasional. Persoalan lainnya yakni meskipun di dalam Undang-Undang tersebut desa juga dinyatakan sebagai daerah otonom, namun tidak memiliki kewenangan yang jelas. Dengan kata lain, sebagian besar kebijakan publik, paling rendah masih diputuskan di tingkat kabupaten. Padahal, mungkin masalah yang diputuskan sesunggguhnya cukup diselesaikan di tingkat lokal. Jauhnya rentang pengambilan keputusan tersebut merupakan potensi terjadinya deviasi, baik yang pada gilirannya menyebabkan banyak kebijakan publik yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai sejauh mana optimalisasi kinerja Bappeda Kota X dalam proses perencanaan pembangunan partisipatif di era otonomi daerah di Kota X.

B. PERUMUSAN MASALAH
Dengan mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan oleh peneliti diatas, maka perumusan permasalahan yang akan diteliti adalah : "Bagaimanakah optimalisasi kinerja Bappeda Kota X dalam proses perencanaan pembangunan partisipatif?"

C. TUJUAN PENELITIAN
a. Mendapatkan gambaran tentang kinerja Bappeda Kota X dalam Proses Perencanaan Pembangunan Partisipatif di Kota X.
b. Mengetahui bagaimana Bappeda Kota X dalam mengoptimalkan kinerjanya tersebut.

D. MANFAAT PENELITIAN
a. Hasil penelitian ini dapat menambah masukan bagi khasanah Ilmu Pengetahuan Sosial pada umumnya dan Ilmu Administrasi Negara pada khususnya.
b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Bappeda Kota X dalam usaha optimalisasi kinerja dan kompetensinya di era otonomi daerah.
c. Manfaat pribadi bagi penulis yakni untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana bidang Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas X.
d. Dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian.