Search This Blog

Showing posts with label skripsi administrasi negara. Show all posts
Showing posts with label skripsi administrasi negara. Show all posts
SKRIPSI PERANAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI

SKRIPSI PERANAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI

(KODE : FISIP-AN-0094) : SKRIPSI PERANAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat dimaknai sebagai sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Pekerjaan juga dapat dimaknai sebagai sarana untuk mengaktualisasikan kemampuan diri sehingga seseorang merasa hidupnya menjadi lebih berharga bagi dirinya, keluarganya, dan lingkungannya. Oleh karena itu hak atas pekerjaan merupakan hak azasi yang melekat pada diri setiap manusia yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap Warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun pada kenyataannya di Indonesia hal tersebut masih menjadi permasalahan yang disebabkan oleh banyaknya jumlah tenaga kerja Indonesia yang tidak terserap oleh lapangan kerja yang tersedia di Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai jumlah penduduk terbesar ke-3 di dunia setelah negara China dan India. Melimpahnya jumlah penduduk merupakan aset penting yang menguntungkan bagi pembangunan suatu bangsa. Penduduk berperan sebagai subjek pembangunan dan dengan jumlah penduduk yang besar berperan sebagai tenaga kerja yang akan melakukan pembangunan. Hal tersebut akan menjadi suatu masalah apabila jumlah penduduk yang besar tersebut tidak disesuaikan dengan jumlah lapangan kerja yang memadai. 
Sebagai akibat atas tingginya pertumbuhan angkatan kerja di satu sisi dan rendahnya pertumbuhan lapangan kerja di sisi lain akan menimbulkan tingginya tingkat pengangguran. Sukirno (1981 : 170) memberikan penggolongan jenis-jenis pengangguran, yaitu : (1) Pengangguran terbuka meliputi pengangguran frictional (pengangguran normal), yaitu dimana tenaga kerja keluar dari tempat kerjanya dengan harapan akan memperoleh pendapatan dan status sosial serta fasilitas yang lebih baik di tempat lain. (2) Pengangguran struktural sebagai akibat pemutusan hubungan kerja. (3) Pengangguran teknologi sebagai akibat penggantian tenaga manusia dengan mesin-mesin yang lebih modern. (4) Pengangguran cyclical timbul sebagai akibat penyusutan salah satu sektor pekerjaan. (5) Pengangguran tidak kentara yaitu pengangguran musiman dan tenaga kerja yang setengah menganggur.
Masih tingginya jumlah pengangguran dan masalah kesempatan kerja di dalam negeri yang semakin penting dan mendesak untuk menjadi perhatian pemerintah. Masalah ketenagakerjaan harus tetap menjadi prioritas. Bila melihat penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 210 juta orang, permasalahan yang mungkin muncul dari meledaknya jumlah pengangguran adalah mulai dari masalah sandang, pangan, papan, bahkan mungkin naiknya angka urbanisasi, hingga kriminalitas.
Pengangguran merupakan masalah utama yang sulit untuk mendapatkan titik temu. Berdasarkan statistik ketenagakerjaan, bahwa masalah krusial yang dihadapi oleh pasar kerja Indonesia sampai saat ini adalah masalah pengangguran. Oleh karena itu dalam mengatasi pengangguran ini dituntut adanya perhatian dan campur tangan pemerintah yang lebih jauh demi kesejahteraan masyarakat. Peluang untuk memecahkan masalah ini hanya bisa dilahirkan dengan pembangunan yang secara sadar, nyata dan efektif. Hal tersebut diarahkan untuk menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan seluruh pendapatan masyarakat. Perluasan kesempatan kerja dan penggunaan tenaga kerja yang produktif akan memberikan imbalan dan penghargaan yang layak serta mempunyai peranan yang menentukan pertumbuhan ekonomi dan sosial jangka panjang.
Masalah sumber daya manusia merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang dalam rangka pembangunan. Pembangunan suatu bangsa memerlukan aset pokok yang disebut dengan sumber daya (resources), baik sumber daya alam (natural resources) maupun sumber daya manusia (human resources). Sumber daya manusia merupakan potensi sumber daya yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan, karena jika hanya dengan sumber daya alam dan modal tanpa ada sumber daya manusia yang memadai dan terarah, maka tidak akan menghasilkan output sebagai wujud dari suatu proses pembangunan.
Melihat penjelasan tersebut, maka dalam rangka mengurangi pengangguran dilaksanakan suatu pengembangan kesempatan kerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan itu maka Pemerintah melakukan usaha untuk memperluas kesempatan kerja salah satunya dengan program AKAN (Antar Kerja Antar Negara) yang melibatkan pihak swasta yaitu PPTKIS (Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta). Program AKAN memberikan banyak manfaat bagi Negara dan masyarakat terutama dalam hal ekonomi. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Luar Negeri bukan hanya penting sebagai subyek yang melakukan segala kegiatan pembangunan, akan tetapi juga penting karena pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan akan memberikan pemasukan Negara dengan adanya devisa. Nantinya devisa tersebut akan digunakan sebagai modal peningkatan kesejahteraan TKI. Memperluas kesempatan kerja ke luar negeri akan memberikan peluang yang besar untuk perkembangan masyarakat serta mengurangi jumlah pengangguran.
Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya migrasi TKI ke luar negeri. Disamping faktor penarik yang ada di luar negeri yang menjanjikan upah yang lebih tinggi daripada di Indonesia, maka faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pendorong yang ada di dalam negeri, yaitu belum terpenuhinya salah satu hak dasar warga Negara yang paling penting yaitu pekerjaan seperti yang telah disebutkan dalam UU 1945 pasal 27 ayat 2. Bekerja di luar negeri menjadi pilihan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Mencermati minat masyarakat untuk bekerja di luar negeri, maka pengusaha pengerah jasa tenaga kerja pun muncul di tengah masyarakat dalam bentuk badan usaha. Sepintas kelihatannya untuk menjadi tenaga kerja di luar negeri tidaklah terlalu rumit, justru pandangan dan pendapat seperti inilah yang menjadi problematikanya yaitu para calon tenaga kerja Indonesia belum sepenuhnya memahami apa yang menjadi kewajiban dan haknya bila bekerja di luar negeri. Besarnya jumlah TKI yang bekerja di luar negeri di satu sisi mempunyai nilai positif, yaitu mengatasi sebagian masalah pengangguran di dalam negeri namun di sisi lain mempunyai nilai negatif berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI. Resiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke Indonesia. Dalam hal ini peran pemerintah sangat penting melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar dalam proses penyaluran TKI ke luar negeri dapat berjalan dengan baik dan diharapkan dapat menghindarkan permasalahan-permasalahan yang diantaranya calo, pelanggaran yang dilakukan PPTKIS.
Oleh karena itu, masyarakat hams jeli dalam memilih PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) yang akan membantu segala hal tentang penempatannya di luar negeri. Setiap PPTKIS hams memiliki izin resmi dari yang berwenang. Demikian pula halnya untuk daerah Kabupaten X, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X sebagai salah satu instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang penempatan TKI ke luar negeri secara aktif melaksanakan kegiatan penyaluran TKI bersama-sama PPTKIS. Agar penempatan kerja ke luar negeri di Kabupaten X tidak menjadi illegal diperlukan PPTKIS yang resmi bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X. Jumlah PPTKIS yang telah resmi terdaftar dan bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X adalah sebanyak 78 PPTKIS yang tersebar di wilayah Sumatera Utara.
PPTKIS sangat berperan penting dalam pelaksana proses penempatan TKI ke luar negeri. PPTKIS bertanggung jawab kepada TKI yang ditempatkan sejak dari daerah asal sampai kembali ke daerah asal. Untuk menjadi TKI hams melalui PPTKIS yang nantinya juga berkewajiban melindungi dan menempatkan TKI mulai dari pemberangkatan sampai dengan kepulangan ke daerah asal TKI.
Pemerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri sebagai landasan pemerintah tingkat Provinsi/Kabupaten untuk melaksanakan penempatan tenaga kerja ke luar negeri di wilayahnya masing-masing. Peranan dari Pemerintah sangat penting untuk meningkatkan kualitas TKI serta dapat menciptakan kepercayaan masyarakat dalam penempatan TKI ke luar negeri. Demikian inilah yang menjadi tanggungjawab Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X agar dalam proses penempatan tenaga kerja Indonesia dilakukan secara benar agar permasalahan yang merugikan TKI dapat dihindari. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul "PERANAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI".

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian dan untuk lebih memudahkan penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat yang menguraikan bahwa agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 2001 : 17).
Berdasarkan dari uraian pada latar belakang tersebut, maka penulis dalam melakukan penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut : "Bagaimana Peranan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X dalam penempatan TKI ke Luar Negeri ?"

B. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam proses penelitiannya. Adapun tujuan yang Penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X dalam penempatan TKI ke Luar Negeri dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan.
2. Untuk mengetahui masalah atau kendala yang dihadapi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X dalam penempatan TKI ke Luar Negeri.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : 
1. Secara subjektif, penelitian ini merupakan wahana untuk melatih dan mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam meningkatkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah kajian maupun referensi bagi mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian ini dengan objek yang sama.
3. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten X dalam penempatan TKI ke Luar Negeri.

SKRIPSI PENYALURAN TENAGA KERJA PADA DISNAKER

SKRIPSI PENYALURAN TENAGA KERJA PADA DISNAKER

(KODE : FISIP-AN-0093) : SKRIPSI PENYALURAN TENAGA KERJA PADA DISNAKER



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam negara berkembang seperti Indonesia yang berpenduduk besar yang menjadi salah satu masalah utama adalah pengangguran struktural yang sangat besar. Masalah ini disebabkan oleh karena struktur ekonomi yang ada belum mampu menciptakan kesempatan kerja yang sesuai dan dalam jumlah yang cukup untuk menyerap angkatan kerja yang ada. Masalah pengangguran ini antara lain dapat diatasi melalui penciptaan kesempatan kerja dan penggunaan tenaga kerja secara tepat asas dan memadai.
Berbicara tentang tenaga kerja, erat kaitannya dengan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia atau yang lebih khusus dirangkum dalam pengertian pendidikan dan pelatihan, merupakan hal yang penting bagi masyarakat Indonesia memasuki era globalisasi. Polemik mengenai hubungan antara pendidikan, pelatihan, dan ketenagakerjaan merupakan suatu yang spesifik bagi negara berkembang. Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan keterampilan atau keahlian kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja.
Karena pada tahap permulaan pembangunan negara berkembang pertumbuhan industri dan kemampuan sektor swasta masih terbatas, maka masalah ketenagakerjaan dirangkul oleh sektor pendidikan. Dimana sektor pendidikan diharapkan dapat meningkatkan sumber daya manusia sehingga dapat menciptakan tenaga kerja yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia berkorelasi dengan peningkatan akselerasi pertumbuhan ekonomi serta peningkatan efisiensi pembangunan yang berkelanjutan.
Pengembangan manusia Indonesia mempunyai dua aspek, yaitu : a) Manusia Indonesia sebagai sumber daya insani, dan b) Manusia Indonesia sebagai sumber daya pembangunan yang menggerakkan roda ekonomi (Sagir; 2002 : 25). Manusia Indonesia sebagai sumber daya insani, yaitu manusia sejak lahir sampai manula perlu ditingkatkan kualitasnya. Sebagai sumber daya manusia yang menggerakkan roda kehidupan bertalian erat dengan masalah tenaga kerja. Pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menyerap, mengembangkan, dan menerapkan teknologi akan mampu mempersiapkan diri menghadapi persaingan dalam kehidupan global. Artinya adalah bahwa dengan memiliki tenaga kerja yang berkualitas akan mampu mengendalikan serta memanfaatkan teknologi yang semakin modern. Dengan adanya suatu bekal keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja dan dapat ditempatkan pada lowongan yang tersedia.
Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya yang sifatnya menyeluruh di semua sektor dan daerah dan ditujukan pada perluasan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja, peningkatan mutu dan kemampuan serta perlindungan kerja. Pembangunan sektoral dan regional perlu selalu mengusahakan terciptanya lapangan kerja yang seluas mungkin.
Hal ini diperjelas dalam visi pembangunan ketenagakerjaan yang tertera dalam Dinas Tenaga Kerja yaitu : Memperluas kesempatan kerja sektoral dan regional dengan memperhatikan pendapatan yang layak, mengembangkan ketenagakerjaan secara menyeluruh dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja, menjamin kesejahteraan perlindungan dan kebebasan berserikat.
Upaya perluasan kesempatan kerja dilaksanakan melalui pertumbuhan ekonomi juga dilaksanakan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas penempatan tenaga kerja. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang semakin baik, dicerminkan oleh pendidikan rata-rata yang semakin baik, memberi dampak positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Begitu pula dengan upaya peningkatan keterampilan dan pelatihan tenaga kerja yang disertai dengan penerapan teknologi yang sesuai, berdampak pula terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Dengan meningkatnya produktivitas angkatan kerja akan meningkatkan produksi barang dan jasa yang pada akhirnya akan menimbulkan keuntungan-keuntungan berupa : 
1. Makin meningkatnya taraf hidup tenaga kerja dan masyarakat.
2. Makin meningkatnya nilai tambah semua sektor ekonomi yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi selanjutnya (Rachbini, 2001 : 75).
Angkatan kerja yang terdidik dan terlatih hanya dapat berdaya guna dan berhasil guna bila ditempatkan pada lowongan kerja yang tersedia sesuai kualifikasi pendidikan dan latihan kerja yang mereka miliki. Untuk mencapai tujuan tersebut, mekanisme perencanaan latihan kerja di Kota X khususnya dalam upaya penyediaan tenaga kerja yang terampil, disiplin dan produktif sesuai dengan kebutuhan pembangunan harus terarah dan dapat lebih ditingkatkan melalui kerjasama dengan instansi pemerintah yang dalam hal ini oleh Dinas Tenaga Kerja Kota X, yang dengan segala kemampuannya sebagai pelaksana perundangan di bidang ketenagakerjaan telah berupaya menyelesaikan seluruh permasalahan ketenagakerjaan yang sangat multi kompleks. Dinas Tenaga Kerja Kota X telah berupaya dalam pengurangan pengangguran yakni dengan cara memberikan informasi kepada masyarakat tentang lowongan pekerjaan yang ada yakni melalui bursa tenaga kerja, memberikan informasi tentang perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Ini dapat dilihat pada bursa tenaga kerja yang terdapat di kantor Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kota X. Diharapkan hal ini akan dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada di kota X.
Masalah tenaga kerja yang semakin penting dan mendesak, karena diperkirakan pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Disamping itu pendidikan, keahlian dan keterampilan dari angkatan kerja relatif sangat rendah merupakan salah satu penghambat partisipasi angkatan kerja dalam proses pembangunan yang sedang berlangsung. Seperti halnya yang terjadi saat ini yakni lebih banyak pencari pekerjaan daripada lowongan kerja yang tersedia. Hal ini akan menimbulkan tingginya tingkat pengangguran.
Sadikin (1981 : 15) memberikan penggolongan jenis-jenis pengangguran sebagai berikut : pengangguran terbuka meliputi pengangguran frictional (pengangguran normal), dimana tenaga kerja keluar dari tempat kerjanya dengan harapan akan memperoleh pendapatan dan status sosial serta fasilitas yang lebih baik di tempat lain. Selanjutnya pengangguran struktural sebagai akibat pemutusan kerja. Pengangguran teknologi sebagai akibat pergantian tenaga manusia dengan mesin lebih modern, dan pengangguran cyclical timbul sebagai akibat penyusutan salah satu sektor pekerjaan, sedangkan pengangguran tidak kentara, yaitu pengangguran musiman dan tenaga kerja yang setengah menganggur.
Dari kutipan diatas, jelaslah bahwa masalah ketenagakerjaan adalah masalah yang sangat krusial. Karena dengan bekerja orang dapat memperoleh pendapatan sekaligus status sosial. Sebaliknya orang yang menganggur tidak memperoleh pendapatan dan status sosial. Oleh sebab itu dalam mengatasi pengangguran ini dituntut adanya perhatian dan campur tangan pemerintah yang lebih jauh demi kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik mengadakan penelitian yang berjudul studi tentang "PENYALURAN TENAGA KERJA PADA DINAS TENAGA KERJA".

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah "Bagaimanakah Penyaluran Tenaga Kerja Pada Dinas Tenaga Kerja Kota X ?".

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penyaluran tenaga kerja pada Dinas Tenaga Kerja Kota X.

D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan akan memberi manfaat antara lain : 
1. Untuk memberi masukan terhadap Penyaluran Tenaga Kerja pada Dinas Tenaga Kerja Kota X. 
2. Sebagai bahan Referensi/Pemerintah yang Relevan di Kota X

SKRIPSI PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR (STUDI KASUS DI PD PASAR)

SKRIPSI PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR (STUDI KASUS DI PD PASAR)

(KODE : FISIP-AN-0092) : SKRIPSI PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR (STUDI KASUS DI PD PASAR)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara. Dan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa, sesuai ketentuan yang terkandung dalam pasal 18 undang-undang dasar 1945.
Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. setiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan terhadap masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada masyarakat, seperti pajak, retribusi dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang.
Ketentuan tersebut lebih lanjut dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Selama ini pungutan Daerah baik berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Kedua Undang-Undang tersebut kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagai mana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, sehingga perlu dikelola dalam pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai mana dimaksudkan merupakan sub sistem dari Sistem Pengelolaan Keuangan Negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari atas beban pendapatan dan belanja daerah. Oleh karena itu yang hams diperhatikan adalah seberapa besar total pendapatan daerah yang didapatkan dalam satu tahun anggaran. Pendapatan Asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap total APBD.
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang membiayai penyelenggaraan pemerintah kota dan DPRD dan memenuhi atau mencukupi Anggaran Belanja Rutin, sebagai syarat sekaligus kewajiban bagi setiap daerah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang. Oleh karena itu pendapatan asli daerah dalam konsep ideal seharusnya merupakan tulang punggung bagi pendapatan daerah, sekaligus dijadikan tolak ukur kemampuan daerah dalam melaksanakan dan mewujudkan otonominya.
Sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari : 
1. Pajak daerah
2. Retribusi daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dalam rangka pencapaian pelayanan dan pelaksanaan pembangunan secara efektif dan efisien, maka setiap daerah hams secara kreatif mampu menciptakan dan mendorong semakin meningkatnya sumber-sumber pendapatan asli daerah. Salah satu sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial adalah dari sektor jasa perparkiran.
Provinsi X merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia dimana masih banyak terjadi beberapa masalah dalam penerimaan Retribusi Parkir yang belum dikelola secara optimal. Retribusi Daerah selain sebagai salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah daerah juga merupakan faktor yang dominan peranannya dan kontribusinya untuk menunjang pemerintah daerah salah satunya adalah retribusi parkir. Retribusi parkir sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari masyarakat, dimana pengelolaannya dilakukan oleh Perusahaan Daerah Parkir Kota X.
Permasalahan retribusi parkir khususnya di kota X seakan menjadi permasalahan yang tidak ada bayang ujungnya. Mulai dari masalah penerimaan retribusi parkir yang masih banyak menemukan kendala dalam pengelolaannya dimana masih banyak kawasan parkir yang strategis tetapi tidak terdaftar di PD. Parkir sebagai kawasan perparkiran serta permasalahan retribusi parkir di tepi jalan umum yang aturannya sangat tidak jelas dan sering disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab yang menggunakan momen tersebut untuk meraup keuntungan.
Kondisi keuangan PD Parkir Kota X sejak Tahun 2007 sampai 2010 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Namun pada Tahun 2011 target yang meningkat tetapi justru tidak tercapai. Namun meskipun target yang telah ditentukan pada tahun 2007 sampai 2010 meningkat tetapi pada tahun 2011 ketika target dinaikkan justru tidak tercapai. Hal ini dikarenakan masih banyak kawasan perparkiran yang tersebar di beberapa titik di Kota X yang tidak masuk sebagai lahan parkir di PD Parkir X. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan. Merekalah para juru parkir liar yang tidak memiliki surat izin parkir dari PD Parkir X. Hal ini membuat pemungutan jasa retribusi parkir tidak berjalan efektif.
Masalah lain yang menjadi kendala dalam pemungutan jasa retribusi parkir masih belum terlaksana dengan optimal. Sesuai dengan keterangan yang dikemukakan oleh beberapa juru parkir bahwa penghasilan parkir tidak diberikan seluruhnya kepada petugas pemkot dan petugas hanya memberikan karcis yang belum tentu dihabiskan oleh juru parkir.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di berbagai tepi jalan umum yang ada di kota X seringkali kita menemui juru parkir liar yang beroperasi di X yang belum tentu berguna dalam hal membantu memarkir kendaraan padahal SK Walikota nomor 935 tahun 2006 tentang sistem perparkiran tepi jalan umum tidak mengharuskan juru parker liar, namun para juru parkir liar tetap saja marak dan belum diberi tindakan oleh pihak PD Parkir X. Yang menggelikan adalah para pengguna lahan parkir tetap -secara tidak langsung- menyuburkan praktek-praktek parkir liar dengan memberikan uang kepada mereka. Mungkin saja ini pengaruh rasa takut terhadap juru parkir tersebut. Jika demikian halnya, maka apa bedanya dengan pemalakan terhadap pemilik kendaraan. Lagi-lagi tugas dan tanggung jawab PD Parkir X dan pihak yang berwajib dipertanyakan.
Suburnya praktek pemarkiran liar ini pun sepertinya dihalalkan oleh para pemilik kendaraan jika melihat banyaknya kendaraan yang terparkir di kawasan tersebut. Mungkin ini disebabkan sistem pembayaran yang dihitung per jam saat ini masih sangat membebani dan terkesan tidak manusiawi. Pembayaran yang tinggi ini juga belum diimbangi dengan pelayanan yang memuaskan, tanggung jawab mengenai kerusakan dan kehilangan masih saja menjadi beban bagi para pemilik kendaraan.
Tentunya fungsi dan tanggung jawab dari pemerintah yang mengurusi masalah parkir dipertanyakan untuk menertibkan oknum-oknum juru parkir liar yang menggunakan tepi jalan di beberapa tempat-tempat keramaian tanpa pernah memperhatikan aturan yang telah dibuat oleh pemerintah untuk daerah-daerah yang memang menjadi tempat umum/public. Jika kita menilai secara subyektif, tidak mungkin hal tersebut dapat tumbuh dan bertahan subur, jika tidak ada orang dari pihak yang berwenang yang memberikan kebebasan bagi juru-juru parkir tersebut. Tentunya dengan system bagi hasil atau ada uang setoran uang kepada pihak-pihak tertentu. Yang seharusnya hal tersebut masuk ke kas daerah.
Dalam mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah Kota X dalam hal ini Perusahaan Daerah Parkir X diharapkan mampu memberikan kontribusi dari sektor retribusi parkir. Tugas pokok Perusahaan Daerah Parkir X adalah merencanakan, merumuskan, membina, mengendalikan, mengoptimalkan pemungutan retribusi parkir serta mengkoordinir kebijakan bidang perparkiran.
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut maka penulis merasa tertarik untuk mencoba menganalisis lebih jauh dengan judul : "PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA X (STUDI KASUS DI PERUSAHAAN DAERAH PARKIR)".

B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang dikemukakan adalah bagaimana pengelolaan retribusi parkir di Perusahaan Daerah Parkir X.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan retribusi parkir di Perusahaan Daerah Parkir X.

D. Manfaat Penelitian
Dari tujuan diatas diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk : 
1. Manfaat Akademik
Dengan mengetahui pengelolaan retribusi parkir di kota X dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah diharapkan dapat memperkaya tentang teori-teori peningkatan dan pengelolaan keuangan daerah khususnya yang berhubungan dengan pengetahuan dalam bidang Administrasi dan Manajemen.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan di daerah maupun kota mengenai aspek-aspek yang berhubungan dengan pengelolaan retribusi parkir dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

SKRIPSI PENGARUH PELAKSANAAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE TENTANG RESPONSIVITAS TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR CAMAT)

SKRIPSI PENGARUH PELAKSANAAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE TENTANG RESPONSIVITAS TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR CAMAT)

(KODE : FISIP-AN-0091) : SKRIPSI PENGARUH PELAKSANAAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE TENTANG RESPONSIVITAS TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR CAMAT)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Ditetapkannya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 yang diubah dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah diharapkan menjadi birokrasi yang efektif. Dalam undang-undang disebutkan, pemerintah hanya mengelola enam bidang saja yaitu : politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama serta beberapa bidang lainnya yang membawa implikasi baru dalam manajemen publik dimana domain (pedoman) pemerintah berbeda.
Untuk itu dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, peran kinerja memiliki kedudukan dan fungsi signifikan. karena peranan kinerja di tengah masyarakat senantiasa menjadi sangat vital, seperti yang dijelaskan berikut ini Dwiyanto (2006 : 50) : 
1. Masih rendahnya produktivitas, produktivitas pada umumnya sebagai rasio antara input dan output, maksudnya ialah bahwa pelayanan publik tersebut harus mengedepankan hasil ketimbang pemasukan. Contohnya dalam pengurusan KTP masyarakat (customer) harus mengeluarkan uang untuk proses administrasi yang relatif besar, namun hasil yang diterima oleh masyarakat sangat minim melalui proses yang relatif lama. Harusnya terdapat keseimbangan antara uang yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan hasil yang diterimanya.
2. Kualitas layanan, banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik, yang masih jauh dengan harapan masyarakat terhadap pelayanan yang mudah dan murah.
3. Responsivitas, yaitu masih rendahnya kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
4. Akuntabilitas, akuntabilitas menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini konsep akuntabilitas dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas kinerja merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan, di dalam penyelenggaraan tata kelola pelayanan terhadap masyarakat tepatnya di Kantor Camat X. karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk memulai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja ini penulis mengkorelasikannya dengan prinsip-prinsip dari Good Governance agar tercipta kinerja yang lebih terarah dan sistematis. 
Tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini marak dipergunakan dalam ilmu politik dan administrasi pubik. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi birokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep Good Governance ini lebih dekat digunakan dalam reformasi sektor publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini di pandang sebagai salah satu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik. Paradigma ini menekankan pada peranan manajer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas publik dan di ciptakan pengelolaan manajerial yang bersih bebas dari korupsi.
United Nations Development Programme (UNDP 1997 dalam Kuncoro, 2004) merumuskan istilah Governance sebagai suatu penyelenggaraan (exercise) dari kewenangan politik, ekonomi dan administrasi untuk menata, mengatur dan mengelola masalah-masalah sosialnya istilah. "Governance" menunjukan suatu proses dimana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya.
Sedangkan Pada bulan Mei 2001 yang lalu, para pejabat dan staf pemerintah pusat dan daerah menyetujui beberapa prinsip tata kelola yang baik (Good Governance) yang perlu diterapkan di Indonesia. Kesepuluh prinsip tersebut adalah (Mishsra, et al. dalam Nugroho R. 2003 : 23) : 
1. Partisipasi : mendorong semua warga negara mengekspresikan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan, baik langsung maupun tidak langsung. 
2. Penegakan Hukum : menjaga agar penegakan hukum dan perundangan adil dan tanpa diskriminasi, serta dengan mendukung HAM dengan memperhitungkan semua nilai yang ada dalam masyarakat.
3. Transparansi : membangun saling kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat dengan memberikan informasi yang dibutuhkan dan akses informasi yang mudah bila dibutuhkan.
4. Responsif : meningkatkan responsivitas birokrat terhadap keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat tanpa kecuali.
5. Pemerataan : memberikan peluang sama pada semua warga untuk meningkatkan kesejahteraannya.
6. Visi Strategik : memformulasikan suatu strategi, yang didukung dengan sistem penganggaran yang mencukupi, sehingga rakyat memiliki rasa memiliki dan tanggungjawab terhadap masa depan daerah.
7. Efektivitas dan Efisiensi : melayani masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan bijaksana.
8. Profesionalisme : meningkatkan kapasitas, keterampilan dan moral birokrat sedemikian rupa sehingga mereka dapat pelayanan yang mudah, cepat, akurat dan dapat dijangkau.
9. Akuntabilitas : meningkatkan akuntabilitas publik bagi para pengambil kebijakan di pemerintahan swasta dan organisasi masyarakat pada semua bidang (politik, fiscal, anggaran).
10. Pengawasan : melakukan kontrol dan pengawasan terhadap administrasi publik dan aktivitas pembangunan dengan melibatkan masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.
Dari kesepuluh prinsip-prinsip good governance diatas jelas sekali bahwa pemerintah dalam hal ini memandang serius dalam mengedepankan pelayanan yang memang dikehendaki oleh masyarakat. Tetapi pada penelitian ini penulis hanya membahas tentang Responsivitas saja yaitu, kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat dibutuhkan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan public sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Diliulio, 1994 dalam Dwiyanto, 2006) organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek juga.
Masih tingginya tingkat keluhan yang disampaikan oleh masyarakat pengguna jasa terhadap birokrasi menunjukan bahwa pada suatu sisi kualitas produk layanan birokrasi masih dirasakan tidak dapat memenuhi harapan masyarakat pengguna jasa, pada sisi lain telah semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat pengguna jasa untuk memenuhi hak-haknya sebagai konsumen untuk memperolah pelayanan dengan kualitas yang terbaik. Namun meningkatnya pengguna jasa tersebut ternyata masih belum diikuti dengan daya tanggap aparat birokrasi terhadap keluhan masyarakat.
Berdasarkan observasi lapangan, (Dwiyanto, 2006 : 66) rendahnya tingkat responsivitas aparat birokrasi tersebut terlihat dari belum maksimalnya tugas-tugas bagian informasi dalam penyebaran informasi pelayanan secara akurat kepada masyarakat pengguna jasa, pada hampir sebagian besar loket informasi instansi pemberian pelayanan yang diobservasi, aparat yang bertugas di loket bagian informasi sangat sulit ditemui oleh masyarakat pengguna layanan jasa. apabila ada masyarakat yang mengalami kebingungan berkaitan dengan informasi pelayanan, jarang sekali ditemukan ada aparat yang berinisiatif untuk membantu atau sekedar menanyakan kesulitan yang dialami masyarakat pengguna jasa tersebut.
Di lain Kasus Penolakan terhadap pelayanan masih sering kali dilakukan oleh aparat birokrasi dengan dalih berkas dokumen pengguna jasa yang dibawa tidak lengkap dengan persyaratan pelayanan yang telah ditentukan, responsivitas birokrasi yang rendah juga banyak disebabkan dengan belum adanya pengembangan informasi eksternal secara nyata oleh jajaran birokrasi pelayanan, misalnya dalam kasus pengurusan sertifikat tanah, seseorang datang ke BPN, setelah membayar berbagai persyaratan petugas BPN tersebut mengatakan dalam 4 atau 3 hari lagi tanah akan diukur dan penyelesaian sertifikat. Tetapi setelah 10 bulan menunggu tidak ada kabar dari BPN setelah didatangi ke BPN dan di cek di komputer ternyata tidak ada data-data mengenai tanah tersebut (Dwiyanto, 2006 : 65).
Berdasarkan penjelasan tentang fenomena serta kejadian diatas penulis memandang masih rendahnya kualitas organisasi publik dalam menanggapi Keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat yang berbasis pada pelayanan hak, dengan kata lain setiap orang atau warga negara punya hak yang sama dalam pelayanan pemenuhan hak dasarnya dan negara wajib memenuhinya, RUU pelayanan publik harus mengatur penyelenggara pelayanan publik mungkin dalam hal ini dibentuknya lembaga independen yang memiliki kekuasaan untuk melakukan pengawasan dan penyelesaian sengketa pelayanan publik.
Berdasarkan pertimbangan diatas penulis merasa tertarik melakukan penelitian tentang Pengaruh pelaksanaan prinsip Good Governance tentang Responsivitas terhadap Kinerja pegawai, adapun yang menjadi judul penelitian ini adalah : "PENGARUH PELAKSANAAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE TENTANG RESPONSIVITAS TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR CAMAT)”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan fakta serta permasalahan yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah diatas, adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah adakah Pengaruh Pelaksanaan Prinsip Good Governance (Responsivitas) Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Kasus Pada Kantor Camat X).

C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar frekuensi variabel X (Pelaksanaan Prinsip Responsivitas) berdasarkan hasil jawaban responden.
2. Untuk mengetahui seberapa besar frekuensi variabel Y (Kinerja Pegawai) berdasarkan hasil jawaban responden.
3. untuk mengetahui tingkat hubungan antara pelaksanaan prinsip responsivitas terhadap kinerja pegawai.
4. Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan prinsip pelaksanaan responsivitas terhadap kinerja pegawai.
5. Untuk mengetahui berapa persen besar pengaruh yang ditimbulkan dari pelaksanaan prinsip responsivitas terhadap kinerja pegawai.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Yaitu untuk mencari khasanah ilmiah tentang prinsip responsivitas dalam rangka menjadikan kinerja pegawai yang lebih terarah dan sistematis.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan dalam literatur kepustakaan bagi kalangan yang berkepentingan dan tertarik pada masalah yang sama.
3. Manfaat Akademis
Sebagai salah satu syarat penyelesaian studi Program Sarjana Ilmu Administrasi Negara.

SKRIPSI PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA KANTOR PT BANK MUAMALAT

SKRIPSI PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA KANTOR PT BANK MUAMALAT

(KODE : FISIP-AN-0090) : SKRIPSI PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA KANTOR PT BANK MUAMALAT



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membicarakan kepemimpinan memang menarik dan dapat dimulai dari sudut manapun ia ingin diteropong. Dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian manusia. Ada yang berpendapat bahwa masalah kepemimpinan itu sama tuanya dengan sejarah manusia. Hal ini tidaklah berlebihan kiranya karena kepemimpinan itu dibutuhkan manusia sebab ada keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin. Dari sinilah munculnya kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan.
Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang kuat pada setiap orang yang ingin mengadakan suatu penelitian. Literatur-literatur tentang kepemimpinan senantiasa memberikan penjelasan tentang bagaimana menjadi pemimpin yang baik, sikap dan gaya yang sesuai dengan situasi kepemimpinan, serta syarat-syarat pemimpin yang baik.
Suatu organisasi akan memperoleh keberhasilan atau bahkan kegagalan sebagian besar ditentukan oleh sisi kepemimpinan ini. Suatu ungkapan yang bijak mengatakan bahwa pemimpin lah yang bertanggung jawab atas keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Ungkapan tersebut kian memantapkan kedudukan seorang pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang cukup penting.
Sementara itu digambarkan pula bahwa pemimpin itu adalah penggembala, dan setiap penggembala akan diminta pertanggungjawabannya atas perilaku penggembalanya. Ungkapan ini membuktikan bahwa seorang pemimpin apapun wujudnya, di manapun letaknya akan mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.
Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu ilmu dan seni, yaitu suatu kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi seseorang/kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Setiap orang pada hakikatnya adalah sebagai pemimpin, akan tetapi kekuasaan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan antara orang yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Di sinilah yang membedakan siapa yang sebenarnya pemimpin dan siapa yang bukan atau tidak pemimpin.
Dari penjelasan di atas jelaslah rambu-rambunya bahwa seorang pemimpin dalam kepemimpinannya juga harus disertai tanggung jawab dan mampu membangun atau mendorong atau memotivasi bawahannya untuk bekerja dengan baik. Di dunia kerja, motivasi sering diartikan sebagai suatu dorongan yang menyebabkan seseorang mau bekerja untuk mewujudkan kebutuhannya/keinginannya.
Kata motivasi ini sendiri berasal dari kata motivation yang dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku dalam usaha yang tekun untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang sifatnya menguntungkan. Kalau pemimpin memotivasi seseorang/kelompok orang agar mereka mempunyai motivasi kerja yang baik artinya pemimpin berusaha menimbulkan kebutuhan tertentu pada diri mereka, agar tingkah laku mereka tertuju kepada tujuan yang dikehendaki.
Ketika seorang pemimpin memotivasi karyawannya agar mereka mempunyai motivasi kerja yang baik artinya pemimpin tersebut sedang berusaha menimbulkan kebutuhan tertentu pada diri karyawannya, agar tingkah laku mereka tertuju kepada tujuan yang dikehendaki oleh pimpinan maupun oleh perusahaan. Kalau pemimpin sudah mengetahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi (kemauan) kerja seseorang, maka kemudian pemimpin perlu menetapkan tentang apa yang bisa dilakukan sebagai atasan dalam rangka menimbulkan motivasi kerja bawahan.
Kalau pegawai yang ada itu dipengaruhi oleh lingkungan fisik tempat mereka bekerja, maka alangkah baiknya jika pemimpin membuat suatu keputusan yang dapat menciptakan satu lingkungan fisik yang optimal yang dapat diberikan misalnya tempat yang bersih, peralatan yang mudah dipakai, udara ruangan yang sejuk, dan seterusnya.
Pemimpin dalam rangka memotivasi karyawannya sesungguhnya membutuhkan satu dasar yang terkadang terlewatkan, yaitu keteladanan. Motivasi yang diberikan pemimpin melalui contoh teladan yang konkrit sesungguhnya lebih ampuh untuk memberikan semangat pada karyawan dibandingkan motivasi yang diberikan melalui kata-kata semu. Dalam hal disiplin waktu misalnya, seorang pemimpin yang datang lebih awal pada saat jam masuk kantor maka dengan sendirinya akan memberikan rasa malu dan cambukan bagi karyawan untuk tidak datang terlambat.
Banyak hal-hal lainnya di dalam organisasi yang sebenarnya bisa membuktikan bahwa keteladanan adalah hal yang cukup fundamental yang sifatnya ringan serta esensinya dapat memberikan motivasi bagi karyawan untuk melaksanakan setiap aktivitas dalam organisasi dengan lebih baik.
Terkait dengan masalah kepemimpinan, peneliti dalam hal ini mencoba untuk menginterpretasikannya ke dalam ruang lingkup perusahaan perbankan. Bank sebagai suatu manifestasi dalam menyukseskan pembangunan suatu bangsa. Keberadaan bank sebagai suatu lembaga keuangan tidak akan terlepas fungsinya dalam memberikan suatu pelayanan baik dalam bentuk penyimpanan maupun penyaluran dana yang ada pada masyarakat. Untuk itu fungsi bank tersebut akan tercermin dari seberapa besar aktivitas yang dijalankan dalam menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya baik dalam bentuk investasi maupun portofolio, yang jelas bank sebagai penggerak dari perekonomian negara diharapkan dapat memberikan suatu pembiayaan atau modal pada nasabah yang memerlukannya yang biasanya disalurkan dalam bentuk kredit.
Berbicara tentang perbankan, Bank Muamalat merupakan bagian dari perbankan nasional. Keyakinan pada kebenaran perekonomian dan kegiatan muamalat yang sesuai dengan syari'ah, dan penerimaan masyarakat atas kegiatan perbankan syari'ah, telah memberikan semangat kepada Bank Muamalat untuk memberikan pelayanan terbaik dengan berlandaskan empat prinsip operasional, yakni : Keadilan, kemitraan, keterbukaan, dan universalitas; yang berorientasi pada pelayanan seluruh golongan masyarakat tanpa membedakan latar belakang suku, agama, dan ras.
Dalam melaksanakan setiap kegiatan pekerjaan, ibadah merupakan orientasi utama yang menjadi prinsip dalam melaksanakan setiap aktivitas pekerjaan. Inilah yang menjadi motivasi utama seluruh unsur organisasi Bank Muamalat khususnya pegawai serta -yang paling utama- pemimpin untuk bekerja sebaik-baiknya. Karena pekerjaan bukan hanya menjadi tanggung jawab pribadi, tetapi juga tanggung jawab kepada Tuhan. Karena itu setiap disiplin akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena bukan hanya pemimpin yang mengawasi, melainkan juga Tuhan. Dan karena itulah disiplin menjadi satu hal yang dilaksanakan dengan penuh kerelaan.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu ilmu dan seni, yaitu kemampuan seorang untuk dapat mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan tidak hanya berbicara namun lebih dari itu yakni memberikan keteladanan yang lebih bermakna dari pada nasihat yang pastinya teladan itu dapat diikuti oleh para anggotanya agar termotivasi untuk melakukan sesuatu.
Dari penjelasan ini jelaslah bahwa seorang pemimpin harus memiliki tanggung jawab dan mampu membangun motivasi para bawahannya untuk bekerja dengan baik. Kepemimpinan yang bertanggung jawab dan motivasi yang baik dari pimpinan dalam organisasi merupakan dua unsur yang penting untuk membangun disiplin kerja yang baik bagi para anggota organisasi.
Secara sederhana dapat dicontohkan jika pemimpin dapat memberikan teladan dengan hadir tepat waktu pada setiap agenda organisasi, maka para anggotanya akan termotivasi untuk mengikuti pemimpin tersebut dengan datang lebih awal dari pemimpinnya sebagai wujud dari disiplin waktu.
Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR PT. BANK MUAMALAT)".

B. Perumusan Masalah
Guna memudahkan peneliti nantinya ketika melakukan proses penelitian, dan agar peneliti memiliki arahan yang fokus dalam menginterpretasikan hasil penelitian ke dalam skripsi, maka terlebih dahulu permasalahan yang ada harus diakumulasikan menjadi rumusan-rumusan.
Berdasarkan hal tersebut serta berpedoman pada perumusan latar belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut : 
1. Adakah pengaruh yang positif antara Kepemimpinan terhadap Disiplin Pegawai ?
2. Adakah pengaruh yang positif antara Motivasi Kerja terhadap Disiplin Pegawai ?
3. Adakah pengaruh yang positif antara Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap Disiplin Pegawai ?

C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya harus diketahui secara jelas sebelumnya. Menurut Arikunto (1997 : 51), tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian.
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengukur pengaruh kemampuan yang dimiliki seorang Pemimpin terhadap tingkat disiplin kerja karyawan Bank Muamalat.
2. Untuk mengukur pengaruh Motivasi Kerja terhadap Disiplin Kerja karyawan Bank Muamalat.
3. Untuk mengukur pengaruh kemampuan Pemimpin dan Motivasi Kerja terhadap Disiplin Kerja karyawan Bank Muamalat.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilaksanakan ini adalah : 
1. Bagi penulis penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
2. Bagi Universitas, penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh insan akademis sebelumnya dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.
3. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan bahan masukan kepada segenap unsur organisasi di Bank Muamalat akan pentingnya peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Pegawai terhadap peningkatan Disiplin Kerja karyawan.

SKRIPSI PENGARUH KENAIKAN PANGKAT TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (STUDI PADA KANTOR PERTANAHAN)

SKRIPSI PENGARUH KENAIKAN PANGKAT TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (STUDI PADA KANTOR PERTANAHAN)

(KODE : FISIP-AN-0089) : SKRIPSI PENGARUH KENAIKAN PANGKAT TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (STUDI PADA KANTOR PERTANAHAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pegawai Negeri adalah pekerja di sektor publik yang bekerja untuk pemerintah suatu negara. Pekerja di badan publik non-departemen kadang juga dikategorikan sebagai pegawai negeri. Seperti halnya di Inggris dan Perancis, pegawai negeri di Indonesia adalah sistem karir. Mereka dipilih dalam ujian seleksi tertentu, mendapatkan gaji dan tunjangan khusus, serta memperoleh pensiun. 
Namun demikian, terdapat jabatan-jabatan tertentu yang tidak diduduki oleh pegawai negeri, misalnya : 
a. Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota : dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu
b. Menteri : ditunjuk oleh Presiden
Camat dan Lurah adalah PNS, sedangkan Kepala Desa bukan merupakan PNS karena dipilih langsung oleh warga setempat.
Berdasarkan kenyataan dan pengalaman sejarah ternyata bahwa kedudukan dan peranan Pegawai pada setiap negara adalah sangat penting dan menentukan, karena Pegawai adalah unsur aparatur negara dan aparatur pelaksana pemerintah dalam mencapai tujuan nasional suatu negara. 
Di Indonesia Pegawai Negeri Sipil mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan menentukan serta merupakan penyelenggara tugas-tugas pemerintah dan pembangunan.
Dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu negara diperlukan kelancaran penyelenggara pemerintah seperti yang diatur dalam alinea ke 5 Penjelasan Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu : 
Dalam rangka usaha mencapai tujuan Nasional sebagai tersebut diatas diperlukan adanya Pegawai Negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, kuat, berdaya guna, berhasil guna, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat.
Pegawai Negeri Sipil terdiri atas : 
1. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.
2. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.
Baik PNS Pusat maupun PNS Daerah dapat diperbantukan di luar instansi induknya. Jika demikian, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima pembantuan. Di samping PNS, pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau disebut pula honorer; yaitu pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis dan profesional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. PTT tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri.
Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karir, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karir dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : 
1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah : Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah : sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.
2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya diperlukan oleh organisasi, misalnya : auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, dan penguji kendaraan bermotor. 
Salah satu motif yang erat hubungannya dengan motivasi pegawai negeri dalam bekerja adalah adanya gaji dan pangkat kepegawaian. Selain itu seorang pegawai selalu mendambakan jabatan, dan kekuasaan yang memadai sesuai dengan kemampuannya. Berikut ini penjelasan pengertian dari gaji, pangkat, jabatan dan kekuasaan yaitu merupakan hal yang mempengaruhi motivasi kerja pegawai negeri;
Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan. System penggajian dapat digolongkan dalam 3 (tiga) system, yaitu : 
a. System skala tunggal : System penggajian yang memberikan gaji yang sama kepada pegawai negeri yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya ;
b. System skala ganda : System penggajian yang menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawabnya pekerjaannya ;
c. System skala gabungan : Gaji pokok ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, disamping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi yang lebih tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus menerus ;
Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat kedudukan seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian ;
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi Negara. Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintahan adalah Jabatan Karier ; Kekuasaan secara lebih lengkap dapat ditinjau dari sudut politik karena hal ini sudah berhubungan dengan kepentingan tertentu, beberapa pengertian lain dari kekuasaan yang diungkapkan para ahli politik, sebagaimana diinventarisir oleh Budiardjo (1994 : 92-94) antara lain sebagai berikut :  a. Kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemauan ini (Max Weber, Witchcraft und Gesselschaft, 1992) ;
b. Kekuasaan adalah kemungkinan untuk membatasi alternatif bertindak dari seseorang atau suatu kelompok sesuai dengan tujuan dari pihak pertama (van Doom, Sociologische Begrippen en Problemen rond het Verschijnsel Macht, 1957) ;
c. Kekuasaan adalah kemampuan dari pelaku untuk menetapkan secara mutlak atau mengubah (seluruhnya atau sebagian) alternatif-alternatif bertindak atau memilih, yang tersedia bagi pelaku-pelaku lain (Mokken, Power and Influence as Political Phenomena, 1976) ;
d. Kekuasaan adalah kemampuan untuk menyebabkan kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif melaksanakan kewajiban-kewajiban yang mengikat. Kewajiban dianggap sah sejauh menyangkut tujuan-tujuan kolektif, dan jika ada perlawanan, maka pemaksaan melalui sanksi-sanksi negative dianggap wajar terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksaan itu (Talcott Parsons, The Distribution of Power in America Society, 1957). 
Dalam melaksanakan dan menyelenggarakan tugas pemerintah diperlukan adanya pegawai negeri yang baik dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Dalam Hukum Administrasi Negara hal yang berhubungan dengan motivasi khususnya motivasi kerja pegawai negeri mendapatkan perhatian yang besar, sebab pegawai negeri sebagai penyelenggara negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan Negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 
Untuk mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan Negara. Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara Negara meliputi : 
1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3. Menteri;
4. Gubernur;
5. Hakim;
6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan
7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan "pejabat lain yang memiliki fungsi strategis" adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang meliputi : 
1. Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional;
3. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
4. Pejabat Eselon I dan Pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
5. Jaksa;
6. Penyidik;
7. Panitera Pengadilan; dan
8. Pemimpin dan bendaharawan proyek.
Menurut Penjelasan Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian alinea ke 10 disebutkan "pembinaan Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh, yaitu dengan pengaturan pembinaan yang seragam bagi segenap Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah, atau dengan perkataan lain, peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dengan sendirinya berlaku pula bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Dengan adanya keseragaman pembinaan sebagai tersebut di atas, maka disamping memudahkan penyelenggaraan pembinaan, dapat pula diselenggarakan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian hukum bagi segenap Pegawai Negeri Sipil."
Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil alinea ke 2 disebutkan "kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan.
Sesuai dengan Pasal 25 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden. Untuk kelancaran pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."
Dalam Peraturan Pemerintah ini juga diberikan kewenangan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil Daerah secara berjenjang khususnya pembinaan karier kenaikan pangkatnya. Dengan demikian tetap terdapat hubungan yang sinergi antara Pemerintah dengan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Pada prinsipnya pembinaan kenaikan pangkat dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induk. Namun demikian, dalam hal terdapat Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di luar instansi induknya, maka gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan dan pembinaan kenaikan pangkatnya dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi yang menerima perbantuan. Sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di luar instansi induknya, maka gajinya tetap menjadi beban instansi induknya dan pembinaan kenaikan pangkatnya dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induknya. 
Disamping pengangkatan menurut ketentuan-ketentuan pokok tersebut diatas, maka segala hal mengenai urusan pegawai seperti pemberian gaji, kenaikan gaji, kenaikan pangkat, pemberhentian dan sebagainya, diselenggarakan oleh para menteri untuk tiap-tiap pegawai yang bekerja pada departemennya masing-masing atau oleh pejabat yang diserahi kekuasaan oleh menteri. Untuk itu maka tiap-tiap departemen dibentuk suatu Bagian Urusan Pegawai, yang harus merencanakan, menyiapkan dan sebagainya segala sesuatu mengenai pegawai.
Penyelenggaraan, pengangkatan, penggajian dan pemberhentian dari pegawai hams dijalankan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah dan yang mempunyai maksud untuk berlaku seragam bagi semua pegawai negeri. Sebagaimana kaedah-kaedah hukum lainnya, maka semua hubungan hukum tersebut apabila terjadi penyimpangan yang tidak sesuai dengan kaedah-kaedah hukum tersebut akan diberi sanksi oleh pemerintah melalui aparaturnya. Karena kedaulatan Indonesia sebagai negara hukum, maka seluruh pegawai negeri sebagai subjek hukum hams tunduk kepada hukum. Sampai saat ini masih banyak masyarakat belum mengetahui dan memahami tentang kedudukan dan wewenang dari pemerintah. Dalam ketatanegaraan dibutuhkan suatu ilmu pengetahuan tentang pemerintahan, dan ketika menganalisis lebih jauh tentang pemerintah, terlebih dahulu menganalisis tentang pemerintahan dalam perspektif Hukum Administrasi Negara. Istilah "Hukum Administrasi Negara" dikenal dalam berbagai literatur dengan sebutan "Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan, Administratief recht, Bestuursrecht (Belanda), Administrative Law (Inggris), dan Droit Administratief (Perancis). Ke semua istilah memberikan makna sebagai "Seperangkat aturan hukum yang menyangkut hubungan hukum antara pemerintah dengan rakyat (individu/badan hukum perdata) berkenaan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan. 

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan judul tulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran keadaan tentang pengaruh kenaikan pangkat terhadap motivasi kerja pegawai negeri, khususnya bagi pegawai negeri Kantor Pertanahan Kota X.
Sehubungan dengan hal tersebut permasalahan utama dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 
1. Apakah yang menjadi dasar hukum kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X;
2. Syarat-syarat dan prosedur apa saja yang harus dipenuhi oleh PNS Kantor Pertanahan Kota X untuk memperoleh kenaikan pangkat;
3. Sejauh mana pengaruh kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X terhadap motivasi kerja. 

C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan dan penelitian skripsi ini adalah : 
1. Untuk mengetahui peraturan perundang undangan tentang PNS dan mengenai peraturan perundang undangan tentang kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X;
2. Untuk mengetahui prosedur kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X;
3. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh positif kenaikan pangkat terhadap motivasi kerja PNS Kantor Pertanahan Kota X.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dan penelitian skripsi ini adalah : 
1. Memperkaya pengetahuan mengenai peraturan perundang undangan tentang PNS pada umumnya dan secara spesifik memperkaya pengetahuan mengenai peraturan perundang undangan tentang kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X serta dapat memberikan masukan bagi pengembangan aplikasi Hukum Administrasi Negara dalam Instansi Pemerintah ;
2. Sebagai parameter untuk mengetahui pengaruh kenaikan pangkat terhadap motivasi kerja PNS khususnya yang bertugas di BPN dan di Instansi Pemerintah lain pada umumnya.

SKRIPSI PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA SISTEM PELAYANAN PUBLIK MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT. PLN

SKRIPSI PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA SISTEM PELAYANAN PUBLIK MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT. PLN

(KODE : FISIP-AN-0088) : SKRIPSI PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA SISTEM PELAYANAN PUBLIK MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT. PLN



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
BUMN sebagai unit ekonomi milik negara merupakan sektor yang penting peranan nya dalam membantu pemerintah mengimplementasikan kebijakan pembangunan yang telah digariskan dalam tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan di segala bidang yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya menuju kemajuan dan kemakmuran bangsa yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang tercermin dalam produktivitas nasional.
BUMN di dalam konteks perekonomian Indonesia mempunyai tempat penting, bukan saja eksistensinya hanya sebatas pengelolaan sumber daya dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga berbagai kegiatan investasi untuk produksi barang dan jasa yang tidak menarik atau terlalu besar untuk dapat dilakukan oleh pihak swasta.
Di dalam pasal 33 ayat 2 UUD 1945 ditetapkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pasal 33 UUD 1945 tersebutlah yang menjadi dasar bagi Indonesia untuk membangun BUMN dimana BUMN tersebut merupakan perwakilan pemerintah dalam melayani kebutuhan utama publik baik secara tingkat nasional maupun daerah.
Indonesia yang masih berada dalam situasi paska krisis ekonomi (1997-2000) dan dalam upaya pembenahan ekonomi secara nasional demi menghadapi tuntutan globalisasi yang akan hadir pada tahun 2015 mulai berupaya untuk menghidupkan kegiatan perekonomian nasional dengan salah satu upayanya adalah dengan mengefektifkan kembali kinerja BUMN. Pasal 33 UUD 1945 tersebut kemudian menggiring Indonesia untuk melakukan alternatif pembangunan perekonomian yang salah satu upaya yang ditempuh oleh pemerintah adalah dengan menghidupkan kembali sector ekonomi yang berasal dari perusahaan negara (BUMN) yang menguasai alam Indonesia yang kaya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, BUMN merupakan Badan Usaha Milik Negara yang sebagian besar modal perusahaan nya berasal dari kekayaan negara, mempunyai peranan sebagai sumber pendapatan devisa negara dan juga untuk memproduksi berbagai barang dan jasa kebutuhan masyarakat. Berdasarkan undang-undang tersebut dapat dilihat bahwa BUMN sebagai institusi milik pemerintah menjadi alat vital yang efektif bagi pembangunan nasional.
Kenyataan, bahwa BUMN tidak hanya berperan sebagai usaha bisnis semata-mata yang tujuannya bukan hanya untuk mencari keuntungan, akan tetapi juga merupakan bagian dari aparatur negara yang bertujuan memberikan pelayanan kepada publik, sering kali menyebabkan bahwa BUMN menjadi birokratis dan kehilangan keluwesan serta kegesitan usaha yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan bisnis. Dan juga banyak nya patologi di dalam tubuh BUMN menyebabkan prestasi BUMN sebagai usaha bisnis yang kurang memuaskan, malahan harus menderita rugi sehingga harus diberikan subsidi oleh pemerintah.
Kondisi tersebut menyebabkan tidak adanya transparansi dalam setiap kegiatan kinerja BUMN yang membuat semakin tidak efisiennya dan tidak efektifnya BUMN. Hal ini tentu tidak wajar, mengingat BUMN sesuai dengan jiwa UUD 1945 Pasal 33 menjadi perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dengan tanpa pesaing, tentunya akan sangat jauh dari kata "rugi".
Namun seiring dengan adanya reformasi, banyaknya tuntunan dari masyarakat agar adanya transparansi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan milik negara yang ada di Indonesia baik Badan Usaha Milik Negara maupun Badan Usaha Milik Daerah dalam hal pengelolaan keuangan perusahaan dan juga dalam hal melakukan tender proyek pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan. Tuntutan yang timbul dari masyarakat ini, menginginkan terwujudnya perusahaan negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan terlaksana tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan juga pembangunan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate governance.
E-Procurement merupakan salah satu contoh e-government yang diterapkan oleh salah satu BUMN di Indonesia yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN). E-Procurement diterapkan karena berawal dari ketidakadaan transparansi di dalam tubuh BUMN dalam hal pengelolaan keuangan perusahaan dan dalam hal melakukan tender proyek pengadaan barang dan jasa, tingkat kemajuan teknologi informasi yang semakin canggih, serta berawal dari tuntutan kesiapan BUMN terhadap perkembangan era perdagangan bebas yang akan dilakukan pada tahun 2015 nanti
Jenis e-procurement ini merupakan implementasi e-government pada BUMN dimana melalui aplikasi e-procurement rangkaian proses tender proyek-proyek pemerintah dapat dilakukan secara online melalui internet dan juga dalam penerapan proyeknya merupakan proyek yang berskala besar dimana kebanyakan aplikasinya perlu melibatkan sejumlah sumber daya yang besar, dalam hal ini menyangkut ketersediaan modal dan juga kemampuan/keahlian yang dimiliki oleh para pegawai dalam menguasai komputer dan juga internet.
Di dalam e-procurement ini yang terjadi adalah sebuah komunikasi dua arah, dimana pemerintah mempublikasikan berbagai data dan informasi yang dimilikinya seperti dalam hal pelelangan atau tender barang untuk dapat secara langsung dan bebas diakses oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan melalui internet.
Biasanya kanal akses yang dipergunakan adalah komputer atau handphone melalui medium internet, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan untuk mengakses situs (website) departemen atau divisi terkait yang ada di dalam perusahaan, kemudian user dapat melakukan browsing (melalui link yang ada) terhadap data atau informasi yang dibutuhkan.
Secara umum istilah governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan, dalam arti lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan oleh eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholder. Good corporate governance menyangkut tentang konsep moralitas, etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik yang harus dilakukan oleh para eksekutif perusahaan dalam mengambil kebijakan dan keputusan.
Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi dan krisis politik di Indonesia pada tahun 1997 yang lalu (www.kompas.com, 22 Oktober 2007, Dengan judul artikel : Good Corporate Governance Sebuah Keharusan). Mulai saat itulah tata kelola perusahaan yang baik {good corporate governance I GCG) mengemuka. Dimulai dengan jatuhnya perusahaan-perusahaan di Indonesia yang disebabkan oleh tidak patuhnya manajemen perusahaan terhadap prinsip-prinsip good corporate governance tersebut dimana hal ini ditandai dengan kurang transparan nya pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah, konglomerat yang tidak baik dalam menjalankan usaha dimana hal tersebut dapat dilihat dengan terkonsentrasi nya pemegang saham besar pada beberapa keluarga konglomerat yang menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas pada manajemen perusahaan yang sangat terasa serta menimbulkan konflik kepentingan yang sangat menyimpang dari norma-norma tata kelola perusahaan yang baik, dan juga pemerintah yang penuh dengan patologi KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) yang sangat kronis.
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan rendahnya tingkat stabilitas keamanan dalam negeri dan tidak berfungsinya aparat penegak hukum menjadikan investasi jangka panjang yang ikut menggerakkan sektor riil mulai meninggalkan Indonesia dan memindahkan perusahaannya ke beberapa negara tetangga. Indonesia sudah tidak dianggap lagi sebagai negara yang kompetitif untuk investasi jangka panjang. Ini tentu saja semakin menambah jumlah pengangguran dan mengganggu kinerja ekspor negara kita.
Oleh sebab itu, untuk menyehatkan perekonomian Indonesia kembali maka seluruh elemen masyarakat dan juga para stakeholder lainnya menuntut agar segera menerapkan prinsip good corporate governance ini dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia secara efektif agar kejadian krisis ekonomi dan krisis politik tidak kembali lagi terjadi di Indonesia.
Penerapan tata kelola perusahaan yang baik memberikan banyak sekali keuntungan bagi perusahaan itu sendiri dan masyarakat, tumbuhnya kepercayaan investor memberi peluang akses sumber pendanaan yang murah dan berkembangnya pasar modal kita, menguatnya kepercayaan lembaga keuangan domestik maupun internasional memberi peluang akses kredit dengan bunga yang kompetitif, kontrol yang efektif mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Bersihnya perusahaan dari praktik-praktik korupsi memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara efisien dan menghasilkan produk-produk yang mampu bersaing di pasar global, yang pada gilirannya mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dan berkesinambungan.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul "PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA SISTEM PELAYANAN PUBLIK MENUJU GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT.PLN".

B. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti.
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Penerapan E-Procurement Pada Sistem Pelayanan Publik Menuju BUMN Yang Good Corporate Governance (Studi Pada PT. PLN).

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui sudah sejauh mana penerapan e-procurement dalam sistem pelayanan publik pada PT. PLN.
2. Untuk mengetahui tingkat kesiapan sumber daya manusia para pegawai PT.PLN setelah diterapkan nya e-procurement.
3. Untuk mengetahui pola kerjasama yang dibina oleh PT.PLN dalam rangka menuju BUMN yang good corporate governance.

D. Manfaat Penelitian
Adapun yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah : 
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang teori e-government (melalui e-procurement), sistem pelayanan publik, dan good corporate governance.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan untuk sebagai bahan masukan atau referensi bagi PT.PLN dalam menerapkan e-procurement pada sistem pelayanan publik menuju BUMN yang good corporate governance
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmiah dan keputusan baru dalam penelitian-penelitian ilmu sosial khususnya bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 

SKRIPSI HUBUNGAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

SKRIPSI HUBUNGAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

(KODE : FISIP-AN-0087) : SKRIPSI HUBUNGAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Birokrasi di Indonesia selalu jadi sebuah diskursus yang tidak pernah membosankan. Karena, hingga kini birokrasi di Indonesia masih problematik dan jauh dari apa yang menjadi harapan. Birokrasi yang buruk menjadi salah satu masalah akut di Indonesia. Rendahnya kinerja pelayanan publik dan minimnya kualitas sumberdaya aparatur seperti tidak pernah ada akhirnya. Mulai dari KKN sampai dengan sistem birokrasi yang buruk menjadi hambatan (red tape barriers) dalam mewujudkan birokrasi yang pro terhadap kepentingan rakyat banyak.
Krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun 1997, pada tahun 1998 telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya tuntutan kuat dari segenap lapisan masyarakat terhadap pemerintah untuk segera diadakan reformasi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak itu, telah terjadi berbagai perubahan penting yang menjadi tonggak dimulainya era reformasi di bidang politik, hukum, ekonomi, dan birokrasi yang dikenal sebagai reformasi gelombang pertama. Perubahan tersebut dilandasi oleh keinginan sebagian besar masyarakat untuk mewujudkan pemerintahan demokratis dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat yang didasarkan pada nilai-nilai dasar sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) dan Ombudsman RI dengan kesimpulan Indeks Pelayanan Publik di Sumut terus mengalami penurunan sejak dua tahun terakhir. Bahkan khusus Kota X komitmen dan pengawasan pejabatnya sangat rendah untuk memperbaiki pelayanan publik. Pencapaian pelayanan publik kota X sudah sempat membaik di tahun 2009, tetapi kemudian semakin turun hingga kondisinya sangat memprihatinkan seperti saat ini. Paparan KPK menunjukkan temuan terbanyak masalah pelayanan publik tersebut ada di dinas kependudukan dan catatan sipil. Kemudian pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), proses uji KIR di Dinas Perhubungan dan sejumlah proses administrasi keimigrasian. 
Dalam hal pelayanan publik, pemerintah belum dapat menyediakan pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan tantangan yang dihadapi, yaitu perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan persaingan global yang semakin ketat. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei integritas yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2009 yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia baru mencapai skor 6,64 dari skala 10 untuk instansi pusat, sedangkan pada tahun 2008 skor untuk unit pelayanan publik di daerah sebesar 6,69. Skor integritas menunjukkan karakteristik kualitas dalam pelayanan publik, seperti ada tidaknya suap, ada tidaknya Standard Operating Procedures (SOP), kesesuaian proses pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan, dan kemudahan masyarakat melakukan pengaduan.
Pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan merupakan salah satu tugas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pelayanan tersebut diantaranya pembuatan KTP, kartu keluarga, serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan Mutasi dan pengelolaan Data Penduduk. Namun kondisi yang terjadi di masyarakat menunjukan bahwa pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administrasi kependudukan belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih ditemuinya hambatan.
Pemerintah Indonesia saat ini berusaha untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan menerapkan tata kelola yang baik (good governance). Kedua hal tersebut baru bisa dicapai jika penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada prinsip kepastian hukum, professional, visioner, efisien, efektif, akuntabel, transparan, dan partisipatif. Pencapaian tata kelola pemerintahan memerlukan reformasi di berbagai bidang dimana termasuk didalamnya adalah reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi di Indonesia saat ini tengah berlangsung untuk menciptakan pemerintahan yang baik di tahun 2025.
Hal ini yang mendorong penulis untuk mengkaji dan meneliti masalah reformasi birokrasi dan kualitas pelayanan publik. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengupayakan suatu kajian ilmiah dalam judul penelitian sebagai berikut : "HUBUNGAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (STUDI PADA KECAMATAN X)".

B. Perumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini, yaitu : "Apakah reformasi birokrasi mempunyai hubungan dengan kualitas pelayanan publik di Kecamatan X ?"

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui reformasi birokrasi di Kecamatan X
2. Untuk mengetahui kualitas pelayanan publik di Kecamatan X
3. Untuk mengetahui apakah reformasi birokrasi mempunyai hubungan dengan kualitas pelayanan publik di Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian, penelitian ini juga dapat bermanfaat. Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah : 
1. Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan penulis menulis karya ilmiah, terutama dalam menganalisa permasalahan yang terjadi di masyarakat yang ada kaitannya dengan ilmu yang di dapat di dalam perkuliahan.
2. Bagi Instansi terkait, penelitian diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi kemajuan instansi itu sendiri.
3. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melengkapi ragam penelitian yang telah dilakukan oleh para mahasiswa serta dapat menjadi bahan masukan bagi Fakultas dan diharapkan dapat menjadi salah satu referensi tambahan bagi mahasiswa di masa yang akan datang.