Search This Blog

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA MINAT BACA DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS TINGGI SD

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA MINAT BACA DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS TINGGI SD

(KODE : PENDPGSD-0002) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA MINAT BACA DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS TINGGI SD



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bab I, pasal 2 ayat (3) Undang-undang Sisdiknas No. 20/2003., Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam diri peserta didik sebenarnya sudah terdapat banyak kemampuan yang dimiliki, namun sebagai guru kadang kita lupa dan mengabaikan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik.
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Dalam memasuki era globalisasi pada saat ini, peran membaca sangat penting dalam segala hal. Melihat pentingnya membaca untuk mencapai kemajuan dan kesuksesan, maka minat baca harusnya mulai ditanamkan sejak dini. Sebab, minat baca pada anak tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi sangat dipengaruhi oleh stimulus yang diperoleh dari lingkungan anak. Keluarga yang merupakan lingkungan anak pertama adalah salah satu hal yang mempengaruhinya. Selain itu sekolah juga merupakan faktor yang penting.
Sekolah merupakan tempat dimana proses transfer ilmu berlangsung, peranan tenaga pendidik yang ada di sekolah, sangat menentukan arah transfer ilmu yang sedang dan akan berjalan. Sekolah dituntut untuk dapat memfasilitasi. Sehingga hasil akhir yang didapat, sekolah tersebut memilki siswa-siswa yang unggul dan berprestasi. Pastinya, bukan hanya para guru saja yang harus banyak berperan, tetapi juga sarana pendukung yang dapat membantu para siswanya di dalam hal kegiatan belajar-mengajar, mutlak disediakan oleh sekolah, seperti perpustakaan dan laboratorium pendukung.
Perpustakaan sekolah misalnya, merupakan sarana yang melayani siswa dalam mencari segala informasi dalam belajarnya. Perpustakaan sekolah didirikan untuk menunjang pencapaian tujuan sekolah, yaitu pendidikan dan pengajaran seperti digariskan dalam kurikulum sekolah. Sebagai sebuah lembaga yang memberikan kontribusinya dalam bidang pendidikan, maka perpustakaan memiliki nilai-nilai pendidikan, edukatif dan ilmu pengetahuan. Orang yang mau membaca dan belajar, dapat memanfaatkan Perpustakaan sebaik-baiknya. Pendek kata, siapapun yang ingin pandai, menambah pengetahuan, keterampilan, dan wawasannya mesti belajar (membaca),
Mendasarkan pada hasil penelitian Programme for International Student Assessment, diketahui minat baca siswa di Indonesia rendah dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur. Karena dari 42 negara yang menjadi responden, siswa Indonesia menduduki peringkat ke-39, sedikit di atas Albania dan Peru. Demikian juga dengan penguasaan materi dari bacaan, siswa Indonesia hanya mampu menyerap 30% dari materi bacaan yang tersaji dalam bahan bacaan. Kusuma (dalam http://suherlicentre.blogspot.com).
Fakta di atas menunjukkan bahwa di Indonesia, menumbuhkan minat membaca pada siswa menjadi kebutuhan yang mendesak dan penting. Kebutuhan ini didasarkan pada kenyataan bahwa di sekolah, sebagian besar interaksi belajar mengajar dilakukan dengan pemberian tugas-tugas yang melibatkan buku-buku yang harus dibaca siswa. Soewarso dan Widiarto (2010 : 91), menegaskan, khusus pada mata pelajaran IPS, dalam interaksi belajar mengajar, hampir seluruhnya tergantung pada bacaan. Dalam IPS kegiatan mengumpulkan berbagai informasi mutlak untuk dilakukan, dan untuk mendapatkan informasi ini diperoleh dari kegiatan membaca.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.
Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi : Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
Dalam ilmu sosial terdapat ketrampilan-ketrampilan yang mutlak harus dimiliki, yaitu bertanya, menggali, menyajikan dan menganalisis informasi. mengembangkan dan menguji generalisasi serta membaca dan menulis secara kritis.
Salah satu tujuan pembelajaran IPS SD adalah memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan ketrampilan dalam kehidupan sosial. Bekal untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya siswa harus membaca buku-buku dan informasi bacaan lainnya. Kegiatan ini penting untuk membantu memberikan informasi bagi pembaca, yang mendorong pembaca berpikir kritis dengan keingintahuan yang tinggi sehingga secara tidak langsung akan mencapai kompetensi yang diharapkan yang ditunjukkan oleh tingginya hasil belajar IPS yang dicapai.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan di SDN X, menurut catatan jurnal harian perpustakaan diketahui bahwa rata-rata hanya 20 sampai 25 siswa atau sekitar 35 % dari jumlah keseluruhan siswa SDN X yang aktif dalam kegiatan membaca maupun meminjam buku-buku atau koleksi bacaan lainnya, pada saat jam istirahat pertama maupun jam istirahat kedua. Itu pun yang banyak melakukan adalah kelas tinggi. Selain hal tersebut, di SDN X menetapkan nilai KKM untuk mata pelajaran IPS adalah 60, sedangkan berdasarkan hasil ulangan harian pertama pada mata pelajaran IPS ,28 dari 39 siswa kelas IV yang nilai diatas KKM yang ditetapkan. selebihnya ada 11 siswa yang nilainya belum memenuhi KKM. Sedang untuk kelas V dari 33 siswa 11 siswa tidak tuntas dan kelas VI dari 36 ada 6 siswa yang kurang dari KKM. Hal tersebut bisa saja dipengaruhi oleh faktor minat membaca seperti yang dituturkan salah satu guru di SDN X. 
“Untuk memahami pelajaran IPS diperlukan banyak informasi yang harus diserap oleh anak, jika hanya bergantung pada saat pelajaran saja maka kurang, dengan kegiatan membaca di luar jam pelajaran maka anak akan belajar mencari sendiri informasi-informasi yang ada di buku yang dibutuhkan untuk meningkatkan hasil belajar IPS-nya”.
Berlatar belakang dari uraian tersebut serta berbagai hasil penelitian sebelumnya membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "HUBUNGAN ANTARA MINAT BACA DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR NEGERI X”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : adakah hubungan antara minat baca dan hasil belajar IPS bagi siswa kelas tinggi Sekolah Dasar Negeri X.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara minat baca dan hasil belajar IPS bagi siswa kelas tinggi SDN X.

D. Manfaat Penelitian 
1. Dari segi Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut. 
2. Dari segi Praktis : 
Bagi guru hasil penelitian diharapkan memberi wawasan untuk mengembangkan pembelajaran dengan mendorong minat baca siswa melalui tugas-tugas pembelajaran IPS. Sedangkan bagi siswa hasil penelitian diharapkan dapat membuat siswa mencintai kegiatan membaca, dan memanfaatkan perpustakaan. Bagi lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar, diharapkan penelitian ini dapat membuat menyadarkan bahwa minat baca perlu dikembangkan dalam diri peserta didik.

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMBACA, KECERDASAN VERBAL LINGUISTIK DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMBACA, KECERDASAN VERBAL LINGUISTIK DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0001) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMBACA, KECERDASAN VERBAL LINGUISTIK DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membaca merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting pada manusia yaitu berbahasa. Berbahasa merupakan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi. Di sekolah dasar. pengajaran membaca merupakan salah satu aspek pokok pengajaran bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan sistem bunyi dan makna, unsur-unsur bahasa yang dipilih secara acak tanpa dasar atau tidak ada hubungan logis antara bunyi dengan maknanya, berbentuk ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, berfungsi selama manusia memanfaatkannya, sebagai penyatu keluarga. masyarakat, dan bangsa dalam kegiatannya. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam bereksplorasi di lingkungan akademik maupun kehidupan sosial. Kegemaran membaca sebaiknya dilatihkan kepada anak sejak usia dini yaitu pada tingkat sekolah dasar. Pembelajaran bahasa mencerminkan pengenalan diri dan budaya. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia menekankan pembelajaran yang melibatkan pengalaman siswa pada empat keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca. Dalam proses belajar mengajar, membaca mempunyai peranan yang sangat penting. Bahkan membaca merupakan faktor penentu bagi keberhasilan belajar seseorang.
Wiranto (2008) mengatakan guru mengeluhkan macetnya komunikasi guru dengan siswa yang disebabkan pasifnya siswa dengan sikap yang diam dalam seribu bahasa. Guru tersebut kesal bila dalam proses belajar mengajar dan bertanya untuk mendapatkan umpan balik tidak ada jawaban dari siswanya. Kesulitan siswa dalam memahami pelajaran dan pasifnya siswa dalam berkomunikasi secara lisan dan tulisan adalah karena siswa lemah dalam kemampuan membaca. Penyebabnya adalah karena mereka tidak terlatih atau membiasakan diri membaca sejak dini.
Membaca dalam kehidupan sehari-hari tidak harus membaca buku pelajaran saja tetapi bisa juga membaca novel, buku cerita, ensiklopedi, kamus, koran, maupun komik. Banyak orang bertanya, apa keuntungan yang kita dapatkan dari membaca novel, buku cerita, ensiklopedi, kamus, komik maupun koran. Menurut pendapat Elena (2007) mungkin pikiran pertama yang muncul dibenak orang mengenai manfaat membaca buku cerita maupun novel adalah untuk mendapatkan hiburan dari alur ceritanya. Tapi bukan itu saja, membaca buku dapat membantu memaparkan orang berbagai jenis kata dan kalimat baru, dan ini pun nantinya bisa memperkaya vokab orang tersebut dan meningkatkan kemampuan berkomunikasinya.
Membaca meningkatkan cara berpikir, membaca juga meningkatkan memori seseorang serta kemampuannya memahami teks. Membaca merangsang otak untuk berimajinasi. Penelitiannya menemukan bahwa pada saat menonton televisi tidak banyak bagian otak yang merespon, sedangkan pada saat orang membaca, bagian-bagian otak yang berbeda akan merespon. Hal itu disebabkan oleh imajinasi otak yang pada saat membaca dapat membayangkan hal-hal yang terjadi di dalam buku. Dari pernyataan Elena (2007) maka dapat disimpul-kan bahwa dengan kegiatan membaca novel, buku cerita, ataupun komik akan membantu merangsang otak untuk berkonsentrasi dan berimajinasi. Dengan demikian maka apabila otak sudah terbiasa berkonsentrasi dan berimajinasi akan memper-mudah seseorang untuk belajar.
Menurut Nadia (2005) kebiasaan membaca sejak dini ternyata dapat menggali bakat dan potensi anak. Membaca juga dapat memacu day a nalar dan melatih konsentrasi. Menurut pengalamannya, dengan mengenalkan buku bacaan pada anaknya sejak kecil dapat meningkatkan prestasi anaknya di sekolah. Terbukti anaknya sudah bisa membaca pada usia 4 tahun dan mampu mengarang dengan baik pada saat berusia 7 tahun. Nadia juga menegaskan bahwa peran orang tua sangat penting untuk mendampingi anak dalam membaca. Orang tua harus mengawasi buku apa saja yang mereka baca. Jangan sampai buku tersebut berdampak negatif pada anak dan menjadikan anak malas untuk belajar. Anak-anak boleh membaca komik tetapi hanya sekedar untuk hiburan saja dan memacu daya imajinasinya. Dengan memperhatikan kebiasaan membaca yang baik dan penggunaan metode membaca maka dapat dipastikan kita akan memahami isi dari bacaan yang nantinya juga akan berpengaruh pada hasil belajar, karena tinggi rendahnya hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang menurut Merson (dalam Tulus, 2004) adalah faktor kecerdasan, bakat, minat dan perhatian, motif, cara belajar dimana kebiasaan membaca yang baik termasuk dalam cara belajar dari seorang siswa, faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah. Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa kebiasaan membaca dan kecerdasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
Melalui kegiatan membaca seseorang dapat menambah informasi dan memperluas ilmu pengetahuan. Dengan membaca membuat orang menjadi cerdas, kritis dan mempunyai daya analisa yang tinggi. Melalui kegiatan membaca juga selalu tersedia waktu untuk merenung, berfikir dan mengembangkan kreativitas berfikir. Bila seorang siswa tidak memiliki kebiasaan membaca serta perhatian yang besar terhadap membaca maka sulit diharapkan siswa tersebut akan tekun dan memperoleh hasil yang baik dari pelajaran. Sebaliknya, apabila kegiatan membaca tersebut disertai dengan kebiasaan membaca serta perhatian besar terhadap obyek yang dipelajari, maka hasilnya diperoleh lebih baik. Tetapi tidak semua siswa mempunyai kesamaan kebiasaan dan kemampuan, dan tidak semua dari siswa belajar dengan cara yang sama. Setiap siswa memiliki kecerdasan berbeda-beda. Kecerdasan adalah kemampuan umum setiap individu dalam berbagai tingkat. Kecerdasan juga merupakan salah satu faktor utama penentu sukses atau gagalnya peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik mempunyai taraf kecerdasan rendah atau di bawah normal sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis akan sukses belajar di sekolah.
Teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences/Ml) seperti yang dicerminkan dalam namanya, merupakan suatu kompetensi kognitif (belajar, memahami) manusia lebih baik diuraikan dalam arti kumpulan kemampuan, bakat, atau keterampilan mental yang disebut "kecerdasan" Gardner (Saputri, 2006 : 2). Setiap individu memiliki kecerdasan majemuk namun kadar yang dimiliki berbeda-beda, ada yang hanya memiliki beberapa kecerdasan majemuk dan buta pada kecerdasan majemuk lain, tetapi gabungan dari beberapa kecerdasan majemuk itulah yang membuat adanya keunikan tersendiri pada tiap individu Gardner (Arunita, 2009 : 1). 
Kecerdasan Verbal-Linguistic adalah kecerdasan yang terkait dengan kata-kata dan secara luas komunikasi. Kecerdasan ini menggambarkan kemampuan memakai bahasa melalui membaca, menulis, mendengar dan berbicara. Kemampuan untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan berbagai pengalaman sebelumnya, juga merupakan komponen penting dari kecerdasan ini. Orang yang berkecerdasan linguistik mampu membentuk dan mengenali kata dan polanya dengan penglihatan, pendengaran dan dalam beberapa kasus persentuhan. Orang berkecerdasan ini mampu menghasilkan dan menghaluskan bahasa dan menggunakan banyak bentuk dan format. Di ruang kelas, kecerdasan linguistik dirangsang melalui kegiatan bercerita, berdebat, berpidato dan bersandiwara. Membaca dan merespon berbagai variasi teks, juga menulis bermacam tema esai, cerita, surat, dan lelucon (English, 2005 : 24).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan di SDN X, menurut catatan jurnal harian perpustakaan diketahui bahwa rata-rata hanya 20 sampai 25 siswa atau sekitar 20,6% dari jumlah keseluruhan siswa SDN X yang aktif dalam kegiatan membaca maupun meminjam buku-buku atau koleksi bacaan lainnya, pada saat jam istirahat pertama maupun jam istirahat kedua. Selain hal tersebut, guru kelas IV di SDN X juga menuturkan bahwa "SDN X menetapkan nilai KKM untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 70, sedangkan berdasarkan hasil ulangan harian serta hasil Ujian Akhir Semester I pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, hanya 27 dari 39 siswa kelas IV yang nilai rata-ratanya di atas KKM yang ditetapkan, selebihnya ada 12 siswa yang nilainya belum memenuhi KKM". Hal tersebut bisa saja dipengaruhi oleh faktor kebiasaan membaca dan kecerdasan siswa.
Berlatar belakang dari uraian tersebut serta berbagai hasil penelitian sebelumnya membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMBACA, KECERDASAN VERBAL-LINGUISTIC DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV DI SD NEGERI X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 
1. Adakah hubungan positif dan signifikan antara kebiasaan membaca dan hasil belajar siswa kelas IV di SD Negeri X.
2. Adakah hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan Verbal-Linguistic dan hasil belajar siswa kelas IV di SDN X.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara kebiasaan membaca dan hasil belajar siswa kelas IV di SD Negeri X.
2. Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara kecerdasan Verbal-Linguistic dan hasil belajar siswa IV tinggi di SD Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang akan dilaksanakan adalah dapat memberikan manfaat secara teoritis serta manfaat praktis pada masyarakat luas, khususnya di bidang pendidikan. 
1. Manfaat teoritis
a. Untuk peneliti sebagai sarana dalam membantu proses belajar mengajar.
b. Meningkatkan daya kreatifitas dan inovatif sehingga diharapkan menjadi guru yang profesional. 
2. Manfaat praktis
a. Sumbangan untuk lembaga pendidikan khususnya sekolah dalam usahanya meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Sebagai bahan informasi guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
c. Memberikan alternatif bagi guru untuk mendorong siswa dalam menumbuhkan kebiasaan membaca dan kecerdasan verbal-linguistic dalam menunjang pembelajaran sehingga prestasi belajar dapat meningkat.

SKRIPSI PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF SISTEM SARAF DAN HORMON PADA MANUSIA BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SMA

SKRIPSI PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF SISTEM SARAF DAN HORMON PADA MANUSIA BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SMA

(KODE : PENDMIPA-0094) : SKRIPSI PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF SISTEM SARAF DAN HORMON PADA MANUSIA BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SMA



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran Biologi pada siswa SMA khususnya pada materi sistem regulasi yang terdiri atas konsep sistem saraf dan hormon pada manusia memberikan tantangan besar bagi guru. Ditunjukkan oleh data rata-rata nilai hasil belajar pada materi tersebut yang masih rendah, yaitu nilai > 62 hanya mencapai 56% dari jumlah keseluruhan siswa. Konsep sistem saraf dan hormon pada manusia banyak memuat konsep-konsep yang abstrak dan sulit untuk dipelajari secara langsung sehingga memerlukan suatu alat yang dapat membantu proses pembelajaran, alat inilah yang disebut dengan media. Disebutkan pula bahwa pengajaran akan lebih efektif apabila objek yang menjadi bahan pengajaran dapat divisualisasikan secara realistik menyerupai keadaan yang sebenarnya walaupun tidak sama persis, yaitu melalui media (Sudjana dan Rivai 2002).
Saat ini media dan teknologi menjadi salah satu ciri yang ditonjolkan dalam dunia pendidikan. KTSP yang berlaku saat ini menuntut guru untuk lebih kreatif termasuk dalam memodifikasi media pembelajaran. Meskipun demikian di SMAN X yang dilengkapi 2 ruang multimedia dengan 40 buah komputer, belum memanfaatkannya dalam pembelajaran Biologi.
Terlebih lagi sebuah penelitian menyebutkan "In a field study with 75 students, we compared the individual validation of four media for vocational guidance, two multimedia applications and two products printed matter. Data analyses reveal that the students enjoyed using electronic media " (Hasebrook dan Gremm 1999). Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa hasil uji lapangan pada 75 siswa menggunakan dua jenis media yaitu multimedia dan media cetak mengungkap bahwa siswa lebih senang menggunakan media elektronik. Bahkan penelitian lain menemukan bukti bahwa cara yang efektif untuk membantu agar informasi ilmiah dapat lebih mudah dipahami ialah melalui penjelasan informasi secara multimodal, misalnya dalam format multimedia (Pranata 2004).
Selain itu pendekatan yang efektif pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang sangat memperhatikan keterlibatan siswa secara aktif, sehingga proses belajar mengajar lebih bersifat student centered karena multimedia interaktif dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh siswa, sehingga siswa dapat memilih apa yang dikehendaki. Seperti yang disebut dalam sebuah jurnal "The final navigational interface has the advantages of allowing the student flexible navigations, proving an indication of progress through the subject material, whilst constraining their route" (Evans dan Edwards 1999).
Disebutkan dalam simpulan penelitian tersebut bahwa tombol navigasi yang ditampilkan dalam multimedia interaktif mempunyai manfaat memudahkan siswa dalam menentukan materi belajar, dan hal ini menunjukkan indikasi terjadinya peningkatan dalam mempelajari materi, disamping itu tombol navigasi membatasi rute belajar siswa sehingga pembelajaran lebih terarah.
Masalah lain yang dihadapi dunia pendidikan adalah proses pembelajaran hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya 2007).
Dengan mempertimbangkan beberapa hal di atas salah satu langkah yang diupayakan adalah menyusun multimedia interaktif tentang sistem saraf dan hormon pada manusia yang dilengkapi dengan permasalahan atau contoh kasus yang sifatnya kontekstual atau dapat ditemui sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : "PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF SISTEM SARAF DAN HORMON PADA MANUSIA BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SMA".

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 
1. Apakah multimedia interaktif sistem saraf dan hormon pada manusia berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dikembangkan sesuai dengan standar kompetensi pembelajaran, yaitu bila indikator keberhasilan yang ditunjukkan oleh nilai data penilaian pakar terhadap multimedia interaktif mencapai > 86,66 % ?.
2. Apakah multimedia interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) efektif diterapkan dalam pembelajaran sistem saraf dan hormon pada manusia di SMA, dengan indikator keberhasilan ditunjukkan oleh hasil belajar siswa dengan ketuntasan belajar individual > 68 dan ketuntasan belajar klasikal > 85% ?.
3. Apakah multimedia interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) efektif diterapkan dalam pembelajaran sistem saraf dan hormon pada manusia di SMA, dengan indikator keberhasilan ditunjukkan oleh nilai tiap aspek aktivitas siswa mencapai > 50 % ?.

C. Pemecahan Masalah
Cara pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah : 
1. Mengembangkan multimedia interaktif sistem saraf dan hormon pada manusia berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) yang sesuai dengan standar kompetensi pembelajaran, yaitu bila indikator keberhasilan yang ditunjukkan oleh nilai data penilaian pakar terhadap multimedia interaktif mencapai > 86,66%.
2. Mengukur efektivitas penerapan multimedia interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran sistem saraf dan hormon pada manusia di SMA, dengan indikator keberhasilan ditunjukkan dengan ketuntasan belajar individual > 68 dan ketuntasan belajar klasikal > 85%.
3. Mengukur efektivitas penerapan multimedia interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran sistem saraf dan hormon pada manusia di SMA, dengan indikator keberhasilan ditunjukkan oleh nilai tiap aspek aktivitas siswa mencapai > 50 % ?.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain : 
1. Mengetahui kesesuaian multimedia interaktif sistem saraf dan hormon pada manusia berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dikembangkan dengan standar kompetensi pembelajaran, yaitu bila indikator keberhasilan yang ditunjukkan oleh nilai data penilaian pakar terhadap multimedia interaktif mencapai > 86,66 %.
2. Mengetahui kemampuan multimedia interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk diterapkan sebagai media pembelajaran sistem saraf dan hormon pada manusia di SMA, dengan indikator keberhasilan ditunjukkan oleh hasil belajar siswa dengan ketuntasan belajar individual > 68 dan ketuntasan belajar klasikal > 85%.
3. Mengetahui kemampuan multimedia interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk diterapkan dalam pembelajaran sistem saraf dan hormon pada manusia di SMA, dengan indikator keberhasilan ditunjukkan oleh nilai tiap aspek aktivitas siswa mencapai > 50 % ?.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut. 
a. Dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi penyusun dalam menyusun dan mengembangkan suatu media yang menarik dan sesuai dengan materi pelajaran dan standar kompetensi pembelajaran. 
b. Dapat memacu kreativitas guru untuk mengembangkan media sebagai hasil rancangan sendiri.
c. Produk dapat digunakan sebagai media pembelajaran Biologi di SMA guna memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka efektivitas dan peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil belajar.
d. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan alam khususnya Biologi.
e. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi peneliti yang akan datang.
f. Sebagai panduan bagi mata pelajaran lain dalam memilih media pembelajaran yang akan diterapkan bagi perbaikan di masa yang akan datang. 

SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN OUTDOOR ACTIVITIES PADA MATA PELAJARAN IPA SD

SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN OUTDOOR ACTIVITIES PADA MATA PELAJARAN IPA SD

(KODE : PENDMIPA-0093) : SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN OUTDOOR ACTIVITIES PADA MATA PELAJARAN IPA SD



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Dalam UUSPN (UU No 20 tahun 2003), secara umum Sekolah Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta memper-siapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pendidikan dan pengajaran dari berbagai disiplin ilmu, agama, kesenian, dan keterampilan. Salah satu disiplin ilmu adalah IPA.
Sementara Standar Proses mengisyaratkan proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005).
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SD X, Peneliti melakukan observasi di kelas III yang berjumlah 34 siswa. Pada saat observasi, peneliti melihat dalam pembelajaran guru masih banyak menggunakan pembelajaran yang konvensional khususnya pada pelajaran IPA. Dan observasi yang dilakukan peneliti di SD Y, observasi yang juga dilakukan di kelas III yang berjumlah 40 siswa. Peneliti melihat dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA guru juga masih banyak menggunakan metode ceramah. Dengan penggunaan metode yang konvensional dan kurangnya alat peraga yang tersedia sehingga penjelasan guru masih ber-sifat abstrak dan siswa masih kurang aktif dalam pembelajaran. Siswa juga cenderung pasif hanya mendengar penjelasan guru saja, mencatat dan menghafal dari apa yang dijelaskan guru dalam pembelajaran, serta ada beberapa siswa menjadi ribut sendiri, bahkan ada siswa yang mengganggu temannya yang sedang mendengar penjelasan guru. Ditambah dengan kurangnya alat peraga pembelajaran menjadi kurang menarik.
Sebelum penelitian dilaksanakan, diketahui bahwa masih ada beberapa siswa yang nilainya di bawah nilai KKM pada nilai ulangan harian siswa mata pelajaran IPA. Nilai KKM yang ditentukan dari dua SD yaitu SD X dan SD Y adalah 65. Terlihat di SD X  di kelas III yang berjumlah 34 siswa yang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan yaitu tingkat keberhasilan siswa pada mata pelajaran IPA 68% dan 32% siswa yang belum mencapai nilai KKM dan di SD Y tingkat keberhasilan siswa pada mata pelajaran IPA 70% dan 30% siswa yang belum mencapai nilai KKM. Maka peneliti ingin mencoba melibatkan siswa secara langsung di dalam pembelajaran. Pembelajaran di luar ruangan atau yang sering dikenal den-gan istilah outdoor activities memungkinkan siswa mengalami langsung konsep yang dipelajari dikarenakan materi pembelajaran merupakan kegiatan yang dekat dengan pengalaman siswa dalam kesehariannya sehingga menjadi bermakna bagi kehidupannya. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang "PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN OUTDOOR ACTIVITIES PADA MATA PELAJARAN IPA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, di dapat identifikasi masalah sebagai berikut : 
1. Guru masih menggunakan metode konvensional, sehingga siswa cenderung pasif hanya mendengarkan penjelasan guru saja, mencatat dan menghafal dari apa yang dijelaskan guru dalam pembelajaran, serta ada beberapa siswa menjadi ribut sendiri, bahkan ada siswa yang mengganggu temannya yang sedang mendengarkan penjelasan guru.
2. Kurangnya alat peraga sehingga pembelajaran menjadi bersifat abstrak dan kurang menarik, sehingga menyebabkan hasil belajar siswa kurang optimal.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 
Apakah pembelajaran outdoor activities pada mata pelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswa sekolah dasar ?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian tentang permasalahan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah : 
Mengetahui Adanya Pengaruh Penerapan Outdoor Activities Pada Mata Pelajaran I PA terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis pada masyarakat luas, khususnya dibidang pendidikan. Adapun manfaat penelitian sebagai berikut : 
1. Manfaat Teoritis
Secara umum penelitian ini memberikan sumbangan perbaikan pembelajaran dalam peningkatan hasil belajar siswa dan masukan tentang pengembangan pembelajaran dengan menggunakan outdoor activities terutama pada pelajaran IPA kelas III.
2. Manfaat Praktis
Berdasarkan tujuan dari penelitian, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Bagi siswa
Dapat menumbuhkan semangat kerja sama antar siswa, meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa terhadap pembelajaran terutama mata pelajaran IPA.
b. Bagi guru
Dengan adanya pembelajaran outdoor activities guru dapat mengetahui hasil belajar siswa di sekolah dan dapat memperbaiki kegiatan belajar di luar sekolah.

SKRIPSI PENGARUH PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

SKRIPSI PENGARUH PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

(KODE : PENDMIPA-0092) : SKRIPSI PENGARUH PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih baik yang menyangkut berbagai masalah yang berkaitan dengan kuantitas, kualitas dan relevansinya (Khusnul Khotimah, 2008). Dalam UU No. 20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, tercantum fungsi dan tujuan pendidikan : 
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.
Keterampilan proses adalah termasuk salah satu pendekatan yang membuat siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Conny (1990 : 23) pendekatan keterampilan proses adalah pengembangan sistem belajar yang mengefektifkan siswa (CBSA) dengan cara mengembangkan keterampilan memproses perolehan pengetahuan sehingga peserta didik akan menemukan, mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran khusus". Diharapkan dengan penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran matematika di SD, dapat menumbuhkan semangat belajar dalam diri siswa sehingga siswa tidak hanya sekedar tahu tentang rumus tetapi mengerti tentang konsep matematika yang diajarkan.
Setelah peneliti melaksanakan observasi di SDN X kelas V pada mata pelajaran matematika, guru adalah tokoh utama dalam pembelajaran. Guru menjadi pusat dalam pembelajaran. Guru mengajar dengan metode konvensional dan siswa hanya banyak mendengar dalam kegiatan belajar, belum semua aktif untuk mengikuti proses pembelajaran. Ketika guru mengajukan pertanyaan kepada siswa yang berjumlah 30 orang hanya 9 orang atau 30 % yang berani mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan. Sekitar 15 orang atau 50% siswa hanya diam dan menundukkan kepala, sedangkan 6 orang atau 20% sisanya asik sendiri bermain dengan teman sebangku. Dapat dilihat dari hasil belajar siswa di SDN X, khususnya kelas VA pada mata pelajaran Matematika, terdapat 18 orang atau 60 % dari 30 siswa yang nilai hasil belajarnya berada di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 60.
Dengan ini membuktikan bahwa pendekatan pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru, membuat lebih dari 50 % siswa hasil belajarnya tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditentukan oleh pihak sekolah, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan metode atau pendekatan pembelajaran yang lain.
Hal ini menarik perhatian peneliti untuk melakukan upaya perbaikan proses pembelajaran pada mata pelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Sehingga dari latar belakang di atas, penulis mengajukan penelitian berjudul "PENGARUH PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SDN X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 
"Apakah pendekatan keterampilan proses pada mata pelajaran matematika berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN X ?".

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan di atas maka tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh positif dan signifikan pendekatan keterampilan proses pada mata pelajaran matematika terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN X. 

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat : 
1. Bagi siswa, dapat meningkatkan keaktifan, keterampilan, dan hasil belajar matematika serta sebagai bahan masukan dan menambah pengalaman baru bagi siswa.
2. Bagi guru khususnya guru SD, sebagai masukan dalam rangka pemilihan pendekatan dan metode pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan kreatifitas dan keterampilan siswa.
3. Instansi sekolah, dapat meningkatkan sumber daya pendidikan sehingga menghasilkan output yang berkualitas, dan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. 
4. Menambah wawasan peneliti terkait pelaksanaan pembelajaran sebagai bekal menuju dunia kerja kelak sebagai seorang pendidik.

SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DI LUAR KELAS (OUTDOOR ACTIVITIES) DALAM MATA PELAJARAN IPA

SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DI LUAR KELAS (OUTDOOR ACTIVITIES) DALAM MATA PELAJARAN IPA

(KODE : PENDMIPA-0091) : SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DI LUAR KELAS (OUTDOOR ACTIVITIES) DALAM MATA PELAJARAN IPA



BAB I 
PENDAHULUAN

A, Latar Belakang Masalah
Dalam pembangunan nasional negara kita, pendidikan didefinisikan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia untuk menghasilkan kualitas insan yang lebih tinggi guna menjamin pelaksanaan dan kelangsungan pembangunan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembangunan di segala bidang. Peningkatan kualitas pendidikan harus dipenuhi melalui peningkatan kualitas dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pendidikan merupakan upaya untuk membentuk sumber daya manusia yang dapat meningkatkan kualitas kehidupannya. Pembelajaran yang baik adalah bersifat menyeluruh dalam melaksanakannya dan mencakup berbagai aspek, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, sehingga dalam pengukuran tingkat keberhasilannya selain dilihat dari segi kuantitas juga dari kualitas yang telah dilakukan di sekolah-sekolah.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep-konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses kegiatan ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Mutu pembelajaran IPA perlu ditingkatkan secara berkelanjutan untuk mengimbangi perkembangan teknologi. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran tersebut, tentu banyak tantangan yang dihadapi.
Tugas utama guru adalah mengelola proses belajar dan mengajar, sehingga terjadi interaksi aktif antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Interaksi tersebut sudah barang tentu akan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang dirumuskan. Usman (1990 : 1) menyatakan bahwa proses belajar dan mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Mengacu dari pendapat tersebut, maka proses belajar dan mengajar yang aktif ditandai adanya keterlibatan siswa secara komprehensif, baik fisik, mental, maupun emosionalnya. Pelajaran IPA misalnya diperlukan kemampuan guru dalam mengelola proses belajar dan mengajar sehingga keterlibatan siswa dapat optimal, yang pada akhirnya berdampak pada perolehan hasil belajar. Untuk itu dalam pembelajaran diperlukan metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Dengan demikian pemilihan metode yang tepat dan efektif sangat diperlukan. Sebagaimana pendapat Sudjana (1987 : 76), bahwa peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses belajar dan mengajar.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu tentang alam atau cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga tujuan pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, tetapi untuk mengembangkan ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk mencapai pengetahuan itu, hal ini dikemukakan oleh Powler (2010). Dengan kata lain hasil belajar IPA bukan hanya sebagai produk, tetapi juga pengembangan proses. Mata pelajaran IPA di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan potensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam dan lingkungan sekitar mereka.
Pembelajaran IPA yang didominasi metode ceramah cenderung berorientasi kepada materi yang tercantum dalam kurikulum dan buku teks, serta jarang mengaitkan yang dibahas dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan memberikan dampak yang tidak baik bagi siswa karena siswa belajar hanya untuk ulangan atau ujian, sehingga pelajaran IPA dirasakan tidak bermanfaat, tidak menarik, dan membosankan oleh siswa, yang pada akhirnya bermuara pada rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak-anak belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya serta anak belajar dalam kondisi yang menyenangkan. Paradigma pembelajaran berubah menjadi bersifat dari teacher centered menjadi student centered. Guru sedikit menjelaskan materi sedangkan siswa berusaha membuktikan sendiri dari eksperimen yang difasilitasi oleh guru.
Mata pelajaran IPA adalah ilmu tentang alam. Tentunya sebagai pengajar paham bahwa pendekatan di alam sekitar lebih efektif bila diterapkan bagi anak SD, karena anak SD masih dalam tahapan operasional konkrit (Jean Piaget) yaitu kemampuan berpikir logis, mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang dihadapinya adalah masalah konkrit. Jadi seorang anak akan lebih paham bila seorang anak dapat melihat sesuatu yang konkrit.
Menurut Abdulrahman (2007 : 100), pada saat ini pembelajaran yang dilakukan di sekolah masih belum bermakna. Selama mengikuti pembelajaran di sekolah siswa jarang bersentuhan dengan pendidikan yang berorientasi pada kehidupan alam sekitar.
Hal tersebut mengakibatkan pembelajaran kurang bermakna bagi siswa dan juga mengakibatkan siswa kurang bersemangat untuk mempelajari mata pelajaran IPA yang ditunjukkan dengan sikap bosan, jenuh sehingga kurang berkesan dalam benak mereka. Oleh karena itu, perlu suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa dan dapat memberikan makna bagi siswa untuk dapat menjadi manusia seutuhnya. Salah satunya dengan adanya pembelajaran di luar ruangan atau yang sering dikenal dengan istilah outdoor activities. Outdoor activities memungkinkan siswa mengalami langsung konsep yang dipelajari. Hal itu karena materi pembelajaran merupakan kegiatan yang dekat dengan pengalaman siswa dalam kesehariannya sehingga menjadi bermakna bagi kehidupan.
Seorang guru atau tenaga pendidik dalam menyampaikan pembelajaran harus melihat kompetensi yang hendak dicapai oleh siswa nanti, dan salah satu pembelajaran yang menarik guru dapat menggunakan kegiatan pembelajaran luar kelas (outdoor activities) untuk mengganti pembelajaran yang konvensional yang selama ini selalu digunakan oleh guru. Karena melalui pembelajaran outdoor activities siswa dapat belajar sesuatu yang konkrit atau nyata yang dapat disajikan dalam bentuk pengamatan, observasi atau permainan, simulasi, diskusi dan petualangan sebagai media penyampaian materi khususnya pada mata pelajaran IPA Kelas III SDN X.
Penggunaan setting alam terbuka sebagai sarana kelas memberikan dukungan terhadap proses pembelajaran secara menyeluruh dan sekaligus membebaskan para peserta dari himpitan suasana dan ritme rutinitas kerja yang biasa mereka alami. Suasana alam yang segar dan asri, udara yang segar, desir air, atau hembusan angin juga dapat mendorong intensitas keterlibatan para peserta, baik secara fisik, mental, emosional, bahkan mungkin sampai tingkat spiritual mereka terhadap berbagai program yang dibawakan.
Sarana alam terbuka juga dapat menambah aspek kegembiraan dan kesenangan bagi para siswa, sebagaimana layaknya seorang anak yang sedang bermain di alam bebas. Situasi ini akan mendukung efektivitas proses pembelajaran, khususnya bagi seorang anak. Dengan langsung terlibat pada aktivitas siswa akan segera mendapat umpan balik tentang dampak dari kegiatan yang dilakukan, sehingga siswa akan lebih paham dan mengerti tentang sesuatu yang mereka amati dan pelajari.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DI LUAR KELAS (OUTDOOR ACTIVITIES) DALAM MATA PELAJARAN IPA DI KELAS III SDN X".

B. Identifikasi Masalah
Terkait dengan penelitian ini, maka ada beberapa hal yang perlu diidentifikasi yang mana bahwa hal-hal inilah yang kemudian memicu penulis untuk melakukan penelitian dengan topik penelitian seperti yang dipaparkan di atas. Adapun masalah yang ditemui adalah sebagai berikut : 
1. Pembelajaran di kelas terlebih mata pelajaran IPA masih menggunakan metode konvensional yaitu ceramah.
2. Siswa masih banyak yang kurang berminat dengan mata pelajaran IPA dan cenderung menghindari mata pelajaran IPA. Hal ini terjadi karena siswa belum menemukan pemahaman yang tepat, dan belum melihat sesungguhnya manfaat dari mempelajari IPA.

C. Batasan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 
1. Perlu memberikan pemahaman yang benar dan tepat pada siswa tentang hakikat IPA sesungguhnya.
2. Agar pemahaman itu dapat menjadi benar dan tepat diperlukan metode pembelajaran yang tepat pula.
3. Metode belajar outdoor activities adalah salah satu metode belajar yang ditawarkan penulis, untuk dapat menjadi solusi dalam proses pembelajaran sekaligus untuk memberikan pemahaman yang benar dan tepat tentang hakikat IPA.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan "Apakah ada perbedaan efektivitas pembelajaran IPA dengan menggunakan pembelajaran di luar kelas (outdoor activities) dan pembelajaran konvensional dalam mata pelajaran IPA kelas III SDN X ?".

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran di luar kelas (outdoor activities) dalam mata pelajaran IPA kelas III SDN X
.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun manfaat praktis khususnya di bidang pendidikan : 
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai efektivitas pembelajaran di luar kelas (Outdoor Activities) dalam mata pelajaran IPA.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi siswa
- Diharapkan dapat menerapkan prinsip kerja sama dalam kelompok.
- Dapat meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa dalam pembelajaran terutama pada pelajaran IPA.
- Diharapkan dapat memecahkan masalah dalam kegiatan belajar di luar kelas (outdoor activities) serta mampu mengimplementasikannya.
- Siswa dapat bersahabat dengan alam serta peduli terhadap lingkungan.
b. Manfaat bagi guru
- Meningkatkan kreativitas guru untuk menciptakan pembelajaran yang menarik.
- Dapat digunakan sebagai masukan bagi guru sekolah dasar untuk memperoleh model pembelajaran yang tepat dalam mata pelajaran IPA.
- Guru lebih termotivasi untuk menerapkan strategi pembelajaran yang lebih bervariasi, sehingga materi pelajaran akan lebih menarik.
c. Manfaat bagi sekolah
- Sebagai masukan dalam rangka mengefektifkan pembelajaran yang lebih bermakna dalam pelaksanaan pembelajaran.
- Meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah sehingga mutu sekolah meningkat.
d. Manfaat bagi penulis
- Memberikan pengetahuan tentang pembelajaran di luar kelas yang nantinya akan dipraktekkan ketika penulis menjadi guru.

SKRIPSI ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KESIAPAN GURU SMA DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

SKRIPSI ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KESIAPAN GURU SMA DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

(KODE : PENDMIPA-0090) : SKRIPSI ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KESIAPAN GURU SMA DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Kurikulum yang digunakan sekarang yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinilai masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaannya. KTSP dinilai belum tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global (Kemendikbud 2012). Standar penilaian KTSP dinilai belum mengarah pada penilaian berbasis kompetensi. Hal tersebut bertentangan dengan penjelasan pasal 35 UU nomor 20 Tahun 2003 bahwa kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Permasalahan pendidikan yang muncul membuat Kemendikbud menilai perlu dikembangkan kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013 dilakukan karena adanya tantangan internal maupun tantangan eksternal (Kemendikbud 2013a). Tantangan internal terkait tuntutan pendidikan yang mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan dan faktor perkembangan penduduk Indonesia. Tantangan eksternal berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogik, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka. Hasil analisis PISA menunjukkan hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja, sementara negara lain banyak yang sampai level 4, 5, bahkan 6 (Kemendikbud 2013b). Selain itu, fenomena negatif akibat kurangnya karakter yang dimiliki peseta didik menuntut pemberian pendidikan karakter dalam pembelajaran. Pernyataan tersebut didukung persepsi masyarakat bahwa pembelajaran terlalu menitikberatkan pada kognitif, beban siswa terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter.
Perubahan kurikulum memiliki tujuan meningkatkan rasa ingin tahu dan keaktifan siswa. Bahan uji publik Kurikulum 2013 menjelaskan standar penilaian kurikulum baru selain menilai keaktifan bertanya, juga menilai proses dan hasil observasi siswa serta kemampuan siswa menalar masalah yang diajukan guru sehingga siswa diajak berpikir logis. Elemen perubahan Kurikulum 2013 meliputi perubahan standar kompetensi lulusan, standar proses, standar isi, dan standar penilaian (Kemendikbud 2012). Standar kompetensi lulusan dibedakan menjadi domain yaitu sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Rancangan Kurikulum 2013 menyebutkan adanya pengurangan mata pelajaran di tingkat SD dan SMP. Perubahan lain yaitu penambahan jam pelajaran, komponen kurikulum seperti buku teks dan pedoman disiapkan pemerintah, adanya integrasi mata pelajaran IPA dan IPS di tingkat SD, serta rencana penjurusan lebih awal di tingkat SMA.
Perubahan KTSP menjadi Kurikulum 2013 mengundang berbagai pendapat dari berbagai pihak. Pihak yang kurang sependapat dengan perubahan kurikulum menganggap perubahan terlalu tergesa-gesa. Evaluasi penerapan kurikulum sebelumnya (KTSP) penting lebih dahulu dilakukan agar dapat menjadi panduan menyusun serta implementasi kurikulum baru. Fakta di sekolah menunjukan banyak guru belum sepenuhnya mengimplementasikan KTSP, namun sekarang harus mengimplementasikan Kurikulum 2013 yang memiliki prinsip mengintegrasikan banyak materi. Hasil observasi yang dilakukan ditemukan banyak guru yang belum mengenal mengenai kurikulum baru. Sebagian besar guru mengetahui perubahan kurikulum justru dari media massa atau media online. Kurangnya keterlibatan guru dalam sosialisasi Kurikulum 2013 membuat berbagai pihak menganggap implementasi Kurikulum 2013 tidak akan berjalan mulus.
Di sisi lain, pihak yang mendukung perubahan kurikulum menganggap perubahan tersebut perlu untuk memenuhi tantangan perkembangan zaman. Bila kurikulum tidak diubah, lulusan yang dihasilkan adalah lulusan usang yang tidak terserap di dunia kerja (Kemendikbud 2012). Selain itu pemerintah melakukan beberapa hal untuk menanggapi permasalahan dalam implementasi kurikulum baru. Pemerintah melakukan uji publik melalui dialog tatap muka di beberapa daerah, secara online di website Kemendikbud, dan secara tertulis yang dikirim ke beberapa perguruan tinggi dan dinas pendidikan. Selanjutnya, diadakan sosialisasi di berbagai kota besar mengenai implementasi kurikulum 2013. Berdasarkan hasil uji publik yang dilakukan 29 November-25 Desember 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyetujui implementasi kurikulum 2013. Sebanyak 71 % responden menunjukan setuju terhadap justifikasi dan SKL kurikulum 2013. Selain itu sebanyak 81 % responden menyetujui mengenai penyiapan guru dalam implementasi kurikulum 2013.
Berbagai pendapat yang berkembang dengan adanya perubahan kurikulum menunjukkan bahwa guru memegang peran penting dalam perubahan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum yang dibuat, jika guru yang menjalankan tidak memiliki kemampuan yang baik, maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Yusuf (2007) menyatakan dalam implementasi KTSP, kesiapan sekolah mencakup kesiapan materiil dan non materiil. Kesiapan tersebut meliputi kesiapan perangkat kurikulum, sarana prasarana sekolah, kesiapan anggaran pendidikan, dan terakhir kesiapan guru. Hal tersebut sedikit berbeda dengan kesiapan dalam implementasi kurikulum 2013 yang tidak berdasarkan tingkat satuan pendidikan. Sisdiknas (2012) menyatakan sedikitnya ada dua faktor besar dalam keberhasilan kurikulum 2013. Faktor penentu pertama yaitu kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. Faktor penentu kedua yaitu faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur, yaitu : (i) ketersediaan buku sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pembentuk kurikulum; (ii) penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan; dan (iii) penguatan manajemen dan budaya sekolah.
Kurikulum baru menuntut guru untuk melaksanakan pembelajaran yang berbasis tematik integratif. Guru juga dituntut untuk tidak hanya memiliki kompetensi profesional, namun juga harus memiliki kompetensi pedagogik, sosial, dan kepribadian. Kurikulum 2013 juga menuntut guru untuk melakukan pembelajaran berbasis pendekatan sains. Kompetensi pedagogik guru perlu untuk diketahui karena kompetensi tersebut berkaitan dengan pengembangan kurikulum serta proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Selain itu, dalam kompetensi pedagogik, guru dituntut untuk memahami karakteristik peserta didik, sehingga guru dapat menerapkan pendidikan karakter secara spontan dalam setiap proses pembelajaran agar siswa dapat memenuhi kompetensi sikap. Setelah diketahui mengenai kompetensi pedagogik guru, diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian lanjutan mengenai kompetensi lain yaitu kepribadian, sosial, dan profesional. Untuk mengetahui faktor penentu keberhasilan kurikulum yang pertama mengenai kesesuaian kompetensi pendidik khususnya kompetensi pedagogik terhadap Kurikulum 2013 serta kesiapan guru melaksanakan perubahan dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 pada pembelajaran Biologi maka perlu dilaksanakan analisis kesesuaian kompetensi pedagogik guru dan kesiapan guru Biologi dalam mendukung implementasi Kurikulum 2013.

B. Fokus Penelitian
Untuk memberikan kejelasan dan menghindari penafsiran yang salah pada penelitian, maka fokus penelitian ini diuraikan sebagai berikut :
1. Kompetensi pedagogik guru
Kompetensi pedagogik yang menjadi fokus penelitian adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran yang terdiri dari pemahaman terhadap siswa, perencanaan, implementasi pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan mengaktualisasikan segenap potensi siswa (PP RI nomor 19 tahun 2005). Kompetensi pedagogik yang diteliti disesuaikan dengan Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan potensi guru.
2. Kesiapan guru
Kesiapan guru yang menjadi fokus penelitian adalah pemahaman guru terhadap Kurikulum 2013. Pemahaman guru mengenai Kurikulum 2013 dapat menunjukkan seberapa besar kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013. Pemahaman guru yang diteliti meliputi pengetahuan mengenai alasan pengembangan, aktualisasi informasi, struktur dan strategi pengembangan, dan respon terhadap perubahan kurikulum menjadi Kurikulum 2013.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, permasalahan dalam penelitian ini sebagai batasan penelitian adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kesesuaian kompetensi pedagogik yang dimiliki guru biologi dengan tuntutan dalam implementasi Kurikulum 2013 ?
2. Bagaimana kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran Biologi ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan kesesuaian kompetensi pedagogik yang dimiliki guru biologi dengan tuntutan dalam implementasi Kurikulum 2013.
2. Menganalisis kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran Biologi.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian antara lain.
1. Bagi Dinas Pendidikan
Memberikan informasi mengenai kesesuaian kompetensi guru dan kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran. Informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan dan menetapkan kebijakan sesuai dengan kondisi daerah setempat.
2. Bagi Guru
Memberikan bahan masukan pada guru untuk meningkatkan kemampuan profesional dalam pembelajaran dan kompetensi sesuai tuntutan Kurikulum 2013.
3. Bagi Peneliti
Memberikan informasi dan pengetahuan tentang kesiapan dan kesesuaian kompetensi guru terhadap tuntutan Kurikulum 2013. Sehingga dapat menjadi bahan acuan atau dasar penelitian lanjutan mengenai kesesuaian, kompetensi dan kesiapan guru terhadap tuntutan Kurikulum 2013. 

SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI BERBANTU MEDIA PUZZLE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI BERBANTU MEDIA PUZZLE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

(KODE : PENDMIPA-0089) : SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI BERBANTU MEDIA PUZZLE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomer 20 Tahun 2003 bab 1 pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Salah satu tujuan pendidikan nasional bangsa Indonesia di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pencapaian tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dilakukan melalui pendidikan. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan tinggi.
Penerapannya, IPA juga memiliki peranan penting dalam perkembangan peradaban manusia, baik dalam hal manusia mengembangkan berbagai teknologi yang dipakai untuk menunjang kehidupannya, maupun dalam hal menerapkan konsep IPA dalam kehidupan bermasyarakat, baik aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, struktur IPA juga tidak dapat dilepaskan dari peranannya dalam hal tersebut.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi memberikan pengertian bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inquiry dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang abstrak. IPA merupakan mata pelajaran penting dan wajib yang ada di setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah. Namun sampai sekarang masih banyak siswa yang kurang berminat maupun kesulitan dalam mengikuti pembelajaran pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran pokok yang menggunakan pola pikir konkret dan berlanjut pada pemahaman secara mata pelajaran ini, sehingga membawa dampak pada hasil belajar IPA menunjukkan hasil yang belum optimal.
Walaupun upaya dari pemerintah untuk mengatasi hasil belajar IPA yang rendah sudah dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan kemampuan guru-guru melalui penataran, serta melakukan berbagai penelitian terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar IPA, namun kenyataannya hasil belajar pada mata pelajaran tersebut masih jauh dari yang diharapkan.
Setelah peneliti melakukan observasi, peneliti menemukan permasalahan yang ada pada sebuah satuan pendidikan. Permasalahan ini terjadi pada mata pelajaran IPA di kelas V SDN X.
Namun dapat dilihat dari pengalaman guru di SDN X menunjukkan bahwa dalam penyampaian materi IPA pada siswanya masih mengalami banyak kesulitan, terutama yang berhubungan dengan pemahaman konsep dan penyelesaian soal-soal yang berkaitan dengan materi benda dan sifatnya dalam pembelajaran IPA.
Menurut guru kelas V SDN X, hasil belajar IPA khususnya pada benda dan sifatnya masih kurang maksimal karena masih ada beberapa siswa yang belum mencapai nilai KKM saat tes harian. Guru mempunyai peran aktif dalam menyampaikan isi materi karena guru dalam menyampaikan pelajaran IPA sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dan pemahaman siswa.
Tugas utama guru adalah menciptakan suasana menyenangkan di dalam proses belajar mengajar agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, misalnya guru memilih suatu media dan metode pembelajaran yang lain dari biasanya. Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui pemilihan yang sesuai dengan perumusan Tujuan Instruksional Khusus (Djamarah, 2010 : 75)
IPA merupakan mata pelajaran yang memiliki objek konkrit oleh karena itu dalam pembelajaran hendaknya dimulai dari situasi yang nyata bersifat kontekstual, dan dalam pembelajaran hendaknya seorang guru menggunakan media yang dapat membantu siswa menguasai konsep IPA dan menghilangkan verbalisme. Karena konsep IPA yang tergolong abstrak, merupakan salah satu penyebab IPA di Sekolah Dasar dipandang sulit.
Peneliti dalam hal ini akan mengkaji sebuah materi dalam mata pelajaran IPA, yakni benda dan sifatnya di kelas V SD. Salah satu metode pembelajaran yang menarik untuk digunakan adalah metode demonstrasi berbantuan media puzzle.
Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok bahasan yang sedang disajikan. Tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi dalam proses pembelajaran adalah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu.
Penggunaan metode demonstrasi dibantu dengan media puzzle akan menjadi semakin menarik, sehingga diharapkan bisa mempengaruhi hasil belajar siswa. Pembelajaran demonstrasi dengan bantuan puzzle ini akan membantu siswa berfikir cepat.
Berdasarkan rumusan diatas pembelajaran demonstrasi dengan puzzle sangat diperlukan dalam pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA. metode demonstrasi yang dibantu puzzle ini bisa menciptakan suasana yang menyenangkan dan membantu siswa berfikir kreatif. Untuk itu peneliti mencoba menggunakan metode demonstrasi berbantuan puzzle untuk mengetahui pengaruh metode demonstrasi berbantuan media puzzle terhadap hasil belajar IPA kelas V SD.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : 
1. Siswa merasa jenuh terhadap mata pelajaran IPA.
2. Siswa masih menganggap mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang sulit.
3. Siswa masih belum optimal untuk mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal.
4. Kurangnya penggunaan metode, model, dan media pembelajaran dalam mata pelajaran IPA

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka dapat dikemukakan rumusan masalahnya, yaitu "Apakah terdapat pengaruh terhadap metode pembelajaran demonstrasi berbantuan media pembelajaran puzzle terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA dalam materi benda dan sifatnya ?”.
Agar masalah yang dikemukakan tidak terlalu luas maka permasalahan dalam penelitian ini hanya membatasi pada pengukuran "pengaruh metode pembelajaran demonstrasi berbantuan media pembelajaran puzzle terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA dalam materi benda dan sifatnya di kelas V SDN X".

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh metode pembelajaran demonstrasi berbantuan media pembelajaran puzzle terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA dalam materi benda dan sifatnya di kelas V SDN X.

F. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Diperolehnya pengetahuan baru tentang cara mengajar pada mata pelajaran IPA melalui penerapan metode pembelajaran demonstrasi berbantuan media puzzle pada siswa di kelas V SDN X.
b. Diperolehnya dasar penelitian baru yang lebih baik.
c. Terjadinya pergeseran dari paradigma mengajar yang lama menuju paradigma mengajar yang mengutamakan proses untuk mencapai hasil belajar siswa. 
2. Manfaat Praktis 
- Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran IPA, serta materi benda dan sifatnya akan diingat lebih lama karena siswa mengaplikasikannya dengan ilustrasi media yang nyata.
- Bagi mahasiswa
Berdasarkan penelitian ini maka mahasiswa akan terbiasa dan lebih mahir dalam membuat karya ilmiah, sehingga kelak lulus dapat menjadi guru yang profesional.
- Bagi guru
Berdasarkan pelaksanaan penelitian ini guru dapat mengembangkan kreatifitas untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik di dalam kelas, selain itu guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
- Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar siswa kelas V SDN X.

SKRIPSI KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK

SKRIPSI KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK

(KODE : PENDMIPA-0088) : SKRIPSI KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutu pendidikan di Indonesia sekarang ini masih sangat memprihatinkan. Selama ini peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran, sehingga kemampuan pemecahan masalahnya masih kurang dan tidak berkembang. Hal tersebut menyebabkan hasil belajar peserta didik, terutama aspek pemecahan masalah, masih rendah Peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan merupakan masalah yang selalu menuntut perhatian. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan terutama ditentukan oleh pembelajaran yang dialami peserta didik. Peserta didik yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Agar perubahan tercapai dengan baik, maka perlu diterapkan pembelajaran yang efektif.
Pembelajaran yang efektif dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan sesuai kompetensi dasar yang harus dicapai. Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif perlu diperhatikan kondisi internal, eksternal, serta strategi dan model pembelajaran yang digunakan. Pembelajaran yang efektif akan terlaksana jika guru dapat memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat sehingga tercapai hasil yang semaksimal mungkin. Dalam pembelajaran guru harus mengajar secara efektif dan mengajar bagaimana peserta didik belajar. Dalam pembelajaran yang efektif, guru harus banyak memberi kebebasan kepada peserta didik untuk dapat menyelidiki, mengamati, belajar, dan mencari pemecahan masalah secara mandiri.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari di sekolah. Oleh karena itu peserta didik harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang efektif pada saat pelajaran matematika. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan secara kontinyu. Di dalam proses belajar matematika, terjadi juga proses berpikir, karena seseorang dikatakan berpikir bila orang tersebut melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika mesti melakukan kegiatan mental.
Matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi dan berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya bersifat deduktif (Hudojo, 1988 : 3). Pembelajaran matematika tidak hanya memberi tekanan pada keterampilan menghitung dan kemampuan menyelesaikan soal, sikap dan kemampuan menerapkan matematika merupakan penopang penting untuk membentuk kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah sehari-hari yang dihadapinya kelak. Berdasarkan kegunaan-kegunaan inilah matematika perlu diberikan kepada peserta didik pada setiap jenjang pendidikan. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah dasar dan menengah. Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan, membentuk pribadi peserta didik, dan berpandu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suyitno, 2004 : 52).
Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah (dalam Suherman dkk., 2003 : 89), bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar peserta didik mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh (Budihardjo, 2006), bahwa tujuan ideal dalam pembelajaran matematika adalah agar peserta didik mampu memecahkan masalah (problem solving) yang dihadapi dengan berdasarkan penalaran dan kajian ilmiahnya. Berdasarkan teori belajar yang dikemukakan Gagne (dalam Suherman dkk., 2003 : 89) bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Hal ini dapat dipahami sebab pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi dari delapan tipe yang dikemukakan Gagne.
Pendekatan pemecahan masalah yang merupakan fokus dalam pembelajaran matematika ada beberapa tipe, yaitu (a) pemberian masalah tertutup dengan solusi tunggal, (b) pemberian masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan (c) pemberian masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Pendekatan problem open ended sesuai dengan hal tersebut, karena pendekatan problem open ended memberikan masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal atau dapat diselesaikan dengan berbagai cara oleh peserta didik.
Pembelajaran problem open ended merupakan pembelajaran yang memberikan keleluasaan berpikir secara aktif dan mampu mengundang peserta didik untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi sehingga memacu perkembangan kemampuan matematika.
Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan suatu hasil belajar matematika, sehingga diperlukan adanya pendekatan-pendekatan yang baru dalam pelaksanaannya. Untuk melaksanakan pembelajaran matematika tersebut, guru hendaknya berupaya agar peserta didik dapat memahami ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis yang terkandung di dalam matematika itu sendiri. Menurut pendapat Heddens dan Speer (dalam Wasi'ah, 2004) pendekatan open-ended adalah salah suatu pendekatan pembelajaran yang memberi keleluasaan berpikir peserta didik secara aktif dan kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Karena itu pendekatan open ended lebih tepat digunakan dalam pembelajaran matematika.
Kemahiran matematika (Depdiknas, 2004 : 14) mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika. Hal tersebut sesuai dengan buku pedoman pembuatan laporan hasil belajar (dalam Budihardjo, 2006). Kemahiran matematika tersebut diharapkan dapat dicapai melalui pembelajaran materi matematika dalam berbagai aspek. Salah satu aspek dalam pembelajaran matematika untuk kelas VII semester II adalah Geometri dan Pengukuran. Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan aspek geometri dan pengukuran adalah mampu memahami sifat-sifat persegi panjang, persegi, jajar genjang, belah ketupat, dan layang-layang. Peserta didik juga harus mampu menghitung keliling dan luas berbagai bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengadakan penelitian yang berjudul "KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK KELAS VII SEMESTER II DI SMP".

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah apakah kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang mendapatkan pembelajaran matematika berbasis Problem Open Ended lebih baik dibandingkan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang mendapatkan pembelajaran matematika berbasis Problem Open Ended lebih baik dibandingkan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran matematika yang paling tepat agar kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika bisa lebih baik.
2. Bagi peserta didik, dengan diberikannya materi menggunakan pembelajaran yang berbasis problem open ended diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika, melatih peserta didik untuk aktif dan kreatif, serta meningkatkan motivasi dan daya tarik peserta didik terhadap mata pelajaran matematika.

SKRIPSI EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

SKRIPSI EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

(KODE : PENDMIPA-0087) : SKRIPSI EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA 



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan ditingkat pendidikan dasar dan menengah. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berkenaan tentang ide, struktur dan hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis, berpola deduktif, dan berupa bahasa yang dilambangkan dengan simbol-simbol, seringkali sangat sulit dipahami oleh siswa.
Matematika merupakan ilmu tentang bilangan-bilangan hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah mengenai bilangan. Tujuan mata pelajaran Matematika adalah diharapkan peserta didik dapat memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam pemecahan masalah sehari-hari secara logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif. Adapun tujuan utama pembelajaran Matematika adalah agar peserta didik memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Ruang lingkup dalam pembelajaran Matematika meliputi bilangan geometri, pengukuran, dan pengolahan data.
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran utama yang ada di sekolah dasar, disamping mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia, sehingga alokasi waktu yang diberikan cukup lama. Hampir semua mata pelajaran di SD memerlukan perhitungan matematika, sehingga penguasaan matematika sangatlah penting. Matematika sebagai alat bantu dan pelayan ilmu tidak hanya untuk matematika itu sendiri melainkan juga untuk ilmu-ilmu lainnya.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Matematika di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Sesuai dengan Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang standar proses dijelaskan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan implementasi dari RPP yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Pada dasarnya kebanyakan guru mengajar menggunakan metode ceramah dimana metode ceramah adalah metode belajar yang digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang sesuai dengan rumusan metode belajar mengajar. Sedangkan menurut Hasibuan dan Mudjiono (1981), metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan.
Menurut Isjoni (2011 : 20-22) bahwa model pembelajaran itu perlu diterapkan pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Supaya kegiatan belajar mengajar lebih aktif dan menyenangkan.
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Pengawasan proses pembelajaran, terdiri dari pemantauan, supervisi serta evaluasi. Pemantauan dan supervisi dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada seluruh kinerja guru dalam proses pembelajaran. Evaluasi dilaksanakan dengan cara membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses, mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.
Pada kenyataannya jarang dijumpai kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar yang berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif meskipun telah memenuhi standar proses. Pembelajaran hanya berlangsung kegiatan transfer knowledge tanpa memperhatikan kebutuhan siswa. Standar proses yang telah dibuat dan ditetapkan hanya menjadi sebuah peraturan tertulis tanpa pelaksanaan secara nyata dan tepat. Menurut Aisyah (2008 : 2-17) belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.
Menurut Miftahul Huda (2011 : 149-150) salah satu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran yang tepat untuk mata pelajaran IPA, Matematika, IPS dan mata pelajaran lainnya.
Berikut ini adalah hasil observasi ketika peneliti mengadakan observasi dengan melihat proses pembelajaran matematika di kelas V SDN X dan wawancara dengan beberapa siswa. Dari jawaban siswa dan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan :  
1. Pada saat pembelajaran, penggunaan model pembelajaran yang digunakan adalah ceramah yang dipadukan dengan memberikan soal kepada siswa. 
Ceramah dan mengerjakan soal kurang sesuai jika diterapkan terus menerus pada mata pelajaran matematika karena siswa akan merasa bosan. Ketika peneliti mewawancarai 3 orang siswa tentang pelajaran matematika, inti dari jawaban mereka adalah sama yaitu "pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit, sulit dalam memahami materi dan soal pembelajaran.
2. Keterlibatan siswa dan aktivitas siswa dalam pembelajaran kurang terlihat.
Pembelajaran yang dilakukan adalah mendengarkan penjelasan guru dan menyelesaikan soal ketika guru sudah selesai menjelaskan materi pelajaran. Dalam hal ini, aktivitas siswa dalam pembelajaran kurang aktif dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran juga masih kurang.
Kondisi ini sesuai dengan fenomena yang terjadi pada pembelajaran matematika Kelas V SDN X. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, menyatakan bahwa masih terdapat 17 orang siswa dengan hasil belajar matematika siswa masih rendah dan belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sebesar 60 pada nilai ulangan harian matematika sebelum materi perbandingan dan skala.
Berdasarkan fenomena tersebut, diperlukan perubahan kondisi model pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Model pembelajaran yang seperti ini akan mengkondisikan siswa untuk aktif dalam membentuk pengetahuan sendiri. Mempelajari permasalahan yang dihadapi di dunia nyata, dan yang mengharuskan mereka untuk berpartisipasi secara aktif. Seperti ini akan mengkoordinasikan siswa untuk aktif dalam membentuk pengetahuan sendiri, mempelajari permasalahan yang dihadapi di dunia nyata, dan yang mengharuskan mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Berdasarkan latar belakang masalah bahwa model pembelajaran konvensional (X1) itu perlu dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (X2). Karena dalam penelitian ini peneliti akan mencari efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul "EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS V". 

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di SDN X dalam mata pelajaran matematika, bahwa terdapat beberapa siswa dengan hasil belajar matematika di bawah KKM. Beberapa faktor yang menjadi penyebab permasalahan ini adalah : 
1. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru. Karena guru merupakan sumber informasi utama.
2. Dalam kegiatan belajar mengajar partisipasi siswa sangat rendah, siswa kurang aktif bertanya dan mengungkapkan pendapat atau bertukar pikiran dengan teman-temannya.
3. Model kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang menarik perhatian siswa, karena siswa sudah merasa bosan dengan model pembelajaran yang sama.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas. Oleh karena itu perlu adanya suatu pembatasan masalah, sehingga yang diteliti akan lebih jelas dan tidak menimbulkan persepsi yang berbeda. Maka peneliti membatasi obyek-obyek penelitian sebagai berikut : 
1. Model pembelajaran matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
2. Peneliti hanya meneliti siswa kelas V SDN X semester II.
3. Aktivitas siswa hanya dibatasi pada keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan keaktifan siswa dalam pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika.
4. Materi pembelajaran yang lebih ditekankan adalah materi perbandingan dan skala.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 
"Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas V SDN X semester II ?".

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar kelas V SDN X semester II. 

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Bagi Guru
a. Sebagai bahan masukan untuk menerapkan suatu model pembelajaran selain pembelajaran yang dilakukan oleh guru (konvensional).
b. Selain bahan masukan, diharapkan agar guru memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
2. Bagi peserta didik
a. Dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran matematika.
b. Dapat menumbuhkan semangat kerja sama, karena dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw keberhasilan individu merupakan tanggung jawab kelompok.
3. Bagi sekolah
a. Dapat meningkatkan SDM baru demi kemajuan pendidikan terutama dalam pembelajaran matematika.
b. Dapat meningkatkan kualitas sekolah yang diwujudkan melalui nilai yang diperoleh siswa.
4. Bagi Peneliti
a. Mengetahui perkembangan pembelajaran yang dilakukan guru terutama pembelajaran matematika.
b. Dapat menambah pengalaman secara langsung sebagaimana penggunaan strategi pembelajaran yang baik dan menyenangkan.