Search This Blog

Showing posts with label pengembangan. Show all posts
Showing posts with label pengembangan. Show all posts
TESIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEGIATAN ORGANISASI KESISWAAN DAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SMK

TESIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEGIATAN ORGANISASI KESISWAAN DAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SMK

(KODE : PASCSARJ-0285) : TESIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEGIATAN ORGANISASI KESISWAAN DAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SMK (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dinyatakan pada pasal 3 yaitu : 
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Pendidikan juga merupakan persoalan hidup manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial maupun sebagai bangsa. Pendidikan telah terbukti mampu mengembangkan sumber daya manusia yang merupakan karunia Allah SWT. serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga kehidupan manusia semakin beradab.
Mengingat begitu pentingnya pendidikan bagi kehidupan, maka kegiatan pendidikan harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan peserta didik. Pemecahan masalah secara reflektif sangat penting dalam kegiatan pendidikan yang dilakukan melalui kerja sama secara demokratis. UNESCO (1994) mengemukakan dua prinsip pendidikan yang sangat relevan dengan konsep Islam, yaitu pertama, pendidikan harus diletakkan pada empat pilar, yaitu : a) Learning to know (belajar untuk mengetahui), b) Learning to do (belajar untuk dapat berbuat), c) Learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri), dan d) Learning to live together (belajar untuk hidup bersama dengan orang lain); kedua, life long learning ( belajar seumur hidup).3 Kultur yang demikian harus dikembangkan dalam pembangunan manusia, karena pada akhirnya aspek kultur dari kehidupan manusia lebih penting dari pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana yang dikatakan Ahmad Watik Pratiknya; bahwa sumber daya manusia yang berkualitas menyangkut tiga dimensi, yaitu : (1) dimensi ekonomi, (2) dimensi budaya, dan (3) dimensi spiritual (iman dan takwa). Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan juga perlu mengacu pada pengembangan nilai tambah.
Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia (human resources), pada dasarnya pendidikan di sekolah maupun madrasah bertujuan untuk mengembangkan aspek-aspek kemanusiaan peserta didik secara utuh, yang meliputi aspek kedalaman spiritual, aspek prilaku, aspek ilmu pengetahuan dan intelektual, dan aspek keterampilan.
Sejalan semakin pesatnya tingkat perkembangan saat ini, maka tuntutan akan ketersediaan sumber daya manusia semakin tinggi. Dengan demikian kualitas yang memadai dan output merupakan sesuatu yang harus dihasilkan oleh sekolah maupun madrasah sebagai satuan pendidikan yang tujuan dasarnya adalah menyiapkan manusia-manusia berkualitas baik secara intelektual, integritas, maupun perannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, baik sekolah maupun madrasah harus membekali dirinya dengan kurikulum yang memadai.
Kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dirancang untuk mengantarkan siswa kepada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. serta pembentukan akhlak yang mulia. Keimanan dan ketakwaan serta kemuliaan akhlak sebagaimana yang tertuang dalam tujuan akan dapat dicapai dengan terlebih dahulu jika siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan benar terhadap ajaran agama Islam, sehingga terinternalisasi dalam penghayatan dan kesadaran untuk melaksanakannya dengan benar. Kurikulum dan pembelajaran PAI yang dirancang seharusnya dapat menghantarkan siswa kepada pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan seimbang antara penguasaan ilmu pengetahuan tentang agama Islam dengan kemampuan pelaksanaan ajaran serta pengembangan nilai-nilai akhlakul karimah.
Akhir-akhir ini, pendidikan agama Islam dianggap kurang berhasil dalam membentuk sikap dan perilaku akhlak peserta didik serta moralitas etika bangsa. Mochtar Buchari (1992) menilai pendidikan agama gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama, dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volatif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibat pendidikan agama hanya melahirkan peserta didik yang hanya mampu menghafalkan pelajaran tetapi tidak mau mengamalkan. Terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan ajaran agama, kaya teori dan miskin aplikasi. Sehingga melahirkan peserta didik yang berkemampuan verbal dan kurang memperhatikan nilai-nilai akhlakul karimah. Kenyataan tersebut diperparah dengan kurangnya jam pelajaran agama yang hanya dua jam pelajaran, sementara tuntutannya sangat berat dalam membentuk generasi yang berkepribadian mulia. Pendidikan agama sebagai salah satu kegiatan untuk membangun pondasi mental spiritual yang kokoh, ternyata belum dapat berperan secara maksimal.
Dari fenomena di atas, untuk mengatasi semua persoalan ini; Abudin Nata memberikan solusi yang tepat yaitu dengan menambah jam pelajaran agama yang diberikan di luar jam pelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Dalam kaitan ini, kurikulum tambah atau kegiatan ekstra kurikulum perlu ditambahkan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan dengan penekanan utamanya pada pengalaman agama dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian kegiatan pendidikan formal dikemas dalam bentuk kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Kurikuler dan kokurikuler telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memfokuskan pada pembelajaran klasikal baik dalam kelas maupun di luar kelas. Namun pada sisi lain, ekstrakurikuler juga harus berjalan sesuai dengan standar yang ada. Ini mengindikasikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler sangat menentukan perubahan yang terjadi pada peserta didik dan sangat tergantung dari efektivitas penyelenggaraan kegiatannya.
Dalam hal ini, kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat ditemukan dalam program pengembangan diri. Dalam panduan tersebut dijelaskan bahwa pengembangan diri terdiri dari dua jenis kegiatan yaitu bimbingan konseling dan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan di sekolah melalui wadah organisasi kesiswaan (OSIS/Organisasi Siswa Intra Sekolah). Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakah kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam melalui wadah organisasi kesiswaan (OSIS) dapat menciptakan budaya keagamaan di sekolah ?
Melalui kiprah organisasi kesiswaan, peran strategis siswa dapat diaktualisasikan. Organisasi kesiswaan dapat menjadi wahana pembelajaran sesungguhnya, baik dalam kerangka prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Organisasi kesiswaan juga dapat mencipta budaya keagamaan dan pentradisian akhlakul karimah. Pokok pangkal sikap yang tumbuh dan berkembang dalam tradisi organisasi kesiswaan dapat melahirkan kepekaan sosial siswa dalam merespon fenomena sekolah, masyarakat lokal, maupun kebangsaan.
Menelaah kegiatan ekstrakurikuler pada sekolah, kegiatan yang bersifat ekstrakurikuler keagamaan perlu selalu didorong, sehingga menampakkan kegiatan sekolah yang penuh dengan semangat keagamaan (religious). Dalam artian bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam mengandung unsur pembelajaran yang terdapat di dalamnya kegiatan ekstrakurikuler.
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di sekolah akan memberikan banyak manfaat tidak hanya terhadap siswa tetapi juga bagi efektifitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Begitu banyak fungsi dan makna kegiatan ekstrakurikuler dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Hal ini akan terwujud, manakala pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dengan sebaik-baiknya khususnya pengaturan siswa, peningkatan disiplin siswa dan semua petugas. Biasanya mengatur siswa di luar jam pelajaran lebih sulit dari mengatur mereka di dalam kelas. Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler melibatkan banyak pihak, memerlukan peningkatan manajemen yang lebih baik mulai dari perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan kegiatan, sampai pada pengevaluasian kegiatan.
Dalam beberapa kegiatan ekstrakurikuler guru terlibat langsung dalam pelaksanaannya. Keterlibatan ini dimaksudkan untuk memberikan pengarahan, pengawasan dan pembinaan juga menjaga agar kegiatan tersebut tidak mengganggu atau merugikan aktifitas akademis. Maka dari itu pentingnya buku pedoman organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Budaya Keagamaan dapat membantu tugas guru pembimbing dalam mengembangkan kegiatan organisasi kesiswaan dengan menyusun program kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi, situasi, suasana yang ada di sekolah.
Sebagaimana peraturan Dirjen Pendidikan Agama Islam (2009) "Bahwa dalam rangka optimalisasi Pendidikan Agama Islam di sekolah perlu dilakukan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler. Agar kegiatan ekstrakurikuler PAI di sekolah semakin terarah dan tepat sasaran diperlukan pedoman tentang penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler PAI adalah upaya pemantapan, pengayaan, dan perbaikan nilai-nilai serta pengembangan bakat, minat dan kepribadian peserta didik dalam aspek pengamalan dan penguasaan kitab suci, keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, ibadah, sejarah, seni, dan kebudayaan, dilakukan di luar jam intra kurikuler, melalui bimbingan guru PAI, guru mata pelajaran lain, tenaga kependidikan dan tenaga lainnya yang berkompeten, dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah".
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di SMK X yang diamati oleh pengembang selama ini, kegiatan ekstrakurikuler hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan sosial semata. Keikutsertaan para siswa dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan biasanya baru terlihat antusias hanya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat perayaan saja atau memperingati hari besar Islam, seperti memperingati Maulid Nabi, Isra' Mi'raj, dan peringatan-peringatan lainnya yang bersifat seremonial saja, namun setelah perayaan-perayaan itu berlalu tidak tercermin terbentuknya kepribadian yang sesungguhnya diharapkan melalui kegiatan tersebut.
Dengan mendasarkan pada manajemen organisasi, model pengembangan yang sesuai dengan paparan di atas adalah model Recursive, Reflection, Design and Development, R2D2. Model ini mengamanatkan bahwa pengembangan dilakukan dengan berkolaborasi dalam tim, yang dilakukan secara recursive. Berdasarkan karakteristik dari model R2D2 yang recursive dan fleksibel, maka pedoman guru pembina yang dikembangkan ini menggunakan model R2D2. Pemilihan model R2D2 ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu : 1) sifat dari materi yang akan dikembangkan bukanlah merupakan hal yang bersifat prosedural, 2) pedoman dikembangkan berdasarkan adanya permasalahan yang ada di lapangan, sehingga sifatnya adalah bottom-up, 3) adanya perubahan-perubahan yang bersifat dinamis dalam perkembangan keilmuan dibidang manajemen kegiatan organisasi, 4) dalam pengembangan pedoman ini mengikutsertakan pengguna (ket; guru) dalam proses desain dan pengembangan khususnya untuk merancang program kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Budaya Keagamaan yang akan disajikan. Berbagai macam pertimbangan atas permasalahan di atas, pengembang merasa perlu mengembangkan pedoman bagi guru pembina dengan menggunakan teori model pengembangan R2D2.

B. Rumusan Masalah
Terkait dengan konteks penelitian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang dijadikan dasar pada pengembangan ini adalah : belum adanya buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X. Berdasarkan masalah tersebut, maka rumusan masalah pengembangan manajemen melalui buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agam Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X dirumuskan sebagaimana di bawah ini : 
1. Bagaimana proses penyusunan buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan ?
2. Bagaimana implementasi buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X ?

C. Tujuan Pengembangan
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini tujuannya : 
1. Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X.
2. Mendeskripsikan implementasi buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan melalui ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X.

D. Manfaat Pengembangan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis, praktis maupun institusional. Secara teoritis, penelitian ini akan berguna sebagai bahan masukan bagi pengembangan tentang model manajemen kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler PAI dalam pembinaan budaya keagamaan di sekolah.
Secara praktis, hasil penelitian ini menjadi bahan masukan berharga bagi pemerintah, para praktisi pendidikan, kepala sekolah, para pendidik, dan para pemerhati pendidikan Islam terutama sekolah untuk melakukan penelitian lebih mendalam, guna memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan kegiatan ekstrakurikuler melalui wadah organisasi kesiswaan sekolah.
Adapun secara institusional, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif bagi beberapa pihak diantaranya : 
1. Bagi sekolah
Bagi SMK X, penelitian pengembangan ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 
a. Tersedianya contoh model pengembangan kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan.
b. Langkah-langkah pengembangan dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh guru Pembina organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam memperbaiki proses manajemen kegiatan.
2. Bagi almamater
Untuk mengembangkan kajian keilmuan Manajemen Pendidikan Islam.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan dapat dijadikan panduan untuk mengadakan penelitian selanjutnya terlebih tentang pengembangan model manajemen organisasi kesiswaan dan kegiatan ekstrakurikuler PAI dalam pembinaan budaya agama di sekolah.

TESIS ANALISIS PELAKSANAAN REKRUTMEN SELEKSI DAN PENGEMBANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DITJEN PAJAK

TESIS ANALISIS PELAKSANAAN REKRUTMEN SELEKSI DAN PENGEMBANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DITJEN PAJAK

(KODE : PASCSARJ-0253) : TESIS ANALISIS PELAKSANAAN REKRUTMEN SELEKSI DAN PENGEMBANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DITJEN PAJAK (PROGRAM STUDI : ADMINISTRASI PUBLIK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sistem pemungutan pajak yang dianut Indonesia sejak tahun 1983 adalah self assessment system yang ditandai dengan dikeluarkannya undang-undang pajak baru sebagai awal era baru reformasi perpajakan. Secara umum self assessment system diartikan sebagai suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menjalankan kewajiban pajaknya secara mandiri, mulai dari menghitung hutang pajak, menyetor, dan melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dalam self assessment system Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertugas mengawasi pelaksanaan perpajakan, artinya DJP harus dapat memastikan Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar.
Beralihnya sistem perpajakan dari official assessment system menjadi self assessment system terbukti memberikan dampak positif bagi penerimaan pajak. Hal tersebut dapat dilihat dari makin besar kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan APBN setiap tahun. 
Negara yang sehat adalah negara yang pembiayaannya datang dari rakyat. Partisipasi aktif masyarakat dalam pembiayaan negara akan menghindari ketergantungan yang berlebihan dari negara kepada bantuan luar negeri. Disamping itu dengan pembiayaan yang cukup pembangunan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat. Perekonomian suatu negara semakin maju dan berkembang seyogianya ditandai semakin banyaknya warga masyarakat yang masuk golongan mampu serta diikuti juga dengan peningkatan penerimaan pajak.
Partisipasi masyarakat dalam membayar pajak tidak tumbuh begitu saja. Diperlukan berbagai cara untuk membuat masyarakat sadar akan hak dan kewajibannya membantu pemerintah dalam pembiayaan pemerintahan dan pembangunan. Sementara itu sistem self assessment yang dianut perpajakan Indonesia, keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh kesadaran Wajib Pajak. Jadi, tugas besar bagi DJP untuk dapat menumbuhkan kesadaran tersebut pada Wajib Pajak.
Tugas besar DJP tersebut umumnya dirumuskan dalam tiga tindakan, yaitu pertama, sebagai tindakan preventif, DJP melakukan persuasi kepada Wajib Pajak dengan memberikan penyuluhan dan pembinaan sehingga tumbuh kesadaran Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sebagaimana seharusnya yang ditentukan peraturan perpajakan. Kedua, DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak merasa nyaman menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Pelayanan itu dapat berupa kemudahan administrasi, kejelasan peraturan dan lain sebagainya. Tugas yang berikutnya adalah menjalankan peran sebagai pengawas pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.
Tugas sebagai pengawas dijalankan melalui pemeriksaan dengan berbagai bentuk. Tugas sebagai pengawas ini bukan pekerjaan tunggal, melainkan serangkaian kegiatan yang harus dijalankan secara bertahap, sistematis, dan berkesinambungan mengikuti perkembangan Wajib Pajak. Pemeriksaan dimulai dari pemeriksaan sederhana kantor sampai dengan pemeriksaan di lapangan. Berbagai teknik digunakan agar pemeriksaan berhasil mengungkapkan kecurangan jika memang dilakukan Wajib Pajak. Untuk kegiatan pemeriksaan ini, semakin patuh Wajib pajak semestinya tidak banyak hasil yang diperoleh, namun jika Wajib Pajak banyak yang tidak patuh akan ditemukan banyak penyelewengan.
Hasil pemeriksaan dapat berupa dua kemungkinan, jika indikasinya adalah pelanggaran ketentuan pajak maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Ada kalanya hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi tindak pidana perpajakan yang dapat menimbulkan kerugian negara, maka pemeriksaan dapat ditingkatkan pada pemeriksaan bukti permulaan. Jika indikasi tindak pidana lemah, maka pemeriksaan bukti permulaan dapat diakhiri dengan menerbitkan SKP. Jika indikasi tindak pidana perpajakan semakin kuat, maka ditingkatkan menjadi penyidikan.
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 1 angka 31 yang dimaksud dengan penyidikan adalah : “Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya”.
Dari bunyi ketentuan tersebut, dapat dinyatakan bahwa penyidikan hanya dapat dilakukan oleh penyidik, artinya tidak semua pegawai pajak dapat menjadi penyidik.
Mendengar kata penyidik yang lebih dikenal luas adalah polisi, bukan pegawai pajak. Dalam perpajakan penjelasan tentang penyidik baru dijumpai dalam UU KUP tahun 2007, UU KUP sebelumnya tidak menegaskan tentang penyidik dalam penjelasan yang terpisah. Dalam Pasal 1 angka 32 UU KUP yang dimaksud dengan penyidik adalah : “Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Dalam bidang perpajakan dapat ditunjuk pegawai pajak yang jelas adalah Pegawai Negeri Sipil, untuk diberikan wewenang khusus menjadi penyidik tindak pidana dibidang perpajakan.
Penegasan tentang penyidikan pajak diatur dalam UU KUP Pasal 44 ayat (1) yang menyatakan : “Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan”.
Penjelasan Pasal 44 Ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diangkat sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan oleh pejabat yang berwenang adalah penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Dari penjelasan tersebut di atas, jelas bahwa Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) memiliki kewenangan yang berbeda dibandingkan dengan pegawai pajak yang lain. Wewenang tersebut diatur dalam Pasal 44 ayat (2) UU KUP sebagai berikut : 
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; 
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 
j. menghentikan penyidikan; dan/atau 
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan 11 wewenang yang diatur UU tersebut, tampak bahwa PPNS memiliki kewenangan yang sangat besar. Hal ini terasa wajar karena jika diamati dengan seksama, peran penyidik melalui serangkaian kegiatan penyidikan merupakan penghadang terakhir bagi penjagaan pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dijalankan Wajib Pajak. Jika penyidik tidak berhasil mengidentifikasi adanya tindak pidana perpajakan, dapat saja negara dirugikan secara material, artinya kerugian sumber kas negara, dan kerugian lain, misalnya lemahnya pengawasan oleh pemerintah dapat menurunkan kepatuhan Wajib Pajak.
Mengingat pentingnya peran penyidikan bagi DJP dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja di bidang perpajakan. Salah satunya adalah melakukan reorganisasi di lingkungan DJP. Mulai tahun 2006 dibentuk lah beberapa direktorat baru, salah satunya adalah Direktorat Intelijen dan Penyidikan.
Sebelum 2007, unit yang menangani penyidikan adalah unit setingkat eselon III yaitu Subdirektorat Penyidikan yang merupakan bagian dari Direktorat Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak. Sekarang ini, unit tersebut ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon II yaitu Direktorat Intelijen dan Penyidikan (Dit Inteldik) yang membawahi empat Subdit yaitu Subdit Intelijen, Subdit Rekayasa Keuangan, Subdit Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Subdit Penyidikan.
Keempat Subdit tersebut merupakan satu rangkaian pekerjaan untuk membina dan menindak Wajib Pajak yang terindikasi melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, mengajukannya ke pihak penuntut umum yaitu kejaksaan melalui kepolisian untuk dilakukan penuntutan hingga keluarnya vonis pengadilan terhadap tersangka. Adapun kasus pelanggaran administratif akan ditangani Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan. Penggunaan nama intelijen pada Direktorat Intelijen dan Penyidikan karena selain melakukan tugas penegakan hukum perpajakan, Dit Inteldik juga melakukan tugas-tugas intelijen yang berlangsung secara terbuka maupun tertutup guna mendukung penyidikan. Proses penyidikan pajak dilakukan penyidik, baik yang berada di Kantor Pusat DJP maupun di Kanwil masing-masing yang bertujuan mengumpulkan bukti dan saksi untuk mengungkap tindak pidana pajak serta menemukan dan menahan tersangkanya.
Tugas Pokok Direktorat Intelijen dan Penyidikan (Dit Inteldik) adalah menyiapkan kebijakan, standarisasi, bimbingan teknis pelaksanaan dan evaluasi di bidang intelijen dan penyidikan pajak berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak. Sementara itu, fungsinya adalah penyiapan bahan penelaahan dan penyusunan kebijakan teknis operasional di bidang pengumpulan dan penelaahan bukti permulaan tentang adanya tindak pidana di bidang perpajakan, intelijen, penyidikan, dan rekayasa keuangan. Dari uraian tugas dan fungsi tersebut, Dit Inteldik dapat mengajukan wajib pajak yang tidak menunaikan kewajiban perpajakan ke pengadilan, baik karena alpa atau sengaja, sebagaimana diatur dalam Pasal 38 dan 39 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 melalui proses penyidikan yang bekerja sama dengan Polri dan Kejaksaan. Dasar pemikiran pembentukan Dit Inteldik adalah untuk menjamin penegakan hukum dilaksanakan secara konsisten dan professional untuk mengawal penilaian diri.
Dari uraian panjang tentang peran penyidikan dalam pengawasan yang dijalankan DJP dalam self assessment system, sedangkan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya dapat dijalankan oleh penyidik yaitu PPNS, maka perlu dilakukan beberapa langkah untuk mendapatkan PPNS yang berkualitas, professional dan handal dalam menjalankan tugasnya. Jika upaya mendapatkan PPNS tidak seperti yang diharapkan karena pegawai pajak memang bukan polisi yang terlatih khusus untuk melakukan penyidikan, masih dapat dilakukan upaya pengembangan yang merupakan salah satu cara peningkatan kinerja PPNS. Disadari atau tidak peran PPNS dalam melakukan penyidikan pajak sangat sentral. Oleh karenanya perlu diteliti bagaimana latar belakang pengetahuan dan tingkat kemampuan PPNS agar dapat menyelesaikan tugas yang diembannya dan kinerjanya dapat mencapai tingkat yang diharapkan.
Keberhasilan dalam menjalankan tugas tentulah harus didukung dengan berbagai kemampuan, namun hal yang tidak kalah penting adalah dimulai dari memilih calon yang terbaik dalam proses seleksi kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan latihan. Proses seleksi PPNS yang dilakukan DJP selama ini diperoleh dari sumber internal yaitu pegawai pajak yang diseleksi ulang untuk menjadi PPNS. Kenyataan ini menuntut beberapa hal, yaitu seleksi harus dilakukan dengan ketat karena Pegawai pajak direkrut dengan pertimbangan tertentu dan perlu dikaji apakah salah satu pertimbangannya adalah kemampuan untuk menjadi penyidik. Kegagalan dalam proses rekrutmen berarti masalah dalam proses kerja lainnya. Jika kesalahan tidak fatal, artinya karyawan yang menjadi PPNS masih sesuai keahliannya dengan tugas penyidik, maka dapat dilakukan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan pegawai.
Proses rekrutmen dan seleksi PPNS telah dilakukan dan menghasilkan PPNS yang ada saat ini sejumlah 564 orang. Proses rekrutmen pada awal tahun 1983 sejak berlakunya self assessment system dilakukan dengan cara penunjukkan langsung oleh atasan calon PPNS. Proses seleksi tidak ada karena sifatnya sangat subyektif, artinya pimpinan lah yang melakukan seleksi tanpa dasar yang jelas, sehingga sangat memungkinkan berperannya perasaan suka atau tidak suka dari seorang pimpinan dalam menyeleksi calon PPNS.
Proses rekrutmen yang dilakukan dengan cara tertutup (penunjukan langsung) juga tidak dapat menjangkau seluruh pegawai DJP karena informasi tentang peluang menjadi PPNS tidak dapat diakses oleh seluruh pegawai DJP. Hal itu juga rawan kesalahan karena dapat saja terjadi pegawai yang dinilai atasan layak menjadi PPNS tidak berminat dan berdampak pada aspek psikologis dalam menjalankan penyidikan. Proses seleksi yang tidak memiliki standar tertentu dapat juga menjadi suatu kesalahan karena PPNS yang dihasilkan dari seleksi tersebut sangat bervariasi keahlian yang dimiliki.
Dalam berbagai teori tentang rekrutmen, diperlukan setidaknya analisis pekerjaan dan analisis beban kerja sehingga dapat diketahui kualifikasi orang yang sesuai untuk suatu pekerjaan dan berapa jumlah yang ideal untuk jabatan tersebut. Menarik untuk dikaji apakah PPNS yang ada telah sesuai dengan kebutuhan DJP baik mutu maupun jumlahnya. Kelebihan atau kekurangan jumlah PPNS akan berdampak pada kinerja. Apalagi jika kualitas PPNS yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan, maka diperlukan berbagai langkah pengembangan agar kemampuan PPNS sebanding dengan kebutuhan dalam menjalankan tugasnya sebagai penyidik.
Selain proses rekrutmen dan seleksi yang belum terencana, DJP juga mengalami masalah dalam pengembangan PPNS karena pengembangan yang dilakukan lebih banyak diikutsertakan dalam pelatihan dengan instansi lain yang khusus bertugas menjadi penyidik dan Intelijen, misalnya Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Badan Intelijen Negara (BIN). Pelatihan bersama instansi yang competence memang bagus, namun untuk DJP, tugas yang dipegang lebih khusus karena ada unsur penerimaan pajak yang harus dipertimbangkan sebagai prioritas dan UU yang mengatur penyidikan pajak juga masih setengah-setengah. Artinya sebagian ketentuan penyidikan tunduk pada Hukum Acara Pidana dan sebagian harus taat pada ketentuan pajak yang berlaku.
Oleh karena itu menarik untuk diteliti bagaimana DJP melaksanakan proses rekrutmen dan seleksi untuk mendapatkan PPNS yang berkualitas yang akan ditempatkan sebagai penyidik tindak pidana perpajakan. Bagaimana juga pelaksanaan pengembangan kemampuan PPNS untuk mencapai tingkat tertentu yang diharapkan. Berdasarkan pemikiran tersebut, penelitian ini mengambil judul "ANALISIS PELAKSANAAN REKRUTMEN, SELEKSI, DAN PENGEMBANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) PADA DIREKTORAT INTELIJEN DAN PENYIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK"

B. Perumusan Masalah Pokok
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah bagaimanakah upaya yang dilakukan DJP untuk meningkatkan kinerja PPNS. Adapun masalah pokok tersebut dapat dirinci menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana proses rekrutmen dan seleksi PPNS pada Direktorat Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak ?
2. Bagaimana program pengembangan PPNS yang dilakukan oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak ?
3. Bagaimanakah cara mengatasi masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan rekrutmen, seleksi, dan pengembangan PPNS pada Direktorat Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan dari masalah pokok penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses rekrutmen dan seleksi PPNS pada Direktorat Intelijen dan Penyidikan DJP.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis program pengembangan PPNS yang dilakukan oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan DJP.
3. Untuk menganalisis cara mengatasi masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan rekrutmen, seleksi, dan pengembangan PPNS pada Direktorat Intelijen dan Penyidikan DJP.

D. Sistematika Penulisan
Penyusunan tesis ini dilakukan dengan sistematis agar memudahkan peneliti dan pembaca memahami isi penelitian. Tesis terbagi menjadi lima bab dengan perincian sebagai berikut : 
Bab I Pendahuluan
Bab pendahuluan ini berisi fenomena, data, dan fakta yang menjadi latar belakang munculnya masalah dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan lah masalah pokok penelitian. Tujuan penelitian disusun setelah merumuskan masalah pokok penelitian dan selanjutnya dapat diidentifikasi signifikansi penelitian ini bagi perkembangan ilmu dan untuk kepentingan praktis. Terakhir berisi sistematika penulisan yang menggambarkan susunan penulisan laporan penelitian.
Bab II Tinjauan Pustaka
Untuk membantu menganalisis masalah pokok, maka disusun teori-teori yang relevan yaitu tentang Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), Proses Rekrutmen, Seleksi, dan Penempatan. Pengembangan SDM, manfaat pengembangan SDM dan lain sebagainya sehingga dapat disusun kerangka teori yang sistematis, logis, dan tepat untuk menjadi dasar analisis.
Bab III Metode Penelitian dan Gambaran Umum Obyek Penelitian
Bab ini diawali dengan metode penelitian yang meliputi, pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Gambaran umum yang dikemukakan adalah seputar masalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berkaitan dengan siapa yang bisa menjadi PPNS, bagaimana perekrutannya, kualifikasi yang harus dipenuhi dan lain sebagainya. Gambaran kondisi PPNS yang saat ini ada dengan dukungan data yang akurat juga dijabarkan sehingga diperoleh gambaran menyeluruh tentang obyek penelitian.
Bab IV Analisis dan Pembahasan
Data yang diperoleh dari penelitian di lapangan dianalisis dan diuraikan dalam bab ini. Analisis dilakukan untuk setiap masalah yang dirumuskan dalam penelitian sehingga diperoleh pembahasan yang detail dan komprehensif.
Bab V Penutup
Bab penutup berisi simpulan yang diperoleh dari hasil analisis masalah penelitian berdasarkan data dan temuan di lapangan. Berdasarkan simpulan yang diambil direkomendasikan saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya di bidang sumber daya manusia.

SKRIPSI PENGARUH PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA BAGIAN PRODUKSI PT X

SKRIPSI PENGARUH PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA BAGIAN PRODUKSI PT X

(KODE : EKONMANJ-0111) : SKRIPSI PENGARUH PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA BAGIAN PRODUKSI PT X



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan adalah nadi perekonomian karena dalam mencapai tujuannya mencari laba, harus memenuhi aneka ragam kebutuhan masyarakat. Perusahaan adalah suatu organisasi atau lembaga yang menggunakan dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi untuk memproduksi barang dan jasa, di dorong untuk meningkatkan efektivitas usaha nantinya mampu memaksimalkan laba untuk bertahan dalam jangka waktu panjang. Dalam usaha pencapaian usaha organisasi banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya Sumber Daya Manusia (SDM) yang menunjang dalam pencapaian tujuan. Di suatu perusahaan atau organisasi, efektivitas merupakan hal yang penting karena tanpa efektivitas tujuan organisasi tidak akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Sebab efektivitas yang tinggi akan dapat dicapai dengan adanya faktor manusia. Manusia merupakan komponen yang sangat penting sebab berhasil atau tidaknya suatu usaha sebagian besar ditentukan oleh manusianya dalam melaksanakan pekerjaan.
Efektivitas yang tinggi dapat tercapai dalam suatu perusahaan apabila karyawan tersebut diberikan program pengembangan dan pengawasan terhadap karyawannya (Komarudin, 1984 : 68). Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan efektivitas yaitu dengan pendidikan dan latihan, pemindahan pegawai ke posisi yang tepat, dan promosi jabatan, dalam rangka peningkatan kualitas tenaga kerja yang diharapkan dapat memperbaiki pekerjaan yang sekarang maupun yang akan datang, serta mempengaruhi sikap atau menambah kecakapan.
Pengembangan karyawan merupakan masalah yang penting dalam upaya menambah kemampuan dan pengetahuan karyawan. Besarnya perhatian terhadap pengembangan karena merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan adanya pengembangan dan pengawasan yang baik pada karyawan maka akan menumbuhkan kemampuan dalam bekerja sehingga efektivitas kerjanya akan meningkat (Soeprihanto, 1984 : 76) Dan apabila keduanya tidak dilaksanakan dengan baik maka tujuan organisasi tidak tercapai secara efektif sesuai dengan harapan. Begitu pula kebutuhan karyawan untuk mengembangkan diri kurang diperhatikan, maka hasil kerja seringkali tidak sesuai dengan harapan dan tujuan organisasi.
Kurangnya perhatian terhadap pengembangan ini disebabkan karena perusahaan mengadakan efisiensi dana, waktu dan tenaga. Sebab perusahaan kurang memperhatikan masalah tanggung jawab pegawai karena tidak dilakukan secara efektif dan efisien (Nitisemito, 1991 : 97). Sebelum krisis moneter dan perdagangan bebas perusahaan sudah mengadakan program pengembangan secara berkesinambungan tetapi sekarang mengalami pengunduran. Dan sampai saat ini pelaksanaannya sering tidak lagi sesuai dengan harapan, sebagai contoh pegawai tidak melaksanakan tugas secara tepat waktu yang mengakibatkan target dari perusahaan terhambat dan tidak sebanding dengan waktu tenaga yang dikorbankan sehingga pegawai tidak merasa puas dengan imbalan yang diterimanya nanti. Hal ini juga menyebabkan suatu pekerjaan tidak terlaksana secara efektif.
Di samping pengembangan yang dapat menempatkan efektivitas kerja, yaitu pengawasan. Pegawai sebagai fokus utama dari tindakan pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan harus bisa membuahkan efektivitas kerja yang optimal (Komarudin, 1992 : 103). Oleh karena itu pengawasan dalam suatu instansi maupun organisasi sangat diperlukan. Untuk pencapaian efektivitas organisasi, diperlukan adanya proses pengawasan yang dapat menjamin terlaksananya aktivitas dan kegiatan organisasi secara maksimal. Sesuai dengan fungsinya, pengawasan berperan untuk mengawasi seluruh kegiatan dan menjaga agar kegiatan tersebut terarah dengan tepat sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan kinerja standar dan perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan, mengetahui apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut. Serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan bahwa sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif mungkin guna mencapai tujuan perusahaan" (Yusuf dan Kadarman, 1997 : 159).
Dengan diadakan pengawasan, diharapkan manusia (pegawai) akan berusaha sebaik mungkin untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan. Adanya pengawasan yang baik juga merupakan usaha untuk menuju pencapaian efektivitas kerja dari karyawan (Komarudin , 1992 : 103) sehingga dapat memenuhi target produksinya dengan maksimal dan tujuan yang diinginkan perusahaan dapat tercapai secara efektif.
Pada PT. X sudah mengadakan program pengembangan tetapi mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan perusahaan mengadakan efisiensi dana, waktu, tenaga dan apa yang dilakukan perusahaan belum terprogram, belum terlaksana secara efektif dan efisien begitu pula dengan pengawasan yang belum dilaksanakan secara optimal sehingga belum memenuhi standar perusahaan. Dengan program pengembangan dan pengawasan dan pengawasan tersebut karyawan dapat bekerja secara efektif sehingga efektivitas kerja dari karyawan dapat tercapai sesuai dengan tujuan (Ricard, M. Steer, 1980 : 263).
Dari uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "PENGARUH PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN KARYAWAN TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. X". 

B. Permasalahan
Permasalahan merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian yang diajukan jawabannya akan diperoleh setelah penelitian selesai dilaksanakan yaitu pada kesimpulan (Arikunto, 1998 : 51-51)
Dari uraian tersebut maka permasalahan yang diambil penelitian ini sebagai berikut : 
1. Adakah pengaruh pengembangan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X
2. Adakah pengaruh pengawasan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X
3. Seberapa besar pengaruh pengembangan dan pengawasan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X.

C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian : 
1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pengembangan dan pengawasan karyawan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengembangan dan pengawasan karyawan terhadap efektivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. X.
Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Untuk menambah pengetahuan tentang pengaruh teori pengembangan dan pengawasan terhadap efektifitas kerja karyawan sehingga hubungan ketiga variabel dapat dibuktikan kebenarannya.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi penulis dapat digunakan sebagai acuan dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian.
b. Bagi organisasi atau perusahaan sebagai masukan bagi karyawan di lingkungan PT. X bahwa pengembangan dan pengawasan sangat penting dalam rangka meningkatkan efektivitas kerja karyawan.

D. Sistematika Skripsi
Skripsi ini disusun menjadi tiga bagian yaitu pertama bagian pendahuluan skripsi, kedua yaitu bagian isi skripsi dan ketiga yaitu bagian akhir skripsi.
1. Bagian pendahuluan skripsi terdiri dari judul, abstrak, lembar pengesahan motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.
2. Bagian isi skripsi terdiri dari :
Bab I. Pendahuluan
Berisi tentang alasan pemilihan judul, permasalahan, penegasan istilah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika skripsi.
Bab II. Landasan Teori dan Hipotesis
Berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan pengembangan pengawasan efektivitas kerja, pengaruh pengembangan dan pengawasan terhadap efektivitas kerja karyawan dan kerangka berpikir serta hipotesis untuk penelitian
Bab III. Metodologi Penelitian
Berisi mengenai populasi penelitian, sampel penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data.
Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan.
Bab V. Simpulan dan Saran
Berisi tentang hasil dari analisis yang dilakukan dan saran-saran dari peneliti untuk pihak terkait.
3. Bagian akhir skripsi berisi tentang daftar pustaka dan lampiran- lampiran.