Search This Blog

Showing posts with label media gambar. Show all posts
Showing posts with label media gambar. Show all posts

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR

(KODE : PTK-0710) : SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR (MAPEL IPS KELAS IV)

contoh ptk ips kelas iv

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Belajar tentunya tak lepas dari pendidikan, pelajaran yang dikemas dengan menarik tentunya dapat membantu siswa lebih menyenangi pelajaran tersebut sehingga pelajaran tersebut dapat diterima oleh siswa. pembelajaran yang menarik tentunya dapat diberikan kepada siswa apabila guru menggunakan media belajar.
Belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan pada tingkat pengetahuan atau sikapnya. Azhar Arsyad (2011 : 1).
Sedangkan Hujair (AH Sanaky 2013 : 11) mengemukakan proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran atau media tertentu. Proses komunikasi harus diciptakan dan diwujudkan melalui kegiatan penyampaian pesan, tukar menukar pesan atau informasi dari setiap pengajar kepada pembelajar atau sebaliknya. Pesan atau informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan, keahlian, skill, ide, pengalaman, dan sebagainya.
Melalui proses komunikasi, pesan dapat diterima, diserap, dan dihayati oleh penerima pesan. Maka agar tidak terjadi kesalahan dalam proses komunikasi, perlu digunakan sarana yang dapat membantu proses komunikasi pembelajaran yang disebut dengan media pembelajaran.
Pendidikan IPS sebagai salah satu mata pelajaran yang bertujuan meningkatkan dan menumbuhkan pengetahuan, kesadaran dan sikap sebagai warga negara yang bertanggung jawab, menuntut pembelajaran menarik dengan menggunakan media pembelajaran juga dapat menumbuhkan sikap belajar yang menyenangkan dan dapat memancing siswa menjadi aktif.
Dwi Siswoyo (2007 : 119) menyatakan bahwa guru merupakan pendidik yang berada di lingkungan sekolah. Keberhasilan suatu pembelajaran tergantung pada interaksi guru dengan siswa. interaksi guru dengan siswa akan muncul apabila guru dapat mengelola kelasnya dengan baik.
Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Menurut Hisyam Zaini (2008 : xiv) belajar aktif merupakan salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian disimpan dalam otak. Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti siswa yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan belajar aktif ini siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran tidak hanya mental tapi juga fisik.
Konsep pembelajaran aktif bukanlah tujuan dari kegiatan pembelajaran, tetapi merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Aktif dalam strategi ini adalah memposisikan guru sebagai orang yang menciptakan suasana belajar yang aktif. Dalam proses pembelajaran yang aktif itu terjadi dialog yang interaktif antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru atau siswa dengan sumber belajar lainnya. Dalam suasana pembelajaran yang aktif tersebut siswa tidak terbebani secara perseorangan dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam belajar, tetapi mereka dapat saling bertanya dan berdiskusi sehingga beban belajar yang aktif ini diharapkan akan tumbuh dan berkembang segala potensi yang mereka miliki sehingga pada akhirnya dapat mengoptimalkan hasil belajar mereka. (Hamzah dan Nurdin Mohamad 2011 : 10).
Sedangkan Warsono dan Hariyanto (2012 : 12) mengemukakan pembelajaran aktif secara sederhana didefinisikan sebagai metode pengajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif mengkondisikan agar siswa selalu melakukan pengalaman belajar yang bermakna dan senantiasa berfikir tentang apa yang dapat dilakukannya selama pembelajaran. Pembelajaran aktif melibatkan siswa untuk melakukan sesuatu dan berpikir tentang sesuatu yang dilakukannya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif merupakan strategi yang dapat diberikan kepada siswa supaya siswa memperoleh pelajaran yang bermakna, menemukan ide-ide, dan mengungkapkan apa yang telah diterima dalam proses pembelajaran.
Menurut Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2011 : 33) tentang ciri atau kadar dari proses pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa yaitu : 
a. Siswa aktif mencari atau memberikan informasi, bertanya bahkan dalam membuat kesimpulan.
b. Adanya interaksi aktif secara terstruktur dengan siswa.
c. Adanya kesempatan bagi siswa untuk menilai hasil karyanya sendiri.
d. Adanya pemanfaatan sumber belajar secara optimal.
Menurut Nana Sudjana (2005 : 61), keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat dilihat dalam
1. turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya;
2. terlibat dalam pemecahan masalah;
3. bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya;
4. berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru;
5. menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya;
6. melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis;
7. kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Pembelajaran yang jika hanya gurunya saja yang aktif tanpa melibatkan siswa merupakan siswa pembelajaran kurang berhasil. Siswa yang tidak aktif cenderung hanya duduk dan diam saja. Jika guru memberi pertanyaan hanya siswa yang dikatakan pandai saja yang bias menjawab pertanyaan guru.
Menurut hasil observasi dengan guru bernama pak AHB hal inilah yang terjadi pada siswa kelas IV SD pada saat pembelajaran siswa kurang menunjukkan sikap yang aktif dalam belajar. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa kurang efektifnya pembelajaran IPS, ketika pembelajaran berlangsung banyak siswa yang berbicara sendiri serta adanya beberapa anak yang kurang memperhatikan guru dengan mated yang diajarkan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SD Negeri X kelas IV, selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti menemukan permasalahan sebagai berikut.
Pada mata pelajaran IPS, siswa dalam mengikuti pelajaran belum sepenuhnya dapat berpartisipasi aktif dalam mengerjakan tugas, menjawab pertanyaan, bertanya, serta dalam menanggapi beberapa pertanyaan yang disampaikan guru. yang terlihat pada mata pelajaran IPS, metode pembelajaran yang digunakan oleh guru selama proses pembelajaran kurang bervariasi dalam arti guru hanya menggunakan buku pedoman siswa, sehingga siswa menjadi tidak memiliki motivasi tinggi untuk aktif belajar. Hal ini dibuktikan pada saat dilakukan observasi, proses pembelajaran yang berlangsung guru menggunakan buku pelajaran IPS dan siswa mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru serta mengerjakan tugas. Akibatnya pembelajaran menjadi monoton yang membuat siswa merasa tidak bersemangat. Pembelajaran yang seperti ini kurang memberikan kesan untuk siswa dan pengalaman yang bam. Pembelajaran yang berpusat pada guru juga tidak memberikan sikap aktif pada siswa selama proses pembelajaran berlangsung. 
Penggunaan metode yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran juga menggunakan metode pembelajaran yang kurang bervariasi, sehingga membuat pembelajaran kurang menarik bagi siswa, akibatnya siswa hanya dapat membayangkan apa yang disampaikan guru, siswa tidak dapat melihat wujud dari apa yang sudah disampaikan guru. Berdasarkan permasalahan di kelas IVA, maka peneliti menerapkan penggunaan media pembelajaran yang dapat membuat aktif. Terdapat berbagai media salah satunya yang dapat membuat siswa aktif. Salah satunya adalah media gambar dimana siswa akan lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan proses pembelajaran. Dengan menggunakan gambar kita akan merasa lebih dekat, seolah-olah kita menyaksikan sendiri. Media gambar digunakan untuk mendapatkan gambaran yang nyata, menjelaskan ide, dan menunjuk objek (benda) yang sebenarnya. Media gambar adalah salah satu media yang paling tepat untuk siswa, media gambar yang diberikan kepada siswa sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV yaitu siswa belum mampu berpikir secara abstrak, sehingga media yang paling tepat untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa adalah media gambar.
Media gambar dapat membuat pembelajaran lebih menarik, Oemar Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2011 : 2) menjelaskan untuk mewujudkan pembelajaran menarik tersebut, seharusnya menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahan alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia.
Sudah saatnya pengajaran mata pelajaran menggunakan media. Sebab diyakini bahwa dengan memiliki media pembelajaran yang baik dan efekif dapat menciptakan suasana belajar yang lebih bermakna. Oleh karena itu maka peneliti ini menerapkan penggunaan media pembelajaran dan media pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa kelas IV bahwa siswa masih dalam tahap operasional kongkrit karena siswa belum bisa berpikir abstrak dan media yang cocok untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa adalah media gambar. Dengan menggunakan media gambar dapat membuat siswa lebih tertarik karena untuk mempelajari apa yang telah ditampilkan dalam gambar.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti mengambil judul "PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI X".

SKRIPSI PENDIDIKAN PKN KEEFEKTIFAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK BERBANTU MEDIA BENDERA GAMBAR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN PESERTA DIDIK KELAS IV

(KODE : PEND-PKN-0019) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN KEEFEKTIFAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK BERBANTU MEDIA BENDERA GAMBAR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN PESERTA DIDIK KELAS IV

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Namun hingga saat ini penerapan UU tersebut belum diterapkan pada kenyataannya, sebagian besar peserta didik merasa bosan oleh pembelajaran konvensional yang membatasi pendidik untuk mengeksplorasi potensi yang ada di dalam di dirinya, realita yang ada di lapangan, guru masih bertindak sebagai peran utama dalam pembelajaran dengan menjadikan peserta didik sebagai penerima informasi dari guru, akhirnya hasil lulusan peserta didik tidak sesuai yang di harapkan
Selain hal tersebut munculnya peristiwa sosial dan budaya yang terjadi di dunia pendidikan cukup menjadi pukulan yang memprihatinkan dalam dunia pendidikan dan masyarakat, tindakan kekerasan serta berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan pelajar misalnya tawuran antar pelajar itu menunjukan turunnya perilaku moral dan runtuhnya semangat budi pekerti, kedisiplinan tergambarkan dalam berbagai media masa baik elektronik maupun media cetak sehingga Kemendiknas menekankan pentingnya pendidikan karakter peserta didik dan juga karakter bangsa Indonesia melalui pendidikan karakter. untuk menuju bangsa Indonesia yang bermartabat.
Kondisi demikian dengan menurunnya kualitas pendidikan, pendidikan karakter peserta didik dan karakter bangsa harus bisa menjadi tantangan guru profesional untuk menumbuhkan kembali kualitas pendidikan juga pendidikan karakter peserta didik, Pembelajaran yang diterapkan guru secara inovasi dan kreasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, sistem pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan diharapkan merubah pembelajaran konvensional yang sering dilaksanakan guru.
Keadaan pembelajaran konvensional yang telah diuraikan terkesan kaku dan cenderung membosankan peserta didik, Guru menjadi peran utama yaitu menyampaikan informasi yang dibacanya dari buku sementara peserta didik hanya mendengarkan dan mencatat tanpa adanya interaksi dalam proses pembelajaran. Kondisi seperti ini sering terlihat di dalam proses pembelajaran di sekolah dasar khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, saat guru menyajikan materi PKn terlihat membosankan dan kurang menarik dan peserta didik memandang PKn sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Padahal pelajaran PKn mengajarkan tentang perilaku peserta didik sebagai warga negara.
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Hal ini yang perlu diperhatikan guru dalam mengajar PKn agar dengan cermat bisa menyampaikan tujuan sesuai dengan tujuan pembelajaran PKn bukan tugas yang mudah, tugas ini memerlukan kecermatan dari guru untuk merancang pembelajaran supaya berjalan dengan cukup baik, di sisi lain kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan kurikulum kurang berjalan dengan baik (KTSP, 2011).
Peneliti sebagai mahasiswa PGSD merasa tergerak untuk membantu guru dalam mengefektifkan pembelajaran PKn di sekolah dasar. Hal ini disebabkan perolehan hasil belajar peserta didik yang belum optimal berdasarkan wawancara yang sudah peneliti lakukan dengan guru kelas IVA dan Kelas VIB SDN X didapat bahwa perolehan hasil belajar PKn pada nilai rata-rata ulangan tengah semester 1 akhir bulan november kelas IV sebesar 65 padahal Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran PKn sebesar 70.
Dalam kenyataan sekarang ini pembelajaran PKn guru harus mempunyai kompetensi untuk mengajar PKn. Guru harus melakukan perubahan dalam pembelajaran dengan menggunakan atau memodifikasi metode pembelajaran inovasi. Metode pembelajaran merupakan komponen yang sangat berpengaruh di dalam proses pembelajaran yang menjadi salah satu faktor penentu berhasil atau tidak berhasilnya pembelajaran yang sudah dilaksanakan untuk tersampaikannya tujuan pembelajaran kepada peserta didik. Pada saat ini banyak berbagai metode inovasi pembelajaran yang bertujuan untuk menunjang proses pembelajaran agar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Peneliti menggunakan pembelajaran Talking Stick berdasarkan kelebihan metode Talking Stick dan berdasarkan pada penelitian yang relevan yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Pembelajaran menggunakan metode Talking Stick hasil belajarnya meningkat. Kelebihan metode Talking Stick yang digunakan diharapkan peserta didik bisa mengikuti pembelajaran dengan baik dan peserta didik juga menikmati pembelajaran yang sedang dilaksanakan melalui bantuan media bendera gambar membuat peserta didik akan lebih tertarik dalam pembelajaran yang dilaksanakan sehingga tujuan pembelajaran dari guru akan tercapai dengan baik.
Penelitian yang relevan yang sudah dilakukan peneliti sebelumnya juga mendasari peneliti untuk menggunakan metode Talking Stick pada pembelajaran yang digunakan. Penelitian yang mendasari penelitian yang akan dilaksanakan peneliti melihat dari Penelitian yang dilakukan Purwaningtias mengenai Metode Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) penerapan metode pembelajaran Talking Stick pada siswa kelas X Pemasaran di SMK Islam Batu, (2) hasil belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran Talking Stick pada siswa kelas X Pemasaran di SMK Islam Batu. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan prestasi belajar. Metode pembelajaran Talking Stick juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Melalui pre test dan post test diperoleh hasil : (1) rata-rata skor test siswa pada siklus I adalah 68,28 dengan skor tertinggi 80 dan jumlah siswa yang tuntas belajar (Skor > 70) sebanyak 27 siswa, rata-rata skor post test meningkat menjadi 89,71 dengan skor tertinggi sebesar 100 dan jumlah siswa yang tuntas belajar (skor > 70) sebanyak 33 siswa. (2) rata-rata skor pre test siswa pada siklus II adalah 80 dengan skor tertinggi 90 dan jumlah siswa yang tuntas belajar (Skor > 70) sebanyak 33 siswa, rata-rata skor post test siswa meningkat menjadi 86,57 dengan skor tertinggi 100 dan jumlah siswa yang tuntas belajar (Skor > 70) sebanyak 34 siswa.. (http://karya-ilmiah.um.ac.id).
Penelitian yang dilakukan Putri dengan judul Penggunaan Metode Pembelajaran Talking Stick dalam Meningkatkan Hasil Belajar PKn bagi Siswa Kelas VII-D di SMP Negeri 19 Malang menunjukan penelitian yang berhasil yakni : pada tahap siklus I penggunaan metode pembelajaran Talking Stick secara individu sedangkan pada siklus II menggunakan metode pembelajaran Talking Stick secara kelompok. Pada siklus I untuk mengetahui hasil belajar pada mata pelajaran PKn di kelas VII-D yaitu pada akhir pelajaran, peneliti memberikan post test dan siswa yang sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu berjumlah 10 orang (23,3%) sedangkan yang tidak memenuhi berjumlah 33 orang (76,7%). Hasil belajar pada penelitian siklus II secara kelompok sudah meningkat, yaitu dengan siswa yang memenuhi KKM berjumlah 42 orang sedangkan siswa yang tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) berjumlah 1 orang. Pada siklus II siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar dan percaya diri mencapai 71,4% atau 10 kelompok dari 14 kelompok yang menjawab pertanyaan sedangkan yang tidak menjawab yaitu dengan prosentase 28,5% atau berjumlah 4 kelompok. Hasil belajar pada siklus II sudah mengalami peningkatan yaitu dengan prosentase 48,1%. (http://karya-ilmiah.um.ac.id)

SKRIPSI PGSD PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK MENCERITAKAN GAMBAR BERSERI KELAS I

(KODE : PENDPGSD-0049) : SKRIPSI PGSD PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK MENCERITAKAN GAMBAR BERSERI KELAS I

contoh skripsi pgsd kelas 1

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi serta unsur-unsur yang mendasari suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Guru dengan sabar berusaha mengatur lingkungan belajar supaya dalam mengikuti pembelajaran peserta didik lebih semangat dan percaya diri. Seperangkat teori dan pengalamannya, guru gunakan untuk bagaimana mempersiapkan program pembelajaran dengan baik dan sistematis. 
Untuk mencapai pembelajaran yang baik dan sistematis, diperlukan seperangkat alat pembelajaran baik berupa model maupun media, alat pembelajaran berfungsi untuk mengoptimalkan proses kegiatan belajar mengajar, dengan begitu guru dapat mengeksplorasi kemampuan siswa serta dapat memodifikasi pembelajaran sedemikian rupa sehingga menjadi proses belajar yang aktif dan menyenangkan. Alat pembelajaran mempunyai peran yang penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai, selain media yang diterapkan oleh guru, model pembelajaran guru akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran. 
Menurut La Iru dan La Ode (2012 : 1) secara harfiah pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari, dan perbuatan menjadikan orang atau makhluk belajar. Dalam proses atau upaya menciptakan kondisi belajar mengajar seorang guru mempunyai peran penting dalam mencapai tujuan pembelajaran agar dapat tercapai secara optimal. Sehingga dibutuhkan sebuah perangkat pembelajaran berupa model pembelajaran yang sesuai dengan materi. keberhasilan suatu pembelajaran bergantung alat pembelajaran seperti model, media, dan situasi pembelajaran, strategi yang dirancang oleh guru. Model pembelajaran merupakan salah satu alat untuk mengoptimalkan proses kegiatan belajar mengajar, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal sehingga model pembelajaran pun akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran di kelas. Dengan penerapan model pembelajaran, maka siswa akan tertarik dengan materi yang diberikan guru dan siswa lebih bersemangat dan termotivasi untuk mengikuti proses belajar mengajar. 
Melalui model pembelajaran guru dapat mengaplikasikan dan dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai acuan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar yang lebih menyenangkan dan menarik. Menurut Huda (2013 : 143), model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka kerja struktural yang juga dapat digunakan sebagai pemandu untuk mengembangkan lingkungan dan aktivitas belajar yang kondusif. 
Tiap model pembelajaran yang dipilih dapat mengungkapkan berbagai realitas yang sesuai dengan situasi kelas dan macam pandangan hidup, demikian dengan model-model pembelajaran dimaksudkan cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (Aqib, 2013 : 70). Sehingga berhasil tidaknya pembelajaran yang dilaksanakan bergantung pada guru, siswa serta model yang diterapkan dalam pembelajaran tersebut. Penggunaan model pembelajaran yang tepat artinya untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran, tergantung pada lingkungan sekolah dan sumber yang tersedia yang diinginkan yang cocok untuk menangani model mengajar tertentu. Jadi untuk belajar tertentu diperlukan model mengajar tertentu pula. Seorang guru yang kreatif dan inovatif, maka siswa akan berkembang serta penerapan pembelajaran pun haruslah mengikuti kebutuhan siswa. 
Model pembelajaran yang digunakan dalam setiap pembelajaran bertujuan untuk mengatur kegiatan saat pembelajaran, makin menarik model pembelajaran yang digunakan oleh guru, makin menarik pula siswa dalam menerima pembelajaran. Salah satu fungsi penggunaan model pembelajaran yaitu sebagai pedoman perancangan dan pelaksanaan pembelajaran dengan begitu guru menggunakan model pembelajaran yang menarik bagi siswa, dengan adanya model yang tepat maka pembelajaran akan menyenangkan bagi siswa. Sehingga pemilihan model sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan (kompetensi) yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik lebih aktif dan berkarakter, pada hakikatnya berbasis karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, guru menggunakan model pembelajaran yang menarik minat siswa, guru juga perlu menyisipkan pendidikan berbasis karakter yang dapat meningkatkan keterampilan dalam penyampaian materi pembelajaran, salah satunya adalah penyampaian materi pembelajaran dalam keterampilan berbicara. 
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya SD kelas I pembelajaran menceritakan gambar berseri perlu dipelajari siswa untuk mengembangkan keterampilan berbicara. Hal tersebut termuat dalam pembelajaran KTSP pada Standar Kompetensi 6, yakni Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan dengan gambar, percakapan sederhana, dan dongeng, dan Kompetensi Dasar 6.1, menjelaskan isi gambar tunggal atau gambar seri sederhana dengan bahasa yang mudah dimengerti. 
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SDN X, informasi yang diperoleh yaitu pembelajaran keterampilan berbicara belum tercapai, berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Hal ini terbukti dari rendahnya kemampuan berbicara siswa yang dilihat dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam pembelajaran menceritakan gambar berseri adalah 75, sehingga dapat dikatakan Tuntas atau memenuhi KKM. Dengan metode ceramah nilai yang dicapai siswa adalah 60 sehingga siswa Belum Tuntas atau masih kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam pembelajaran menceritakan gambar berseri. 
Pada pra siklus untuk nilai rata-ratanya 64,79 dengan persentase ketuntasan 13% dan tidak tuntas 77% dari 34 siswa. Dari data yang diambil pada pembelajaran tematik siklus satu ada 12 siswa yang dapat dikatakan Tuntas dengan persentase 58%, dan yang tidak tuntas ada 22 siswa dengan persentase 42%. Pada pembelajaran tematik siklus dua ada 25 siswa yang dapat dikatakan tuntas, dengan persentase 73%, dan yang tidak tuntas ada 9 siswa dengan persentase 27%. Dari data tersebut, ada perbedaan dalam pembelajaran tematik siklus satu dan siklus dua. Banyak siswa yang memperoleh nilai tuntas pada siklus dua, daripada pembelajaran tematik siklus satu. 
Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi yaitu karena pemilihan model yang kurang tepat sehingga pembelajaran tidak berjalan secara kondusif. Melihat kondisi demikian maka perlu diterapkan model pembelajaran yang inovatif. Salah satu model inovatif dalam pembelajaran adalah picture and picture. 
Model picture and picture merupakan sebuah model dimana guru menggunakan alat bantu atau media gambar untuk menerangkan sebuah materi atau memfasilitasi siswa untuk aktif belajar. Dengan menggunakan alat bantu atau media gambar, diharapkan siswa mampu mengikuti pelajaran dengan fokus yang baik dan dalam kondisi yang menyenangkan. 
Kegiatan berbicara cocok untuk pembelajaran menceritakan gambar berseri pada siswa kelas I SD karena pada taraf ini siswa banyak mengalami dan mengamati hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Gambar yang akan diurutkan siswa berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam lingkungan masyarakat dan siswa sudah bisa merespon lingkungannya, membayangkan dalam pikirannya kemudian dapat menceritakan dengan bahasanya sendiri. 
Picture and picture bisa diterapkan dalam keterampilan berbicara, khususnya pembelajaran menceritakan gambar berseri. Menceritakan gambar berseri menggunakan model picture and picture dilakukan guru dengan menyediakan gambar-gambar yang akan digunakan (berkaitan dengan materi). Dalam proses penyajian materi, siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukkan oleh guru. Dengan menggunakan gambar guru akan menghemat energi guru dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya sebagai guru dapat memodifikasi gambar atau mengganti gambar atau demonstrasi yang kegiatan tertentu. 
Model picture and picture dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, karena model ini sesuai dengan pembelajaran menceritakan gambar berseri yang menyajikan peristiwa-peristiwa yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pengalaman yang dialami oleh siswa, siswa akan mudah menceritakan gambar yang disajikan guru, sehingga akan membantu siswa menyampaikan cerita secara runtut dan benar. 
Dari permasalahan itulah, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian "PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM PEMBELAJARAN MENCERITAKAN GAMBAR BERSERI PADA SISWA KELAS I SDN X". 

SKRIPSI PERAN MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN PAI PADA ANAK USIA DINI DI TK

(KODE : PG-PAUD-0088) : SKRIPSI PERAN MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN PAI PADA ANAK USIA DINI DI TK

contoh skripsi pgtk
BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Merosotnya kualitas pendidikan banyak mendapat sorotan dari masyarakat, peserta lulusan kependidikan, para pendidik dan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah berupaya semaksimal mungkin mengadakan perbaikan dan penyempurnaan di bidang pendidikan. Sebagai langkah antisipasi, maka pendidikan banyak diarahkan pada penataan proses belajar, penggunaan dan pemilihan media belajar secara tepat. Kesemuanya dimaksudkan untuk pencapaian hasil belajar semaksimal mungkin.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seorang telah belajar suatu adalah perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Perubahan tersebut hendaknya terjadi sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya melalui proses belajar mengajar. Dimana guru bukan satu-satunya sumber belajar, walaupun tugas, peranan dan fungsinya dalam proses belajar mengajar sangatlah penting.
Melihat sedemikian kompleksnya masalah proses belajar mengajar dan peran guru, maka dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam proses belajar mengajar perlu dikembangkan iklim kondusif yang dapat menumbuhkan sikap dan perilaku belajar secara wajar. Untuk itu pembelajaran dengan menggunakan media, khususnya media gambar dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk hal tersebut.
Dengan penggunaan media gambar pada dasarnya membantu mendorong para siswa dan dapat membangkitkan minatnya pada pelajaran. Membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, kegiatan seni, dan pernyataan kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis dan menggambar, serta membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku teks. Demikian pula pemahaman pengertian mengenai kemasyarakatan bisa diperoleh dari gambar, dan dalam situasi tertentu gambar merupakan sumber terbaik untuk tujuan penelitian atau penyelidikan.
Media gambar dapat menolong dan banyak digunakan dalam pengajaran, khususnya dalam pembelajaran anak usia dini. Bukan dikarenakan gambar itu banyak dan murah, melainkan gambar-gambar itu mudah dipahami oleh anak-anak ketimbang kata-kata atau pengertian verbal. Anak-anak zaman sekarang ini tumbuh dan berkembang bersama gambar atau tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan gambar dan mereka belajar membaca arti yang terkandung dalam gambar sejak usia anak-anak. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, gambar sekarang dibuat lebih menarik dan lebih atraktif, sehingga dapat digunakan sebagai media pembelajaran.
Dalam pembelajaran setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda ada yang unggul dalam aspek verbal ada yang unggul dalam aspek nonverbal. Oleh karena itu, Edge Dale dalam Azhar Arsyad mengemukakan bahwa prosentase keberhasilan pembelajaran sebesar 75% berasal dari indera pandang, melalui indera dengar sebesar 13% dan melalui indera lainnya sebesar 12%.
Oleh karena itu gambar sangat penting digunakan dalam usaha memperjelas pengertian, sehingga dengan menggunakan gambar peserta didik dapat lebih memperhatikan terhadap benda-benda atau hal-hal yang belum pernah dilihatnya yang berkaitan dengan pelajaran. Penggunaan media gambar juga dapat membantu guru dalam mencapai tujuan instruksional, karena gambar termasuk media yang mudah dan murah serta besar artinya untuk mempertinggi nilai pelajaran, karena gambar pengalaman dan pengertian peserta didik menjadi lebih luas, lebih jelas dan tidak mudah dilupakan, serta lebih konkret dalam ingatan dan asosiasi peserta didik.
Menurut H. Carl Witherington “Good teaching maintains fitness and freshness in the classroom as opposed in the drab, dull, deadly routine of a hypertrophied intellectual attitude”. Pengajaran yang baik selalu mengusahakan adanya kejelasan dan kesegaran di dalam kelas. Usaha ini sebagai hal yang berlawanan dengan suasana yang membosankan serta menjemukan yang terdapat pada sikap intelektual yang berlebihan.
Karena itulah kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting dalam proses pembelajaran, terutama Pendidikan Agama Islam. Segala ketidakjelasan dan kerumitan bahan yang disampaikan dapat dibantu dan disederhanakan dengan menghadirkan media sebagai perantara. Selain itu anak didik tidak merasa bosan dan dapat menghidupkan pelajaran.
Media juga dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Dengan demikian anak didik akan lebih mudah mencari bahan yang akan dipelajari melalui media.
Tidak diragukan lagi, pemilihan media pembelajaran diarahkan kepada suatu upaya untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang abstrak dan mempertinggi daya serap sekaligus menekankan kepada pengalaman lapangan kepada siswa terutama mengenai pembelajaran Agama Islam.
Untuk itu dalam sistem pendidikan yang baru diperlukan tenaga pengajar yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang lebih memadai, kinerja dan sikap baru, peralatan yang lebih lengkap dan administrasi yang teratur.
Oleh karena itu, di dalam pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan dapat mempertinggi mutu hasil belajar yang dicapai oleh siswa maka dengan penggunaan media gambar sebagai alternatif media pembelajaran sangat efektif dalam proses belajar siswa dan dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa di TK X. TK ini menerapkan program peningkatan pendidikan dengan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman, diharapkan membantu kemajuan dalam hal pendidikan. Terutama dalam menumbuhkan minat belajar pada siswa taman kanak-kanak, disamping itu dapat mempermudah proses belajar mengajar di kelas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembelajaran Agama Islam dengan menggunakan media gambar khususnya dalam pembelajaran agama di taman kanak-kanak dengan harapan dapat meningkatkan mutu hasil belajar.

SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB

SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB

(KODE : PTK-0580) : SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB (BAHASA ARAB KELAS V)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama kita umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini (Tarigan 1989 : 5). Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dengan demikian dapat kita pahami betapa erat hubungan antara bahasa dan komunikasi. Sedangkan komunikasi adalah pertukaran ide-ide, gagasan-gagasan, informasi, dan sebagainya antara dua orang atau lebih. Strategi komunikasi adalah suatu cara yang digunakan untuk mengekspresikan suatu makna, dalam bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena pembelajar yang mempunyai penguasaan yang terbatas mengenai bahasa tersebut. Dalam upayanya mencoba mengadakan komunikasi, seorang pembelajar mungkin harus mengejar kekurangannya mengenai pengetahuan tata bahasa atau kosakata (Tarigan 1989 : 13).
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini haruslah kita sadari, dalam tugasnya sehari-hari seorang guru bahasa harus bisa memahami tujuan akhir pengajaran bahasa yaitu agar para siswa terampil berbahasa. Ketrampilan berbahasa tersebut mencakup empat segi yaitu : menyimak (listening skill), berbicara (speaking skill), membaca (reading skill), menulis (writing). Pada hakekatnya keempat komponen itu saling berhubungan satu sama lain.
Setelah kita ketahui bahwa bahasa dan komunikasi merupakan peranan dalam perolehan ketrampilan berbahasa. Kosakata merupakan unsur utama dalam ketrampilan berbahasa, karena kosakata memiliki peranan yang sangat penting berkenaan dengan komunikasi, tapi mempelajari bahasa tidak identik dengan mempelajari kosakata artinya untuk memiliki kemahiran berbahasa tidak cukup dengan menghafal kosakata saja. Ini berarti bahwa para pembelajar bahasa tidak bisa mengenal bahasa melalui kamus (Effendi 2005 : 96).
Seseorang tanpa memiliki perbendaharaan kata akan sulit untuk mengutarakan maksud dan keinginannya untuk mengeluarkan ide-ide yang ada dalam pikiran. Adapun ide-ide kualitas ketrampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang dimiliki semakin besar pula kemungkinan untuk terampil berbahasa. Dengan kata lain penggunaan kosakata yang relatif terbatas baik dari segi kuantitas dan kualitas akan menjadi penghambat dalam menangkap dan mengungkapkan ide atau gagasan secara logis, sistematis, dan tuntas. Pentingnya kosakata dalam dunia pendidikan antara lain : 
1. Kuantitas dan kualitas, tingkatan dan kedalaman kosakata seseorang merupakan indeks pribadi yang terbaik bagi perkembangan mental anak.
2. Perkembangan kosakata merupakan perkembangan konseptual yaitu suatu tujuan pendidikan dasar.
3. Semua pendidikan pada prinsipnya adalah pengembangan kosakata yang juga merupakan pengembangan konseptual.
4. Suatu program yang sistematis bagi pengembangan kosakata akan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, kemauan bawaan, dan status sosial.
5. Faktor-faktor geografis juga turut mempengaruhi perkembangan kosakata.
6. Seperti juga halnya dalam proses membaca yang membimbing seseorang dari yang telah diketahui ke arah yang menuju kata-kata yang belum atau tidak diketahui (Tarigan, 1993 : 2-3).
Kosakata memiliki peranan yang sangat penting dalam berkenaan dengan kemampuan anak dalam menangkap atau memahami ide yang disampaikan oleh pembicara untuk meningkatkan mutu belajar. Haruslah kita sadari bahwa tujuan utama pengajaran kosakata adalah untuk mengembangkan minat para siswa pada kata. Pada siswa yang rasa ingin tahu-nya membara tentunya agak mudah memperkaya kosakata dan menjadi lebih bersifat mudah membeda-bedakan dan berfikir secara logis (Nurhadi, 1995).
Tidak jarang terjadi bahwa kesenangan membaca para siswa pudar karena kemiskinan kosakata yang dimiliki. Masalah yang sering dihadapi karena kurangnya atau terbatasnya alat atau media sebagai pembantu guru atau siswa, sehingga akan merasa lebih lambat menerima pelajaran dan bosan. Dengan perasaan seperti itu biasanya siswa akan mengambil tindakan dengan bermain, ngobrol dengan siswa sebangku, dan sebagainya. Tindakan seperti itu akan menjadikan siswa tidak konsentrasi pada pelajaran, membuat gaduhnya kelas dan akan mengganggu proses belajar mengajar. Padahal dalam pembelajaran yang baik tidak hanya dengan penyampaian kata saja, tapi perlu juga adanya alat atau media dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami pelajaran.
Berdasarkan wawancara dengan guru kelas V (lima) MI X, belum digunakannya media dalam pembelajaran kosakata untuk menunjang pembelajaran Bahasa Arab, sehingga siswa tidak tertarik dan termotivasi dengan pembelajaran tersebut.
Atas dasar diatas, peneliti menggunakan media gambar sebagai pembelajaran Bahasa Arab di MI X. Media gambar, tidak membutuhkan biaya banyak dan bisa dibuat sendiri oleh guru mata pelajaran Bahasa Arab.
Penguasaan kosakata melalui media gambar sebagai alat pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk berkomunikasi dengan baik, aktif, lebih efektif, dan dapat mengingat pelajaran yang diajarkan dengan cepat khususnya pelajaran kosakata Bahasa Arab.

TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE PENGELOMPOKAN IDE (CLUSTERING) BERBASIS MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI

TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE PENGELOMPOKAN IDE (CLUSTERING) BERBASIS MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI

(KODE : PASCSARJ-0309) : TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE PENGELOMPOKAN IDE (CLUSTERING) BERBASIS MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA)


BAB II 
KAJIAN TEORETIS 

Dalam bab ini membahas teori-teori yang relevan dengan penelitian ini yaitu (1) metode pembelajaran, (2) metode pengelompokan ide (clustering) berbasis media gambar fotografi, (3) media pembelajaran, (4) gambar fotografi sebagai media pembelajaran, (5) langkah-langkah pembelajaran menulis karangan narasi melalui metode pengelompokan ide (clustering) berbasis media gambar fotografi, (6) hakikat menulis, (7) jenis-jenis karangan, (8) karangan narasi, (9) ciri-ciri narasi, (10) struktur narasi, (11) unsur pembentuk karangan narasi, (12) jenis-jenis karangan narasi.

A. Metode Pembelajaran 

1. Pengertian Metode
Dalam kegiatan belajar mengajar, strategi pembelajaran, khususnya metode pembelajaran mempunyai peranan penting. Iskandar Wassid dan Sunendar (2009; 40-41) menuturkan bahwa metode adalah sebuah prosedur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada pengajaran bahasa, metode digunakan untuk menyatakan kerangka yang menyeluruh tentang proses belajar mengajar. Proses ini tersusun dalam rangkaian kegiatan yang sistematis, tumbuh dari pendekatan yang digunakan sebagai landasan. Adapun sifat metode adalah prosedural.
Metode adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan (Rohani 2004 : 118). Metode belajar mengajar menurut Ahmadi (1997 : 52) adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Dalam pengertian lain adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual maupun kelompok. Agar pelajaran tersebut dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Sayuti (1985 : 213) menyatakan bahwa penggunaan metode yang tepat akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran. Akan tetapi harus disadari pula, bahwa faktor guru lah yang pada akhirnya banyak menentukan berhasilnya pengajaran. Oleh karena itu, guru jangan sampai terbelenggu oleh salah satu metode yang dipilihnya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa semakin baik suatu metode semakin efektif pula dalam pencapaian hasil belajar siswa. Metode yang bervariasi diperlukan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Seorang guru tidak dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar.
Metode memiliki peranan penting yaitu sebagai alat motivasi intrinsik; strategi pengajaran, dan alat untuk mencapai tujuan. Djamarah dan Aswan (2010 : 72-74) memaparkan bahwa metode yang tepat dan bervariasi dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Metode mengajar yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi, bahan ajar, media belajar dapat menjadi strategi pengajaran yang tepat dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pemanfaatan metode yang sesuai merupakan cara efektif untuk mencapai tujuan pengajaran.

2. Syarat-Syarat Metode Belajar Mengajar
Menurut Ahmadi (1997 : 53) syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode mengajar yaitu 1) dapat membangkitkan motif, minat, atau gairah belajar siswa; 2) dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa; 3) dapat memberikan kesempatan siswa untuk mewujudkan hasil karya; 4) merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi; 5) dapat mendidik siswa dengan teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi; 6) dapat memberikan siswa pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan; 7) dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang menjadi kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Ibrahim dan Syaodih (2010 : 108-109) mengatakan metode yang digunakan harus memiliki faktor-faktor berikut. Pertama, kesesuaian dengan tujuan instruksional khusus maupun umum. Kedua, keterlaksanaan dilihat dari waktu dan sarana. Berdasarkan uraian di atas, dalam memilih metode pembelajaran diupayakan agar dapat mewujudkan proses belajar mengajar yang bermakna dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif. Selain itu, tujuan instruksional menjadi titik akhir proses pembelajaran.

B. Metode Pengelompokan Ide (Clustering) Berbasis Media Gambar Fotografi
1. Metode Pengelompokan Ide (clustering) a. Pengertian Metode Pengelompokan Ide (clustering)
Pengelompokan ide (clustering) merupakan salah satu metode dalam buku Quantum Learning yang memberikan kiat-kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses yang dapat menghemat waktu, mempertajam pemahaman dan daya ingat dan membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Strategi ini dirancang untuk menyemarakkan kelas dan membentuk suasana pengalaman belajar aktif dan menakjubkan.
Pengelompokan ide (clustering) dalam buku Quantum Learning yang dikemukakan oleh Bobbi Deporter dan Mike Hernacki bertolak pada konsep suggestopedia (eksperimen seorang ahli pendidikan berkebangsaan Bulgaria bernama Dr. Georgi Lozanov), bahwa pada prinsipnya sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar (DePorter, 1999 : 14). Teknik pengelompokan ide merupakan salah satu bentuk spesifikasi dari tiga teknik yang disebut Hernowo (2004) sebagai menulis sinergis, di samping teknik menulis cepat dan teknik menunjukkan bukan memberitahukan.
Mengingat pentingnya pembelajaran menulis ini, diperlukan strategi yang tepat dalam pembelajarannya. Menurut Weinstein dan Meyer (Trianto, 2007 : 143) pengajaran yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana berpikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Oleh karena itu, strategi belajar dalam pembelajaran adalah strategi yang dapat membantu siswa untuk berpikir dan memahami materi.
Metode yang dipandang efektif adalah metode pengelompokan ide (clustering). Metode ini merupakan cara kreatif bagi siswa untuk menghasilkan berbagai gagasan. Clustering berarti kegiatan mengelompokkan sesuatu. Teknik clustering adalah teknik menulis dengan cara mengelompok-kelompokkan ide dengan bantuan gambar. Teknik ini dikembangkan oleh Dr. Rico dengan berpijak pada teknik "mind mapping" (pemetaan pikiran) yang ditemukan oleh Tony Buzan. Cara mengoperasikan teknik ini berlandaskan temuan Roger Sperry yang menunjukkan kepada kita bahwa ada dua belahan otak di kepala kita yang masing-masing belahan tersebut berfungsi secara sangat berbeda. Kedua belahan itu disebut belahan otak kiri (left hemisphere) yang suka ketertiban dan bersimbolkan teks dan belahan otak kanan (right hemisphere) yang suka kebebasan dan bersimbolkan gambar.
Istilah pengelompokan ide (clustering) ini dikemukakan oleh Gabriele Lusser Rico. Rico (Hernowo, 2003 : 142) menyatakan bahwa bagian paling sulit dalam menulis adalah sulitnya menuangkan ide ke dalam tulisan, tidak mengetahui apa yang akan ditulis, yaitu apa temanya, dan bagaimana memulainya. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kesulitan ini, antara lain dengan membuat pengelompokan ide (clustering). Setiap orang memiliki ide dalam benaknya, yang sulit adalah menuangkannya dalam tulisan. Dengan membuat pengelompokan ide (clustering), Anda dipaksa mengidentifikasi ide-ide pokok dan ide-ide penunjangnya.
Metode ini dapat membantu memilah pemikiran-pikiran kita menjadi logis dan bersistem. Clustering merupakan strategi sebelum menulis untuk menemukan hal yang akan dikembangkan dalam tulisan. Strategi ini dikembangkan oleh Gabriele Lusser Rico. Dalam bukunya, Gabriele menyatakan bahwa clustering sebagai suatu teknik pengajaran menulis yang menekankan pada generalisasi ide-ide.
Pengelompokan ide atau gagasan meliputi asosiasi bebas sebagai suatu arti yang berhubungan dengan gambaran-gambaran dan pemikiran-pemikiran. Sebuah kelompok dapat diawali dengan sebuah kata, mengarah pada kata-kata yang lain dan ungkapan-ungkapan pada pemikiran ide-ide yang terkait pada ide orisinal. Seringkali metode ini tersusun dalam sebuah diagram yang bisa menjadi suatu kerangka yang memuaskan bagi seorang penulis untuk menyusun pola suatu tulisan. Jika siswa kerap berlatih menulis dengan memanfaatkan metode pengelompokan ide (clustering) ini, siswa akan terampil dalam mengembangkan ide-ide. Siswa juga akan dimudahkan dalam merumuskan ide-ide tersebut.
Deporter (2004 : 15) berpendapat bahwa metode pengelompokan ide (clustering) sangat efektif dan menyenangkan, sehingga mampu memberikan sugesti yang positif bagi siswa dalam pembelajaran menulis. Dengan clustering seseorang dapat menemukan apa yang disebut Deporter sebagai " AHA!" yaitu suatu kata dalam cluster memunculkan titik awal ide yang akan ditulis dan desakan untuk menulis terasa tak terbendung lagi. Selain itu, Deporter (2004 : 184) mengatakan bahwa metode clustering dapat digunakan untuk berbagai jenis tulisan dari laporan, esai, proposal, cerita, hingga puisi.
Selanjutnya, DePorter (1999 : 180) memberikan batasan metode pengelompokan ide (clustering) adalah suatu teknik memilah pemikiran-pemikiran yang saling berkaitan dan menuangkannya di atas kertas secepatnya, tanpa mempertimbangkan kebenaran atau nilainya.
Senada dengan DePorter, Ahmadi (1990 : 65) menyatakan bahwa clustering adalah suatu jenis teknik pengumpulan gagasan, dengan asosiasi bebas mengenai satu kata atau konsep yang menghasilkan informasi yang dihubungkan, tetapi tidak dihalangi oleh struktur.
Sedikit berbeda dengan kedua pendapat di atas, Miriam (2004) dalam bukunya Daripada Bete Nulis Aja menyatakan bahwa metode clustering atau pengelompokan adalah teknik yang dapat membantu "mengembangkan" tulisan dengan berbagai cara sekaligus dengan mengambil suatu gagasan dan membuat percabangannya ke berbagai arah.
Ada dua prinsip penting yang harus diingat dalam melakukan pengelompokan (clustering). Pertama, belum dipikirkan ide-ide yang dihasilkan itu benar atau salah, penting tidak penting, dapat dipraktikkan atau tidak, dan sebagainya. Yang terpenting dalam proses ini adalah pengumpulan ide-ide yang berkaitan dengan topik itu sebanyak-banyaknya. Kedua, terjadinya tumpang tindih ide dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena memang belum dievaluasi. Nanti akan dipikirkan kembali sekaligus ide-ide yang terkumpul itu akan dievaluasi dalam kesempatan berikutnya (Darmadi, 1996 : 43).

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI DUKUNGAN PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR (PGTK)

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI DUKUNGAN PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR (PGTK)

(KODE : PTK-0106) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI DUKUNGAN PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu bangsa bukan hanya dilihat dari semakin canggihnya teknologi yang digunakan tetapi ilmu pengetahuan juga sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menuntut setiap orang untuk terus menerus melakukan peningkatan diri dalam mengimbangi hal tersebut. Penguasaan berbahasa merupakan salah satu hal yang penting sebagai modal untuk sumber daya manusia yang berkualitas. Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa merupakan sistem dimana kita menambah pengetahuan yang kita akumulasikan melalui pengalaman dan belajar. Dengan kata lain, bahasa seseorang mencerminkan pikirannya, semakin trampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya.
Berbahasa bagi anak juga sangat penting, kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Sebagai alat sosialisasi, bahasa merupakan suatu cara untuk merespon orang. Menurut Jamaris (2005 : 30) aspek-aspek yang berkaitan dengan perkembangan bahasa anak diantaranya : 1. Kosakata; 2. Sintaksis (tata bahasa); 3. Semantik (penggunaan kata sesuai dengan tujuannya); 4. Fonem (satuan bunyi terkecil yang membedakan kata).
Masih menurut Jamaris (2005 : 32) karakteristik kemampuan bahasa anak usia lima sampai enam tahun diantaranya : 
Anak sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata, lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut : warna, ukuran, bentuk, rasa, bau, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak permukaan (kasar- halus), anak usia lima sampai enam tahun sudah dapat melakukan peran sebagai pendengar yang baik, dapat berpartisipasi (anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan) dalam suatu percakapan, selain itu percakapan yang dilakukan oleh anak usia lima sampai enam tahun telah menjangkau berbagai komentarnya terhadap apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya, anak sudah dapat melakukan ekspresi diri, menulis, membaca dan berpuisi.
Di dalam perkembangan bahasa anak, keterampilan berbahasa mencakup empat macam bentuk, yaitu : diawali dengan keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan diakhiri dengan keterampilan menulis. Keempat keterampilan itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena memiliki hubungan yang erat antara satu dengan lainnya.
Keterampilan membaca menduduki urutan yang ketiga dalam perkembangan bahasa anak, namun tidak menutup kemungkinan perkembangan bahasa anak itu dapat berbeda-beda. Membaca dini merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbahasa, adapun pendapat dari Plaum dan Steinberg (Tampubolon, 1993 : 64) yang dapat dilihat dari tanda-tanda kesiapan membaca dini, dikemukakan dalam bentuk pertanyaan : 
1. Apakah anak sudah dapat memahami bahasa lisan ?
2. Apakah anak sudah dapat mengujarkan kata-kata dengan jelas ?
3. Apakah anak sudah dapat mengingat kata-kata ?
4. Apakah anak sudah dapat mengujarkan bunyi huruf ?
5. Apakah anak sudah menunjukkan minat membaca ?
6. Apakah anak sudah dapat membedakan dengan baik ?
Membaca adalah sebuah jendela yang membuat seseorang bisa menelaah dan mengetahui segala sesuatu yang dimiliki orang lain dengan cara yang sangat mudah dan sederhana, membaca merupakan kebutuhan yang sangat pokok dan prinsip dalam kehidupan kita pada zaman modern ini. Bagi manusia, membaca menempati posisi dan kedudukan yang sangat penting dalam hidupnya. Membaca merupakan sarana manusia untuk belajar dan mengajar, dengan membaca seseorang dapat memperoleh banyak pengetahuan. Membaca harus dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari dan sedini mungkin, karena apabila tidak dibiasakan untuk membacakan buku sejak dini atau tidak dibiasakan membaca buku sejak dini dapat berpengaruh pada masa depannya.
Keterampilan berbahasa anak, khususnya membaca dini dapat berkembang secara optimal apabila lingkungan dimana anak tersebut berada dapat ikut serta menstimulasinya. Menurut Dhieni (2005 : 5.14) faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca diantaranya : 
1. Motivasi
Faktor motivasi akan menjadi pendorong semangat anak untuk membaca. Dalam hal ini ada motivasi intrinsik, yaitu yang bersumber pada anak itu sendiri dan motivasi ekstrinsik, yang sumbernya terletak di luar anak itu.
2. Lingkungan keluarga
a. Interaksi interpersonal, yang terdiri atas pengalaman-pengalaman baca tulis bersama orang tua, saudara, dan anggota keluarga lain di rumah
b. Lingkungan fisik, mencakup bahan-bahan bacaan di rumah.
c. Suasana yang penuh perasaan (emosional) dan memberikan dorongan (motivasional) yang cukup hubungan antar individu di rumah, terutama yang tercermin pada sikap membaca.
3. Bahan bacaan
Minat baca serta kemampuan membaca seseorang juga dipengaruhi oleh bahan bacaan. Bahan bacaan yang terlalu sulit untuk seseorang dapat mematikan selera untuk membaca. Bagi anak, penyajian bahan bacaan disertai dengan gambar-gambar yang menarik. Gambar lebih dominan daripada tulisan.
Pengembangan berbahasa, khususnya membaca pada anak dapat dilakukan secara konseptual, perlu diperhatikan beberapa butir teori yang berkaitan dengan perolehan kemampuan membaca.
Menurut Morrow (Dhieni, 2005 : 5.15) teori-teori tersebut diantaranya : membaca dipelajari melalui interaksi dan kolaborasi sosial artinya dalam proses pembelajaran membaca dan menulis situasi kelompok kecil memegang peranan penting, anak belajar membaca sebagai hasil pengalaman kehidupan, anak mempelajari keterampilan membaca bila mereka melihat tujuan dan kebutuhan proses membaca, membaca dipelajari melalui pembelajaran keterampilan langsung, kemampuan membaca melalui beberapa tahap.
Menurut Holdoway (Dhieni, 2005 : 5.16) menyatakan ada empat proses yang memungkinkan anak mempelajari kemampuan membaca. Pertama, pengamatan terhadap perilaku membaca, yaitu dengan dibacakan atau melihat orang dewasa membaca. Kedua, kolaborasi yaitu menjalin kerjasama dengan individu yang memberikan dorongan motivasi dan bantuan bila diperlukan. Ketiga, proses yaitu anak mencobakan sendiri apa yang sudah dipelajarinya. Keempat, unjuk kerja, yaitu dengan berbagi apa yang sudah dipelajari dan mencari pengakuan dari orang dewasa.
Pengembangan bahasa anak pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : faktor internal (diri anak itu sendiri) serta faktor eksternal, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekitar, maupun lingkungan kelas yang baru tempat anak bermain di Taman Kanak-kanak. Taman Kanak-kanak sebagai salah satu lembaga pendidikan untuk anak usia empat sampai enam tahun wajib memberikan fasilitas dalam mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara optimal, salah satunya adalah membaca dini. Taman Kanak-kanak merupakan taman bermain bagi anak, dimana dalam bermainnya itu anak mendapatkan pembelajaran dan pengalaman yang bermakna. Strategi yang digunakan dalam mengembangkan kemampuan membaca dini adalah dengan pendekatan pengalaman berbahasa yang menerapkan konsep DAP (Developmentally Appropriate Practice). Pendekatan ini disesuaikan dengan karakteristik anak di Taman Kanak-kanak, yakni melalui bermain dengan menggunakan metode mengajar yang tepat untuk mengembangkan kemampuan membaca dini serta melibatkan anak dalam kegiatan yang dapat memberikan berbagai pengalaman bagi anak.
Selain metode yang digunakan, perlu diperhatikan pula motivasi dan minat anak dalam kemampuan membaca dini, karena faktor tersebut mempengaruhi perkembangan membaca anak. Metode memang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak tetapi media juga sangat diperlukan kegunaannya, karena dengan menggunakan media dapat membantu pendidik dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran adalah sebagai alat pembelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima sehingga apa yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Secara sederhana, media pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu : media visual, media audio dan media audiovisual.
Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat, media visual terdiri atas media yang diproyeksikan (projected visual), seperti media proyeksi diam misalnya gambar diam (still pictures) dan proyeksi gerak misalnya gambar bergerak (motion pictures). Selain itu media yang tidak dapat diproyeksikan (non-projected visual), contohnya : media gambar diam/mati, media grafis, media model, dan media realita.
Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan anak untuk mempelajari isi tema. Contohnya yaitu : program kaset suara dan program radio. Media audiovisual merupakan kombinasi dari media audio dan media visual atau biasa disebut media pandang-dengar. Contoh dari media audio visual ini di antaranya program televisi/video pendidikan/instruksional, program slide suara.
Media gambar merupakan salah satu jenis media grafis yang termasuk pada media visual. Media gambar sebagai media pembelajaran yang terhitung lebih murah apabila dibandingkan dengan slide, film, ataupun VCD pembelajaran. Media gambar sebagai media yang mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan kuat melalui suatu kombinasi pengungkapan kata-kata dan gambar-gambar.
Menurut Sadiman (1996 : 29) media gambar memiliki beberapa kelebihan daripada yang lain, diantaranya : 
"Sifatnya konkrit, (gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata), gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita, dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman, selain itu murah harganya dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus."
Pada dasarnya media gambar dapat mewakili berbagai aneka ragam bentuk yang ada dalam kehidupan sehari-hari, baik itu tentang binatang, tumbuhan, ataupun benda lainnya yang disertai dengan sedikit tulisan, tujuannya untuk menunjukkan makna dari gambar tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan di TK X kelompok B kondisi objektif kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B masih belum optimal, hal ini terlihat dari hasil pengamatan terhadap anak dan hasil wawancara dengan guru kelas. Anak ragu-ragu dalam menyebutkan huruf antara huruf vokal dan huruf konsonan yang ditunjuk oleh guru, anak belum bisa membedakan huruf yang ditunjuk dan diperintahkan guru dalam mengucapkannya, seperti 'd' atau 'b' dan 'p' atau 'q', anak tidak dapat menyebutkan simbol-simbol huruf awal yang dikenal pada kata 'Apel', 'Ikan', 'Unta', 'Ember', 'Obor', 'Domba', 'Flamingo', 'Gitar', 'Harimau', 'Jerapah', 'Pisang', 'Nanas'. Bahkan masih ada anak yang belum bisa membaca dan menuliskan namanya sendiri.
Metode pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak yang digunakan guru kurang bervariasi, yang digunakan hanya ceramah dan tanya jawab. Anak kurang aktif dalam proses pembelajaran, terlihat pasif dan hanya menjawab apabila guru bertanya.
Di sisi lain orangtua anak TK X mengharapkan bahwa anak-anaknya harus bisa membaca dan menulis ketika akan memasuki Sekolah Dasar, hal ini membuat guru kelas berusaha mencari jalan keluar yang tepat agar stimulasi yang diberikan benar-benar sesuai dengan usia perkembangan anak. Hal ini harus disadari dan dipahami betul bagaimana caranya supaya kemampuan membaca dini pada anak dapat meningkat. Namun harus diperhatikan pula metode yang tepat dalam penyampaiannya sesuai dengan karakteristik usia perkembangan anak. Serta hams diperhatikan pula faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca dini anak Taman Kanak-kanak.
Durkin (Tampubolon, 1991 : 63) telah mengadakan penelitian tentang pengaruh membaca dini pada anak-anak. Dia menyimpulkan bahwa tidak ada efek negatif pada anak-anak dari membaca dini. Anak-anak yang telah diajar membaca sebelum masuk SD pada umumnya lebih maju di sekolah dari anak-anak yang belum pernah memperoleh membaca dini. Hasil diskusi dengan guru kelas, alternatif yang diambil adalah salah satunya dengan menggunakan media gambar dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca dini anak TKA Al-Hi day ah.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk membahas lebih jauh melalui skripsi ini dengan judul "MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR".

B. Rumusan Masalah
Atas dasar permasalahan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana meningkatkan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B melalui penggunaan media gambar ?". Secara lebih rinci rumusan masalah dalam penelitian ini dituangkan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi objektif kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B sebelum menggunakan media gambar ?
2. Bagaimana langkah-langkah penggunaan media gambar dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B ?
3. Bagaimana peningkatan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B setelah menggunakan media gambar ?

C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B melalui penggunaan Media gambar.
Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 
1. Mengetahui kondisi objektif kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B sebelum menggunakan media gambar
2. Mengetahui langkah-langkah penggunaan media gambar dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B
3. Mengetahui peningkatan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B setelah menggunakan media gambar

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah keilmuan tentang penggunaan media gambar dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak usia Taman Kanak-kanak.
Selain itu manfaat penelitian secara praktis adalah sebagai berikut : 
1. Bagi Kepala Sekolah
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu dan perbaikan kemampuan membaca dini pada anak di Taman Kanak-kanak.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi kepala sekolah dalam mengembangkan pengajaran kemampuan membaca dini pada anak.
2. Guru
a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan dalam mengembangkan program pembelajaran kemampuan membaca dini pada anak Taman Kanak-kanak.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru atau pendidik dalam memilih metode pembelajaran kemampuan membaca dini yang menyenangkan pada anak.
3. Bagi Anak
a. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca dini pada anak di TK X dengan menggunakan media gambar. 
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suasana yang baru dalam kegiatan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dini anak.