Search This Blog

Showing posts with label menanamkan budi pekerti. Show all posts
Showing posts with label menanamkan budi pekerti. Show all posts

SKRIPSI PENDIDIKAN PKN POLA PEMBINAAN BUDI PEKERTI ANAK DI PANTI ASUHAN

(KODE : PEND-PKN-0011) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN POLA PEMBINAAN BUDI PEKERTI ANAK DI PANTI ASUHAN

contoh skripsi pendidikan pkn

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini di tengah-tengah masyarakat sedang berlangsung krisis dalam segala aspek kehidupan antara lain kemiskinan, kebodohan, kezaliman, penindasan, ketidakadilan, kemerosotan moral, meningkatnya tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Kenyataan yang dapat kita lihat saat ini, bahwa generasi muda yang menjadi tumpuan harapan bangsa sangat jauh dari sosok generasi dambaan, mulai dari perilaku siswa, mahasiswa sampai demonstrasi yang bersifat anarkis dan para buruh kerja yang menuntut dinaikkannya gaji serta tunjangan mereka.
Dalam kehidupan masyarakat, keluarga memiliki peran yang sangat besar karena keluarga mempunyai fungsi penting di dalam kelangsungan kehidupan bermasyarakat. Fungsi penting ini dapat dilihat pada peranan keluarga untuk melakukan sosialisasi yang bertujuan mendidik warga masyarakat (anak) agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Keluarga mempunyai peran penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mengenal niai-nilai kebudayaan dari anggota-anggotanya (keluarganya). 
Menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Supriyoko, 2000 : 6) pendidikan keluarga adalah tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan sosial dan budi pekerti sebagai bekal hidup bermasyarakat. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang dilaksanakan dalam suatu keluarga. Pendidikan keluarga merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan keluarga dapat memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral, dan aturan-aturan pergaulan, keterampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.
Pendidikan moral dalam keluarga dapat menjadi basis awal pendidikan budi pekerti yang dapat melatih perbuatan, ucapan, dan cara pikir anak yang bersifat positif, dengan tujuan agar anak tetap berbuat baik dan tidak melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi sesama. Dalam keluarga-keluarga yang harmonis, anak akan cenderung berperilaku positif dan sebaliknya dalam keluarga yang tidak harmonis (broken home), anak akan berperilaku negatif.
Masa yang penting dan paling kritis dalam pendidikan anak adalah tahun-tahun pertama dalam kehidupan anak (usia pra-sekolah) karena pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tidak mudah hilang atau berubah. Dari sini, anak diwariskan norma-norma atau aturan-aturan serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Anak dilatih untuk mengenal, menghargai serta mengikuti norma hidup masyarakat melalui kehidupan dalam keluarga. Disini keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat karena keluarga merupakan pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan masa depan anak.
Anak merupakan faktor penting dalam pembangunan bangsa dan negara karena anak merupakan generasi penerus perjuangan yang akan menghadapi tantangan masa depan. Anak adalah karunia Allah SWT yang tidak dapat dinilai dengan apapun dan dia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tuanya. Dalam Hadis Riwayat Bukhari Rasul SAW bersabda bahwa : 
"Tiap anak yang dilahirkan keadaannya masih suci (fitrah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Bukhari)" (Bukhari dalam Ulwan, 2007 : 187).
Dalam hadis di atas menjelaskan betapa besar pengaruh pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya, orang tua bisa menentukan keadaan anaknya kelak di masa datang. Oleh karena itu, seharusnya para orang tua bersungguh-sungguh dan berhati-hati dalam mendidik anak. Orang tua sangat berperan dalam meletakkan dasar perilaku bagi anak-anaknya. sikap dan perilaku serta kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anak yang kemudian semua itu akan diresapi dan secara sadar atau tidak semua yang dilihat anak akan menjadi kebiasaan. hal ini disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain.
Pada masa sekarang ini, dapat kita lihat banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya, sehingga anak harus putus sekolah. Akibatnya kebodohan dan tindak kriminal menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Anak yang tidak mampu sekolah ini muncul di jalanan menjadi pengemis, pengamen maupun pedagang asongan. Bahkan, banyak dari mereka menjadi pelaku tindak kriminal, mencopet, terlibat narkoba, mabuk-mabukan, pembunuhan dan perbuatan asusila lainnya.
Sebagai generasi penerus yang sedang berkembang, anak sangat membutuhkan pengarahan, perhatian dan pendamping dalam menjalani hidupnya agar tetap terarah pada jalur yang benar. Disini keutuhan keluarga sangat diperlukan karena kehadiran orang tua memungkinkan adanya rasa kebersamaan sehingga memudahkan orang tua untuk mewariskan nilai-nilai moral yang ditaati dalam berperilaku di masyarakat.
Keadaan tersebut diatas, akan berbeda bagi anak yang tidak mempunyai keluarga secara utuh atau disorganisasi keluarga seperti perceraian kedua orang tua, masalah ekonomi keluarga, meninggalnya salah satu atau kedua orang tua yang menyebabkan terputusnya interaksi sosial antara orang tua dan anak. Akibatnya, anak menjadi kurang mendapat perhatian dan pendidikan terabaikan.
Anak yang mempunyai orang tua lengkap akan merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Berbeda dengan anak yang kehilangan orang tua, mereka akan cenderung murung, merasa tidak ada yang memperhatikan dan merasa bahwa masa depannya tidak jelas. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk anak-anak yang telah kehilangan salah satu atau kedua orang tua mereka adalah dengan di masukkan ke dalam suatu lembaga sosial yaitu panti asuhan, guna membantu meningkatkan kesejahteraan anak dengan cara mendidik, merawat, membimbing, dan mengarahkan seperti yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga.
Panti asuhan merupakan salah satu lembaga perlindungan anak yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap anak-anak sehingga anak dapat hidup dengan normal sesuai dengan usianya. Selain itu panti asuhan juga merupakan suatu lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memberikan kesempatan pada anak telantar untuk dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Panti Asuhan X berdiri untuk meningkatkan kesejahteraan sosial anak yatim, piatu, dan yatim piatu dan menjadikan mereka anak yang sholih-sholihah. Anak yang di tampung dalam panti asuhan tersebut adalah anak yatim, piatu dan yatim piatu. Jumlah anak yang ada di panti asuhan ada 28 anak yang terdiri dari 22 putri dan 6 laki-laki yang semuanya di sekolahkan oleh pihak panti. Panti asuhan berfungsi sebagai lembaga sosial dimana dalam kehidupan sehari-hari anak asuh, dididik, dibimbing, diarahkan dan diberi kasih sayang sebagai keluarga pengganti bagi anak.
Panti Asuhan bertujuan memberikan pelayanan kesejahteraan kepada semua anak yang ada di panti dengan kebutuhan fisik, psikologi, mental dan keterampilan. Dalam hal ini pembinaan mental agama dan kepribadian merupakan salah satu pendidikan pokok bagi anak, karena dengan pembinaan agama dan kepribadian anak akan dapat membedakan sesuatu yang benar dan salah.
Salah satu bentuk pembinaan budi pekerti di panti, diharapkan anak dapat menjadi anggota masyarakat yang sholih-sholihah, berakhlak mulia, mampu hidup layak, disiplin dan mematuhi norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka peneliti menyusun skripsi yang berjudul "POLA PEMBINAAN BUDI PEKERTI ANAK DI PANTI ASUHAN X".
SKRIPSI PERAN GURU DAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN BUDI PEKERTI PADA ANAK USIA DINI

SKRIPSI PERAN GURU DAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN BUDI PEKERTI PADA ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0063) : SKRIPSI PERAN GURU DAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN BUDI PEKERTI PADA ANAK USIA DINI



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses tiada henti sejak manusia dilahirkan hingga akhir hayat. Bahkan banyak pendapat mengatakan bahwa pendidikan sudah dimulai sejak manusia masih berada dalam kandungan (pre-natal). Pastinya proses pendidikan akan dan harus dialami dan dijalani oleh setiap manusia di setiap waktu.
Masa anak usia dini adalah salah satu fase yang dijalani oleh manusia. Masa ini merupakan masa pendidikan yang terfokus pada psikomotorik anak serta penanaman akhlak dan sikap hidup anak didik. Di masa kanak-kanak, anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Untuk itu, peranan orang tua dengan memberikan teladan berupa budi pekerti yang baik akan membantu proses belajar anak. Kesan-kesan yang baik, yang diberikan orang tua kepada anak akan membantu mendorong berkembangnya kepribadian anak ke arah yang baik.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sekolah adalah fase kedua dari pendidikan pertama dalam keluarga, karena pendidikan pertama dan utama diperoleh anak dari keluarganya. Pada masa inilah peletakan pondasi belajar harus tepat dan benar.
Dalam perkembangannya, seorang anak selain membutuhkan perhatian dari keluarga dan sekolah juga membutuhkan perhatian dari lingkungan masyarakat. Lingkungan ini nantinya akan memberi pengaruh terhadap perkembangan jiwa anak. Seperti yang diungkapkan oleh Suhartono (2008 : 50) bahwa lingkungan masyarakat adalah kegiatan pendidikannya berpusat pada bimbingan potensi moral. Masyarakat secara kodrat bertanggung jawab atas pencerdasan emosional. Peran masyarakat terhadap pendidikan amat menentukan. Tanpa pelibatan masyarakat, pendidikan sekolah tidak bisa berlangsung. Oleh sebab itu, agar peran masyarakat terhadap pendidikan lebih efektif, setiap faksi sosial perlu membangun kembali visinya dengan menanamkan kependidikan sebagai landasan dasar kemajuan. Bahwa kemajuan kehidupan masyarakat tanpa spirit pendidikan tidaklah mungkin. Karena pendidikan pada hakikatnya adalah upaya mempertumbuhkan nilai kemanusiaan. Jika nilai kemanusiaan tumbuh, maka tidak mungkin terjadi kerusakan moral, kerusakan alam, dam kerusakan spiritual (Suhartono, 2008 : 52).
Pendidikan anak usia dini perlu dilakukan dengan terarah ke pengembangan segenap aspek pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak serta dilaksanakan secara terintegrasi dalam suatu kesatuan program yang utuh dan proporsional. Secara makro, prinsip ini juga memiliki makna bahwa penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (PAUD) dilakukan secara terintegrasi dengan si stem sosial yang ada di masyarakat dan menyertakan segenap komponen masyarakat sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangannya. Hal ini memerlukan keselarasan antara pendidikan yang dilakukan dalam berbagai lembaga; keluarga, sekolah dan masyarakat (Siti Aisyah, dkk., 2008 : 1.23).
Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini di negara maju telah berlangsung lama sebagai bentuk yang berbasis masyarakat (community based education), akan tetapi gerakan untuk menggalakkan pendidikan ini di Indonesia baru muncul beberapa tahun terakhir. Hal ini didasarkan akan pentingnya pendidikan untuk anak usia dini dalam menyiapkan manusia Indonesia seutuhnya (MANIS) serta membangun masa depan anak-anak dan masyarakat Indonesia seluruhnya (MASIS). Namun sejauh ini jangkauan pendidikan anak usia dini masih terbatas dari segi jumlah maupun eksistensinya, misalnya; penitipan anak dan kelompok bermain masih terkonsentrasi di kota-kota. Padahal bila dilihat dari tingkat kebutuhannya akan perlakuan sejak dini, anak-anak usia dini di pedesaan dan dari keluarga miskin jauh lebih tinggi guna mengimbangi miskinnya rangsangan intelektual, sosial dan moral dari keluarga dan orang tua.
Pemerintah telah menunjukkan kemauan politiknya dalam membangun sumber daya manusia sejak dini. Seperti yang disampaikan Ibu Megawati Soekarno Putri (Wakil Presiden saat itu) saat membuka Konferensi Pusat I Masa Bakti VII Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia. Beliau menegaskan pentingnya pendidikan anak usia dini dalam konsep pembinaan dan pengembangan anak dihubungkan pembentukan karakter manusia seutuhnya. Lebih jauh lagi beliau menyatakan sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan bagi anak usia dini merupakan basis penentu pembentukan karakter manusia Indonesia di dalam kehidupan berbangsa.
Pernyataan ini menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting bagi kelangsungan bangsa dan perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pendidikan anak usia dini merupakan strategi pembangunan sumber daya manusia harus dipandang sebagai titik sentral mengingat pembentukan karakter bangsa dan kehandalan SDM (sumber daya manusia) ditentukan sebagaimana penanaman sejak usia dini. Pentingnya pendidikan pada masa ini sehingga sering disebut dengan masa usia emas (the golden age).
Dalam merealisasikan upaya tersebut pemerintah berupaya keras untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah telah menerapkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan, salah satunya standar nasional pendidikan yang dinilai paling berperan terhadap peningkatan mutu pendidikan adalah standar pendidik dan standar kependidikan. Standar pendidik dan tenaga kependidikan mencakup jalur pendidikan formal dan pendidikan non formal. Semua upaya pemerintah tersebut dimaksudkan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Adapun tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam hal ini menekankan pada peningkatan kualitas manusia. Ngalim Purwanto (2006 : 37), menegaskan bahwa hal tersebut didasarkan atas tuntutan perkembangan kehidupan masyarakat dan negara dalam pengembangan ilmu dan teknologi yang sangat diperlukan dalam kehidupan dunia yang sedang mengalami era industrialisasi, informasi dan globalisasi. Dalam mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, maka diupayakanlah suatu penyelenggaraan pendidikan yang bersifat formal mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Segala aktivitas yang berlangsung di dalamnya memerlukan sarana dan prasarana yang memadai seperti pendidik yang kompeten, laboratorium dan perpustakaan yang baik.
Ki Hajar Dewantara, selaku Bapak Pendidikan Indonesia menegaskan bahwa : "Pendidikan harus dilakukan secara kooperatif antara keluarga, terpenting, karena kelurga lah pondasi utama pembentukan Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ)”.
Bertolak dari latar belakang tersebut, peneliti bermaksud untuk mengupas lebih lanjut pokok persoalan tentang "PERAN GURU DAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN BUDI PEKERTI PADA ANAK USIA DINI (STUDI PADA TAMAN KANAK-KANAK X)".

B. Rumusan Masalah
Untuk membuat permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai dengan titik tekan kajian, maka harus ada rumusan masalah yang benar-benar fokus. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan dalam penelitian ini, tidak melebar dari apa yang dikehendaki. Dari latar belakang yang telah disampaikan di atas, ada beberapa rumusan yang bisa diambil : 
1. Sejauh mana peran guru dan orang tua dalam menanamkan budi pekerti pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X serta di lingkungan keluarga ?
2. Faktor-faktor apakah yang mendorong dan menghambat guru dalam menanamkan budi pekerti pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X ?
3. Faktor-faktor apakah yang mendorong dan menghambat orang tua dalam menanamkan budi pekerti pada anak usia dini di lingkungan keluarga ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan penelitian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui sejauh mana peran guru dan orang tua dalam menanamkan budi pekerti pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X serta di lingkungan keluarga.
2. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat guru dalam menanamkan budi pekerti pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X.
3. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat orang tua dalam menanamkan budi pekerti pada anak usia dini di lingkungan keluarga.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian kualitatif ini meliputi dua, yaitu : 
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi khasanah ilmu, terutama bagi jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dalam memberikan gambaran yang jelas mengenai peran guru dan orang tua dalam mendidik budi pekerti anak usia dini Taman Kanak-kanak.
2. Manfaat Praktis
Bagi orang tua dan guru di Taman Kanak-kanak X, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang dapat digunakan dalam upaya peningkatan pembinaan budi pekerti pada anak usia dini.