Search This Blog

Showing posts with label kemiskinan. Show all posts
Showing posts with label kemiskinan. Show all posts

SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN TINGKAT KESEMPATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA

(KODE : EKONPEMB-039) : SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN TINGKAT KESEMPATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (Muhammad Nasir, dkk, 2008).
Kemiskinan adalah suatu situasi dimana pendapatan tahunan individu di suatu kawasan tidak memenuhi standar pengeluaran minimum yang di butuhkan individu untuk dapat hidup layak di kawasan tersebut. Individu yang hidup dibawah standar pengeluaran minimum tersebut tergolong mi skin, ketika perekonomian berkembang di suatu kawasan, terdapat lebih banyak pendapatan untuk dibelanjakan, yang jika terdistribusi dengan baik diantara penduduk kawasan tersebut akan mengurangi kemiskinan. Dengan kata lain, secara teoritis pertumbuhan ekonomi memainkan peranan penting dalam mengatasi masalah penurunan kemiskinan.
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu : 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Menurut BPS (2011), dan BPS dan Word Bank, 2007 (dalam Basri & Munandar, 2009) seseorang masuk dalam kriteria miskin jika pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan.
Menurut Sharp, et. al. (1996) dalam Kuncoro, 2004 : 157) mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Ketiga, kemiskinan, muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius. Pemerintah sudah melakukan berbagai macam program penanggulangan kemiskinan antara lain IDT (Inpres Desa Tertinggal), P2SDT, PPK, P2KP, PDMDKE, PARUL dan PESM (Kuncoro, 2004).
Proses pembangunan memerlukan pendapatan nasional yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan yang tetap adalah pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan (Wongdesmiwati, 2009).
Menurut Boediono (1985) dalam Kuncoro (2004), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin. Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja yaitu sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal (Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2008).
Pertumbuhan ekonomi, yang diukur dengan berkembangnya produksi barang dan jasa atau Pendapatan Nasional sangat diperlukan, karena kedua faktor yang sangat menentukan yaitu tambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai hasil pembangunan itu sendiri, sehingga masyarakat membutuhkan semakin banyak barang dan jasa, baik itu barang privat maupun barang publik (Irawan & Suparmoko, 2002).
Perekonomian saat ini sudah semakin pulih, yang di tunjukkan semakin membaiknya kondisi makro ekonomi nasional, namun masih banyak permasalahan mendasar tentang belum tertangani secara berarti. Masalah relatif tingginya angka kemiskinan merupakan masalah kritikal yang memerlukan perhatian khusus. Beberapa tahun terakhir, jumlah penduduk miskin menunjukkan peningkatan, yang dikarenakan belum optimalnya pertumbuhan ekonomi. Selama beberapa tahun terakhir terjadi kesenjangan yang signifikan antara desa dan kota, dimana tingkat kemiskinan di desa selalu lebih besar dari kemiskinan di kota relatif persistennya kemiskinan di pedesaan berarti bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus, atau bisa juga disebut gejala ketidakseimbangan antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia, jumlah uang yang beredar lebih besar dibanding dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia. Kemiskinan merupakan masalah ekonomi global paling mendesak saat ini, terutama di negara-negara berkembang. Di Indonesia, jumlah orang miskin tidak banyak berkurang dalam tiga puluh tahun terakhir. Dalam kurun waktu yang panjang tersebut, jelas sekali bahwa pengentasan kemiskinan belum mencapai hasil yang diharapkan. Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya hambatan dalam struktural dalam perekonomian.
Tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Indonesia akan mempengaruhi tingkat kesempatan kerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi pada tingkat pengangguran. Tingkat kesempatan kerja merupakan rasio antara jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja (Kuncoro, 2004 : 153). Nilai rasio "kesempatan kerja" tersebut dalam pengertian adanya "lowongan kerja", tetapi indikator ini dimaksudkan untuk merefleksikan tingkat penyerapan terhadap angkatan kerja.
Hampir semua negara di dunia ini termasuk indonesia tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup menampung angkatan kerjanya.
Bukan hanya negara berkembang yang tidak mampu menyediakan lapangan kerja, tetapi juga negara-negara maju. Kurangnya lapangan pekerjaan merupakan masalah yang harus di tangani dengan sungguh-sungguh alasannya, bekerja atau tidak bekerjanya seseorang berhubungan langsung dengan kesempatan orang mencari nafkah. Kesempatan kerja adalah tersedianya lapangan kerja bagi angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan. Semakin sedikitnya kesempatan kerja maka akan meningkatkan pengangguran. Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru. Sedangkan tingkat pengangguran adalah perbandingan antara jumlah pengangguran dan jumlah angkatan kerja dalam bentuk persentase. (Indriamadia, 2011)
Pasca krisis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2000 sebesar 4.92%, ternyata kondisi ini belum mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap tambahan angkatan kerja yang muncul sekitar 2,5 juta setiap, akibatnya jumlah pengangguran meningkat, sebesar 9,76 juta orang tahun 2001-2004. Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran mengakibatkan jumlah penduduk miskin belum dapat diturunkan setelah pasca krisis, tercatat bahwa tahun 2002 penduduk miskin sebesar 38,4 juta jiwa dimana angka ini lebih besar jika dibandingkan sebelum krisis, yaitu sebesar 34,5 juta jiwa pada tahun 1996 (BPS, 2002).
Cutler dan Katz (1991) menganalisis tentang pengaruh dari variabel-variabel ekonomi makro seperti inflasi, pengangguran dan variable-variabel demografis terhadap kemiskinan. Dalam penelitiannya Cutler dan Katz (1991) menemukan bahwa inflasi memberikan pengaruh yang relatif kurang signifikan, sedangkan pengangguran memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap tingkat kemiskinan. Tetapi Powers (1995) menemukan bahwa inflasi memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap consumption poverty rate.
Untuk itu mengacu dari latar belakang masalah yang telah di sampaikan diatas, peneliti akan menganalisis masalah kemiskinan ini dengan judul "PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN TINGKAT KESEMPATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA".

TESIS ANALISIS PRO POOR GROWTH DI INDONESIA MELALUI IDENTIFIKASI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

TESIS ANALISIS PRO POOR GROWTH DI INDONESIA MELALUI IDENTIFIKASI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

(KODE : PASCSARJ-0248) : TESIS ANALISIS PRO POOR GROWTH DI INDONESIA MELALUI IDENTIFIKASI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN DAN KEMISKINAN (PROGRAM STUDI : EKONOMI KEBIJAKAN PUBLIK)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan adalah pengurangan tingkat kemiskinan yang dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi dan/atau melalui redistribusi pendapatan (Kakwani dan Son, 2003). Hal ini dilandasi pada teori trickle-down effect yang dikembangkan pertama kali oleh Arthur Lewis (1954) dan diperluas oleh Ranis dan Fei (1968). Teori tersebut menjadi salah satu topik penting di dalam literatur mengenai pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang (Least Develop Countries/LDCs) pada dekade 1950-an dan 1960-an.
Teori trickle-down effect menjelaskan bahwa kemajuan yang diperoleh oleh sekelompok masyarakat akan sendirinya menetes ke bawah sehingga menciptakan lapangan kerja dan berbagai peluang ekonomi yang pada gilirannya akan menumbuhkan berbagai kondisi demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi yang merata. Teori tersebut mengimplikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh aliran vertikal dari penduduk kaya ke penduduk miskin yang terjadi dengan sendirinya. Manfaat pertumbuhan ekonomi akan dirasakan penduduk kaya terlebih dahulu, dan kemudian pada tahap selanjutnya penduduk miskin mulai memperoleh manfaat ketika penduduk kaya mulai membelanjakan hasil dari pertumbuhan ekonomi yang telah diterimanya. Dengan demikian, maka pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan angka kemiskinan merupakan efek tidak langsung oleh adanya aliran vertikal dari penduduk kaya ke penduduk miskin. Hal ini berarti juga bahwa kemiskinan akan berkurang dalam skala yang sangat kecil bila penduduk miskin hanya menerima sedikit manfaat dari total manfaat yang ditimbulkan dari adanya pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini dapat membuka peluang terjadinya peningkatan kemiskinan sebagai akibat dari meningkatnya ketimpangan pendapatan yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih memihak penduduk kaya dibanding penduduk mi skin.
Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berdampak positif bagi pengurangan kemiskinan bilamana pertumbuhan ekonomi yang terjadi berpihak pada penduduk miskin (pro-poor growth/PPG). Siregar (2006) juga menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan, sedangkan syarat kecukupannya (sufficient condition) adalah pertumbuhan ekonomi tersebut harus efektif dalam mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth with equity). Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya). Adapun secara tidak langsung, hal itu berarti diperlukan pemerintah yang cukup efektif me redistribusi manfaat pertumbuhan.
Kasus di beberapa negara cukup membuktikan kontribusi pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Kesuksesan negara-negara Asia Timur di tahun 1970-an dan 1980-an menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi yang dikombinasi dengan rendahnya ketimpangan pendapatan dapat secara signifikan mengurangi kemiskinan (World Bank, 1993 dalam Cord, 2007). Analisa yang dilakukan oleh Kakwani dan Son (2006) terhadap beberapa negara Asia menunjukkan bahwa selama tahun 1990-an pertumbuhan ekonomi Korea dan Vietnam tergolong pro-poor. Analisa yang menggunakan data panel negara-negara berkembang di tahun 1980-an dan 1990-an juga menunjukkan pentingnya pertumbuhan ekonomi bagi penurunan kemiskinan (Dollar dan Kraay, 2002; Kraay 2005). Terkait dengan hal tersebut, maka saat ini pro-poor growth menjadi salah satu konsep pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara khususnya negara sedang berkembang, dimana pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai salah satu alat untuk mengurangi kemiskinan.
Meskipun hingga sebelum krisis jumlah penduduk miskin selalu mengalami penurunan, namun ketika pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali meningkat ke pertumbuhan positif sebesar 0.79% dan tahun berikutnya kembali meningkat menjadi 4.92 %, kondisi ini belum mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap tambahan angkatan kerja. Akibatnya, jumlah pengangguran meningkat sebesar 9.76 juta orang pada tahun 2001 hingga 2004. Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran mengakibatkan jumlah penduduk miskin belum dapat diturunkan setelah paska krisis, tercatat bahwa pada tahun 2002 penduduk miskin sebesar 38.4 juta jiwa (18.2 persen) dimana angka ini lebih besar jika dibandingkan sebelum krisis, yaitu sebesar 22.5 juta jiwa (11.34 persen) pada tahun 1996. Bahkan sampai pada tahun 2008, persentase penduduk miskin pun masih lebih besar dibanding sebelum krisis ekonomi yaitu 15.4 persen atau 34.54 juta. Dalam kurun waktu yang panjang tersebut, jelas sekali bahwa penanggulangan kemiskinan di Indonesia belum mencapai hasil yang diharapkan. Kondisi kemiskinan ini diperburuk dengan adanya kecenderungan peningkatan ketimpangan pendapatan, paling tidak sejak 2002, saat Indonesia mulai mencoba keluar dari krisis.
Kondisi kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia tersebut bertolak belakang dengan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu 1981 hingga 2008 menunjukkan bahwa Indonesia tergolong mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yaitu hampir mencapai angka 5 persen (4.82 persen). Bahkan selama kurun waktu 1989 hingga 1996, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran angka 7 persen. Kondisi ini terkait dengan konsep pembangunan trickle down effect yang dianut oleh pemerintahan orde baru. Strategi pembangunan yang diterapkan pemerintah saat itu terpusat pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, akselerasi pembangunan yang dilakukan pemerintah paska krisis juga belum menyentuh golongan bawah. Pertumbuhan ekonomi yang mulai meningkat dan mendekati angka 5 persen di tahun 2002, ternyata justru diikuti oleh meningkatnya ketimpangan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi yang mulai meningkat paska krisis pun tidak diikuti oleh penurunan tingkat kemiskinan secara signifikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam konteks kebijakan, penelitian mengenai pro-poor growth di Indonesia melalui analisa pengaruh pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap ketimpangan pendapatan dan tingkat kemiskinan menjadi hal yang menarik dan penting untuk dilakukan. Dengan mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap ketimpangan pendapatan dan tingkat kemiskinan, perencanaan dan kebijakan ekonomi dapat dibuat lebih baik dan lebih terarah. Jika pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama ini ternyata tidak pro-poor (tidak mengurangi ketimpangan dan tingkat kemiskinan secara signifikan), maka pemerintah harus mulai berpikir untuk dapat mengarahkan kebijakannya pada pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi ketimpangan pendapatan dan kemiskinan di Indonesia.

B. Perumusan Masalah
Saat ini pro-poor growth menjadi konsep yang menjadi dasar pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara khususnya di negara sedang berkembang. Sebagai negara berkembang, Indonesia pun seharusnya menerapkan konsep pro-poor dalam pertumbuhan ekonominya. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Indonesia masih dihadapkan pada masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan meskipun pertumbuhan ekonomi yang dicapai tergolong cukup tinggi. Data regional pada tingkat propinsi juga menunjukkan hal yang cukup menarik yaitu terdapat propinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi tingkat kemiskinan pun cenderung sangat tinggi dan terdapat pula propinsi yang pertumbuhan ekonominya tidak terlalu tinggi tetapi tingkat kemiskinannya rendah.
Oleh sebab itu, maka pertanyaan-pertanyaan penting yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : 
1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan ?
2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan ?
3. Apakah pertumbuhan ekonomi di Indonesia pro-poor ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ingin dijawab, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan
2. Menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan
3. Menganalisa keberpihakan pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan.

D. Manfaat Penelitian
Tesis ini diharapkan akan memberikan manfaat, terutama bagi pemerintah sebagai policy maker. Hasil dari tesis ini dapat dijadikan bahan pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan yang ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan yang salah satu alternatifnya bisa distimulasi melalui pertumbuhan ekonomi. Dengan tesis ini diharapkan pemerintah dapat membuat kebijakan penanggulangan kemiskinan yang lebih efektif dan tepat sasaran. Tesis ini juga bermanfaat bagi bidang keilmuan karena akan memperkaya khasanah kajian mengenai pro-poor growth di Indonesia.

MAKALAH PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA

MAKALAH PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran di Indonesia bertambah.
Sampai Agustus 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,14% atau 8,32 juta orang dari jumlah angkatan kerja yang berjumlah 116,53 juta orang. Demikian disampaikan oleh Kepala BPS Rusman Heriawan dalam jumpa pers di kantornya Jalan DR. Soetomo, Jakarta, Rabu (1/12/2010). "Dibandingkan Agustus 2009, jumlah pengangguran di Indonesia semakin berkurang. Pada Agustus 2010 7,14%, sementara di Agustus 2009 7,87%," ujar Rusman. Secara jumlah, total pengangguran di Indonesia pada Agustus 2010 juga menurun, dari 8,96 juta orang di Agustus 2009 menjadi 8,32 juta orang di Agustus 2010. "Penurunannya karena pertumbuhan ekonomi, kalau bagus akan banyak lapangan kerja yang tumbuh. Semua lapangan kerja naik, kecuali pertanian turun 117 ribu orang (0,28%)," ujar Rusman. Selain itu lapangan kerja di sektor transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi juga menurun 500 ribu orang atau 8,16%. Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 mengalami kenaikan terutama di sektor industri sebesar 772 ribu orang (5,91%) dan sektor konstruksi sebesar 748 ribu orang (15,44%). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian sebesar 1,3 juta orang (3,11%) dan sektor transportasi sekitar 198 ribu orang (3,41%). Sektor pertanian, perdagangan, jasa kemasyarakatan dan sektor industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja pada bulan Agustus 2010.Selain masalah di atas, masalah kependudukan yang berhubugan erat dengan pengangguran adalah kemiskinan, Sejak tahun 2002, sebuah tim yang terdiri dari para analis Indonesia dan manca negara, dibawah naungan Program Analisa Kemiskinan di Indonesia (INDOPOV) di kantor Bank Dunia Jakarta, telah mempelajari karakteristik kemiskinan di Indonesia. Mereka telah berusaha untuk mengidentifikasikan apa yang bermanfaat dan tidak bermanfaat dalam upaya pengentasan kemiskinan, dan untuk memperjelas pilihan-pilihan apa saja yang tersedia untuk Pemerintah dan lembaga- lembaga non-pemerintah dalam upaya mereka untuk memperbaiki standar dan kualitas kehidupan masyarakat miskin Makalah mencoba untuk menganalisa sifat multi-dimensi dari pengangguran dan kemiskinan di Indonesia pada saat ini melalui pandangan baru yang didasarkan pada perubahan-perubahan penting yang terjadi di negeri ini selama satu dekade terakhir. Sebelum ini, Bank Dunia telah menyusun Kajian-Kajian Kemiskinan, yaitu pada tahun 1993 dan 2001, namun kajian-kajian tersebut tidak membahas masalah kemiskinan secara mendalam. Kajian ini memaparkan kekayaaan pengetahuan yang dimiliki oleh Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia dan penulis berharap bahwa kajian ini akan menjadi sumbangan penting untuk menghangatkan diskusi kebijakan yang ada dan, pada akhirnya akan membawa perubahan dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan upaya-upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut: Bagaiman Keadaan Pengangguran Dan Kemiskinan Di Indonesia Serta Apa Saja Kebijakan Untuk Mengatasi Masalah Tersebut?

1.3 Tujuan 
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui keadaan pengangguran dan kemiskinan di Indonesia serta langkah apa saja untuk menghadapi permasalahan tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Pengangguran
Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya: 
Menurut Sadono Sukirno Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Menurut Payman J. Simanjuntak Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan. 
Definisi pengangguran berdasarkan istilah umum dari pusat dan latihan tenaga kerja Pengangguran adalah orang yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang meskipun dapat dan mampu melakukan kerja. Definisi pengangguran menurut Menakertrans Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. 

2.2 Jenis-Jenis Pengangguran
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
- Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
- Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
- Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
- Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
- Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat permintaan berkurang, akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi, akibat kebijakan pemerintah.
- Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
- Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
- Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
- Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).

2.3 Sebab-Sebab Terjadinya Pengganguran
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:
- Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
- Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
- Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang.
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
- Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia.
- Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.

2.4. Dampak-Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian 
Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap per-ekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi, yaitu:

2.4.1 Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
- Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
- Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
- Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.

2.4.2 Dampak pengangguran terhadap Individu yang Meng-alaminya dan Masyarakat
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
- Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
- Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
- Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social politik.

2.5 Kebijakan-Kebijakan Pengangguran
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuh-kan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sbb :

2.5.1 Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
- Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
- Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
- Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
- Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.

2.5.2 Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sbb:
- Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya
- Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
- Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
- Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di sector agraris dan sector formal lainnya
- Pembukaan proyek-proyek umum oleh peme-rintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.

2.5.3 Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :
- Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain, dan
- Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.

2.5.4 Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
- Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
- Meningkatkan daya beli Masyarakat.

2.6 Defenisi Kemiskinan
Menurut wikipedia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.

2.7 Jenis-Jenis Kemiskinan Dan Definisinya
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut
- Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.
- Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.

2.8 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan :
- Tingkat dan laju pertumbuhan output
- Tingkat upah neto
- Distribusi pendapatan
- Kesempatan kerja
- Tingkat inflasi
- Pajak dan subsidi
- Investasi
- Alokasi serta kualitas SDA
- Ketersediaan fasilitas umum
- Penggunaan teknologi
- Tingkat dan jenis pendidikan
- Kondisi fisik dan alam
- Politik
- Bencana alam
- Peperangan

2.9 Kebijakan Antikemiskinan
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
- pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
- Pemerintahan yang baik (good governance)
- Pembangunan sosial
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a. Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
b. Intervensi jangka menengah dan panjang meliputi: Pembangunan sektor swasta, Kerjasama regional, APBN dan administrasi, Desentralisasi, Pendidikan dan Kesehatan Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan 


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengangguran di Indonesia kondisinya saat ini sangat memprihatnkan, banyak sekali terdapat pengangguran di mana-mana. Penyebab pengangguran di ndonesia ialah terdapat pada masalah sumber daya manusia itu sendiri dan tentunya keterbatasan lapangan pekerjaan. Indonesia menempati urutan ke 133 dalam hal tingkat pengangguran di dunia, semakin rendah peringkatnya maka semakin banyak pulah jumlah pengangguran yang terdapat di Negara tersebut. Untuk mengatasi masalah pengangguran ini pemerintah telah membuat suatu program untuk menampung para pengangguran. Selain mengharapkan bantuan dari pemerintah sebaiknya kita secara pribadi juga harus berusaha memperbaiki kualitas sumber daya kita agar tidak menjadi seornag pengangguran dan menjadi beban pemerintah. 
Dengan besarnya tingkat pengangguran tersebut maka semakin besar pula tigkat kemiskinan di Indonesia. Indonesia yang sekarang tentu saja sangat berbeda dari Indonesia satu dekade yang lalu. Maka bukan hal yang mengejutkan apabila strategi-strategi pengentasan kemiskinan telah berubah seiring dengan perubahan yang telah dialami oleh Indonesia oleh karena itu dibuatlah makalah yang berjudul “Pengentasan Kemiskinan” dan penulis sangat berharap bahwa kajian kemiskinan ini dapat menjadi sumbangan berarti dalam menghadapi berbagai tantangan.

3.2 Saran 
Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

http://bangaisabe.blogspot.com/2008/11/pengangguran-di-indonesia-semakin.html
http://elektrojoss.wordpress.com/2007/06/12/tiga-faktor-mendasar-penyebab-masih-tingginya-pengangguran-di-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/07/21/0018.html
http://www.scribd.com/doc/15891512/Makalah-Masalah-Kemiskinan-Ekonomi