Search This Blog

SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN TINGKAT KESEMPATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA

(KODE : EKONPEMB-039) : SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN TINGKAT KESEMPATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (Muhammad Nasir, dkk, 2008).
Kemiskinan adalah suatu situasi dimana pendapatan tahunan individu di suatu kawasan tidak memenuhi standar pengeluaran minimum yang di butuhkan individu untuk dapat hidup layak di kawasan tersebut. Individu yang hidup dibawah standar pengeluaran minimum tersebut tergolong mi skin, ketika perekonomian berkembang di suatu kawasan, terdapat lebih banyak pendapatan untuk dibelanjakan, yang jika terdistribusi dengan baik diantara penduduk kawasan tersebut akan mengurangi kemiskinan. Dengan kata lain, secara teoritis pertumbuhan ekonomi memainkan peranan penting dalam mengatasi masalah penurunan kemiskinan.
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu : 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Menurut BPS (2011), dan BPS dan Word Bank, 2007 (dalam Basri & Munandar, 2009) seseorang masuk dalam kriteria miskin jika pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan.
Menurut Sharp, et. al. (1996) dalam Kuncoro, 2004 : 157) mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Ketiga, kemiskinan, muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius. Pemerintah sudah melakukan berbagai macam program penanggulangan kemiskinan antara lain IDT (Inpres Desa Tertinggal), P2SDT, PPK, P2KP, PDMDKE, PARUL dan PESM (Kuncoro, 2004).
Proses pembangunan memerlukan pendapatan nasional yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan yang tetap adalah pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan (Wongdesmiwati, 2009).
Menurut Boediono (1985) dalam Kuncoro (2004), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin. Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja yaitu sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal (Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2008).
Pertumbuhan ekonomi, yang diukur dengan berkembangnya produksi barang dan jasa atau Pendapatan Nasional sangat diperlukan, karena kedua faktor yang sangat menentukan yaitu tambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai hasil pembangunan itu sendiri, sehingga masyarakat membutuhkan semakin banyak barang dan jasa, baik itu barang privat maupun barang publik (Irawan & Suparmoko, 2002).
Perekonomian saat ini sudah semakin pulih, yang di tunjukkan semakin membaiknya kondisi makro ekonomi nasional, namun masih banyak permasalahan mendasar tentang belum tertangani secara berarti. Masalah relatif tingginya angka kemiskinan merupakan masalah kritikal yang memerlukan perhatian khusus. Beberapa tahun terakhir, jumlah penduduk miskin menunjukkan peningkatan, yang dikarenakan belum optimalnya pertumbuhan ekonomi. Selama beberapa tahun terakhir terjadi kesenjangan yang signifikan antara desa dan kota, dimana tingkat kemiskinan di desa selalu lebih besar dari kemiskinan di kota relatif persistennya kemiskinan di pedesaan berarti bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus, atau bisa juga disebut gejala ketidakseimbangan antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia, jumlah uang yang beredar lebih besar dibanding dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia. Kemiskinan merupakan masalah ekonomi global paling mendesak saat ini, terutama di negara-negara berkembang. Di Indonesia, jumlah orang miskin tidak banyak berkurang dalam tiga puluh tahun terakhir. Dalam kurun waktu yang panjang tersebut, jelas sekali bahwa pengentasan kemiskinan belum mencapai hasil yang diharapkan. Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya hambatan dalam struktural dalam perekonomian.
Tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Indonesia akan mempengaruhi tingkat kesempatan kerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi pada tingkat pengangguran. Tingkat kesempatan kerja merupakan rasio antara jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja (Kuncoro, 2004 : 153). Nilai rasio "kesempatan kerja" tersebut dalam pengertian adanya "lowongan kerja", tetapi indikator ini dimaksudkan untuk merefleksikan tingkat penyerapan terhadap angkatan kerja.
Hampir semua negara di dunia ini termasuk indonesia tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup menampung angkatan kerjanya.
Bukan hanya negara berkembang yang tidak mampu menyediakan lapangan kerja, tetapi juga negara-negara maju. Kurangnya lapangan pekerjaan merupakan masalah yang harus di tangani dengan sungguh-sungguh alasannya, bekerja atau tidak bekerjanya seseorang berhubungan langsung dengan kesempatan orang mencari nafkah. Kesempatan kerja adalah tersedianya lapangan kerja bagi angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan. Semakin sedikitnya kesempatan kerja maka akan meningkatkan pengangguran. Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru. Sedangkan tingkat pengangguran adalah perbandingan antara jumlah pengangguran dan jumlah angkatan kerja dalam bentuk persentase. (Indriamadia, 2011)
Pasca krisis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2000 sebesar 4.92%, ternyata kondisi ini belum mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap tambahan angkatan kerja yang muncul sekitar 2,5 juta setiap, akibatnya jumlah pengangguran meningkat, sebesar 9,76 juta orang tahun 2001-2004. Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran mengakibatkan jumlah penduduk miskin belum dapat diturunkan setelah pasca krisis, tercatat bahwa tahun 2002 penduduk miskin sebesar 38,4 juta jiwa dimana angka ini lebih besar jika dibandingkan sebelum krisis, yaitu sebesar 34,5 juta jiwa pada tahun 1996 (BPS, 2002).
Cutler dan Katz (1991) menganalisis tentang pengaruh dari variabel-variabel ekonomi makro seperti inflasi, pengangguran dan variable-variabel demografis terhadap kemiskinan. Dalam penelitiannya Cutler dan Katz (1991) menemukan bahwa inflasi memberikan pengaruh yang relatif kurang signifikan, sedangkan pengangguran memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap tingkat kemiskinan. Tetapi Powers (1995) menemukan bahwa inflasi memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap consumption poverty rate.
Untuk itu mengacu dari latar belakang masalah yang telah di sampaikan diatas, peneliti akan menganalisis masalah kemiskinan ini dengan judul "PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN TINGKAT KESEMPATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA".

Artikel Terkait

Previous
Next Post »