Search This Blog

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDISKUSI SISWA KELAS IX A SMPN X

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDISKUSI SISWA KELAS IX A SMPN X

(KODE PTK-0026) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDISKUSI SISWA KELAS IX A SMPN X (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor dalam pengajaran atau proses belajar mengajar. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah. Lubis (2006: 1) menyatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam bidang pengajaran, kemampuan memilih, menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi aktif, dan kemampuan membuat suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Zanikhan (XXXX: 1), guru bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama (SMP), mengakui bahwa pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP belum berlangsung seperti yang diharapkan. Guru cenderung menggunakan teknik pembelajaran yang bercorak teoretis dan hafalan sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung kaku, monoton, dan membosankan. Hal ini menyebabkan siswa tidak termotivasi, sering malas mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dan bersikap menyepelekan pelajaran ini.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis. Oleh sebab itu, pada kurikulum saat ini, silabus mata pelajaran bahasa Indonesia sudah memilah pembelajaran bahasa Indonesia dalam empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa kelas IX SMP. Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai siswa adalah keterampilan menyampaikan pendapat secara lisan melalui diskusi. Standar kompetensi yang harus dicapai siswa di semester II ini adalah siswa dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler. Ada dua kompetensi dasar yang harus dicapai siswa kelas IX SMP pada pembelajaran berbicara semester genap ini yaitu (1) berpidato/berceramah/berkhotbah dengan intonasi yang tepat dan artikulasi serta volume suara yang jelas; dan (2) menerapkan prinsip-prinsip diskusi.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap kegiatan mengajar di kelas, penilaian guru terhadap keterampilan berbicara siswa, dan diskusi antara guru Bahasa Indonesia dan peneliti dapat dikemukakan bahwa keterampilan berbicara khususnya berdiskusi siswa kelas IX A SMP N X tahun ajaran XXXX/XXXX masih kurang. Hal ini tampak dari tiga kali tugas untuk berbicara yakni melalui wawancara, diskusi, dan presentasi laporan yang dilakukan siswa kelas IX A SMP N X. Pada umumnya siswa malu dan tidak percaya diri ketika berbicara di depan kelas. Selain itu, cara penyampaian siswa juga kurang baik, suara kurang jelas, dan pilihan kata yang digunakan juga masih kurang variatif. Demikian juga ketika siswa diminta mendiskusikan suatu topik, hanya ada beberapa siswa saja yang mau mengemukakan pendapat. Ketika berdiskusi, hanya siswa yang aktif saja yang berbicara dan menyampaikan pendapat. Siswa yang lain hanya sebagai pendengar saja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan observasi peneliti, ditemukan beberapa fakta yang menyebabkan keterampilan berbicara, khususnya berdiskusi siswa kelas IXA masih belum memadai. Hal ini teridentifikasi dari deskripsi nilai dalam diskusi tersebut adalah ada 26 siswa masih belum tuntas, masih memperoleh nilai kurang dari 65. Ada 2 siswa mendapat nilai 40, 2 siswa juga memperoleh nilai 45, 1 siswa mendapat nilai 49, 2 siswa mendapat nilai 50, 4 siswa yang mendapat nilai 55, dan 2 siswa mendapat nilai 58. Lebih lanjut, ada 12 siswa yang mendapat nilai 60 dan ada 1 siswa yang memperoleh nilai 62. Siswa yang tuntas dalam pembelajaran diskusi ini ada 8 siswa. Perincian nilai siswa yang tuntas adalah ada 5 siswa yang mendapat nilai 65, ada 2 siswa mendapat nilai 68, dan 1 siswa mendapat nilai 70. Dengan demikian, nilai terendah pada pembelajaran diskusi ini adalah 40 sebanyak 2 siswa. Nilai tertinggi pembelajaran diskusi ini adalah 70 yang berhasil diperoleh oleh 1 siswa. Rata-rata nilai berdiskusi ini adalah 59, dengan persentase ketuntasan adalah 23,5%.
Siswa yang lain hanya berbicara ketika ditunjuk guru untuk berbicara saja. Bahkan banyak yang masih malu dan tidak percaya diri untuk mengungkapkan pendapat dalam diskusi. Indikator lain yang menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa dalam diskusi masih rendah adalah kelancaran siswa dalam berbicara masih kurang, struktur kalimat dan kosakata yang digunakan juga kurang tepat. Ada beberapa siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa Jawa dan Indonesia.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, permasalahan tentang keterampilan berdiskusi timbul karena: (1) siswa takut mengungkapkan ide kepada teman-teman; (2) siswa kurang percaya diri terhadap kemampuan berbicaranya; (3) guru belum menggunakan strategi pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran; dan (4) guru kurang memberikan motivasi kepada siswa.
Selain hal-hal diatas, keterampilan berdiskusi siswa yang rendah ini juga disebabkan pembelajaran berdiskusi secara praktik langsung sangat jarang dilakukan. Guru lebih sering menjelaskan tentang teori diskusi daripada praktik diskusi. Guru juga lebih sering meminta siswa untuk praktik menulis atau membaca dari pada praktik berbicara. Guru lebih suka menilai tulisan siswa daripada menilai keterampilan berbicara siswa, misalnya diskusi secara langsung. Hal tersebut dipengaruhi waktu pelajaran yang hanya 80 menit sekali pertemuan. Waktu yang tersedia hanya satu kali pertemuan karena masih ada materi lain yang harus segera diselesaikan. Hal demikian mengakibatkan siswa kurang terlatih untuk berbicara atau mengungkapkan ide dan gagasannya di depan orang lain.
Fakta-fakta di atas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi masih kurang optimal. Oleh karena itu diperlukan perbaikan yang dapat mendorong seluruh siswa untuk aktif dalam menyampaikan pendapat atau pikiran dan perasaan secara lisan. Pembelajaran akan lebih optimal jika pendekatan atau metode yang digunakan tepat. Untuk mengoptimalkan hasil belajar, terutama keterampilan berdiskusi, diperlukan pendekatan yang lebih menekankan kerjasama siswa, keaktifan, dan kreativitas siswa serta ada kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan informasi.
Anita Lie (2008: 6) mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran yang paling sering digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas. Akan tetapi, strategi ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah berusaha dan mendorong siswa untuk berpartisipasi. Sebagian besar siswa hanya sebagai penonton saja, sedangkan yang menguasai kelas hanya beberapa siswa. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran seperti itu adalah dengan pembelajaran kooperatif. Anita Lie (2008: 17) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif sering disebut sistem pengajaran gotong-royong.
Melalui pembelajaran kooperatif, siswa akan bekerja bersama dalam kelompoknya, kemudian berdiskusi tentang suatu informasi, dan mengungkapkannya kepada kelompok lain. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Neo (2005: 12) dalam penelitian yang berjudul "Engaging Students in Group-based Co-operative Learning-A Malaysian Perspective" menjelaskan bahwa "As students worked together in groups, they shared information and came to each other's aid. They were a team whose players worked together to achieve group goals successfully". Hasil penelitian Neo menunjukkan bahwa setelah pembelajaran kooperatif diterapkan, ada reaksi positif dari siswa yang ditunjukkan dengan motivasi belajar yang meningkat.
Salah satu teknik yang ada dalam metode pembelajaran kooperatif adalah Two Stay Two Stray. Melalui metode kooperatif teknik Two Stay Two Stray diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya dalam kelompoknya sendiri, kemudian dalam kelompok lain. Sejalan dengan hal tersebut, Anita Lie (2008: 61) juga mengungkapkan bahwa dalam struktur Two Stay Two Stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Melalui teknik Two Stay Two Stray ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen, masing-masing kelompok 4 siswa. Mereka berdiskusi atau bekerja sama membuat laporan suatu peristiwa dengan tema tertentu yang disampaikan guru. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan bertamu ke kelompok lain. Dua siswa yang tinggal dikelompoknya bertugas membagi hasil kerja atau menyampaikan informasi kepada tamu mereka. Siswa yang menjadi tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri. Mereka melaporkan hal yang didapat dari kelompok lain. Kemudian siswa membuat laporan tentang hasil diskusi tersebut.
Melalui penerapan metode ini, banyak hal positif yang bisa diperoleh. Salah satunya guru dapat mengefektifkan waktu pembelajaran karena dua siswa (sebagai tuan rumah) diminta tampil berbicara yaitu melaporkan secara lisan hasil diskusi kepada kelompok lain. Dua siswa lain (sebagai tamu) juga pergi ke kelompok lain untuk mendengarkan presentasi kelompok lain dan berdiskusi disana. Hal tersebut tentunya sangat berbeda ketika siswa atau kelompok maju satu per satu ke depan kelas. Waktu yang diperlukan untuk hal tersebut tentu lebih lama.
Melalui metode kooperatif Two Stay Two Stray ini, siswa akan bekerja secara berkelompok. Ketika melaporkan ke kelompok lain juga secara berpasangan (2 orang) sehingga diharapkan siswa tidak merasa takut dan grogi ketika mengungkapkan hasil diskusi kepada kelompok lain. Hal ini juga menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
Keunggulan lain adalah melalui teknik Two Stay Two Stray tersebut, siswa dikondisikan aktif mempelajari bahan diskusi atau hal yang akan dilaporkan, karena setiap siswa memiliki peran dan tanggung jawab untuk mempelajari bahan tersebut bersama kelompok ketika menjadi 'tamu' maupun 'tuan rumah'. Dengan demikian, pengetahuan dan wawasan siswa berkembang, siswa lebih menguasai topik diskusi itu sehingga kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi dengan judul: "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?

C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan di atas, tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan:
1. Kualitas proses pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX; dan
2. Kualitas hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memperkaya khasanah pengetahuan bahasa dan memperluas wawasan tentang pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah, terutama pembelajaran keterampilan berdiskusi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1. Siswa termotivasi dalam pembelajaran keterampilan berdiskusi.
2. Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray pada pembelajaran berdiskusi, siswa SMP akan dilatih dan dibiasakan bekerja sama serta menjaga kekompakan kelompok.
3. Penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray memungkinkan dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa.
b. Bagi Guru
1. Upaya menawarkan inovasi dalam metode pembelajaran keterampilan berdiskusi.
2. Menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan sehingga dapat menarik perhatian siswa.
3. Sarana bagi guru untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran yang inovatif.
4. Meningkatkan kinerja guru karena dengan metode ini dapat mengefektifkan waktu pembelajaran berdiskusi.
c. Bagi Peneliti
1. Memperluas wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia khususnya tentang keterampilan berdiskusi.
2. Mendapatkan fakta bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa.
d. Bagi Sekolah
1. Sebagai inovasi pembelaj aran yang dilaksanakan guru.
2. Memberikan pengalaman pada guru lain untuk menerapkan proses pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dengan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray.
SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MULTIMEDIA POWER POINT UTK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SISTEM SARAF DI SMP X

SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MULTIMEDIA POWER POINT UTK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SISTEM SARAF DI SMP X

(KODE PTK-0025) : SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MULTIMEDIA POWER POINT UTK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SISTEM SARAF DI SMP X (MATA PELAJARAN : BIOLOGI)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa komponen, dua diantaranya adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil, guru harus aktif diantaranya dalam hal mendorong siswa untuk aktif belajar dan memberikan pengalaman belajar yang memadai kepada siswa.
Menurut Winkel (1987), pembelajaran berlangsung di dalam kelas, dapat ditemukan beberapa komponen yang bersama-sama mewujudkan proses tersebut. Komponen-komponen tersebut antara lain prosedur didaktif, media pembelajaran, pengelompokan siswa dan materi pelajaran. Peranan dalam membimbing pada dasarnya ikut dalam prosedur didaktif.
Prosedur didaktif menunjuk pada kegiatan-kegiatan guru dalam mengelola pembelajaran di dalam kelas. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, disamping harus memahami sepenuhnya materi yang diajarkan guru juga dituntut untuk mengetahui secara tepat posisi pengetahuan siswa sebelum mengikuti pelajaran tertentu.
Observasi awal yang telah dilakukan diketahui bahwa SMP X ini merupakan SMP swasta yang setaraf dengan SMP lainnya. Dengan beberapa perbedaan dalam hal mata pelajaran tambahan dan alokasi waktunya. Lokasi SMP ini berada di pinggiran kota, terletak disekitar pondok pesantren dan kantor yayasan yang menaunginya. Sekolah ini tergolong masih baru, yaitu masih 5 tahun. Fasilitas di SMP ini tidak jauh beda dengan SMP swasta pada umumnya.
Siswa SMP ini umumnya berasal dari pondok pesantren Yayasan X, anak-anak panti asuhan X dan juga dari masyarakat sekitar sekolah ini.
Mata pelajaran Biologi di sekolah ini diajarkan dengan satu metode yaitu ceramah dengan guru menjelaskan dan siswa cenderung hanya mendengar tanpa ada variasi seperti pemanfaatan media dan sebagainya. Alasan dari kegiatan belajar mengajar yang monoton ini adalah kurangnya peralatan laboratorium dan fasilitas yang lainnya menyebabkan kegiatan seperti praktikum sangat sukar diterapkan.
Siswa yang terdapat di SMP ini pada umumnya mempunyai prestasi belajar rendah, meskipun ada beberapa yang berprestasi sangat menonjol, hal ini mengakibatkan kurang adanya semangat belajar (motivasi) untuk saling bersaing dalam memperoleh nilai.
Berdasarkan informasi dari guru Biologi, nilai rata-rata ulangan harian pada sistem pencernaan adalah 6,3 dengan ketuntasan 56 %. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemahaman siswa dalam proses pembelajaran masih rendah sehingga menyebabkan hasil belajar siswa cenderung rendah. Begitu pula dari wawancara dengan siswa diperoleh hasil bahwa siswa mengalami kesulitan mempelajari sistem saraf karena banyaknya konsep yang sulit dipahami oleh siswa serta sulit dihafal, dan siswa memerlukan media pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Hasil analisis penyebab rendahnya kompetensi siswa dalam mempelajari sistem saraf dapat dijabarkan seperti Gambar 1.

* Gambar sengaja tidak ditampilkan *

Analisis pada pohon masalah di atas menunjukkan bahwa kurangnya variasi model pembelajaran. Pembelajaran monoton, serta siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran merupakan akar masalah rendahnya kompetensi siswa dalam materi pokok sistem saraf. Kurangnya variasi dalam pembelajaran disebabkan karena guru kurang dalam memilih media dan alat bantu yang dapat menarik minat siswa dalam pembelajaran Biologi. Oleh karena itu perlu disusun pohon sasaran seperti pada Gambar 2.

* Gambar sengaja tidak ditampilkan *

Permasalahan di SMP X tampaknya disebabkan oleh kurangnya guru memberikan variasi dalam pembelajaran sehingga pembelajaran hanya satu arah dan siswa tidak dilibatkan secara aktif. Sarana pembelajaran yang kurang memadai serta materi sistem saraf yang sulit, ketiga faktor tersebut mempengaruhi rendahnya kompetensi siswa.
Permasalahan di atas memerlukan upaya penyelesaian agar siswa menjadi termotivasi untuk mempelajari sistem saraf sehingga meningkatnya kompetensi tercapai. Alternatif untuk memecahkan masalah tersebut di atas adalah dengan menggunakan media yang dapat menarik minat siswa untuk belajar biologi. Media tersebut yaitu komputer dan diharapkan siswa menjadi termotivasi sehingga hasil belajar biologi dapat meningkat yang berdampak pada meningkatnya kompetensi siswa. Ada beberapa alasan mengapa media pembelajaran dengan komputer dikembangkan antara lain sebagai variasi dalam pembelajaran, modern dan menarik, dapat menayangkan proses-proses yang sulit, belum banyak digunakan di sekolah-sekolah.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas timbul rumusan masalah sebagai berikut :
1. Adakah peningkatan motivasi siswa pada pembelajaran konsep sistem saraf dengan menggunakan media pembelajaran multimedia komputer bentuk power point di SMP X ?
2. Adakah peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran konsep sistem saraf dengan mengunakan media pembelajaran multimedia komputer bentuk power point di SMP X?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
1. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pembelajaran konsep sistem saraf
2. Sebagai upaya untuk sosialisasi media pembelajaran kepada guru mata pelajaran di sekolah
b. Manfaat Penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini akan memberikan manfaat yang berarti bagi perorangan atau institusi di bawah ini :
1. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memahami konsep sistem saraf pada manusia di kelas II SMP X yang mengalami kesulitan dalam belajar dan motivasi rendah, sehingga diharapkan motivasi dan hasil belajarnya akan lebih optimal.
2. Bagi guru
Guru biologi memperoleh pengalaman langsung dalam merancang model pembelajaran dengan menggunakan komputer sebagai media pembelajaran.
3. Bagi sekolah
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah, dalam rangkan perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat memotivasi dan meningkatkan hasil belajar siswa.
SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN LKS MATA DIKLAT KOMPETENSI KEJURUAN 1 PADA KLS XI TAV-C

SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN LKS MATA DIKLAT KOMPETENSI KEJURUAN 1 PADA KLS XI TAV-C

(KODE PTK-0024) : SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN LKS MATA DIKLAT KOMPETENSI KEJURUAN 1 PADA KLS XI TAV-C (MATA DIKLAT : KOMPETENSI KEJURUAN 1)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, kita tidak lagi dapat mengandalkan pada tersedianya tenaga kerja yang banyak dan murah, yang dikenal seperti yang selama ini telah dianggap sebagai suatu keuntungan kompetitif. Tenaga kerja yang diperlukan dalam era perubahan ini adalah mereka yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta menguasai informasi (Well Educated, Well Trained and Informed). Perubahan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan merupakan asas dari suatu organisasi belajar.
Salah satu sarana penyiapan tenaga kerja di masa depan adalah pemanfaatan teknologi pembelajaran, karena aspek ini masih banyak dipandang sebagai suatu bidang yang mendukung pendidikan. Untuk itu teknologi pembelajaran perlu mendapat perhatian dari para guru atau tenaga kependidikan lain dalam lingkungan pendidikan formal, sebab teknologi pembelajaran telah berkembang sebagai suatu teori dan praktek dimana proses, sumber dan sistem belajar pada manusia, baik perorangan maupun dalam suatu ikatan organisasi dapat dirancang, dikembangkan, dimanfaatkan, dikelola dan dinilai.
SMKN X yang merupakan sekolah kejuruan yang menyiapkan tenaga kerja profesional dan handal dalam bidangnya berusaha untuk selalu meningkatkan mutu pembelajaran terutama kompetensi kejuruan, tetapi kenyataan yang terjadi saat ini prestasi belajar untuk kompetensi produktif masih sangat rendah. Hal ini terbukti bahwa pada kelas XI TAV-C (Teknik Audio Video) yang diampu peneliti masih rendah. Diduga salah satu penyebabnya adalah karena proses belajar mengajar hanya berpusat pada guru, sehingga siswa tidak ikut terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar tersebut. Hal lain yang menjadi permasalahan dalam proses belajar mengajar adalah siswa kurang aktif di kelas dan cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Oleh karena itu dibutuhkan peran guru untuk memberikan motivasi agar siswa tertarik dalam pembelajaran produktif.
Ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor eksternal yang menunjang keberhasilan belajar siswa. Untuk itu para guru, khususnya di sini guru produktif harus mempunyai kreativitas dan inovasi untuk mengembangkan metode mengajarnya guna menciptakan pembelajaran yang menarik bagi siswa.
Metode mengajar yang baik adalah metode yang disesuaikan dengan materi yang di sampaikan, kondisi siswa, sarana yang tersedia serta penguasaan kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan suatu bentuk pembelajaran yang tidak hanya mampu secara materi saja tetapi juga mempunyai kemampuan yang bersifat formal, sehingga selain diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dan metode pembelajaran yang diterapkan juga dapat membuat siswa aktif terlibat dalam proses belajar mengajar secara maksimal mungkin. Dengan cara siswa menerapkan pengetahuannya, belajar memecahkan masala dengan teman-temannya mempunyai keberanian menyampaikan ide atau gagasan dan mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya. Selama ini dalam kegiatan belajar individual cenderung mementingkan pribadi dan tidak memperhatikan lingkungan sekitar.
Pembelajaran kooperatif seperti tipe STAD (Student Team Achievement Divison)/(Pencapaian Pembelajaran Tim Siswa) merupakan salah satu strategi dari teori belajar kontruktivisme yang sesuai diterapkan pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 1 di kelas XI TAV-C kompetensi menguasai elektronika dasar terapan. Dalam pembelajaran tipe STAD ini, siswa dengan berbagai latar belakang yang berbeda dan dengan kemampuan awal yang berbeda akan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari materikompetensi produktif dan ketarampilan kooperatif antar siswa. Anggota-anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan tugas-tugas kelompok dalam mempelajari materi produktif dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa bekerja dalam situasi semangat kooperatif dan membutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama serta mereka harus mengkoordinasikan belajarnya untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam materi kompetensi produktif. Atas hal itulah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran produktif di kelas XI TAV-C.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka berbagai permasalahan dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Prestasi belajar kompetensi produktif pada kelas XI TAV-C SMKN X sangat rendah.
2. Dibutuhkan kreatifitas dan inovasi dari guru untuk menciptakan pembelajaran yang menarik siswa.
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa diduga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Motivasi belajar siswa perlu ditingkatkan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa.

C. Pembatasan Masalah
Agar dalam penelitian dapat mencapai sasaran yang utama maka perlu adanya pembatasan masalah, yaitu:
1. Permasalahan dibatasi pada bagaimana upaya meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar dengan menggunakan metode Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa.
2. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan pada siswa kelas XI TAV-C SMKN X Semester II Tahun Pelajaran XXXX/XXXX
3. Tindakan kelas dilaksanakan pada tahun diklat XXXX/XXXX
a. Pra tindakan dilaksanakan bulan Desember XXXX.
b. Siklus 1 dilaksanakan pada bulan Februari XXXX.
c. Siklus 2 dilaksanakan pada bulan Maret XXXX.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah melalui metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan lembar kerja dapat meningkatkan motivasi belajar siswa bagi kelas XI TAV-C pada mata diklat Kompetensi Kejuruan satu kompetensi menguasai elektronika dasar terapan Semester II SMKN X pada Tahun Pelajaran XXXX/XXXX ?
2. Apakah melalui metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa bagi kelas XI TAV-C pada mata diklat Kompetensi Kejuruan satu kompetensi menguasai elektronika dasar terapan semester II SMKN X pada Tahun Pelajaran XXXX/XXXX?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar dan prestasi belajar pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 1 pada kompetensi menguasai elektronika dasar terapan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar dan prestasi belajar pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 1 pada kompetensi menguasai elektronika dasar terapan melalui Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa pada siswa kelas XI TAVC SMKN X pada tahun pelajaran XXXX/XXXX.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Manfaat Penelitian
Menberikan masukan bagi para pendidik yang memilih strategi pembelajaran khususnya pada pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa.
Siswa lebih mudah memahami mata diklat Kompetensi Kejuruan 1 sehingga motivasi belajar dan prestasi belajar meningkat.
b. Bagi Guru.
Menambah wawasan bagi para pendidik dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa dan prestasi belajar siswa.
TESIS PTK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN BELAJAR MANDIRI SISWA DAN HASIL BELAJAR IPS

TESIS PTK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN BELAJAR MANDIRI SISWA DAN HASIL BELAJAR IPS

(KODE PTK-0023X) : TESIS PTK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN BELAJAR MANDIRI SISWA DAN HASIL BELAJAR IPS (MATA PELAJARAN : IPS)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki tujuan utama yaitu agar setiap peserta didik menjadi warga negara yang baik, melatih peserta didik memiliki kemampuan berpikir matang untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial, dan agar peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan budaya bangsanya.
Hasil wawancara dengan siswa diperoleh jawaban bahwa sebagian besar siswa menganggap IPS merupakan mata pelajaran yang sulit. Kesulitan yang dialami siswa ini disebabkan tidak adanya kesadaran dari diri siswa itu sendiri untuk belajar mandiri, mengingat mata pelajaran IPS materinya sangat banyak dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa harus banyak membaca buku ajar, buku referensi, majalah, surat kabar dan jika perlu siswa menggunakan media lain seperti internet. Hal ini dimaksudkan agar wawasan siswa bertambah luas dan siswa mampu mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pelajaran yang dimiliki oleh guru.
Berdasarkan pengamatan dokumen nilai IPS di kelas VII A, diperoleh data sebagai berikut: 1) Rata-rata nilai ulangan harian (UH) siswa pada mata pelajaran IPS rendah yaitu hanya mencapai 58,95%. 2) Siswa yang mencapai ketuntasan belajar diatas 68 hanya 19 orang atau 47,50%.
Rendahnya hasil belajar IPS pada siswa disebabkan oleh beberapa faktor dari guru itu sendiri seperti : 1) guru kurang menguasai materi pelajaran 2) guru kurang tepat menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan materi, 3) guru kurang bervariasi dalam menerapkan metode pembelajaran, 4) guru kurang terampil memilih alat peraga yang tepat dan sesuai dengan kompetensi dasar yang akan disajikan, 5) guru kurang dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, dan 6) guru kurang mendorong siswa untuk belajar mandiri.
Beberapa siswa mengaku jika keesokan harinya ada pelajaran IPS, dia kadang-kadang belajar dan kadang-kadang tidak belajar, bahkan tugas di rumah pun banyak dikerjakan disekolah sebelum guru masuk kelas. Sebagian siswa juga merasakan bahwa pelajaran IPS membosankan dan banyak hapalan.
Permasalahan rendahnya kemampuan belajar mandiri dan hasil belajar IPS pada siswa jika tidak diatasi akan menyebabkan rendahnya kemampuan menyelesaikan soal, rendahnya penguasaan kompetensi mata pelajaran IPS, sehingga nilai ulangan harian IPS rendah, akibatnya hasil belajar IPS secara umum rendah. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Hopkins ( 1993 : 44) menjelaskan, "Actions research combines as substantive act with a research procedure, it is action disciplined by enquiry a personel attempt at understanding while engaged in process of improvement and reform ".
(Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian degan tindakan substantif, sebagai tindakan yang dilakukan secara inkuiri, merupakan usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan pembahasan).
Pembelajaran kooperatif model jigsaw merupakan salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan kemampuan belajar mandiri siswa dan hasil belajar IPS. Melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa mampu bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. Di dalam pembelajaran kooperatif model jigsaw ini prinsip belajar aktif diterapkan.
Belajar mandiri merupakan sikap atau perbuatan yang dilakukan oleh individu yang tumbuh dari dalam diri berupa tumbuhnya kesadaran akan pentingnya belajar. Dalam belajar mandiri seorang memiliki keyakinan apa yang dipelajari akan bermanfaat bagi kehidupannya. Pembelajaran yang demokratis dan menghargai perubahan sekecil apapun yang akan dicapai akan membuat anak percaya diri. Rasa percaya diri akan memunculkan motivasi untuk selalu ingin tahu, dan berusaha mencari makna dari hal-hal yang dipelajari.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang diuraikan diatas, dan agar hasil penelitian ini lebih terfokus maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan belajar mandiri siswa ?
2. Bagaimana imlementasi pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar IPS ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian Tindakan Kelas ini ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian tindakan kelas ini adalah :
a. Mengimplementasikan pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan belajar mandiri siswa.
b. Mengimplementasikan pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar IPS
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian tindakan kelas ini adalah :
a. Mendiskripsikan dan menjelaskan implementasi pembelajaran koperatif model jigsaw untuk meningkatkan belajar mandiri siswa dan hasil belajar IPS.
b. Mendeskripsikan dan menjelaskan peningkatan belajar mandiri siswa melalui pembelajaran kooperatif model jigsaw bagi siswa kelas VII A di SMPN X pada semester 1 tahun pelajaran XXXX/XXXX
c. Mendeskripsikan dan menjelaskan peningkatan hasil belajar IPS
melalui pembelajaran kooperatif model jigsaw bagi siswa kelas VII A di SMPN X semester 1 tahun pelajaran XXXX/XXXX

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Sebagai bahan pengembangan teori pembelajaran dalam meningkatkan belajar mandiri siswa
b. Sebagai bahan pengembangan teori pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar IPS.
c. Digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dalam upaya melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, pembelajaran kooperatif model jigsaw sangat bermanfaat karena siswa akan mampu bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka.
b. Bagi guru, hasil penelitian ini akan digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru akan berusaha menerapkan strategi dan pendekatan yang sesuai untuk pembelajaran di era yang menuntut siswa yang mandiri, aktif dan cerdas.
c. Bagi penentu kebijakan baik sekolah maupun dinas terkait, penelitian ini dapat menjadi masukan dalam upaya peningkatan perbaikan pembelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
TESIS PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X SMKN X

TESIS PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X SMKN X

(KODE PTK-0022X) : TESIS PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X SMKN X (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dalam konteks pengajaran bahasa, menulis merupakan kegiatan yang kompleks. Menulis sulit dipelajari siswa dan sulit diajarkan oleh guru (Farris, 1993: 180). Alasannya, menulis memerlukan sejumlah keterampilan, yakni keterampilan membuat perencanaan, menyeleksi topik, menata dan mengorganisasikan gagasan, dan mempertimbangkan bentuk tulisan sesuai dengan calon pembacanya. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, menulis juga memerlukan keterampilan menyajikan isi tulisan secara teratur, menggunakan diksi, kalimat secara efektif, dan menggunakan ejaan secara tepat.
Salah satu tujuan program pengajaran Bahasa Indonesia (BI) adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulis. Keterampilan menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa perlu dimiliki oleh siswa agar mampu berkomunikasi secara tertulis. Tujuan berkomunikasi berupa pengungkapan pikiran, ide, gagasan, pendapat, persetujuan, keinginan, dan penyampaian informasi tentang suatu peristiwa. Hal tersebut disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, paragraf, ejaan, dan tanda baca dalam bahasa tulis (Puskur, 2002:2).
Agar tujuan tersebut dapat tercapai seperti yang diharapkan, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran menulis yang menarik, bermakna, dan sesuai dengan dunia siswa sehingga potensi menulis siswa dapat berkembang secara optimal.
Dikemukakan oleh Tompkins (1991: 227), bahwa pembelajaran menulis hendaknya ditekankan pada proses menulis. Pada pembelajaran model ini peran guru bergeser dari sebagai pemberi tugas ke sebagai teman kerja siswa. Pembelajaran model ini mengarah pada pembelajaran secara kolaboratif antara siswa dan siswa serta siswa dan guru sebagai cara untuk meningkatkan motivasi siswa terhadap menulis. Hal itu sesuai dengan konsep pendekatan proses yang memusatkan pada aktivitas siswa (Burn dan Ross, 1996: 385). Sejalan dengan uraian di atas, Culkins (dalam Stewis dan Sabesta, 1989; 77) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran menulis siswa idealnya menjadi partisipan aktif dalam keseluruhan proses menulis.
Bentuk tulisan yang dipilih untuk diteliti dalam penelitian ini yakni bentuk deskripsi. Dengan menulis deskripsi diharapkan siswa mampu melukiskan suatu objek dengan kata-kata. Hal itu sesuai dengan pernyataan Tompkins (1994:108) yang mengatakan bahwa tulisan deskripsi diajarkan agar siswa dapat melukiskan sesuatu dengan kata-kata yang jelas dan multi-sensoris. Berkenaan dengan itu, Semi (1990:42) juga berpendapat bahwa deskripsi adalah tulisan yang bertujuan memberikan rincian suatu objek tulisan. Hal tersebut juga sejalan dengan Ellis dkk (1987:175) yang mengemukakan bahwa mendeskripsikan suatu objek berarti melatih penulis pemula mengamati objek yang dikenal, mengumpulkan berbagai detail, mengorganisasikan, dan menyeleksi ide-ide.
Deskripsi merupakan unsur penting dalam menulis. Penulis yang baik biasanya memiliki kemampuan mengamati yang baik terhadap dunia sekitarnya. Mereka memiliki indera penglihatan, penciuman, perasaan, dan pengecapan yang sensitif dan perseptif (Rubin, 1995:249). Hal yang sama juga ditegaskan oleh Ellis dkk (1989:175) bahwa deskripsi merupakan suatu cara penggambaran objek melalui pengamatan untuk memulai mengarang.
Untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi sebagai salah satu bentuk tulisan yang harus dipahami dan dikuasai siswa, dapat dipilih, dan digunakan strategi Student Teams Achievement Division (STAD). STAD merupakan satu si stem belajar kelompok yang di dalamnya siswa dibentuk ke dalam kelompok yang terdiri dari 6-7 orang secara heterogen. Dalam melaksanakan belajar kooperatif model STAD, ada lima tahap yang penting dilaksanakan, yakni (1) presentasi kelas, (2) kegiatan kelompok, (3) pemberian tes, (4) peningkatan nilai individu, dan (5) penghargaan terhadap usaha kelompok.
Relevansi penggunaan strategi belajar kooperatif model STAD terhadap peningkatan kemampuan menulis terletak pada aktivitas pembelajaran yang berpusat pada siswa. Ciri yang menonjol dari belajar kooperatif model STAD terletak pada pola belajarnya yang bersifat imitatif, interaksi berbahasa dalam konteks masyarakat yang luas dimodifikasikan dalam kelompok-kelompok yang kecil. Dalam kelompok kecil itu, siswa dituntut saling ketergantungan positif, saling komunikasi, saling bekerja sama, dan bertanggungjawab. Suasana itu menciptakan saling bertanya dan merespons pertanyaan di antara siswa secara langsung. Lewat bertanya dan merespons pertanyaan, menjadi perangsang bagi siswa untuk menggunakan pengetahuan kebahasaannya dalam berbagai kombinasi untuk mengungkapkan pikirannya (Hardjono, 1988:42).
Berdasarkan pengamatan, juga ditemukan bahwa para siswa belum dapat menulis dengan metode yang benar. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar siswa menulis dengan metode yang kurang efektif dan efisien. Hal ini ditandai dengan : (1) sebagian besar siswa masih lambat mengawali menulis, (2) menentukan tema, dan (3) merangkai dari beberapa tema.
Masalah rendahnya kompetensi menulis pada siswa tersebut perlu diberi pemecahan berupa usaha untuk meningkatkan kompetensi menulis tersebut. Namun, sebelum upaya itu dilakukan perlu diketahui terlebih dahulu permasalahan utama yang menjadi kendala dalam kompetensi menulis selama ini.
Pemilihan strategi belajar mengajar harus didasarkan pada pertimbangan menempatkan siswa sebagai subjek belajar, yang tidak hanya menerima secara pasif apa yang diberikan oleh guru saja. Guru harus menempatkan siswa sebagai insan yang secara alami memiliki pengalaman, keinginan, pikiran, dan pengetahuan yang dapat berfungsi untuk belajar, baik secara individu maupun secara kelompok. Strategi yang dipilih oleh guru hendaknya yang dapat membuat siswa memiliki keyakinan dalam dirinya, mampu belajar dan memanfaatkan potensi-potensi seluas-luasnya.
Strategi pembelajaran kooperatif memberikan suatu kemungkinan guru-siswa dan antar siswa berinteraksi dalam situasi yang kondusif, strategi ini dapat mendorong siswa memanfaatkan informasi, pemikiran, pengalaman, atau gagasan yang dimilikinya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Selain itu, strategi ini dapat membantu siswa bekerja sama secara efektif untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh kelompok.
Strategi pembelajaran kooperatif memberikan solusi yang positif bagi penyelesaian persoalan yang dihadapi oleh pengajaran menulis deskripsi. Dengan strategi belajar ini diharapkan hubungan antar siswa lebih cair, kegiatan belajar siswa di dalam kelas akan lebih variatif, dan yang lebih penting pengalaman, pengetahuan dan kreatifitas siswa dapat dimaksimalkan untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas.
Penelitian ini mengkhususkan pada penelitian keterampilan menulis deskripsi dengan strategi pembelajaran kooperatif, sehingga pada pembahasan selanjutnya terbatas pada keterampilan menulis deskripsi.
Dengan adanya beberapa faktor hambatan antara harapan dan kenyataan seperti yang telah dipaparkan, selanjutnya perlu dilakukan penelitian tentang strategi pembelajaran kooperatif dalam pelaksanaan pembelajaran menulis deskripsi tersebut. Pembelajaran menulis deskripsi adalah melukiskan keadaan suatu objek yang dapat berupa bentuk atau wujud sifat maupun keadaan. Dalam pembelajaran menulis deskripsi di SMKN X, pengajar belum melibatkan aktivitas siswa secara maksimal, sehingga hasil pembelajaran menulis belum memenuhi harapan. Selain itu, sikap siswa yang kurang positif dan maksimal terhadap pembelajaran ini, hal ini tampak bahwa siswa belum menunjukkan motivasi belajar yang tinggi. Selain itu faktor guru yang sering menggunakan metode ceramah, sehingga dalam pembelajaran terlihat sangat membosankan, maka diharapkan peran serta guru untuk meningkatkan kreativitasnya dalam menerapkan strategi pembelajaran.
Berpijak dari uraian di atas, penelitian tentang penerapan pembelajaran kompetensi menulis paragraf deskripsi dengan metode Student Teams Achievement Division (STAD) pada siswa ini perlu segera dilaksanakan. Terkait dengan hal tersebut perlu diperhatikan rumusan masalahnya.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pelaksanaan kualitas pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) ?
2. Apakah penerapan strategi pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa kelas X SMKN X?

C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan kualitas pelaksanaan pembelajaran menulis deskripsi dengan strategi pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD).
2. Meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa kelas X SMKN X dengan strategi pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD).

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yakni manfaat teoretis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan manfaat teoritis, yaitu dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tolok ukur kajian pada penelitian lebih lanjut yaitu berupa alternatif yang dapat dipertimbangkan dalam usaha memperbaiki mutu pendidikan dan mempertinggi interaksi belajar mengajar, khususnya dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi. Manfaat teoritis lainnya adalah menambah khazanah pengembangan pengetahuan mengenai pembelajaran menulis paragraf deskripsi. Selain itu, juga mengembangkan teori pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek gambar. yang pada akhirnya menjadi pilihan strategi pembelajaran menulis deskripsi di SMKN X.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu: bagi siswa, guru, dan lembaga.
a. Manfaat bagi siswa
Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui peningkatan keterampilan menulis deskripsi. Dengan mengetahui kondisi potensi siswa, mereka dapat mengukur seberapa baik kemampuan yang dimiliki sehingga diharapkan mereka mampu meningkatkannya bila dirasa masih kurang.
b. Manfaat bagi guru
Untuk memperkaya khazanah metode dan strategi dalam pembelajaran menulis, untuk dapat memperbaiki metode mengajar yang selama ini digunakan, agar dapat menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menarik, tidak membosankan, dan dapat mengembangkan keterampilan guru Bahasa Indonesia khususnya dalam menerapkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek gambar.
c. Manfaat bagi lembaga
Segi praktis yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka memajukan dan meningkatkan prestasi sekolah adalah sebagai bahan masukan atau informasi awal mengenai kondisi nyata pengajaran keterampilan menulis deskripsi di SMKN X. Melalui informasi ini, diharapkan pengelola pendidikan dapat menggunakan atau memilih model-model pembelajaran yang tepat sebagai bahan pencapaian hasil belajar yang maksimal.
TESIS PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN INTEGRATIF SISWA KELAS VIII SMPN

TESIS PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN INTEGRATIF SISWA KELAS VIII SMPN

(KODE PTK-0021X) : TESIS PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN INTEGRATIF SISWA KELAS VIII SMPN (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan secara nasional, kualitas pembelajaran bahasa Indonesia di SMPN X belumlah menggembirakan. Setidaknya itu tercermin dalam hasil tes tengah semester dan tes akhir semester kelas VIII masih di bawah memuaskan, terutama kelas VIII A yang nilai reratanya selalu berada di bawah nilai rerata kelas lain. Ini dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 1: Rerata Nilai Tengah Semester dan Nilai Akhir Semester Gasal Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII Tahun Pelajaran XXXX/XXXX

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Data di atas menunjukkan bahwa rerata nilai mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII A selalu berada di bawah rerata nilai kelas lain bahkan nilai rerata tersebut masih berada di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sekolah ini yaitu 66.
Rendahnya kemampuan siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia diakui oleh guru kelas mata pelajaran bahasa Indonesia karena siswa di kelas ini mengalami kesulitan dalam memahami aspek kemampuan berbahasa, mengakibatkan proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas tidak berjalan secara optimal. Bahkan guru menilai proses pembelajaran masih jauh dari tujuan akhir pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia.
Siswa yang memiliki kemampuan berbahasa Indonesia rendah pada kelas VIII A, oleh guru kelas diidentifikasikan salah satu penyebabnya adalah kurangnya kemampuan siswa dalam mengintegrasikan aspek-aspek kebahasaan yang ada seperti yang diharapkan dalam Kurikulum Bahasa Indonesia 2004. Berdasar pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama, ada empat aspek kebahasaan yang harus dicapai nilai ketuntasan pembelajarannya. Empat aspek itu meliputi aspek: (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca dan (4) menulis. Dari empat aspek kebahasaan ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, ada keterkaitan yang erat antara keempat aspek tersebut.
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen-komponen kemampuan berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca dan (4) menulis. Keempat aspek kebahasaan ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain, ada keterkaitan yang erat antara keempat aspek tersebut (Henry Guntur Tarigan, 1994: 1).
Pendapat senada disampaikan oleh Brown dalam Joko Nurkamto yang mengatakan bahwa proses belajar-mengajar bahasa Indonesia dalam praktiknya, empat kemampuan berbahasa yang ada tidak digunakan satu persatu secara terpisah tetapi digunakan secara simultan dan terpadu. Kegiatan berbicara misalnya, mengimplikasikan perlunya kegiatan menyimak, demikian juga kegiatan menulis mengimplikasikan perlunya kegiatan membaca (2000: 3)
Berdasar pada karakteristik empat aspek tersebut, proses pembelajaran dengan pendekatan integratif antaraspek kemampuan berbahasa merupakan cara yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Pendekatan integratif dapat diartikan sebagai penyatuan berbagai aspek ke dalam satu keutuhan yang padu. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar bahasa Indonesia dalam Kurikulum Bahasa Indonesia adalah pendekatan integratif (Imam Syafi'ie, Mam'ur Saadie, Roekhan. 2001: 2.19)
Berdasar pada pandangan di atas, peneliti dan guru bidang studi mengadakan sharing ideas untuk menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi masalah lemahnya kemampuan berbahasa pada siswa kelas VIII A, sehingga kemampuan berbahasa siswa meningkat. Berdasar sharing ideas yang dilakukan ditemukan alternatif pemecahan, dalam proses belajar-mengajar guru diharapkan lebih menfokuskan pada pendekatan integratif antaraspek kemampuan berbahasa yang variatif sehingga dalam proses pembelajaran yang dilakukan lebih menarik dan mudah diterima oleh siswa.
Peningkatan kemampuan berbahasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII A SMPN X dapat dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu dengan memadukan antaraspek berbahasa dalam sebuah pembelajaran. Misalnya meningkatkan kemampuan menulis siswa dengan memadukan kemampuan berbahasa yang lain seperti mendengarkan dan membaca atau meningkatkan kemampuan menulis dengan memadukan kemampuan membaca dan berbicara. Pembelajaran bahasa dengan pendekatan integratif ini selain meningkatkan kemampuan menulis siswa akan mempengaruhi pula peningkatan kemampuan berbahasa lainnya. Pengintegrasian yang lain misalnya dalam mengukur kemampuan membaca siswa akan melibatkan aspek kemampuan mendengarkan, berbicara dan menulis.
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan integratif dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang dilakukan dapat dengan melalui ceramah, tanya jawab, diskusi dan inkuiri yang berhubungan dengan aspek kemampuan berbahasa. Seperti diungkapkan White (1997: 14) metode pembelajaran bahasa dapat dilakukan dengan audio lingualisme. Pembelajaran bahasa yang menggunakan metode ini akan menempatkan kegiatan berbicara (speaking) sebagai pembelajaran bahasa yang paling utama (speaking practice), sementara sebagai pendukung bahasa yang sudah dipraktikkan melalui berbicara diberikan membaca (reading) dan menulis (writing).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru dalam proses pembelajaran mempunyai kebebasan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam pembelajaran bahasa secara terintegratif yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Konsep dasar dalam pembelajaran bahasa adalah guru melakukan kegiatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan melakukan evaluasi pembelajaran untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan.
Dalam pembelajaran terpadu, agar pembelajaran efektif dan berjalan sesuai dengan harapan, ada persyaratan yang harus dimiliki, yaitu (a) kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan konseptual intra dan antar mata bidang studi dan (b) penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan. Dalam pelaksanaan pembelajaran integratif dapat dilakukan dengan dua cara, (1) yaitu pembelajaran integratif dengan cara memadukan antar aspek yang ada dalam satu bidang studi, dan (2) adalah pembelajaran integratif antar bidang studi, yaitu memadukan dua bidang studi dalam satu kajian misalnya bidang bahasa dengan sejarah, atau bidang studi lainnya. http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/36/implementasi pendidikan budi pek.htm.
Integratif dalam proses pembelajaran bahasa dapat dikatakan sebagai rancangan kebijakan pengajaran bahasa dengan menyajikan bahan-bahan pelajaran secara terpadu, yaitu dengan menyatukan, menghubungkan atau mengaitkan bahan pelajaran, sehingga tidak ada yang berdiri sendiri atau terpisah. Pendekatan integratif dalam pembelajaran bahasa ada dua macam:
(1) Integratif internal; keterkaitan yang terjadi antara bahan pelajaran itu sendiri, misalnya pada mata pelajaran bahasa dengan fokus menulis, kita bisa mengaitkan dengan membaca dan mendengarkan.
(2) Integratif eksternal; keterkaitan antara bidang studi yang satu dengan bidang studi yang lain, misalnya: bidang studi bahasa dengan sains dengan tema lingkungan maka kita bisa meminta siswa membuat karangan atau puisi tentang banjir untuk pelajaran bahasanya sedang untuk pelajaran sainsnya kita bisa menghubungkan dengan reboisasi atau bisa juga pencemaran sungai.
(http://www.scribd.com/doc/3294575/Pendekatan-terpadu-Imron-Nurdiansyah)
Sebuah proses pembelajaran dikatakan berhasil atau tidak setelah dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran tersebut. Evaluasi yang paling tepat dalam menilai kemampuan berbahasa Indonesia siswa adalah evaluasi proses dengan memadukan antaraspek kebahasaan yang ada. Evaluasi proses merupakan evaluasi sulit dan membutuhkan kegiatan ekstra dari guru bidang studi. Jumlah siswa yang banyak dan karakter yang berbeda pula menjadi kendala dalam pelaksanaan evaluasi ini bagi seorang guru. Kendala-kendala apa saja yang akan dihadapi guru dalam melakukan proses pembelajaran bahasa Indonesia dalam melakukan peningkatan kemampuan berbahasa Indonesia dengan pendekatan integratif akan terlihat dalam pelaksanaan tindakan kelas nanti.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan integratif guna meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia siswa kelas VIII A SMPN X tahun pelajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah penerapan pendekatan integratif dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia siswa kelas VIII A SMPN X tahun pelajaran XXXX/XXXX ?


C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menanamkan konsep-konsep tentang pembelajaran bahasa Indonesia dengan melakukan pendekatan integratif dan mendeskripsikan tentang peningkatan kemampuan menulis siswa kelas VIII A dengan pendekatan integratif yang dilakukan dalam proses pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia.
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan proses pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan integratif guna meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia siswa kelas VIII A SMPN X tahun pelajaran XXXX/XXXX?
2. Meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia siswa kelas VIII A SMPN X tahun pelajaran XXXX/XXXX ?

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis dalam peningkatan mutu pendidikan.
Manfaat teoritis, dalam penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bidang kebahasaan. Penelitian ini khusus mengkaji tentang kemampuan berbahasa Indonesia siswa dengan mengambil setting SMPN X.
Manfaat praktis, bahwa penelitian ini dapat memberikan pemahaman kepada guru dan siswa. Manfaat praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Guru
Meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan integratif.
2. Siswa
Meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan integratif.
TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR MEREK YAMAHA MIO

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR MEREK YAMAHA MIO

(KODE : PASCSARJ-0069) : TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MEMBELI SEPEDA MOTOR MEREK YAMAHA MIO (PRODI : ILMU MANAJEMEN)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi pada saat ini sangatlah penting. Pilihan penggunaan sarana transportasi sangat beragam jenisnya, misalnya sarana angkutan darat dengan menggunakan bus, sarana angkutan laut dengan menggunakan kapal laut, dan sarana angkutan udara dengan menggunakan pesawat udara. Salah satu pilihan sarana angkutan darat untuk mempermudah dan mempercepat jarak tempuh adalah dengan menggunakan sepeda motor.
Pada saat ini kebutuhan sepeda motor bagi masyarakat sangat vital mengingat tingginya kemacetan yang ada di jalan raya, sehingga salah satu alternatif untuk mempermudah dan kelancaran untuk mencapai suatu tujuan di dalam kota, maka sepeda motor merupakan salah satu pilihan yang tepat. Permintaan masyarakat terhadap sepeda motor terus mengalami peningkatan, hal ini memberikan peluang bagi para produsen sepeda motor untuk melakukan inovasi dari produk yang dihasilkannya. Setiap produsen selalu memproduksi sepeda motor dengan desain-desain yang terbaru sesuai dengan keinginan konsumen.
Jenis sepeda motor yang sangat digemari konsumen selama ini adalah jenis sepeda motor bebek. Namun pada saat ini, beberapa produsen sepeda motor telah memproduksi dan memasarkan jenis sepeda motor matic. Salah satu produsen yang telah meluncurkan jenis sepeda motor matic adalah merek Yamaha Mio. Sebelum Mio hadir, pasar matic di Indonesia relatif tidak berkembang. Dalam tiga tahun Kymco, sang matic pioneer, hanya bisa menjual rata-rata 10.000 unit per tahun tetapi Yamaha kemudian berhasil melakukan penjualan sepeda motor Mio sebanyak 25.000 unit per bulan. Pada tahun 2006, Yamaha mampu meraih penjualan sekitar 360.000 unit Mio atau rata rata 30.000 unit per bulan (Mix Marketing Xtra, Maret 2007).
Produsen sepeda motor Yamaha menciptakan kategori baru, yaitu motor matic untuk perempuan, segmen yang sebelumnya tidak pernah secara khusus dilirik oleh para pemain di industri sepeda motor. Setelah berhasil membidik segmen ini, Yamaha kemudian memperluas pasar Mio ke segmen laki-laki dengan meluncurkan Mio Sporty. Pasar sepeda motor matic di Indonesia sebelumnya tidak berkembang karena ada persepsi bahwa sepeda motor matic mahal karena teknologinya memang mahal. Untuk mematahkan pesepsi itu, Yamaha berani menanam investasi yang cukup besar investasi ini untuk menyamakan harga Mio dengan motor manual.
Persaingan diantara para produsen sepeda motor matic di Indonesia pada saat ini sangat kompetitif. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya produk-produk sepeda motor matic yang sejenis dihasil oleh Honda dan Suzuki. Honda dan Suzuki yang sebelumnya berkonsentrasi pada sepeda motor bebek, akhirnya menambah lini produknya (new product line) dengan memproduksi jenis sepeda motor matic dengan merek Vario dan Spin. Dari segi iklan, baik Vario maupun Spin tampaknya bermaksud meluaskan pasar. Ini bisa dilihat dari model iklan yang dipakai. Berbeda dengan iklan Mio yang hanya menampilkan wanita, iklan Spin melibatkan pria dan wanita. Iklan ini bermaksud menimbulkan keinginan dari pria dan wanita untuk memakai Spin.
Iklan Vario juga berupaya meluaskan pasar ke konsumen pria. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan model wanita dan pria yang diharapkan lebih mengena ke masing-masing segmen atas dasar jenis kelamin.
Tindakan yang dilakukan pesaing dari sepeda motor Mio dari segi penggunaan model iklan tidak diambil diam oleh produsen sepeda motor Yamaha. Serangan balik yang dijalankan Mio adalah dengan iklan. Pertama, iklan komparatif (comparative ads) yang membandingkan Mio dengan pesaingnya. Ciri iklan ini menonjolkan keunggulan mereknya. Kedua, iklan Mio juga telah menggunakan pria sebagai model iklannya.
Salah satu dealer resmi sepeda motor merek Yamaha di kota X adalah PT. X. Trend penjualan sepeda motor merek Yamaha Mio selama Januari 2007 hingga Desember 2007 terus mengalami fluktuasi, bahkan konsumen harus melakukan pemesanan (indent) terlebih dahulu baru mereka dapat membeli produk tersebut. Di samping itu dealer tersebut juga lebih suka melayani konsumen yang membeli sepeda motor merek Yamaha Mio dengan kredit. Data penjualan sepeda motor merek Yamaha Mio dan penjualan sepeda motor sejenisnya yang dihasilkan oleh produsen lainnya dari bulan Januari hingga Desember 2007 di kota X adalah sebagai berikut.

*** tabel sengaja tidak ditampilkan ***

Keberhasilan sepeda motor merek Yamaha Mio meraih jumlah penjualan yang tinggi mengalahkan pesaing-pesaingnya di sepeda motor jenis matic tidak terlepas dari upaya produsen sepeda motor Yamaha untuk merespon tuntutan konsumen, baik dalam hal pelayanan maupun faktor lainnya, seperti memperhatikan perilaku konsumen dalam mengambil keputusan untuk melakukan pembelian baik dalam memilih produk, memilih jenis, penentuan saat pembelian, maupun tempat dimana produk tersebut harus dibeli.
Salah satu tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi konsumen untuk bersedia membeli barang atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada calon konsumen yang merasa sangat membutuhkan produk atau jasa tersebut. Hal ini sangat penting bagi manajer pemasaran atau mereka yang berkecimpung dalam bidang pemasaran untuk memahami tentang perilaku konsumen. Apabila perusahaan mampu memahami perilaku konsumen, maka perusahaan tersebut akan mampu bersaing, bertahan bahkan mengungguli para pesaingnya.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana pengaruh gaya hidup, kelompok acuan, produk, harga, dan promosi terhadap keputusan konsumen dalam membeli sepeda motor merek Yamaha Mio di PT. X?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya hidup, kelompok acuan, produk, harga, dan promosi terhadap keputusan konsumen dalam membeli sepeda motor merek Yamaha Mio di PT. X.
2. Untuk mengetahui variabel yang dominan mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli sepeda motor merek Yamaha Mio di PT. X.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi produsen sepeda motor merek Yamaha dalam mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli sepeda motor merek Yamaha Mio.
2. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas X, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
3. Sebagai menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti, khususnya mengenai perilaku konsumen dan keputusan konsumen dalam membeli sepeda motor merek Yamaha Mio.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir/Landasan Teori
Salah satu tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi konsumen untuk bersedia membeli barang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkan. Hal ini sangat penting bagi seorang manajer pemasaran atau mereka yang berkecimpung dalam bidang pemasaran untuk memahami tentang perilaku konsumen.
Dengan memahami perilaku konsumen, maka perusahaan dapat mengembangkan produk, menentukan harga, menentukan tempat/lokasi, kegiatan pelayanan dan mempromosikan produknya secara lebih baik. Disamping itu pula perusahaan akan dapat memahami tentang adanya peluang yang baru untuk menentukan kebutuhan dari konsumen yang merasa belum terpenuhi, yang selanjutnya memudahkan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi mengenai cara untuk mengadakan segmentasi pasar.
Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa "Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan".
Selanjutnya Engel, Blackwell dan Minard (2001) menyatakan bahwa "Perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabisi produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini".
Perilaku konsumen dalam mengkonsumsi produk jasa relatif sama dengan ketika mengkonsumsi produk yang bersifat bukan jasa. Menurut Lovelock (2002), konsumen juga dihadapkan pada suatu proses memilih, proses ketika terjadi konsumsi, dan proses setelah konsumsi jasa. Berkaitan dengan konsumsi produk atau jasa terdapat 3 (tiga) tahap yang akan dilalui oleh konsumen, yaitu :
1. Tahap Sebelum Pembelian
Konsumen akan menggali informasi tentang produk serta mendefinisikan tingkat kebutuhannya terhadap produk. Setelah mengindentifikasi kebutuhan dan kemungkinan mencari alternatif pilihan terhadap produk maka langkah selanjutnya adalah : melakukan evaluasi terhadap beberapa alternatif produk yang ditawarkan oleh produsen.
2. Tahap Proses Pembelian
Pada tahap ini konsumen telah dan sedang menilai manfaat yang sedang dirasakan dari produk yang dikonsumsi. Produsen telah berupaya mewujudkan keinginan konsumen atau pelanggan tersebut.
3. Tahap Setelah Pembelian
Pada tahap ini konsumen telah mengkonsumsi produk, yang dilanjutkan dengan melakukan penilaian tentang manfaat yang dirasakan dari produk tersebut. Jika produk tersebut memberikan manfaat maka akan terjadi proses pembelian kembali. Sebaliknya, jika produk tersebut tidak menguntungkan, maka akan mempengaruhi keputusan pembelian berikutnya.
Aktivitas atau proses sebelum pembelian, proses pembelian, dan proses setelah pembelian produk atau jasa erat berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen. Adanya faktor-faktor tersebut tidak menutup kemungkinan pihak konsumen melakukan keputusan pembelian atau bahkan tidak melakukan keputusan pembelian. Faktor pengaruh pembelian yang bersifat eksternal dan internal tersebut menjadi bagian yang berperan dominan.
Kotler (2000) membagi faktor-faktor pengaruh perilaku menjadi lima kelompok, yaitu kelompok kultural, sosial pribadi, psikologi, dan pembeli itu sendiri, Subkelompok kultural memiliki sub kelompok kultur, subkultur, dan kelas sosial. Sedangkan faktor sosial terdiri atas subkelompok referensi, keluarga, peran, dan status. Faktor psikologis terdiri dari subkelompok motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan, dan sikap.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen berkaitan dengan proses pembelian menurut Berkowitz (2000) adalah sebagai berikut : faktor psikologi (psychological influences) dengan subfaktor terdiri dari motivasi, personality, persepsi, belajar, nilai, kepercayaan, sikap, serta gaya hidup (lifestyle); Faktor situasional (situational influences) meliputi subfaktor sosial, situasi, waktu ; Faktor sosial budaya (sociocultural influences) meliputi subfaktor pengaruh individu, referensi kelompok, keluarga, sosial, budaya ; Faktor bauran pemasaran (marketing mix influences) dengan subfaktor produk, harga, promosi, serta distribusi produk.

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut ; gaya hidup, kelompok acuan, produk, harga, dan promosi berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam membeli sepeda motor merek Yamaha Mio di PT. X.
TESIS ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKUITAS MEREK SEPEDA MOTOR MEREK HONDATERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN

TESIS ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKUITAS MEREK SEPEDA MOTOR MEREK HONDATERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN

(KODE : PASCSARJ-0068) : TESIS ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKUITAS MEREK SEPEDA MOTOR MEREK HONDATERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN (PRODI : ILMU MANAJEMEN)




BAB I
PENDAHULUAN


I.1. Latar Belakang
Perkembangan dunia pemasaran pada era globalisasi sekarang ini telah menjadi begitu kompleks dan begitu penuh dengan istilah-istilahnya. Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Kekuatan merek terletak pada kemampuannya untuk mempengaruhi perilaku pembelian. Merek diyakini mempunyai kekuatan yang besar untuk memikat orang untuk membeli produk atau jasa yang diwakilinya. Keputusan pembelian lebih sering didasarkan pada pertimbangan merek daripada hal-hal lain. Banyak variasi produk untuk jenis produk yang sama tetapi dengan merek yang berbeda pula. Dengan adanya merek maka akan mempermudah perusahaan untuk mengenalkan produknya kepada para konsumen sehingga merek harus selalu hidup dan dapat diterima pasar.
Merek bukan sekedar nama, istilah, atau tanda, tetapi merek merupakan sebuah "ikrar" dari perusahaan untuk secara konsisten memberikan gambaran, semangat, dan pelayanan pada konsumen. Disinilah dibutuhkan pengelolaan merek yang bukan pekerjaan sederhana, tantangan besar yang menghadang adalah banyak dan cepatnya perubahan yang terjadi dalam lingkungan pemasaran, seperti perilaku konsumen, strategi-strategi kompetitif, aturan-aturan pemerintah dan aspek lain dari lingkungan pemasaran yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu merek.
Perkembangan industri sepeda motor di Indonesia dengan bermacam merek yang digunakan oleh perusahaan produsennya juga menjadikan isu merek ini menjadi sangat strategis dikarenakan dapat menjadi sarana bagi perusahaan untuk mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan. Merek yang kuat akan membangun loyalitas, dan loyalitas akan mendorong bisnis terulang kembali. Merek yang kuat juga akan menghasilkan harga yang menarik dan menjadi penghalang bagi masuknya pesaing. Merek-merek sepeda motor yang saat ini sudah beredar di Indonesia antara lain Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, Kanzen, Kymco, Piaggio dan merek-merek lainnya. Masing-masing merek sepeda motor tersebut berlomba melakukan inovasi produk dengan tipe, model dan teknologinya masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan profesi, status, gaya hidup dan hobi penggunanya.
Menurut data penjualan yang dikeluarkan oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) untuk kuartal keempat 2007, Honda membukukan penjualan terbanyak dengan jumlah 2,135 juta unit yang disusul oleh Yamaha dengan 1,923 juta unit, diikuti oleh Suzuki dengan penjualan sejumlah 641.929 unit dan Kawasaki dengan penjualan keseluruhan sejumlah 28.616 unit. Menurut data tersebut merek yang terlihat dominan berada pada sepeda motor merek Honda yang terus bersaing dengan rival klasiknya yaitu Yamaha diikuti dengan Suzuki.
Dengan mempertimbangkan beberapa kualifikasi yang dijadikan tuntutan dasar seorang konsumen di Indonesia di dalam mempertimbangkan keputusan pembelian terhadap sepeda motor, secara tradisional masyarakat di Indonesia masih terikat kepada hal-hal berikut yang berkaitan langsung dengan faktor-faktor ekuitas merek, yaitu :
1. Mempertimbangkan apa yang akan dibeli dengan apa yang telah dibeli masyarakat secara umum dan telah dikenal secara luas/nasional dimana hal ini merupakan ruang lingkup dari dimensi kesadaran merek.
2. Pertimbangan faktor ekonomis di dalam penggunaannya (irit bahan bakar, harga nilai jual kembali, dimana hal ini sangat diperhatikan oleh seluruh lapisan konsumen di Indonesia) yang merupakan unsur dari dimensi kesan yang dirasakan.
3. Perbandingan dengan merek-merek lain dengan mempertimbangkan hal-hal yang terdapat pada poin 1 dan 2 di atas, dimana secara teoritis hal ini merupakan cerminan dari dimensi asosiasi merek.
4. Kesan positif yang disampaikan oleh konsumen yang telah membeli/menggunakan sepeda motor merek Honda kepada calon pembeli lain di dalam lingkungannya (teman/keluarga) yang secara umum dapat dipandang sebagai salah satu unsur dari dimensi loyalitas merek.
Beberapa poin pertimbangan konsumen yang secara teoritis di atas dimana terdapat faktor-faktor ekuitas merek di dalamnya sudah dimengerti secara umum oleh konsumen di Indonesia. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap alat transportasi yang memiliki nilai ekonomis tinggi dikarenakan semakin tingginya harga minyak dunia per barelnya, maka persaingan antar produsen sepeda motor semakin ketat di dalam mempromosikan dan memasarkan merek sepeda motor masing-masing. Tingginya tingkat kompetisi ini menjadikan para perusahaan produsen sepeda motor bersaing dalam harga, varian produk, pelayanan purna jual dan nilai jual kembali. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada, menarik kembali pelanggan yang beralih, dan menjangkau konsumen baru.

*** Tabel sengaja tidak ditampilkan ***

Melalui Tabel I.1 di atas diketahui bahwa penjualan sepeda motor Honda merek mengalami penurunan dari tahun 2005 hingga tahun 2007. Sedangkan penjualan sepeda motor merek Yamaha mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahunnya.

*** Tabel sengaja tidak ditampilkan ***

Dari Tabel I.2 di atas dapat dilihat untuk tahun 2007, total penjualan sepeda motor merek Honda bersaing ketat dengan pesaingnya yaitu merek Yamaha. Secara khusus pada bulan Maret dan Mei 2007, penjualan sepeda motor merek Yamaha melampaui penjualan sepeda motor merek Honda.

*** Tabel sengaja tidak ditampilkan ***

Data penjualan sepeda motor di X dapat dilihat pada Tabel I.3 di atas dan di Kota X pada khususnya yang ditunjukkan pada Tabel I.4 juga menunjukkan bahwa sepeda motor merek Yamaha merupakan yang paling besar peningkatan penjualannya dibandingkan dengan sepeda motor merek Honda dan Suzuki.

*** Tabel sengaja tidak ditampilkan ***

Demi menjangkau pangsa pasar potensial baru yaitu dari kaum wanita yang didasarkan pada tingginya angka penjualan sepeda motor otomatis merek Yamaha Mio dari Yamaha, PT. Astra Honda Motor kemudian meluncurkan varian sepeda motor Vario, dan Suzuki Indonesia mengeluarkan produk Suzuki Spin-nya untuk menandingi dan meraih pangsa pasar yang sangat potensial tersebut yang sebelumnya belum pernah tersegmentasi dan diperhatikan secara khusus oleh para produsen sepeda motor.
Fenomena pangsa pasar baru ini kemudian berdampak secara positif terhadap segmen pasar pria, segmentasi secara demografi (usia muda), segmen pasar anak sekolah dan mahasiswa hingga ke pekerja kantoran yang tidak hanya membutuhkan alat trasportasi yang irit dan mempunyai kemampuan mobilitas yang tinggi tetapi juga dapat memberikan citra atau kebanggaan bagi pengendara sepeda motor tersebut.
Dengan menyadari pentingnya peran dari perusahaan (promosi, faktor harga, produk yang berkualitas, purna jual) dan pemberian preferensi/masukan dari konsumen lama kepada konsumen baru, PT. Astra Honda Motor terus berupaya memperkuat ekuitas mereknya untuk dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dengan memproduksi sepeda motor yang mempunyai kualitas, mempunyai pertimbangan ekonomis, dan citra yang ditimbulkan dari produk tersebut yang dinilai dapat menjadikannya berbeda dengan merek para pesaing. PT. Astra Honda Motor juga melakukan strategi promosi pada harga suku cadangnya dimana konsumen dapat memperoleh suku cadang yang asli (merek Honda) dengan harga yang terjangkau. Upaya mendekatkan diri pada pelanggan juga diwujudkan dengan keberadaan minimal 1 (satu) cabang perwakilan/dealer yang sekaligus menjadi pusat layanan purna jualnya di setiap kecamatan di Indonesia. Namun demikian, produsen merek pesaing PT. Astra Honda Motor seperti Yamaha dan Suzuki terus menerus melakukan inovasi produk dan kegiatan pemasaran yang dilakukan di dalam memasarkan produknya sehingga secara statistik angka penjualan yang dihasilkan terlihat bahwa secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jumlah yang signifikan antara ketiga merek tersebut terutama antara sepeda motor merek Honda dan Yamaha. Dengan semakin gencarnya strategi pemasaran dari pesaing mengenai keunggulan dan produk-produk yang inovatif seperti pada saat Yamaha meluncurkan produk Yamaha Mio-nya yang mendapatkan respon positif dari pangsa pasar potensial baru yaitu kaum wanita maka pelanggan sepeda motor Honda yang telah ada dan calon konsumen baru dapat saja beralih pada merek sepeda motor kompetitor.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
"Sejauhmana pengaruh ekuitas merek yang terdiri dari : kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek, berpengaruh terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek Honda di lingkungan Universitas X ?


1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dimensi ekuitas merek mana yang berpengaruh lebih signifikan pada merek sepeda motor Honda terhadap keputusan pembelian, dimana keempat dimensi ekuitas merek tersebut terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek dan bagaimana pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek Honda di lingkungan Universitas X.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi perusahaan
Sebagai bahan informasi dan masukan bagi produsen sepeda motor merek Honda untuk lebih memahami sejauh mana peranan ekuitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen sepeda motor.
2. Program studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana X
Sebagai menambah studi kepustakaan mengenai pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen sepeda motor.
3. Peneliti
Sebagai menambah dan memperluas pengetahuan peneliti dalam bidang pemasaran khususnya yang berhubungan dengan pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen.
4. Bagi peneliti lain
Sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian di bidang ini pada masa yang akan datang.

1.5. Kerangka Berpikir
Pemberian merek telah menjadi masalah penting dalam strategi produk. Para pemasar menyadari bahwa pemberian merek adalah seni dan merupakan bagian penting dari pemasaran. Nama merek yang kuat mempunyai franchise konsumen, yaitu nama merek yang memiliki kesetiaan konsumen yang kuat. Perusahaan yang mampu mengembangkan merek dengan franchise konsumen dinilai akan mampu mempertahankan diri dari para pesaing.
Dalam perkembangan konsep pemasaran modern dimana konsumen ditempatkan sebagai sentral perhatian, setiap perusahaan merasa perlu untuk menyelidiki keputusan pembelian konsumen secara terperinci, apa yang dibeli konsumen, kapan dan dimana mereka membeli, berapa banyak mereka membeli, dan mengapa mereka sampai membeli dalam rangka mengembangkan strategi pemasaran yang diharapkan mampu meraih pangsa pasar yang tersedia. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, salah satu strategi perusahaan dalam membentuk perilaku pembelian konsumen adalah dengan menciptakan merek.
Dengan semakin tingginya persaingan di industri sepeda motor yang juga disebabkan semakin tingginya harga barang kebutuhan sehari-hari konsumen dan harga bahan bakar minyak, produsen sepeda motor dituntut untuk dapat memberikan nilai lebih secara terus menerus melalui penyempurnaan produk (sepeda motor) untuk dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen pada akhirnya. Hal ini dikarenakan konsumen yang menjadi sentral dari kegiatan pemasaran semakin lama semakin selektif di dalam menentukan produk pilihannya dan juga turut dimanjakan oleh varian model, bentuk, dan spesifikasi lainnya yang ditawarkan oleh produsen sepeda motor. Segmen pasar industri sepeda motor ini dinilai akan semakin berkembang dikarenakan kecendrungan baru yang terjadi di lingkungan pekerja "kerah putih" yang mulai melirik sepeda motor sebagai alat transportasinya dimana segmen pasar ini dinilai mengutamakan prestise pada keputusan pembelian sepeda motor tersebut karena faktor peralihan segmen pasar tersebut dari mobil ke sepeda motor.
Merek merupakan hal yang sangat penting baik bagi konsumen maupun bagi produsen. Bila tidak ada merek, maka konsumen harus mengevaluasi semua produk yang tidak memiliki merek setiap kali mereka akan melakukan pembelian. Merek juga membantu meyakinkan konsumen bahwa mereka akan mendapatkan kualitas yang konsisten ketika mereka membeli produk tersebut. Selain itu merek juga berkaitan dengan cara konsumen merasa dan membeli barang-barang bukan sekedar sebuah karakteristik barang-barang tertentu (Arnold : 1996).
Dalam dunia pemasaran sekarang ini perusahaan yang ingin tetap bertahan dan melangkah lebih maju untuk memenangkan persaingan dinilai perlu mengetahui kondisi ekuitas merek produknya. Ekuitas merek yang kuat akan mampu mengembangkan keberadaan suatu produk dalam persaingan apapun dan dalam jangka waktu yang panjang.
Membangun apa yang ingin dirasakan oleh konsumen dapat dilakukan melalui jalur merek. Suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat dapat membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan apa pun dan dalam jangka waktu yang relatif lama.
Dengan semakin banyaknya jumlah "pemain" di pasar, meningkat pula ketajaman persaingan di antara merek-merek yang beroperasi di pasar dan hanya produk yang memiliki ekuitas merek kuat yang dinilai akan tetap mampu bersaing, merebut, dan menguasai pasar.
Pada saat semakin selektifnya konsumen terhadap keputusan pembelian suatu produk atau jasa, maka strategi ekuitas merek dapat memberikan nilai tambah kepada perusahaan dan konsumen.. Merek yang memiliki ekuitas berarti disikapi secara positif oleh konsumen yang kemudian dapat berkembang menjadi dasar proses keputusan pembelian konsumen.
Sutisna (2003) menyatakan bahwa : "Sikap positif terhadap merek tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap merek itu, sebaliknya sikap negatif akan menghalangi konsumen dalam melakukan pembelian". Merek juga dapat dipakai untuk mengurangi perbandingan harga karena merek adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membandingkan produk-produk sejenis yang berbeda.
Hubungan antara ekuitas merek dengan proses keputusan pembelian konsumen terletak pada keyakinan-keyakinan dan pilihan konsumen (preference) atas suatu merek yang merupakan sikap dari konsumen. Dalam banyak hal, sikap terhadap merek tertentu sering mempengaruhi apakah konsumen akan membeli atau tidak.
Menurut Chandrashekran dalam Setiadi (2003) menyatakan bahwa : "Suatu pemilihan merek, akan melalui suatu pola dimana seseorang akan membentuk suatu ide atau suatu kepercayaan akan beberapa alternatif dan membangun suatu preferensi. Kepercayaan-kepercayaan dan preferensi tersebut dapat membantu konsumen mengambil keputusan".
Berdasarkan penjelasan teoritis di atas, diketahui bahwa menurut para peneliti terdapat hubungan antara ekuitas merek dengan keputusan pembelian konsumen Secara skematis pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen dapat digambarkan sebagai berikut :

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dihipotesiskan sebagai berikut : faktor ekuitas merek yang terdiri dari; kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek secara serempak berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen sepeda motor merek Honda di lingkungan Universitas X.
TESIS PENGARUH EKUITAS MEREK (BRAND EQUITY) TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN SONY ERICSSON PADA MAHASISWA X

TESIS PENGARUH EKUITAS MEREK (BRAND EQUITY) TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN SONY ERICSSON PADA MAHASISWA X

(KODE : PASCSARJ-0067) : TESIS PENGARUH EKUITAS MEREK (BRAND EQUITY) TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN SONY ERICSSON PADA MAHASISWA X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)




BAB I
PENDAHULUAN


I.1. Latar Belakang
Perkembangan dunia yang begitu cepat dewasa ini dapat dilihat di segala bidang seperti teknologi, ekonomi dan sebagainya. Dampak dari perkembangan ini memberikan suatu tantangan dan peluang bagi industri dan perusahaan besar ataupun kecil. Di era globalisasi, seperti yang terjadi di kawasan Asia Tenggara khususnya Negara Indonesia, dapat dilihat bahwa dengan adanya perdagangan bebas membuka jalan bagi perkembangan industri dan perusahaan dalam memasarkan produk dan memperluas pasarnya.
Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas pasar produk perusahaan dan di sisi lain keadaan tersebut memunculkan persaingan yang ketat antar perusahaan domestik maupun dengan perusahaan asing. Fenomena persaingan ini akan semakin mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah dengan merek.
Merek mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Merek juga menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.
Kekuatan persaingan adalah persaingan antar merek, maka ekuitas merek suatu perusahaan harus semakin kuat. Dengan semakin kuatnya ekuitas merek suatu produk, maka konsumen akan merasa puas dan semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut yang selanjutnya akan membawa konsumen untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang sehingga akhirnya menjadi pelanggan yang setia serta mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.
Salah satu perusahaan yang mengalami persaingan yang ketat pada saat ini adalah perusahaan telepon seluler. Berbagai merek telepon seluler semakin banyak diperkenalkan dan beredar di pasaran seperti : Nokia, Sony Ericsson, Samsung, Siemens, Motorola, BlackBerry, O2, Dopod, LG, Philips, dan sebagainya.
Dari berbagai merek telepon seluler yang ada dipasaran, salah satunya adalah telepon seluler merek Sony Ericsson. Enam tahun sudah Sony Ericsson, merek yang lahir dari hasil merger antara Divisi Mobile Communication Sony Corporation dan Telefonaktiebolaget LM Ericsson, terus berupaya meramaikan industri telepon selular (ponsel). Walaupun berasal dari dua perusahaan yang kuat, kehadirannya sempat mengundang segudang pertanyaan, khususnya mengenai eksistensinya di masa yang akan datang.
Sony Ericsson yang merger pada Oktober 2001 dan masuk Indonesia secara resmi Februari 2002 itu terbukti mampu mempertahankan keberadaannya di pasar global maupun Tanah Air. Di pasar domestik, serbuan ponsel ini pelan-pelan mampu menggoyang pasar Nokia. Dalam pasar global, pangsa pasar Sony Ericsson terus merangkak naik. Variasi produknya juga sangat banyak dan tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Merek ponsel ini menyadari bila varian yang banyak merupakan kunci untuk mengenalkan produknya ke pasar.
Dengan menyadari pentingnya kepuasan konsumen bagi pencapaian tujuan perusahaan, Sony Ericsson terus memperkuat ekuitas mereknya. Guna meningkatkan kesadaran masyarakat (brand awareness) terhadap merek Sony Ericsson di Indonesia, pabrikan Jepang dan Swedia itu agresif memasarkan berbagai model barunya ke pasar. Jika semula hanya menawarkan delapan varian dalam waktu lebih dari setahun, kini minimal 12 model baru hadir setiap tahunnya. Pengalaman yang kaya dari Ericsson dalam bidang telekomunikasi menemukan pasangan yang jitu lewat ketangguhan Sony dalam dua bidang : kamera (ingat Sony Cybershot) dan audio (ingat Walkman). Kekuatan Sony ini benar-benar dieksploitasi guna menghasilkan aneka produk ponsel yang memukau. Sony Ericsson mengategorikan produknya menjadi empat, yaitu ponsel berkamera (imaging), gaya hidup (lifestyle), musik (walkmanphone), dan ponsel bisnis (web communication).
Produk yang variatif, desain yang menarik, menu yang mudah digunakan, fitur yang beragam, juga lebih terjangkau oleh masyarakat Indonesia karena disesuai dengan daya beli masyarakat diharapkan mampu menciptakan kepuasan konsumen telepon seluler merek Sony Ericsson. Tersedianya content-content di internet berupa musik, permainan (game), tema (themes), wallpaper dan lain-lain yang dapat didownload gratis juga diharapkan mendukung kepuasan konsumen telepon seluler Sony Ericsson.
Pada mahasiswa tahun ajaran 2005-2007 sejumlah 2507 orang hanya terdapat 526 orang yang menggunakan telepon seluler Sony Ericsson. Dari fenomena dilihat penggunaan merek telepon seluler di Fakultas ini cenderung didominasi oleh merek lain di luar merek Sony Ericsson.
Dominasi merek lain di luar merek Sony Ericsson menunjukkan gejala belum kuatnya pengaruh ekuitas merek terhadap kepuasan dan loyalitas merek konsumen Sony Ericsson di Fakultas ini dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi.
Harga produk Sony Ericsson yang ditawarkan sudah pada taraf terjangkau oleh masyarakat Indonesia, tetapi tidak semua konsumen mau untuk membeli semua jenis produk yang ditawarkan.
Terdapatnya produk telepon seluler lain di pasaran dengan variasi produk, kualitas yang sama, pelayanan yang tidak jauh berbeda serta memberikan promosi yang menarik, adakalanya juga menjadi salah satu hal yang membuat konsumen beralih ke produk telepon seluler tersebut.
Ada kecenderungan di kalangan mahasiswa membeli dan menggunakan telepon seluler dengan melihat merek yang paling banyak dipakai dan dikenal masyarakat, rasa gengsi yang diperoleh (prestise), juga kualitas yang dirasakan lebih unggul.
Untuk itulah Sony Ericsson dituntut untuk dapat membentuk kepuasan konsumen secara total dengan memberikan nilai-nilai yang berdayaguna agar pelanggan puas dan tidak berpindah ke merek yang lain. Kegagalan suatu merek menyampaikan citra yang baik kepada konsumen akan memberikan dampak buruk terhadap persepsi mereka terhadap merek tersebut.

I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Sejauh mana pengaruh ekuitas merek yang terdiri dari; kesadaran merek (brand awareness), kesan kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi merek (brand association) terhadap kepuasan konsumen Sony Ericsson pada mahasiswa X.
2. Bagaimana hubungan kepuasan dengan loyalitas mahasiswa konsumen Sony Ericsson pada mahasiswa X.

I.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh ekuitas merek yang terdiri dari; kesadaran merek (brand awareness), kesan kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi merek (brand association) terhadap kepuasan konsumen Sony Ericsson pada Mahasiswa X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa hubungan variabel kepuasan mahasiswa dengan variabel loyalitas mahasiswa konsumen Sony Ericsson pada mahasiswa X.

I.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan kepada konsumen menjadi faktor pertimbangan dalam memilih telepon seluler yang sesuai dengan keinginan mereka.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi atau masukan bagi perusahaan telepon seluler merek Sony Ericsson maupun perusahaan ponsel merek lainnya untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek (brand equity) terhadap kepuasan dan loyalitas guna peningkatan jumlah penjualan produk mereka.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tambahan bagi pihak akademisi untuk pembahasan mengenai manajemen pemasaran khususnya kekuatan merek dalam kaitannya dengan kepuasan dan loyalitas konsumen.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan penahaman peneliti mengenai hal-hal yang berhubungan dengan teori perilaku konsumen dan penerapannya di lapangan.
5. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya pada permasalahan atau subjek yang sama demi pengembangan baik secara umum maupun khusus terhadap ilmu pengetahuan yang dijadikan dasar penelitian ini.

I.5. Kerangka Berfikir
Ekuitas merek memiliki posisi yang penting dalam tercapainya tujuan perusahaan. Bagi perusahaan yang ingin tetap bertahan dan melangkah lebih maju untuk memenangkan persaingan, sangat perlu mengetahui kondisi ekuitas merek produknya. Ekuitas merek yang kuat akan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun dalam jangka waktu yang panjang.
Menurut Aaker (1997) Ekuitas merek adalah : "Serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, keduanya harus saling berhubungan dengan nama atau simbol sebuah merek. Dimensi ekuitas merek terdiri atas kesadaran merek (brand awareness), kesan kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi merek (brand associations) dan loyalitas merek (brand loyality)".
Sedangkan menurut Simamora (2000) bahwa "Ekuitas merek (brand equity) disebut juga nilai merek, yang menggambarkan keseluruhan kekuatan merek di pasar. Ekuitas merek memberikan suatu keunggulan kompetitif bagi sebuah perusahaan karena orang lebih cenderung membeli produk yang membawa nama merek terkenal dan dihormati".
Konsep ekuitas merek dapat terjadi ketika seorang konsumen memiliki tingkatan yang tinggi terhadap kesadaran dan pengenalan terhadap suatu merek dan berpegang pada kekuatan kegemaran dan keunikan asosiasi-asosiasi merek dalam ingatannya.
Konsumen yang menunjukkan sikap positifnya terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu dan berniat untuk terus membelinya di masa depan menunjukkan kepuasan dan kesetiaannya terhadap merek tersebut.
Kesetiaan merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek yang telah digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Kotler (2001) bahwa : "Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan pembeli atas suatu produk dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut".
Sedangkan menurut Swan dalam Tjiptono (2005) bahwa : "Kepuasan sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk bersangkutan cocok atau tidak cocok dengan tujuan pemakaiannya".
Konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan membeli produk dengan merek tertentu. Apabila merek yang dipilih konsumen itu dapat memuaskan kebutuhan dan keinginannya, maka konsumen akan memiliki ingatan yang dalam terhadap merek tersebut. Pada pembelian berikutnya, konsumen akan memilih produk dengan merek yang telah memberikannya kepuasan, sehingga akan terjadi pembelian yang berulang-ulang terhadap merek tersebut.
Durianto, dkk (2004) menyatakan bahwa : "Ekuitas merek akan menciptakan nilai, baik kepada konsumen maupun kepada produsen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Suatu merek dapat dikatakan memiliki ekuitas yang tinggi, apabila merek tersebut berhasil membuat konsumen puas dan loyal. Dari keempat faktor ekuitas merek, pada kenyataannya kesan kualitas merek (brand perceived quality) dan asosiasi merek (brand association) yang dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen".
Sedangkan menurut Aaker (1997) bahwa : "Kesan kualitas, asosiasi, dan nama yang terkenal bisa memberikan alasan untuk membeli dan bisa mempengaruhi kepuasan penggunaan. Bahkan jika ketiganya tidak penting dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap bisa mengurangi rangsangan untuk mencoba merek-merek lain. Loyalitas merek adalah salah satu dimensi ekuitas merek dan juga merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh ekuitas merek.

I.6. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Ekuitas merek yang terdiri dari; kesadaran merek (brand awareness), kesan kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi merek (brand association) berpengaruh terhadap kepuasan Sony Ericsson pada mahasiswa X.
2. Kepuasan konsumen memiliki hubungan dengan loyalitas konsumen Sony Ericsson pada mahasiswa X.
TESIS PENGARUH PROMOSI DAN LOKASI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PENGUNJUNG X DEPARTEMENT STORETESIS PENGARUH PROMOSI DAN LOKASI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PENGUNJUNG X DEPARTEMENT STORE

TESIS PENGARUH PROMOSI DAN LOKASI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PENGUNJUNG X DEPARTEMENT STORETESIS PENGARUH PROMOSI DAN LOKASI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PENGUNJUNG X DEPARTEMENT STORE

(KODE : PASCSARJ-0066) : TESIS PENGARUH PROMOSI DAN LOKASI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PENGUNJUNG X DEPARTEMENT STORE (PRODI : ILMU MANAJEMEN)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan modern di kota-kota besar, seperti Kota X penjualan dengan sistem swalayan telah lama dikenal. Bisnis ini berkembang dengan cepat, sehingga pada saat ini di Kota X terdapat berbagai pasar dan toko swalayan dalam jumlah yang cukup banyak, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil. Perkembangan jumlah swalayan tersebut mengakibatkan semakin tingginya persaingan usaha diantara mereka.
Dalam sistem swalayan, selain lokasi usaha yang strategis, fasilitas pelayanan juga mempengaruhi jumlah pembeli. Fasilitas pelayanan adalah berbagai kemudahan yang diberikan oleh perusahaan terhadap konsumennya, baik dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk non fisik. Berbagai pelayanan yang diberikan oleh swalayan tersebut diantaranya adalah jenis-jenis barang yang disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, fasilitas penunjang pelayanan seperti ATM, parkir dan counter-counter yang dapat memberikan pelayanan dengan cepat kepada setiap pembeli.
Selain fasilitas pelayanan dalam bentuk fisik tersebut, juga dibutuhkan pelayanan non fisik, yaitu kemampuan berkomunikasi dari setiap penjaga atau karyawan yang bertugas di dalam swalayan itu sendiri. Kemampuan berkomunikasi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bagaimana karyawan tersebut membantu setiap pembeli yang berkunjung sehingga memudahkan pembeli untuk menemukan barang yang akan dibelinya serta sikap ramah dan sopan kepada setiap pengunjung.
Promosi yang dilakukan juga akan mempengaruhi konsumen untuk datang ke suatu swalayan. Promosi yang dilakukan terdiri dari beberapa unsur, yaitu periklanan, publisitas, personal selling, dan sales promotion. Periklanan merupakan unsur promosi yang paling banyak dan paling sering dilakukan oleh produsen.
Lokasi adalah letak usaha atau penjualan barang yang ditentukan perusahaan sehingga dapat dijangkau oleh konsumen. Lokasi yang strategis diartikan sebagai letak yang dapat dijangkau oleh konsumen dan memberikan berbagai kemudahan bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhannya.
Keputusan konsumen untuk membeli merupakan sikap konsumen yang memutuskan untuk membeli suatu barang atau jasa yang dibutuhkannya. Keputusan konsumen untuk membeli dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sikap ramah dan sopan dari pramuniaga, serta adanya berbagai fasilitas-fasilitas pelayanan dan promosi yang baik akan menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian. Kenyamanan dan keamanan penggunaan fasilitas pelayanan tersebut akan menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian produk di tempat tersebut. Selain fasilitas pelayanan dan promosi yang baik, lokasi yang mudah dijangkau oleh konsumen akan menjadi pilihan utama dalam melakukan pembelian.
Salah satu supermarket di Kota X adalah X Departement Store. Dalam upaya menarik pembeli, perusahaan ini melakukan promosi serta berbagai strategi pemasaran lainnya. Minat konsumen untuk berbelanja di X Departement Store cukup tinggi, hal ini terutama disebabkan karena lokasi supermarket cukup strategis yang dapat dijangkau dari berbagai jurusan atau arah Kota X.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana pengaruh promosi dan lokasi terhadap keputusan pembelian pada pengunjung X Departement Store ?

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh promosi dan lokasi terhadap keputusan pembelian pada pengunjung X Departement Store .

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi manajemen X Departement Store dan menjadi bahan pertimbangan dalam meningkatkan jumlah pengunjung yang berbelanja.
2. Sebagai menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas X.
3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti di bidang ilmu manajemen pemasaran, khususnya dalam bidang bisnis swalayan.
4. Sebagai bahan acuan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya terutama yang berminat untuk melakukan penelitian yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir/Landasan Teori
Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pembayaran (Swasta, 2002).
Kotler (2000) menyatakan bahwa "promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menonjolkan keistimewaan-keistimewaan produknya dan membujuk konsumen sasaran agar membelinya".
Sedangkan menurut Tjiptono (2004), promosi berkaitan dengan upaya untuk mengarahkan seseorang agar dapat mengenal produk perusahaan, lalu memahaminya, berubah sikap, menyukai, yakni, kemudian akhirnya membeli dan selalu ingat akan produk tersebut.
Berdasarkan dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian promosi sebagai berikut:
1) Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menyebabkan pertukaran dalam pemasaran.
2) Promosi adalah semua jenis kegiatan pemasaran yang ditujukan untuk mendorong permintaan.
Kebijaksanaan untuk memperkenalkan produk melalui promosi dapat dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung. Kegiatan promosi langsung pada umumnya dilakukan oleh pegawai perusahaan yang disebut salesman, yang mempromosikan langsung produk perusahaannya kepada konsumen. Sedangkan kegiatan promosi tidak langsung adalah kegiatan promosi yang dilakukan melalui media komunikasi seperti surat kabar, majalah, televisi, papan reklame dan radio. Bentuk-bentuk promosi yang umum dilakukan adalan periklanan, personal selling, publisitas, dan sales promotion.
Promosi akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu barang di toko, tetapi kemudian yang menjadi pertimbangan konsumen adalah lokasi toko atau tempat menjual barang yang dipromosikan tersebut. Lokasi usaha yang strategis yang dapat dicapai dengan mudah akan memudahkan konsumen untuk mengambil keputusan pembelian.
Salah satu kunci menuju sukses dalam dunia usaha adalah lokasi. Lokasi dimulai dengan memilih komunitas yang akan menjadi calon konsumen utama produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Keputusan ini sangat bergantung pada potensi pertumbuhan ekonomis dan stabilitas, persaingan, iklim politik, dan sebagainya (Kotler, 2000).
Pemilihan lokasi dan penampilan tempat perbelanjaan sangat membantu menentukan citra usaha dalam benak konsumen. Pemilihan lokasi yang tepat dan penampilan akan membentuk suasana usaha, dan suasana ini akan mempengaruhi konsumen.
Pemilihan lokasi pada penjualan eceran atau yang lebih dikenal dengan nama pasar swalayan, supermarket atau mini market lebih didasarkan pada konsep store environment yang merupakan suatu konsep perancangan lingkungan pasar atau toko yang nyaman dan menyenangkan bagi para pengunjung sehingga merangsang pengunjung menjadi konsumen untuk menghabiskan waktu dan berbelanja di sana (Harmaizar dan Rozalina, 2003).

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: promosi dan lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian pada pengunjung X Departement Store di X.