Search This Blog

SKRIPSI ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (SAWN TIMBER) HUTAN RAKYAT

SKRIPSI ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (SAWN TIMBER) HUTAN RAKYAT

(KODE PRTANIAN-0002) : SKRIPSI ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (SAWN TIMBER) HUTAN RAKYAT




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari peran sektor kehutanan dalam menghasilkan devisa, pendorong pengembangan ekonomi wilayah dan pendukung sektor ekonomi terkait. Hasil devisa yang diperoleh dari ekspor hasil hutan tahun 2005 mencapai US $ 2,405 juta yang terdiri dari kayu gergajian sebesar US $ 3 juta, kayu lapis lapis US $ 1.374 juta, Wood Charcoal US $ 24,5 juta, Vener Sheet US $ 9,3 juta, Particle Board US $ 5,3 juta, fiber board US $ 55,09 juta dan Pulp sebesar US $ 932,7 juta (DepartemenKehutanan, 2006). Industri penggergajian cukup memberikan kontribusi dalam penerimaan devisa negara, walaupun nilainya relatif kecil dibanding dengan produk kehutanan lainnya. Maka dari itu, pembangunan dan pengembangan industri penggergajian kayu menjadi penting untuk dikembangkan sehingga diharapkan mampu menunjang peningkatan perekonomian Indonesia.
Keberlanjutan industri penggergajian kayu tidak terlepas dari ketersedian bahan baku. Beberapa tahun belakangan terlihat bahwa ada ketidakseimbangan suplai bahan baku dari hutan dengan permintaan industri kayu. Menurut data Walhi dalam Departeman Kehutanan (2007), sebanyak 1.881 unit industri pengolahan kayu yang memiliki izin operasional dari pemerintah membutuhkan bahan baku kayu bulat sebesar 63,48 juta m3, sedangkan jatah tebang yang telah ditetapkan oleh pemerintah hanya 6,892 juta m3 per tahun. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi gap yang sangat besar sehingga dapat mempengaruhi keberlanjutan industri tersebut. Disisi lain dikhawatirkan akan ada aktivitas-aktivitas yang tidak bertanggung jawab seperti illegal loging untuk mencukupi kebutuhan permintaan bahan baku kayu sehingga mengorbankan kelestarian sumberdaya hutan.
Untuk mengatasi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran bahan baku tersebut, Pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis. Diantaranya adalah pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Rakyat. Realisasi pembangunan hutan tanaman industri sampai tahun 2005 sudah mencapai 5,7 juta Ha, sedangkan realisasi pembangunan Hutan Rakyat sudah mencapai 1,2 Juta Ha (Departemen Kehutanan, 2006).
Pengembangan hutan rakyat juga merupakan langkah strategis dalam mencukupi kebutuhan bahan baku industi kehutanan. Pada tahun 2005, produksi kayu bulat sebesar 24,22 juta m3, dengan perincian dari kegiatan IUPHHK/HPH sebesar 5,72 juta m3, dari kegiatan IPK sebesar 3,61 juta m3, dari hutan tanaman sebesar 13,58 juta m3 dan dari hutan rakyat sebesar 1,31 juta m3 (Departemen Kehutanan, 2006). Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa 5,4 persen sumber bahan baku industri kehutanan berasal dari Hutan Rakyat. Langkah lain yang ditempuh, sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Jangka Panjang Kehutanan Tahun 2005-2025 adalah Mewujudkan Struktur Industri Kehutanan Indonesia yang Kompetitif dan Ramah Lingkungan. Hal ini terlihat dalam pengembangan struktur industri yang efektif dan efisien serta mampu bersaing di pasar Global. Usaha tersebut diharapkan dapat menyeimbangkan antara permintaan dan penawaran bahan baku untuk keperluan industri tanpa mengorbankan kelestarian sumberdaya hutan atau melakukan penutupan industri kayu, sehingga sangat diperlukan tindakan-tindakan penghematan bahan baku di tingkatan masing-masing undustri kehutanan yang berbahan baku kayu. Secara agregate tindakan penghematan ini dapat mengoptimal kebutuhan bahan baku, sehingga permintaan bahan baku kayu dapat ditekan.
Salah satu usaha pengoptimalan pemintaan bahan baku kayu adalah dengan meningkatkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan bahan baku di industri penggergajian kayu. Pencapaian tujuan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan analisis biaya dan penetapan harga jual dari produk kayu gergajian tersebut. Dengan melakukan analisis tersebut sumber-sumber kegiatan yang inefisien dapat ditelusuri dan selanjutnya dilakukan tindakan ataupun kebijakan dalam mengatasi hal tersebut.
Penetapan harga kayu gergajian sangat dipengaruhi oleh besarnya korbanan sumberdaya ekonomi dalam pelaksanaan proses produksi kayu gergajian. Maka dari itu sangat diperlukan pencatatan secara sistematis dan komprehensif setiap transaksi biaya selama daur produk kayu gergajian. Hal ini bertujuan untuk memudahkan manajemen dalam melakukan perencanaan dan pengendalian biaya, penentuan harga pokok produk kayu gergajian dengan tepat dan teliti serta pengambilan kebijakan yang bersifat strategis terutama menyangkut biaya dalam rangka peningkatan efisiensi.
Hampir 90 % anggota Indonesian Sawmill and Woodworking Association (ISWA) merupakan perusahaan usaha kecil menengah (UKM) dan tidak memiliki hak pengusahaan hutan (HPH). Jumlah perusahaan yang terdaftar di (Badan Revitalisasi Industri Kehutanan) BRIK saat ini berkisar 1600 perusahaan, namun yang aktif dari tahun ketahun menurun. Pada tahun 2006 perusahaan yang aktif hanya hanya berjumlah 602 perusahaan (Departemen Kehutanan, 2007).
CV X merupakan salah satu perusahan UKM yang bergerak dalam memproduksi kayu gergajian dengan bahan baku kayu-kayu yang berasal dari hutan rakyat. Perusahaan ini berdiri awal Juni 2007 (dengan umur enam bulan pada saat penelitian dilakukan).

1.2 Perumusan Masalah
Dalam penetapan harga kayu gergajian tergantung pada alur produksi kayu gergajian yang berimplikasi terhadap besar atau kecilnya korbanan biaya yang dikeluarkan. Secara umum, biaya yang terserap dalam proses produksi kayu gergajian adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overheadpabrik dan biaya-biaya yang bersifat penunjang proses produksi. Kadangkala pada perusahaan penggergajian kayu berskala kecil (penggergajian kayu rakyat) tidak terlalu memperhatikan sistem akutansi yang lazim, proses pencatatan biaya tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Seringkali mengabaikan pencatatan biaya overhead pabrik dan biaya non produksi lainnya, sehingga biaya-biaya tersebut yang sebenarnya telah dikeluarkan tidak terhitung dan tidak menjadi komponen harga jual produk yang ditetapkan. Konsekuensi dari hal di atas adalah kurang telitinya penetapan harga jual dari produk yang dihasilkan, sehingga sulit melakukan pengendalian dan perencanaan dan pengambilan keputusan kurang tepat. Hal ini juga akan mengakibatkan efisiensi dan efektifitas industri kayu gergajian rendah.
Kapasitas produksi penggergajian tergantung dari kualitas bahan bakunya. Untuk bahan baku yang bagus CV X mampu mengolah lebih kurang 10 m3 bahan baku/hari sedangkan kualitas bahan baku yang kurang bagus hanya mampu lebih kurang 5 m3 bahan baku/hari.
Produk yang dihasilkan adalah kayu gergajian yang dengan berbagai dimensi ukuran mulai Balok, Kaso, Reng dan Papan. Perusahaan mengambil kebijakan penetapan harga jual dari masing produk berdasarkan harga pasar yang berlaku di daerah tersebut. Berdasarkan keterngan di atas di indikasikan bahwa CV X kurang memperhatikan serapan biaya pada proses produksi secara teliti dan cermat dalam penetapan harga jual produknya, sehingga perusahaan ini sulitnya melakukan pengendalian dan perencanaan
Pada proses pengendalian ada kemungkinan ditemukan penurunan biaya yang tidak seharusnya dikeluarkan sebagai bentuk peningkatan efisiensi. Penurunan biaya tersebut akan berdampak terhadap perubahan harga jual dari produk. Konsekuensi dari perubahan harga jual dan perubahan biaya, akan berdampak terhadap laba yang diterima oleh CV X. Pengaruh dampak perubahan biaya, harga jual dan volume penjualan terhadap perubahan laba yang diperoleh, setiap kebijakan yang telah diambil oleh CV X dapat dijadikan sebagai pedoman perencanaan yang kuat untuk memilih alternatif strategi dan tindakan pada periode produksi berikutnya. Pemilihan alternatif yang berdasar ini akan mengakibatkan pengambilan keputusan secara ekonomis rasional.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu usaha mengevaluasi industri kayu dalam hai ini CV X dalam rangka mewujudkan produk kehutanan yang kompetitif tidak terlepas dari kualitas produk kayu gergajian, sehingga mampu berkompetisi di pasar. Untuk mewujudkan produk yang kompetitif sangat tergantung seberapa besar biaya yang dikorbankan untuk memproduksi kayu gergajian dan kebijakan perusahan dalam penetapan harga jualnya. Disamping itu perlu dilakukan peningkatan efisiensi dengan melakukan pengendalian biaya sehingga CV X akan membayar serendah mungkin terhadap korbanan sumberdaya yang dikeluarkan.
Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah semua biaya yang terserap di CV X sudah tercatat secara sistematis ?
2. Apakah yang menjadi landasan dalam penetapan harga jual produk kayu gergajian (sawn timber) CV X?
3. Apakah CV X dalam memproduksi produk kayu gergajian masih mungkin melakukan pengendalian biaya dan merubah harga jual sebagai bentuk peningkatan efisiensi ?
4. Apakah dengan perubahan biaya dan perubahan harga jual masih memberikan keuntungan bagi CV X ?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkaji struktur biaya dan landasan penetapan harga jual produk kayu gergajian di CV X.
2. Menganalisis biaya, selisih biaya dan perubahan harga jual terhadap keuntungan CV X.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan dasar pertimbangan kepada pemilik perusahaan dalam penetapan harga jual produk kayu gergajian. Disamping itu, penelitian ini juga dapat dijadikan dasar untuk pengendalian biaya dalam rangka peningkatan efektifitas dan efisiensi proses produksi kayu gergajian sehingga perusahaan dapat melakukan perencanaan strategis akibat dari peningkatan efisiensi dan efektifitas tersebut. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan sebagai refrensi dalam penelitian-penelitian berikutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Proses produksi di CV X menghasilkan beberapa variasi dimensi produk kayu gergajian dari beberapa macam jenis bahan baku. Melihat dari prospek pengembangan hutan tanaman rakyat yang lebih cenderung memperhatikan pemilihan komoditas tanaman cepat tumbuh (fast growing) sehingga komoditas ini memiliki prospek sebagai pasokan bahan baku industri penggergajian kayu. Salah satu jenis tanaman kehutanan yang memiliki sifat fast grow tersebut adalah Sengon (Paraseriaunthes falcataria). Dengan sifat yang cepat tumbuh tersebut, memberikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat Bogor Barat untuk menanam Sengon di kebun-kebun mereka. Hal ini diperkirakan pasokan kayu Sengon mampu menjamin ketersedian bahan baku industri penggergajian kayu.
Melihat prospek di atas penelitian ini akan dibatasi dengan menganalisis penetapan harga pokok pada beberapa produk yang diproduksi oleh CV X. Diantaranya adalah produk Kaso dari bahan baku Sengon dengan dimensi 5 cm x 7 cm x 280 cm (Kaso 57) dan produk Kaso dari bahan baku Sengon dengan dimensi 4 cm x 6 cm x 280 cm (Kaso 46).
TESIS PERAN ZAKAT DALAM OPTIMASI PORTOFOLIO INVESTASI ASET (STUDI KASUS PADA UNIT USAHA SYARIAH BANK X)

TESIS PERAN ZAKAT DALAM OPTIMASI PORTOFOLIO INVESTASI ASET (STUDI KASUS PADA UNIT USAHA SYARIAH BANK X)

(KODE : PASCSARJ-0109) : TESIS PERAN ZAKAT DALAM OPTIMASI PORTOFOLIO INVESTASI ASET (STUDI KASUS PADA UNIT USAHA SYARIAH BANK X) (PRODI : EKONOMI KEUANGAN SYARIAH)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Kehidupan manusia didunia ini selalu dipenuhi dengan berbagai persoalan, karenanya agama diturunkan untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut. Islam dengan 1,5 milyar pemeluknya (hal.6 Morris, 2001) adalah agama yang mengatur secara komprehensif sendi-sendi kehidupan didunia melalui kitab sucinya yaitu Al Qur’an dan Hadits. Islam memiliki hukum-hukum yang yang bersifat universal dan berlaku sepanjang masa.
Islam dalam bahasa Arab berarti selamat, damai, tunduk, pasrah dan berserah diri, sehingga Islam berarti penyerahan diri secara total kepada pencipta seluruh alam yaitu Allah SWT. Dengan demikian, bagi pemeluk agama Islam, Al Qur’an dan Hadist adalah petunjuk dari Allah dan Rasulnya dalam pengaturan segala aspek kehidupannya agar selamat. Hal ini berarti tidak ada lagi pemisahan pengaturan antara aspek ekonomi dengan aspek spiritualnya, semua harus merujuk pada Al Qur’an dan Hadist. Perintah ini tertera dalam QS Al Baqarah 2:208
‘Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu he dalam Islam secara keseluruhan...."
Dalam Islam diyakini bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini hanyalah milik Allah, pemilik mutlak segala sesuatu, sedangkan manusia adalah khalifatullah. Manusialah yang ditugaskan untuk mengelola bumi. Allah memerintahkan manusia untuk mencari karunia-Nya atau kekayaan dan dalam proses pencarian tersebut manusia tetap diwajibkan untuk terus mengingat Allah. Selanjutnya, jika harta kekayaan telah dimiliki, maka harta tersebut haruslah dikelola dengan baik. Harta kekayaan tidak pernah dianjurkan untuk ditumpuk sebagai harta yang ‘idle’ seperti tertera dalam QS 104:2-3, melainkan hams dimanfaatkan untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Pemanfaatan atas harta yang dimiliki juga sangat dianjurkan oleh Rasulullah, diriwayatkan bahwa Nabi Muhamad SAW mengatakan "Sesungguhnya Allah tidak menyukai kalian menyia-nyiakan harta" (HR Bukhari). Selanjutnya, Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi SAW berkata "Siapa sajayang mengerjakan tanah tak bertuan akan lebih berhakatas tanah itu." (HR.Bukhari) (hal.65 Mannan,1992).
Kekayaan yang dibiarkan saja akan lenyap habis dimakan zakat, karena pemiliknya harus membayar zakat tiap tahun yang akan mengurangi jumlah kekayaan yang tidak tumbuh tersebut (hal.16 Sadeq, 2002). Sementara itu Ibnu Khaldun mengatakan bahwa kekayaan tidak tumbuh manakala ditimbun dan disimpan. la akan tumbuh dan berkembang bila dibelanjakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat, untuk diberikan kepada yang berhak dan menghapuskan kesulitan. (hal.135 Chapra, 2001).
Harapan hidup, pendidikan dan pengetahuan serta kesejahteraan yang meningkat telah mendorong manusia untuk berinvestasi. Investasi yang merupakan kegiatan untuk mengembangkan kekayaan (uang) yang dimiliki saat ini untuk mendapatkan keuntungan yang belum pasti dimasa mendatang, pada dasarnya adalah suatu upaya untuk menyiapkan masa depan, karena hal ini juga merupakan perintah dalam Al Qur’an surat al-Hasyr ayat 18 sebagai berikut:
‘Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan "Tahanlah sebagian hartamu untuk masa depanmu; hal itu lebih baik bagimu" (HR Bukhari, Muslim).
Menurut Huda dan Nasution (hal.18, 2007), konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga bernuansa spiritual karena menggunakan norma syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu dan amal, oleh karenanya investasi sangat dianjurkan bagi setiap muslim.
Investasi dalam Islam pada prinsipnya adalah menggunakan harta untuk suatu kegiatan usaha yang akan meningkatkan jumlahnya melalui cara-cara yang sesuai syariah. Investasi yang Islami bisa dilakukan secara langsung pada sektor riil maupun melalui pasar uang syariah dan pasar modal syariah. Sedangkan rambu-rambu pengembangan harta kekayaan dalam Islam adalah terhindar dari unsur riba, gharar dan maysir. Harus juga terhindar dari unsur haram, kebathilan dan ketidak adilan. Kemudian harta tersebut harus juga disucikan dengan mengeluarkan zakat harta, jika telah sampai pada nishab dan haul-nya. Dengan demikian, investasi Islami mencakup dimensi dunia dan akhirat. Inilah pembeda antara investasi dalam ekonomi Islam dan investasi konvensional. Dalam ekonomi konvensional, investasi dilakukan hanya untuk keuntungan dunia semata, tidak memasukkan unsur akhirat.
Trend pada abad 21 dalam Islamization process yang dikembangkan oleh pemikir kontemporer ekonomi Islam adalah pertama, mengganti ekonomi sistem bunga dengan sistem ekonomi bagi hasil. Kedua, mengoptimalkan sistem zakat dalam perekonomian. Artinya paradigma berinvestasi harus dirubah dari return yang pasti untuk semakin meningkatkan kekayaannya menjadi paradigma profit sharing dan pada saat yang sama harus menyadari adanya kewajiban untuk menyisihkan 2,5% zakat sebagai bagian dari "milik publik". (Mufraini 2006, hal. 9)
Metwally (1995 hal.71) menyatakan bahwa besaran zakat sebesar 2,5% diambil dari hasil investasinya saja. Sementara aset yang diinvestasikan tidak terkena zakat. Pendapat inilah yang banyak dipakai oleh lembaga keuangan syariah di Indonesia. Namun demikian, ada pendapat lain yang dikemukakan oleh beberapa ahli fiqih diantaranya Utsaimin (2008, hal.214) maupun Qardhawi (2007, hal.267) menyatakan bahwa dana tunai, sertifikat hutang, obligasi dan sekuritas, sertifikat tabungan atau deposito dan saham, zakatnya diambil dari aset tersebut bukan dari hasilnya saja. Thesis ini mengikuti pendapat yang terakhir bahwa aset yang diinvestasikan akan terkena zakat, termasuk modal pokoknya jika telah memenuhi syarat wajib zakat, dan dihitung sebagai zakat kekayaan.
Zakat adalah bagian dari harta yang dimiliki untuk diberikan kepada yang berhak, utamanya kaum fakir dan miskin, karena bagian tersebut adalah milik mereka. Pengeluaran zakat dari harta merupakan suatu kewajiban yang perintahnya diberikan oleh Allah SWT langsung dalam AlQur’an Surat At Taubah 9:103
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Begitu pentingnya zakat ini hingga zakat dihubungkan dengan shalat sebanyak 82 kali dalam AlQur’an. Abdullah bin Mas’ud r.a seorang sahabat dan Jabir bin Zayd r.a seorang tabiin-percaya bahwa Allah tidak akan menerima shalat seseorang jika orang tersebut tidak membayar zakat. Pendapat ini ditegaskan khalifah Abu Bakar r.a yang memutuskan untuk memerangi orang orang yang meninggalkan shalat dan tidak membayar zakat (Syaikh 2008).
Hadits lain yang diriwayatkan oleh Durrul Mantsur menyatakan dari Ali r.a. Rasulullah SAW, bersabda,
"Sesungguhnya Allah Swt, telah mewajibkan atas kaum muslimin yang kaya suatu kadar zakat dalam harta mereka, yang akan mencukupi orang-orang fakir diantara mereka. Dan tidaklah ada sesuatu yang menyusahkan orang-orang fakir itu jika mereka kelaparan atau tidak berpakaian, kecuali karena kehilangan orang-orang kaya yang tidak membayar zakatnya. Ingatlah! Sesungguhnya Allah Swt, akan menghisab mereka dengan hisab yang keras dan akan mengadzab mereka dengan adzab yang sangatpedih." (Al khandhalawi rah.a, hal 277).
Jelaslah zakat menjadi penting karena didalamnya terkandung ajaran pendistribusian kekayaan yang adil sebagai jaminan sosial diantara kaum muslimin disamping menyelamatkan si pembayar zakat dari penyakit moral berupa kecintaan dan ketamakan terhadap kekayaan dan meningkatkan keimanan serta kesadaran moral.
Sedangkan panduan berinvestasi terdapat dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 261 :
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seumpama sebuah biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai itu berisi seratus biji. Dan Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendak-Nyai. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.”
Ayat diatas memberikan panduan berinvestasi dijalan Allah, yaitu dari tiap butir benih yang diinvestasikan akan menjadi 700 biji. Sehingga berinvestasi di jalan Allah, melalui zakat, infaq dan shodaqoh diikuti dengan syarat beramal yaitu ikhlas, tidak riya dan tidak menyakiti yang diberi, akan mendapatkan balasan berlipat ganda yaitu sebesar 700 kali karena bagi orang yang beriman, janji Allah adalah benar, dan tidak perlu diragukan lagi.
Industri keuangan Islam sedang tumbuh sangat pesat. Sejak permulaan 3 dekade yang lalu, lembaga keuangan Islam terus bermunculan hingga mencapai jumlah 300 buah tersebar di lebih dari 75 negara, mengelola aset sebesar 500 milyar US Dollar (www.global.com.kw). Di Indonesia perkembangan keuangan Islam berawal sejak tahun 1992. Dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat yang merupakan bank Islam pertama di Indonesia. Lima belas tahun kemudian, berdasarkan data statistik perbankan syariah Desember 2007, tercatat telah berdiri 3 Bank Umum Syariah, 21 Unit Usaha Syariah dan 114 Bank Perkreditan Rakyat Syariah dengan 482 kantor Pusat dan kantor cabang serta 25 Unit Pelayanan Syariah (www.bi.go.id)
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia memang cukup pesat, dilihat dari pertumbuhan asset perbankan syariah yang mencapai rata-rata 48,99% pertahun, sejak 2003 hingga 2007. Pada kurun waktu yang sama, perbankan konvensional hanya tumbuh rata-rata 13,22% pertahun. Meskipun demikian, per Desember 2007 market share yang dimiliki baru mencapai 1,76% dari total market share perbankan nasional. Sungguh ironi dengan kenyataan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim.
Sesuai dengan fungsinya, Bank adalah lembaga intermediasi keuangan antara pihak penyimpan dana (nasabah) dan yang membutuhkan dana. Nasabah mau menyimpan dananya di Bank karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternatif investasi yang menarik yang dapat menghasilkan return yang terbaik. Penelitian yang dilakukan oleh Mangkuto (hal.53-76, Eksis 2005) maupun Samsudin (hal.77-91, Eksis 2005) menjelaskan bahwa keputusan nasabah untuk menggunakan jasa bank syariah dan melakukan penempatan dana investasinya secara khusus sangat dipengaruhi oleh tingkat imbal hasil yang akan didapatnya. Oleh karenanya bank hams melakukan pemilihan investasi dengan seksama, karena kesalahan dalam pemilihan investasi akan membawa akibat rendahnya bagi hasil yang diperoleh, yang akhirnya menurunkan tingkat distribusi bagi hasil bagi para nasabahnya.
Tampak jelas disini bahwa sebagai lembaga keuangan syariah Bank mempunyai tugas untuk memaksimumkan pertumbuhan aset investasi yang dimilikinya disamping juga menyisihkan 2,5 % zakat dari aset tersebut sebagaimana trend dalam Islamization process yang sedang dikembangkan oleh pemikir kontemporer abad 21 yaitu mengoptimalkan sistem zakat dalam perekonomian. Suatu penelitian kami lakukan pada sebuah Unit Usaha Syariah Bank X untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem zakat pada aset investasinya.
Unit Usaha Syariah Bank X adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai Return on Asset (ROA) sebesar 2,9% dihitung berdasarkan laporan keuangan bulan Desember 2007. Angka ini cukup tinggi dibandingkan rata-rata statistik perbankan syariah yang berada pada kisaran 1,78%, namun cukup rendah bila dibandingkan dengan ROA bank lain yaitu BPD Jabar yang memiliki angka 3,8% pada periode yang sama.
Melalui penelitian awal diketahui bahwa UUS bank X belum menerapkan metode tertentu dalam kebijakan portofolionya. Sampai saat ini yang dipakai adalah perhitungan trial error, sehingga tidak ada rumusan yang jelas, bagaimana menginvestasikan dana yang didapat agar optimum.

1.2 Perumusan Masalah
Berinvestasi dalam ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi konvensional. Investasi Islami yang menggunakan syariah Islam merupakan kegiatan berinvestasi pada instrumen investasi yang halal saja dengan menghindari unsur riba, gharar, maysir, subhat, haram, kebathilan dan ketidak adilan. Kemudian mengeluarkan zakat dari harta yang diinvestasikan bila harta telah mencapai syarat terpenuhinya wajib zakat. Pengenaan zakat pada aset investasi belum tampak pada UUS Bank X.
Metwally yang dikutip oleh Sadeq (2002, hal.16 ) menyatakan bahwa zakat diambil hanya dari return investasi saja. Mereka akan dibebaskan dari zakat atas harta yang diinvestasikan. Pendapat serupa banyak dianut kalangan perbankan syariah di Indonesia, dimana investor akan diberi pilihan apakah bersedia bila bagi hasil yang akan didapat dari suatu investasi akan dipotong zakatnya oleh pihak bank atau tidak. Banyak pula yang mengqiaskan zakat atas aset investasi dengan investasi pada tanaman, dimana zakat diambil dari hasilnya bukan dari pokok investasi.
UUS Bank X menghadapi kondisi dimana bagi hasil yang didapat tidak maksimal. Melalui penelitian awal diketahui bahwa sampai saat ini dalam menentukan portofolio investasi aset, UUS Bank X belum mempunyai metode yang dianut dalam membentuk suatu portofolio investasi yang optimum, sehingga mendapatkan bagi hasil yang maksimum.
Rumusan masalah dalam thesis ini adalah UUS Bank X dalam investasi portofolio tidak sepenuhnya syar’i, yaitu belum mengenakan ketentuan zakat atas aset investasinya selain tidak optimal dalam membentuk portofolio investasi. Seharusnya sebagai UUS portofolionya hams memperhitungkan ketentuan yang berlandaskan syariah diantaranya masalah zakat. Karenanya dalam thesis ini akan dievaluasi pembentukan portofolio UUS yang memperhitungkan masalah zakat. Dari rumusan permasalahan tersebut dibentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut
1. Bagaimana penerapan ketentuan zakat maal dalam manajemen portofolio aset investasi syariah yang dilakukan UUS bank X ?
2. Bagaimana membentuk portofolio yang optimal bagi UUS Bank X setelah adanya zakat maal ?
3. Apakah terdapat peningkatan hasil investasi portofolio optimal yang baru dengan penerapan zakat maal dibandingkan dengan menggunakan portofolio investasi sebelumnya?

1.3 Tujuan Penelitian
Dengan identifikasi masalah diatas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Membentuk portofolio optimum dengan menerapkan ketentuan zakat maal bagi UUS Bank X.
2. Mengetahui apakah ada peningkatan hasil investasi portofolio optimum yang baru dibentuk dengan memasukkan unsur zakat maal dibandingkan dengan rata-rata hasil investasi portofolio sebelumnya.
3. Memberikan usulan kepada perusahaan berdasarkan portofolio optimum baru yang dibentuk dengan menerapkan ketentuan zakat maal bagi aset investasi.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai manajemen portofolio investasi dengan menerapkan ketentuan zakat maal pada aset investasi. Selanjutnya, diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai proses memaksimalkan bagi hasil melalui optimasi portofolio menggunakan metode Markowitz berikut penerapan ketentuan zakat maal pada perhitungannya dengan mengambil sample salah satu UUS bank syariah, sehingga dapat menjadi bahan masukan kepada UUS bank syariah lainnya dalam memaksimalkan bagi hasilnya, dengan memasukkan unsur zakat sebesar 2,5% pada aset investasinya. Bagi akademisi tentunya penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.5 Batasan Masalah
Pada umumnya investasi dilakukan pada aset yang merupakan kelebihan pendapatan setelah dikurangi konsumsi. Dengan demikian, diasumsikan bahwa aset yang diinvestasikan disini merupakan harta yang telah layak zakat.
Penelitian ini dibatasi hanya pada investasi yang dominan pada portofolio investasi UUS bank X. Investasi yang dimaksud adalah pembiayaan murabaha, pembiayaan mudharabah, pembiayaan musharakah dan pembiayaan istisna, serta investasi pada obligasi syariah.
Studi kasus pada Bank X dilakukan semata-mata untuk memudahkan penulis mempresentasikan perbedaan sebelum dan sesudah pembentukan portofolio investasi dengan menggunakan teori Markowitz berikut penerapan ketentuan zakat mal karena ketersediaan data. Sehingga, data yang digunakan diasumsikan merupakan representasi aset individu ataupun lembaga.

1.6 Kerangka Pemikiran
Pemilihan metode portofolio investasi dimaksudkan untuk mendapatkan portofolio yang efisien yang memberikan bagi hasil yang diharapkan terbesar untuk tingkat risiko tertentu atau dengan kata lain tingkat risiko terendah untuk tingkat pengembalian tertentu. Memilih strategi portofolio merupakan salah satu proses manajemen investasi yang terdiri dari 5 proses yang berkesinambungan (hal 6. Fabozzi, 2002). Jika dinyatakan bahwa bagi hasil portofolio investasi tidak optimal, dan diyakini proses pemilihan portofolio merupakan penyebabnya, maka tahap inilah yang perlu diperbaiki.
Investasi yang dilakukan oleh individu muslim maupun lembaga keuangan syariah tentunya hams mengikuti kaidah investasi secara syariah. Selain berinvestasi hanya pada yang halal saja juga menerapkan ketentuan zakat atas harta yang diinvestasikan sesuai dengan petunjuk dalam Al Qur’an dan Hadist. Sehingga keuntungan yang didapat tidak hanya bersifat monetary value tapi juga spiritual value yaitu keuntungan uchrawi sebesar balasan yang dijanjikan Allah SWT yaitu sebanyak 700 kali sesuai surat Al Baqarah ayat 261.
Data-data yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah data keuangan historis UUS bank X yang merupakan data outstanding pembiayaan murabaha beserta pendapatan marginnya, data outstanding pembiayaan mudharaba beserta pendapatan bagi hasilnya, data outstanding pembiayaan musyarakah beserta pendapatan bagi hasilnya, data outstanding pembiayaan ijarah beserta pendapatan marginnya, data outstanding penempatan obligasi syariah beserta bagi hasilnya dan data penempatan SWBI beserta bonusnya.
Penyelesaian permasalahan yang ditawarkan adalah membentuk portofolio investasi dengan metode Markowitz dengan memasukkan unsur zakat. Hasil investasi yang didapat akan dikenakan ketentuan zakat, sehingga investasi yang dilakukan sesuai dengan cara berinvestasi secara syariah.

1.7 Hipotesis
Penelitian ini dilakukan untuk melihat jenis investasi yang memiliki bagi hasil tertinggi, kemudian membentuk portofolio optimum bagi UUS bank X yang diharapkan memiliki bagi hasil yang lebih baik dari bagi hasil portofolio saat ini, kemudian mengurangkan zakat dari aset investasi yang terdiri dari pokok dan bagi hasilnya sehingga memenuhi ketentuan syariah. Hipotesis yang dibentuk adalah :
H0 : rata-rata return portofolio saat ini sama dengan return portofolio optimal yang baru dibentuk
H1 : rata-rata return portofolio saat ini lebih kecil dari return portofolio optimal yang baru dibentuk

1.8 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan karya akhir ini adalah analisis portofolio optimal yang pembentukannya dilakukan dengan menggunakan model portofolio Markowitz dengan memasukkan unsur zakat pada penghitungannya. Pilihan ini dilakukan karena portofolio dengan model Markowitz mudah dibentuk agar sesuai dengan karakteristik investasi yang diinginkan dan tujuan
yang ingin dicapai. Jenis investasi yang digunakan dalam membentuk portofolio optimum adalah jenis investasi yang sesuai syariah yaitu pembiayaan-pembiayaan syariah, obligasi syariah dan penempatan dana pada bank Indonesia dalam bentuk SWBI. Kemudian pada akhir investasi dikeluarkan zakat sebesar 2,5% baik dari hasil investasi maupun pokoknya sesuai ketentuan dalam Islam.
Bank syariah pada prinsipnya merupakan investment banking dimana konsep investasinya merupakan equity sharing yang sangat mirip dengan berinvestasi pada saham dibursa efek. (hal. 7 Nawawi, 2006) Asumsi ini membuat teori portofolio Markowitz dapat dipergunakan dalam analisa investasi portofolio bank syariah. Untuk mempermudah perhitungan kombinasi proporsi alokasi investasi dalam pembentukan portofolio efisien akan dipergunakan program solver yang terdapat dalam software excell microsoft office.
Uji statistik testing hypothesis untuk dua sample independent akan digunakan untuk menguji apakah tingkat bagi hasil yang dihasilkan masing-masing portofolio berbeda secara statistik pada tingkat kepercayaan tertentu. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan kinerja dari portofolio yang sudah ada saat ini dengan portofolio optimal yang disusun berdasarkan teori Markowitz dengan memasukkan unsur zakat didalamnya.

1.9 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan thesis, kerangka pikir, hipotesis serta metodologi penelitian yang digunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data serta uraian mengenai sistimatika penulisan
BAB II Tinjauan Pusaka
Bab Ini menjelaskan tentang landasan teori yang dijadikan dasar dalam pemecahan masalah. Diuraikan pula berbagai informasi yang yang bersumber dari textbook, journal dan artikel yang berhubungan dengan tujuan pembahasan sebagai bahan pendukung dalam memperoleh hasil pembahasan yang lebih baik.
BAB III Metodologi dan Data Penelitian
Ruang lingkup penelitian, data yang dibutuhkan, proses pengumpulannya serta metodologi penelitian yang akan digunakan, model penelitian dalam menulis karya akhir diuraikan pada bab ini. Pada bagian akhir bab ini digambarkan alur proses penelitian.
BAB IV Analisis dan Pembahasan
Bab ini berisi penjelasan mengenai jenis data yang telah dikumpulkan. Pada bab ini juga diuraikan tahap-tahap penelitian serta gambaran hasil pengolahan data menggunakan metode optimasi portofolio Markowitz, dengan mengenakan ketentuan zakat pada aset investasi tersebut. Kemudian membandingkan bagi hasil dari portofolio optimal yang baru dibentuk dengan bagi hasil portofolio UUS Bank X sebelum dibentuk portofolio optimal.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini menyimpulkan hasil penelitian yang dilakukan serta memberikan masukan dari hasil analisa untuk dapat dipergunakan oleh pihak yang berkepentingan.
TESIS PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS

TESIS PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS

(KODE : PASCSARJ-0108) : TESIS PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS (PRODI : PENDIDIKAN DASAR)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, sesuai dengan tujuan dan fungsi pendidikan nasional dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3 yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sedangkan tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar dapat menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Fungsi dan tujuan pendidikan itu dapat diwujudkan melalui pembentukan watak mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pada pendidikan tinggi melalui peningkatan kualitas proses pembelajaran.
Kesungguhan bangsa Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan terlihat pula dalam UUD 1945 amandemen ke 4 pasal 31 Bab XII tentang Pendidikan dan Kebudayaan ayat 4 yang berbunyi: " Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran 20% untuk biaya khusus pendidikan tentunya sangat membantu untuk peningkatan kualitas pendidikan di negara berkembang ini menjadi negara yang dapat memposisikan sebagai negara maju di mata dunia. Sikap optimis akan bermakna dan menjadi kenyataan di masa yang akan datang bila ada keseriusan dukungan dan komitmen dari semua pihak terkait baik masyarakat, sekolah maupun pemerintah.
Persoalan kualitas pendidikan ini seakan-akan tidak ada habis-habisnya, setiap saat harus mencari wujud bam untuk menghadapi perkembangan dan pembahan zaman serta kemajuan teknologi yang semakin pesat.
Sekolah mempakan lembaga formal yang berfungsi merealisasikan kesungguhan bangsa untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) dan mempunyai tugas untuk mencerdaskan anak bangsa agar menjadi manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan sesuai dengan keinginan orang tua dan harapan bangsa.
Sebagai institusi formal, sekolah berperan mempersiapkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas dalam arti dapat memecahkan masalah kehidupan baik masa kini, maupun masa mendatang, dengan memaksimalkan perkembangan potensi-potensi yang ada pada peserta didik.
Atas dasar itulah maka sekolah wajib menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan baik dengan memperhatikan berbagai faktor penunjang yang akan mempermudah tercapainya harapan di atas dengan optimal. Tentunya untuk mewujudkan harapan bangsa di atas, maka lembaga sekolah berkewajiban selalu untuk mengevaluasi program dan bempaya selalu lebih baik dari program sebelumnya.
Dalam mempersiapkan manusia Indonesia yang berkualitas khususnya pada jenjang pendidikan dasar, guru merupakan sosok yang berperan penting sebagai penyedia informasi untuk pengembangan potensi siswa dalam pengelolaan keragaman situasi pembelajaran. Banyak kendala dan tantangan yang dihadapi dan mesti ditanggulangi oleh guru. Khusus untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru sudah saatnya memberikan perhatian yang lebih besar terhadap model pembelajaran yang digunakan. Selama ini model pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional, yang mengacu kepada upaya-upaya menyelesaikan materi hanya dengan menggunakan pendekatan duduk, dengar, catat, hal ini tidaklah mampu untuk mengembangkan potensi siswa yang ada.
Dalam proses pembelajaran, para guru selalu dituntut untuk bempaya menciptakan iklim kelas yang nyaman serta menyenangkan peserta didik. Materi yang diberikan betul-betul mempunyai makna secara praktis yang dapat berguna untuk kehidupannya. Tetapi pada kenyataannya, masih banyak sekolah yang berorentasi pada hasil akhir evaluasi/orentasi nilai akhir dengan mengabaikan proses. Sehingga lembaga itu bempaya penuh untuk membantu para siswa dalam menjawab soal evaluasi akhir. Memberikan kemudahan-kemudahan dalam proses pendidikan dengan mengesampingkan hakekat pendidikan itu sendiri, seperti remedial dapat diganti dengan barang atau membeli sesuatu yang tidak ada nilai tambah pada penguasaan ilmu peserta didik, memaksa/memarahi, dan menghukum siswa dengan tidak dimengerti alasannya. Hal tersebut dapat menyebabkan para siswa belajar karena takut pada guru bukan atas dorongan keingintahuannya. Sehingga bukan hal yang mustahil siswa hanya berorentasi pada hasil akhir, bukan pada prosesnya yang diutamakan.
Sebagai akibat dari pembelajaran yang kurang berorientasi pada proses maka munculah mental-mental para peserta didik untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji dan melanggar norma dengan melakukan perbuatan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai. Sehingga tidak jarang terdengar jual beli nilai ataupun pembocoran soal ujian. Perbuatan jalan pintas untuk mendapatkan nilai di atas sangat berdampak terhadap kemampuan peserta didik nantinya setelah mereka menamatkan suatu jenjang pendidikan.
Sedangkan akibat jangka panjang dari pembelajaran yang hanya berorientasi pada nilai di atas adalah munculnya para lulusan yang tidak siap pakai dan kurang mampu untuk berkarya sebagai akibat dari kurangnya proses selama dalam pendidikan. Selanjutnya akan muncul generasi-generasi yang tidak kreatif dan kurang tanggap membaca peluang apalagi untuk menciptakan lapangan kerja. Hal di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (200, 45-49), yang menjelaskan bahwa, "kelemahan mentalitas bangsa Indonesia setelah revolusi adalah sikap mental yang merendahkan mutu dan sudah hampir hilang kebutuhan akan kualitas dari hasil karya serta hilangnya rasa peka terhadap mutu". Lebih mendalam Koentjaraningrat menjelaskan kelemahan mentalitas pasca revolusi antara lain berupa munculnya mentalitas yang suka menerabas, mentalitas yang bernafsu untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa banyak melakukan kerelaan berusaha, pengorbanan, usaha yang bertahap selangkah demi selangkah, semua itu sebagai akumulasi dari akibat mentalitas merendahkan mutu.
Adapun akibat jangka pendek dari pelaksanaan pendidikan yang hanya berorientasi pada hasil adalah rendahnya minat dan motivasi siswa untuk melakukan proses belajar. Siswa kurang berminat dengan mated pelajaran. Indikasi ini terlihat dengan rendahnya usaha siswa dalam berbagai kegiatan dalam kelas maupun kegiatan belajar diluar kelas seperti pekerjaan rumah (PR) atau usaha yang rendah dalam mengikuti ujian. Siswa juga menjadi agresif dalam mengganggu siswa lain, dan dengan mudahnya meninggalkan kelas dan semuanya bermuara pada pelanggaran aturan sekolah.
Perilaku-perilaku negatif di atas sebenarnya dapat ditanggulangi jika guru dapat memotivasi belajar siswa dengan model pembelajaran yang menyenangkan dan membuat tantangan-tantangan dalam proses belajar. Jika motivasi sudah tumbuh dalam diri siswa, mereka akan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembelajaran. Kreatifitas guru dalam melaksanakan berbagai model dalam pembelajaran sebagai modal yang sangat berharga dalam memotivasi siswa dalam belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.
Sekolah Dasar merupakan sekolah yang sangat mendasari para siswa untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah. Depdikbud (1993: 16),
Keseriusan para guru di tingkat dasar sangat menentukan keberhasilan belajar siswa di tingkat berikutnya. Hal ini beralasan karena pendidikan di tingkat dasar, merupakan modal dasar bagi siswa untuk dapat/mampu mengembangkan pengetahuan ke arah lebih luas dan mendalam tentang apa yang dipelajarinya.
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di Sekolah Dasar dengan fokus kajiannya adalah kehidupan manusia dengan sejumlah aktivitasnya. Materi pendidikan IPS berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang kemudian diorganisasi dan disederhanakan untuk kepentingan pendidikan. (Nana Supriyatna, 2007: 3). Pendidikan IPS sebagai bidang studi terkait dengan kenyataan sosial yang bertujuan pembentukan warga Negara yang baik (good citizenship), maka perlu pengembangan kepada proses pembelajaran yang humanis dan dinamis (Sapriya,dkk, 2007:1). Untuk itu perlu berbagai strategi, pendekatan dan tekhnik untuk membangun sikap sosial dan berpikir kritis siswa.
Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan dan sekolah guna peningkatan kualitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran antara lain melalui pelatihan-pelatihan pembelajaran dan seminar-seminar. Dengan kegiatan ini diharapkan guru mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal. Namun, kenyataannya untuk pencapaian hasil belajar siswa, berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan untuk mata pelajaran IPS di SD Negeri Z Kecamatan X Kabupaten Y masih tetap rendah. Nilai Ilmu Pengetahuan Siswa (IPS) para lulusan Sekolah Dasar tersebut lima tahun terakhir masih di bawah rata-rata. sebagaimana tabel berikut :

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa dalam mata pelajaran IPS, masih belum mencapai hasil belajar yang optimal seperti yang diharapkan.
Berbagai fenomena yang teramati antara lain mungkin disebabkan belum lengkapnya fasilitas pembelajaran yang ada, metode pembelajaran yang belum dapat mengembangkan keterampilan belajar siswa, gaya mengajar guru yang tidak bervariasi dan masih mempertahankan cara-cara yang lama yaitu guru sebagai subyek dan siswa sebagai obyek dengan pencapaian mated sebagai target akhir
Selain hal-hal di atas, permasalahan mendasar yang tak kalah pentingnya adalah proses pembelajaran IPS yang kurang memperhatikan lingkungan sosial dan kultural peserta didilk. Masyarakat Sumatera Barat atau yang lebih dikenal dengan etnis Minangkabau termasuk dalam kategori masyarakat yang aktif, kreatif dan dinamis. Pola didikan dan pola pengasuhan tersebut sudah berlaku secara turun-temurun dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Tuntutan akan hal demikian karena menurut adat Minangkabau, seseorang anak yang telah menanjak dewasa akan pergi migrasi ke daerah lain yang dikenal dengan tradisi "Merantau". Seorang anak Minangkabau dalam menuju proses pendewasaan diharuskan mencari pengalaman hidupnya melalui tradisi “Merantau'' agar anak diharapkan bisa hidup mandiri dan lepas dari ketergantungan kepada orang tua maupun keluarganya.
Ketika pembelajaran IPS di sekolah bersifat monoton dan pasif serta kurang memperhatikan pada aktivitas dan kreativitas anak sesuai dengan pola pengasuhan dan pola didikan anak di Minangkabau maka berdampak terhadap proses pembelajaran di sekolah. Pola pengasuhan yang diterima siswa di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya yang menuntut mereka untuk mandiri dan berkarya bertolak belakang dengan proses pembelajaran IPS di sekolah yang monoton dan didominasi oleh guru. Proses pembelajaran yang pasif ini memberi dampak terhadap motivasi belajar siswa di sekolah.
Sementara itu permasalahan di pihak siswa adalah rendahnya motivasi belajar siswa mengikuti mata pelajaran IPS yang ditunjukkan oleh sikap dan tingkah laku mereka yang negatif pada saat proses pembelajaran berlangsung misalnya siswa pasif dalam mengikuti pelajaran dan sering keluar kelas saat pelajaran sedang berlangsung.
Rendahnya hasil belajar siswa juga disebabkan oleh faktor eksternal yang ditunjukkan oleh ketidaktepatan model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Guru kurang memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dalam menumbuhkan motivasi, minat, dan kreativitas siswa untuk belajar dan berusaha mengatasi kesulitannya. Proses pembelajaran seolah-olah telah berjalan dengan baik, karena materi yang telah digariskan dalam silabus telah disajikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Di satu sisi justru hal yang terjadi dapat mematikan gairah belajar siswa karena guru kurang kreatif, guru lebih mendominasi ketika menyampaikan materi pembelajaran dan cenderung mengabaikan kesiapan belajar siswa. Guru kurang memperhatikan setiap siswa yang memiliki keberagaman individual, baik latar belakang kemampuan/ pengetahuan, sikap, motivasi, dan sebagainya. Hal ini terungkap ketika guru memerintahkan siswa membentuk kelompok belajar untuk mendiskusikan mated. Hal ini juga diakui oleh kepala sekolah sewaktu penulis melakukan observasi awal yang menjelaskan bahwa rendahnya minat siswa untuk belajar IPS yang mungkin disebabkan oleh faktor eksternal dan internal di atas, termasuk disi adalah model pembelajaran yang masih sangat konvensional. (Agustiar, Kepala Sekolah SDN Z, wawancara waktu observasi)
Untuk mengubah dan meminimalisir fenomena yang ada dalam proses pembelajaran IPS di atas, perlu kiranya dicoba menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa termotivasi dan terlibat secara aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru sepatutnya sudah membah paradigma tujuan pembelajaran di atas dari orientasi "hasil" kepada "proses" maka dalam dalam hal ini, guru dituntut kemampuannya untuk memilih dan memilah atau mendesain pembelajaran yang tidak membosankan bagi peserta didik. Hal tersebut diantaranya bisa dilakukan dengan cara memilih dan menentukan sumber, media serta pendekatan pembelajaran yang beralih dari paradigma tradisional ke paradigma moderen. Secara teoritis salah satu pendekatan yang dianggap termasuk inovatif adalah pendekatan pembelajaran berbasis portofolio. Model pembelajaran berbasis portofolio dipandang dapat membantu guru dalam meningkatkan proses pembelajaran mata pelajaran IPS SD.
Pada model pembelajaran berbasis portofolio mempakan karya terpilih dari seorang siswa, tetapi dapat juga bempa karya terpilih dan satu kelas secara keseluruhan atau kelompok siswa yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan untuk memecahkan masalah. Istilah "Karya terpilih" mempakan kata kunci dan portofolio. Maknanya adalah bahwa yang harus menjadi akumulasi dari segala sesuatu yang ditemukan para siswa dari topik mereka harus membuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, serta mencakup pertimbangan terbaik tentang bahan-bahan mana yang paling penting. Oleh karena itu portofolio bukanlah kumpulan bahan yang asal ambil dari sana sini, tidak ada relevansinya satu sama lain, ataupun bahan yang tidak memperhatikan signifikansi sama sekali.
Kelebihan dari model pembelajaran berbasis portofolio ini menumt Ami Fajar (2005:45) yaitu: (1) Siswa berlatih memadukan antara prinsip dan konsep yang diperoleh dan penjelasan guru atau dari buku/bacaan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, (2) Siswa mampu mencari informasi di luar kelas, baik informasi berasal dan bundel bacaan, penglihatan, objek langsung, TV/ radio (internet) maupun orang/pakar/tokoh, (3) Siswa dapat membuat alternatif pemecahan masalah terhadap topik yang dibahas, (4) Siswa mampu membuat keputusan (sesuai kemampuannya) yang berkaitan dengan konsep yang telah dipelajarinya dan (5) Siswa mampu memmuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah.
Pada dasarnya potofolio sebagai model pembelajaran yang akan di lakukan dalam penelitian mempakan suatu usaha yang dilakukan guru agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Kemampuan tersebut diperoleh siswa melalui pengalaman belajar seperti mencari informasi, mengorganisir informasi, membuat laporan, menulis laporan yang dituangkan dalam pekerjaannya sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa Sekolah Dasar.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pembelajaan berbasis portofolio di Sekolah Dasar antara lain:
1. Mengidentifikasi masalah, yang meliputi: penugasan, kegiatan kelompok, diskusi dan tanya jawab.
2. Memilih masalah untuk kajian kelas, yang meliputi: masalah menarik, sesuai dengan kemampuan siswa sekolah dasar dan nyata dalam kehidupan masyarakat.
3. Mengurupulkan informasi yang meliputi sumber-sumber dari bahan pelajaran, surat kabar, kliping dan dari pemerintah (pemerintah desa atau camat) dan masyarakat.
4. Membuat portofolio kelas
5. Penyajian portofolio
6. Refleksi pada pengalaman belajar dengan mengambil kesimpulan dan penilaian.
Kesemua langkah-langkah di atas akan di sesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa-siswa Sekolah Dasar agar dalam pembelajaran siswa tetap dapat menikmati pembelajaran dengan enjoyfull dan bukan merasakan suatu beban yang berat. Bagaimanapun metode pembelajaran berbasis portofolio tetap berprinsip bagaimana membelajarkan anak untuk belajar dengan mandiri dan kreatif.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengaruh metode pembelajaran berbasis portofolio untuk proses pembelajaran mata pelajaran IPS SD, untuk melihat seberapa besar kontribusi metode pembelajaran berbasis portofolio terhadap motivasi dan prestasi belajar pelajaran IPS siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh metode pembelajaran berbasis portofolio terhadap motivasi dan prestasi belajar IPS siswa sekolah dasar?
Rumusan masalah tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut.
1. Apakah terdapat peningkatan dalam motivasi belajar IPS antara siswa yang belajarnya memperoleh metode pembelajaran berbasis portofolio dengan siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat peningkatan dalam prestasi belajar IPS antara siswa yang belajarnya memperoleh metode pembelajaran berbasis portofolio dengan siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran konvensional?
3. Bagaimanakah deskripsi proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis portofolio dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa?

C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan tidak meluas, penelitian dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Penelitian ini hanya pada hasil belajar IPS pada aspek kognitif, tidak pada aspek afektif dan psikomotor.
2. Penelitian dilakukan di kelas VI sekolah dasar

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan motivasi belajar IPS siswa melalui Metode pembelajaran berbasis portofolio dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan prestasi belajar IPS siswa melalui metode pembelajaran berbasis portofolio dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
3. Untuk mendeskripsikan proses pembelajaran yang menerapkan metode pembelajaran berbasis portofolio dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPS siswa.

E. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbangan pikiran dan titik tolak bagi penelitian lebih lanjut dan lebih spesifik tentang model pembelajaran berbasis portofolio terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa pada pelajaran IPS di SD.
b. Kegunaan Praktis
Sedangkan kegunaan praktis dalam penelitian ini, diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain;
1. Bagi siswa dengan penerapan metode pembelajaran berbasis portofolio diharapkan dapat memperoleh pengalaman dan keterampilan yang
berharga sehingga dapat digunakan sebagai latihan untuk mempelajari IPS secara bersama-sama dengan teman sebaya.
2. Bagi guru yang ingin menerapkan metode pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran IPS di SD dapat digunakan sebagai salah satu contoh dalam menerapkan pembelajaran.
3. Bagi kepala sekolah dan Kepala Dinas Pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan tentang metode pembelajaran yang cocok untuk mata pelajaran IPS di berbagai jenjang pendidikan umumnya, dan Sekolah Dasar (SD) khususnya.
4. Bagi peneliti sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dan masukan dalam mengembangkan penelitian model-model atau metode-metode pembelajaran konstruktif selanjutnya.

F. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
1. Variabel penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen yang terdiri dari tiga variabel yaitu satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Variabel bebas adalah pembelajaran berbasis portofolio (X) dan variabel terikat yaitu motivasi belajar (Y1) dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS (Y2).
Analisis terhadap hubungan antara variabel bebas dan terikat ini akan diuji melalui uji statistik.
2. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang diinterpretasikan sebagai berikut.
a. Metode Pembelajaran Portofolio adalah metode pembelajaran dengan mengurupulkan kertas-kertas berharga dari suatu pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan. Setiap portofolio memuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas terbaik yang diberikan kepadanya, serta mencakup pertimbangan terbaiknya tentang bahan-bahan mana yang paling penting untuk di tampilkan (Arnie Fajar, 2005: 47).
b. Motivasi belajar adalah dorongan semangat dalam belajar yang diperoleh siswa dalam mempelajari mata pelajaran IPS yang berasal dari dalam dan luar diri siswa setelah mendapatkan pembelajaran IPS dengan metode pembelajaran berbasis portofolio.
c. Prestasi pada penelitian ini ditunjukan oleh peningkatan kemampuan kognitif siswa pada pembelajaran IPS yang merupakan hasil dari proses penerapan metode pembelajaran berbasis portofolio dalam belajar IPS .
d. Pembelajaran Konvensional adalah metode ceramah yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran.

G. Asumsi dan Hipotesis
1. Asumsi
Penelitian ini didasarkan atas asumsi bahwa "Metode pembelajaran berbasis portofolio" mendorong siswa untuk belajar secara bersama dalam kelompok dan saling mendorong untuk berprestasi bersama.
2. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Terdapat peningkatan dalam motivasi belajar IPS antara siswa yang belajarnya memperoleh metode pembelajaran berbasis portofolio dengan siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Terdapat peningkatan dalam prestasi belajar IPS antara siswa yang belajarnya memperoleh metode pembelajaran berbasis portofolio dengan siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran konvensional.
SKRIPSI SISTEM PAKAR PENYUSUNAN DIET DIABETES TIPE II

SKRIPSI SISTEM PAKAR PENYUSUNAN DIET DIABETES TIPE II

(KODE : INFORMAT-0041) : SKRIPSI SISTEM PAKAR PENYUSUNAN DIET DIABETES TIPE II




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit metabolisme tubuh yang berkaitan dengan kerusakan insulin, aktivitas insulin, atau keduanya dengan nilai gula darah meningkat (hiperglikemia) [PER06]. Penyakit ini merupakan penyakit mematikan dan tidak dapat disembuhkan. Satu dari sepuluh kematian orang dewasa antara usia 35 sampai dengan 64 tahun disebabkan oleh diabetes mellitus [IDF03]. Di Indonesia, diabetes mellitus menjadi penyebab tiga persen kematian penduduk per tahun [WHO06]. Jumlah penderita penyakit ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, jumlah penderita di seluruh dunia mencapai 171 milyar dan diperkirakan pada tahun 2030 dapat mencapai 366 milyar [WIL04]. Menurut data Poliklinik Diabetes seluruh Indonesia, terdapat minimal 2.500.000 penderita di Indonesia pada tahun 1991 [TJO00]. Peningkatan jumlah ini karena pertumbuhan masyarakat yang tinggi, peningkatan obesitas, diet yang tidak sehat, dan gaya hidup sekunder [IDF03].
Diabetes mellitus dapat dibedakan menjadi dua tipe jika ditinjau dari fungsionalitas insulin, yaitu: [ADA07]
1. Diabetes tipe I
Diabetes tipe I terjadi karena kerusakan pankreas dalam menghasilkan insulin. Diabetes ini lebih banyak terjadi pada anak-anak kecil [ADA07]. Sepuluh persen dari kasus diabetes adalah diabetes tipe I [WIL00]. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan terapi insulin dan penerapan diet. Namun, terapi insulin merupakan pengelolaan utama pada diabetes tipe ini [WIL00].
2. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe ini, penderita mampu menghasilkan insulin, tetapi insulin yang dihasilkan tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya di dalam tubuh. Sembilan puluh persen penderita diabetes mellitus termasuk ke dalam tipe ini [WIL00]. Pengelolaan utama diabetes tipe II dilakukan dengan menerapkan diet dengan nutrisi yang tepat.
Pada tugas akhir ini selanjutnya dibahas mengenai penyusunan diet untuk diabetes tipe II karena:
1. Kasus diabetes tipe II lebih banyak terjadi daripada diabetes tipe I.
2. Penerapan diet pada diabetes tipe II merupakan metode pengelolaan utama dalam menangani penyakit ini.
Diet merupakan pondasi dasar dalam pengelolaan diabetes mellitus karena bermanfaat untuk menjaga kestabilan tingkat gula darah penderita diabetes mellitus [SUW07]. Namun, penyusunan diet dengan komposisi nutrisi yang tepat secara manual oleh penderita menyusahkan, memakan waktu, dan memerlukan pengetahuan pakar. Pakar tersedia, tetapi untuk dapat menemui pakar memerlukan banyak waktu, biaya, dan melalui prosedur administrasi yang panjang. Penentuan jenis diet yang tepat bagi seorang penderita diabetes tipe II juga sulit dilakukan, karena penentuan tersebut bergantung kondisi masing-masing penderita dan harus mempunyai nutrisi yang tepat.
Sistem pakar adalah program komputer yang mempunyai basis pengetahuan dari seorang atau beberapa pakar yang digunakan untuk memberikan saran atau memecahkan masalah [JAC99].
Sistem pakar diabetes yang ada antara lain:
1. DIABETES, dikembangkan oleh Jiang Ming-Yan dan Chen Zhi Jian dan digunakan untuk melakukan diagnosis, perawatan, dan pengajaran diabetes [ZHI97].
2. DFS {Diabetes Forecast System), dikembangkan oleh Universitas Maryland yang digunakan untuk melakukan ramalan gula darah penderita diabetes tipe I berdasarkan atas pembacaan diet, jadwal olahraga, dan dosis insulin terakhir [DFS01].
3. ESDIABETES, dikembangkan oleh alumni Texas A&M Univeristy Corpus Christi digunakan untuk memonitor dan mengontrol tingkat gula darah pada penderita diabetes [ESD01].
Detil dari ketiga sistem pakar ini dapat dilihat pada lampiran A.
Sedangkan sistem pakar diabetes untuk penyusunan diet diabetes tipe II belum ada. Pada tugas akhir ini, dibangun sistem pakar penyusunan diet diabetes tipe II yang diharapkan mampu mempermudah dan memberikan solusi alternatif bagi penderita diabetes dalam memperoleh saran diet yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada tugas akhir ini adalah membangun sistem pakar yang mampu memberikan saran diet diabetes tipe II yang tepat.

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah:
1. Memahami dan mempelajari sistem pakar
2. Membangun sistem pakar untuk memperoleh saran diet diabetes tipe II yang tepat berdasarkan kondisi penderita diabetes

1.4 Batasan Masalah
Beberapa batasan masalah dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah :
1. Komplikasi yang ditangani hanya kolesterol tinggi, asam urat, dan hipertensi
2. Pemberian insulin pada pasien tidak dipertimbangkan
3. Penyusunan diet untuk pasien yang sedang sadar dan pasien yang tidak sedang berpuasa
4. Penyusunan diet terbatas pada pengaturan bahan makanan diet B dan diet Bl

1.5 Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah:
1. Eksplorasi dan studi literatur dilakukan dengan melakukan studi mengenai sistem pakar, kakas yang akan digunakan, dan penyakit diabetes mellitus melalui literatur-literatur seperti buku {textbook), jurnal, dan sumber ilmiah lain seperti halaman web, artikel, dan dokumen teks yang berhubungan.
2. Akuisisi pengetahuan dilakukan dengan cara wawancara kepada pakar dan melakukan observasi.
3. Analisis sistem pakar dengan melakukan analisis terhadap sistem pakar berupa studi kelayakan, spesifikasi kebutuhan, teknik akuisisi pengetahuan, dan penentuan pakar.
4. Perancangan sistem pakar yang akan dikembangkan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, termasuk akuisisi pengetahuan untuk mendapatkan rancangan pengetahuan.
5. Implementasi sistem pakar dengan menuliskan rule ke dalam bahasa CLIPS (C Language Integrated Production System) dan membuat antarmuka berbasis web dengan bahasa php.
6. Pengujian sistem pakar, yaitu melakukan pengujian hasil implementasi sistem pakar dan basis pengetahuan.

1.6 Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan, berisi penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan metodologi pelaksanaan tugas akhir.
2. Bab II Landasan Teori, berisi dasar teori yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir. Secara garis besar membahas mengenai teori tentang sistem pakar, metode pemecahan masalah, skeletal construction, propose and revise, shell sistem pakar berbasis rule, dan gambaran umum penyusunan diet diabetes mellitus tipe II.
3. Bab III Analisis Masalah dan Perancangan, berisi analisis masalah dan perancangan perangkat lunak untuk pembangunan sistem pakar beserta tahapan-tahapan yang dilalui. Tahapan yang dilalui adalah perencanaan pengembangan, defmisi pengetahuan, perancangan pengetahuan, perancangan aplikasi, koding dan pengujian, verifikasi pengetahuan, dan evaluasi hasil.
4. Bab IV Implementasi dan Pengujian, berisi implementasi sistem pakar hasil perancangan dan pengujian. Pembahasan implementasi sistem pakar meliputi lingkungan implementasi, hasil implementasi skeletal construction pada CLIPS, dan hasil implementasi aplikasi. Pengujian membahas tentang tujuan pengujian dan skenario pengujian serta hasil pengujian.
5. Bab V Penutup, berisi kesimpulan dan saran yang didapatkan selama pelaksanaan tugas akhir.
SKRIPSI PERANCANGAN APLIKASI EDUCATION GAME UNTUK PENGAJARAN BAHASA INGGRIS PADA ANAK-ANAK

SKRIPSI PERANCANGAN APLIKASI EDUCATION GAME UNTUK PENGAJARAN BAHASA INGGRIS PADA ANAK-ANAK

(KODE : INFORMAT-0040) : SKRIPSI PERANCANGAN APLIKASI EDUCATION GAME UNTUK PENGAJARAN BAHASA INGGRIS PADA ANAK-ANAK




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan persaingan yang semakin ketat, menuntut kita agar dapat menguasai Bahasa Inggris yang merupakan Bahasa Internasional. Oleh karena itu, pendidikan Bahasa Inggris perlu diperkenalkan pada anak-anak sejak dini. Namun, pada umumnya anak-anak mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa asing, termasuk Bahasa Inggris. Menurut Diba Artsiyanti E.P., S.S. (2002), kesulitan anak dalam mempelajari Bahasa Inggris disebabkan karena Bahasa Inggris bukan merupakan bahasa mereka, sehingga mereka tidak terbiasa mendengar atau mengucapkan pelafalan dalam Bahasa Inggris. Selain itu kecenderungan pola belajar anak yang lebih suka bermain juga sangat mempengaruhi, sehingga pembelajaran secara teoritis saja kurang optimal untuk pembelajaran Bahasa Inggris pada anak. Atas dasar itulah penulis memilih mengangkat permasalahan tentang perancangan aplikasi education game untuk membantu mempermudah pengajaran Bahasa Inggris. Aplikasi ini diharapkan mampu menerapkan sistem Belajar sambiI Bermain yang sangat efektif untuk proses pembelajaran bagi anak-anak
Education game merupakan salah satu bentuk Pembelajaran Berbantuan Komputer {Computer Aided Instruction). Pembelajaran Berbantuan Komputer telah banyak diterapkan di sekolah-sekolah. Hal itu disebabkan karena perkembangan yang cukup pesat di bidang Teknologi Informasi. Sistem Pembelajaran Berbantuan Komputer dirancang berbasis mutimedia yang menggabungkan unsur-unsur visual, audio, dan video sehingga menjadikannya sangat interaktif.
Penulis telah mengamati dua penelitian sejenis yang sudah ada sebelumnya. Nugroho, Kurniawan Yudhi (2007) dalam penelitiannya memfokuskan pembelajaran pada vocabulary (tidak membahas tentang grammar) dan menggabungkan unsur gambar, latihan dan kuisioner dalam aplikasinya. Jen, Shirley Ling (2004) dalam penelitiannya menerapkan pembelajaran meliputi vocabulary dan grammar yang lebih kompleks dalam aplikasinya. Dia juga menerapkan sistem pra-game (tahap pengenalan sebelum user memulai game) dan post-game (tahap kesimpulan setelah user menggunakan game). Sedangkan aplikasi education game ini dirancang penulis sebagai salah satu sarana pembelajaran Bahasa Inggris tingkat dasar meliputi penggunaan vocabulary dan grammar sederhana yang menggunakan konsep multimedia. Perbandingan ketiganya terletak pada pada batasan materi pembelajaran bahasa Inggris dan sistem aplikasi.
Aplikasi ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak Macromedia Flash serta perangkat lunak lain seperti Adobe Photoshop. Macromedia Flash adalah perangkat lunak yang terkenal sangat baik dalam pembuatan aplikasi multimedia karena didukung oleh tool-tool dan scripting untuk multimedia. Dalam perancangannya, aplikasi education game ini mempertimbangkan aspek-aspek kriteria game dan persyaratan pengguna (user requirement) pembangunan suatu perangkat lunak agar menghasilkan aplikasi yang baik dan sesuai tujuan.
Penulis membatasi rentang (range) usia target user pada usia 5-10 tahun. Pertimbangan penulis menentukan rentang usia yaitu berdasarkan tingkat pemahaman dan latar belakang pendidikan yang berbeda pada setiap anak. Ada sebagian anak yang pada usia balita telah dikenalkan dengan pembelajaran Bahasa Inggris sedangkan sebagian anak ada yang baru mendapat pembelajaran Bahasa Inggris pada saat duduk di bangku Sekolah Dasar. Aplikasi ini juga dirancang tidak hanya sebagai sarana pembelajaran yang dapat digunakan oleh para pengajar, tetapi juga dapat digunakan secara pribadi oleh pengguna. Hal ini diharapkan dapat membantu anak-anak dalam pembelajaran secara mandiri.

1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat penulis yaitu bagaimana merancang aplikasi education game berbasis multimedia yang interaktif dan difokuskan pada pembelajaran Bahasa Inggris sebagai pengenalan dasar bagi anak-anak.

1.3 Batasan Masalah
Dalam perancangan aplikasi ini penulis memberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut:
1. Aplikasi education game ini mencakup pengajaran dasar Bahasa Inggris meliputi penggunaan vocabulary dan grammar sederhana
2. Aplikasi ini dikhususkan bagi anak-anak dengan usia 5-10 tahun.
3. Karena dikhususkan bagi anak-anak, game ini dirancang menampilkan game-game sederhana dalam arti memiliki desain antar muka yang user friendly dan aturan permainan yang tidak terlalu rumit.
4. Aplikasi ini hanya menyediakan pilihan game dan latihan, sedangkan materi pembelajaran secara mendetail tidak disajikan.

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian perancangan aplikasi education game ini yaitu agar aplikasi ini dapat diterapkan sebagai sarana pengajaran Bahasa Inggris yang praktis baik dengan atau tanpa guru.

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai alat bantu dalam pengajaran Bahasa Inggris ataupun digunakan secara mandiri (tanpa guru) oleh anak karena perancangan aplikasi yang praktis dan user friendly, serta membuat belajar Bahasa Inggris terasa lebih menyenangkan dan tidak membosankan bagi anak karena dirancang dalam bentuk game.

1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah Model Air Terjun (Waterfall). Tahap-tahap yang digunakan dalam metode pnelitian ini yaitu:
1. Requirements analysis and definition
Mengumpulkan apa yang dibutuhkan untuk membangun aplikasi secara lengkap kemudian dianalisis.
2. System and software design
Setelah apa yang dibutuhkan selesai dikumpulkan maka dibuat perancangan untuk aplikasi education game yang dibuat.
3. Implementation and unit testing
Pada tahap ini dilakukan pengimplementasian menggunakan bahasa pemrograman Action Script 2.0 kemudian dilakukan pengujian apakah sudah bekerja dengan baik.
4. Integration and system testing
Pengujian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sistem berjalan, aplikasi harus sesuai dengan criteria education game dan persyaratan pengguna perangkat lunak. Selanjutnya, aplikasi diujikan kepada beberapa responden untuk menilai apakah sistem sudah berjalan dengan baik dan sesuai denggan perancanaan.
5. Operation and maintenance
Mengoperasikan program, melakukan pemeliharaan dan perbaikan yang diperlukan.

1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab, masing-masing bab diuraikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi penjelasan Pembelajaran Berbantuan Komputer (Computer Aided Instruction), multimedia, Education Game, Macromedia Flash Professional 8, dan metode pengajaran bahasa Inggris pada anak.
BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN
Bab ini membahas analisis perancangan aplikasi Education Game yang meliputi Diagram Pohon, Diagram Aliran Data, Flowchart, dan storyboard.
BAB IV IMPLEMENTASI
Bab ini menjelaskan bagaimana perancangan yang telah dibangun pada bab III diimplementasikan dengan perangkat lunak Macromedia Flash Professional yang menggunakan ActionScript 2.0 sebagai bahasa pemrogramannya.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan-kesimpulan dari bab-bab sebelumnya, dan saran-saran yang coba disampaikan penulis guna melengkapi dan menyempurnakan perancangan aplikasi Education Game untuk masa yang akan datang.
SKRIPSI BALANCED SCORECARD UNTUK PENGUKURAN PERFORMANSI KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM DI PERUSAHAAN

SKRIPSI BALANCED SCORECARD UNTUK PENGUKURAN PERFORMANSI KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM DI PERUSAHAAN

(KODE : INFORMAT-0039) : SKRIPSI BALANCED SCORECARD UNTUK PENGUKURAN PERFORMANSI KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM DI PERUSAHAAN




BAB I
PENDAHULUAN

Bab ini berisi gambaran umum mengenai pelaksanaan tugas akhir. Gambaran umum ini meliputi latar belakang mengapa topik ini diambil sebagai judul tugas akhir, rumusan masalah yang dikaji, tujuan tugas akhir ini, batasan masalah, metodologi yang digunakan, dan sistematika pembahasan.

1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi yang ditunjang oleh perkembangan teknologi yang pesat, inovasi tiada henti, dan perkembangan pengetahuan menuntut perusahaan-perusahaan bersaing ketat untuk menjadi yang terbaik. Hanya organisasi yang terus belajar {learning organization) yang mampu bertahan dan memenangkan persaingan [SEN90]. Tujuan perusahaan menjadi learning organization adalah untuk keunggulan bersaing dari kompetitornya dengan cara selalu berkembang dan belajar layaknya organisme hidup. Learning organization memiliki komponen penting yaitu pengetahuan. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan suatu sistem untuk mengelola pengetahuan yang digunakan untuk belajar dan berkembang. Konsep yang dapat menjawab kebutuhan ini adalah knowledge management system (KMS). Knowledge management bertujuan untuk membuat organisasi belajar {learning organization). Pada organisasi belajar ini, bekerja dan belajar merupakan hal yang sama dalam suatu institusi yang digunakan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif berdasarkan nilai-nilai tertentu [LIPI07].
Penerapan knowledge management di perusahaan dipandang sebagai sebuah sistem terstruktur yang menjalankan proses pengetahuan. Keberjalanan proses tersebut diawali dengan kesadaran dan pemahaman orang-orang di dalam perusahaan akan pentingnya pengetahuan untuk proses belajar. Selain itu, ada teknologi untuk membantu mengoptimalkan keberjalanan proses pengetahuan tersebut. Paparan ini merupakan gambaran sederhana mengenai knowledge management sebagai sebuah sistem di perusahaan.
Salah satu alasan mengapa performansi KMS di perusahaan perlu diukur diungkapkan dalam jurnal yang ditulis Fairchild mengenai knowledge management [FAI02]. Pengukuran performansi KMS penting untuk melihat seberapa baik sebuah perusahaan dalam mengubah kemampuan individual learning maupun team capabilities menjadi organizational knowledge, bagaimana tacit knowledge dapat diubah menjadi explicit knowledge, dan mengurangi resiko kehilangan pengetahuan yang bernilai apabila karyawan meninggalkan perusahaan[FAI02]. Secara umum, tujuan pengukuran performansi KMS adalah untuk melihat apakah visi dan tujuan strategis KMS tercapai. Berdasarkan hasil pengukuran ini, perusahaan dapat mengevaluasi bagaimana performansi KMS yang diimplementasikan di perusahaan dan merumuskan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan performansi KMS tersebut.
Untuk mengukur performansi, diperlukan suatu metode atau framework pengukuran performansi. Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur performansi suatu organisasi atau perusahaan adalah balanced scorecard (BSC). BSC memandang sebuah perusahaan dari empat perspektif, yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta kemampuan belajar dan berkembang [KAP96]. Makna balance dalam BSC adalah seimbang dalam menilai sebuah kinerja. Kinerja sebuah perusahaan tidak bisa hanya dilihat dari kinerja yang telah lalu (finansial) akan tetapi juga dari hal-hal yang menentukan kinerja masa depan (customer, internal business process dan learning & growth) [BSC02]. Metode ini menggunakan key performance indikator (KPI) untuk mengukur performansi yang dirumuskan berdasarkan tujuan strategis yang diturunkan dari visi dan misi perusahaan.
Kebutuhan untuk mengukur performansi KMS berdasarkan tujuan strategis dan menyeluruh dengan melihat kinerja yang telah lalu maupun kinerja masa depan inilah yang menjadi latar belakang mengapa BSC dipilih menjadi metode untuk mengukur performansi KMS di perusahaan. Pada tugas akhir ini, KMS dipandang sebagai sistem yang telah memiliki visi sendiri. Visi KMS kemudian dapat diturunkan menjadi tujuan strategis. KPI untuk mengukur performansi KMS dapat diturunkan dari tujuan strategis tersebut. KPI ini kemudian akan dikaitkan dengan keempat perspektif BSC. Melalui penelitian pada tugas akhir ini dapat dieksplorasi lebih jauh lagi apakah BSC dapat digunakan untuk mengukur performansi KMS.

1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang diangkat dalam tugas akhir ini adalah:
"Apakah balanced scorecard dapat digunakan untuk mengukur performansi KMS di perusahaan?"
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada beberapa hal yang akan dikaji dalam tugas akhir ini, yaitu:
1. Model knowledge management system yang digunakan sebagai objek pengukuran.
2. Karakteri stik empat perspektif balanced scorecard.
3. Karakteri stik perusahaan dan knowledge management system.
4. Key performance indikator (KPT) yang diturunkan dari empat perspektif balanced scorecard untuk mengukur performansi knowledge management system yang diimplementasikan di perusahaan.

1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami bentuk knowledge management system yang diimplementasikan secara nyata di suatu perusahaan.
2. Untuk melihat peluang penggunaan balanced scorecard sebagai metode pengukuran performansi untuk knowledge management system.
3. Untuk menganalisis bagaimana mengukur performansi knowledge management system di perusahaan menggunakan balanced scorecard.
4. Untuk menganalisis key performance indikator yang dapat digunakan untuk mengukur performansi knowledge management system di perusahaan.

1.4 Batasan Masalah
Kajian dan pembahasan masalah pada tugas akhir ini akan dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1. Performansi knowledge management system diukur berdasarkan visi knowledge management system tersebut.
2. Kajian dilakukan dengan menggunakan sebuah sampel perusahaan yang telah mengimplementasikan knowledge management system. Pertimbangan penggunaan hanya sebuah sampel perusahaan dilakukan berdasarkan fokus yang ingin diperoleh dalam menurunkan key performance indicator dari sebuah visi knowledge management system.
3. Balanced Scorecard hanya digunakan sebagai metode pengukuran dan bukan sebagai alat perencanaan bagi perkembangan KMS.
4. Kajian dilakukan hanya terhadap bagaimana cara mengukur performansi dan tidak sampai kepada hasil pengukuran.

1.5 Metodologi
Berikut ini merupakan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam mengerjakan tugas akhir:
1. Studi literatur
Kegiatan ini akan dilaksanakan dari awal penyusunan proposal sampai akhir pengerjaan tugas akhir. Studi literatur dilakukan untuk mengkaji lebih dalam mengenai knowledge management system, key performance indicator, dan balanced scorecard.
2. Analisis Awal
Analisis awal berisi pembahasan yang kemudian akan menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan selanjutnya. Bab ini berisi bahasan mengenai model KMS yang akan diukur performansinya pada tugas akhir ini, analisis untuk menganalogikan KMS dan perusahaan, dan kerangka kerja yang digunakan dalam analisis pada bab selanjutnya. Analisis awal mengenai KMS dilakukan menggunakan studi kasus berupa forum tugas akhir di laboratorium Sistem Informasi pada Program Studi Informatika ITB. Studi kasus ini digunakan untuk memahami proses pemetaan sebuah kegiatan menjadi sebuah KMS. Sedangkan analisis mengenai analogi KMS dan perusahaan dilakukan karena BSC merupakan metode pengukuran performansi untuk perusahaan/organisasi. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk membandingkan kedua hal ini.
3. Observasi perusahaan
Kegiatan ini dilakukan setelah kajian awal selesai dilaksanakan dan dilakukan dengan tujuan untuk mengamati KMS yang diimplementasikan di perusahaan. Apabila memungkinkan, observasi juga akan dilakukan terhadap pengukuran performansi KMS yang telah ada di perusahaan. Metode observasi yang digunakan berupa wawancara, observasi lapangan, dan eksplorasi dokumen (jika memungkinkan). Berdasarkan hasil observasi, kemudian akan dianalisis mengenai bentuk KMS yang diimplementasikan di perusahaan. Hal ini akan digunakan untuk analisis lanjutan mengenai pengukuran yang akan dilakukan kepada KMS tersebut.
4. Analisis lanjutan
Pada tahap ini dilakukan perumusan analisis untuk mengukur performansi KMS perusahaan menggunakan BSC. Model KMS perusahaan yang menjadi objek pengukuran dibentuk menggunakan model KMS hasil analisis sebelumnya dan hasil observasi di PT. Telkom.
5. Penarikan kesimpulan dan saran
Setelah analisis dilakukan, hasilnya dapat digunakan untuk menarik kesimpulan apakah balanced scorecard dapat digunakan untuk mengukur performansi KMS beserta kekurangan dan saran perbaikannya.

1.6 Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN, merupakan bab pembuka laporan yang memiliki gambaran umum mengenai pelaksanaan Tugas Akhir. Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah, metodologi, dan sistematika pembahasan dalam pelaksanaan Tugas Akhir.
2. BAB II DASAR TEORI, menjelaskan dasar-dasar teori mengenai pengetahuan, knowledge management system, pengukuran performansi, dan balanced scorecard. Dasar teori ini kemudian akan digunakan sebagai bekal melakukan analisis pada tahap selanjutnya.
3. BAB III ANALISIS AWAL, menjelaskan model KMS yang akan diukur performansinya menggunakan BSC, karakteristik empat perspektif balanced scorecard, analogi KMS dan perusahaan menggunakan perbandingan karakteristik keduanya, dan kerangka kerja pengukuran performansi menggunakan BSC.
4. BAB IV ANALISIS LANJUTAN, berisi analisis mengenai bagaimana mengukur performansi KMS berdasarkan model KMS untuk perusahaan. Hal-hal yang dibahas meliputi pembentukan model KMS perusahaan secara umum, pemahaman visi KMS, perumusan tujuan strategis KMS untuk setiap perspektif BSC, penentuan key success factor setiap perspektif, identifikasi hubungan sebab akibat antar perspektif BSC, perumusan KPI KMS untuk setiap perspektif BSC, evaluasi rumusan KPI, penentuan prosedur implementasi, dan analisis tambahan mengenai prospek teknologi untuk membantu proses pengukuran KPI.
BAB V PENUTUP, berisi kesimpulan-kesimpulan mengenai pelaksanaan kegiatan Tugas Akhir baik isi maupun proses dan saran-saran yang dapat diberikan untuk pengembangan yang mungkin dilakukan terhadap Tugas Akhir ini.
SKRIPSI PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI ATAS PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM DALAM KETERKAITANNYA DENGAN TINDAKAN TAX EVASION PADA KPP X

SKRIPSI PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI ATAS PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM DALAM KETERKAITANNYA DENGAN TINDAKAN TAX EVASION PADA KPP X

(KODE : EKONAKUN-0073) : SKRIPSI PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI ATAS PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM DALAM KETERKAITANNYA DENGAN TINDAKAN TAX EVASION PADA KPP X


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Pemerintah memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi suatu negara. Pemerintah harus melakukan pengendalian terhadap kondisi yang tengah terjadi dan mengevaluasinya kemudian merancang suatu aturan untuk membuat perekonomian menjadi lebih baik. Dalam melaksanakan kegiatannya, negara memerlukan adanya aliran dana untuk menjalankan roda pemerintahan. Dana yang telah diperoleh dari beberapa sektor penerimaan APBN akan digunakan untuk keberlangsungan/pengeluaran negara, baik itu pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sektor pendapatan terbesar dalam pos APBN berasal dari penerimaan pajak yang masih potensial untuk terus ditingkatkan penerimaannya. Pajak sendiri berfungsi sebagai alat untuk mengisi kas negara (budgetair) dan sebagai alat pemerintah untuk mengatur rakyatnya melalui kebijakan fiskal yang ditetapkan (regulerend). Menurut Sakli Anggoro, Dirjen Wilayah Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo (Suluttenggo) dan Maluku Utara menyebutkan bahwa pajak masih menjadi urat nadi pembangunan di Indonesia. Sebab, sebanyak 75 persen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) masih berasal dari penerimaan sektor pajak (radarsulteng.com, 4 Februari 2010). Hal ini menunjukkan dominannya penerimaan APBN dari sektor pajak guna pembiayaan negara. Sehingga, penerimaan pajak yang optimal akan menyebabkan keberlangsungan negara berjalan dengan baik. Pemerintah harus memiliki manajemen yang baik dalam mengelola sumber dana yang telah diperoleh dari sektor pajak agar penggunaanya berjalan efektif dan efisien sehingga tidak terjadi penyalahgunaan.
Upaya untuk mendapatkan penerimaan pajak yang optimal dengan sistem pemungutan pajak secara Self Assessment, tidak hanya mengandalkan pemerintah tapi juga diperlukan sikap bijak dari para wajib pajak, yaitu kesadaran dan kepatuhan diri terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Dengan begitu pelaksanaan Self Assessment System dapat berjalan dengan baik. Beberapa kasus mengungkapkan kejadian penyelundupan pajak/tax evasion, yaitu Direktorat Jenderal Pajak menemukan dugaan kekurangan pembayaran pajak pada 2007 oleh ketiga perusahaan batu bara Grup Bakrie, yaitu PT Bumi Resources Tbk., PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia. Pemeriksaan bukti permulaan (setara dengan penyelidikan di kepolisian dan KPK) atas Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak tahun itu menunjukkan ada indikasi kesalahan data, sehingga mengakibatkan kekurangan sekitar Rp 2,1 triliun (Tempo, 12 Desember 2009). Kasus penyelundupan pajak tersebut dilakukan dengan melakukan manipulasi data pada Surat Pemberitahuan Pajak yang dilaporkan oleh wajib pajak. Hal serupa terjadi juga pada PT Asian Agri Grup. Dari hasil penyidikan Ditjen Pajak, PT Asian Agri Grup disebutkan telah memanipulasi isi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak selama tiga tahun sejak 2002. Perusahaan ini menggelembungkan biaya, memperbesar kerugian transaksi ekspor dan menciutkan hasil penjualan dengan total Rp 2,6 triliun (BBCInonesia.com, 8 November 2007).
Selain kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan di atas, Direktorat Jenderal Pajak juga menyidik 46 kasus dugaan penggelapan pajak lainnya pada tahun 2008. Perkiraan kerugian negara akibat penggelapan itu sekitar Rp 325 miliar. Menurut Kepala Subdirektorat Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Pontas Pane, jumlah kerugian negara digabungkan dengan dugaan penggelapan pajak Asian Agri mencapai Rp 1,625 triliun (pajak.com, 12 Mei 2008).
Badan Pemeriksa Keuangan mencurigai aparat pajak bermain dalam dugaan kasus manipulasi pajak Asian Agri. Ketua BPK Anwar Nasution mempertanyakan lamanya pemeriksaan pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak terhadap Sukanto Tanoto (pajak.com, 23 Januari 2008).
Fenomena ketidakpatuhan lainnya adalah dengan melaporkan sebagian laporan keuangan perusahaan. Kejadian ini terjadi pada PT Tiara Dewata Group (TDG) yang diduga telah menggelapkan pajak hingga lebih dari Rp23 miliar mulai 2005 sampai 2006 dengan modus membuat pembukuan ganda. Teguh Harianto (ahli perhitungan kerugian negara) mengaku pernah melakukan penghitungan pajak untuk tahun 2005 dan 2006 di PT Karya Luhur Permai sebagai wajib pajak (WP). Dari hasil perhitungan tersebut, ditemukan pajak yang belum dibayarkan wajib pajak meliputi pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh). Dari dua pembukuan itu, hanya pembukuan tipe A yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak (SPT), sedang pembukuan tipe B tidak dilaporkan. Menurutnya, pembukuan tipe A dan tipe B tersebut tidak sesuai prosedur perpajakan. Mestinya semua pembukuan dilaporkan dalam SPT. Sehingga dengan tidak dilaporkannya omset dalam PPh maka secara otomatis akan mempengaruhi PPN (antaranews.com, 2 Desember 2009).
Beberapa penyelundupan pajak yang telah penulis sebutkan hanya yang terjadi di perusahaan dan itu merupakan kehendak petinggi perusahaan yang secara umum akan mewakili badan yang menaunginya berusaha. Namun ada juga penggelapan pajak yang memang tidak dilakukan secara sengaja oleh badannya tetapi dilakukan oleh pekerja yang mengurusi bagian pajak atau juga yang dilakukan oleh aparat pajak itu sendiri. Berikut adalah beberapa kasus penyelundupan pajak yang tidak dilakukan oleh badan usahanya. Penggelapan pajak tunjangan kesejahteraan bagi para guru di Dikdas dan Dikmenti Jakarta Selatan pada Januari 2009 yang dilakukan oleh lima pejabat di Dinas Pendidikan Jakarta Selatan. Mereka diduga telah menggelapkan uang pajak sebesar Rp 23 Miliar, namun setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), uang hasil korupsi gotong royong itu mencapai Rp 34 miliar. Kasus ini mencuat ketika dinas pajak menagih pajak tunjangan kesra guru ke Dikdas Jaksel. Dinas Jaksel kemudian menunjukkan bukti setoran pajak yang ternyata palsu (detik.com, 29 April 2009). Selain itu juga Direktorat Jenderal Pajak mensinyalir terdapat banyak bendaharawan pemerintah dan bendaharawan perusahaan yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipungutnya dari wajib pajak (WP) ke kas negara (pajak.com, 25 Mei 2009).
Korupsi yang sistematis dan ketidakmampuan sistem pajak dalam mengontrol jumlah alkohol yang dibutuhkan masyarakat di dalam negeri membuat negara kehilangan potensi penerimaan dari pajak atas impor minuman beralkohol senilai Rp 1,538 triliun. Angka ini 24 kali lebih besar dari Rp 62 miliar penerimaan pajak riil atas impor minuman beralkohol tahun 2008. Dalam laporan itu disebutkan, PT Sarinah sebagai agen tunggal pengimpor minuman beralkohol melaporkan bahwa tidak ada pajak atas impor minuman beralkohol untuk kas negara tahun 2007. Pada tahun 2008, penerimaan dari pajak tersebut hanya Rp 62 miliar, padahal penerimaan potensial dari pajak atas impor minuman beralkohol bisa mencapai Rp 1,6 triliun (kompas.com, 20 April 2009).
Sementara itu, fenomena yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama X umumnya tidak berbeda jauh dengan apa yang terjadi di bebarapa wilayah lain di Indonesia seperti masih adanya potensi wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri, adanya wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikannya dengan tidak benar, tidak menyetorkan pajak yang seharusnya maupun usaha untuk melakukan konspirasi dengan petugas pajak.
Sedangkan menurut penuturan salah seorang petugas pajak di bagian Seksi Pengawasan dan Konsultasi, upaya penggelapan pajak pernah terjadi melalui permohonan penghapusan NPWP dengan alasan wajib pajak telah meninggal maupun pindah alamat. Namun setelah ditelusuri ternyata wajib pajak masih hidup dan ada juga orang yang pindah alamat tersebut ternyata tidak mendaftarkan diri di tempat tinggal yang baru.
Hal utama yang melatarbelakangi adanya tindakan penyelundupan pajak seperti beberapa kejadian di atas adalah kebutuhan dasar manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Merasa telah bersusah payah untuk memperoleh pendapatan tetapi dengan begitu saja dipungut pajak oleh negara, ini membuat wajib pajak berpikir untuk menggelapkan pajak. Beberapa alasan lain yang membuat wajib pajak berusaha menyelundupkan pajak antara lain kondisi lingkungan yang tidak patuh pajak, pelayanan fiskus yang mengecewakan, tarif pajak yang dianggap terlalu tinggi, dan sistem administrasi perpajakan yang buruk (Siti Kurnia Rahayu, 2010:140-142).
Adanya tindakan penyelundupan pajak yang terjadi akan membuat negara mengalami kerugian yang sangat besar. Banyak sektor pengeluaran negara yang tentunya mengalami hambatan akibat tidak tersedianya dana yang siap digunakan.
Penyelundupan pajak harus sesegera mungkin diatasi untuk mencegah makin menjamurnya tindakan Tax Evasion. Salah satunya adalah dengan perbaikan pengelolaan pajak. Pengelolaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak harus lebih ditingkatkan untuk menaikkan penerimaan pajak yang belum terserap maksimal karena sistem perpajakan yang belum berlangsung secara optimal. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia yaitu Self Assessment System dan With Holding Tax System. Self Assessment System memberikan kepercayaan sepenuhnya pada wajib pajak (dapat dibantu konsultan pajak) untuk menentukan utang pajaknya sendiri, kemudian melaporkan pembayaran dan penghitungan pajak yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan (Siti Kurnia Rahayu, 2010:102). Pelaksanaan Self Assessment System di Indonesia masih banyak menimbulkan masalah mulai dari pendaftaran NPWP hingga pelaporan SPT. Fenomena yang terjadi yaitu Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak tampaknya harus lebih rajin menjelaskan tentang Sunset Policy kepada para Wajib Pajak pribadi maupun badan. Sebab, saat ini masih banyak wajib pajak yang enggan membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memperbaiki data Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) (pajakonline.com, 26 Agustus 2008). Kemudian sulitnya menghitung pajak, merupakan salah satu yang sering dikeluhkan masyarakat bila berhubungan dengan kantor pajak. Bukan hanya wajib pajak (WP) orang pribadi, wajib pajak badan juga mengalami hal yang sama (akuntansiumkm.wordpress.com, 18 February 2010).
Fenomena lain yang memberikan persepsi sulitnya pemenuhan Self Assessment System yaitu tanggapan wajib pajak mengenai pelaporan pajak. Pertama, wajib pajak sendiri harus isi beberapa berkas surat lapor pajak. Yang mungkin bagi pelapor pajak baru membingungkan. Karena pemerintah tidak menyediakan orang yang memadai untuk menjelaskan cara pengisian tersebut, yang paling mudah adalah meminta jasa konsultan pajak. Kedua, harus mengantri untuk menyetorkan pajak. Bank penerima pajak masih terbatas pada bank-bank tertentu, sehingga menimbulkan antrian yang panjang. Ketiga, keterlambatan membayar pajak dikenakan denda tambahan (fb republic of Indonesia, 25 April 2009).
Banyak orang yang malas jika harus berurusan dengan pajak. Selain rumit dan berbelit, sudah menjadi rahasia umum jika masih banyak aparat pajak yang cenderung menekan wajib pajak yang kurang paham atas kewajibannya itu. Salah satu yang kerap menjadi sasaran adalah para wajib pajak dengan usaha bebas seperti pedagang, dokter, notaris, konsultan, pemilik peternakan, petani tembakau, kopi dan banyak lagi (pajakpribadi.com, 13 Maret 2010).
Berdasarkan pengakuan beberapa wajib pajak KPP Pratama X, ditemukan keluhan lain yang bisa dikatakan merupakan pangkal masalah dalam pelaksanaan Self Assessment System, yaitu kurangnya sosialisasi kewajiban perpajakan yang sesuai ketentuan. Masyarakat merasakan bahwa mereka tidak tahu berbuat apa untuk melakukan kewajibannya karena tidak punya pengetahuan yang cukup tentang perpajakan.
Pasca reformasi si stem pemungutan pajak dari Official Assessment menjadi Self Assessment pada tahun 1984, negara menginginkan adanya reformasi di bidang perpajakan. Tujuan dari reformasi perpajakan antara lain: 1) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak (taxpayer's quality services) sebagai sumber aliran dana untuk mengisi kas Negara. 2) Menekan terjadinya penyelundupan pajak (tax evasion) oleh Wajib Pajak. 3) Meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak dalam penyelenggaraan kewajiban perpajakannya. 4) Menerapkan konsep good governance, adanya transparansi, responsibility, keadilan dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak, sekaligus publikasi jelasnya pos penggunaanpengeluaran dana pajak. 5) Meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam pelaksanaan administrasi pajak, baik kepada fiskus maupun wajib pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2009:99). Dari tujuan di atas dapat diketahui bahwa pada awalnya, pemberlakuan self assessment system dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan menekan terjadinya penyelundupan pajak. Namun setelah adanya perubahan sistem pemungutan pajak tersebut, kesempatan wajib pajak dalam upaya menyelundupkan pajak semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya ketentuan yang menyebutkan bahwa dalam self assessment system, wajib pajak harus memenuhi kewajiban perpajakannya dimulai dari pendaftaran NPWP hingga pelaporan SPT dilakukan sendiri oleh wajib pajak. Sehingga usaha wajib pajak dalam melepaskan diri dari jeratan pajak dengan berbagai cara semakin leluasa karena semuanya dilakukan oleh sendiri.
Kemudian, hasil survey dari Tim Peneliti Departemen Riset dan Kajian Strategis Indonesia Corruption Watch (2000) menyebutkan bahwa dari pandangan Dirjen Pajak sendiri, self assessment sebenarnya juga mempunyai beberapa kekurangan seperti: a) Sistem ini ternyata kurang berhasil. Banyak yang tidak jujur dalam melaporkan besarnya penghasilan yang diperoleh, khususnya WP Perseorangan. Karena sangat banyak jumlah pendapatan yang tidak dilaporkan sebagai obyek pajak, b) Ketidaksuksesan sistem ini terlihat juga dari meningkatnya jumlah tunggakan pajak, meskipun WP sebenarnya memiliki kemampuan untuk membayar jumlah pajak tersebut, c) Untuk memaksa WP berlaku jujur, UU Perpajakan perlu memberikan sanksi yang berat kepada pelanggar. Namun sistem self assessment tetap dilaksanakan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai masalah tersebut dengan judul:
"Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Atas Pelaksanaan Self Assessment System Dalam Keterkaitannya Dengan Tindakan Tax Evasion Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama X (Kasus Pada 23 Wajib Pajak Orang Pribadi Penerima SKPKB)".

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan fenomena di latar belakang penelitian, maka penulis membuat identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Masyarakat enggan untuk membuat dan memiliki NPWP
2. Wajib pajak kesulitan menghitung pajak
3. Wajib pajak belum terakomodir dalam menyetorkan pajak
4. Wajib pajak kesulitan dalam proses pelaporan SPT
5. Kurangnya sosialisasi perpajakan mengenai kewajiban wajib pajak dalampelaksanaan Self Assessment System
6. Fiskus tidak menjalankan tugasnya dengan baik
7. Wajib pajak tidak menyampaikan SPT dengan benar
8. Bendaharawan perusahaan/pemerintah menggelapkan pajak
9. Konspirasi antara wajib pajak dengan aparat pajak
10. Penerapan Self Assessment System membuat tindakan Tax Evasion terjadi.
1.2.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana persepsi wajib pajak orang pribadi atas pelaksanaan Self Assessment System pada KPP Pratama X.
2. Bagaimana tindakan Tax Evasion pada KPP Pratama X.
3. Bagaimana persepsi wajib pajak orang pribadi atas pelaksanaan Self Assessment System dalam keterkaitannya dengan tindakan Tax Evasion pada KPP Pratama X.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman mengenai Self Assessment System dan Tax Evasion dengan mengumpulkan data dan informasi yang kemudian dianalisa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui persepsi wajib pajak orang pribadi atas pelaksanaan Self Assessment System pada KPP Pratama X.
2. Untuk mengetahui tindakan Tax Evasion pada KPP Pratama X.
3. Untuk mengetahui persepsi wajib pajak orang pribadi atas pelaksanaan Self Assessment System dalam keterkaitannya dengan tindakan Tax Evasion pada KPP Pratama X.

1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Akademis
Adapun kegunaan penelitian ini adalah dapat bermanfaat secara akademis sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
Penelitian diharapkan dapat memberi pemahaman teoritis lebih mendalam mengenai Self Assessment System dan Tax Evasion serta mengetahui bagaimana aplikasinya di kehidupan nyata sehingga dapat menjadi tambahan pengetahuan yang bermanfaat.
2. Bagi Instansi
Hasil penelitian dapat memberikan pandangan dan masukan KPP Pratama X mengenai persepsi wajib pajak atas pelaksanaan Self Assessment System dan tindakan Tax Evasion.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang kajian yang sama, yaitu Self Assessment System dan Tax Evasion.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi yang berguna bagi pelaksanaan Self Assessment System dan tentang Tax Evasion sehingga untuk perkembangan selanjutnya menjadi semakin baik.
SKRIPSI PENGARUH SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP DANA ALOKASI UMUM (DAU) PADA PEMERINTAHAN KOTA X

SKRIPSI PENGARUH SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP DANA ALOKASI UMUM (DAU) PADA PEMERINTAHAN KOTA X

(KODE : EKONAKUN-0072) : SKRIPSI PENGARUH SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP DANA ALOKASI UMUM (DAU) PADA PEMERINTAHAN KOTA X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan pemerintahan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat juga mengalami perubahan. Jika sebelumnya Indonesia menganut sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik yang ternyata hanya menimbulkan ketidakadilan di seluruh daerah, sejak tahun 1999 diubah menjadi desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era otonomi daerah. Ketika otonomi daerah mulai digulirkan, harapan yang muncul adalah menjadi semakin mandiri di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing karena daerah diberikan kebebasan untuk mengelola wilayahnya sendiri. Selain itu daerah juga diberikan sumber-sumber pembiayaan kewenangan yang sebelumnya masih dipegang oleh Pemerintah Pusat di era Orde Baru. Kemandirian daerah tersebut dimanifestasikan lewat Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar dan kuat.
Sesuai dengan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ditetapkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri dari:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2. Dana Perimbangan
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain Penerimaan yang Sah
Gambaran citra kemandirian daerah dalam berotonomi daerah dapat diketahui melalui seberapa besar kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut agar mampu membangun daerahnya, disamping mampu pula untuk bersaing secara sehat dengan daerah lain dalam mencapai cita-cita otonomi daerah. Untuk mengukur tingkat kemandirian daerah dapat dilakukan degan membandingkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Anggaran Pendapatan dan Belanj a Daerah (APBD).
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba BUMD, dan Lain-lain PAD yang Sah. Dana Perimbangan itu sendiri terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dalam upaya meningkatkan PAD, dibutuhkan suatu struktur industri yang mantap beserta objek pajak dan retribusi yang taat. Sementara Dana Alokasi Umum (DAU) dan berbagai bentuk transfer dari Pemerintah Pusat sebaliknya hanya bersifat suplemen bagi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah.

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Menurut data tabel 1.1 diatas terlihat bahwa Pajak Daerah selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2006 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada pos Retribusi Daerah tahun 2001 dan 2002 mengalami peningkatan namun menurun pada tahun 2003, kemudian meningkat lagi pada tahun 2004 dan 2005, setelah itu menurun lagi pada tahun 2006. Pada pos Bagian Laba BUMD dari tahun 2001 hingga 2002 mengalami peningkatan namun menurun pada tahun 2003, kemudian meningkat lagi di tahun-tahun berikutnya terutama pada tahun 2006 mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Sementara pada pos PAD Lain-lain yang Sah meningkat hingga tahun 2003 kemudian pada tahun 2004 dan 2005 terus mengalami penurunan, lalu pada tahun 2006 meningkat lagi. Sedangkan untuk PAD sendiri secara total di tahun 2004 terjadi penurunan yang mencapai 20,82% namun pada tahun 2005 dan 2006 kembali mengalami peningkatan sebesar 21,73% dan 7,77%.
Tabel 1.3 menunjukkan bahwa DAU yang berasal dari pemerintah pusat setiap tahunnya menunjukkan peningkatan, walaupun pada tahun 2003-2004 tidak mengalami perubahan atau dengan kata lain nilainya tetap. Tentunya hal ini tidak diinginkan sebab DAU dan berbagai bentuk transfer dari Pemerintah Pusat lainnya sebaiknya hanya bersifat suplemen bagi Pemerintah Daerah X. Oleh karena itu, PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Untuk mengurangi ketergantungan aliran dana yang diperoleh dari pemerintah pusat maka daerah harus mampu menggali sumber-sumber potensial yang berasal dari daerahnya sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ironisnya terjadi ketidakstabilan laju pertumbuhan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintahan Kota X. Hal ini tentunya tidak diinginkan mengingat salah satu ukuran kemandirian suatu daerah di daerah otonomi adalah ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD) terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) sehingga penulis membahasnya dalam skripsi yang berjudul: "Pengaruh Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) Pada Pemerintahan Kota X"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merumuskan masalah adalah:
1. Apakah Pajak Daerah berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X?
2. Apakah Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X?
3. Apakah Bagian Laba BUMD berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X?
4. Apakah Lain-lain PAD yang Sah berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X?
5. Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba BUMD, dan Lain-lain PAD yang Sah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X?

C. Batasan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi pada penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba BUMD dan Lain-lain PAD Yang Sah.

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pajak Daerah terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Retribusi Daerah terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Bagian Laba BUMD terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Lain-lain PAD yang Sah terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X.
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba BUMD dan Lain-lain PAD yang Sah secara bersama-sama terhadap Dana Alokasi Umum pada Pemkot X.
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang analisis laporan keuangan daerah dalam era otonomi daerah.
2. Memberikan masukan kepada pihak yang berwenang di dalam pengambilan keputusan penetapan skala prioritas penggalian sumber pendapatan yang bersumber dari PAD.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi penulis lainnya yang akan melakukan atau melanjutkan penelitian yang sejenis dengan penelitian ini.