A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, sesuai dengan tujuan dan fungsi pendidikan nasional dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3 yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sedangkan tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar dapat menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Fungsi dan tujuan pendidikan itu dapat diwujudkan melalui pembentukan watak mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pada pendidikan tinggi melalui peningkatan kualitas proses pembelajaran.
Kesungguhan bangsa Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan terlihat pula dalam UUD 1945 amandemen ke 4 pasal 31 Bab XII tentang Pendidikan dan Kebudayaan ayat 4 yang berbunyi: " Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran 20% untuk biaya khusus pendidikan tentunya sangat membantu untuk peningkatan kualitas pendidikan di negara berkembang ini menjadi negara yang dapat memposisikan sebagai negara maju di mata dunia. Sikap optimis akan bermakna dan menjadi kenyataan di masa yang akan datang bila ada keseriusan dukungan dan komitmen dari semua pihak terkait baik masyarakat, sekolah maupun pemerintah.
Persoalan kualitas pendidikan ini seakan-akan tidak ada habis-habisnya, setiap saat harus mencari wujud bam untuk menghadapi perkembangan dan pembahan zaman serta kemajuan teknologi yang semakin pesat.
Sekolah mempakan lembaga formal yang berfungsi merealisasikan kesungguhan bangsa untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) dan mempunyai tugas untuk mencerdaskan anak bangsa agar menjadi manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan sesuai dengan keinginan orang tua dan harapan bangsa.
Sebagai institusi formal, sekolah berperan mempersiapkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas dalam arti dapat memecahkan masalah kehidupan baik masa kini, maupun masa mendatang, dengan memaksimalkan perkembangan potensi-potensi yang ada pada peserta didik.
Atas dasar itulah maka sekolah wajib menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan baik dengan memperhatikan berbagai faktor penunjang yang akan mempermudah tercapainya harapan di atas dengan optimal. Tentunya untuk mewujudkan harapan bangsa di atas, maka lembaga sekolah berkewajiban selalu untuk mengevaluasi program dan bempaya selalu lebih baik dari program sebelumnya.
Dalam mempersiapkan manusia Indonesia yang berkualitas khususnya pada jenjang pendidikan dasar, guru merupakan sosok yang berperan penting sebagai penyedia informasi untuk pengembangan potensi siswa dalam pengelolaan keragaman situasi pembelajaran. Banyak kendala dan tantangan yang dihadapi dan mesti ditanggulangi oleh guru. Khusus untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru sudah saatnya memberikan perhatian yang lebih besar terhadap model pembelajaran yang digunakan. Selama ini model pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional, yang mengacu kepada upaya-upaya menyelesaikan materi hanya dengan menggunakan pendekatan duduk, dengar, catat, hal ini tidaklah mampu untuk mengembangkan potensi siswa yang ada.
Dalam proses pembelajaran, para guru selalu dituntut untuk bempaya menciptakan iklim kelas yang nyaman serta menyenangkan peserta didik. Materi yang diberikan betul-betul mempunyai makna secara praktis yang dapat berguna untuk kehidupannya. Tetapi pada kenyataannya, masih banyak sekolah yang berorentasi pada hasil akhir evaluasi/orentasi nilai akhir dengan mengabaikan proses. Sehingga lembaga itu bempaya penuh untuk membantu para siswa dalam menjawab soal evaluasi akhir. Memberikan kemudahan-kemudahan dalam proses pendidikan dengan mengesampingkan hakekat pendidikan itu sendiri, seperti remedial dapat diganti dengan barang atau membeli sesuatu yang tidak ada nilai tambah pada penguasaan ilmu peserta didik, memaksa/memarahi, dan menghukum siswa dengan tidak dimengerti alasannya. Hal tersebut dapat menyebabkan para siswa belajar karena takut pada guru bukan atas dorongan keingintahuannya. Sehingga bukan hal yang mustahil siswa hanya berorentasi pada hasil akhir, bukan pada prosesnya yang diutamakan.
Sebagai akibat dari pembelajaran yang kurang berorientasi pada proses maka munculah mental-mental para peserta didik untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji dan melanggar norma dengan melakukan perbuatan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai. Sehingga tidak jarang terdengar jual beli nilai ataupun pembocoran soal ujian. Perbuatan jalan pintas untuk mendapatkan nilai di atas sangat berdampak terhadap kemampuan peserta didik nantinya setelah mereka menamatkan suatu jenjang pendidikan.
Sedangkan akibat jangka panjang dari pembelajaran yang hanya berorientasi pada nilai di atas adalah munculnya para lulusan yang tidak siap pakai dan kurang mampu untuk berkarya sebagai akibat dari kurangnya proses selama dalam pendidikan. Selanjutnya akan muncul generasi-generasi yang tidak kreatif dan kurang tanggap membaca peluang apalagi untuk menciptakan lapangan kerja. Hal di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (200, 45-49), yang menjelaskan bahwa, "kelemahan mentalitas bangsa Indonesia setelah revolusi adalah sikap mental yang merendahkan mutu dan sudah hampir hilang kebutuhan akan kualitas dari hasil karya serta hilangnya rasa peka terhadap mutu". Lebih mendalam Koentjaraningrat menjelaskan kelemahan mentalitas pasca revolusi antara lain berupa munculnya mentalitas yang suka menerabas, mentalitas yang bernafsu untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa banyak melakukan kerelaan berusaha, pengorbanan, usaha yang bertahap selangkah demi selangkah, semua itu sebagai akumulasi dari akibat mentalitas merendahkan mutu.
Adapun akibat jangka pendek dari pelaksanaan pendidikan yang hanya berorientasi pada hasil adalah rendahnya minat dan motivasi siswa untuk melakukan proses belajar. Siswa kurang berminat dengan mated pelajaran. Indikasi ini terlihat dengan rendahnya usaha siswa dalam berbagai kegiatan dalam kelas maupun kegiatan belajar diluar kelas seperti pekerjaan rumah (PR) atau usaha yang rendah dalam mengikuti ujian. Siswa juga menjadi agresif dalam mengganggu siswa lain, dan dengan mudahnya meninggalkan kelas dan semuanya bermuara pada pelanggaran aturan sekolah.
Perilaku-perilaku negatif di atas sebenarnya dapat ditanggulangi jika guru dapat memotivasi belajar siswa dengan model pembelajaran yang menyenangkan dan membuat tantangan-tantangan dalam proses belajar. Jika motivasi sudah tumbuh dalam diri siswa, mereka akan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembelajaran. Kreatifitas guru dalam melaksanakan berbagai model dalam pembelajaran sebagai modal yang sangat berharga dalam memotivasi siswa dalam belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.
Sekolah Dasar merupakan sekolah yang sangat mendasari para siswa untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah. Depdikbud (1993: 16),
Keseriusan para guru di tingkat dasar sangat menentukan keberhasilan belajar siswa di tingkat berikutnya. Hal ini beralasan karena pendidikan di tingkat dasar, merupakan modal dasar bagi siswa untuk dapat/mampu mengembangkan pengetahuan ke arah lebih luas dan mendalam tentang apa yang dipelajarinya.
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di Sekolah Dasar dengan fokus kajiannya adalah kehidupan manusia dengan sejumlah aktivitasnya. Materi pendidikan IPS berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang kemudian diorganisasi dan disederhanakan untuk kepentingan pendidikan. (Nana Supriyatna, 2007: 3). Pendidikan IPS sebagai bidang studi terkait dengan kenyataan sosial yang bertujuan pembentukan warga Negara yang baik (good citizenship), maka perlu pengembangan kepada proses pembelajaran yang humanis dan dinamis (Sapriya,dkk, 2007:1). Untuk itu perlu berbagai strategi, pendekatan dan tekhnik untuk membangun sikap sosial dan berpikir kritis siswa.
Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan dan sekolah guna peningkatan kualitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran antara lain melalui pelatihan-pelatihan pembelajaran dan seminar-seminar. Dengan kegiatan ini diharapkan guru mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal. Namun, kenyataannya untuk pencapaian hasil belajar siswa, berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan untuk mata pelajaran IPS di SD Negeri Z Kecamatan X Kabupaten Y masih tetap rendah. Nilai Ilmu Pengetahuan Siswa (IPS) para lulusan Sekolah Dasar tersebut lima tahun terakhir masih di bawah rata-rata. sebagaimana tabel berikut :
* Tabel sengaja tidak ditampilkan *
Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa dalam mata pelajaran IPS, masih belum mencapai hasil belajar yang optimal seperti yang diharapkan.
Berbagai fenomena yang teramati antara lain mungkin disebabkan belum lengkapnya fasilitas pembelajaran yang ada, metode pembelajaran yang belum dapat mengembangkan keterampilan belajar siswa, gaya mengajar guru yang tidak bervariasi dan masih mempertahankan cara-cara yang lama yaitu guru sebagai subyek dan siswa sebagai obyek dengan pencapaian mated sebagai target akhir
Selain hal-hal di atas, permasalahan mendasar yang tak kalah pentingnya adalah proses pembelajaran IPS yang kurang memperhatikan lingkungan sosial dan kultural peserta didilk. Masyarakat Sumatera Barat atau yang lebih dikenal dengan etnis Minangkabau termasuk dalam kategori masyarakat yang aktif, kreatif dan dinamis. Pola didikan dan pola pengasuhan tersebut sudah berlaku secara turun-temurun dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Tuntutan akan hal demikian karena menurut adat Minangkabau, seseorang anak yang telah menanjak dewasa akan pergi migrasi ke daerah lain yang dikenal dengan tradisi "Merantau". Seorang anak Minangkabau dalam menuju proses pendewasaan diharuskan mencari pengalaman hidupnya melalui tradisi “Merantau'' agar anak diharapkan bisa hidup mandiri dan lepas dari ketergantungan kepada orang tua maupun keluarganya.
Ketika pembelajaran IPS di sekolah bersifat monoton dan pasif serta kurang memperhatikan pada aktivitas dan kreativitas anak sesuai dengan pola pengasuhan dan pola didikan anak di Minangkabau maka berdampak terhadap proses pembelajaran di sekolah. Pola pengasuhan yang diterima siswa di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya yang menuntut mereka untuk mandiri dan berkarya bertolak belakang dengan proses pembelajaran IPS di sekolah yang monoton dan didominasi oleh guru. Proses pembelajaran yang pasif ini memberi dampak terhadap motivasi belajar siswa di sekolah.
Sementara itu permasalahan di pihak siswa adalah rendahnya motivasi belajar siswa mengikuti mata pelajaran IPS yang ditunjukkan oleh sikap dan tingkah laku mereka yang negatif pada saat proses pembelajaran berlangsung misalnya siswa pasif dalam mengikuti pelajaran dan sering keluar kelas saat pelajaran sedang berlangsung.
Rendahnya hasil belajar siswa juga disebabkan oleh faktor eksternal yang ditunjukkan oleh ketidaktepatan model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Guru kurang memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dalam menumbuhkan motivasi, minat, dan kreativitas siswa untuk belajar dan berusaha mengatasi kesulitannya. Proses pembelajaran seolah-olah telah berjalan dengan baik, karena materi yang telah digariskan dalam silabus telah disajikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Di satu sisi justru hal yang terjadi dapat mematikan gairah belajar siswa karena guru kurang kreatif, guru lebih mendominasi ketika menyampaikan materi pembelajaran dan cenderung mengabaikan kesiapan belajar siswa. Guru kurang memperhatikan setiap siswa yang memiliki keberagaman individual, baik latar belakang kemampuan/ pengetahuan, sikap, motivasi, dan sebagainya. Hal ini terungkap ketika guru memerintahkan siswa membentuk kelompok belajar untuk mendiskusikan mated. Hal ini juga diakui oleh kepala sekolah sewaktu penulis melakukan observasi awal yang menjelaskan bahwa rendahnya minat siswa untuk belajar IPS yang mungkin disebabkan oleh faktor eksternal dan internal di atas, termasuk disi adalah model pembelajaran yang masih sangat konvensional. (Agustiar, Kepala Sekolah SDN Z, wawancara waktu observasi)
Untuk mengubah dan meminimalisir fenomena yang ada dalam proses pembelajaran IPS di atas, perlu kiranya dicoba menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa termotivasi dan terlibat secara aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru sepatutnya sudah membah paradigma tujuan pembelajaran di atas dari orientasi "hasil" kepada "proses" maka dalam dalam hal ini, guru dituntut kemampuannya untuk memilih dan memilah atau mendesain pembelajaran yang tidak membosankan bagi peserta didik. Hal tersebut diantaranya bisa dilakukan dengan cara memilih dan menentukan sumber, media serta pendekatan pembelajaran yang beralih dari paradigma tradisional ke paradigma moderen. Secara teoritis salah satu pendekatan yang dianggap termasuk inovatif adalah pendekatan pembelajaran berbasis portofolio. Model pembelajaran berbasis portofolio dipandang dapat membantu guru dalam meningkatkan proses pembelajaran mata pelajaran IPS SD.
Pada model pembelajaran berbasis portofolio mempakan karya terpilih dari seorang siswa, tetapi dapat juga bempa karya terpilih dan satu kelas secara keseluruhan atau kelompok siswa yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan untuk memecahkan masalah. Istilah "Karya terpilih" mempakan kata kunci dan portofolio. Maknanya adalah bahwa yang harus menjadi akumulasi dari segala sesuatu yang ditemukan para siswa dari topik mereka harus membuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, serta mencakup pertimbangan terbaik tentang bahan-bahan mana yang paling penting. Oleh karena itu portofolio bukanlah kumpulan bahan yang asal ambil dari sana sini, tidak ada relevansinya satu sama lain, ataupun bahan yang tidak memperhatikan signifikansi sama sekali.
Kelebihan dari model pembelajaran berbasis portofolio ini menumt Ami Fajar (2005:45) yaitu: (1) Siswa berlatih memadukan antara prinsip dan konsep yang diperoleh dan penjelasan guru atau dari buku/bacaan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, (2) Siswa mampu mencari informasi di luar kelas, baik informasi berasal dan bundel bacaan, penglihatan, objek langsung, TV/ radio (internet) maupun orang/pakar/tokoh, (3) Siswa dapat membuat alternatif pemecahan masalah terhadap topik yang dibahas, (4) Siswa mampu membuat keputusan (sesuai kemampuannya) yang berkaitan dengan konsep yang telah dipelajarinya dan (5) Siswa mampu memmuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah.
Pada dasarnya potofolio sebagai model pembelajaran yang akan di lakukan dalam penelitian mempakan suatu usaha yang dilakukan guru agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Kemampuan tersebut diperoleh siswa melalui pengalaman belajar seperti mencari informasi, mengorganisir informasi, membuat laporan, menulis laporan yang dituangkan dalam pekerjaannya sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa Sekolah Dasar.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pembelajaan berbasis portofolio di Sekolah Dasar antara lain:
1. Mengidentifikasi masalah, yang meliputi: penugasan, kegiatan kelompok, diskusi dan tanya jawab.
2. Memilih masalah untuk kajian kelas, yang meliputi: masalah menarik, sesuai dengan kemampuan siswa sekolah dasar dan nyata dalam kehidupan masyarakat.
3. Mengurupulkan informasi yang meliputi sumber-sumber dari bahan pelajaran, surat kabar, kliping dan dari pemerintah (pemerintah desa atau camat) dan masyarakat.
4. Membuat portofolio kelas
5. Penyajian portofolio
6. Refleksi pada pengalaman belajar dengan mengambil kesimpulan dan penilaian.
Kesemua langkah-langkah di atas akan di sesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa-siswa Sekolah Dasar agar dalam pembelajaran siswa tetap dapat menikmati pembelajaran dengan enjoyfull dan bukan merasakan suatu beban yang berat. Bagaimanapun metode pembelajaran berbasis portofolio tetap berprinsip bagaimana membelajarkan anak untuk belajar dengan mandiri dan kreatif.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengaruh metode pembelajaran berbasis portofolio untuk proses pembelajaran mata pelajaran IPS SD, untuk melihat seberapa besar kontribusi metode pembelajaran berbasis portofolio terhadap motivasi dan prestasi belajar pelajaran IPS siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh metode pembelajaran berbasis portofolio terhadap motivasi dan prestasi belajar IPS siswa sekolah dasar?
Rumusan masalah tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut.
1. Apakah terdapat peningkatan dalam motivasi belajar IPS antara siswa yang belajarnya memperoleh metode pembelajaran berbasis portofolio dengan siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat peningkatan dalam prestasi belajar IPS antara siswa yang belajarnya memperoleh metode pembelajaran berbasis portofolio dengan siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran konvensional?
3. Bagaimanakah deskripsi proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis portofolio dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa?
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan tidak meluas, penelitian dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Penelitian ini hanya pada hasil belajar IPS pada aspek kognitif, tidak pada aspek afektif dan psikomotor.
2. Penelitian dilakukan di kelas VI sekolah dasar
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan motivasi belajar IPS siswa melalui Metode pembelajaran berbasis portofolio dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan prestasi belajar IPS siswa melalui metode pembelajaran berbasis portofolio dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
3. Untuk mendeskripsikan proses pembelajaran yang menerapkan metode pembelajaran berbasis portofolio dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPS siswa.
E. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbangan pikiran dan titik tolak bagi penelitian lebih lanjut dan lebih spesifik tentang model pembelajaran berbasis portofolio terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa pada pelajaran IPS di SD.
b. Kegunaan Praktis
Sedangkan kegunaan praktis dalam penelitian ini, diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain;
1. Bagi siswa dengan penerapan metode pembelajaran berbasis portofolio diharapkan dapat memperoleh pengalaman dan keterampilan yang
berharga sehingga dapat digunakan sebagai latihan untuk mempelajari IPS secara bersama-sama dengan teman sebaya.
2. Bagi guru yang ingin menerapkan metode pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran IPS di SD dapat digunakan sebagai salah satu contoh dalam menerapkan pembelajaran.
3. Bagi kepala sekolah dan Kepala Dinas Pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan tentang metode pembelajaran yang cocok untuk mata pelajaran IPS di berbagai jenjang pendidikan umumnya, dan Sekolah Dasar (SD) khususnya.
4. Bagi peneliti sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dan masukan dalam mengembangkan penelitian model-model atau metode-metode pembelajaran konstruktif selanjutnya.
F. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
1. Variabel penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen yang terdiri dari tiga variabel yaitu satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Variabel bebas adalah pembelajaran berbasis portofolio (X) dan variabel terikat yaitu motivasi belajar (Y1) dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS (Y2).
Analisis terhadap hubungan antara variabel bebas dan terikat ini akan diuji melalui uji statistik.
2. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang diinterpretasikan sebagai berikut.
a. Metode Pembelajaran Portofolio adalah metode pembelajaran dengan mengurupulkan kertas-kertas berharga dari suatu pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan. Setiap portofolio memuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas terbaik yang diberikan kepadanya, serta mencakup pertimbangan terbaiknya tentang bahan-bahan mana yang paling penting untuk di tampilkan (Arnie Fajar, 2005: 47).
b. Motivasi belajar adalah dorongan semangat dalam belajar yang diperoleh siswa dalam mempelajari mata pelajaran IPS yang berasal dari dalam dan luar diri siswa setelah mendapatkan pembelajaran IPS dengan metode pembelajaran berbasis portofolio.
c. Prestasi pada penelitian ini ditunjukan oleh peningkatan kemampuan kognitif siswa pada pembelajaran IPS yang merupakan hasil dari proses penerapan metode pembelajaran berbasis portofolio dalam belajar IPS .
d. Pembelajaran Konvensional adalah metode ceramah yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran.
G. Asumsi dan Hipotesis
1. Asumsi
Penelitian ini didasarkan atas asumsi bahwa "Metode pembelajaran berbasis portofolio" mendorong siswa untuk belajar secara bersama dalam kelompok dan saling mendorong untuk berprestasi bersama.
2. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Terdapat peningkatan dalam motivasi belajar IPS antara siswa yang belajarnya memperoleh metode pembelajaran berbasis portofolio dengan siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Terdapat peningkatan dalam prestasi belajar IPS antara siswa yang belajarnya memperoleh metode pembelajaran berbasis portofolio dengan siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran konvensional.