(KODE : PASCSARJ-0219) : TESIS ZAKAT DAN PENGENTASAN KEMISKINAN (KAJIAN ATAS LEMBAGA AMIL ZAKAT) (PROGRAM STUDI : EKONOMI ISLAM)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir dan miskin, pengurus (amil) zakat para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk (usaha) di jalan Allah, dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat di atas jelas berbicara tentang kelompok yang ditetapkan oleh Allah sebagai yang berhak mendapat dana zakat. Zakat berdasarkan ayat di atas dapat dikatakan sebagai jaminan sosial bagi kelompok yang sangat membutuhkan bantuan materi. Jadi, zakat merupakan ibadah yang mempunyai peran strategis dalam konteks ekonomi keumatan yang akan memberikan dampak kesejahteraan dan kemakmuran bagi orang banyak.
Menurut al-Shaukani dalam kitab tafsirnya Fath al-Qadir, ayat di atas telah merinci pihak yang harus mendapat bantuan keuangan, yang berasal dari zakat berdasarkan skala prioritas, dari kelompok yang sangat membutuhkan, yaitu faqir dan seterusnya kelompok yang dikategorikan miskin dalam memenuhi kebutuhan asasi mereka. Apabila kebutuhan primer mereka telah terpenuhi, maka untuk selanjutnya zakat berperan untuk mengangkat dan meningkatkan taraf hidup mereka pada standar kehidupan yang layak, seperti yang dialami oleh kelompok muzakki. Sebagai mustahiq, tentunya mereka tidak ingin selamanya menjadi orang yang tangannya di bawah terus menerus, tetapi mereka berharap untuk menjadi kelompok muzakki di masa mendatang. Di sinilah peran zakat dalam konteks memberdayakan kelompok mustahiq) agar tercipta kemakmuran dan kesejahteraan yang merata.
Pembicaraan tentang zakat tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang konsep harta menurut al-Qur'an, terutama kefahaman tentang konsep kepemilikan yang akan meringankan si pemilik harta untuk mengeluarkan sebagian hartanya sesuai dengan ketentuan pemilik hakiki yaitu Allah swt. sebagaimana firman-Nya :
“Dan berikanlah kepada mereka dari harta Allah yang dikaruniakan kepadamu”
Kemudian Allah mengizinkan manusia untuk menguasai harta tersebut, dengan cara-cara yang telah ditetapkan. Jika manusia mendapatkan atau menguasai harta tersebut dengan mengabaikan aturan Allah, maka ia pada hakikatnya tidak berhak untuk memilikinya. Inilah konsep kepemilikan dalam Islam yang membedakan dengan konsep kepemilikan dalam aturan lain, sehingga harus disadari betul bahwa pada harta yang dimiliki seseorang, ada kewajiban yang ditetapkan oleh Allah, dan hak orang lain yang bersifat melekat pada harta tersebut.
Secara empiris, kesejahteraan sebuah negara karena zakat terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Meskipun beliau hanya memerintah selama 22 bulan karena meninggal dunia, negara menjadi sangat makmur, yaitu dengan pemerintahan yang bersih dan jujur, dan zakat ditangani dengan baik. Kala itu negara yang cukup luas hampir sepertiga dunia, tidak ada yang berhak menerima zakat, karena semua penduduk muslim sudah menjadi muzakki. Itulah pertama kali ada istilah zakat ditransfer ke negeri lain, karena tidak ada lagi yang patut disantuni.
Jelas keberhasilan khalifah Umar bin Abdul Aziz pada saat itu tidak hanya dengan menggunakan zakat dalam arti harfiah materiil semata, tetapi merupakan kebijakan yang memberikan perhatian yang tinggi pada pengelolaan zakat. Zakat pada kepemimpinan beliau dijadikan tolok ukur akan kesejahteraan masyarakat, baik jumlah orang yang berzakat, besar zakat yang dibayarkan, maupun jumlah penerima zakat. Berbeda dengan tolok ukur lain yang cenderung bias. Tolak ukur zakat sebagai pengatur kesejahteraan benar-benar bisa dijadikan pedoman standar, baik dalam konteks ekonomi mikro maupun makro. Disinilah zakat berperan sebagai ibadah harta berdimensi sosial yang memiliki posisi penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi pelaksanaan ajaran Islam, maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Khalifah Abu Bakar mengultimatum perang terhadap kelompok yang hanya salat, namun tidak mau berzakat sepeninggal Rasulullah. Atas dasar kepentingan inilah, sampai sahabat Abdullah bin Mas'ud menegaskan bahwa orang yang tidak berzakat, maka tidak ada salat baginya.
Beranjak pada potensi zakat di Indonesia, menurut perhitungan yang dibuat oleh Asian Development Bank potensi zakat di Indonesia bisa mencapai Rp 100 Triliun. Sebuah angka yang sangat besar, potensi zakat yang besar ini harus digali secara serius agar menjadi kekuatan ekonomi masyarakat yang nyata.
Potensi zakat yang sangat besar ini, tidak terlepas dari pembangunan ekonomi Indonesia. Pembangunan ekonomi telah mampu meningkatkan pendapatan penduduk Indonesia secara berarti. Peningkatan pendapatan dan taraf hidup sebagian besar masyarakat Islam Indonesia, tentu telah membuat potensi pembayaran zakat semakin besar pula.
Jika pemasukan zakat di Indonesia sangat tinggi kemudian dikelola dengan profesional dalam bentuk program-program pengentasan kemiskinan, seperti pendirian perusahaan sebagai lapangan kerja, pemberian modal usaha, pelatihan peningkatan ketrampilan kerja dan lain sebagainya, Maka zakat dapat membantu mengatasi berbagai masalah sosial, terutama kemiskinan dan keterbelakangan di kalangan masyarakat Muslim. Jika potensi riil ini kemudian dipadukan dengan upaya-upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, maka insya Allah kemiskinan di Indonesia akan dapat lebih cepat teratasi.
Terdapat sebuah kenyataan di desa X, penghuninya 100% muslim, banyak penduduknya yang kaya dengan indikasi mereka memiliki perusahaan-perusahaan, kendaraan mewah dan lain sebagainya, hal ini menunjukkan potensi zakat pada desa ini cukup besar.
selain itu, di desa ini terdapat sebuah Lembaga Amil Zakat (LAZ). Namun belum ditemukan adanya pengentasan kemiskinan pada penduduk yang miskin melalui zakat. Padahal secara teori zakat dapat mengentaskan kemiskinan dan sejarah sudah membuktikannya sebagaimana tertera di atas.
Data awal yang diperoleh peneliti dari LAZ yang ada di desa tersebut, yakni LAZ Masjid Y, Jumlah zakat mal yang terkumpul dalam satu tahun dari 104 orang muzakki mencapai Rp. 113.050.000 (Seratus tiga belas juta lima puluh ribu rupiah) dan data yang dimiliki oleh LAZ tersebut, Jumlah mustahiq) zakat yang masuk kategori miskin terdapat 117 orang.
Menurut keterangan dari pengurus LAZ dan warga sekitar masih banyak orang yang dipandang kaya namun tidak mengeluarkan zakatnya, dan ini dimungkinkan karena kurangnya kesadaran mereka dalam memperhatikan masalah zakat.
Dari data yang diperoleh peneliti, baik berupa data tertulis maupun keterangan-keterangan hasil wawancara tentang keadaan zakat di desa tersebut, peneliti punya asumsi bahwa daerah tersebut sebenarnya memiliki potensi besar dalam mengembangkan LAZ sehingga dapat dilakukan pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, peneliti memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap LAZ dan perannya dalam pengentasan kemiskinan pada desa tersebut, dengan harapan dapat ditemukan sejumlah penyebab ketidakmampuannya dalam mengentaskan kemiskinan yang kemudian dapat dicarikan solusi-solusi terbaik.
B. Identifikasi Masalah
Dalam mengidentifikasi masalah, peneliti menggunakan teori penetapan fokus, karena dengan penetapan fokus, masalah dapat lebih mudah diidentifikasi dan tepat dalam memberikan batasan masalah. Dalam penelitian ini, berdasarkan topik di atas, fokus penelitiannya adalah upaya LAZ dalam pengentasan kemiskinan serta kendala-kendala serta solusi dalam mengatasinya.
Berbagai kemungkinan faktor yang ada kaitan dengan fokus tersebut subfokusnya adalah :
1. Tingkat kemaksimalan LAZ dalam beroperasi.
2. Porsi bagi fakir miskin diantara delapan asnaf zakat yang berhak menerimanya.
3. Kurang tepatnya LAZ dalam mendistribusikan zakat.
4. Sistem yang dipakai dalam mendistribusikan zakat.
5. Kesadaran masyarakat terhadap kewajiban zakat.
6. Tingkat kepercayaan masyarakat dalam menitipkan zakat pada LAZ.
7. Kurangnya perhatian pemerintah setempat dalam menangani zakat
8. Kurangnya sosialisasi tokoh agama dalam menyerukan zakat
9. Minimnya muzakki dikarenakan kondisi ekonomi
C. Batasan Masalah
Dari faktor atau subfokus tersebut di atas, semuanya sangat menarik untuk diteliti. Namun agar penelitian bisa lebih fokus dan tidak terlalu melebar pembahasannya, serta terkendali dalam ruang lingkup yang lebih jelas dan terukur, maka penulis membatasi masalah pada :
1. Pola pengumpulan dana zakat yang dilakukan oleh LAZ Masjid Y
2. Pola pendistribusian dana zakat yang dilakukan oleh LAZ Masjid Y
3. Tindakan yang dilakukan LAZ Masjid Y dalam upaya pengentasan kemiskinan
D. Rumusan Masalah
Mengacu pada identifikasi dan batasan masalah tersebut di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pola pengumpulan zakat yang dilakukan LAZ Masjid Y ?
2. Bagaimana pola pendistribusian dana zakat yang dilakukan LAZ Masjid Y ?
3. Apa saja tindakan pengelola LAZ Masjid Y dalam upaya pengentasan kemiskinan ?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah :
1. Untuk mengetahui pola pengumpulan dana zakat yang dilakukan LAZ Masjid Y
2. Untuk mengetahui pola pendistribusian dana zakat yang dilakukan LAZ Masjid Y
3. Untuk mengetahui apa saja tindakan pengelola LAZ Masjid Y dalam upaya pengentasan kemiskinan
F. Kegunaan Penelitian
Dari penulisan penelitian ini penulis mengharapkan adanya manfaat-manfaat sebagai berikut :
1. Kegunaan secara teoritis :
a. Memberikan kontribusi dalam khazanah keilmuan tentang zakat dan LAZ
b. Diketahuinya pola pengumpulan dana zakat yang dilakukan oleh LAZ Masjid Y
c. Diketahuinya pola pendistribusian dana zakat yang dilakukan oleh LAZ Masjid Y
d. Diketahuinya porsi zakat yang dialokasikan untuk fakir miskin oleh LAZ Masjid Y
e. Diketahuinya wujud zakat dalam mengentaskan kemiskinan
f. Ditemukannya solusi-solusi maksimalisasi zakat dalam upaya pengentasan kemiskinan
2. Kegunaan secara praktis :
a. Sebagai acuan kebijakan pemerintah setempat dalam memberikan perhatiannya pada pengembangan LAZ yang memiliki peran besar dalam ekonomi masyarakat
b. Sebagai acuan bagi LAZ akan pentingnya peran LAZ dalam keberhasilan program zakat
c. Kontribusi dalam rangka syi'ar penggalakan zakat