Search This Blog

Showing posts with label media cd interaktif. Show all posts
Showing posts with label media cd interaktif. Show all posts
TESIS EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERORIENTASI PROBLEM SOLVING DIKEMAS DALAM CD INTERAKTIF DIDASARI ANALISIS SWOT MATERI DIMENSI TIGA

TESIS EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERORIENTASI PROBLEM SOLVING DIKEMAS DALAM CD INTERAKTIF DIDASARI ANALISIS SWOT MATERI DIMENSI TIGA

(KODE : PASCSARJ-0273) : TESIS EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERORIENTASI PROBLEM SOLVING DIKEMAS DALAM CD INTERAKTIF DIDASARI ANALISIS SWOT MATERI DIMENSI TIGA (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutu pendidikan di Indonesia masih cenderung rendah terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, khususnya siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini dapat diketahui dari kriteria Kelulusan Ujian Nasional untuk tingkat SMA yaitu : 1) Peserta ujian nasional dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan ujian nasional sebagai berikut : a) memiliki nilai rata-rata minimal 5,00 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan tidak ada nilai < 4,25. b) memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran dengan nilai mata pelajaran lainnya yang diujikan pada ujian nasional masing-masing minimal 6,00. 2) Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau satuan pendidikan dapat menentukan standar kelulusan ujian nasional lebih tinggi dari kriteria butir 1.
Masalah lain pendidikan di Indonesia yaitu kurangnya kepedulian semua pihak dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu hasil belajar. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik, dan pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama (UU RI No. 20, 2003). Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dilakukan oleh semua pihak namun sampai sekarang masih dominan dilakukan oleh pemerintah, baik yang berkenaan dengan peningkatan mutu guru, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan maupun penyempurnaan kurikulum dan proses pembelajaran. Permasalahan yang muncul di SMA Negeri X selama ini adalah : 
1. Rendahnya prestasi belajar matematika.
2. Siswa kurang aktif dalam mengikuti pelajaran.
3. Dari data inventaris barang menunjukkan rendahnya sumber daya pendidikan terutama sarana dan prasarana pendidikan.
4. Data Penerimaan Peserta Didik dari 2 tahun terakhir ini tidak pernah memenuhi daya tampung dan dari cacatan guru BK/BP terhadap permasalahan putra-putrinya di sekolah kurang mendapat perhatian yang serius hal ini merupakan contoh kecil yang menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan relatif rendah.
5. Sebagian guru masih menggunakan pola pembelajaran konvensional yang mengakibatkan pembelajaran matematika kurang menarik bagi siswa sehingga siswa kurang bersemangat, malas, bahkan terdapat siswa yang sama sekali tidak tertarik dengan pembelajaran matematika.
6. Guru dimungkinkan belum melakukan kegiatan analisis SWOT di dalam pengambilan keputusan mengenai serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dimensi tiga merupakan bagian dari matematika yang diasumsikan korelasinya cukup banyak dengan bagian ilmu matematika lainnya yaitu aljabar, geometri, trigonometri dan vektor. Dimensi tiga banyak mempelajari tentang titik, garis, bidang, luas, volum, jarak, sudut, irisan suatu bidang. Dimensi tiga sangat berguna untuk teknik mesin, elektro, bangunan gedung, sebagai contoh untuk membuat suku cadang kendaraan bermotor, mesin listrik, dinamo, turbin pembangkit listrik tenaga air, konstruksi bangunan gedung, yang pada umumnya memerlukan gambar ruang.
Siswa kelas X SMA Negeri X merasakan pelajaran dimensi tiga sebagai mata pelajaran yang sulit karena adanya hitungan, rumus yang harus dihafalkan dan siswa harus dapat mengaplikasikan dengan dunia nyata. Banyak siswa tidak bisa mengikuti materi yang diberikan guru dengan metode ceramah di depan kelas karena banyak istilah, simbol, maupun gambar bangun ruang yang sulit diintegrasikan dalam dunia nyata. Karena merasa sulit, kadang merasa tidak bisa berbuat apa-apa terhadap materi dimensi tiga dan mungkin rendah diri atau frustasi. Metode mengajar guru yang kurang relevan dengan materi semakin membuat dimensi tiga menjadi pelajaran yang sulit dimengerti. Dengan demikian perlu mengubah kerangka berfikir/paradigma atau pola metode belajar dimensi tiga dari paradigma mengajar ke paradigma pembelajaran.
Pada rambu-rambu kurikulum mata pelajaran matematika disebutkan bahwa untuk mengajarkan konsep matematika dapat dimulai dengan masalah yang sesuai dengan situasi nyata (contextual problem). Disebutkan pula, ada dua kemampuan untuk mendukung keterampilan hidup (life-skill) yang terkait dengan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah (problem solving) dan komunikasi matematika. Dua kemampuan ini dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ditetapkan sebagai kemampuan yang hendak dicapai (Depdiknas, 2003).
Penerapan kurikulum berkaitan dengan bahan yang diajarkan, peranan guru, peranan siswa, sumber belajar dan proses pembelajaran. Pada dasarnya, semua model atau pendekatan dan strategi belajar apapun dapat diterapkan sepanjang model, pendekatan atau strategi itu memberdayakan siswa.
Dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran matematika di sekolah, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA), pemerintah berupaya untuk menemukan solusi penanganan pembelajaran yang cocok dengan keadaan di Indonesia. Melalui berbagai penelitian pendidikan diharapkan menemukan model atau strategi pembelajaran yang cocok dengan materi yang diajarkan. Upaya ini tidak hanya diambil dari dalam negeri saja tetapi juga dari luar negeri misalnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), kurikulum ini disadur dari Australia. Hal ini dilakukan oleh karena model pembelajaran tersebut telah memberikan hasil berupa peningkatan mutu pendidikan pada negara yang telah menggunakannya. Menurut Depdiknas 2003, bahwa penjabaran kurikulum diserahkan sepenuhnya kepada sekolah atau guru, sehingga guru dituntut profesionalisme di bidangnya termasuk dalam menentukan model pembelajaran.
Efektivitas pembelajaran dapat dicapai secara optimal apabila pelaku pendidik mampu memanfaatkan pendidikan yang ada di sekolah, menganalisa, dan mampu memahami kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunity), dan ancaman (Threat) yang dimiliki oleh sekolah, proses tersebut dinamakan sebagai analisis SWOT. Analisis SWOT sebagai dasar untuk melangkah menuju pembelajaran yang efektif. Oleh karena efektivitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Perilaku pendidik yang efektif, antara lain, mengajar dengan jelas, menggunakan variasi metode pembelajaran, menggunakan variasi sumber belajar, antusiasme, memberdayakan peserta didik, menggunakan konteks (lingkungan) sebagai sarana pembelajaran, menggunakan jenis penugasan, dan pertanyaan yang membangkitkan daya pikir dan keingintahuan : sedangkan perilaku peserta didik mencakup antara lain motivasi/semangat belajar, keseriusan, perhatian, pencatatan, pertanyaan, senang melakukan latihan, dan sikap belajar yang positif.
Selain itu untuk mengatasi kesulitan peserta didik proses pembelajaran dapat dilakukan dengan pengajaran interaktif multimedia. Perkembangan penggunaan istilah teknologi pendidikan ini melalui 3 fase atau tiga kategori : 
1. Penggunaan Audio Visual Aids atau AVA di kelas untuk memperjelas informasi dan merangsang berfikir.
2. Penggunaan bahan-bahan terprogram.
3. Terakhir, penggunaan komputer dalam pendidikan (Ali, 2004; 63).
Dari ketiga fase di atas dunia pendidikan saat ini sudah memasuki fase yang ke tiga yaitu penggunaan komputer. Seorang guru yang memberikan pelajarannya dengan bantuan multimedia bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang situasi-situasi dalam kehidupan nyata, meminta contoh-contoh dari para siswanya untuk menjelaskan bagaimana konsep dan teori itu berlaku dalam situasi tertentu. Dengan cara ini pelajaran yang membosankan menjadi hidup dan memperkaya, dan kapasitas belajar sang siswa menjadi sangat ditingkatkan. (Saputra, 2003 : 41).
Keberhasilan guru dalam menampilkan suatu model pembelajaran, pada akhirnya bergantung pada sikap mental dan upaya guru itu sendiri. Konservatifisme guru (berpegang pada satu gaya tertentu saja) maupun kreativitas (selalu mencari cara bentuk gaya mengajar) menyebabkan guru dapat menampilkan model, pendekatan atau strategi belajar mengajar secara lebih efektif dan efisien (Ali, 2004 : 66). Dengan SWOT, pembelajaran menjadi efektif kalau pembelajaran dikemas dalam CD interaktif, CD diberikan sebelum pembelajaran untuk dipelajari secara mandiri. Hasil belajar siswa melalui belajar mandiri di-review pada saat tatap muka di kelas sehingga keaktifan siswa muncul. Untuk memantapkan pemahaman siswa pada materi yang dipelajari diterapkan model pembelajaran berorientasi problem solving disini siswa dituntut menemukan formula-formula dalam menyelesaikan masalah secara mandiri. Model pembelajaran yang dimaksud itu adalah model pembelajaran yang didasari analisis SWOT berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif, yaitu model pembelajaran yang diharapkan mampu menumbuhkan keaktifan siswa dan keterampilan proses sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah keaktifan siswa, keterampilan proses dan prestasi belajar pada pembelajaran matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga dapat mencapai tuntas belajar ?
2. Apakah terdapat pengaruh dan seberapa besar pengaruh keaktifan siswa terhadap prestasi belajar matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga ?
3. Apakah terdapat pengaruh dan seberapa besar pengaruh keterampilan proses siswa terhadap prestasi belajar matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga ?
4. Apakah terdapat pengaruh dan seberapa besar pengaruh keaktifan siswa dan keterampilan proses secara bersama-sama terhadap prestasi belajar matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD didasari analisis SWOT interaktif pada materi dimensi tiga ?
5. Apakah prestasi belajar siswa pada model pembelajaran matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT lebih baik dari pada prestasi belajar siswa dengan pembelajaran konvensional pada materi dimensi tiga ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pencapaian ketuntasan belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga.
2. Untuk mengetahui pengaruh dan seberapa besar pengaruh keaktifan siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga.
3. Untuk mengetahui pengaruh dan seberapa besar pengaruh keterampilan proses siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga.
4. Untuk mengetahui pengaruh dan seberapa besar pengaruh keaktifan siswa dan keterampilan proses secara bersama-sama terhadap prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT pada materi dimensi tiga. 
5. Untuk mengetahui prestasi belajar matematika antara siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika berorientasi Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT dengan pembelajaran konvensional pada materi dimensi tiga.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan bagi : 
1. Siswa, dapat tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan, siswa dapat lebih menyerap materi yang berupa pengetahuan sehingga prestasi belajarnya menjadi lebih baik.
2. Guru, diperolehnya suatu pendekatan pembelajaran yang lebih efektif pada pembelajaran matematika khususnya materi dimensi tiga.
3. Sekolah, diperoleh masukan yang baik dalam rangka perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Kurikulum, diperolehnya masukan tentang model pembelajaran Problem Solving dikemas dalam CD interaktif didasari analisis SWOT yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses dan prestasi belajar siswa.

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PRA MEMBACA ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI MEDIA CD INTERAKTIF

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PRA MEMBACA ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI MEDIA CD INTERAKTIF

(KODE : PTK-0121) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PRA MEMBACA ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI MEDIA CD INTERAKTIF (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam rentang kehidupan manusia, memiliki peran yang strategis. Manusia melalui usaha sadarnya berupaya untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki guna terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai bagian dari pendidikan, berupaya melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang diharapkan mampu mewujudkan hal tersebut. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 14 mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
Pembinaan yang dimaksud yakni pemberian stimulasi berbagai informasi baik dari segi afeksi, psikomotor maupun kognitif. Ketiga aspek perkembangan tersebut tidak boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir logis dan pemecahan masalah, sementara aspek afeksi berkaitan dengan sikap dan moral, dan aspek psikomotor berkaitan dengan koordinasi fisik anak. Kemampuan anak untuk berpikir logis dan memecahkan masalah di kehidupan sehari-harinya dapat berjalan sesuai dengan norma dan sikap yang berlaku di dalam masyarakat. Cara anak untuk menyelesaikan masalah tersebut merupakan kemampuan kognitifnya yang juga dikaitkan dengan afeksinya. Keduanya akan berjalan baik jika ditunjang dengan fisik yang optimal. Kemampuan fisik yang kurang optimal tidak dapat memungkinkan penyelesaian masalah dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan peraturan tersebut, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berperan sebagai peletak dasar stimulus bagi pengembangan potensi seorang manusia.
Lebih lanjut undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 mengatur mengenai bentuk layanan PAUD. Pendidikan Anak Usia Dini terbagi menjadi 3 layanan yakni PAUD formal seperti TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat; kemudian PAUD Nonformal seperti kelompok bermain, tempat penitipan anak, atau bentuk lain yang sederajat; serta PAUD Informal seperti pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan tempat tinggal. Bentuk PAUD formal seperti TK dan RA adalah bentuk layanan yang ditujukan bagi anak usia 4-6 tahun. PAUD formal tersebut memiliki kurikulum yang mengacu pada standar pemerintah pusat dan juga dapat dikolaborasikan dengan kurikulum khas lembaga tersebut. PAUD Informal juga memiliki kurikulum yang disusun oleh standar pemerintah pusat namun juga dapat dikolaborasikan dengan kurikulum khas lembaga. Penggabungan kurikulum pusat dan kurikulum khas merupakan salah satu bentuk pengembangan wawasan sekolah terhadap perkembangan pembelajaran yang terjadi saat itu. Pada tahun 2009 Pemerintah melalui Peraturan Menteri Nomor 58 mengeluarkan Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Standar tersebut berisi pedoman penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini.
Peraturan tersebut berisi standar tingkat pencapaian perkembangan; standar isi, proses dan penilaian; standar pendidik dan tenaga kependidikan; serta standar sarana dan prasarana. Keempat standar tersebut, telah memiliki aturan baku yang seyogyanya diimplementasikan dalam pendidikan anak usia dini.
Standar isi, proses, dan penilaian memaparkan hal-hal terkait perencanaan pembelajaran, muatan pembelajaran, proses pelaksanaan, hingga penilaian pembelajaran yang diimplementasikan dalam sebuah kurikulum. Standar pendidik dan tenaga kependidikan mengatur hal-hal terkait sumber daya manusia yang terlibat di lembaga PAUD, seperti guru, kepala sekolah, petugas administrasi, serta pihak-pihak yang terlibat di dalam sebuah kepengurusan lembaga PAUD. Standar sarana dan prasarana mengatur mengenai standar fasilitas yang dimiliki oleh lembaga PAUD. Sementara standar tingkat pencapaian perkembangan mengatur mengenai tahapan-tahapan perkembangan yang diharapkan mampu dicapai oleh anak usia dini dalam rentang usia tertentu. Keempat standar tersebut saling berintegrasi satu sama lain membentuk sistem lembaga PAUD yang diharapkan mampu melayani anak usia dini dalam mencapai perkembangan optimalnya.
Fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah mengenai salah satu bentuk layanan PAUD Formal, yakni taman kanak-kanak. Seperti yang dikutip dari Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 Pasal 1 Ayat 4 :
“Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun”.
Taman kanak-kanak merupakan jenjang pendidikan dasar yang mampu diharapkan menjadi peletak dasar bagi jenjang pendidikan selanjutnya. Froebel (Sujiono, 2009) merupakan pencetus istilah Kindergarten atau Taman Kanak-kanak. Menurutnya sistem Kindergarten diperuntukkan bagi anak usia 3 sampai 7 tahun. Froebel menggunakan istilah taman sebagai simbol dari pendidikan anak. Hal ini dilatarbelakangi karena perluasan pandangannya terhadap dunia dan pemahamannya tentang hubungan individu, sang pencipta dan alam semesta.
Mengacu kepada standar tingkat pencapaian perkembangan pada peraturan menteri nomor 58 tahun 2009, perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi semua potensi yang dimiliki oleh anak yang diharapkan mampu dicapai oleh anak. Terdapat 5 aspek perkembangan yang diharapkan mampu dicapai oleh anak usia 4-6 tahun (usia taman kanak-kanak) , diantaranya : 
(1) nilai-nilai agama dan moral membahas mengenai kemampuan anak dalam hal pemahaman agama serta nilai-nilai sikap di dalam kehidupan bermasyarakat; (2) Sosial-emosional berkaitan dengan kemampuan rasa peka terhadap teman-teman dan keluarga serta masyarakat sekitar; (3) Bahasa berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, bercerita serta mengenal simbol-simbol huruf; (4) Kognitif berkaitan dengan kemampuan mengenal konsep sains, kemampuan berhitung serta konsep-konsep logika sederhana; (5) fisik berkaitan dengan kemampuan menggunakan otot halus dan kasar untuk melakukan sejumlah aktivitas pembelajaran.
Bidang pengembangan kemampuan bahasa memiliki peranan yang penting dalam hal penunjang aktivitas pembelajaran. Anak usia TK membutuhkan bahasa untuk menerima dan mengungkapkan setiap informasi yang diterimanya. Seperti yang kita ketahui bahwa usia 4-6 tahun merupakan masa yang sangat aktif yang dikenal dengan istilah The Golden Age, yakni suatu masa dimana perkembangan otak dalam mengolah informasi berkembang dengan sangat pesat. Anak-anak usia 4-6 tahun, memperoleh pembelajaran melalui aktivitas bermain. Sehingga sangat disayangkan jika mereka tidak berpikir aktif, karena kemampuan berbahasanya yang terganggu. Jean Piaget (Crain, 2007) memaparkan bahwa kemampuan berbahasa sangat berkembang cepat selama tahun-tahun pra operasional awal, sekitar 2-4 tahun. hal inilah yang salah satunya melatarbelakangi peneliti menggunakan subjek penelitian kelompok TK A yang berusia antara 4-5 tahun. peraturan menteri nomor 58 tahun 2009 mendeskripsikan bahwa kemampuan pra membaca merupakan salah satu perkembangan bahasa bidang keaksaraan. Anak-anak diharapkan mampu mengenal huruf abjad secara berurutan, merangkai huruf menjadi suku kata, menghubungkan benda dengan kata, menghubungkan kata dengan simbol yang melambangkannya, serta menceritakan gambar sederhana.
Kemampuan membaca merupakan salah satu tingkat pencapaian perkembangan yang harus dimiliki oleh anak pada aspek perkembangan bahasa. Membaca merupakan hal yang penting untuk dikuasai anak, agar informasi pembelajaran dapat terserap dengan optimal. Departemen Pendidikan Nasional (2007) mendefinisikan membaca sebagai kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan). Kemampuan Pra Membaca merupakan kemampuan yang dimiliki anak usia TK sebelum mereka mampu membaca. TK sebagai lembaga PAUD yang satu tingkat berada pada jenjang sebelum pendidikan dasar, diharapkan memberikan stimulasi kemampuan pra membaca pada anak. Pra membaca merupakan kemampuan awal membaca. Anak-anak diminta untuk mengenal huruf, kata dan merangkai kata menjadi kalimat yang sangat sederhana.
Anak TK berada dalam rentang usia 4-6 tahun. Jean Piaget menyebutkan istilah tahapan kognitif pra operasional dalam rentang usia ini (Crain, 2007). Yakni suatu tahapan dimana pikiran anak berkembang cepat ke sebuah tatanan baru, yaitu simbol-simbol (termasuk citraan dan kata-kata) , dengan bentuk pikiran yang tidak sistematis dan tidak logis. Anak-anak dalam tahap ini membutuhkan stimulasi yang sangat kongkrit bagi informasi-informasi yang abstrak, seperti konsep bilangan dan konsep huruf. Teori Jean Piaget mengenai tahapan Pra Operasional mengindikasikan bahwa perubahan cara berpikir anak-anak dari tahap abstrak ke kongkrit membutuhkan stimulasi yang baik agar tidak terjadi kesalahan persepsi antara konsep abstrak dan konsep nyatanya. Piaget lebih lanjut menyarankan bahwa stimulasi informasi tersebut dikemas dalam bentuk yang menyenangkan melalui bentuk permainan. Montessori sependapat dengan pernyataan Piaget tersebut, bahwa anak-anak pada usia 4 tahun telah memasuki periode kepekaan berbahasa (Crain, 2007, p. 113) seperti yang dikutip berikut ini
Ketika memasuki usia empat tahun, anak-anak akan belajar membaca dan menulis dengan antusias. Ini karena mereka masih berada di dalam periode kepekaan umum terhadap bahasa. mereka baru saja menguasai bahasa secara tidak sadar, dan sekarang ingin belajar semua hal tentangnya pada tingkatan yang lebih sadar, dan aktivitas membaca dan menulis mengizinkan mereka melakukan hal ini. Jika sebaliknya, anak harus menunggu sampai umur enam atau tujuh tahun untuk belajar bahasa tertulis seperti biasa dilakukan di sekolah-sekolah, tugas ini akan jadi lebih sulit karena periode kepekaan terhadap bahasa sudah berlalu.
Montessori lebih lanjut juga menyarankan bahwa periode kepekaan berbahasa tersebut perlu distimulasi sejak empat tahun. Bahkan jika anak harus menunggu kematangannya sampai usia enam tahun, akan lebih sulit untuk membaca. Montessori juga sependapat dengan Jean Piaget bahwa implementasinya dalam pembelajaran adalah tidak terlepas dari perkembangan dan pertumbuhan anak usia tersebut, yakni dunia bermain. Cass (1973) dalam Essa (2003) memaparkan pengertian bermain bahwa "It is an activity which is concerned with the whole of his being, not with just one small part of him, and to deny him the right to play is to deny him the right to live and grow". 
Bermain merupakan aktivitas yang menyerupai seluruh hal-hal yang nyata, tidak hanya bagian kecil darinya tapi juga untuk belajar seolah-olah seperti nyata. Melalui bermain, anak-anak diajak seolah-olah sedang mempelajari sesuatu yang nyata untuk mengkonsernkan pemikiran abstraknya. Anak-anak diajak untuk berimajinasi, membayangkan bahkan berperan seperti keadaan nyatanya. Misalnya anak-anak diajak untuk mengimajinasikan simbol huruf I sebagai cacing yang panjang. Atau angka 1 sebagai ular yang sedang berdiri. Konsep huruf I merupakan konsep huruf yang abstrak, sementara cacing sebagai perumpamaannya merupakan bentuk bermainnya. Metode pembelajaran seperti ini membuat anak mengeksplorasi pengetahuannya secara luas agar mendapatkan pengetahuan yang baru. Melalui bermain, anak-anak dapat mengembangkan kesempatannya untuk melatih keterampilan, kemampuan berpikir, kemampuan emosinya, sosialnya dan tentu saja kreativitasnya.
Pada kenyataannya, fungsi Sekolah Dasar (SD) telah beralih fungsi ke TK. Saat ini TK mewajibkan anaknya untuk mampu membaca dengan berbagai cara. Pada dasarnya hal ini tidaklah salah, jika stimulasi membaca dapat diimbangi dengan prinsip-prinsip pembelajaran di TK. Salah satu prinsip pembelajaran di TK yang tertuang dalam Kurikulum TK tahun 2010 adalah berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kemampuan pra membaca merupakan kebutuhan bagi setiap anak. Namun setiap anak tidak dapat diperlakukan sama untuk belajar kemampuan pra membaca. Karena setiap anak berbeda dan unik. Pada kenyataannya yang terjadi di lapangan adalah anak-anak diberikan stimulasi yang sama menggunakan buku, tanpa adanya aspek menyenangkan melalui bentuk permainan. Pada akhirnya masyarakat berpikir bahwa TK adalah lembaga kursus membaca. Padahal esensi TK yakni suatu lembaga yang menstimulasi kemampuan pra membaca. Artinya anak-anak diajak untuk belajar membaca melalui permainan-permainan yang diciptakan untuk menstimulasi kemampuan pra membaca.
Perkembangan teknologi yang semakin berkembang pesat, memiliki relevansi dengan bidang pendidikan. Lembaga setingkat TK juga terkena dampak dari perkembangan teknologi tersebut. Salah satunya adalah prinsip pembelajaran di TK yang mensyaratkan bahwa tanggap terhadap perkembangan teknologi. Berkaitan dengan permasalahan stimulasi perkembangan kemampuan pra membaca, penggunaan CD Interaktif menjadi salah satu media pembelajaran yang efektif untuk digunakan. Melalui kegiatan penggunaan mouse dan tombol-tombol keyboard, anak-anak diajak untuk mengaktifkan koordinasi mata dan tangannya, serta tanggap terhadap simbol-simbol huruf. Media dan materi tidak dapat terlepas satu sama lain, karena keduanya berada dalam sistem pembelajaran. Untuk menyampaikan materi pembelajaran, guru membutuhkan media yang relevan dengan materi yang disampaikan. Di TK X, peneliti menemukan permasalahan tersebut. Tingginya permintaan orangtua anak agar anaknya mampu membaca, membuat guru berpikir untuk menemukan media yang relevan. Peneliti dan guru berkoordinasi untuk menciptakan media yang tidak menghilangkan unsur permainan, namun juga sarat akan informasi pembelajaran pra membaca. Melalui penggunaan CD Interaktif ini, materi pra membaca pada anak usia TK diharapkan mampu tersampaikan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip pembelajaran di TK.
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan di sekitar TK X, penggunaan produk Teknologi Informasi dan Komunikasi khususnya Komputer, masih jarang digunakan. Padahal dalam Kurikulum TK tahun 2010 salah satu prinsip pembelajaran di TK adalah tanggap terhadap perkembangan teknologi. Seringkali guru hanya menggunakan media yang bukan berbasis teknologi. Hal ini justru tidak mendidik anak untuk tanggap terhadap perkembangan teknologi. Oleh karena itu, melalui penelitian yang berjudul Peningkatan Kemampuan Pra Membaca Anak Taman Kanak-kanak Melalui Media CD Interaktif, diharapkan mampu mengatasi masalah tersebut.

B. Rumusan Masalah
Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "bagaimana peningkatan kemampuan pra membaca anak taman kanak-kanak melalui media CD interaktif”, secara khusus rumusan masalah tersebut adalah : 
1. Bagaimanakah kondisi kemampuan pra membaca anak TK X saat ini ?
2. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pra membaca anak TK X ?
3. Bagaimanakah proses pembelajaran pra membaca anak TK X setelah menggunakan CD Interaktif ?
4. Bagaimanakah tingkat pencapaian kemampuan pra membaca anak TK X melalui media CD Interaktif ?

C. Tujuan Penelitian
Secara khusus tujuan penulisan tersebut adalah : 
1. Mengetahui kondisi kemampuan pra membaca anak TK X saat ini
2. Mengetahui perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pra membaca anak TK X
3. Mengetahui proses pembelajaran pra membaca anak TK X setelah menggunakan CD Interaktif
4. Mengetahui tingkat pencapaian kemampuan pra membaca anak TK X melalui media CD Interaktif

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai produk nyata gagasan berupa penelitian dalam keilmuan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan tentang penggunaan CD interaktif dalam meningkatkan mutu pembelajaran khususnya di Taman Kanak-kanak.
b. Memberikan kontribusi berupa produk CD interaktif, sebagai produk nyata penerapan teknologi komputer di Taman Kanak-kanak.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi tentang penggunaan CD interaktif sebagai media dalam meningkatkan kemampuan pra membaca di Taman Kanak-kanak
b. Menambah wawasan peneliti dan guru dalam menerapkan teknologi komputer di Taman Kanak-kanak
c. Memberikan alternatif pemecahan masalah berkaitan dengan stimulus kemampuan pra membaca pada anak usia Taman Kanak-kanak