Search This Blog

Showing posts with label kepemimpinan kepala sekolah. Show all posts
Showing posts with label kepemimpinan kepala sekolah. Show all posts
TESIS INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SD)

TESIS INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SD)

(KODE : PASCSARJ-0268) : TESIS INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SD) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat merupakan upaya pengejawantahan salah satu cita-cita nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan.
Pendidikan merupakan kunci pembuka ke arah kemajuan suatu bangsa, pendidikan yang maju dan kuat akan mempercepat terjadinya perubahan sosial, dan pendidikan yang mundur akan kontra produktif terhadap jalannya proses perubahan sosial, bahkan dapat menimbulkan ketidakharmonisan tatanan sosial.
Dengan demikian pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dan signifikan dalam proses perubahan di masyarakat. Secara umum, pendidikan di Indonesia memiliki tiga persoalan utama yakni finansial, administratif dan kultural. Eksistensi pendidikan pada dasarnya untuk membangun pribadi manusia terdidik, namun demikian pendidikan itu akan menjadi lebih fungsional, apabila berbagai macam persoalan penghambat pendidikan ditiadakan. 
Adanya ketiga persoalan di atas akan membuat kondisi pendidikan di negara ini semakin memprihatinkan, hal tersebut dapat di lihat dari capaian hasil pendidikan yang tidak bermutu dalam Human Development Index (HDI) Indonesia di kancah internasional. Oleh karena itu, dalam era persaingan seperti sekarang yang dapat bertahan hanyalah yang mempunyai kualitas, sehingga lembaga-lembaga pendidikan yang tidak berkualitas akan ditinggalkan dan tersingkir dengan sendirinya karena tidak bisa survive dengan perkembangan zaman.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia ini menuntut pembaharuan dari berbagai bidang. Kepala sekolah sebagai seorang top manajer di lingkungan sekolah, mempunyai tugas penting yang harus dilakukan untuk peningkatan sistem pengajaran. Kualitas sekolah juga merupakan faktor yang mendorong semangat kerja guru. Oleh karena itu, kualitas sekolah dasar juga perlu senantiasa ditingkatkan, baik pada aspek program, sarana-prasarana, personil, dana, proses belajar mengajar, layanan administrasi maupun hasil pendidikan, partisipasi dari orang tua siswa, masyarakat maupun dukungan pemerintah perlu lebih ditingkatkan untuk menunjang kualitas Sekolah Dasar.
Pendidikan dasar memang sering mendapatkan tanggapan yang kurang serius, karena hal tersebut dianggap sebagai masalah yang sepele dan sederhana. Padahal masalah itu merupakan isu sentral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di manapun. Panjang pendeknya jangka waktu pendidikan dasar merupakan indikator kemajuan masyarakat, seperti yang tertuang pada konsep istilah masa kewajiban belajar yang diberlakukan kepada seluruh warga negara. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa semakin tinggi usia wajib belajar maka semakin maju perkembangan bangsa dan negara, dan hanya masyarakat maju dan mampu yang dapat melaksanakan tugas tersebut.
Pendidikan Dasar merupakan salah satu jenjang pendidikan yang paling urgen keberadaannya karena termasuk dalam investasi jangka panjang pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu pendidikan dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Pentingnya eksistensi pendidikan dasar menuntut adanya peningkatan mutu pada Sekolah Dasar, salah satu upaya peningkatan mutu tersebut dapat dilakukan melalui inovasi pendidikan di Sekolah Dasar.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu adanya perubahan, sementara sekolah atau institusi pendidikan dikatakan sukar untuk mengalami perubahan. Sistem pendidikan dapat dikatakan resisten terhadap perubahan dan inovasi dibanding dengan institusi perindustrian dan bidang pertanian. Hal ini dikarenakan guru-guru dan para pendidik lebih sukar menerima inovasi dan perubahan dibanding buruh dan petani. Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena tersebut adalah input, output dan throughput Oleh karena itu, pembaharuan di sekolah tidak mudah dilakukan dan tidak serta merta dapat diterima secara penuh dan langsung oleh anggota organisasi di sekolah. Hal ini berkaitan dengan tingkat penerimaan yang dilandasi oleh pengetahuan dan pemahaman anggota yang beragam.
Untuk dapat mencapai sistem pendidikan dan pengajaran yang baik di sekolah diperlukan adanya pembaharuan-pembaharuan dalam bidang pendidikan dengan mengikuti perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang bertahap. Pembaharuan pendidikan tersebut diperlukan agar pelayanan yang diberikan sekolah tetap up to date.
Inovasi pendidikan dapat menyangkut beberapa aspek, antara lain berkaitan dengan manajemen, kurikulum, mated pembelajaran, metode pembelajaran, berbagai sarana penunjang, termasuk dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah yang bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah harus memahami masalah inovasi pendidikan secara baik, agar bisa terjadi perkembangan dan kemajuan di sekolah.
Upaya peningkatan mutu sekolah dasar menempati prioritas tertinggi dalam pembangunan pendidikan nasional yang terus ditingkatkan dan dilakukan dari repelita ke repelita. Beberapa upaya peningkatan mutu pendidikan dasar telah dilaksanakan antara lain meliputi peningkatan kemampuan pengelolaan dan pengawasan sekolah, peningkatan kemampuan profesional guru, pengembangan kurikulum muatan lokal, cara belajar siswa aktif dan berbagai proyek peningkatan mutu Sekolah Dasar dengan pendekatan yang komprehensif, namun dari berbagai macam upaya yang telah dilakukan masih belum membawa hasil seperti yang diharapkan.
Reformasi pendidikan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Melalui otonomi yang luas, sekolah wajib mengikut sertakan masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan dan pemantauan sekolah dalam kerangka kebijaksanaan pendidikan nasional. Diharapkan melalui pendekatan ini berbagai permasalahan otonomi sekolah dapat diatasi, seperti : (1) kepala sekolah tidak memiliki kewenangan yang cukup dalam mengelola keuangan sekolah yang dipimpinnya; (2) kemampuan manajemen kepala sekolah pada umumnya rendah terutama di sekolah negeri; (3) pola anggaran yang saat ini diberlakukan tidak memungkinkan guru yang mengajar secara profesional memperoleh tambahan intensif; dan (4) Peran serta masyarakat sangat kecil dalam mengelola sekolah.
Menurut Zaltman dalam upaya perubahan itu meliputi tiga strategi : social planning yaitu dengan bantuan para ahli, masyarakat merancang perubahan bagi masyarakat itu sendiri, social action yaitu mendorong proses perubahan dengan tindakan-tindakan langsung dan community development yaitu melibatkan partisipasi seluruh warga dalam membangun keseluruhan aspek kehidupan.
Keberhasilan suatu reformasi memerlukan agen sebagai wadah dan kegiatan. Agen perubahan harus dimotori oleh seseorang yang disebut key person yang dalam lembaga pendidikan sering disebut kepala sekolah. Kemampuan kepemimpinan kepala sekolah pada jenjang Sekolah Dasar di Indonesia relatif rendah, karena sebagian besar kepala Sekolah Dasar cenderung hanya menangani masalah administrasi, memonitor kehadiran guru atau membuat laporan ke pengawas, dan masih belum menunjukkan peranan sebagai pemimpin yang profesional. Padahal di sisi lain kemampuan kepemimpinan kepala sekolah sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Menurut Suryadi kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor utama yang dapat menentukan prestasi dari sekolah terutama di tingkat Sekolah Dasar.
Pada umumnya kepala sekolah mengalami masalah dalam setiap substansi manajemen peserta didik di Sekolah Dasar. Masalah itu dapat disebabkan oleh beberapa alternatif penyebab, kemudian untuk pemecahan terhadap masalah tersebut telah upayakan dengan memperhatikan potensi-potensi Sekolah Dasar, baik potensi sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia.
Kepala sekolah merupakan pejabat yang bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya. Untuk mencapai keberhasilan itu, kepala sekolah harus melakukan kegiatan supervisi secara terus menerus, baik terhadap proses aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, hal tersebut dikarenakan guru adalah orang yang langsung berhadapan dengan anak didik sekaligus menjadi penentu baik buruknya hasil belajar. Namun meskipun guru dianggap sebagai penentu keberhasilan proses belajar mengajar, jika kepala sekolah tidak memberikan supervisi dengan baik kepada para guru, maka akan dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik.
Dengan demikian, peran kepala sekolah secara langsung atau tidak langsung dapat menjadi penentu keberhasilan belajar anak. Menurut Joedoprawiro mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan dan jenjang pendidikan sangat tergantung pada pimpinan sekolahnya. Semakin sering kepala sekolah melaksanakan supervisi kepada para guru, maka semakin baik pula kondisi dan hasil belajar mengajar di sekolah itu.
Di antara pemimpin-pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya, kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting bahkan terpenting. Dikatakan sangat penting karena kepala sekolah lebih dekat dan langsung berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan di tiap-tiap sekolah. Suatu program pendidikan itu dapat dilaksanakan atau tidak, tercapai atau tidak tujuan pendidikan tersebut sangat tergantung kepada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pemimpin.
Dalam mengelola organisasi sekolah, kepala sekolah dapat menekankan salah satu jenis gaya kepemimpinan yang ada. Gaya kepemimpinan mana yang paling tepat diterapkan masih menjadi pertanyaan. Karakteristik sekolah sebagai organisasi pendidikan akan berpengaruh terhadap keefektifan gaya kepemimpinan yang diterapkan. Masalah penerapan gaya kepemimpinan kepala sekolah, dewasa ini, merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam program peningkatan mutu pendidikan dasar adalah meningkatkan mutu pengelolaan dan kepemimpinan kepala sekolah. Pembinaan untuk peningkatan pengetahuan, kepemimpinan dan kemampuan pengelolaan kepala sekolah perlu terus digalakkan dalam rangka mendukung tercapainya peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
Menurut Owens ada banyak gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan untuk mengelola organisasi sekolah. Salah satu teori gaya kepemimpinan yang banyak dikembangkan adalah gaya kepemimpinan dua dimensi. Berdasarkan teori gaya kepemimpinan ini, ada dua aspek orientasi perilaku kepemimpinan, yaitu orientasi pada tugas dan orientasi pada hubungan manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas adalah gaya kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada struktur tugas, penyusunan rencana kerja, penetapan pola organisasi, metode kerja dan prosedur pencapaian tujuan. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia adalah gaya kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada hubungan kesejawatan, kepercayaan, penghargaan, kehangatan dan keharmonisan hubungan antara pemimpin dan bawahan.
Gaya kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor utama yang mendorong semangat kerja guru dalam melaksanakan tugas. Untuk itu pembinaan kepemimpinan kepala sekolah perlu senantiasa ditingkatkan, hal ini dapat dilakukan melalui penataran, lokakarya, seminar, rapat, pertemuan kelompok kerja kepala sekolah, atau bentuk-bentuk pembinaan kepala sekolah lainnya.
Seorang Kepala Sekolah di sini sebagai key person dalam peningkatan mutu sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah mengarah kepada orientasi terhadap tugas-tugas sekolah dan orientasi terhadap bentuk-bentuk pola hubungan dengan anggota. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas kepala sekolah sebagaimana yang diharapkan, setiap kepala sekolah dituntut untuk memiliki kompetensi-kompetensi tertentu, kompetensi yang dimaksud akan menyangkut berbagai fungsi atau tugas yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah, baik sebagai administrator, supervisor, maupun sebagai pengambil keputusan.
Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, kepala sekolah bertanggung jawab untuk meningkatkan pendayagunaan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada jenjang yang dipimpinnya. Karena itu untuk peningkatan kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak, tetapi peningkatan kualitas sekolah sangat bergantung pada inovasi dan gagasan-gagasan baru dari seorang kepala sekolah.
SD X merupakan salah satu Sekolah Dasar yang mengalami perubahan drastis setelah melaksanakan inovasi, pembaharuan di sekolah ini selain berjalan mulus, perubahan secara drastis ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat setelah diterapkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dan dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang profesional dan berpengalaman.
SD X sebelumnya merupakan sekolah yang jauh dari budaya mutu, termarjinalkan oleh masyarakat, mengalami masalah dengan manajemen, sarana dan prasarana yang tidak layak, siswa yang sedikit, EBTANAS yang harus menggabung dengan sekolah lain, dan kesejahteraan gurunya yang rendah, tetapi saat ini semua permasalahan tersebut sudah dapat terselesaikan dengan baik, sehingga tidak lagi menghadapi masalah yang rumit. Sesuatu yang membanggakan dari sekolah ini selain menjadi pilot project UNICEF juga menjadi rujukan untuk penerapan manajemen berbasis sekolah di tingkat nasional.
Sehubungan dengan hal di atas maka dalam penelitian ini ditemukan data-data lapangan dan informasi akademik sebagai berikut; pertama, dengan gaya transformasional inovatif kepala sekolah dapat melaksanakan inovasi pendidikan di SD X melalui fungsi manajemen dan pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Kedua, adanya komitmen bawahan atas dasar motivasi spiritual. Dan ketiga, kendala pelibatan masyarakat dapat diselesaikan melalui pendekatan komunikasi persuasif dan kendala dana dapat diatasi dengan mengedepankan nilai-nilai efisiensi, efektivitas dan optimalisasi sumberdaya.
Dengan demikian, implikasi dari temuan tersebut dapat diketahui terjadinya perubahan di SD X. Berdasarkan hal di atas maka dalam penelitian ini difokuskan pada kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan inovasi pendidikan.

B. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada masalah kepemimpinan kepala sekolah dalam melakukan inovasi di Sekolah Dasar tepatnya di SD X. Untuk memperoleh gambaran tentang kepemimpinan kepala sekolah tersebut, maka akan diuraikan dalam rumusan masalah berikut : 
1. Bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam proses inovasi pendidikan di SD X ?
2. Bagaimana respon guru-guru terhadap inovasi yang dilakukan oleh kepala SD X ?
3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi kepemimpinan kepala sekolah dalam inovasi di SD X ? dan bagaimana penyelesaiannya ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mendeskripsikan dan memahami gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam proses inovasi pendidikan di SD X.
2. Untuk mendeskripsikan dan memahami respon guru-guru terhadap inovasi yang dilakukan oleh kepala sekolah di SD X.
3. Untuk mendeskripsikan dan memahami kendala-kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam inovasi di SD X sekaligus penyelesaiannya.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian pada dasarnya bukan hanya untuk tujuan deskriptif saja, tetapi juga untuk tujuan explanation. Tujuan eksplanasi tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan teori, khususnya tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam inovasi pendidikan di Sekolah Dasar. Temuan dari penelitian ini setidaknya dapat memberikan kontribusi untuk memperkaya khasanah teoritis bagi ilmuwan dan praktisi pendidikan pada khususnya serta untuk melengkapi hasil penelitian sebelumnya.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi perumusan konsep tentang kepemimpinan kepala sekolah dibidang pendidikan, khususnya dalam inovasi pendidikan di Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membangun hipotesis penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kajian ini.
Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan berharga bagi para praktisi pendidikan, kepala sekolah, dan para pemerhati pendidikan Islam terutama untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam, dan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan lembaga pendidikan Islam pada umumnya.

TESIS PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DI SMA

TESIS PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DI SMA

(KODE : PASCSARJ-0228) : TESIS PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DI SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi organisasi/lembaga dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan organisasi/lembaga. Dengan berpijak pada pendekatan sistem, manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar yaitu organisasi. Oleh karena itu, upaya-upaya sumber daya manusia hendaknya dievaluasi berdasarkan kontribusinya terhadap produktivitas organisasi. Dalam praktiknya, model manajemen sumber daya manusia merupakan sebuah sistem terbuka yang terbentuk dari bagian-bagian yang saling terkait.
Peran sumber daya manusia di dalam penyelenggaraan pendidikan sangat penting. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan dibutuhkan manajemen sumber daya manusia agar pengelolaan sumber daya manusia dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan pendidikan. Adapun pengertian sumber daya manusia menurut Flippo (1990 : 5) adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian pengupahan, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat.
Secara sistematik, pendidikan terdiri dari berbagai komponen agar pendidikan sebagai proses dapat berlangsung. Komponen utama setelah anak didik adalah pendidik atau guru di sekolah. Peran guru di sekolah di samping strategis juga sangat menentukan karena guru adalah "the man behind the gun" yang memungkinkan proses pendidikan berlangsung.
Dalam era otonomi daerah tingkat II, peran guru menjadi lebih besar lagi karena di tangan merekalah pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya akan maju. Dalam era semacam itu guru dituntut lebih professional. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang memungkinkan terjadinya peningkatan profesionalisme.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Oleh Karena itu, guru merupakan tokoh sentral dalam penyelenggaraan pendidikan karena bagaimanapun guru adalah pihak yang berinteraksi langsung dengan siswa dalam proses pembelajaran dan penentu utama dalam mewujudkan peserta didik yang berkualitas. Guru adalah yang bertanggung jawab langsung terhadap pembentukan watak peserta didik melalui pengembangan dan peningkatan kepribadian serta menanamkan nilai moral yang diinginkan. Guru harus menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Maka guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial dan kepribadian yang baik selain kompetensi mengajar. Untuk itu diperlukan pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan terutama tenaga pendidik sehingga didapatkan pendidik/guru yang memiliki kinerja yang baik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah kemampuan profesional guru. Guru dianggap sebagai orang yang memiliki keahlian tertentu dalam bidang pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk mengelola kegiatan belajar mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu. Keberhasilan tugas guru dalam pengelolaan pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah : hubungan interpersonal guru dengan siswa, adanya perbedaan individual dan kemampuan siswa, tidak adanya balikan berupa saran atau kritik untuk pengembangan kompetensi profesionalnya dari teman sejawat atau guru lain, padahal apa yang sudah dilakukannya selama ini belum tentu benar.
Personil yang kompeten dan cakap serta kepemimpinan yang baik ikut menentukan ketercapaian tujuan pendidikan. Untuk itu, diperlukan pembinaan yang kontinyu dengan program-program yang terarah dan sistematis bagi setiap personil pendidikan. Program pembinaan itu disebut supervisi pendidikan.
Supervisi pendidikan merupakan usaha yang dilakukan seorang pengawas untuk memperbaiki pola kerja dan kinerja sekolah, sehingga berpengaruh positif terhadap proses dan hasil belajar mengajar serta kualitas pendidikan. Kegiatan pokok supervisi pendidikan adalah pembinaan terhadap sekolah pada umumnya dan guru khususnya, agar kualitas pembelajaran meningkat. Dampak meningkatnya kualitas pembelajaran tentu dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Seorang Pengawas Pendidikan harus memenuhi beberapa kriteria yang sesuai dengan peran dan fungsi kepengawasan. Sebagai konsekuensi dari kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan tersebut, maka seorang pengawas harus memiliki kemampuan professional yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan tertentu.
Supervisi pendidikan adalah usaha yang dilakukan seorang pengawas untuk memperbaiki pola kerja sekolah (guru), yang berpengaruh langsung terhadap proses pembelajaran. Tugas pengawas mata pelajaran sangat strategis dalam lingkungan sekolah, mengingat guru memerlukan konsultasi dan diskusi mengenai proses belajar mengajar yang menjadi bidang tugasnya sehingga kinerja guru bisa maksimal. Oleh karena itu, seorang pengawas harus memiliki kompetensi selaku seorang pengawas.
Selain dari pada itu, prestasi kerja guru juga sangat ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Adalah penting bagi seorang pemimpin untuk mengetahui bagaimana cara memotivasi bawahannya untuk berprestasi. Mempengaruhi motivasi bawahannya berarti membuat orang tersebut melakukan apa yang kita inginkan. Karena fungsi utama dari kepemimpinan adalah untuk memimpin, maka kemampuan untuk mempengaruhi orang lain adalah hal yang penting.
Dari hasil pengamatan awal yang penulis lakukan di beberapa SMA Negeri di Kabupaten X diperoleh bahwa terjadi penurunan kualitas pendidikan. Hal ini terlihat dari fenomena berikut ini, yakni kurangnya pengawasan terhadap kinerja guru yang memerlukan pembinaan, bimbingan, dan model dari seorang pengawas. Dan juga kepala sekolah belum optimal dalam memobilisasi sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sekolah; belum melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi dan peranan sehingga belum mampu meningkatkan mutu sekolah khususnya kinerja/prestasi kerja guru; belum dapat menyeimbangkan fungsinya selaku pemimpin dan manajer dengan benar sehingga mengalami hambatan dalam mengelola sekolah; keputusan kepala sekolah lebih banyak yang bersifat top down dan kurang melibatkan teamwork; kurang responsif terhadap kebutuhan.
Terkait dengan masalah tersebut di atas dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam rangka meningkatkan kinerja guru SMA di kabupaten X, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh supervisi akademik kepada guru-guru di SMA se kabupaten X dalam hubungannya dengan peningkatan kinerjanya, di samping meneliti pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru.

B. Rumusan dan Fokus Masalah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja atau kinerja guru. Namun, dalam penelitian ini peneliti hanya akan mengkaji masalah supervisi akademik oleh pengawas satuan pendidikan dan kepemimpinan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja guru berdasarkan penilaian guru atas supervisi akademik oleh pengawas satuan pendidikan dan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah di SMA Negeri se-kabupaten X. Supervisi akademik oleh pengawas satuan pendidikan dibatasi pada faktor penguasaan keterampilan teknis, hubungan kemanusiaan, dan penguasaan keterampilan manajerial.
Kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kinerja guru dibatasi pada faktor kemampuan menggunakan pengaruh, transformasional, pemberdayaan, mobilisasi, motivasi, bimbingan, dan pembentukan komitmen. Sedangkan prestasi kerja atau kinerja guru dibatasi pada perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, hubungan antar pribadi, dan pelaksanaan penilaian.
Berdasarkan uraian di atas, maka fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah "Adakah pengaruh supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru". Fokus masalah di atas dapat dirinci menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Apakah supervisi akademik berpengaruh terhadap kinerja guru ?
2. Apakah kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja guru ?
3. Apakah supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja guru ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang kinerja guru dari supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah di SMA Negeri se kabupaten X.
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai : 
1. Pengaruh supervisi akademik terhadap kinerja guru di SMA kabupaten X.
2. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di SMA kabupaten X.
3. Pengaruh supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-sama terhadap kinerja guru di SMA kabupaten X.

D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat teoritis dan praktis.
1. Manfaat teoritis : 
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengembangan keilmuan, khususnya ilmu tentang manajemen pendidikan melalui kajian supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja guru.
2. Manfaat praktis : 
Adapun manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai masukan bagi kepala SMA dalam melakukan usaha-usaha meningkatkan kinerja guru dan pada gilirannya kinerja sekolah yang dipimpinnya meningkat pula. Dan peneliti mendapatkan tambahan tentang pengaruh supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru.

TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA

TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA

(KODE : PASCSARJ-0227) : TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan (leadership) merupakan pembahasan yang selalu menarik, karena ia merupakan salah satu faktor penting dan menentukan keberhasilan atau gagalnya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Pentingnya hal itu ditandai dengan berlangsungnya berbagai jenis kegiatan pelatihan (training) kepemimpinan, terutama bagi individu yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin suatu organisasi atau lembaga. Dan sangat maklum bahwa setiap organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pimpinan tertinggi (pimpinan puncak) dan atau manajer tertinggi (top manajer) yang harus menjalankan kepemimpinan dan manajemen.
Setiap organisasi apapun jenisnya pasti memiliki seorang pemimpin yang harus menjalankan kepemimpinan (leadership) dan manajemen (management) bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan. Dalam organisasi sekolah seorang pemimpin disebut dengan kepala sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menjalankan pendidikan di sekolah seorang Kepala sekolah harus bisa menjalankan proses pembelajaran dengan baik dan benar. Artinya seorang Kepala sekolah harus mampu membawa perubahan, karena perubahan adalah tujuan pokok dari kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan suatu yang wajib dalam kehidupan sekolah agar menjadi teratur dan keadilan bisa ditegakkan. Kepemimpinan juga dapat dikatakan penting apabila mampu memanfaatkan dan mengelola potensi setiap anggota dengan cara yang tepat. Maka dari seorang pemimpin dalam mengendalikan kepemimpinannya harus mendorong prilaku positif dan meminimalisir prilaku yang negatif, menguasai sepenuhnya masalah-masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar di sekolah baik itu terjadi pada guru, siswa, kurikulum dan pengembangan pembelajaran dan lain-lain, dan sekaligus mencari pemecahan (solution) dari masalah-masalah yang terjadi, mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya serta memanfaatkannya untuk kepentingan sekolah, mencanangkan strategi yang tepat untuk menggerakkan ke arah tujuan yang ingin dicapai, dan terakhir adalah membimbing, melatih, dan mengasah setiap anggota dan yang lebih penting lagi adalah seorang pemimpin adalah bukan permainan ego.
Untuk menjadikan sekolah menjadi lebih maju, kepala sekolah sebagai pemimpin tentunya harus berani untuk melakukan pengembangan dan perubahan di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Perubahan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternalnya. Untuk itu maka perlu dilakukan perubahan di lingkungan internal sekolah dulu agar sekolah akan lebih responsif dan kompetitif dalam menghadapi perubahan.
Untuk menghadapi berbagai perubahan dan persaingan, diperlukan kekuatan dalam internal sekolah baik dalam segi sumber daya manusia maupun mental, serta kekuatan strukturalnya. Dengan demikian ilmu pengetahuan serta penguasaan terhadap teknologi dan informasi menjadi sangat penting dalam rangka mengembangkan program-program yang memiliki tingkat daya saing sekolah yang patut dibanggakan. Karena jika tidak maka tidak akan mampu menghadapi perubahan dan persaingan global yang semakin kompetitif. 
Para pemimpin yang bermaksud melakukan perubahan dalam kelompok atau organisasinya menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard seperti yang dikutip Mas'ud Said perlu memiliki keterampilan, pengetahuan dan pelatihan sedikitnya dalam dua bidang, yaitu : Pertama diagnosis. Kemampuan ini setidaknya mewakili kemampuan mengidentifikasi sudut pandang, mengidentifikasi masalah secara umum, dan kemudian menganalisis, dan yang Kedua adalah Penerapan, yaitu mengidentifikasi alternatif pemecahan dan strategi penerapan yang tepat bagi organisasi.
Oleh karena itu, kemampuan seorang pemimpin efektif bukan hanya dituntut kepintarannya dalam membaca situasi sekelilingnya, dengan kata lain Pemimpin selain dituntut untuk memiliki kharisma dan kecerdikan memahami lingkungannya, namun juga dibutuhkan kecerdasan yang tinggi untuk dapat memecahkan secara riil berbagai macam persoalan terutama yang terkait dengan perubahan-perubahan sekitarnya.
Di antara beberapa persoalan atau masalah yang bisa timbul di lingkungan sekolah, yaitu bagaimana Kepala Sekolah sebagai seorang Pemimpin dalam mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di sekolah agar memiliki kualitas dan daya saing, serta mampu menciptakan sikap-sikap dan tingkah laku sesuai dengan ajaran Islam yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga dan masyarakat.
Program ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan pengetahuan, pengembangan, bimbingan, dan pembiasaan siswa agar memiliki kemampuan dasar penunjang. Kegiatan-kegiatan dalam program ekstrakurikuler diarahkan dalam upaya memantapkan pembentukan kepribadian siswa. Dalam hal pendidikan agama Islam, kegiatan ini dikemas melalui aktivitas shalat berjamaah, shalat Jum'at, upacara hari besar Islam, kesenian bernafaskan Islam dan berbagai kegiatan sosial keagamaan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran sekolah.
Dalam pengembangan kegiatan ekstrakurikuler perlu diciptakan suasana yang kondusif, yaitu terwujudnya kondisi penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dan suasana pergaulan di lingkungan sekolah.
Terkait dengan pendidikan agama Islam di sekolah, maka kegiatan ekstrakurikuler adalah berbagai kegiatan yang diadakan dalam rangka memberikan jalan bagi siswa untuk dapat mengamalkan ajaran agama Islam yang diperolehnya melalui kegiatan belajar di kelas, serta untuk mendorong pembentukan pribadi mereka sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama Islam.
Kegiatan ekstrakurikuler pada dasarnya adalah merupakan suatu lingkungan organisasi yang dapat mempengaruhi para siswa untuk melakukan interaksi sosial dengan sesamanya. Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler sesungguhnya akan memberikan sumbangan yang berarti bagi siswa untuk mengembangkan minat baru, menanamkan tanggung jawab sebagai warga negara melalui pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan kerja sama serta terbiasa dengan kegiatan-kegiatan mandiri.
Keterlibatan siswa dalam suatu kegiatan ekstrakurikuler biasanya didorong atas keinginan yang dipengaruhi oleh faktor intern siswa, yaitu minat terhadap sesuatu kegiatan. Sehingga melalui kegiatan yang diikutinya ini mereka akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mempelajari lebih lanjut hal-hal yang disenangi dan bermanfaat bagi dirinya.
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah pada umumnya memang cukup diminati oleh para siswa, namun hal ini biasanya hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan sosial semata, lain halnya jika kita membicarakan kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan pendidikan agama Islam. Kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam yang pada prinsipnya dilaksanakan untuk memberikan jalan bagi siswa agar dapat mengamalkan ajaran agama yang diperolehnya, serta untuk mendorong pembentukan pribadi mereka sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama hanyalah sebagai angan-angan belaka.
Keikutsertaan para siswa dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan biasanya baru terlihat antusias hanya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat perayaan saja, seperti peringatan Maulid Nabi, Isra' mi'raj dan peringatan-peringatan lainnya yang hanya bersifat seremonial saja, namun setelah perayaan-perayaan itu berlalu tidak tercermin terbentuknya kepribadian yang sesungguhnya diharapkan melalui kegiatan tersebut.
Realitas tersebut di atas sesungguhnya juga disebabkan oleh mayoritas kepala sekolah sebagai pimpinan belum memiliki kualitas, kompetensi, dan profesionalitas yang memadai baik dalam manajemen, wawasan kurikulum, keterampilan, inovasi, serta kreasi. Begitu pula pemahaman kepala sekolah yang rendah terhadap visi dan misi sekolah yang dipimpinnya atau bahkan kepala sekolah tidak tahu apa visi misi sekolah dan tidak memahami benar arti visi dan misi sekolah serta bagaimana mewujudkannya.
Oleh karena itu, harus ada upaya untuk memberdayakan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalam memimpin sekolah. Hal ini dilakukan disebabkan oleh karena kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru-guru dan karyawan sekolah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan di sekolah di tentukan oleh kepala sekolah itu sendiri.
Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peran sangat besar dalam mengembangkan semua kegiatan baik dalam bentuk kegiatan intra kurikuler dan ekstra kurikuler. Oleh sebab itu, ia harus yakin bahwa anggota sekolahnya memerlukan standar, harapan dan kinerja bermutu tinggi. Selain itu, ia harus yakin bahwa visi sekolah harus menekankan standar pelajaran yang tinggi. Ia juga perlu yakin perlunya menempuh resiko yang nalar untuk mengembangkan mutu sekolahnya dengan menggunakan pengaruh jabatan secara produktif untuk melayani peserta didik dan keluarganya.
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai salah satu pemimpin pendidikan. Hal ini karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menyadari hal tersebut setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan baik secara terarah, terencana, dan berkesinambungan untuk mengembangkan kualitas pendidikan. Kepala sekolah juga bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya serta pemeliharaan sarana prasarana sekolah. Oleh karena itu, menjadi kepala sekolah yang profesional dan bertanggungjawab tidaklah mudah, banyak hal yang harus dipahami, banyak masalah yang harus dipecahkan, serta banyak strategi yang harus dikuasai.
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah karena merupakan pemimpin di lembaganya, maka ia harus mampu membawa lembaganya ke arah tercapainya tujuan yang ditetapkan, ia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan global yang lebih baik. Kepala sekolah dalam hal ini hendaknya dipandang sebagai suatu tokoh yang memegang tampuk pimpinan sekolah yang mempunyai kuasa menentukan kehidupan sekolah yang lebih baik. Tugas kepala sekolah tersebut mencakup peran sebagai : edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator.
Salah satu lembaga pendidikan menengah yang terus berupaya menerapkan teori-teori kepemimpinan kepala sekolah tersebut di atas adalah SMA X. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga pendidikan yang notabene sekolah umum, namun dalam praktik-praktik keagamaan selalu menjadi prioritas utama. Salah satu hal yang membanggakan adalah setiap waktu sholat di sekolah wajib hukumnya setiap siswa didampingi guru-guru mereka melakukan sholat jamaah dan Kultum (kuliah tujuh menit) yang dilakukan baik oleh guru dan siswa di Masjid Raya X.
Dalam kurun waktu tujuh tahun ini ada beberapa kegiatan yang sangat diacungi jempol sebagai bentuk pengembangan kepribadian siswa di SMA X adalah antara lain pelatihan Dai muda yang diselenggarakan antara pihak sekolah dan Pengurus Muhammadiyah baik di daerah maupun Pusat. Di antara kegiatan tersebut di atas, ada sederetan prestasi yang telah dicetak baik ditingkat regional dan nasional terutama dalam bidang keagamaan seperti Lomba Pidato, Musabaqoh tilawatil Qur'an, menulis Kaligrafi, dan lain-lain. Begitu juga dengan prestasi guru banyak di ukir seperti Guru berprestasi tingkat kota X. Hal demikian disebabkan oleh karena para guru SMA X selalu dilatih untuk berinovasi dan selalu ada motivasi kepala sekolah, terutama di dalam proses pembelajaran berlangsung di kelas selalu dimonitoring oleh kepala sekolah sehingga persiapan dan penguasaan guru dalam pelajaran betul-betul dikuasai.
Keberhasilan lembaga pendidikan ini, banyak ditiru oleh sekolah-sekolah lain terutama dalam kegiatan-kegiatan ibadah dan kegiatan lainnya yang selalu memperoleh prestasi yang patut dibanggakan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah di SMA X sangat baik, namun di sisi lain penulis melihat adanya kesenjangan antara SMK X yang satu yayasan dengan SMA X baik dari segi kegiatan intra dan ekstra, serta prestasi-prestasi yang diperoleh oleh SMA X.
Berkaitan dengan keberhasilan yang telah diraih oleh SMA X, tentunya tidak lepas dari berbagai faktor yang melatarbelakanginya diantaranya sarana dan prasarana yang memadai, bobot kurikulum, sumberdaya manusianya terutama kepemimpinan kepala sekolah dan tidak kalah pentingnya adalah sumberdaya guru yang membimbing serta mengarahkan siswa dalam proses belajar mengajar.
Adapun setelah melakukan studi pendahuluan di SMA X di dapatkan ada beberapa jenis kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam yang diterapkan di sekolah yaitu : Tadarus al-Qur'an, praktik Ibadah, sholat berjamaah dan Kultum (kuliah tujuh menit), kajian keislaman, kemah ilmiah remaja, dan pengkaderan dai muda.
Berdasarkan konsep dan realitas yang ada, penulis tertarik untuk melakukan kajian ilmiah tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam.. Bagaimana seorang kepala sekolah sebagai seorang pemimpin mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan agama Islam, bagaimana strategi kepala sekolah dalam mengatasi hambatan pelaksanaan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam di sekolah, sehingga mendorong para siswa, dan guru untuk berprestasi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah baik dalam kegiatan intra dan ekstrakurikuler. Dalam penelitian ini juga sebagai umpan balik bagi program penerapan yang telah diterapkan di SMA X itu sendiri maupun untuk bahan kajian dan perbandingan sebagai upaya-upaya penerapan di sekolah lain.

B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X ?
2. Bagaimana Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X ?
3. Bagaimana Strategi Kepala Sekolah dalam mengatasi hambatan-hambatan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X
2. Mendeskripsikan Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X
3. Untuk mengetahui Strategi Kepala Sekolah dalam mengatasi hambatan-hambatan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tentang manajemen kegiatan ekstrakurikuler ini antara lain adalah : 
1. Secara teoritis.
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu tambahan khazanah ilmu pengetahuan khususnya menyangkut kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam.
b. Diharapkan hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi kajian lebih lanjut tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam.
c. Diharapkan bagi pemerintah dan praktisi pendidikan, dapat dijadikan rujukan dalam penerapan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam.
2. Secara praktis.
a. Penelitian ini akan dapat memberikan kontribusi bagi lembaga yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal.
b. Menjadi sumber informasi bagi peneliti lain dari semua pihak yang berkepentingan.
c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi sekolah dalam usaha peningkatan kegiatan dan prestasi sekolah baik oleh guru dan siswa.
d. Masukan pemikiran bagi penelitian lebih lanjut terutama bagi peneliti yang menekuni kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam. 

TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP GURU TERHADAP PEKERJAAN DENGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMP

TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP GURU TERHADAP PEKERJAAN DENGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMP

(KODE : PASCSARJ-0217) : TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP GURU TERHADAP PEKERJAAN DENGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Aqib guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.
Kompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri di wilayah Kabupaten X masih relatif rendah. Berdasarkan hasil Tes Kompetensi Guru yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama yang bekerja sama dengan Pusat Penilaian Pendidikan pada Tahun 2003, menunjukkan bahwa rata-rata nilai kompetensi guru matematika di Kabupaten X hanya mencapai 42,25%. Angka ini masih relatif jauh di bawah standar nilai kompetensi minimal yang diharapkan yaitu 75%.
Pada dasarnya tingkat kompetensi profesional guru dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri yaitu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yang diemban. Sedangkan faktor luar yang diprediksi berpengaruh terhadap kompetensi profesional seorang guru yaitu kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pemimpin guru di sekolah.
Sikap guru terhadap pekerjaan merupakan keyakinan seorang guru mengenai pekerjaan yang diembannya, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada guru tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu sesuai pilihannya. Sikap guru terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakan guru tersebut dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, maka sudah barang tentu guru akan menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di sekolah dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dan kedudukannya sebatas rutinitas belaka. Untuk itu amatlah perlu kiranya ditanamkan sikap positif guru terhadap pekerjaan, mengingat peran guru dalam lingkungan pendidikan dalam hal ini sekolah amatlah sentral.
Sikap guru terhadap pekerjaan dapat dilihat dalam bentuk persepsi dan kepuasaannya terhadap pekerjaan maupun dalam bentuk motivasi kerja yang ditampilkan. Guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sudah barang tentu akan menampilkan persepsi dan kepuasan yang baik terhadap pekerjaanya maupun motivasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan mencerminkan seorang guru yang mampu bekerja secara profesional dan memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Sikap positif maupun negatif seorang guru terhadap pekerjaan tergantung dari guru bersangkutan maupun kondisi lingkungan. Menurut Walgito, sikap yang ada pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal, yaitu berupa situasi yang dihadapi individu, norma-norma, dan berbagai hambatan maupun dorongan yang ada dalam masyarakat.
Sekolah sebagai organisasi, di dalamnya terhimpun unsur-unsur yang masing-masing baik secara perseorangan maupun kelompok melakukan hubungan kerja sama untuk mencapai tujuan. Unsur-unsur yang dimaksud, tidak lain adalah sumber daya manusia yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru, staf, peserta didik atau siswa, dan orang tua siswa. Tanpa mengenyampingkan peran dari unsur-unsur lain dari organisasi sekolah, kepala sekolah dan guru merupakan personil intern yang sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah.
Keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan seorang kepala sekolah. Sedangkan Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses pendidikan dan proses belajar mengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah. Kepala sekolah diharapkan menjadi pemimpin dan inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas kepemimpinan kepala sekolah adalah signifikan bagi keberhasilan sekolah. Wahjosumidjo mengemukakan bahwa : 
Penampilan kepemimpinan kepala sekolah adalah prestasi atau sumbangan yang diberikan oleh kepemimpinan seorang kepala sekolah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan sekolah. Penampilan kepemimpinan kepala sekolah ditentukan oleh faktor kewibawaan, sifat dan keterampilan, perilaku maupun fleksibilitas pemimpin. Menurut Wahjosumidjo, agar fungsi kepemimpinan kepala sekolah berhasil memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu : kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.
Kemampuan profesional kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu bertanggung jawab dalam menciptakan suatu situasi belajar mengajar yang kondusif, sehingga guru-guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik dan peserta didik dapat belajar dengan tenang. Disamping itu kepala sekolah dituntut untuk dapat bekerja sama dengan bawahannya, dalam hal ini guru.
Kepemimpinan kepala sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas pengadaan sarana dan prasarana dan kurang memperhatikan guru dalam melakukan tindakan, dapat menyebabkan guru sering melalaikan tugas sebagai pengajar dan pembentuk nilai moral. Hal ini dapat menumbuhkan sikap yang negatif dari seorang guru terhadap pekerjaannya di sekolah, sehingga pada akhirnya berimplikasi terhadap keberhasilan prestasi siswa di sekolah.
Kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan, dan kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya. Dalam suatu lingkungan pendidikan di sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab penuh untuk mengelola dan memberdayakan guru-guru agar terus meningkatkan kemampuan kerjanya. Dengan peningkatan kemampuan atas segala potensi yang dimilikinya itu, maka dipastikan guru-guru yang juga merupakan mitra kerja kepala sekolah dalam berbagai bidang kegiatan pendidikan dapat berupaya menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan meningkatkan kompetensi profesionalnya
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan merupakan faktor yang cukup menentukan tingkat kompetensi profesional guru. Sehingga dapat diduga bahwa masih rendahnya kompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri di Kabupaten X, disebabkan oleh kompetensi profesional guru itu sendiri yang rendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang "Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Sikap Guru terhadap Pekerjaan dengan Kompetensi Profesional Guru Matematika SMP Negeri di Kabupaten X".

B. Identifikasi Masalah
Masalah yang muncul berkenaan dengan hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru, diidentifikasikan sebagai berikut : 
1. Apakah kepemimpinan kepala sekolah memiliki hubungan dengan kompetensi profesional guru.
2. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan memiliki hubungan dengan kompetensi profesional guru.
3. Apakah kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan berhubungan dengan kompetensi profesional guru.
4. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui kepemimpinan kepala sekolah.
5. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui sikap guru terhadap pekerjaan guru.
6. Apakah para guru telah mempunyai tingkat kompetensi profesional yang tinggi.
7. Apakah kepala sekolah telah menerapkan kepemimpinan yang efektif dan relevan dengan kondisi sekolah.
8. Apakah para guru telah memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya.
9. Apakah kepemimpinan kepala sekolah yang semakin positif akan diiringi dengan semakin positifnya kompetensi profesional guru.
10. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan yang positif akan diiringi dengan semakin positifnya kompetensi profesional guru.
11. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan oleh kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan tidak relevan.
12. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan oleh sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya.
13. Bagaimana pola hubungan fungsional antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, penulis memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang dibatasi dalam konteks permasalahan yang terdiri dari : 
1. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru.
2. Hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
3. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
Selanjutnya untuk lebih memperdalam penelitian, maka dipilih tiga variabel yang relevan dengan permasalahan pokok, yaitu kepemimpinan kepala sekolah sebagai variabel bebas kesatu (X1), sikap guru terhadap pekerjaan sebagai variabel bebas kedua (X2), dan kompetensi profesional guru sebagai variabel terikat (Y).

D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan dalam pelaksanaan penelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus penelitian, masalah pokok penelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut : 
1. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru.
2. Apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
3. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian yaitu untuk meningkatkan kompetensi profesional guru dengan melihatnya dari aspek kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan. Untuk maksud tersebut, dicari hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru dan hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru. Setelah itu dikaji bagaimana hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan secara bersama-sama dengan kompetensi profesional guru. Dengan mengetahui hubungan tersebut, hasil penelitian diharapkan berguna untuk meningkatkan kompetensi profesional guru matematika khususnya di Kabupaten X.

TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SD

TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SD

(KODE : PASCSARJ-0172) : TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 disebutkan bahwa "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Hal ini mengandung arti bahwa semua pendidikan yang dilaksanakan di Negara Indonesia harus mengarah pada pencapaian tujuan di atas. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut diperlukan suatu sistem pendidikan nasional yang berkualitas. Dalam sistem itu sendiri perlu adanya suatu standar penyelenggaraan pendidikan yang menjadi bahan acuan, termasuk di dalamnya standar kompetensi guru serta standar kinerja mengajar guru.
Upaya untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut harus didukung oleh segenap aspek yang berkait dengan kependidikan, baik pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah dalam hal ini dilibatkan karena menurut UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran, dan pemerintah wajib membiayainya. Upaya pemerintah ini dibuktikan dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana serta perangkat kependidikan lainnya.
Aspek yang paling dominan dalam kaitannya dengan kependidikan adalah guru (pendidik), yang memang secara khusus diperuntukkan untuk mendukung dan bahkan menjadi ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional (SPN) pada pasal 19 : 
(1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. 
(3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Berdasarkan kutipan di atas, khususnya pada ayat 2 jelas tertulis bahwa pelaksana kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut adalah guru. Apalagi jika kita kaitkan dengan pasal 28 Standar Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
Profesionalitas seorang guru, didukung oleh beberapa syarat sebagai tenaga profesional. Hal ini dijelaskan dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan sebagai berikut : "Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan."
Kualitas pendidikan seperti apa yang tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional akan tercapai dengan efektif dan efisien manakala kepala sekolah dan guru sebagai komponen penting yang langsung banyak bersentuhan dengan siswa profesional. Sebaliknya manakala profesionalitas mereka tidak lagi jadi ukuran, maka jangan harap tujuan pendidikan akan tercapai secara efektif dan efisien.
Konsekwensi dari Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tersebut di bagian atas memberikan makna bahwa seseorang tidak berhak menjadi guru jika tidak memiliki hal-hal tersebut di atas, dengan kata lain tidak profesional. Ataupun jika mereka telah menjadi seorang guru diharuskan melakukan upaya untuk memenuhi standar profesional. Dalam kenyataan di lapangan disinyalir masih banyak tenaga pendidik yang belum memiliki kompetensi yang layak berdasarkan Standar Pendidikan Nasional, termasuk di lembaga pendidikan yang berada di daerah terpencil X.
Jumlah tenaga guru honorer yang ikut mengabdi di jenjang Sekolah Dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Unit Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) Pendidikan TK, SD, dan PLS Kecamatan X berjumlah 112 orang, yang tersebar di seluruh Sekolah. Dari jumlah tersebut baru dua orang guru saja yang telah memenuhi standar berkualifikasi S1. Sedangkan yang lainnya, 57 orang guru baru berijazah D2, delapan orang guru berijazah SLTA keguruan, 48 orang guru berijazah SLTA non-keguruan, dan bahkan ada lima orang guru honorer yang baru mengantongi ijazah SMP.
Berdasarkan data laporan dinas pendidikan kecamatan X guru definitif juga belum semuanya memiliki kualifikasi sesuai dengan apa yang diharuskan dalam Standar Kualifikasi Pendidikan. Lebih jelasnya kualifikasi pendidikan mereka terdiri dari 30 orang memiliki kualifikasi S1, 84 orang memiliki kualifikasi D2, 44 orang guru berijazah SLTA keguruan, dan bahkan ada satu orang guru yang berijazah SLTA non-keguruan.
Keadaan seperti ini dimungkinkan akan mempengaruhi terhadap keberlangsungan pembelajaran, terutama yang berkaitan dengan kompetensi pedagogik serta kinerja mengajar guru-guru di jenjang Sekolah dasar di lingkungan UPTD Pendidikan X ini.
Memang dirasakan banyak kendala yang dihadapi dalam rangka memenuhi standar nasional pendidikan. Di samping kendala-kendala di atas terdapat pula kendala lain yang tidak bisa diabaikan, diantaranya keadaan sarana transportasi yang cukup berat, apalagi di musim hujan medan dirasa sangat berat untuk dilalui.
Untuk itu melalui penelitian ini penulis ingin mengungkap seberapa jauh ability serta profesionalitas kinerja tenaga pendidik (guru) di daerah terpencil, khususnya di Kecamatan X.
Salah satu unsur yang dianggap paling berperan dalam meningkatkan kinerja mengajar guru adalah kepala sekolah, sebagai atasan langsung guru. Kepala sekolah harus dapat menciptakan suatu iklim dan budaya kerja yang kondusif untuk terjadinya suatu proses pembelajaran yang efektif, sehingga diperlukan suatu perilaku kepemimpinan yang baik. Kepala sekolah harus senantiasa berupaya ke arah itu. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah menerapkan motivasi kerja.
Thoha (2006 : 49) memberikan penjelasan bahwa perilaku kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain. Kepala sekolah sebagai top leader di sekolah memiliki tanggung jawab yang besar, apalagi dengan diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kemampuan seorang pemimpin akan memberikan dampak yang nyata terhadap mutu produk yang dihasilkan. Dalam hal ini mutu kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan akan berdampak terhadap mutu produk pendidikan di sekolah tersebut. Mortimer J. Adler dalam Dadi Permadi (1998 : 24) menegaskan bahwa "The quality of teaching and learning that goes in a school is largely determined by the quality of principals leadership" (mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah) dengan demikian seorang pemimpin bisa dikatakan ruh sebuah lembaga atau institusi.
Banyak faktor yang turut mewarnai perilaku kepemimpinan seorang kepala sekolah, sehingga perilaku kepemimpinan kepala sekolah itu sendiri secara teori banyak jenisnya. Seorang kepala sekolah mungkin tidak menyadari perilaku apa yang sedang mereka lakukan dalam melaksanakan tugas. Tetapi kepala sekolah yang visioner justru harus memahami secara benar tentang perilaku kepemimpinan apa yang akan dipergunakan serta bagaimana tata laksana dari perilaku kepemimpinan tersebut dalam rangka mencapai tujuan organisasi sekolah yang lebih baik di masa yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mencoba melakukan penelitian tentang kinerja mengajar guru sekolah dasar yang dituangkan dalam bentuk tesis yang berjudul "Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Kompetensi Pedagogik Terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah Dasar".

B. RUMUSAN MASALAH
Paparan dalam latar belakang masalah berintikan pemikiran bahwa karena tuntutan kinerja dalam peningkatan SDM begitu tinggi, guru harus mendapat bantuan untuk mengembangkan diri, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menumbuhkan sikap profesional. Di samping itu agar guru senantiasa dapat melaksanakan komitmennya dalam berkinerja, dibutuhkan mekanisme atau sistem yang akan mengarahkan pada pencapaian kompetensi guru yang kemudian dapat berkinerja secara optimal. Kepala sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan yang terkait secara langsung dengan guru. Dengan demikian kedudukan kepala sekolah dianggap penting pula dalam peningkatan kinerja mengajar guru guna mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Berdasarkan pemikiran di atas, rumusan masalah dapat dituliskan sebagai berikut : 
1) Bagaimana gambaran di lapangan tentang perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar di kecamatan X ?
2) Bagaimana gambaran di lapangan tentang kompetensi pedagogik yang dimiliki guru sekolah dasar kecamatan X ?
3) Bagaimana gambaran di lapangan tentang kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?
4) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar terhadap kompetensi pedagogik guru sekolah dasar kecamatan X ?
5) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?
6) Seberapa besar pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?
7) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar dan kompetensi pedagogik secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?

C. TUJUAN PENELITIAN 
1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh perilaku kepemimpinan Transformasional kepala sekolah dan kompetensi pedagogik terhadap peningkatan kinerja mengajar guru Sekolah Dasar di Wilayah Kecamatan X, sebuah daerah yang tergolong terpencil di Kabupaten Y. Gambaran yang dimaksud baik berupa perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam berkinerja dan kompetensi yang dimiliki para guru sebagai tenaga profesional, sehingga dapat meningkatkan kinerja yang pada gilirannya akan memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara efektif dan efisien.
2. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam teori-teori tentang perilaku kepemimpinan dan kompetensi guru di sekolah dasar dalam kaitannya dengan upaya peningkatan tarap profesionalisme dan kinerja mengajar guru secara keseluruhan baik di lembaga sekolah negeri maupun swasta.
Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat dikaji bagaimana gambaran pelaksanaan perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam upaya pencapaian tujuan organisasi sekolah secara efektif dan efisien. Juga diharapkan akan didapat suatu gambaran bagaimana kompetensi pedagogik guru, serta kinerja mengajar guru sekolah dasar di kecamatan X dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu juga diharapkan didapat suatu gambaran pengaruh yang ditimbulkan oleh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi pedagogik terhadap kinerja mengajar guru.
3. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan mendatangkan guna dan manfaat yang besar bagi perkembangan dunia pendidikan. Demikian juga adanya dengan penelitian ini walau disusun dalam bentuk yang sangat sederhana tapi memiliki sebuah harapan yang sama dalam rangka pengembangan dunia pendidikan, khususnya di daerah tempat penelitian.
Secara rinci kegunaan dari hasil penelitian ini sebagai berikut : 
1) Secara Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa bahan informasi dan masukan yang berguna bagi pengembangan konsep-konsep kinerja kepala sekolah, kompetensi pedagogik dan kinerja mengajar guru dalam kaitannya dengan pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan.
2) Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan suatu masukan atau kontribusi terhadap para kepala sekolah dan guru dalam rangka pengembangan kinerja demi pencapaian tujuan pendidikan nasional secara efektif dan efisien.
3) Kegunaan Bagi Penelitian Selanjutnya
Disadari bahwa ilmu pengetahuan akan terus berkembang, termasuk hasil dari sebuah penelitian. Maka mungkin penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar dalam pengembangan penelitian lebih lanjut dalam proses generalisasi.

D. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei. Menurut Kalinger yang dikutip Akdon (2005 : 91) yang menyatakan bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penelitian survei biasanya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang representatif.
TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU SD

TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU SD


(KODE : PASCSARJ-0168) : TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi pada hakekatnya adalah penahanan pribadi manusia, yang meliputi pengembangan pengetahuan sikap dan perilaku. Donald F. Klein menyatakan bahwa masyarakat informasi adalah masyarakat yang mampu menguasai dan mendayagunakan arus informasi, mampu bersaing, terus menerus belajar (serba ingin tahu), mampu menjelaskan, imajinatif, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai kemampuan menggunakan berbagai metode dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Dalam kaitan tersebut (Naisbit dan Aburdence, 1990) meyakini bahwa keberhasilan akan dicapai pada dekade yang akan datang jika dilakukan berbagai perubahan dengan optimisme dan komitmen yang tinggi dari para pelakunya. Disamping itu, berbagai perubahan tersebut akan berhasil dengan baik apabila disertai dengan pola kepemimpinan yang kuat dalam mengorganisasikannya.
Untuk dapat merubah tatanan kehidupan seperti yang disampaikan oleh para ahli di atas, diperlukan adanya pendidikan yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkemampuan untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus menerus {continuous quality improvement). Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu diberi berbagai pengetahuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab dan keterampilan, Brodjonegoro, et. al. (Fasli Jalal & Dedi Supriadi, 2001).
Pendidikan merupakan wahana strategis dalam memfasilitasi terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas. Pengelolaan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama suatu bangsa untuk berpartisipasi aktif dalam dinamika era globalisasi. Sumber daya manusia yang handal merupakan salah satu modal penggerak produktivitas dan efisiensi, disamping dana dan penguasaan teknologi, yang merupakan faktor penentu keberhasilan usaha dalam pasar terbuka. 
E.F. Schumacher, (Sedarmayanti, 2001 : 40) mengatakan bahwa, pendidikan adalah yang paling terpenting, serta dilihat dari perannya, pendidikan adalah kunci untuk segalanya. Hasil pendidikan disebut bermutu dari segi produk, jika mempunyai ciri antara lain peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap materi yang hams dikuasai sesuai dengan tujuan dan sasaran pendidikan. Diantaranya adalah hasil belajar akademis yang dinyatakan dalam prestasi belajar. 
Ciri lainnya, hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupannya, sehingga dengan belajar, peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu melainkan dapat melakukan sesuatu yang fungsional untuk kehidupannya. Sedangkan suatu pendidikan disebut bermutu dari segi proses jika proses belajar berlangsung secara efektif, dan peserta mengalami proses pembelajaran yang bermakna, ditunjang oleh sumber daya yang wajar. Proses pendidikan yang bermutu tersebut akan menghasilkan produk yang bermutu pula. Hal ini menuntut kepada para pendidik atau guru untuk senantiasa mengembangkan potensi sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia. 
(Budiyanto, Pelita 19 September 2006), untuk mewujudkan kualitas sumber daya manusia maka peran guru harus menjadi pribadi yang efektif yang didukung oleh lima unsur secara utuh yang meliputi : pertama, penalaran. Penalaran merupakan kemampuan untuk memfungsikan akal pikiran secara efektif dengan bentuk bertanya, mencari, menguji dan menjawab berbagai fenomena sehingga menjadi sesuatu yang bermakna. Potensi penalaran didukung pula oleh lima kecakapan yang terdiri dari : 1) keterampilan konseptual; 2) berpikir logis; 3) berpikir kreatif; 4) berpikir holistik; 5) komunikasi. Kedua, sumber manusia. Ketiga, pengetahuan. Keempat, fungsi-fungsi utama. Kepribadian efektif akan tercermin dari keseluruhan perilaku yang dilandasi dan dibimbing oleh nilai-nilai yang berakar pada keyakinannya. Kelima, kualitas watak. Sebab berkualitas tidaknya proses pendidikan sangat tergantung pada kreativitas dan inovasi yang dimiliki guru.
Pullias and Young (1988), Manan (1990), serta Yelon Weinstein (1997) yang dikutip oleh (Mulyasa, 2008 : 37) mengidentifikasikan sedikitnya sembilan belas peran guru, yakni guru sebagai pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator. Oleh karena itu guru harus mempunyai kemampuan dasar dan life skill dalam mengorganisasikan materi pembelajaran yang esensial, merumuskan proses pembelajaran, mengembangkan bahan pelajaran (perangkat lunak dan keras) dan merumuskan sistem evaluasi berbasis kompetensi.
Berdasarkan pendapat di atas, guru merupakan faktor penentu dalam proses pembelajaran, karena mutu pendidikan suatu sekolah akan sangat bergantung pada tingkat profesionalisme guru, hal ini jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional bahwa : pendidik hams memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik untuk guru SD dan SMP atau sederajat adalah sekurang-kurangnya diploma (D-IV) atau sarjana (S1) berlatar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Apabila dilihat secara nasional, sebagian besar guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB masih kurang layak mengajar sesuai dengan kualifikasi minimal yang ditetapkan. Data Balitbang tahun 2002/2003, dari 2,7 juta guru di Indonesia, 1,8 juta guru belum memenuhi syarat akademis S1. Ditingkat sekolah menengah 62,08 telah mengantongi ijazah S1. Akan tetapi ditingkat sekolah dasar, terutama SD kondisinya sangat memperhatikan yaitu dari sekitar 1,3 juta guru SD, hanya 8,3 persen yang telah memenuhi kualifikasi akademik S1. Program masalisasi peningkatan derajat akademik guru SD menjadi D-II pun selama belasan tahun hanya mencapai 40 persen. Kebanyakan guru SD hanya berkualifikasi D-I atau di bawahnya (Sriyanto, Kompas 4 Desember 2006).
Masih banyak guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik, guru SD yang mencapai D2 bam 40%. Padahal, UU mensyaratkan guru SD hams lulusan D4. Sedangkan untuk guru SMP bam 25% berlatar belakang pendidikan D3, padahal UU mensyaratkan hams lulusan S1. Begitu juga dengan guru SMA, guru lulusan S1 bam mencapai 73%.
Nanang Fattah (Pikiran Rakyat, 15 Oktober 2005), mengungkapkan berkenaan dengan tingkat kesesuaian guru mengajar, 15% guru mengajar tidak sesuai dengan bidang keahlian yang digelutinya. Padahal, menurutnya guru yang mengajar sesuai bidang studinya pun masih banyak yang tidak menguasai materi ajar yang disampaikan. Dengan mismatch tersebut berdampak guru tidak dapat memberdayakan dan mengembangkan diri secara baik, sehingga kompetensi lulusan tidak akan terwujudkan karena mengajar juga tidak kompeten. Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Pembinaan dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Sumarna Surapranata, (Antologi Artikel 2006-2007) skala persentase miss match tenaga guru di sekolah-sekolah mencapai 30 persen. Mereka mengajar tidak sesuai bidang yang dikuasainya. Jika ini dibiarkan akan berdampak pada kualitas guru, jika kualitas guru rendah maka kinerja juga akan rendah. Sebab kinerja guru tidak terlepas dari kemampuan guru itu sendiri. seperti yang dikemukakan oleh Natawidjaja (1992 : 4) mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek kemampuan guru yaitu : 1) Kemampuan pribadi; 2) Kemampuan Profesional; 3) Kemampuan Kemasyarakatan atau sosial.
Berdasarkan pendapat dan fenomena yang dikemukakan di atas, guru dituntut memiliki kemampuan yang dapat merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik, karena di dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, jika kinerja guru tidak baik akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Untuk itu kinerja guru dalam mengajar menjadi tuntutan penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan. Sebab secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan dari kemampuan guru. Kemampuan guru meliputi penguasaan materi pelajaran, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya, disamping itu guru hams merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. 
Hal ini, tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Harapan dalam Undang-Undang tersebut menunjukkan adanya perubahan paradigma pola mengajar guru yang pada mulanya sebagai sumber informasi bagi siswa dan selalu mendominasi kegiatan dalam kelas berubah menuju paradigma yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran dan selalu terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dalam kelas. Kenyataan ini mengharuskan guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya terutama memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Hammond LD dan Brasford, (2005 : 8l8) menjelaskan bahwa guru yang baik memahami siswa dimanapun, dan dapat menggambarkan bagaimana melakukan, sehingga siswa dapat memahami dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa masing-masing guru memiliki karakter yang spesifik. Kesesuaian karakter guru dengan lingkungan kerja, sistem manajemen sekolah akan membentuk kinerja guru.
Sejauh ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya kinerja mengajar guru, disebabkan oleh pola kepemimpinan kepala sekolah yang tidak jelas. Kepemimpinan selalu diperlukan sebagai aktivitas untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pada situasi tertentu. Menurut Hersey & Blanchard (1988) kadar upaya pemimpin adalah membina hubungan pribadi antara mereka sendiri dan dengan para anggota kelompok mereka (pengikut) dengan membuka lebar saluran komunikasi, menyediakan dukungan sosio emosional, dan pemudahan perilaku.
Nanang Fattah, (2008 : 88) yang mengungkapkan bahwa pemimpin pada hakekatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Salah satu model kepemimpinan yang dapat digunakan oleh kepala sekolah adalah model kepemimpinan dengan pendekatan perilaku. Pada dasarnya model kepemimpinan dengan pendekatan perilaku mengemukakan dua dimensi gaya kepemimpinan, yaitu gaya yang berorientasi tugas (task oriented) dan gaya yang berorientasi pada orang (people oriented).
The Ohio State Leadership Studies sebagai salah satu studi yang mengemukakan kepemimpinan dengan pendekatan perilaku, menyebut dua dimensi kepemimpinan yang terkandung didalamnya sebagai initiating structure dan consideration. Initiating structure menunjukkan kecenderungan pemimpin untuk mendefinisikan dan menyusun tugas atau peran para bawahan. Consideration menunjukkan kecenderungan pemimpin untuk memberikan perhatian kepada para bawahan. Kenneth N. Wexley & Garry Yukl (2005 : 192) mendefinisikan initiating structure adalah tingkat dimana seorang pemimpin mendefinisikan dan merancang peran dirinya dan peran-peran para bawahannya ke arah pencapaian tujuan-tujuan formal kelompok. Consideration adalah tingkat dimana seorang pemimpin bertindak dalam cara yang hangat dan supportive serta menunjukkan perhatian kepada bawahan.
Selain pola kepemimpinan kepala sekolah, faktor lain yang mempengaruhi kinerja antara lain kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Nwachukwu Prince Ololube (2003) pada Rivers State of Nigeria hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kepuasan kerja dan motivasi yang berdampak pada kinerja guru dalam pembelajaran. Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, ketika seorang merasakan kepuasan kerja dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dalam kenyataannya, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat maksimal.
Untuk meningkatkan kinerja mengajar guru hanya akan terlaksana secara bermakna apabila faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diidentifikasi secara ilmiah. Untuk itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru dipandang perlu untuk dipelajari, ditelaah dan dikaji secara mendalam agar dapat memberikan gambaran yang jelas. Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja guru, adalah dengan adanya gaya kepemimpinan kepala sekolah yang tepat dan Kepuasan yang di peroleh ditempat kerja

B. Batasan Masalah
Inti kajian ini adalah kinerja mengajar guru, banyak faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi perilaku kepemimpinan kepala sekolah, dan kepuasan kerja. Berdasarkan hal tersebut pokok masalah yang diungkap dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja terhadap kinerja mengajar guru.

C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : 
1. Seberapa besar pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X ?
2. Seberapa besar pengaruh Kepuasan kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X ?
3. Seberapa besar pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja secara parsial maupun secara simultan terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis : 
1. Besarnya Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala sekolah terhadap Kinerja Mengajar guru SD Negeri di Kecamatan X.
2. Besarnya Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X.
3. Besarnya Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja baik secara parsial maupun secara simultan terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X.

E. Manfaat Penelitian 
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu : 
1). Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan pengembangan keilmuan Administrasi pendidikan, memberikan bukti empiris tentang pengaruh pendekatan perilaku kepemimpinan dan kepuasan kerja, juga sebagai bahan kajian bagi penelitian berikutnya. 
2). Manfaat Praktis.
Secara operasional, bagi Kepala Sekolah bagaimana meningkatkan Kinerja Mengajar guru dan bagi Dinas Pendidikan Kecamatan Kota Ternate sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya mencapai Kinerja Mengajar Guru yang tinggi, khususnya melalui Perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja.