Search This Blog

Showing posts with label contoh tesis manajemen pendidikan islam. Show all posts
Showing posts with label contoh tesis manajemen pendidikan islam. Show all posts
TESIS STRATEGI PEMENUHAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MA)

TESIS STRATEGI PEMENUHAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MA)

(KODE : PASCSARJ-0270) : TESIS STRATEGI PEMENUHAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MA) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Selanjutnya, pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang, (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pendidikan mempunyai peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, karena pendidikan berpengaruh terhadap produktivitas dan juga berpengaruh terhadap fertilitas masyarakat. Melalui pendidikan manusia menjadi cerdas, memiliki skill, sikap hidup yang baik sehingga dapat bergaul dengan baik di masyarakat dan dapat menolong dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan menjadi investasi yang memberi keuntungan sosial dan pribadi yang menjadikan bangsa bermartabat dan menjadikan individualnya manusia yang memiliki derajat.
Pendidikan merupakan sumber-kunci pembangunan ekonomi suatu bangsa sebagai outcome proses pembangunan, investasi pendidikan di suatu negara dalam menyelenggarakan sekolah dapat diarahkan untuk menumbuhkan ekonomi suatu bangsa. Johns dan Morphet memiliki pandangan yang sama, bahwa pada negara tertentu pendidikan merupakan penyumbang utama bagi pertumbuhan ekonomi. Suatu hal yang menarik bagaimana negara (pemerintah) membuat kebijakan pendidikan, sehingga pendidikan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Studi yang dilakukan oleh Psacharopulus dan Woodall menunjukkan kontribusi pendidikan secara relatif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat variasi yang beragam. Di kawasan Amerika Utara, presentasi kontribusi per tahun cukup tinggi, yakni 25,0% di Amerika Serikat dan 15% di Kanada. Sementara di kawasan Eropa yang tertinggi mencapai 14,0% di Belgia dan 12,0% di Inggris. Namun, ada juga yang pertumbuhannya relatif kecil, seperti di Jerman dan Yunani masing-masing memiliki persentase 2,0% dan 3,0%.
Sementara itu, di kawasan Asia juga terbilang relatif tinggi, yakni 15,9% di Korea Selatan, 14,7% di Malaysia, dan 10,5% di Filipina, kecuali di Jepang hanya 3,3%. Demikian pula di kawasan Afrika seperti Ghana, Nigeria, dan Kenya Masing-masing 23,2%, 16,0%, dan 12,4%. Psacharopulus dan Woodall yang keduanya merupakan konsultan pendidikan Bank Dunia juga menunjukkan bahwa investasi dibidang pendidikan dapat memberi keuntungan ekonomi yang relatif tinggi sebagaimana terlihat dalam social rate of return, hasil yang diperoleh atau keuntungan ekonomi yang didapat lebih besar dibandingkan ongkos yang dikeluarkan.
Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan reformasi ini juga ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, dengan adanya otonomi daerah ini, memberikan kewenangan terhadap daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini juga berimbas pada bidang pendidikan, karena pendidikan merupakan kewenangan pada daerah kabupaten/kota, sesuai dengan pasal 11 ayat 2 yang mengisyaratkan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah otonomi meliputi : pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi, dan tenaga kerja, dengan demikian, jelas bahwa pengelolaan pendidikan secara luas menjadi kewenangan daerah.
Perubahan pola sentralistik menjadi desentralisasi dalam bidang pendidikan merupakan dampak dari adanya otonomi daerah, pengelolaan pendidikan dengan pola desentralisasi menuntut partisipasi masyarakat secara aktif untuk merealisasikan otonomi daerah, karena itu perlu kesiapan sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan operasional pendidikan, pada garis bawah. Sistem pendidikan yang dapat mengakomodasi seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah kabupaten dan kota sebagai penerima wewenang otonomi. Pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat (sentralistik) harus diubah untuk mengikuti irama yang sedang berkembang. Otonomi daerah sebagai kebijakan politik ditingkat makro akan memberi imbas terhadap otonomi sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional.
Secara substantif pembahasan Undang-Undang diatas berkaitan erat dengan Undang-Undang tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa daerah atau kabupaten dan kota memegang peranan penting dalam kewenangan dan pembiayaan. Demikian halnya dengan pengembangan pendidikan, sangat bergantung atas kebijakan pemerintah daerah sebagai bagian dari kewenangan yang dilimpahkan. Melalui otonomi pengelolaan pendidikan diharapkan pemenuhan kebutuhan masyarakat lebih cepat, tepat, efektif, dan efisien.
Masalah keuangan erat hubungannya dengan pembiayaan, sedangkan masalah pembiayaan itu sendiri merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan kehidupan suatu organisasi seperti halnya lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga yang lainnya. Biaya pendidikan merupakan sal ah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan.
Biaya pendidikan di sekolah merupakan potensi yang sangat menentukan keberhasilan implementasi kurikulum dan peningkatan kualitas pembelajaran, sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan hasil studi kepustakaan dari tim Universitas Maryland yang dipimpin oleh Dr. James Greenberg menyimpulkan bahwa salah satu indikator sekolah efektif ialah sekolah yang memiliki sumber dana kuat, melakukan investasi berkelanjutan, dan mengalokasikan dana secara efektif. Kekuatan sumber dana terletak pada kepastian dan kecukupan sesuai dengan kebutuhan sekolah, agar sekolah dapat berkembang dan adaptif terhadap perubahan zaman sehingga menjamin lulusan untuk dapat bersaing dalam kehidupan lokal, nasional, dan global.
Persoalan dana merupakan persoalan yang paling krusial dalam perbaikan dan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia, yang mana dana merupakan salah satu syarat atau unsur yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan hasil kajian, banyak permasalahan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan terkait dengan pembiayaan pendidikan, diantaranya : (1) Tersedianya sumber dana yang terbatas, (2) Pembiayaan program yang serampangan, tidak mendukung visi, misi, dan kebijakan sebagaimana yang tertulis di dalam rencana strategis lembaga pendidikan, (3) Kurangnya bantuan pemerintah akibat otonomi daerah, dengan diberlakukannya otonomi daerah maka kewenangan pengelolaan pendidikan dengan segera mengubah pola pembiayaan sektor pendidikan. Sebelum otonomi daerah, praktis hanya pembiayaan Sekolah Dasar (SD) yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda), sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan juga Perguruan Tinggi menjadi tanggung jawab Pusat. Pembiayaan SLTP dan SLTA dilakukan melalui Kanwil Depdiknas (di tingkat propinsi) dan Kandepdiknas (di tingkat kabupaten/kota). Setelah diberlakukannya otonomi daerah, maka seluruh pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA menjadi tanggung jawab Pemda, padahal besarnya potensi yang di miliki setiap daerah berbeda.
(4) Rendahnya anggaran pendidikan yang ditujukan untuk pendidikan, dapat dibuktikan dari berbagai data perbandingan antar negara dalam hal anggaran pendidikan yang diterbitkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan Bank Dunia dalam "The World Bank (2004) : Education in Indonesia : Managing the Transition to Decentralization (Indonesia Education Sector Review), Indonesia adalah negara yang terendah dalam hal pembiayaan pendidikan. Pada tahun 1992, menurut UNESCO, pada saat Pemerintah India menanggung pembiayaan pendidikan 89% dari keperluan, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana bagi penyelenggaraan pendidikan nasionalnya. Sementara itu, dibandingkan dengan negara lain, persentase anggaran yang disediakan oleh pemerintah Indonesia masih merupakan yang terendah, termasuk jika dibandingkan dengan Sri Langka sebagai salah satu negara yang terbelakang.
(5) Rendahnya akuntabilitas publik (public accountability), (6) Belum adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan, (7) Keterbatasan dana berpengaruh terhadap kesejahteraan guru, (8) Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji setiap bulannya sebesar Rp 3 juta rupiah, tapi kenyataannya pendapatan guru sebesar Rp 1,5 juta, serta guru bantu bergaji Rp 460 ribu, dan guru honorer Rp 10 ribu per jam.
Masalah pembiayaan harus dipecahkan secara bersama, jika ingin mendapatkan peluang yang maksimal bagi semua penyelenggara pendidikan agar dapat berkembang. Kepala sekolah dituntut untuk memahami prinsip kewirausahaan dan kemudian menerapkannya dalam mengelola sekolah. Permasalahan ini dapat diminimalisir dengan adanya usaha mandiri dari sekolah dalam meningkatkan sumber pembiayaannya untuk pemenuhan pembiayaan pendidikan.
Kebutuhan dana untuk kegiatan operasional secara rutin dan pengembangan program sekolah secara berkelanjutan sangat dirasakan setiap pengelola lembaga pendidikan. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan sekolah semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk itu kreativitas setiap pengelola sekolah dalam menggali dana dari berbagai sumber akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan program sekolah, baik rutin maupun pengembangan di lembaga yang bersangkutan.
Sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengelola dan mengalokasikan dana pendidikan sehingga sumber daya yang berupa uang dapat diberdayakan secara optimal. Sumber pembiayaan merupakan ketersediaan sejumlah uang atau barang dan jasa yang dinyatakan dalam bentuk uang bagi penyelenggara pendidikan, program yang telah direncanakan harus dijalankan sesuai dengan rencana, semakin banyak kegiatan yang dilakukan maka semakin banyak dana yang dibutuhkan, sehingga sekolah harus berupaya untuk memenuhi anggaran biaya yang telah direncanakan. Agar kebutuhan biaya dapat terpenuhi, maka penggunaan strategi diperlukan, karena strategi adalah suatu garis-garis besar suatu haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan, dengan menggunakan strategi pemenuhan pembiayaan pendidikan, maka kebutuhan dana dalam melaksanakan program dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan baik.
Sekolah dan madrasah swasta dalam konteks pembiayaan pendidikan mendapat bagian yang kecil dari pemerintah, karena pembiayaan atau pendanaan bagi satuan pendidikan yang didirikan dan dikelola oleh masyarakat menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan. MA X merupakan salah satu madrasah swasta yang ada di kota X, yang dalam perjalanan sejarahnya mengalami perkembangannya yang signifikan.
Berdasarkan hasil survei/observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, MA X merupakan madrasah swasta yang sejak berdirinya mengalami perkembangan yang signifikan salah satunya dapat dilihat dari bangunan fisik sekolah yang semakin baik, ruangan kelas semakin bertambah banyak, sarana dan prasarana (saspras) yang mulai terlengkapi, dll. Pengembangan ini tidak akan dapat terpenuhi jika tidak memiliki biaya yang memadahi.
Selain itu juga sebagai madrasah yang didirikan oleh yayasan X, pada awal pendiriannya berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan juga mengurangi angka putus sekolah dikarenakan keterbatasan dana, komitmen ini dilakukan dengan menggratiskan biaya sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP) bagi siswa yang kurang mampu dalam hal perekonomian. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan biaya pendidikan lebih difokuskan pada usaha menggali dana dari berbagai sumber.
Fakta yang terjadi di atas sangat menarik untuk diungkap lebih jauh melalui penelitian ini, dan hal ini memang sangat sesuai dengan judul penelitian, yaitu “STRATEGI PEMENUHAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI MA X”. Pada akhirnya, melalui penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan solusi tentang Strategi Pemenuhan Pembiayaan Pendidikan di Sekolah baik swasta ataupun sekolah negeri.

B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana kebutuhan dan pemenuhan pembiayaan pendidikan di MA X ?
2. Bagaimana strategi pemenuhan pembiayaan Pendidikan di MA X ?

C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah ditemukannya strategi pemenuhan pembiayaan pendidikan di MA X, sedangkan tujuan lebih khusus sesuai dengan fokus penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk : 
1. Mendeskripsikan dan mengkaji tentang kebutuhan dan pemenuhan pembiayaan pendidikan di MA X.
2. Mendeskripsikan dan merumuskan alternatif strategi dalam rangka pemenuhan pembiayaan pendidikan di MA X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 
1. Secara teoritis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan untuk menjadi bahan kajian dan bahan penelitian selanjutnya. Terutama yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan, bagaimana strategi yang diterapkan untuk pemenuhan pembiayaan pendidikan, karena pelaksanaan strategi ini tidak bisa diseragamkan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, sehingga hal ini bisa bermanfaat bagi praktisi pendidikan terutama kepala sekolah. 
2. Secara praktis : untuk memberikan gambaran tentang potret ideal bagaimana strategi pemenuhan pembiayaan dalam usaha untuk pemenuhan anggaran pembiayaan pendidikan dan sebagai sumber pemasukan bagi satuan pendidikan.

TESIS PROBLEMATIKA MANAJEMEN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MIN)

TESIS PROBLEMATIKA MANAJEMEN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MIN)

(KODE : PASCSARJ-0269) : TESIS PROBLEMATIKA MANAJEMEN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MIN) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan madrasah di Indonesia merupakan fenomena budaya yang telah berusia satu abad lebih. Sebagai bagian dari budaya, Madrasah dengan sendirinya menjadi proses sosialisasi yang relatif sangat cepat dan intensif.
Secara teknis Madrasah tidak berbeda dengan Sekolah, hanya dengan lingkup kultur Madrasah mempunyai spesialisasi. Di lembaga ini siswa memperoleh pembelajaran hal ihwal atau seluk beluk Agama dan keagamaan, sehingga dalam penggunaan kata Madrasah sering dikonotasikan dengan sekolah Agama.
Madrasah dalam perjalanannya mengalami realitas yang cukup panjang. Transisi perubahan Madrasah disebabkan fenomena yang ada yaitu pendudukan kolonial Belanda yang mendiskreditkan Islam, yang kemudian menimbulkan dikotomi ilmu umum dan ilmu Agama.
Dalam pengembangan dan inovasi Madrasah, secara formal dirintis oleh Menteri Agama Prof. Dr. Mukti Ali 1971-1978 dengan terobosan SKB iga Menteri yang mewajibkan kurikulum di Madrasah Mata pelajaran umum 70% dan Agama 30%. Inovasi tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan, iklim belajar mengajar yang tepat sebagaimana layaknya pendidikan modern. 
Dalam implementasi inovasi di atas masih banyak kendala yang dihadapi, baik dari segi kelembagaan, tenaga guru, kurikulum, maupun sarana dan prasarana. Dalam pada itu kehadiran Madrasah masih sangat dibutuhkan karena Madrasah mampu melahirkan peserta didik yang memiliki budi pekerti luhur serta kesadaran beragama yang lebih tinggi. Keunggulan Madrasah tersebut dirasa sangan sesuai dan relevan untuk mengantisipasi sebagai akses dan pengaruh pendidikan modern seperti sikap sekularistik, materialistic, dan cenderung mengabaikan persoalan moral.
Bagi remaja usia sekolah mengabaikan masalah moral dan spiritual mengakibatkan banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti perkelahian antar pelajar, penggunaan obat terlarang yang sering terjadi akhir-akhir ini. Dengan keunggulan Madrasah tersebut, orang tua merasa tenang jika anaknya belajar di Madrasah.
Dari fenomena di atas, yang terpenting adalah membentuk Madrasah yang berkualitas yang mampu bersaing dengan sekolah umum. Adapun gagasan mengenai pembentukan Madrasah yang berkualitas memiliki landasan yang cukup kuat, diantaranya : 
1. Dengan keluarnya UU No 20/2003 tentang USPN yang menyatakan tidak ada pembedaan antara Madrasah dan sekolah
2. UU No 20/2003 Pasal 8 ayat 2 yang menyebutkan bahwa warga Negara Indonesia yang memiliki kemampuan dan kecerdasan berhak memperoleh perhatian khusus.
Meski demikian madrasah oleh sebagian masyarakat masih dipandang sebelah mata atau dianggap sebagai lembaga pendidikan "kelas dua", faktanya walaupun secara yuridis diakui dan sejajar dengan formal lainnya, Madrasah hanya diminati oleh siswa-siswa yang kemampuan intelegensi dan tingkat ekonomi orang tua yang pas-pasan, sehingga upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah selalu mengalami hambatan.
Di sisi lain, kebijakan yang dibuat pemerintah justru terasa mempersulit upaya-upaya pengembangan madrasah. Kualitas pendidikan relative kurang didukung disbanding dengan sekolah formal lainnya, karena kebanyakan bidang studi yang diajarkan sementara kualitas tenaga didik masih rendah, manajemen kurang professional, sarana dan prasarana pas-pasan, serta jumlah siswa yang sedikit dan kebanyakan berasal dari keluarga tidak mampu (Fajar : 1999 : 18).
Kita menyadari dalam dinamika dan peradaban global saat ini, Madrasah menghadapi tantangan yang sangat berat, yakni masyarakat kita mulai terjebak oleh pandangan hidup yang positivism dan kapitalisme, sehingga segala sesuatu yang dianggap tidak mempunyai keuntungan, manfaat dan peluang akan ditinggalkan. Bertolak dari pandangan di atas bahwa Madrasah dianggap marjinal oleh sebagian masyarakat memang cukup beralasan. Masyarakat berpersepsi bahwa Madrasah kurang professional, tidak berkualitas, NEM dibawah rata-rata, out put tidak mampu berkompetisi, serta lemah dalam sisi manajemen.
Menurut Mastuhu (1999 : 59) ada lima kelemahan system pendidikan madrasah, yakni 1) mementingkan materi disbanding metodologi, 2) mementingkan memori di atas analisis dan dialog, 3) mementingkan otak ‘kiri' dibandingkan otak 'kanan', 4) materi pelajaran agama yang diberikan tidak menyentuh aspek social karena bercorak tradisional, 5) mementingkan orientasi 'memiliki' daripada 'menjadi'.
Akibat mendirikan madrasah yang hanya mementingkan kuantitas bukan kualitas, dengan pengelolaan yang asal-asalan, Madrasah swasta khususnya, tidak mampu memberikan pembaharuan dan pencerahan bagi pendidikan Islam.
Dalam hal ini faktor kepemimpinan menjadi sorotan utama, ketidak mampuan pemimpin untuk menggerakkan, mempengaruhi dan mendorong serta memanfaatkan sumberdaya manusia yang ada kelemahan manajemen inilah yang menyebabkan Madrasah sulit berkembang.
Dalam teori sosial (Adam Ibrahim. 1989 : 19) dikatakan, bahwa suatu organisasi yang tidak mampu berinovasi, berperan dan ber konteks dengan lingkungannya, maka cepat atau lambat organisasi tersebut akan ditinggalkan lingkungannya. Lembaga pendidikan dalam hal ini Madrasah sebagai lembaga social harus mampu merespon tuntutan masyarakat yang selalu berubah yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan zaman.
Hal-hal yang perlu dilakukan inovasi dalam pengelolaan Madrasah dapat dikelompokkan sebagai berikut : (1) pembinaan tenaga guru (2) pembinaan staf (3) prilaku dan kedisiplinan (4) melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait (stake holders) (5) hubungan dan komunikasi serta iklim Madrasah (6) strategi pembelajaran (7) pembelajaran/media pembelajaran (8) keuangan (9) sarana dan prasarana. Yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa upaya inovasi yang telah dirintis sejak dulu, utamanya peningkatan kualitas pendidikan Madrasah tidak sesuai dengan harapan ?.
Inovasi menurut Adam Ibrahim (1989 : 21) adalah upaya pemecahan masalah-masalah yang dihadapi. Dan apabila dikaitkan dengan fungsinya sebagai institusi social terbuka, maka Madrasah dituntut untuk melakukan inovasi sebagai bentuk kepedulian terhadap tuntutan masyarakat yang selalu berubah jika tidak maka Madrasah akan ditinggalkan masyarakatnya. Hal ini diperkuat oleh Ibrahim Bafadhol (1988; 16) bahwa inovasi Madrasah adalah suatu keharusan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme pendidikan dalam menatap masa depan. Aspek-aspek yang perlu di inovasi menurutnya adalah (1) pembinaan personalia (2) banyaknya personal dan wilayah kerja (3) fasilitas fisik (4) penggunaan waktu (5) perumusan tujuan (6) prosedur (7) peran yang dimiliki (8) bentuk hubungan antar bagian (9) hubungan dengan system yang lain dan strategi : desain, kesadaran, dan perhatian, evaluasi, percobaan. Dari sinilah inovasi pendidikan Madrasah harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Meski demikian sudah ada Madrasah yang mampu mengaktualkan diri sebagai sekolah unggulan dan favorit yang dapat memberi nuansa baru terhadap pendidikan Islam ke depan.
H.A. R. Tilaar (1999; 33) berpendapat bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih memiliki berbagai problem yang harus dipecahkan : Distribusi pendidikan belum merata, mutu pendidikan masih rendah diberbagai jenjang dan jenis pendidikan, efisiensi internal dan eksternal system pendidikan masih rendah, aplikasi manajemen masih kurang professional dan lemahnya sumberdaya manusia, serta menurunnya akhlak dan moral. Permasalahan tersebut disebabkan karena system pendidikan yang dilakukan selama ini masih bersifat missal dan cenderung memberikan perlakuan yang standar dan merata kepada semua peserta didik, sehingga kurang memberikan perhatian kepada peserta didik yang memiliki kemampuan, kecerdasan, minat dan bakat yang lebih dalam. Oleh karena itu, system tersebut tidak akan menunjang upaya pengoptimalan pengembangan potensi sumberdaya manusia secara tepat.
Menurut Mukti Ali (dalam Maksum, 1999l : 40), realitas pendidikan Islam dari sejak munculnya lembaga pendidikan Islam sampai dengan sekarang masih diliputi oleh problema-problema yang seakan tidak pernah selesai.
Dalam pengembangan madrasah yang merupakan lembaga yang berciri khas Islam sampai saat ini masih dipertanyakan kualitas pendidikannya. Secara jujur harus diakui keberadaan Madrasah masih belum mampu mencapai kualitas yang diharapkan dan perannya di tengah masyarakat masih perlu diadakan pembenahan. Dari sisi kualitas, pendidikan di Madrasah jelas masih jauh dari yang kita harapkan, baik dari faktor profesionalisme tenaga pengajar, sarana dan prasarananya, maupun input dan outputnya serta faktor finansialnya. Masyarakat Indonesia yang sebagian besar memeluk Agama Islam, tentu menaruh harapan besar pada Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan mampu menjawab pelbagai tantangan zaman di era global ini. Bukan hal yang berlebihan apabila masyarakat mengharapkan generasi yang memiliki tingkat moralitas yang tinggi yang memiliki konsistensi terhadap Agamanya atau kesolehan spiritual sekaligus kesolehan social.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mukti Ali (1999 : 41) "sudah saatnya pemerintah dan umat Islam memberi perhatian serius terhadap lembaga pendidikan keagamaan seperti Madrasah, pondok pesantren ataupun lembaga keagamaan lainnya. Menurut Bukhori (dalam Muhaimin, 2005; 41) bahwa kegagalan lembaga pendidikan Agama Islam disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan faktor kognitif dan mengabaikan faktor afektif dan kognatif, yakni kemauan dan tekat yang kuat untuk mengamalkan nilai-nilai Agama, akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan. Madrasah masih sibuk dengan berputar-putar pada masalah tenaga pengajar dan sumber dana. Sering laki para pengajar di Madrasah merasa kebingungan dengan inovasi pendidikan terutama dalam bidang kurikulum (Muhaimin, 2005 : VI). Jika hal ini dibiarkan tidak mustahil Madrasah akan ditinggalkan oleh masyarakat Islam sendiri.
Dari pelbagai problematika pendidikan khususnya Madrasah. MIN X sebagai obyek penelitian ini yang apabila dibandingkan dengan lembaga pendidikan Islam lain masih jauh kalah bersaing. Akan tetapi MIN X jika di bandingkan dengan Madrasah-Madrasah yang ada di X, terutama di Kecamatan X dari segi sarana-prasarananya, financial dan sumberdaya manusianya masih lebih baik. Tetapi, dengan pelbagai keunggulan yang ada di MIN X tidak mampu menempatkan diri sebagai Madrasah yang diminati atau menjadi pilihan masyarakat, masih kalah dengan Madrasah atau sekolah swasta yang notabene sumberdaya manusianya dan sisi finansialnya jauh di bawahnya.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kualitas dan meraih kembali simpati masyarakat, dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar di daerah X, namun semua masih jauh dari harapan. MIN X yang dulu menjadi kebanggaan masyarakat, kini nasibnya sangat memilukan. Dari fenomena yang terjadi di MIN X tersebut, menarik peneliti untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi serta apa makna dari kajian tersebut.

B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini mengungkap penyebab utama terjadinya kemunduran drastic lembaga pendidikan MIN X. Adapun pertanyaan yang peneliti ajukan untuk mengungkap hal tersebut adalah : 
1. Mengapa MIN tersebut mengalami kemunduran ?
2. Apa saja problem yang dihadapi oleh MIN X tersebut ?
3. Upaya apa yang dilakukan MIN X untuk mengatasi problemnya ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan dan batasan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui penyebab utama dari kemunduran MIN X
2. Untuk mengetahui problem yang dihadapi MIN X
3. Upaya apa yang dilakukan oleh Min X untuk mengatasi problemnya ?

D. Manfaat penelitian
Penelitian tentang problematika manajemen pendidikan diajukan dari aspek manajemen dan kepemimpinan tentu sangat banyak, namun tetap memiliki daya tarik tersendiri. Sebab dari beberapa penelitian tentang kepemimpinan Kepala Madrasah tentu ada perbedaan dalam pendekatan settingnya oleh karena itu, penelitian ini diharapkan menemukan hal-hal baru dalam bidang kepemimpinan dan manajemen untuk lembaga pendidikan.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi berharga bagi inovasi aspek fisik dan non fisik bidang manajemen dan kepemimpinan. Kedua hal di atas diperlukan dalam rangka untuk pemberdayaan Madrasah dan mempersiapkan Madrasah sebagai lembaga alternative yang inovatif dan berkualitas. Di samping itu juga sebagai sumbangan pemikiran kepada Departemen Agama Kabupaten X khususnya dalam rangka mengembangkan inovasi pendidikan Madrasah di masa yang akan dating.
Hasil penelitian juga akan bermanfaat bagi MIN X dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikannya. Manfaat lain dari penelitian ini diharapkan dapat memberdayakan Madrasah pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya.

TESIS INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SD)

TESIS INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SD)

(KODE : PASCSARJ-0268) : TESIS INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SD) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat merupakan upaya pengejawantahan salah satu cita-cita nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan.
Pendidikan merupakan kunci pembuka ke arah kemajuan suatu bangsa, pendidikan yang maju dan kuat akan mempercepat terjadinya perubahan sosial, dan pendidikan yang mundur akan kontra produktif terhadap jalannya proses perubahan sosial, bahkan dapat menimbulkan ketidakharmonisan tatanan sosial.
Dengan demikian pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dan signifikan dalam proses perubahan di masyarakat. Secara umum, pendidikan di Indonesia memiliki tiga persoalan utama yakni finansial, administratif dan kultural. Eksistensi pendidikan pada dasarnya untuk membangun pribadi manusia terdidik, namun demikian pendidikan itu akan menjadi lebih fungsional, apabila berbagai macam persoalan penghambat pendidikan ditiadakan. 
Adanya ketiga persoalan di atas akan membuat kondisi pendidikan di negara ini semakin memprihatinkan, hal tersebut dapat di lihat dari capaian hasil pendidikan yang tidak bermutu dalam Human Development Index (HDI) Indonesia di kancah internasional. Oleh karena itu, dalam era persaingan seperti sekarang yang dapat bertahan hanyalah yang mempunyai kualitas, sehingga lembaga-lembaga pendidikan yang tidak berkualitas akan ditinggalkan dan tersingkir dengan sendirinya karena tidak bisa survive dengan perkembangan zaman.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia ini menuntut pembaharuan dari berbagai bidang. Kepala sekolah sebagai seorang top manajer di lingkungan sekolah, mempunyai tugas penting yang harus dilakukan untuk peningkatan sistem pengajaran. Kualitas sekolah juga merupakan faktor yang mendorong semangat kerja guru. Oleh karena itu, kualitas sekolah dasar juga perlu senantiasa ditingkatkan, baik pada aspek program, sarana-prasarana, personil, dana, proses belajar mengajar, layanan administrasi maupun hasil pendidikan, partisipasi dari orang tua siswa, masyarakat maupun dukungan pemerintah perlu lebih ditingkatkan untuk menunjang kualitas Sekolah Dasar.
Pendidikan dasar memang sering mendapatkan tanggapan yang kurang serius, karena hal tersebut dianggap sebagai masalah yang sepele dan sederhana. Padahal masalah itu merupakan isu sentral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di manapun. Panjang pendeknya jangka waktu pendidikan dasar merupakan indikator kemajuan masyarakat, seperti yang tertuang pada konsep istilah masa kewajiban belajar yang diberlakukan kepada seluruh warga negara. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa semakin tinggi usia wajib belajar maka semakin maju perkembangan bangsa dan negara, dan hanya masyarakat maju dan mampu yang dapat melaksanakan tugas tersebut.
Pendidikan Dasar merupakan salah satu jenjang pendidikan yang paling urgen keberadaannya karena termasuk dalam investasi jangka panjang pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu pendidikan dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Pentingnya eksistensi pendidikan dasar menuntut adanya peningkatan mutu pada Sekolah Dasar, salah satu upaya peningkatan mutu tersebut dapat dilakukan melalui inovasi pendidikan di Sekolah Dasar.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu adanya perubahan, sementara sekolah atau institusi pendidikan dikatakan sukar untuk mengalami perubahan. Sistem pendidikan dapat dikatakan resisten terhadap perubahan dan inovasi dibanding dengan institusi perindustrian dan bidang pertanian. Hal ini dikarenakan guru-guru dan para pendidik lebih sukar menerima inovasi dan perubahan dibanding buruh dan petani. Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena tersebut adalah input, output dan throughput Oleh karena itu, pembaharuan di sekolah tidak mudah dilakukan dan tidak serta merta dapat diterima secara penuh dan langsung oleh anggota organisasi di sekolah. Hal ini berkaitan dengan tingkat penerimaan yang dilandasi oleh pengetahuan dan pemahaman anggota yang beragam.
Untuk dapat mencapai sistem pendidikan dan pengajaran yang baik di sekolah diperlukan adanya pembaharuan-pembaharuan dalam bidang pendidikan dengan mengikuti perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang bertahap. Pembaharuan pendidikan tersebut diperlukan agar pelayanan yang diberikan sekolah tetap up to date.
Inovasi pendidikan dapat menyangkut beberapa aspek, antara lain berkaitan dengan manajemen, kurikulum, mated pembelajaran, metode pembelajaran, berbagai sarana penunjang, termasuk dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah yang bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah harus memahami masalah inovasi pendidikan secara baik, agar bisa terjadi perkembangan dan kemajuan di sekolah.
Upaya peningkatan mutu sekolah dasar menempati prioritas tertinggi dalam pembangunan pendidikan nasional yang terus ditingkatkan dan dilakukan dari repelita ke repelita. Beberapa upaya peningkatan mutu pendidikan dasar telah dilaksanakan antara lain meliputi peningkatan kemampuan pengelolaan dan pengawasan sekolah, peningkatan kemampuan profesional guru, pengembangan kurikulum muatan lokal, cara belajar siswa aktif dan berbagai proyek peningkatan mutu Sekolah Dasar dengan pendekatan yang komprehensif, namun dari berbagai macam upaya yang telah dilakukan masih belum membawa hasil seperti yang diharapkan.
Reformasi pendidikan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Melalui otonomi yang luas, sekolah wajib mengikut sertakan masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan dan pemantauan sekolah dalam kerangka kebijaksanaan pendidikan nasional. Diharapkan melalui pendekatan ini berbagai permasalahan otonomi sekolah dapat diatasi, seperti : (1) kepala sekolah tidak memiliki kewenangan yang cukup dalam mengelola keuangan sekolah yang dipimpinnya; (2) kemampuan manajemen kepala sekolah pada umumnya rendah terutama di sekolah negeri; (3) pola anggaran yang saat ini diberlakukan tidak memungkinkan guru yang mengajar secara profesional memperoleh tambahan intensif; dan (4) Peran serta masyarakat sangat kecil dalam mengelola sekolah.
Menurut Zaltman dalam upaya perubahan itu meliputi tiga strategi : social planning yaitu dengan bantuan para ahli, masyarakat merancang perubahan bagi masyarakat itu sendiri, social action yaitu mendorong proses perubahan dengan tindakan-tindakan langsung dan community development yaitu melibatkan partisipasi seluruh warga dalam membangun keseluruhan aspek kehidupan.
Keberhasilan suatu reformasi memerlukan agen sebagai wadah dan kegiatan. Agen perubahan harus dimotori oleh seseorang yang disebut key person yang dalam lembaga pendidikan sering disebut kepala sekolah. Kemampuan kepemimpinan kepala sekolah pada jenjang Sekolah Dasar di Indonesia relatif rendah, karena sebagian besar kepala Sekolah Dasar cenderung hanya menangani masalah administrasi, memonitor kehadiran guru atau membuat laporan ke pengawas, dan masih belum menunjukkan peranan sebagai pemimpin yang profesional. Padahal di sisi lain kemampuan kepemimpinan kepala sekolah sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Menurut Suryadi kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor utama yang dapat menentukan prestasi dari sekolah terutama di tingkat Sekolah Dasar.
Pada umumnya kepala sekolah mengalami masalah dalam setiap substansi manajemen peserta didik di Sekolah Dasar. Masalah itu dapat disebabkan oleh beberapa alternatif penyebab, kemudian untuk pemecahan terhadap masalah tersebut telah upayakan dengan memperhatikan potensi-potensi Sekolah Dasar, baik potensi sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia.
Kepala sekolah merupakan pejabat yang bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya. Untuk mencapai keberhasilan itu, kepala sekolah harus melakukan kegiatan supervisi secara terus menerus, baik terhadap proses aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, hal tersebut dikarenakan guru adalah orang yang langsung berhadapan dengan anak didik sekaligus menjadi penentu baik buruknya hasil belajar. Namun meskipun guru dianggap sebagai penentu keberhasilan proses belajar mengajar, jika kepala sekolah tidak memberikan supervisi dengan baik kepada para guru, maka akan dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik.
Dengan demikian, peran kepala sekolah secara langsung atau tidak langsung dapat menjadi penentu keberhasilan belajar anak. Menurut Joedoprawiro mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan dan jenjang pendidikan sangat tergantung pada pimpinan sekolahnya. Semakin sering kepala sekolah melaksanakan supervisi kepada para guru, maka semakin baik pula kondisi dan hasil belajar mengajar di sekolah itu.
Di antara pemimpin-pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya, kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting bahkan terpenting. Dikatakan sangat penting karena kepala sekolah lebih dekat dan langsung berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan di tiap-tiap sekolah. Suatu program pendidikan itu dapat dilaksanakan atau tidak, tercapai atau tidak tujuan pendidikan tersebut sangat tergantung kepada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pemimpin.
Dalam mengelola organisasi sekolah, kepala sekolah dapat menekankan salah satu jenis gaya kepemimpinan yang ada. Gaya kepemimpinan mana yang paling tepat diterapkan masih menjadi pertanyaan. Karakteristik sekolah sebagai organisasi pendidikan akan berpengaruh terhadap keefektifan gaya kepemimpinan yang diterapkan. Masalah penerapan gaya kepemimpinan kepala sekolah, dewasa ini, merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam program peningkatan mutu pendidikan dasar adalah meningkatkan mutu pengelolaan dan kepemimpinan kepala sekolah. Pembinaan untuk peningkatan pengetahuan, kepemimpinan dan kemampuan pengelolaan kepala sekolah perlu terus digalakkan dalam rangka mendukung tercapainya peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
Menurut Owens ada banyak gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan untuk mengelola organisasi sekolah. Salah satu teori gaya kepemimpinan yang banyak dikembangkan adalah gaya kepemimpinan dua dimensi. Berdasarkan teori gaya kepemimpinan ini, ada dua aspek orientasi perilaku kepemimpinan, yaitu orientasi pada tugas dan orientasi pada hubungan manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas adalah gaya kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada struktur tugas, penyusunan rencana kerja, penetapan pola organisasi, metode kerja dan prosedur pencapaian tujuan. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia adalah gaya kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada hubungan kesejawatan, kepercayaan, penghargaan, kehangatan dan keharmonisan hubungan antara pemimpin dan bawahan.
Gaya kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor utama yang mendorong semangat kerja guru dalam melaksanakan tugas. Untuk itu pembinaan kepemimpinan kepala sekolah perlu senantiasa ditingkatkan, hal ini dapat dilakukan melalui penataran, lokakarya, seminar, rapat, pertemuan kelompok kerja kepala sekolah, atau bentuk-bentuk pembinaan kepala sekolah lainnya.
Seorang Kepala Sekolah di sini sebagai key person dalam peningkatan mutu sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah mengarah kepada orientasi terhadap tugas-tugas sekolah dan orientasi terhadap bentuk-bentuk pola hubungan dengan anggota. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas kepala sekolah sebagaimana yang diharapkan, setiap kepala sekolah dituntut untuk memiliki kompetensi-kompetensi tertentu, kompetensi yang dimaksud akan menyangkut berbagai fungsi atau tugas yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah, baik sebagai administrator, supervisor, maupun sebagai pengambil keputusan.
Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, kepala sekolah bertanggung jawab untuk meningkatkan pendayagunaan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada jenjang yang dipimpinnya. Karena itu untuk peningkatan kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak, tetapi peningkatan kualitas sekolah sangat bergantung pada inovasi dan gagasan-gagasan baru dari seorang kepala sekolah.
SD X merupakan salah satu Sekolah Dasar yang mengalami perubahan drastis setelah melaksanakan inovasi, pembaharuan di sekolah ini selain berjalan mulus, perubahan secara drastis ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat setelah diterapkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dan dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang profesional dan berpengalaman.
SD X sebelumnya merupakan sekolah yang jauh dari budaya mutu, termarjinalkan oleh masyarakat, mengalami masalah dengan manajemen, sarana dan prasarana yang tidak layak, siswa yang sedikit, EBTANAS yang harus menggabung dengan sekolah lain, dan kesejahteraan gurunya yang rendah, tetapi saat ini semua permasalahan tersebut sudah dapat terselesaikan dengan baik, sehingga tidak lagi menghadapi masalah yang rumit. Sesuatu yang membanggakan dari sekolah ini selain menjadi pilot project UNICEF juga menjadi rujukan untuk penerapan manajemen berbasis sekolah di tingkat nasional.
Sehubungan dengan hal di atas maka dalam penelitian ini ditemukan data-data lapangan dan informasi akademik sebagai berikut; pertama, dengan gaya transformasional inovatif kepala sekolah dapat melaksanakan inovasi pendidikan di SD X melalui fungsi manajemen dan pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Kedua, adanya komitmen bawahan atas dasar motivasi spiritual. Dan ketiga, kendala pelibatan masyarakat dapat diselesaikan melalui pendekatan komunikasi persuasif dan kendala dana dapat diatasi dengan mengedepankan nilai-nilai efisiensi, efektivitas dan optimalisasi sumberdaya.
Dengan demikian, implikasi dari temuan tersebut dapat diketahui terjadinya perubahan di SD X. Berdasarkan hal di atas maka dalam penelitian ini difokuskan pada kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan inovasi pendidikan.

B. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada masalah kepemimpinan kepala sekolah dalam melakukan inovasi di Sekolah Dasar tepatnya di SD X. Untuk memperoleh gambaran tentang kepemimpinan kepala sekolah tersebut, maka akan diuraikan dalam rumusan masalah berikut : 
1. Bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam proses inovasi pendidikan di SD X ?
2. Bagaimana respon guru-guru terhadap inovasi yang dilakukan oleh kepala SD X ?
3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi kepemimpinan kepala sekolah dalam inovasi di SD X ? dan bagaimana penyelesaiannya ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mendeskripsikan dan memahami gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam proses inovasi pendidikan di SD X.
2. Untuk mendeskripsikan dan memahami respon guru-guru terhadap inovasi yang dilakukan oleh kepala sekolah di SD X.
3. Untuk mendeskripsikan dan memahami kendala-kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam inovasi di SD X sekaligus penyelesaiannya.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian pada dasarnya bukan hanya untuk tujuan deskriptif saja, tetapi juga untuk tujuan explanation. Tujuan eksplanasi tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan teori, khususnya tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam inovasi pendidikan di Sekolah Dasar. Temuan dari penelitian ini setidaknya dapat memberikan kontribusi untuk memperkaya khasanah teoritis bagi ilmuwan dan praktisi pendidikan pada khususnya serta untuk melengkapi hasil penelitian sebelumnya.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi perumusan konsep tentang kepemimpinan kepala sekolah dibidang pendidikan, khususnya dalam inovasi pendidikan di Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membangun hipotesis penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kajian ini.
Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan berharga bagi para praktisi pendidikan, kepala sekolah, dan para pemerhati pendidikan Islam terutama untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam, dan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan lembaga pendidikan Islam pada umumnya.

TESIS STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK PENDIDIK

TESIS STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK PENDIDIK

(KODE : PASCSARJ-0252) : TESIS STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK PENDIDIK (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Lembaga pendidikan dipandang sebagai lembaga yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan sumberdaya manusia. Pendidikan merupakan wahana ampuh untuk membawa bangsa menjadi maju dan terpandang dalam pergaulan bangsa-bangsa dan dunia internasional. Proses pendidikan dengan sengaja dilakukan untuk mencerdaskan bangsa serta mencetak generasi yang unggul. Peran pendidikan sangat urgen dalam pembangunan sumberdaya manusia yang diharapkan mampu berperan aktif dalam pembangunan nasional. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka pengembangan mutu pendidikan bagi Bangsa Indonesia adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 itu dijelaskan bahwa :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tujuan pendidikan tidak hanya mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia berilmu, cakap, dan kreatif saja tetapi juga sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab, serta berakhlak mulia. Untuk mewujudkan tujuan ini Pemerintah menetapkan standar nasional pendidikan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan meliputi : (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.
Satuan Pendidikan formal memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan, masing-masing dalam SNP dan standar mutu diatas SNP. Hal diatas tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, pada pasal 18 ayat 1.3 :
Mutu sumberdaya manusia berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, dan mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang terdapat dalam pendidikan, termasuk pendidik serta tenaga kependidikan.
Berkaitan dengan tuntutan akan sumberdaya manusia yang tinggi adalah salah satu dari tuntutan dunia pendidikan, karena kualitas terdidik akan tergali dan dapat diasah dengan baik dengan proses pendidikan yang baik pula. Asumsi yang terbangun pada pakar pendidikan di Indonesia saat ini adalah bahwa pendidikan yang dilaksanakan bangsa Indonesia belum mampu menjawab permintaan yang besar terhadap mutu sumberdaya manusia. Bahkan Darmaningtyas dengan tegas mengatakan bahwa "Institusi pendidikan itu tidak cerdas dan tidak kritis, terbukti mereka tidak punya kepekaan terhadap masalah kritis". Asumsi-asumsi yang dinyatakan tentang buruknya kondisi mutu pendidikan di Indonesia harusnya dijawab dengan perbaikan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan baik yang ada di bawah koordinasi departemen maupun di luar koordinasi departemen. Adanya berbagai tuntutan tersebut merupakan tugas dari lembaga pendidikan untuk dapat meningkatkan mutu pendidik sebagai salah satu komponen terpenting dalam dunia pendidikan. Ruh pendidikan sesungguhnya terletak dipundak pendidik. Bahkan, baik buruknya atau berhasil tidaknya pendidikan hakikatnya ada di tangan pendidik.
Mutu pendidikan berkaitan dengan beberapa komponen seperti input, proses, output, sarana dan prasarana serta biaya yang tersedia. Namun yang memiliki peran yang sangat penting adalah pendidik yang bermutu atau berkualitas. Sosok pendidik memiliki peranan yang strategis dalam "mengukir" peserta didik menjadi pandai, cerdas, terampil, bermoral dan berpengetahuan luas. Sehingga strategi pengembangan mutu pendidik menjadi hal yang harus diperhatikan. Menurut Sanusi Sekolah tidak saja membutuhkan penambahan sumber daya manusia tetapi juga memiliki program pengembangan sumber daya manusia (SDM). Program pengembangan bagi guru khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalitas guru. Rasionalnya guru merupakan media utama bagi pembelajaran, yang bertanggung jawab dan memberikan sumbangan pada pengembangan potensi siswa.
Peranan pendidik sangat menentukan dalam usaha pengembangan mutu pendidikan. Untuk itu pendidik sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. Pendidik mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menyiratkan bahwa pendidik sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dalam mendukung harapan itu, pemerintah Indonesia menetapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, pendidik wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu diantaranya adalah kompetensi.
Sebagai tenaga edukatif dalam lingkup sekolah, pendidik harus memiliki kompetensi-kompetensi dasar kependidikan. Sebab dalam interaksi pembelajaran peserta didik, seorang pendidik harus bisa melakukan demonstrasi yang hidup dan menyenangkan bagi peserta didik. Sehingga kompetensi tersebut menyebabkan pembelajaran semakin bertambah baik.
Kompetensi pendidik terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab pendidik pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut pendidik untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Terutama kompetensi pedagogik yang menjadi ruh proses pembelajaran di sekolah. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir a dikemukakan bahwa : 
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Diantara permasalahan mengenai kompetensi pedagogik pendidik berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di MIN X menunjukkan bahwa rata-rata guru di Kota X memiliki kompetensi pedagogik dalam kategori cukup. Satu-satunya dimensi kompetensi pedagogik yang dapat dikategorikan baik adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran. Sedangkan dimensi yang lain, yang meliputi : penguasaan karakteristik anak didik, penguasaan teori dan prinsip-prinsip pembelajaran, pengembangan kurikulum mata pelajaran diampu, penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, upaya memfasilitasi pengembangan dan pengaktualisasian berbagai potensi yang dimiliki anak didik, kemampuan berkomunikasi yang efektif, empatik dan santun kepada semua anak didik, kemampuan penilaian dan evaluasi, serta kemampuan melakukan tindakan reflektif dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, masih berkisar pada kategori cukup. Dengan demikian, pengembangan kompetensi pedagogik menjadi hal yang sangat urgen dalam mewujudkan pendidik yang profesional.
Kompetensi pedagogik menjadi hal yang sangat urgen dalam pembelajaran, termasuk dalam meningkatkan mutu pendidikan. Berkaitan dengan pentingnya pendidik atau guru dalam meningkatkan mutu pendidikan, Tilaar mengatakan bahwa pendidik abad 21 harus memenuhi empat kriteria yaitu : (1) mempunyai kepribadian yang matang (mature and developing personality), (2) menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) mempunyai keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik, dan (4) mengembangkan profesinya secara kesinambungan.
Pendidik yang profesional menurut Muhaimin perlu mempunyai karakteristik yakni : (1) komitmen terhadap profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja serta sikap continuous improvement (2) menguasai ilmu dan mampu mengembangkan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis, melakukan internalisasi serta amaliah (implementasi) (3) memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Berdasarkan pendapat Muhaimin tersebut, peningkatan profesionalisme pendidik/pendidik harus menjadi prioritas utama pemerintah dan instansi terkait demi terwujudnya pendidik yang profesional. Beberapa pandangan tersebut sejalan dengan Oemar Hamalik bahwa pentingnya perbaikan proses pendidikan agar lebih bermutu, yaitu diawali dengan perbaikan tenaga pendidikan karena ini merupakan hal yang sangat mendasar. 
Betapapun baiknya visi, misi, kurikulum yang telah di susun oleh para ahli, ketersediaan peralatan dan biaya yang cukup untuk kebutuhan pendidikan, namun pada akhirnya keberhasilan tergantung pada kinerja dan cara mengimplementasikan dalam proses dan situasi pendidikan.
Akhir-akhir ini terjadi gelombang aksi tuntutan mengenai profesionalisme pendidik. Eksistensi pendidik menjadi bagian inheren yang tidak dapat dipisahkan dari satu kesatuan interaksi pedagogis dalam sistem pengelolaan pengajaran pendidikan (sekolah). Hal diatas sejalan dengan cita-cita yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 :
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Karena itu, sikap profesionalisme dalam dunia pendidikan (sekolah), tidak sekadar dinilai formalitas tetapi harus fungsional dan menjadi prinsip dasar yang melandasi aksi operasionalnya. Tuntutan demikian ini wajar karena dalam dunia modern, khususnya dalam rangka persaingan global, memerlukan sumberdaya manusia yang bermutu dan selalu melakukan improvisasi diri secara terus menerus. Sehingga dapat dikatakan bahwa tenaga pendidik merupakan cetak biru (blueprint) bagi penyelenggaraan pendidikan.
Seorang pendidik yang baik adalah mereka yang memenuhi persyaratan kemampuan profesional baik sebagai pendidik maupun sebagai pengajar atau pelatih. Di sinilah letak pentingnya standar mutu profesional pendidik untuk menjamin proses belajar mengajar dan hasil belajar yang bermutu. Terutama permasalahan disparitas mutu pendidikan yang berkaitan dengan (1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas dan kualitas, maupun kesejahteraannya, (2) prasarana dan sarana belajar yang belum tersedia, dan bila pun tersedia belum didayagunakan secara optimal, (3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran, (4) proses pembelajaran yang belum efisien dan efektif; dan penyebaran sekolah yang belum merata, ditandai dengan belum meratanya partisipasi pendidikan antara kelompok masyarakat, seperti masih terdapat kesenjangan antara penduduk kaya dan mi skin, kota dan desa, laki-laki dan perempuan, antar wilayah.
Secara nasional pendidik yang telah berkualifikasi S1 mencapai 42.3%. pendidik yang belum berkualifikasi S1 lebih banyak mengajar di pendidikan dasar serta berada di pedesaan dan sekitar 30% masih berusia dibawah 36 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan mutu pendidik menjadi suatu keharusan mengingat standar kualifikasi dan kompetensi yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Menjadi pendidik yang profesional tidak akan terwujud tanpa adanya upaya untuk meningkatkannya, hal ini membutuhkan dukungan dari pihak-pihak yang mempunyai peran penting, dalam hal ini adalah kepala sekolah, dimana kepala sekolah merupakan pemimpin di lembaga pendidikan yang sangat penting karena berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah. Ketercapaian pendidik profesional sangat bergantung pada kecakapan/kemampuan manajerial kepala sekolah.
Kepala Sekolah sebagai pemimpin di lingkungan Sekolah memiliki peran penting dalam pengembangan kompetensi para pendidik di sekolah. Mengingat Kepala Sekolah sebagai top manajer pada sekolahnya adalah motor penggerak, turut menentukan berhasil atau tidaknya sekolah yang dipimpin, termasuk pengembangan kompetensi pendidik, baik sebagai educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun sebagai wirausahawan. Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang diembannya, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi/profesionalisme pendidik, dan pada gilirannya dapat membawa efek terhadap pengembangan mutu pendidikan di sekolah. 
Menurut E. Mulyasa kemampuan kepala sekolah yang mandiri dan profesional dengan kemampuan manajemen serta kepemimpinannya yang tangguh mampu mengambil keputusan dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Kemandirian disini selanjutnya diperlukan terutama untuk memobilisasi sumberdaya sekolah dalam kaitannya dengan perencanaan, evaluasi program sekolah, pengembangan silabus, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat dan penciptaan iklim sekolah.
SMAN X adalah salah satu diantara beberapa sekolah yang ditetapkan menjadi sekolah rintisan kategori mandiri. Selain itu, juga merupakan suatu lembaga pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu : kurikulum pendidikan, output, kualitas pendidik, minat orang tua, bangunan gedung serta fasilitas yang ada di sekolah tersebut.
SMAN X tersebut mempunyai output yang berkualitas. Hal ini dapat dilihat bahwa sekolah tersebut beberapa kali mendapat juara di dalam beberapa kompetisi, baik ditingkat regional maupun nasional. Prestasi yang diraih tersebut memiliki korelasi dengan mutu pendidik SMAN X yang merupakan tenaga yang berkualitas, hal ini dapat dilihat bahwa pendidik yang ada merupakan lulusan sarjana yang sesuai dengan kualifikasi pendidik. Selain itu, kualitasnya juga dilihat dari prestasi yang diraih oleh siswa SMAN X, baik prestasi akademik ataupun non akademik, serta minat orang tua dalam menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut dapat dilihat bahwa tiap tahun ajaran baru pendaftar yang ada selalu dalam jumlah yang tinggi serta dari latar belakang kemampuan siswa yang termasuk siswa-siswa berprestasi di sekolah-sekolah mereka sebelumnya (SLTP). Dengan demikian, SMAN X representatif untuk dijadikan lokasi penelitian yang sesuai dengan fokus penelitian ini.

B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana strategi manajerial yang dilakukan kepala SMAN X dalam mengembangkan kompetensi pedagogik pendidik ?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari strategi kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi pedagogik pendidik di SMAN X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sesuai dengan fokus penelitian diatas, yakni : 
1. Untuk mendeskripsikan strategi kepala SMAN X dalam mengembangkan kompetensi pedagogik pendidik di SMAN X.
2. Untuk mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari strategi kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi pedagogik pendidik di SMAN X.

D. Manfaat Penelitian 
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan untuk menjadi bahan kajian dan bahan penelitian selanjutnya. Terutama yang berkaitan dengan strategi kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi pedagogik pendidik, bagaimana strategi yang diterapkan untuk mengembangkan kompetensi pedagogik pendidik atau menambah referensi untuk pelaksanaan pengembangan kompetensi pedagogik pendidik di daerah-daerah pinggiran karena pelaksanaan strategi ini tidak bisa diseragamkan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, sehingga hal ini akan bermanfaat bagi praktisi pendidikan terutama Kepala sekolah dan para pendidik. 
2. Secara Praktis
Dapat memberikan masukan dan sumbang saran untuk semua pihak pengelola SMAN X, sebagai lokasi penelitian, dan lembaga-lembaga lain untuk memproyeksikan agenda pengembangan kompetensi pedagogik pendidik yang lebih baku dan identik dengan strategi pengembangan mutu pendidik ini sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan guna memenuhi harapan masyarakat baik masa sekarang atau yang akan datang.

TESIS UPAYA KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN SARANA PRASARANA PENDIDIKAN DI SMA

TESIS UPAYA KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN SARANA PRASARANA PENDIDIKAN DI SMA

(KODE : PASCSARJ-0231) : TESIS UPAYA KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN SARANA PRASARANA PENDIDIKAN DI SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat dalam rangka pengejawantahan salah satu cita-cita yang sangat mulia dan luhur, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi keinginan itu belum sepenuhnya terwujud. Dalam upaya tersebut, masyarakat dan pemerintah seharusnya bahu-membahu dalam upaya mencerdaskan seluruh komponen bangsa melalui pendidikan.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah SAW adalah suatu keharusan bagi setiap muslimin dan muslimah, sebab pendidikan sangat penting perannya bagi umat manusia untuk mempertahankan eksistensi dirinya di tengah kehidupan global. Dengan berpendidikan, manusia mampu mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang tersusun dan terprogram. Kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan masa depan umat manusia, merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan mengandung pembinaan kepribadian. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan ialah melalui proses pembelajaran. Pembelajaran bisa dilaksanakan secara formal maupun non formal, baik melalui sekolah maupun luar sekolah, sehingga diharapkan seluruh komponen bangsa bisa mengenyam dan menikmati pendidikan sebagai kebutuhan primer masyarakat sebagaimana termaktub dalam UUD 45.
Pada tahun 1950-an, tepatnya setelah 5 tahun Indonesia merdeka, pemerintah telah melakukan suatu usaha-usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya generasi muda. Meskipun berjalan dengan apa adanya, beberapa lembaga pendidikan telah didirikan mulai tingkat Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi. Pada masa itu, peralatan, sistem penerangan, sistem persuaraan (mikrofon) sangat sederhana, sesuai dengan apa yang ada di tempat-tempat tersebut. Belum lagi tentang sistem visual, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Semuanya serba terbatas. Tak ada rotan, akar pun jadi. Yang penting pendidikan harus tetap berjalan. Lain halnya dengan keadaan sekarang, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dengan pesatnya, sehingga menuntut kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan itu sendiri.
Pengembangan, peningkatan dan perbaikan pendidikan harus dilakukan secara holistis dan stimulan. Diantaranya pengadaan fasilitas di sekolah seperti sarana dan prasarana pendidikan tidak bisa diabaikan dalam proses pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran. Dalam pembaharuan pendidikan tentu saja fasilitas merupakan hal yang dapat mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya inovasi pendidikan bisa dipastikan tidak berjalan dengan baik. Fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan pembaharuan pendidikan. Oleh karena itu jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan maka fasilitas perlu diperhatikan.
Dewasa ini masih sering ditemukan banyaknya sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki oleh sekolah yang diterima sebagai bantuan, baik dari pemerintah maupun dari masyarakat yang penggunaannya tidak optimal dan bahkan tidak dapat lagi digunakan sesuai dengan fungsinya. Penyebab hal tersebut terjadi antara lain karena kurangnya kepedulian terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki serta tidak adanya pengelolaan yang memadai. Seiring dengan perubahan pola pemerintahan setelah diberlakukannya otonomi daerah, maka pola pendekatan manajemen sekolah saat ini berbeda pula dengan sebelumnya, yakni lebih bernuansa otonomi.
Mengoptimalkan penyediaan, pendayagunaan, perawatan dan pengendalian sarana dan prasarana pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, diperlukan penyesuaian sarana dan prasarana yang mengacu kepada mutu. Masalah sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya cukup kompleks. Sekolah dituntut memiliki kemandirian untuk mengatur dan mengurus kepentingan sekolah menurut kebutuhan dan kemampuan sendiri serta berdasarkan pada mutu, aspirasi dan partisipasi warga sekolah dengan tetap mengacu pada peraturan dan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Dalam UUSPN Nomor 20 tahun 2003 BAB XII Pasal 45 dijelaskan mengenai sarana dan prasarana : 
(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. 
(2) Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
UU di atas diperjelas dengan diturunkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam BAB I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 8 disebutkan sebagai berikut : 
"Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi dan berkreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi."
Secara spesifik standar sarana dan prasarana dijelaskan dalam PP No. 19 Tahun 2005 bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa : 
1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 
2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang atau tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Pada dasarnya sarana dan prasarana pendidikan di sekolah merupakan salah satu bidang kajian dari manajemen sekolah (school management) atau administrasi pendidikan (educational administration) dan sekaligus menjadi tugas pokok kepala sekolah. Kualitas suatu sekolah sangat ditunjang oleh sarana dan prasarana pendidikan.
Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Oleh sebab itu sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. u Bagi sekolah yang mempunyai kelengkapan sarana dan prasarana yang lengkap dapat menumbuhkan gairah dan motivasi dalam proses pembelajaran, hal ini tentu tidak terlepas dari peranan kepala sekolahnya.
Kepala sekolah sebagai top leader lembaga formal mempunyai peranan penting dan kekuasaan penuh pada lembaga yang dipimpinnya. Oleh sebab itu mau tidak mau harus bertanggungjawab atas keseluruhan prilaku manajemen yang terjadi di sekolah. Kontrol dan koreksi merupakan tanggungjawab yang harus dilakukan secara terus menerus dan sistematis terhadap kondisi-kondisi ruangan sekolah beserta perlengkapannya termasuk halaman, toilet, dan tempat-tempat bermain. Hal sekecil apapun harus menjadi target pengawasan dan hal ini tidak terlepas dari tanggung jawab kepala sekolah beserta stafnya dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang nyaman, efektif dan tentu saja harus menarik peserta didik untuk ber internalisasi di dalam sekolah tersebut, sehingga seorang manajer atau kepala sekolah harus bekerja seoptimal mungkin dan mempunyai komitmen terhadap proses dan hasil kerja yang bermutu selaras dengan ajaran Islam. 
Dalam praktek di Indonesia kepala sekolah adalah guru senior yang dipandang memiliki kualifikasi menduduki jabatan tersebut yang berfungsi memaksimumkan, mendayagunakan sumber daya yang tersedia secara produktif untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bagi unit kerjanya. Sebagai pemimpin di lembaga pendidikan, kepala sekolah bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan anggota sekolah mendayagunakan dan mengembangkan potensinya secara optimal.
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer sarana dan prasarana, kepala sekolah mengelola semua yang terdapat di sekolah yang meliputi gedung, pekarangan, dan peralatan secara lebih berdaya guna. Segala sesuatu yang ada di sekolah sedapat mungkin dimanfaatkan sebagai pelayanan untuk menunjang proses belajar mengajar. Sebagai pengelola kantor, kepala sekolah berperan menentukan kelancaran jalannya administrasi dan ketertiban kerja di sekolah, karena kepala sekolah memegang peranan yang sangat penting sebagai penguasa di sekolah, kepala sekolah diharapkan mampu memelihara ketertiban sekolah.
Peranan kepala sekolah sebagai administrator pendidikan bertolak dari hakekat administrasi pendidikan sebagai pendayagunaan berbagai sumber (manusia, sarana dan prasarana serta berbagai media pendidikan lainnya) secara optimal, relevan, efektif dan efisien guna menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Sebagai administrator ia bekerja sama dengan orang lain dalam lingkup pendidikan (sekolah). Dia melibatkan komponen manusia dengan berbagai potensinya dan juga komponen-komponen dengan berbagai jenisnya. Semua harus ditata dan dikoordinasikan atau didayagunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Administrasi pendidikan meliputi delapan subtansi sebagai bidang garapannya yaitu administrasi peserta didik, administrasi kepegawaian, administrasi kurikulum, administrasi sarana prasarana, administrasi anggaran atau biaya, administrasi tatalaksana atau tata usaha, administrasi organisasi, dan administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat. Untuk mengelola seluruh substansi pendidikan tersebut, seorang pemimpin pendidikan yang berfungsi sebagai administrator hendaknya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap terhadap fungsi-fungsi manajemen.
Kepala sekolah dalam melaksanakan peran fungsinya mengelola pendidikan tentang substansi administrator sekolah yang satu bidang garapannya adalah pengelolaan gedung sekolah hendaknya menyiapkan jadwal kegiatan penambahan gedung sekolah, mengkoordinir rencana-rencana untuk perubahan dan penambahan gedung sekolah, mengkoordinir kegiatan-kegiatan dari seksi-seksi, bidang-bidang, kelompok-kelompok untuk meningkatkan efisiensi dan keharmonisan. Kemampuan mengelola administrasi sarana dan prasarana harus diwujudkan dalam pengembangan, misalnya administrasi gedung, ruang, meubeler, buku, alat-alat labor dan sebagainya.
Dalam kaitannya penulisan tesis ini fungsi manajemen yang dapat dijangkau sesuai dengan kondisi di lapangan berfokus pada fungsi Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Sarana Prasarana Pendidikan serta memusatkan pada penerapan salah satu fungsi-fungsi manajemen yaitu penggerakan (actuating) yang substansinya adalah pada bidang sarana dan prasarana.
Substansi sarana dan prasarana oleh peneliti di SMAN X, sedangkan faktor pendorong peneliti memilih sekolah ini sebagai lokasi penelitian adalah menurut pengamatan sementara SMA Negeri 7 dalam kurun waktu ± 2 (dua) tahun terakhir sampai tesis ini ditulis di bidang sarana prasarana mengalami perubahan positif di lingkungannya dibandingkan dengan 2 (dua) tahun sebelumnya seperti yang dikemukakan oleh kepala sekolah. 
Merespon dari kondisi riil yang dijelaskan oleh kepala sekolah melalui wawancara pendahuluan tersebut di atas maka peneliti menetapkan bidang sarana dan prasarana pendidikan di sekolah sebagai pokok permasalahan yang hendak dikaji dan diteliti dalam penulisan tesis ini.
Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah sarana dan prasarana pendidikan dari semua benda bergerak atau tidak bergerak yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan proses kegiatan belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selain dari hal tersebut dipilihnya bidang sarana dan prasarana pendidikan sebagai fokus kajian dan fokus penelitian karena kenyataan di lapangan dibidang ini menunjukkan kurang layaknya untuk sebagai faktor penunjang dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien serta kurang menunjukkan sekolah yang produktif secara kualitas maupun kuantitas.
Secara umum manajemen sarana prasarana memberikan layanan secara profesional di bidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Bafadal telah menjelaskan melalui prinsip-prinsip manajemen sarana dan prasarana pendidikan bahwa semua fasilitas di sekolah harus dalam keadaan kondisi siap pakai dan semua kegiatan pengadaan sarana dan prasarana sekolah dilakukan dengan perencanaan yang hati-hati, sehingga bisa memperoleh fasilitas yang berkualitas baik dengan harga yang relatif murah.
Pendapat lain juga mengemukakan bahwa sarana prasarana pendidikan merupakan fasilitas yang berfungsi untuk tempat terselenggaranya proses pendidikan seperti gudang dan laboratorium beserta perlengkapannya.
Untuk itu dalam penelitian ini peneliti memberi judul "UPAYA KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN SARANA PRASARANA PENDIDIKAN", sedangkan dipilihnya SMAN X sebagai fokus penelitian karena sekolah ini dinilai belum meningkatnya jumlah siswa, prestasi akademik, non akademik dan fisik sekolah yang memprihatinkan.

B. Fokus Penelitian
Berangkat dari hasil data-data yang telah dikumpulkan di lapangan dan bertolak dari permasalahan umum serta memperhatikan kondisi khusus yang tergambar pada konteks penelitian. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dan memahami "Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Sarana Prasarana Pendidikan" serta memusatkan pada penerapan salah satu fungsi-fungsi manajemen yaitu penggerakan (actuating) yang substansinya adalah pada bidang "sarana dan prasarana".
Penanganan dan pengelolaan sarana prasarana di sekolah membutuhkan suatu proses yang tidak mudah, apalagi sarana prasarana merupakan hal mendasar bagi pelaksanaan pendidikan di sekolah atau madrasah. Berdasarkan fokus umum (general focus) penelitian yaitu Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Sarana Prasarana Pendidikan, serta supaya alur pikir dirasa sistematis dan mudah dipahami, maka jabaran fokus khusus (specific fokus) penelitian dirumuskan seperti berikut ini : 
1. Upaya apa yang dilakukan oleh kepala sekolah SMAN X Kecamatan Sangir Batang Hari dalam meningkatkan sarana prasarana pendidikan di lembaga yang dipimpinnya ?
2. Sarana prasarana apa saja yang menjadi prioritas untuk dikembangkan oleh kepala sekolah SMAN X ?
3. Bagaimana realisasi peningkatan sarana prasarana pendidikan di SMAN X ?
4. Bagaimana manfaat pengembangan sarana prasarana pendidikan bagi perkembangan akademik siswa SMAN X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah SMAN X dalam meningkatkan sarana prasarana pendidikan di lembaga yang dipimpinnya
2. Untuk mengetahui sarana prasarana yang dijadikan prioritas untuk dikembangkan kepala sekolah SMAN X 
3. Mengetahui realisasi peningkatan sarana prasarana pendidikan di SMAN X
4. Untuk mengetahui manfaat pengembangan sarana prasarana pendidikan terhadap perkembangan akademik siswa di SMAN X

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan kiranya dapat memberikan manfaat yang mendalam dan komprehensif tentang upaya kepala sekolah dalam meningkatkan sarana prasarana pendidikan. Idealnya penelitian ini secara praktis dan teoritis berarti bagi beberapa kepentingan, diantaranya : 
1. Secara Praktis yaitu memberikan informasi kepada sekolah atau lembaga atau yayasan tentang pentingnya upaya kepala sekolah dalam meningkatkan sarana prasarana pendidikan
2. Secara Teoritis
a. Pengembangan ilmu manajemen pendidikan terutama berkenaan dengan upaya kepala sekolah dalam meningkatkan sarana prasarana pendidikan, yang memberikan implikasi praktis bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga tujuan dapat tercapai
b. Diharapkan dapat menjadi pegangan, rujukan atau sebagai masukan bagi masyarakat
c. Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan melaksanakan penelitian serupa di masa yang akan datang 
3. Peneliti : Sebagai acuan utama dalam pendidikan khususnya terkait dengan upaya kepala sekolah dalam meningkatkan sarana prasarana pendidikan.

TESIS MANAJEMEN STRATEGIK PENINGKATAN MUTU PENDIDIK (STUDI MULTIKASUS MAN X DAN SMAN Y)

TESIS MANAJEMEN STRATEGIK PENINGKATAN MUTU PENDIDIK (STUDI MULTIKASUS MAN X DAN SMAN Y)

(KODE : PASCSARJ-0229) : TESIS MANAJEMEN STRATEGIK PENINGKATAN MUTU PENDIDIK (STUDI MULTIKASUS MAN X DAN SMAN Y) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia di muka bumi sejak dilahirkan, yakni masa pertumbuhan dan perkembangannya sampai mencapai kedewasaan masing-masing. Pengalaman pendidikan selama masa tersebut sangat dipengaruhi dan bahkan ditentukan oleh orang dewasa yang bertanggung jawab dalam membantu dan mengarahkan manusia yang belum dewasa itu, agar mencapai kedewasaan yang sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan oleh masyarakat di lingkungannya. Setelah kedewasaan tercapai maka tanggung jawab pendidikan beralih pada individu yang bersangkutan dan sifatnya berubah menjadi pembelajaran dalam rangka pembentuk diri masing-masing. Jadi, pendidikan merupakan keharusan bagi setiap anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan masing-masing agar dapat menjalani dan menjalankan hidup sesuai dengan masyarakat di sekitarnya. Pendidikan dimulai dari pendidikan informal (dalam keluarga) yang dilanjutkan ke pendidikan formal (wajib belajar sembilan tahun) dimana kedua jenis pendidikan ini saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Pendidikan adalah sarana utama bagi suatu Negara untuk meningkatkan sumber daya manusianya dalam mengikuti perkembangan dunia. Oleh karena itu, pendidikan patut memperoleh perhatian utama dalam perbaikan kualitas manusia. Kalau tidak, suatu bangsa akan ketinggalan dengan bangsa lainnya di dunia. Lebih-lebih lagi dalam percaturan dunia yang menggunakan teknologi canggih dan serba tanpa batas (borderless).
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan membutuhkan waktu yang panjang dengan serangkaian proses yang teratur dan sistematis. Kualitas pendidikan tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman, misalnya tuntutan otonomi pendidikan, kebutuhan masyarakat, dan harus sesuai dengan jiwa otonomi daerah dalam mengelola sumber daya di masa depan.
Perkembangan zaman yang makin pesat membawa perubahan alam pikir manusia, termasuk di dalamnya perubahan paradigma dalam peningkatan kualitas pendidikan. Sesuai dengan arahan Dirjen Dikdasmen, paradigma penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan adalah (1) kegiatan pembelajaran akan bergeser dari "schooling" ke "learning", dari "teaching" ke "learning", (2) dari "pupil atau student" ke "learner", (3) proses "learning" bisa terjadi di sekolah, rumah maupun kantor untuk membentuk "the learning society" Lebih lanjut UNESCO memberikan empat pilar prinsip dasar untuk menuju paradigma baru yaitu (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be.
Berdasarkan beberapa hal di atas, jelaslah bahwa pendidikan harus terus-menerus ditingkatkan, khususnya bagi lembaga pendidikan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar dan berat dalam menyiapkan peserta didik yang berkualitas. Salah satu unsur penting yang sangat berkaitan dengan pendidikan adalah pendidik. Di Indonesia pendidik dituntut untuk menjadi sosok yang ideal. Masyarakat mengharapkan agar pendidik adalah sosok yang dapat digugu dan ditiru.. Di samping itu, supaya menjadi panutan, pendidik harus senantiasa menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. Serta harus senantiasa mendapat pelatihan. Pendidik adalah profesi yang pada mulanya dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai pekerjaan yang mulia dan luhur karena mereka adalah orang yang berilmu, berakhlak, jujur, baik hati, disegani serta menjadi teladan masyarakat, dan masih puluhan karakter lainnya
Mengingat pentingnya peranan pendidikan dalam membentuk sumber daya manusia untuk masa yang akan datang, negara-negara maju menempatkan pendidikan pada porsi yang utama sehingga membuat anggaran pendidikan dalam APBN-nya cukup besar. Sebagai contoh di Taiwan alokasi anggaran pendidikan pemerintah pusat 15%, pemerintah propinsi 25%, dan pemerintah tingkat II 35% dari total anggaran masing-masing. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia yang hanya mampu mengalokasikan anggaran pendidikan kurang lebih 4% dari APBN-nya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau sistem pendidikan di Indonesia belum mampu bangkit dari jeratan krisis multimedia yang sedang melanda bangsa Indonesia. Akibatnya, kualitas pendidikan di Indonesia masih senantiasa dipertanyakan dan tidak pernah mampu bersaing dengan kualitas pendidikan di negara-negara yang memperhatikan nasib pendidikannya. Tuntutan kesejahteraan pendidik direspon oleh pemerintah sebagai berikut : (1) pencanangan pendidik sebagai profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 2 Desember 2004 tentang peningkatan pendidikan akan terwujud bila dikelola oleh pendidik yang profesional, (2) ditetapkannya UU Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang kesejahteraan dan kompetensi pendidik, (3) PP Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, PP ini mensyaratkan adanya kompetensi, sertifikasi, dan kesejahteraan pendidik, dan (4) UU Nomer 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang membahas tentang peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dilihat dari tenaga pendidik dan kependidikan yakni kualifikasi, sertifikasi, dan kesejahteraan.
Dunia pendidikan di Indonesia ternyata senantiasa mendapat sorotan, kritikan, dan kadang menjadi kambing hitam penyebab berbagai krisis, seperti krisis ekonomi, kepercayaan, dan moral yang melanda bangsa Indonesia saat ini. Hal di atas kemungkinan besar tidak terlepas dari kenyataan bahwa para pendidik di Indonesia belum memenuhi harapan bangsa, misalnya dari segi persyaratan pendidikan, penguasaan ilmu dan teknologi.
Peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan dapat ditempuh melalui program dan kebijakan sebagai berikut : 
1. Meningkatkan pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun yang bermutu
2. Memberikan akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat terjangkau oleh layanan pendidikan seperti masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan daerah konflik, atau masyarakat penyandang cacat
3. Meningkatkan penyediaan pendidikan ketrampilan dan kewirausahaan atau pendidikan nonformal yang bermutu 
4. Meningkatkan penyediaan dan pemerataan sarana dan prasarana pendidikan
5. Meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan
6. Meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan 
7. Menyempurnakan manajemen pendidikan dan meningkatkan partisipasi dalam proses perbaikan mutu pendidikan
8. Meningkatkan kualitas kurikulum dan pelaksanaan yang bertujuan membentuk karakter dan kecakapan hidup (life skill) sehingga peserta didik mampu memecahkan berbagai masalah kehidupan secara kreatif dan menjadi manusia yang inovatif serta produktif.
Hasil penelitian Suyono dkk dalam Akbar P. S. tentang kualitas pendidik diberbagai jenjang pendidikan menunjukkan bahwa : (1) pendidik kurang mampu merefleksikan apa yang pernah dilakukan, (2) dalam melaksanakan tugas, pendidik pada umumnya terpancing untuk memenuhi target minimal, yaitu agar siswa mampu menjawab soal-soal tes dengan baik, (3) para pendidik tampak enggan beralih dari model mengajar yang sudah mereka yakini tepat, (4) pendidik selalu mengeluh tentang kurang lengkap dan kurang banyaknya buku paket. Mereka khawatir kalau yang diajarkan tidak sesuai dengan soal-soal yang akan muncul dalam UUB, TPB, EBTA dan EBTANAS, (5) kecenderungan pendidik dalam melaksanakan tugas mengajar hanya memindahkan informasi dan ilmu pengetahuan saja. Dimensi berpikir logis, kritis, dan kreatif kurang mendapat perhatian.
Deming dalam Jerome S. Arcaro mengemukakan empat belas hakekat mutu dalam pendidikan yaitu menciptakan konsistensi tujuan, mengadopsi filosofi mutu total, mengurangi kebutuhan pengujian, menilai bisnis sekolah dengan cara baru, memperbaiki mutu dan produktivitas serta mengurangi biaya, kepemimpinan dalam pendidikan, mengeliminasi rasa takut, mengeliminasi hambatan keberhasilan, menciptakan budaya mutu, perbaikan proses, membantu siswa berhasil, komitmen, dan tanggung jawab.
Tilaar mengatakan pendidik abad ke-21 harus memenuhi empat kriteria yaitu : (1) mempunyai kepribadian yang matang dan berkembang (mature and developing personality), (2) menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, (3) mempunyai ketrampilan untuk membangkitkan minat peserta didik, dan (4) mengembangkan profesinya secara berkesinambungan. Dari pendapat Tilaar tugas pendidik sangat berat dan komplek untuk ditunaikan dalam profesinya akan tetapi kenyataan yang terjadi sebaliknya yaitu pendidik tidak memenuhi empat kriteria tersebut.
Sebagai konsekuensi dari keinginan perbaikan nasib pendidik, peningkatan kualitas pendidik juga harus menjadi prioritas utama. Peranan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dalam mempersiapkan calon tenaga kependidikan, raw input LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) dengan syarat yang semakin ketat, misalnya menetapkan skor minimal seleksi masuk perguruan tinggi yang nantinya akan menghasilkan kualitas pembelajaran dan out put yang berkualitas. Selain itu ada beberapa upaya memperbaiki proses pencetakan calon pendidik atau tenaga kependidikan yaitu dengan program praktek lapangan (PPL) untuk menjalin kerjasama (partnership) dan magang (overseas attachment). Penghargaan masyarakat dan pemerintah terhadap pendidik perlu diperhatikan. Perlu disadari bahwa pendidikan adalah human investment yang bukan sesuatu yang instant dan menghasilkan dengan cepat (quick yielding), masyarakat harus sadar bahwa pendidikan itu mahal, sebagian biaya yang mahal itu adalah untuk pendidik. Masyarakat tidak harus berbondong-bondong mencari dan memaksakan pendidikan yang gratis. Dengan pendidikan yang gratis, proses pembelajaran tidak mungkin berlangsung dengan optimal.
Selain beberapa di atas ada beberapa pemicu perubahan dalam lingkungan pendidikan dan respon atas perubahan dapat dijabarkan sebagai berikut : 
1. Globalisasi menyebabkan informasi bergerak amat cepat dan tanpa batas
2. Kemajuan iptek yang sangat cepat menuntut kemampuan sumber daya pendidikan melakukan penyesuaian yang signifikan
3. Mobilitas tenaga kerja yang profesional maupun pekerja teknis pada tataran internasional yang gerakannya melintasi batas-batas negara menuntut pendidikan semakin dikelola secara bermutu
4. Krisis multidimensional mendorong dunia pendidikan untuk dapat semakin memperkuat diri, dikelola secara efisien dengan akuntabilitas tinggi sehingga dapat meningkatkan harkat dan martabat bangsa dan mendorong terbukanya mobilitas SDM
5. Desentralisasi pendidikan sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah membawa perubahan mendasar dalam pengelolaan pendidikan
6. Pendanaan dan komitmen peningkatan anggaran pendidikan dari pemerintah masih rendah dan juga belum memadainya partisipasi warga masyarakat sekolah
7. Etos tenaga kependidikan masih rendah sehingga menghambat percepatan penguasaan kompetensi yang dibutuhkan tenaga kependidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan iptek dan kurikulum baru
8. Prestasi belajar siswa masih rendah dengan indikator nilai UN dan kemampuan masuk perguruan tinggi masih rendah.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan perlu dua usaha yaitu pembentukan gugus dan sistem pembinaan professional pendidik.
Pembentukan gugus dimaksudkan untuk dapat memperlancar upaya peningkatan mutu pengetahuan, wawasan, kemampuan, dan ketrampilan professional para pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam hal ini khususnya pendidik di SMA atau MAN dalam meningkatkan mutu kegiatan atau proses belajar mengajar dengan mendayagunakan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki oleh madrasah yang nantinya akan meningkatkan mutu hasil belajar. Sedangkan sistem pembinaan professional merupakan alternatif yang dipilih untuk meningkatkan kualitas yang meliputi kemampuan, pengetahuan, wawasan, ketrampilan, kreatifitas, komitmen, pengabdian, serta disiplin pendidik.
manajemen strategik diartikan sebagai perencanaan berkala besar (perencanaan strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (visi) dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil) agar memungkinkan lembaga pendidikan berinteraksi secara efektif (misi) dalam usaha menghasilkan jasa serta pelayanan yang berkualitas dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (tujuan strategik) dan berbagai sasaran (tujuan operasional) lembaga pendidikan. Manfaat manajemen strategik untuk meningkatkan mutu pendidik antara lain.
1. Memberikan arah jangka panjang yang akan dituju
2. Membantu lembaga pendidikan beradaptasi pada perubahan-perubahan yang terjadi
3. Membuat lembaga pendidikan menjadi lebih efektif
4. Mengidentifikasi keunggulan komparatif lembaga pendidikan dalam lingkungan yang semakin beresiko
5. Aktivitas pembuatan strategi akan mempertinggi kemampuan lembaga pendidikan untuk mencegah munculnya masalah di masa depan
6. Keterlibatan pendidik dalam membuat strategi akan lebih memotivasi mereka pada tahap pelaksanaannya
7. Aktivitas yang tumpang tindih akan dikurangi
8. Keengganan untuk berubah dari pendidik lama dapat dikurangi
MAN X selalu mengadakan studi lapangan atau analisis lingkungan untuk mengetahui tentang kelemahan dan kelebihannya sebagai acuan atau landasan dalam pengembangan lembaga MAN X khususnya mutu pendidik selanjutnya. Kemajuan dan perkembangan yang dialami MAN X tidak lepas dari aplikasi manajemen strategik dalam upaya meningkatkan mutu pendidiknya yang didukung oleh bidang fisik dan non fisik. Hal ini tidak terlepas dari peran kepala MAN X.
SMAN Y adalah salah satu sekolah menengah atas yang memiliki prestasi cemerlang dari tahun ke tahun baik dalam bidang akademik dan non akademik. Hal ini didukung oleh para pendidik yang mana beberapa pendidiknya sudah menempuh S2 sehingga memiliki kematangan dalam bidang studi masing-masing. SMAN Y menjadi salah satu sekolah umum favorit di kota Z karena peserta didik yang bisa masuk harus memiliki NEM 25 sehingga memacu para pendidik untuk selalu meningkatkan mutunya. SMAN Y adalah sekolah yang menerapkan manajemen strategik untuk meningkatkan mutu pendidiknya yang didukung oleh fasilitas fisik dan non fisik dalam proses pembelajaran.
Dari berbagai data di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang aplikasi manajemen strategik untuk peningkatan mutu pendidik di MAN X dan SMAN Y untuk mengungkap faktor-faktor pendukung dan penghambat keberhasilan pendidikan dengan judul "MANAJEMEN STRATEGIK PENINGKATAN MUTU PENDIDIK (STUDI MULTI KASUS DI MAN X DAN SMAN Y)".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah umum penelitian ini adalah "bagaimana implementasi manajemen strategik peningkatan mutu pendidik di MAN X dan SMAN Y ?". Sedangkan rumusan masalah khusus dari rumusan masalah umum di atas sebagai berikut.
1. Bagaimana analisis lingkungan yang dilakukan MAN X dan SMAN Y ?
2. Bagaimana formulasi strategik yang dilakukan MAN X dan SMAN Y ?
3. Bagaimana implementasi strategik yang dilakukan MAN X dan SMAN Y ?
4. Bagaimana evaluasi dan pengawasan strategik yang dilakukan MAN X dan SMAN Y ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian umum dalam hal ini adalah "untuk mendeskripsikan implementasi manajemen strategik peningkatan mutu pendidik di MAN X dan SMAN Y". Sedangkan tujuan khususnya sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan analisis lingkungan yang dilakukan MAN X dan SMAN Y.
2. Untuk mendeskripsikan formulasi strategik yang dilakukan MAN X dan SMAN Y.
3. Untuk mendeskripsikan implementasi strategik yang dilakukan MAN X dan SMAN Y.
4. Untuk mendeskripsikan evaluasi dan pengawasan strategik yang dilakukan MAN X dan SMAN Y.

D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian tentang "Manajemen Strategik Peningkatan Mutu Pendidik (Studi Multi Kasus di MAN X dan SMAN Y)" diharapkan dapat bermanfaat selain sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan bagi peneliti. Manfaat dapat ditinjau dari dua aspek yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
Memberikan pengetahuan tentang pentingnya manajemen strategik dalam meningkatkan mutu pendidik di Lembaga pendidikan yang dapat dijadikan dasar kebijakan-kebijakan untuk memajukan dan menjadikan lembaga pendidikan yang bermutu dan berkualitas.
2. Manfaat Praktis
Mengungkapkan tentang pelaksanaan manajemen strategik dalam meningkatkan mutu pendidik di lembaga pendidikan, sehingga hasil penelitian tersebut dapat melahirkan sumbangan baru, terutama bagi lembaga pendidikan menegah ke atas. 
Sedangkan pihak-pihak yang dapat memanfaatkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 
a. Bagi Pengelola Pendidikan
1) Pengelola pendidikan dapat menggunakan hasil penelitian sebagai sumber informasi untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dari penerapan manajemen strategik dalam meningkatkan mutu pendidik untuk dijadikan bahan evaluasi guna mencapai ultimate goal dari lembaga pendidikan.
2) Pengelola pendidikan dapat mengambil kebijakan tentang pemecahan masalah secara tepat, efektif, dan efisien dengan mengetahui permasalahan yang dihadapi pendidik di lapangan 
3) Pengelola pendidikan mendapatkan umpan balik dari penemuan ini
b. Bagi Pendidik
1) Pendidik dapat memperbaiki kekurangan-kekurangannya atas dasar temuan penelitian ini untuk meningkatkan mutunya 
2) Pengetahuan dan kesadaran pendidik meningkat serta mengetahui cara-cara yang lebih baik untuk meningkatkan mutunya