Search This Blog

Showing posts with label Penelitian Tindakan Kelas. Show all posts
Showing posts with label Penelitian Tindakan Kelas. Show all posts
SKRIPSI PTK THE USE OF ANIMATION MOVIE FOR DEVELOPING STUDENTS WRITING SKILL OF NARRATIVE TEXTS

SKRIPSI PTK THE USE OF ANIMATION MOVIE FOR DEVELOPING STUDENTS WRITING SKILL OF NARRATIVE TEXTS

(KODE : PTK-0588) : SKRIPSI PTK THE USE OF ANIMATION MOVIE FOR DEVELOPING STUDENTS WRITING SKILL OF NARRATIVE TEXTS


CHAPTER I 
INTRODUCTION

A. Background of the Study
Besides our mother tongue, Indonesian and Javanese language, we also learn English as our foreign language. English is very important because nowadays English already be one of the most important language. In other words by mastering English either actively or passively, we can grasp a half of this world, not only in business world but also in politics and also in education. Our government is aware of how important of English is, so they made English be one of the subject which is taught from playgroup until the university.
We can see the importance of writing in daily life and also in social life, like in education and business aspect. Writing also gives some other benefits. Besides being means of communication, writing can also create jobs. In beginning writing, it is just an activity to express our idea, opinion, or feeling in the text. Writing can also be a hobby to spend our time, but finally in this modern life, people can get money from doing their writing, for example a journalist, novelist or script writer. 
Although, writing is very important for us, it is a difficult subject especially for the student. The reason is because writing is a mixture of our idea, vocabulary and also grammar, we also must pay attention to the grammar, so it is normal if the student think that writing is a difficult subject because they must pay attention to many things (idea, concept, vocabulary and grammar). 
Besides that reason, there is another factor that makes writing be the most difficult subject. The other reason is that there are a lot of many kinds of texts in English, such as narrative, descriptive, recount, and many more. Each text has different characteristics. There are generic social function, structure and language features.
To solve that problem, the teacher also must try to develop the ability of writing, grammar and structure of the student, and they also must find out an interesting method or visual aid to teach writing, so they will be interested in writing class. According to Kreidler (1965 : 1) visual aid can be useful to the language teacher because;
1. They create situations which are outside the class room wall,
2. They introduce the students to unfamiliar cultural aspects,
3. They give reality to what might be understood, verbally by the students,
4. They change situations quickly and easily in a drill, provide decoration for the classroom.
Any kinds of visual aid that teacher uses must make the students comfortable with the material or the class so they can easily understand the lesson. Kreidler (1965; 41) also has another opinion, he said that : 
Using any kind of method has goals to give the students the opportunity to express their own idea, using the language pattern that they have learned. And that the students need this kind of opportunity in order to begin to use English in a way that enables them to express their ideas, interest, feeling and needs, clearly, correctly and confidently.
Based on Kreidler opinion, the writer can conclude that visual aid has an important function that the teacher can use in teaching and learning process, visual aids can also give the students an opportunity to extend their ability and also to explore their talent. Since long time ago teacher already use any kinds of visual aid for example; in book, picture, song, real object, etc. In this final project the writer chose a film, Brother Bear in a writing class, the writer hopes that by using film the students will be more interested in learning writing in a class. According Charles et al (1985 : 129), he had an opinion : 
A narrative is a story, a narrative writing is writing that tells about a story. We use narrative writing when we tell a friend about something interesting that happened to you at work or in school, when you tell someone a joke, or if you write about the events of the day in the privacy of a diary or journal.
A narrative text is very suitable for the students in writing class because they can easily express their own idea drawn from their own experience at school, house or anywhere, in their narrative writing.
SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN

(KODE : PTK-0587) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan KTSP 2006 mata pelajaran di SD meliputi 9 mata pelajaran yaitu : Pendidikan Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, SBK, Penjaskes dan Mulok. Sembilan mata pelajaran tersebut merupakan satu kesatuan program yang berkaitan dan saling mendukung untuk mencapai tujuan institusi di SD. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan peserta didik. Di samping sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia juga sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satunya dapat melalui pembelajaran apresiasi sastra.
Santosa (2008 : 8.8) mengemukakan fungsi pembelajaran sastra kepada anak yaitu sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra yaitu memberikan banyak informasi tentang suatu hal, memberi banyak pengetahuan, memberi kreativitas atau keterampilan anak, dan juga memberi pendidikan moral pada anak. Sedangkan fungsi hiburan pada sastra yaitu memberi kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan pada diri anak.
Santosa (2008 : 8.33) juga mengemukakan ada lima manfaat yang dapat diperoleh ketika mengapresiasi sastra, yaitu : (1) estetis, artinya ada keindahan yang melekat pada sastra; (2) pendidikan, yaitu memberi berbagai informasi tentang proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan latihan; (3) kepekaan batin atau sosial, yaitu dalam mengapresiasi sastra akan selalu mengasah batin agar mudah tersentuh oleh hal - hal yang bersifat batiniah ataupun sosial; (4) menambah wawasan, artinya memberi tambahan informasi, pengetahuan, pengalaman hidup, dan pandangan - pandangan tentang kehidupan; (5) pengembangan kejiwaan atau kepribadian yaitu mampu menghaluskan budi pekerti seorang apresiator.
Pembelajaran membaca puisi adalah bagian dari pembelajaran apresiasi sastra. Sedangkan puisi adalah ungkapan gagasan, perasaan, pengalaman, pemikiran, dan pandangan hidup penulisnya (Mulyono, 2002 : 1). Pembelajaran puisi belum dilaksanakan secara maksimal, karena sebenarnya pembelajaran puisi merupakan kegiatan pementasan karya seni yang memerlukan kemampuan khusus. Membaca puisi adalah membaca indah, keindahan membaca puisi dapat dicapai melalui penguasaan vokal, penghayatan, dan penampilan.
Proses belajar mengajar di SD X, khususnya pada siswa kelas V dalam pembelajaran membaca puisi belum mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ada beberapa hal yang menyebabkan permasalahan itu muncul, antara lain siswa tidak berani tampil dan membaca dengan baik. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, yaitu merasa asing, merasa malu, merasa takut dan kurang percaya diri. Kegagalan pembelajaran membaca puisi pada siswa kelas V SD X ini dapat dilihat pada daftar nilai membaca puisi siswa. Hasil belajar keterampilan membaca puisi siswa kelas V pada semester I dari keempat aspek penilaian yaitu lafal, intonasi, jeda, dan ekspresi masih rendah. Pada aspek lafal nilai maksimal adalah 15, dari 40 siswa hanya 3 siswa yang mendapat nilai 15. Kemudian pada aspek intonasi nilai maksimal adalah 40, nilai tertinggi yang dicapai siswa yaitu 28. Pada aspek jeda dengan nilai maksimal 35, siswa baru memperoleh nilai tertinggi 30. Sedangkan pada aspek ekspresi nilai maksimal 10, siswa baru mendapat nilai tertinggi yaitu 7, dengan perolehan nilai rata -rata setiap siswa yaitu 63,15. Dari jumlah 40 siswa, hanya 10 siswa yang mendapat nilai 65 bahkan lebih, dan 30 siswa lainnya mendapat nilai kurang dari 65. Hasil tersebut belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa 75% siswa mendapatkan nilai kurang dari 65 dan dinyatakan belum tuntas sedangkan 25% siswa lainnya mendapat nilai 65 lebih dan dinyatakan tuntas. Sebagai gambaran, antara lain; mereka membaca sambil tertawa sendiri karena merasa lucu dan aneh, siswa yang berani tampil secara sukarela tidak ada, seandainya ada yang berani tampil karena terpaksa, akan membaca jauh dari norma membaca puisi yang baik dan suasana kelas sama sekali tidak mendukung.
Untuk meningkatkan aktivitas siswa agar menyukai dan lebih terampil dalam membaca puisi yaitu dapat ditempuh dengan langkah-langkah, seperti mengajak siswa berdiskusi tentang puisi yang akan dibacakan, siswa bisa melihat langsung cara membaca puisi yang baik misalnya dengan menggunakan media dalam proses pembelajaran dan dilengkapi pemodelan baik oleh guru ataupun siswa.
Sugandi (2004 : 30), mengatakan bahwa media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk membantu menyampaikan pesan pembelajaran. Siddiq (2008 : 2.17), mengklasifikasikan media pembelajaran ke dalam beberapa bentuk, antara lain : media grafis, media audio, media audio visual, media proyeksi diam, media proyeksi gerak, media cetak, dan media nyata. Melihat permasalahan tentang kesulitan pembelajaran membaca puisi siswa kelas V SD X di atas, maka peneliti memilih video pembelajaran sebagai alat untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran membaca puisi siswa kelas V tersebut. Video pembelajaran merupakan salah satu contoh dari media audio visual. Dengan penggunaan video pembelajaran, penulis berharap dapat meningkatkan keterampilan membaca puisi siswa kelas V SD X dengan perolehan nilai yang lebih baik.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis mencoba untuk menerapkan penggunaan video pembelajaran dalam pembelajaran membaca puisi, untuk itu penulis mengambil judul "PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA KELAS V DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN".
SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGAMBAR ANAK MELALUI BENTUK DASAR GEOMETRI PADA ANAK KELOMPOK B DI TK

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGAMBAR ANAK MELALUI BENTUK DASAR GEOMETRI PADA ANAK KELOMPOK B DI TK

(KODE : PTK-0586) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGAMBAR ANAK MELALUI BENTUK DASAR GEOMETRI PADA ANAK KELOMPOK B DI TK 


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah kunci perubahan, karena mendidik adalah memberi tuntutan, bantuan dan pertolongan kepada peserta didik. Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat, baik dalam komunitas yang luas maupun dalam komunitas terbatas dalam lingkungan keluarga. Banyak faktor yang menentukan kualitas pendidikan. salah satunya adalah peran pendidik. Pendidik pertama dan utama adalah orangtua, kemudian disusul oleh guru prasekolah atau guru PAUD.
Tahap awal proses pendidikan yang diselenggarakan secara terstruktural dalam upaya pembentukan sumber daya manusia yang akan melahirkan generasi yang mampu bersaing dengan bangsa lain adalah Pendidikan Anak Usia Dini. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 28 ayat 3 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan yang bertujuan membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai agama, sosial emosional, kemandirian, kognitif, bahasa fisik motorik, dan seni untuk siap memasuki sekolah dasar. Inilah mengapa pada masa kanak-kanak disebut dengan masa keemasan. Pada masa inilah menuntut adanya kepekaan dan kepedulian dari generasi dewasa untuk memfasilitasi potensi, bakat dan minat kreatifitas mereka. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 9 yang menyatakan bahwa : Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Memberikan kesempatan bagi anak untuk menyalurkan kreatifitas dan hobi mereka, ini merupakan salah satu tanda kepedulian dan empati generasi dewasa dalam dunia pendidikan khususnya mengenai bakat dan minat anak.
Kegiatan menggambar merupakan salah satu bentuk kegiatan berekspresi yang cukup populer bagi anak usia dini. Menggambar adalah sebuah ketrampilan yang disukai oleh banyak anak. Sejauh ini menggambar telah menjadi media bagi anak untuk menuangkan segala imajinasi dan inspirasi tentang segala hal yang pernah mereka alami. Realita di lapangan sesungguhnya menunjukkan bahwa pendidikan seni yang berkaitan dengan motorik halus, misalnya menggambar sangat penting keberadaannya. 
Pendidikan seni yang bermanfaat bagi perkembangan motorik halus anak, khususnya dalam kegiatan menggambar di TK X masih perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa peserta didik di TK X belum mampu menggambar dengan tahapan-tahapan yang jelas dan tepat. Banyak peserta didik yang sudah dapat menggambar dari rumah, namun pendidik masih perlu memperkenalkan tahapan-tahapan menggambar yang jelas dan tepat. Guru dapat memulainya dari memperkenalkan alat-alat menggambar yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sebagian besar anak-anak di TK X hanya mengetahui bahwa alat gambar itu hanya sekedar pensil dan kertas putih atau buku gambar.
Kegiatan menggambar anak didik, di TK X masih juga perlu ditingkatkan, karena sebagian besar peserta didik belum mengenal bentuk geometri sebagai bentuk dasar untuk menggambar. Hal ini disebabkan oleh pendidik Di TK X belum mengenal bentuk-bentuk geometri sebagai bentuk dasar untuk menggambar lebih efektif.
Peserta didik di TK X dalam kegiatan menggambar masih dikatakan kurang, hal ini disebabkan juga oleh kurangnya kreativitas anak dalam menggambar. Dari 24 peserta didik hanya sebagian kecil anak yang mampu mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai gagasan imajinasi dan menggunakan berbagai media untuk menghasilkan gambar. Sebagian besar dari mereka mengikuti gambar yang dibuat oleh guru atau contoh gambar yang diperlihatkan oleh guru, bahkan ada beberapa dari peserta didik tersebut yang menganggap bahwa menggambar itu hal yang sulit. Ini dapat kita lihat pada saat kegiatan menggambar. Pada saat guru meminta anak-anak untuk menggambar gajah misalnya, maka beberapa dari mereka ada yang berseru "gambar itu susah bu". Semua ini terjadi karena mereka belum mengetahui bahwa gambar gajah itu hanya terdiri dari beberapa gabungan bentuk geometri. Peserta didik yang berpendapat demikian, mereka termasuk anak yang belum mampu menggambar sederhana dengan menggunakan berbagai media, yang termasuk dalam kategori tersebut terdiri dari 20 anak. Menggambar bebas dari bentuk dasar geometri seperti titik, lingkaran, segitiga, segiempat, dan Iain-lain itu merupakan indikator dari aspek perkembangan motorik halus untuk anak Taman Kanak-Kanak kelompok B .
Terkait dengan realita yang ada maka penulis berupaya untuk menerapkan pembelajaran menggambar dengan menggunakan bentuk dasar geometri. Ada beragam cara untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah dengan menggunakan bentuk dasar geometri. Anak usia TK mencoba melimpahkan segala perasaannya salah satunya melalui media coretan. Mulai dari coretan titik, garis lurus, garis tegak, garis miring, garis lengkung, garis putus-putus dan Iain-lain. Coretan-coretan yang dibuat oleh anak itu adalah unsur-unsur dari bentuk dasar geometri. Geometri itu terdiri dari beberapa unsur, diantaranya adalah titik dan garis. Semua pola itu adalah dasar bagi anak untuk membuat gambar yang utuh dan dapat didefinisikan.
Sebelum anak melakukan aktivitas menggambar, anak perlu membuat garis-garis bebas, bentuk-bentuk geometri dan menyusun bentuk-bentuk geometri terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar terbiasa menggores atau menggunakan alat tulis, sehingga hasil gambarnya tidak terkesan kaku. Bentuk-bentuk geometri dapat terbentuk dari macam-macam garis, maka akan terbentuk beberapa bentuk geometri. Pada saat anak telah mengenali macam-macam garis dan mampu membuat garis dengan baik, maka itu akan membantu anak untuk membuat beberapa bentuk geometri. Bentuk-bentuk geometri yang mereka buat, dapat mereka kembangkan menjadi sebuah gambar. Jadi bentuk geometri itu menjadi dasar untuk membuat sebuah gambar.
Untuk itu guru atau pendidik PAUD harus memperkenalkan gambar objek yang baku kepada anak. Gambar baku yang dimaksud adalah gambar yang lebih sedikit perspektif nya. Contohnya gambar garis, lengkung, titik, lingkaran, segi tiga, persegi, segi lima dan Iain-lain. Guru sebaiknya tegas dalam mengenalkan hal itu kepada anak-anak. Ketegasan dalam penyampaian gambar baku tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai cara yang tidak kaku. Guru dapat melakukan pengenalan gambar yang baku dengan cara membuat gambar papan tulis yang menggunakan media garis tegak, lurus, miring dan Iain-lain. Masih banyak lagi yang dapat dikembangkan oleh guru dan anak dengan menggunakan media garis. segi tiga, persegi dan Iain-lain.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGAMBAR ANAK MELALUI BENTUK DASAR GEOMETRI PADA KELOMPOK B".
SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN BILANGAN KERETA ANGKA KELOMPOK B TK

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN BILANGAN KERETA ANGKA KELOMPOK B TK

(KODE : PTK-0585) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN BILANGAN KERETA ANGKA KELOMPOK B TK


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Anak Usia Dini pasal 1 ayat 1, dinyatakan bahwa : Pendidikan anak usia dini yang selanjutnya disebut PAUD, adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai berusia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Selanjutnya dalam Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan anak seharusnya sudah dimulai pada usia dini. Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa perkembangan yang diperoleh pada usia dini sangat mempengaruhi perkembangan anak pada masa berikutnya para ahli psikologi perkembangan menyebutkan bahwa masa usia dini adalah merupakan masa emas atau golden age. Anak usia dini atau prasekolah merupakan usia yang efektif untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak-anak.
Upaya pengembangan ini dapat dilakukan berbagai cara termasuk melalui permainan berhitung. Permainan berhitung di TK tidak hanya terkait dengan kemampuan kognitif saja, tetapi juga kesiapan mental sosial dan emosional, karena itu dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara menarik, bervariasi dan menyenangkan.
Menurut Hurlock (Depdiknas, 2010 : 303) mengatakan bahwa lima tahun pertama dalam kehidupan anak merupakan peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya. Di Taman kanak-kanak seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung di jalur matematika yaitu : (1) penguasaan konsep, (2) masa transisi, (3) lambang bilangan. Menurut Santi (2009 : 68) perkembangan permainan anak dimaksudkan sebagai peningkatan permainan yang mengarah dan sejalan dengan perkembangan mental, sosial, dan kemungkinan fisik atau motorik (dari motorik kasar ke motorik halus, kegiatan sederhana ke tingkat yang makin kompleks dan sulit.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di TK X terdapat beberapa permasalahan yang muncul di TK. Hal ini terlihat banyaknya peserta didik yang selama ini merasa tidak mampu atau menganggap pembelajaran matematika dalam berhitung sangat sulit. Terutama tentang kemampuan membilang atau menyebut urutan bilangan dari 1-10, misalnya mampu mengenal angka 1-10, menyebutkan urutan bilangan 1-10, memahami bunyi serta arti angka 1-10, kemampuan menyusun angka dan bilangan, menyebutkan lambang bilangan, membilang dengan gambar benda 1-10, mengenal berbagai macam lambang huruf, kemampuan berhitung angka 1-10, kemampuan ketepatan mengambil angka sesuai bendanya, mampu memasangkan lambang bilangan dengan benda sampai 10.
Peneliti dengan guru kelas TK B diketahui minat anak terhadap matematika terutama kemampuan berhitung masih rendah. Anak didik kurang tertarik terhadap pembelajaran berhitung. Aspek pengembangan yang akan diteliti adalah aspek pengembangan kognitif. Dalam hal ini anak merasa kegiatan berhitung dalam mengenal angka dan lambang bilangan sangat sulit, perlunya memberikan kreasi mengenai permainan bilangan, dengan permainan dengan warna dan bentuk yang menarik serta melakukan permainan yang menyenangkan. Selain itu media yang digunakan dalam pembelajaran masih menggunakan LKS dalam mengembangkan kemampuan berhitung anak. Untuk itu diperlukan alat permainan di dalam kelas maupun di luar kelas yang sesuai dengan benda sebenarnya (tiruan), menarik dan bervariasi, dan tidak membahayakan. Penyebab lain, ruangan kelas yang sempit kurang efektif untuk belajar, sehingga terlihat kemampuan anak dalam membilang atau menyebut urutan bilangan dari 1-10 masih kurang.
Adanya kecenderungan guru di TK X belum mengembangkan kemampuan berhitung anak secara menyeluruh dan terprogram. Dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berhitung diberikan secara bertahap sesuai tahap penguasaannya yaitu tahap konsep, masa transisi dan lambang menurut tingkat kesukarannya, misalnya dari kongkrit ke abstrak. Maka penyusunan program pembelajaran harus sesuai tema dan kebutuhan anak. Rencana program tahunan, bulanan, mingguan dan harian harus dibuat dengan teratur dan terprogram sesuai dengan indikator tingkat pencapaian perkembangan anak. Metode dan model yang digunakan dalam kegiatan belajar di kelas belum efektif. TK X masih menggunakan metode ceramah dan model pembelajaran klasikal, pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan anak, kurang menarik. Kurangnya kreasi permainan dalam peningkatan kemampuan berhitung anak, selain itu kurangnya memodifikasi permainan yang bervariasi terlihat dari anak kurang dapat berpikir logis dan sistematis.
Oleh karena itu, peranan seorang guru dan orang tua dalam mengembangkan minat anak pada matematika terutama dalam berhitung anak harus ditekankan pada anak. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh guru-guru TK X supaya anak tidak takut lagi dengan pembelajaran matematika serta untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak. Hal ini perlu dilakukan karena dalam kehidupan anak sehari-hari sangat erat kaitannya dengan hal-hal yang berkaitan dengan matematika demi kelangsungan anak kelak. Namun, upaya tersebut belum mampu mencapai hasil yang optimal. Salah satu alternatif yang penulis lakukan adalah dengan menerapkan permainan bilangan kereta angka.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diperlukan sebuah penelitian untuk melihat sejauh mana permainan bilangan dapat meningkatkan kemampuan berhitung anak. Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN BILANGAN KERETA ANGKA".
SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI STANDAR KOMPETENSI PENCEMARAN LINGKUNGAN

SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI STANDAR KOMPETENSI PENCEMARAN LINGKUNGAN

(KODE : PTK-0584) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI STANDAR KOMPETENSI PENCEMARAN LINGKUNGAN


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang berintikan interaksi antara peserta didik dengan para pendidik serta sebagai sumber pendidikan. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam suatu edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan belajar mengajar dapat dicapai secara efektif jika seorang guru secara nalar mampu memperkirakan dengan tepat pendekatan apa yang harus digunakan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, yaitu pada pembelajaran biologi tentang sub pokok materi pencemaran lingkungan di SMA X ada beberapa permasalahan yang timbul diantaranya 1) siswa cenderung pasif dalam pembelajaran, 2) siswa kurang tertarik pada mata pelajaran biologi, 3) basil belajar siswa rendah. Hal ini disebabkan oleh proses pembelajaran masih menggunakan paradigma lama, di mana kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru. Penggunaan metode dan pendekatan masih konvensional. Kondisi seperti itu mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa.
Pada pembelajaran sebelumnya guru hanya terpacu pada materi dan menggunakan metode ceramah sehingga tingkat pemahaman siswa terbatas pada pengetahuan di kelas saja, siswa masih banyak yang tidak suka dengan pelajaran biologi dan masih suka bercanda apalagi siswa SMA X mereka lebih suka dengan pelajaran olah raga/penjaskes.
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif. Siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda, belajar dalam bentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 6 siswa, untuk menyelesaikan tugas kelompok, dan tiap anggota saling kerjasama.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah pembelajaran kooperatif dilanjutkan suatu rangka yaitu, (turnamen akademik) dalam turnamen akademik 3-6 siswa dengan kemampuan setara bersaing mewakili kelompok masing-masing.
Diadakannya turnamen, diharapkan meningkatkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kelompoknya, sehingga dapat memupuk kerjasama diantara siswa. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam turnamen juga dapat untuk mereview atau memberi penguatan terhadap pemahaman siswa atas materi yang dipelajarinya.
Atas dasar masalah di atas, peneliti mencoba menggunakan metode TGT pada pembelajaran biologi, dengan harapan peserta didik dapat menguasai dan menerapkannya dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
SKRIPSI PTK PENERAPAN MODIFIKASI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BOKORTASKO TERHADAP HASIL BELAJAR BULUTANGKIS

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODIFIKASI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BOKORTASKO TERHADAP HASIL BELAJAR BULUTANGKIS

(KODE : PTK-0583) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODIFIKASI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BOKORTASKO TERHADAP HASIL BELAJAR BULUTANGKIS


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani yang dijadikan sebagai media untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh (Adang Suherman dan Yoyo Bahagia, 2000 : 1). Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Secara umum tujuan pendidikan jasmani dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu : 
1. Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan-kekuatan fisik dari berbagai organ tubuh seseorang (physical fitness).
2. Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan gerak secara efektif, efisien, halus, indah, sempurna (skillful).
3. Perkembangan mental. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berpikir dan menginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani ke dalam lingkungannya sehingga memungkinkan tumbuh dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan tanggung jawab siswa.
4. Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat (Adang Suherman dan Yoyo Bahagia, 2000 : 23)
Oleh karena itu pendidikan jasmani harus diutamakan mengingat mempunyai tujuan yang penting dalam proses pembelajaran. Namun demikian pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah terasa masih belum cukup memuaskan karena dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah kurang efektif, sehingga tujuan dari pendidikan jasmani serta hasil belajar yang dicapai menjadi kurang.
Dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat, guru perlu mempertimbangkan karakteristik siswa dan bahan atau materi yang dipelajari sehingga menciptakan pembelajaran yang membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran serta dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Bila dalam proses pembelajaran siswa penuh perhatian terhadap bahan yang dipelajari, maka hasil belajar akan meningkat. Sebab dengan minat dan perhatian, akan ada konsentrasi, sehingga hasil belajar akan lebih optimal dan tidak lekas lupa.
Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran penjas yang penulis lakukan dengan salah satu guru pendidikan jasmani, diperoleh keterangan bahwa tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran bulutangkis masih rendah. Siswa mengalami kesulitan dalam melakukan permainan bulutangkis. Sebagian besar siswa baru menguasai cara melakukan pukulan tetapi belum mampu melakukannya secara keseluruhan. Di samping itu, karena minimnya sarana dan prasarana yang digunakan dalam pembelajaran, sebagian siswa melakukan kegiatan pembelajaran sedangkan yang lain menunggu giliran. Adapun sarana yang digunakan adalah 2 buah raket bulutangkis, 4 buah shuttlecock, 1 net dan 2 tiang, dan prasarana yang digunakan adalah 1 lapangan bulutangkis. Karena sekolah hanya mempunyai 2 buah raket, maka siswa dibebani untuk membawa sendiri, tetapi saat pembelajaran berlangsung banyak siswa yang tidak membawa raket.
Persentase ketuntasan belajar pada materi permainan bulutangkis dari 25 siswa sebesar 48% dengan 12 siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 78. Siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 13 siswa dengan persentase 52%. Rata-rata nilai hanya mencapai 77.
Besar jumlah rata-rata dan nilai siswa yang mendapat nilai dibawah 78 menjadi bukti kongkrit bahwa hasil belajar siswa-siswi kelas VIII D belum mencapai hasil ketuntasan belajar siswa yang telah ditentukan, yaitu dengan nilai 78 menunjukkan proses pembelajaran yang belum melibatkan siswa secara aktif, guru masih menjadi pusat pembelajaran, kurangnya model pembelajaran, gaya mengajar serta modifikasi dan media pembelajaran yang masih kurang untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kurangnya keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani yang mengakibatkan hasil belajar menjadi kurang, perlu dilakukan suatu tindakan yang mampu meningkatkan partisipasi siswa sehingga tujuan dari pembelajaran dapat dicapai.
Dalam memilih sebuah alat bantu pembelajaran, seorang guru juga harus mempertimbangkan tingkat keekonomisan media yang akan digunakan. Biaya yang digunakan harus seimbang dengan biaya pengeluaran seminimal mungkin tetapi memiliki banyak manfaat dan keunggulan dalam proses pembelajaran, materi yang diberikan juga harus sesuai dengan tingkat pemahaman siswa, dan sebaiknya menarik perhatian siswa.
Bokortasko adalah singkatan dari bola berekor dan kertas koran. Modifikasi alat bantu pembelajaran bokortasko merupakan suatu bentuk media pembelajaran yang dirancang peneliti dengan menggunakan bola berekor yang dapat dibuat dengan memanfaatkan bola kertas koran yang diikat menggunakan tali rafia berwarna sehingga membentuk ekor. Pembuatan alat bantu ini sangat mudah dan tidak memerlukan banyak biaya.
Melalui modifikasi bokortasko ini, sebagai upaya untuk membantu siswa dalam mengikuti pembelajaran permainan bulutangkis dengan peraturan yang telah dimodifikasi. Dengan memanfaatkan media yang ada di sekitar sekolah serta biaya yang tidak terlalu mahal, maka guru pendidikan jasmani dapat membuat alat bantu pembelajaran bokortasko dalam jumlah yang disesuaikan dengan banyaknya jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran.
Tujuan modifikasi pembelajaran permainan bulutangkis ini adalah agar siswa merasa senang dalam mengikuti pembelajaran. Dengan perasaan senang terhadap pembelajaran tersebut, maka akan membuat siswa menjadi aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran serta lebih mudah menguasai materi yang diajarkan. Guru dalam mengajarkan permainan bulutangkis harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan untuk siswa, serta peralatan, susunan kelompok, gerakan teknik dasar yang variatif sehingga membuat situasi pembelajaran yang lebih menyenangkan dalam proses pembelajaran bulutangkis.
Atas dasar latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul "PENERAPAN MODIFIKSI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BOKORTASKO TERHADAP HASIL BELAJAR PERMAINAN BULUTANGKIS SISWA KELAS VIII".