Search This Blog

Showing posts with label ASI eksklusif. Show all posts
Showing posts with label ASI eksklusif. Show all posts

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PEMBERIAN ASI BERSAMAAN MAKANAN TAMBAHAN OLEH IBU PADA BAYI 0-6 BULAN

(KODE : KEBIDANN-0077) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PEMBERIAN ASI BERSAMAAN MAKANAN TAMBAHAN OLEH IBU PADA BAYI 0-6 BULAN

contoh karya tulis ilmiah (kti) kebidanan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi, yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Terkait itu, ada suatu hal yang perlu di sayangkan, yakni rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya ASI bayi. Akibatnya, program pemberian ASI eksklusif tidak berlangsung secara optimal (Prasetyo, 2009).
Pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan ataupun minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Makanan atau minuman lain yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, ataupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air putih pun tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini (Kodrat, 2010).
WHO (World Health Organization) telah menetapkan rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Rekomendasikan oleh WHO untuk memberikan ASI bukannya tanpa alasan. Para ahli menyatakan bahwa manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya di beri ASI saja selama enam bulan pertama kehidupannya. Peningkatan itu sesuai dengan pemberian ASI eksklusif, serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur enam bulan. Pedoman international yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup, pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama enam bulan pertama hidupnya (Yuliarti, 2010).
Kemala (2008, dalam Amiruddin dan Rostina, 2006) mengatakan bahwa setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF (United Nations International Children Education Found) memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama Word Health Assembly (WHA) adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan. Kajian WHO atas lebih dari 3000 penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI selama 6 bulan adalah jangka waktu paling optimal untuk pemberian ASI eksklusif. Target pencapaian ASI eksklusif adalah 40% tahun 2005 dan 80% tahun 2010. Sedangkan target Indonesia 2010 bahwa persentase bayi mendapatkan ASI eksklusif adalah 80% (Kemala, 2008). Dan hanya 18% ibu di Indonesia memberi Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan. Persentase itu jauh dari target nasional 80%. (Setiawan, 2009)
Meskipun UNICEF sudah menyampaikan bahwa ASI harus diberikan pada enam bulan pertama si bayi, namun kenyataannya aplikasinya juga sangat sulit di laksanakan (Kodrat, 2010).
Menurut penelitian Hananto dan Kasniah, ditemukan bahwa 86% ibu-ibu memberikan makanan tambahan secara dini pada bayi baru lahir berupa pisang dan bubur. Pemberian makanan tambahan terlalu dini pada bayi akan mengakibatkan atau menimbulkan gangguan pencernaan dan keluhan sakit perut dan bahkan masalah yang serius seperti alergi dan diare, karena pencernaan bayi belum berkembang sempurna sehingga belum dapat mencerna makanan dengan baik. Apabila pemberian makanan tambahan terlalu lambat pada bayi, akan menyebabkan bayi kurang nutrisi dan terlambat untuk mengunyah makanan yang akan membantu perkembangan rahangnya (Suririnah, 2009).
Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini berbahaya bagi bayi karena dapat menyebabkan infeksi. Selain itu pemberian makanan tambahan pada usia 0-6 bulan adalah beban ginjal yang terlalu berat sehingga mengakibatkan hiperosmolaritas plasma, alergi terhadap makanan dan mungkin gangguan selera makan (Suharjo, 2004). Oleh karena itu pemberian makanan sebaiknya diberikan pada usia diatas enam bulan. Hal ini dapat memberikan keuntungan antara lain : perlindungan besar dari berbagai infeksi, pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima Makanan Tambahan, melindungi bayi dari obesitas di kemudian hari (Soraya, 2005).
Namun kenyataannya masih banyak ibu yang memberikan makanan tambahan terlalu dini pada bayi mereka pada usia 0-6 bulan. Umumnya ibu beranggapan bahwa bayi akan tidur nyenyak apabila diberi makan yang kenyang karena kalau bayi menangis dianggap si bayi lapar (Soraya, 2005). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ibu memberikan makanan tambahan pada usia 0-6 bulan yaitu : faktor kesehatan bayi, faktor iklan (Soetjiningsih, 1997), faktor pengetahuan ibu, faktor petugas kesehatan, faktor budaya dan faktor ekonomi (Suharjo, 1992).
Melihat fakta yang penulis temukan di lapangan maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai “FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PEMBERIAN ASI BERSAMAAN MAKANAN TAMBAHAN OLEH IBU PADA BAYI 0-6 BULAN”.

TESIS INISIASI MENYUSUI DINI DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

TESIS INISIASI MENYUSUI DINI DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

(KODE : PASCSARJ-0257) : TESIS INISIASI MENYUSUI DINI DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF (PROGRAM STUDI : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI secara eksklusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, karena ASI adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. Selain itu dalam proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya.
Namun demikian masih banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan antara lain karena kemampuan bayi untuk menghisap ASI kurang sempurna sehingga secara keseluruhan proses menyusu terganggu. Di samping itu selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, ditandai, dan diberi pakaian sehingga proses menyusu dalam satu jam pertama setelah kelahiran tidak terlaksana.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses alami mengembalikan bayi manusia untuk menyusu, yaitu dengan memberi kesempatan kepada bayi untuk mencari dan menghisap ASI sendiri, dalam satu jam pertama pada awal kehidupannya, untuk menjamin berlangsungnya proses menyusui yang benar, dengan menyusu secara baik dan benar maka kematian bayi serta gangguan perkembangan bayi dapat dihindari (Roesli, 2008).
Pelaksanaan IMD pada saat setelah bayi lahir yang diterapkan pada setiap ibu yang akan melahirkan sangat bermanfaat bagi ibu dan bayi karena proses alami mengembalikan bayi manusia untuk menyusu, yaitu dengan memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri dalam satu jam pertama pada awal kehidupannya. Menurut Karen dan Edmon (2006) dengan pelaksanaan IMD 22% dapat menyelamatkan nyawa bayi umur di bawah 28 hari dan ternyata bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini delapan kali lebih berhasil diberi ASI eksklusif (Fika dan Syafiq, 2003).
Manfaat dari IMD yaitu apabila terjadi kontak kulit dan hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu ibu dan sekitarnya, emutan, jilatan bayi pada puting ibu, merangsang pengeluaran hormon oksitosin, hormon oksitosin ini sangat membantu rahim ibu untuk berkontraksi sehingga merangsang pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan setelah melahirkan.
Pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berumur enam bulan pada setiap ibu yang mempunyai bayi sangat diharapkan, karena mempunyai manfaat baik untuk ibu maupun untuk bayi itu sendiri. Apabila bayi diberikan ASI secara eksklusif maka bayi akan memperoleh nutrisi yang mengandung zat yang sangat sempurna, sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kecerdasan. Juga dirasakan manfaatnya oleh sang ibu apabila menyusui secara eksklusif, dapat mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, lebih cepat langsing, mengurangi kemungkinan menderita kanker payudara, lebih ekonomis, tidak merepotkan dan menghemat waktu, serta memberi kepuasan bagi sang ibu.
Karena kurang pemahaman tentang inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI secara eksklusif, sehingga pelaksanaan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif tidak dihiraukan : bayi tidak dilakukan IMD, pemberian pisang sebagai makanan utama, memberi susu formula, memberikan makanan siap saji, padahal penyuluhan tentang IMD dan ASI eksklusif semakin gencar, petugas kesehatan sudah banyak dilatih baik itu pelatihan IMD maupun ASI eksklusif, posyandu semakin aktif, promosi bidan delima dan lain-lain.
Pemahaman tentang IMD dan pemberian ASI secara eksklusif merupakan persoalan yang sangat penting. Yang memungkinkan terlaksananya IMD dan pemberian ASI secara eksklusif apabila individu, keluarga, petugas kesehatan serta masyarakat sudah memahami tentang pengertian, manfaat, serta tujuan dari IMD dan pemberian ASI secara eksklusif. Anggapan ini sejalan dengan pendapat Roesli (2008), bahwa ketidak keberhasilan ibu menyusui bayinya sampai usia enam bulan, sebenarnya hanya satu masalah, yaitu ibu belum memahami sepenuhnya cara menyusui yang benar termasuk teknik dan cara memperoleh ASI terutama saat mereka harus bekerja.
Tidak terlaksana IMD sering terjadi pada ibu yang melahirkan secara operasi disebabkan karena ibu dilakukan anestesi yang menyebabkan ibu mengantuk sehingga kurang respon terhadap bayi, petugas di kamar operasi terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak ada waktu untuk melakukan IMD. Padahal menunda permulaan menyusu lebih dari satu jam menyebabkan kesukaran menyusui (Lennart, 1999).
Pemberian ASI tidak secara eksklusif sering terjadi karena ibu dan keluarga menganggap bahwa ASI saja tidak mencukupi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi sehingga diperlukan makanan tambahan, hal ini dapat mengganggu kehidupan bayi, Karena pada umur 0-6 bulan bayi hanya memerlukan ASI sebagai makanan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga tidak menyebabkan "otak kosong". Otak kosong dapat menimbulkan "lost generation”, yaitu generasi yang tidak mampu bersaing atau berkompetisi secara sehat di masyarakat (Nency, 2005).
Menurut Nency (2005), bahwa otak merupakan suatu aset yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas di kemudian hari. otak kosong adalah rendahnya tingkat kecerdasan anak yang menyebabkan rendahnya kemampuan untuk mengikuti pendidikan dan tidak memiliki daya saing. Tingkat kecerdasan yang rendah diakibatkan rendahnya asupan protein, zat besi, vitamin dan asam lemak omega 3 pada masa pembentukan otak yaitu usia 0-2 tahun (Soesilawati dalam Seminar harapan, 25 januari 2002).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas X, jumlah bayi dari mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2009 sebanyak 262 orang, bidan yang melakukan IMD pada bayi yang baru lahir sebanyak 30% dari persalinan yang ditolong oleh bidan. Sedangkan bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif hanya 35% diberikan makanan tambahan sebelum bayi berusia sampai 6 bulan.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan X. Karena dari 12 Kecamatan yang ada, Kecamatan X yang banyak penduduknya serta tenaga bidan yang bertugas di Puskesmas X juga cukup memadai yaitu sebanyak 25 orang, baik yang bertugas di Puskesmas maupun yang membina Desa. Persalinan pada umumnya ditangani oleh tenaga kesehatan, hanya sebagian kecil yang masih ditangani oleh dukun kampung. Bidan yang bertugas di Puskesmas maupun yang membina desa sebagian besar sudah mengikuti pelatihan baik itu pelatihan asuhan persalinan normal (APN), inisiasi menyusu dini (IMD), dan konselor air susu ibu (ASI). Namun pada kenyataannya masih ada ibu-ibu yang mempunyai bayi pada saat melahirkan tidak dilakukan IMD, dan pemberian ASI secara eksklusif.
Dengan berbagai alasan-alasan yang dikemukakan sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian untuk dapat mengangkat penyebab-penyebab tidak terlaksananya IMD dan pemberian ASI secara eksklusif, serta penyebab-penyebab terlaksananya IMD dan pemberian ASI secara eksklusif di Kecamatan X.

B. Permasalahan
Pengkajian dalam penelitian ini adalah penyebab tidak terlaksananya IMD dan pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan, serta penyebab terlaksana IMD dan pemberian ASI secara eksklusif.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis alasan/penyebab mengapa sebagian masyarakat kecamatan X tidak melaksanakan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif, serta alasan/penyebab melakukan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten X sebagai bahan masukan evaluasi keberhasilan program pelaksanaan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif, sehingga dapat membuat suatu kebijakan untuk menanggulangi permasalahan tersebut.
2. Sebagai bahan masukan kepada Puskesmas X untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya pelaksanaan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif, serta bahaya pemberian makanan terlalu dini pada bayi yang baru lahir juga dapat meningkatkan peran kader posyandu di masyarakat.