Search This Blog

Showing posts sorted by relevance for query makalah bentuk dan sistem pemerintahan. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query makalah bentuk dan sistem pemerintahan. Sort by date Show all posts
MAKALAH PKN PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (CLEAN AND GOOD GOVERNANCE)

MAKALAH PKN PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (CLEAN AND GOOD GOVERNANCE)


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam seminar yang diadakan oleh Asian Development Bank (ADB) di Fukuoka Jepang pada tanggal 10 Mei 1997 didapat sebuah kesimpulan, pengalaman negara-negara di Asia Timur memperlihatkan bahwa pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government) merupakan faktor penting dalam sebuah proses pembangunan (ADB, 1997). Pertemuan ini juga menyepakati empat elemen penting dari pemerintahan yang baik dan bersih yaitu (1) accountability, (2) transparancy, (3) predictability, dan (4) participation. Kesimpulan ini tidak dapat dilepaskan dari adanya kesadaran bahwa tanpa keinginan mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih tidak mungkin melakukan pembangunan dengan baik.
Pengabaian terhadap good governance telah menjadi penyebab terhadap krisis keuangan yang terjadi di kawasan Asia. Krisis ini meluas menjadi ekonomi, sosial dan politik. Bahkan kemudian meruyak kepada krisis kepercayaan publik yang amat parah. Menurut Wanandi (1998) krisis ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintah yang tidak berdasarkan hukum, kebijakan publik yang tidak transparan serta absennya akuntabilitas publik akhirnya menghambat pengembangan demokrasi dalam masyarakat.
Walaupun kesadaran ini muncul relatif terlambat tetapi harus disikapi secara benar dan serius dalam menyongsong pembangunan masa depan terutama pada negara-negara yang telah menjadi korban multi-krisis yang terjadi dalam tiga tahun terakhir. Khusus bagi Indonesia, ini menjadi lebih bermakna karena perubahan paradigma ini juga seiring dengan terjadinya perubahan paradigma pelaksanaan pemerintahan terutama dalam menyikapi pelaksanaan otonomi daerah yang sudah di depan mata.

Pengertian Dasar Good and Clean Governance 
Paling tidak ada empat kata yang harus menjadi perhatian kita kalau membicarakan good and clean governance, yaitu (1) good government, (2) clean government, (3) good governance, dan (4) clean governance. Dari empat pembagian tersebut dilihat bahwa yang menjadi perhatian adalah good (baik), clean (bersih), government (pemerintahan), dan governance (penyelenggara pemerintahan). Artinya paradigma yang hendak dikembangkan adalah pemerintahan yang baik dan bersih yang juga didukung oleh penyelenggara pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan demikian government lebih memberikan perhatian terhadap sistem, sedangkan governance lebih memberikan perhatian terhadap sumber daya manusia yang bekerja dalam sistem tersebut. Tanpa menjaga keseimbangan terhadap dua hal ini akan muncul ketimpangan dalam praktek peyelenggaraan pemerintahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kehancuran terhadap sistem bernegara.
Tanpa membedakan secara tajam antara empat elemen penting tersebut, Wanandi (1998) memberikan pengertian sebagai berikut : 
“kekuasaan didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, segala kebijakan diambil secara transparan, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Kekuasaan juga harus didasarkan atas aspek kelembagaan dan bukan atas kehendak seseorang atau kelompok tertentu. Kekuasaan juga harus taat kepada prinsip bahwa semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata hukum”.
Sementara itu, Riswanda Imawan (2000) berpendapat bahwa clean government adalah satu bentuk atau struktur pemerintahan yang menjamin tidak terjadinya distorsi aspirasi yang datang dari masyarakat serta menghindari terjadinya abuse of power. Untuk itu diperlukan (1) pemerintah yang dibentuk atas kehendak orang banyak, (2) struktur organisasi pemerintah yang tidak kompleks (lebih sederhana), (3) mekanisme politik yang menjamin hubungan konsultatif antara negara dan warga negara, dan (4) mekanisme saling mengontrol antar aktor-aktor di dalam infra maupun supra struktur politik.
Pengertian ini muncul karena dua thesis, pertama, kurangnya perhatian terhadap pemerintahan yang baik dan bersih telah mendorong terciptanya praktik monopoli, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kedua, penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih merupakan bahagian yang sangat penting dari sebuah proses demokrasi. Karena hal ini menjadi syarat mutlak bagi pembangunan yang menyeluruh dan berimbang.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pembahasan mengenai good and clean governance baru dimulai pada tahun-tahun terakhir (Sukardi: 2000). Kalau hal ini dilihat dari kecenderungan hari ini, pendapat ini ada benarnya. Tapi kalau dilihat dari perkembangan peraturan perundang-undangan, pembicaraan ke arah pemerintahan yang baik dan benar sudah dimulai seiring dengan kuatnya keinginan untuk membuat Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). 
Artinya, pembicaraan good and clean governance, paling tidak, sudah dimulai sejak awal tahun 1970-an yaitu dengan penerbitan buku Kuntjoro Purbopranoto (1978) yang berjudul Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara. Kemudian secara kelembagaan, upaya itu dapat dilihat dari “Proyek Penelitian tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)” yang dilakukan oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Hukum Nasional (BPHN) pada tahun 1989 (Lotulung, 1994). Buku dan hasil penelitian tersebut berhasil menjadi doctrine penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Indonesia. 
Meskipun upaya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih telah dimulai sejak tahun 1970-an tetapi tidak mampu membawa perubahan dalam praktek penyelenggaran negara. Hal ini terjadi karena doctrine AAUPB tidak mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Oleh karena itu para pelanggarnya tidak dapat dikenakan sanksi hukum.
Keinginan menjadi good and clean governance ke dalam norma hukum baru dimulai setelah kita mengalami krisis pada tahun 1997 yang diikuti dengan kejatuhan rezim otoriter Orde Baru pada bulan Mei 1998. Upaya ini dapat dilihat dengan adanya Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). 
Kemudian diikuti dengan pemberlakuan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenngaraan Negara yang Bersih dan (KKN) yang diikuti dengan empat Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana UU No. 28 yaitu PP No. 65/1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara, PP No. 66/1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa, PP No. 67/1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa, dan PP No. 68/1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Peyelenggaraan Negara.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-prinsip Pemerintahan yang Baik dan Bersih
Kalau diperhatikan unsur-unsur yang dihasilkan dalam Annual Meeting ADB di Fokuoka Jepang tahun 1997, perubahan peranan pemerintah dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta UU No. 28 tahun 1999 ada beberapa prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih tersebut :

1. Akuntabilitas
Menurut penjelasan Pasal 3 angka 7 UU No. 28 Tahun 1999 akuntabilitas diartikan sebagai berikut :
“adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.
Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa akuntabilitas pertanggungjawaban setiap proses dan hasil akhir penyelenggaraan negara. Menurut Willian C. Johnson (1998) pertanggungjawaban tersebut dapat dilakukan dalam berbagai sifat atau cara. 
Pertama, bersifat internal-formal dilakukan dalam bentuk (1) executive control, (2) budget preparation and management, (3) rule-making procedures, (4) inspector general and auditors, (5) chief financial officers, dan (6) investigative commission. 
Kedua, external-formal dilakukan dalam bentuk (1) legislative oversight, (2) budgetary review and enactment, (3) legislative rule-making, (4) legislative veto, (5) legislative investigation, (6) legislative casework, (7) legislative audits, (8) ratification and appointments, (9) judicial review and takeover, (10) intergovernmental controls, dan (11) electoral process. 
Ketiga, external-informal dilakukan dalam bentuk (1) monitoring by interest/clientele groups, (2) professional communities, (3) informational media, dan (4) freedom of information law. Keempat, internal-informal dilakukan dalam bentuk (1) professional standars, (2) ethical codes and values, dan (4) whistle-blowers. 
Munculnya beberapa sifat atau cara dalam melakukan pertanggungjawaban karena ada anggapan bahwa satu sarana saja dirasakan tidak memadai untuk dapat mengenal secara pasti kegiatan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Misalnya pendirian komisi Ombudsman adalah salah satu usaha untuk mewujudkan pertanggungjawaban pelaksanaan pemerintahan yang bersifat external-informal.

2. Transparans
Menurut penjelasan Pasal 3 angka 4 UU No. 28 tahun 1999 prinsip transparan diartikan sebagai berikut :
“Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara”.
Dari pengertian tersebut terlihat bahwa masyarakat berhak memperoleh informasi yang benar dan jujur tentang penyelenggaraan negara. Ini adalah peran serta masyarakat secara nyata dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Secara lebih jelas peran serta masayarakat ini ditentukan dalam PP No. 68 Tahun 1999. Dalam Pasal 2 ayat (1) dikatakan peran serta masyarakat untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk :
a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara;
b. hak memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara;
c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggaraan negara.
Pengunaan hak dalam butir a, b dan c tersebut rakyat mendapat perlindungan hukum. Untuk itu semua, menurut ketentuan Pasal 3 dan 4 dalam mempergunakan hak tersebut rakyat berhak mempertanyakan langsung kepada instansi terkait atau komisi pemeriksa. Hal itu dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Penyampaian itu dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis. Kalau dibandingkan dengan negara lain yang telah lama memberikan perhatian terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, Indonesia masih agak tertinggal karena pada negara tersebut akses informasi masyarakat (public access to information) terhadap penyelenggaraan negara diakui dengan undang-undang atau information act. Dibandingkan dengan PP, pengaturan dengan UU tentu mempunyai kewibawaan yang lebih tinggi untuk dipatuhi.

3. Partisipasi
Pengertian ini tidak ditemui dalam UU No. 28 Tahun 1999, tetapi kalau dipahami misi UU No. 22 Tahun 1999 maka partisipasi masyarakat adalah hal yang hendak diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan agak ringkas Sukardi (2000) menterjemahkan partisipasi sebagai upaya pembangunan rasa keterlibatan masyarakat dalam berbagai proses yang dilakukan oleh pemerintah. Pendapat ini adalah upaya melibatkan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Dalam teori pengambilan keputusan semakin banyak partisipasi dalam proses kelahiran sebuah policy maka dukungan akan semakin luas terhadap kebijaksanaan tersebut (Dunn, 1997). Bahkan David Osborne dan Ted Gaebler (1996) menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya berperan sebagai katalis. Hal ini dapat dipahami karena kecenderungan ke depan pemerintah yang mempunyai peranan terbatas dapat mempercepat pembangunan masyarakat.

4. Kepastian Hukum
Pengertian kepastian hukum dapat ditemui dalam Pasal 3 angka 1 UU No. 28 Tahun 1999 yang menyatakan :
“adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap pelaksanaan penyelenggaraan negara”.
Prinsip keempat ini mengarahkan agar penyelenggara negara bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku (taat asas). Kepatuhan terhadap norma hukum adalah bukti bahwa adanya keinginan untuk menegakkan supremasi hukum dalam penyelenggaraan negara. Adalah sesuatu yang tidak masuk akal kalau keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih tidak didukung dengan penghormatan terhadap norma hukum yang telah disepakati sebagai kaedah landasan hukum. Oleh karena itu, kepastian hukum adalah prinsip yang harus dipelihara.

2.2 Otonomi Daerah dan Upaya Menciptakan Pemerintahan yang Baik dan Bersih 
Perubahan paradigma hubungan pusat dan daerah melalui UU No. 22 Tahun 1999 adalah merupakan upaya melakukan reformasi total penyelenggaraan negara di daerah. Dampak reformasi total ini ditinjau dari segi politik ketatanegaraan membuktikan telah terjadi pergeseran paradigma dari pemerintahan yang bercorak highly centralized menjadi pola yang lebih terdesentralisasi dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mewujudkan otonomi daerah secara lebih luas sesuai dengan karakter khas yang dimiliki daerah. Hal ini dilakukan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat sesuai dengan potensi wilayahnya.
Perubahan yang dilakukan ini adalah untuk mewujudkan masyarakat madani dalam kehidupan berpemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang memiliki nilai-nilai good governance atau behoorlijk bestuur (Koswara, 2000). Hal ini sangat diperlukan karena berkurangnya secara signifikan peranan pemerintah pusat di daerah terutama dalam melakukan pengawasan preventif. Oleh karena itu, unsur-unsur pelaksanaan pemerintahan yang baik dan benar dapat memainkan peranan penting di daerah. Apalagi UU No. 22 Tahun 1999 secara terang mengatakan bahwa aspirasi rakyat akan menjadi roh pelaksanaan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan good governance dalam pelaksanaan otonomi daerah, ada tiga hal penting yang harus dilakukan di tingkat daerah. Pertama, transparasi kebijakan. Pendapat ini muncul karena pada era Orde Baru nafas birokrasi sebagai alat kekuasaan yang represif sangat menonjol. Perumusan kebijakan pembangunan dan pemerintahan yang cenderung elitis, tertutup, dan berbau nepotis. Oleh karena itu, dalam era otonomi daerah, kondisi ini diharapkan tidak muncul lagi karena perilaku penyelenggara negara harus mengedepankan terjadinya transparasi kebijakan publik (Hadimulyo 2000).
Kedua, partisipasi masyarakat. Walaupun UU No. 22 Tahun 1999 memberikan peluang kepada DPRD untuk melakukan kontrol kepada eksekutif tapi hal itu dirasakan belum cukup karena adanya indikasi bahwa DPRD dan pihak eksekutif “bermain mata” dalam menyikapi kebijakan-kebijakan politik yang strategis di daerah. Untuk mencegah ini diperlukan peranan yang optimal dari masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan. John Fenwick (1995) mengatakan bahwa dalam penataan pemerintahan daerah sudah waktunya diperlakukan prinsip the public as consumers. Hal ini dilakukan agar pemerintah lebih mengambil posisi sebagai fasilitator dan advokator kepentingan masyarakat.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah prinsip ini sudah pada tempatnya dilaksanakan di daerah karena dari dulu masyarakat hanya dilibatkan secara terbatas dalam memanajemen pemerintahan dan pembangunan. Bahkan dalam waktu yang lama rakyat lebih banyak dijadikan sebagai objek pembangunan. Peranan masyarakat hanya sebatas retorika, kepentingan birokrasi lebih menonjol dan birokrasi berubah menjadi personifikasi sekelompok elit birokrat.
Subari Sukardi –bekas Walikota Sawahlunto Sumatra Barat— berpendapat ada tiga alasan meengedepankan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah untuk mewujudkan good governance. Pertama, kualitas program akan meningkat karena dengan partisipasi masyarakat yang besar akan memberikan jaminan bahwa tidak ada kepentingan masyarakat yang tidak dipertimbangkan dalam proses penentuan kebijakan pemerintah. Kedua, akan diperoleh legitimasi yang lebih besar karena dengan partisipasi masyarakat yang lebih besar maka rakyat akan mempunyai tanggung jawab terhadap kebijakan tersebut. Dan dukungan masyarakat akan menjadi lebih besar dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan. Ketiga, partisipasi masyarakat merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
Yang pasti, membiasakan diri untuk memberikan akses informasi penyelenggaraan negara terhadap masyarakat. Kebiasaan instansi pemerintah tertutup terhadap pihak luar (terutama yang ingin menadapatkan informasi) harus segera dihilangkan. Ketertutupan ini dapat menimbulkan rasa curiga yang berlebihan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Sikap arogan sudah tidak masanya lagi karena ini dapat menimbulkan sikap vis a vis antara masyarakat dengan jajaran penyelenggara negara di daerah. Dan, kalau ini berlanjut, ia akan menimbulkan krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap pemerintah.


BAB III
PENUTUP

Bagaimana menumbuhkan etos good governance tersebut ? Sebaiknya dimulai dari sikap individu penyelenggara negara. Pada kutipan awal tulisan ini saya kutipkan pidato pertama Abu Bakar Siddig ketika ia pertama menjadi kalifah. Ini adalah bukti bahwa ia memulai pelaksanaan pemerintahan yang baik dan bersih dari diri sendiri. Meskipun pewaris Nabi, ia tidak segan menagatakan : I am not the best of you, if I do ill put me right, false applause is treachery.
Terakhir, pemerintah di sini tidak hanya diterjemahkan sebagai eksekutif saja. Tetapi harus dilihat dalam pengertian yang lebih luas yaitu semua pihak yang memperoleh amanah dari rakyat seperti legislatif, yudikatif, dan bahkan termasuk kalangan pengajar di perguruan tinggi. Singkatnya semua pihak.


DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank, (1997), Governance : Promoting Sound Development Management, ADB.
Dunn, William N., (1994), Public Policy Analysis, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Fendwick, John, (1995), Managing Local Government, Chapman & Hall, London.
Hadimulyo, (2000), Otonomi Daerah dan Good Governance, dalam Harian Republika, 4 November, Jakarta.

MAKALAH TENTANG KEUANGAN NEGARA

MAKALAH TENTANG KEUANGAN NEGARA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penulisan Makalah
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

1.2. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:
- Definisi Keuangan Negara?
- Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara ?
- Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
- Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD ?
- Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat ?
- Pelaksanaan APBN dan APBD ?
- Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara ?

1.3. Identifikasi Penulisan Makalah
1) Definisi Keuangan Negara
2) Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
3) Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
4) Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
5) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
6) Pelaksanaan APBN dan APBD
7) Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Keuangan Negara
“Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah;
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.”
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

2.2. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
- akuntabilitas berorientasi pada hasil;
- profesionalitas;
- proporsionalitas;
- keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
- pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.3. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh bank sentral.

2.4. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja /hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

2.5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

2.6. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

2.7.Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam UU tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Menurut Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara adalah meliputi:
• Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
• Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
• Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
• Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
• Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
• Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
• Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
• Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
• Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
• Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
• Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
• Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
• Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
• Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
• Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
• Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
• Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

3.2. Saran-Saran
- Menjaga kekayaan Negara dengan memberi masukan terhadap kondisi keuangan Negara yang dikelola pejabat setempat.
- Menjalankan hak dan kewajiban dalam bidang keuangan bagi rakyat banyak seperti hak-hak atas dana pembangunan desa, atau untuk kepentingan sekolah.

MAKALAH DEMOKRASI INDONESIA DALAM ARUS GLOBALISASI

MAKALAH DEMOKRASI INDONESIA DALAM ARUS GLOBALISASI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. 
Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

1.2 Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Globalisasi
Kata ‘globalisasi’ diambil dari kata global. Kata ini melibatkan kesadaran baru bahwa dunia adalah sebuah kontinitas lingkungan yang terkonstruksi sebagai kesatuan utuh. Marshall McLuhans menyebut dunia yang diliputi kesadaran globalisasi in global village (desa buana). Dunia menjadi sangat transparan, sehingga seolah tanpa batas administrasi suatu Negara. Batas batas geografis suatau Negara menjadi kabur. Globalisasi membuat dunia menjadi transparan akibat perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya sistem informasi satelit.
Arus globalisasi lambat laun semakin meningkat dan menyentuh hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari. Globalisasi memunculkan gaya hidup kosmopolitan yang ditandai oleh berbagai kemudahan hubungan dan terbukanya aneka ragam informasi yang memungkinkan individu dalam masyarakat mengikuti gaya-gaya hidup baru yang disenangi (Muctarom, 2005).
Istilah globalisasi yang dipopulerkan Theodore Lavitte pada 1985 ini tela menjadi slogan magis di dalam setiap topik pembahasan. Substansi gobalisasi adalah ideologi yang menggambarkan proses interaksi yang sangat luas dalam berbagai bidang: ekonomi, politik, sosial, teknologi dan budaya.
Globalisasi juga merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses multilapis dan multidimensi dalam realitas kehidupan yang sebagian besar dikonstruksi Barat, khususnya oleh kapitalisme dengan nilai-nilai dan pelaksanaannya. Didalam dunia global, bidang-bidang di atas terjalin secara luas, erat, dan dengan proses yang cepat. Hubungan ini ditandai dengan karakteristik hubungan antara penduduk bumi yang melampaui batas-batas konvensional, seperti bangsa dan Negara. Keadaan demikian ini menunjukkan bahwa relasi antara kekuatan bangsa-bangsa di dunia akan mewarnai berbagai hal, yaitu sosial, hukum, ekonomi, dan agama.
Fredman (1999) mengartikulasikan globalisasi sebagai sebuah interelasi yang sedemikian eratnya antara Negara, pasar dan teknologi. Kondisi ini memungkinkan baik perorangan, perusahaan, maupun Negara untuk lebih mudah menjangkau ke seluruh penjuru dunia, lebih cepat, lebih dalam, lebih luas dan tentu saja lebih murah daripada sebelumnya. Globalisasi ditandai dengan disatukannya dunia dengan teknologi internet (world-wide-web), meningkatnya fluktuasi perdagangan internasional sampai ke derajat yang luar biasa; digantinya sistem, mekanisme hingga budaya yang lama, yang tidak efisien dengan yang baru, yang lebih produktif, lebih efisien, dan seluruh teman maupun lawan dikonversi menjadi kompetitor.
Hemmer (2002) memformuasikan globalisasi sebagai pembagian proses produksi ke berbagai lokasi yang berjauhan, yang memacu pesatnya perdagangan barang, PMA, dan integrasi antarpasar modal dunia, maupun semakin disesuaikannya struktur permintaan dan konsumsi nasional/lokal terhadap produk-produk internasional. Singkatnya, globalisasi adaah terjadinya internasionalisasi aktivitas ekonomi secara ekstrem.
Globalisasi yang mengemuka dewasa ini merupakan hasil dari sistem dan proses pembangunan dunia internasional yang bertumpu kepada strategi “satu memantapkan semua” yang dijalankan kaum kapitalis dalam masyarakat internasional yang demikian heterogen. 
Strategi itu sendiri merupakan respons terhadap tantangan cultural dan intelektual masyarakat internasional dewasa ini. Konsep yang mulanya dirumuskan sebagai Konsensus Washington (Chomsky, 2001), akhirnya dipopulerkan dengan terminology globalisasi. Ia tampil sebagain sebuah terminology baru, dalam bahasa mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, James Baker, disebut “sebuah tatanan ekonomi liberal global, sebuah tatanan dunia kapitalis”.
Globalisasi yang mengemuka dewasa ini merupakan hasil dari system dan proses pembangunan dunia internasional yang bertumpu kepada strategi “satu memantapkan semua” yang dijalankan kaum kapitalis dalam masyarakat internasional yang demikian heterogen. 
Globalisasi bukan hanya, atau bahkan terutama, tentang saling ketergantungan ekonomi, tetapi tentang transformasi waktu dan ruang dalam kehidupan kita. Peristiwa di tempat yang jauh, entah yang berkaitan dengan ekonomi atau tidak, memengaruhi kita secara lebih langsung dan segera daripada yang pernah terjadi sebelumnya. Sebaliknya, keputusan yang kita ambil sebagai individu-individu seringkali memiliki implikasi global. Kebiasan makan masing-masing individu, misalnya mempengaruhi para produsen makann, yang mungkin hidup di sisi lain dunia ini.
Revolusi komunikasi dan penyebaran teknologi informasi sangat erat kaitannya dengan proses-proses globalisasi. Ini bahkan juga berlaku dalam area ekonomi. Pasar uang yang bergerak dua puluh empat jam bergantung pada gabungan teknologi satelit dan computer yang juga memengaruhi banyak aspek kemasyarakatan lainnya. Dunia dengan komunikasi elektronik yang seketika, dimana bahkan yang berada wilayah termiskin pun terlibat, mengguncang institusi-institusi lokal dan pola kehidupan sehari-hari. Dampak televisi saja sudah demikian besar. 
Sebagian besar komentator setuju, misanya, bahwa peristiwa-peristiwa tahun 1989 di Eropa Timur tak akan terungkap sedemikian rupa jika tak ada televisi. Begitulah, globalisasi menjadi kekuatan yang terus meningkat, dan dapat menimbulkan aksi dan reaksi dalam kehidupan. Globalisasi melahirkan dunia yang terbuka untuk saling berhubungan, terutama dengan ditopang teknologi informasi yang sedemikian canggih.
Topangan teknologi informasi ini pada gilirannya dapat mengubah segi-segi kehidupan, baikkehidupan material maupun kehidupan spiritual. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini di satu sisi memberikan kemudahan hidup bagi umat manusia, tetapi di sisi lain dapat menimbulkan berbagai perubahan, diantaranya pergeresan nilai. Soejatmiko menyebutkan tiga faktor utama yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor kependudukan dan ekologi (lingkungan hidup). Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci perubahan. Dalam konteks ini, Negara-negara Barat yang berbahasa Inggris, menurut John Naisbitt dan Patricia Aburdence, akan mendominasi gaya hidup global.

2.2 Wujud Globalisasi di Ranah Ekonomi
Pembahasan mengenai globalisasi kembali mengemuka pada bulan November 2002 di Majalah Criminal Politic Magazine terbitan Amerika dibawah rubric Globalology (al-Khatib, 2000). Majalah tersebut mempublikasikan sebuah artikel berjudul “The Carrol Quigley-Clinton Connection” (Hubungan Presiden Clinton dengan Profesor Carrol Quigley). Carrol Quigley adalah dosen Clinton di Universitas Geogetown, yang mengasuh beberapa mata kuliah mengenai ekonomi strategis pada salah satu program pascasarjana universitas tersebut.
Tulisan itu menyebutkan, Carrol Quigley pernah mengijinkan Clinton mengutip kebijakan-kebijakan yang bersifat rahasia dan meminta Clinton mempelajarinya dan turut serta mempersiapkan kajian-kajian yang dapat menguntungkan Pemerintah Amerika. 
Clinton terus melakukan kajian dan persiapan-persiapan selama kurun waktu 20 tahun. Akhirnya, ia berhasil menelorkan ide-ide ekonomi yang berhubungan dengan Tata Dunia Baru. Dia telah meletakkan asas-asas kajian dan penelitiannya yang dibuktikan dengan pernyataan “tidaklah mudah menciptakan tata aturan dunia yang didasarkan pada dominasi perekonomian internasional sebagai satu kesatuan”.
Ide-ide ekonomi tersebut muncul ke permukaan pada awal dasawarsa 900-an. Ide tersebut mengintroduksi strategi ekonomi dalam skala luas untuk melemahkan sosialisme secara total dan menggantikannya dengan kapitalisme, termasuk ide globalisasi ekonomi pasar, dan perdagangan bebas sebagai ide-ide yang diklaimaktual dan paling relevan di era millennium.
Tokoh yang menjadi perintis globalisasi ini adalah Presiden Clinton, mengingat istilah ini muncul bersamaan dengan awal pemerintahannya. Strategi ekonomi global ini dilakukan dengan melancarkan tenakan agar dihilangkannya hambatan-hambatan, pajak-pajak, bea-bea masuk dan ketentuan-ketentuan mengenai proteksi serta monopoli perekonomian Negara.
Globalisasi ekonomi merupakan pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam sebuah sistem ekonomi global. Segenap aspek perekonomian, pasokan dan permintaan, bahan mentah, informasi dan transportasi, tenaga kerja, keuangan, distribusi, serta kegiatan-kegiatan pemasaran meyatu atau terintegrasi dan terjalin dalam huungan saling ketergantungan yang berskala dunia. Perjanjan internasional di Marakesh, Maroko, April 1994 yang menghasilkan kesepakatan internasional yang disebut General Agreement on Tariff and Trade (GATT) menjadi tonggak awal dimulainya era globalisasi di bidang ekonomi. Substansi kesepakatan GATT menunjukkan, setiap warga Negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut harus patuh pada aturan internasional yang mengatur perilaku perdagangan antar pemerintah dalam era perdagangan bebas. 
Sebagai tindak lanjut, pada 1995 dibentuk sebuah organiasasi pengawasan dan control perdagangan global yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO). Kemudian disusul oleh pembentukan blok-blok ekonomi, di Asia dibentuk Asean Free Trade Area (AFTA), di Asia Pasifik dibentuk Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) dan di kawasan Eropa dibentuk Single European Market (SEM) dan di Negara-negara Atlantik Utara dibentuk North America Free Trade Area (NAFTA).
Perdagangan global tersebut dilandasi motivasi utama untuk memaksimalkan keuntungan (uang) dan kekuasaan. Globalisasi yang menghendaki perdagangan bebas menuntut seluruh perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar. Mekanisme pasarlah yang akan menetukan apakah sebuah produk dari sebuah Negara dapat bersaing atau tidak. Pola ekonomi global inilah yang kemudian memunculkan “neoliberalisme”. Pasar akan dikuasai oleh komoditas-komoditas dari Negara maju yang akan memarginalkan Negara-negara miskin.
Sebagai akibatnya adalah munculnya kesenjangan ekonomi yang akut. Ini berarti globalisasi ekonomi tidak menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat lemah dan miskin, baik dalam skala internasional maupun nasional.
Fenomena menunjukkan bahwa proses integrasi sistem ekonomi nasional ke dalam ekonomi global terus berlangsung dengan penerapan format ekonomi liberal ke dalam struktur perekonomian dunia. Sistem yang berlaku menunjukkan eksport untuk setiap Negara ditujukan untuk pasar dunia, selain untuk pasar regional. Sistem ini mengharuskan dihapuskannya batasan dan hambatan yang menghalangi arus masuk dan keluarnya modal, barang dan jasa dari suatu Negara. Dengan demikian, pasar dan perekonomian dunia itu bukan perekonomian yang tertutup dan terproteksi, melainkan perekonomian terbuka, yang disebut dengan pasar terbuka, pasar bebas.
Pasar tidak pernah memikirkan mengenai aspek sosial atau agenda penghapusan kemiskinan. Pasar adalah mengenai bagaimana menghasilkan interaksi-interaksi penawaran dan pemerintahan, yang pada akhirnya didominasi “pemain besar” yang bertujuan mencari laba yang membutuhkan gagasan-gagasan besar yang sempurna. Bukti paling jelas adalah liberalisasi sektor keuangan yang diperjuangkan World Bank dan IMF sejak tahun 1980-an, yang kini menjadi sebab utama krisis ekonomi, pelarian modal keluar, beban utang yang meningkat tajam, dan volatilitas keuangan yang tidak berkesudahan yang membangkrutkan bangsa-bangsa Negara berkembang dan miskin hanya dalam hitungan jam dan hari.
Globalisasi adalah pasar yang mengglobal, atau kapitalisme global. Pasar bukanlah konsep netral, tetapi nama lain dari kapitalisme. Kalau dulu bernama kapitalisme internasional, sekarang berubah nama menjadi kapitalisme global, karena secara kauntitatif telah membesar secara luar biasa. Kalau dulu sekitar tahun 1980-an, transaksi keuangan dunia hanya sekitar 300 juta dollar sehari, sekarang di tahun 1990-an meningkat tajam menjadi 1 trilliun dollar sehari. Kalau dulu transaksi memerlukan waktu berhari-hari, sekarang cukup dalam hitungan per detik, maka milliaran dollar bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain, berkat electronic mail. Jadi, arti kata global mengandung arti lingkupnya yang kompak, terintegrasi dan menyatu, menggantikan ekonomi nasional dan regional.
Pasar dengan sendirinya berlawanan dengan agenda penghapusan kemiskinan yang hendak dilakukan oleh siapa pun (Setiawan, 2006), baik pemerintah nasional, badan-badan PBB, organisasi-organisasi non-pemerintah, organisasi-organisasi charity, badan-badan keagamaan, dan lain-lain. Upaya penghapusan kemiskinan akan mirip “menabur garam di laut”, selama globalisasididefinisikan seperti sekarang ini, yaitu globalisasi versi neoliberal. Globalisasi seperti ini mengandung dua ciri utama, yaitu:
- Multilateralisme, yaitu kekuasaan badan-badan antarpemerintah yang telah menjadi kepanjangan tangan ekspansi global kapitalisme, yaitu tiga bersaudara (triumvirat) Bank Dunia-IMF-WTO. Lembaga-lembaga Bretton Woods semula dimaksudkan untuk menstabilkan perekonomian setelah Perang Dunia II guna membangun kesejahteraan Negara-negara anggotanya. Paham dasarnya adalah Keynesian. Akan tetapi semenjak 1980-an, bersamaan dengan dominannya paham neoliberal, multilateralisme telah bertukan paham ikut memeluk neoliberalisme. Dan bersamaan dengan kapitalisme global, multilateralisme telah menempatkan dirinya menjadi supra-negara. 
Operasi badan-badan ini telah melabrak kedaulatan nasional Negara, mengintervensi kebijakan domestic, dan memfasilitasi masuknya TNC untuk menguasai ekonomi suatu Negara bersangkutan. Multilateralisme juga berarti koherensi atau kerjasama erat di antara Bank Dunia-IMF-WTO dalam operasi-operasinya, khususnya dengan menggunakan cross-conditionalities (prasyarat bersilang) kepada Negara-negara Dunia Ketiga. Akan tetapi perlu diingat bahwa di balik badan-badan ini dikuasai sepenuhnya oleh kepentingan Negara-negara maju, khususnya hegemoni Amerika Serikat dan Negara-negara G-7 (Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Jepang, Italia).
- Transnasionalisasi, yaitu menguatnya monopoli dan konsentrasi modal serta kekuasaan ekonomi kepada korporasi-korporasi besar dunia. Semua mekanisme kapitalisme global berujung pada keuntungan di pihak TNC (Transnational Corporation). Globalisme dan multilateralisme adalah sistem dan mekanisme guna menempatkan TNC pada kedudukan utama. 
Ini memudahkan TNC melakukan ekspansi ke berbagai Negara dengan mendapat berbagai kemudahan, seperti tarif bea masuk yang rendah atau malahan nol persen; kemudahan invetasi lewat penanaman modal asing 100%; penguasaan dan monopoli HAKI sehingga teknologi terus menerus dikuasai mereka; kemudahan untuk menguasai dan memonopoli berbagai sektor usaha di berbagai Negara, bahkan yang bersifat barang publik(public goods). Hal ini semua yang diatur oleh WTO, IMF, dan Bank Dunia. Semua kemudahan tersebut dan penghapusan atas berbagai hambatan usaha di suatu Negara akan semakin memperbesar TNC dan membuatnya sebagai penguasa dunia yang sebenarnya.
Bentuk nyata Globalisasi adalah privatisasi. Privatisasi atau swastanisasi secara umum berarti pengalihan BUMN kepada perusahaan swasta. Akan tetapi kini arti privatisasi lebih luas dari sekedar penjualan asset publik lewat lelang publik atau penjualan langsung, yaitu termasuk juga berbagai cara lain, seperti pemberian sub-kontrak dan konsesi dari jasa pemerintah, perjanjian lisensi, kontrak manajemen, perjanjian penyewaan usaha, peralatan atau asset, perjanjian usaha patungan (joint-venture¬), secara skema (Build-Operate-Transfer).
Privatisasi baru berkembang pesar dalam 15 tahun terakhir ini, khususnya setelah Bank Dunia menjalankan program penyesuaian struktural (Structural adjustment) dan setelah IMF menjalankan program poverty reduction and growth facility (PRGF) di tahun 1980-an. Kedua lembaga ini menekankan kepada liberalisasi perdagangan, pengurangan devisit anggaran, dan memperbaiki kemampuan pemerintah dalam membayar utang-utangnya. Dari sinilah privatisasi dijadikan sebagai pilihan strategi global; dan sejak itu dijalankan oleh berbagai Negara berkembang, khususnya yang menderita ketidakseimbangan ekonomi makro dan terlilit utang.
IMF secara instrumental menerapkannya melalui Letter of Intent, sementara Bank Dunia menyediakan pinjaman khusus untuk proyek-proyek privatisasi lewat asistensi teknis dan finansial. Privatisasi dalam keyataannya bukan sekedar mengatasi masalah fiskal, tetapi adalah komponen utama dari sebuah paradigma governance baru, yang disebut neoliberal; yaitu tuntutan akan efisiensi dan efektivitas pemerintahan yang saat ini dianggap berada di bawah standard an mengalami tekanan anggaran. Privatisasi adalah paradigm korporatis, berorientasi ke pasar, mencari keuntungan, dan meminimalkan peran Negara daam perekonomian. Dalam praktikya, privatisasi adalah penjualan asset-aset pemerintah secara murah kepada pihak swasta, bahkan asset yang termasuk hajat hidup publik, seperti air, jalan raya dan lain-lain.

2.3 Wujud Globalisasi di Ranah Politik
Kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan berkaitan dengan perilaku politik individu maupun kelompok kepentingan. Seorang individu atau kelompok dapat disebut berpolitik manakala mereka berpartisipasi dalam kehidupan politik dan aktivitas mereka berhubungan dengan pelaksanaan kebijaksanaan untuk suatu masyarakat. Globalisasi ekonomi dan budaya yang diprakarsai Negara-negara Barat merupakan bagian dari kebijakan sistem Barat yang melibatkan suatu masyarakat, turut serta melaksanakan kebijaksanaan politik Barat. Kebijakan politik tidak hanya menyangkut hubungan politik maupun ekonomi, melainkan juga demokratisasi, lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
Kelompok-kelompok Negara yang bekerja sama dalam bidang ekonomi seperti AFTA, APEC, SEM maupun NAFTA, pada hakikatnya tidak lepas dari kebijakan politik. Dunia Barat yang memegang kebijaksanaan ekonomi global itulah yang melontarkan isu demokratisasi. Demokrasi tidak sekedar menjamin hak politik dan tegaknya rule of law. Demokrasi juga harus mencakup bidang ekonomi dengan penguasaan kekuatan-kekuatan ekonomi dan upaya memperkecil perbedaan sosial dan ekonomi, terutama perbedaan-perbedaan yang timbul dari distribusi kekayaan yang tidak merata. Isu demokrasi dalam hal ini mencakup masalah-masalah: upah minimum, pensiun, pendidikan umum, asuransi, mengurangi pengangguran, dan sebagianya.
Globalisasi politik juga melibatkan isu lingkungan hidup (environment) yang meliputi seluruh bentuk lingkungan yang terdiri dari:
- Lingkungan mati atau lingkungan fisik (physical environment).
- Lingkungan biologis (biological environment)
- Lingkungan manusia dan lingkungan sosial-budaya (social and cultural environment)
Dalam Bab I Pasal I Ayat UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan: lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perilaku kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Manusia menempati posisi terpenting dalam lingkungan hidup ini untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutu serta untuk menjamin kelestariannya. Lingkungan hidup harus mendapat perhatian dan penanganan secara terpadu, baik dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan maupun pengembangannya.


BAB III
KESIMPULAN

Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi.
Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan
Globalisasi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses multilapis dan multidimensi dalam realitas kehidupan yang sebagian besar dikonstruksi Barat, khususnya oleh kapitalisme dengan nilai-nilai dan pelaksanaannya. Didalam dunia global, bidang-bidang di atas terjalin secara luas, erat, dan dengan proses yang cepat. Arus globalisasi lambat laun semakin meningkat dan menyentuh hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari.
Globalisasi ekonomi merupakan pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam sebuah sistem ekonomi global. Globalisasi yang menghendaki perdagangan bebas menuntut seluruh perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar. Globalisasi adalah pasar yang mengglobal, atau kapitalisme global.
Fenomena cukup menarik ditunjukkan bahwa globalisasi politik berimplikasi pada model hubungan internasinal, secara spesifik dengan globalisasi tiga dunia (kapitalis, sosialis maupun Dunia Ketiga) dapat bersatu. Kebijakan politik tidak hanya menyangkut hubungan politik maupun ekonomi, melainkan juga demokratisasi, lingkungan hidup dan hak asasi manusia.


DAFTAR PUSTAKA

- Hendra Nurtjahto, S.H., M.Hum. 2006 ”Filsafat Demokrasi”. Jakarta: PT Bumi Aksara.
- “http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi“
- Wijianti, S.Pd. dan Aminah Y., Siti, S.Pd. 2005 “Kewarganegaraan (Citizenship)”. Jakarta: Piranti Darma Kalokatama.
- “http://www.coop-indonesia.com/Globalisasi”(Adi Sasono)”.

MAKALAH PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP BUDAYA INDONESIA

MAKALAH PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP BUDAYA INDONESIA

BAB I 
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejarah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan menjadi suatu rangkaian yang erat sepanjang kehidupan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut maka sejarah yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah yang berkaitan dengan kebudayaan, terutama kebudayaan asing yang telah memberikan pengaruh dalam kehidupan bangsa Indonesia dan khususnya memberikan pengaruh pada pembentukan kebudayaan Indonesia. Sejarah memberikan pelajaran dan pengalaman untuk manusia di masa sekarang dan di masa yang akan datang.
Dari sejarah akan dapat diketahui kegagalan dan keberhasilan yang dialami oleh manusia dan memberikan suatu pedoman bagi manusia di masa yang akan datang untuk lebih berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu agar dapat mencapai keberhasilan dan peningkatan kualitas kehidupan. Seperti yang dikatakan filsuf terkenal dari Cina, Kong Fu Tse yang mengatakan “Sejarah mendidik kita bertindak bijaksana”. Kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan kebudayaan yang majemuk dan sangat kaya ragamnya. Perbedaan yang terjadi dalam kebudayaan Indonesia dikarekan proses pertumbuhan yang berbeda dan pengaruh dari budaya lain yang ikut bercampur di dalamnya. 


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SEJARAH
Arti kata sejarah berasal dari bahasa arab “Syajara” yang berarti terjadi. Syajara berarti pohon, Syajarohan-nasab yang berarti pohon sislsilah atau dari bahasa Inggris history sedang dari bahasa Latin dan Yunani historia (histor atau istor yang berarti orang pandai). Sejarah adalah kejadian yang menyangkut hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Juga dikatakan sejarah adalah hubungan sebab akibat antara kejadian yang satu dengan kejadian yang lain. Sejarah pada akhirnya harus berbicara mengenai kejadian yang benar-benar nyata, karenanya perlu adanya pembuktian yang akurat dalam bentuk tulisan (prasasti, batu bersurat, daun lontar, kitab kuno dll) maupun secara lisan (langsung dari sumber pelaku) Pengaruh Budaya dari Timur yang berasal dari Daratan Cina dan India berupa ajaran agama Budha dan Hindu.

B. PROSES MASUKNYA BUDAYA HINDU BUDHA KE INDONESIA
Proses masuknya pengaruh Hindu Budha ke Indonesia dapat disebut sebagai masa peng-Hindu-an, walaupun kata penghinduan ini tidak tepat karena tidak hanya pengaruh agama Hindu saja yang masuk ke Indonesia tetapi juga pengaruh agama Budha. Meskipun demikian, bagaimana cara masuknya pengaruh Hindu Budha ke Indonesia dan siapa yang menjadi pembawanya tidak dapat diketahui secara pasti. 
Berdasarkan penelitian sejarah, muncul beberapa teori tentang pembawa pengaruh Hindu Budha ke Indonesia. Antara lain adalah Teori Sudra yang menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta Sudra. Teori Waisya, menyatakan penyebaran agama Hindu dibawa oleh orang berkasta Waisya. Atas dasar kedatangan kasta waisya yang berprofesi sebagai pedagang dan kemudian mengadakan hubungan dagang dan menikah dengan wanita Indonesia. Teori Ksatria yang menyatakan bahwa pengaruh Hindu dibawa oleh kasta kesatria. karena adanya kekacauan politik di India sehingga banyak anggota kasta Kesatria yang lari dari India dan menetap di Indonesia. Para Kesatria ini mendirikan kerajaan di Indonesia dan kemudian turut serta menyebarkan agama Hindu. Teori Brahmana karena Kaum Brahmana datang ke Indonesia dan kemudian ikut pula mngajarkan ajarannya kepada masyarakat di Indonesia.
Penyebaran agama Hindu dan Buhda di Indonesia dilakukan bersamaan dengan kegiatan perdagangan atau hubungan dagang. Di samping itu penyebaran juga dilakukan dengan mendatangkan para Brahmana/pendeta dari India dan mengirim orang-orang Indonesia ke India untuk mempelajari agama Hindu. Pengaruh kebudayaan dari Timur yang dipilih secara selektif dan disesuaikan dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh yang diberikan tersebut sangat besar terutama dalam hal kepercayaan, pemerintahan, ekonomi dan kebudayaan.
Di Indonesia menjadi babak baru dalam kehidupan kepercayaan masyarakat Indonesia. Masyarakat indonesia yang tadinya mempunyai kepercayaan animisme kemudian berubah menjadi penganut agama tersebut meskipun masih terdapat pengaruh kepercayaan lama seperti pemujaan kepada roh nenek moyang dll. Pada bidang pemerintahan, Sistem pemerintahan kesukuan dan pemujaan terhadap tokoh spiritual atau kepala suku kemudian bergeser menjadi pemerintahan kerajaan. Sistem pemerintahan kerajaan pemimpin berasal dari keturunan raja sebelumnya. Pada sistem Sosial, perubahan kehidupan sosial juga terjadi dalam masyarakat, misalnya pengaruh pembentukan kasta dalam struktur sosial kemasyarakatan. Pada sistem Ekonomi, aktifitas ekonomi dari barter menjadi sistem uang dan perdagangan yang semakin maju menjadi salah satu bentuk perubahan dalam bidang ekonomi. Pada sistem kebudayaan, antara lain terlihat pada hasil peninggalan seperti candi, tempat ibadah, seni sastra. Cerita-cerita ephos seperti Ramayana dan Mahabarata menjadi sumber inspirasi cerita rakyat dan perubahan kebudayaan lama.
Pengaruh lain yang terlihat adalah pada bentuk tulisan dan sistem tulisan. Percampuran kebudayaan jelas nampak pada bangunan candi yang terlihat pada dasar bangunan berupa punden berundak dan ukiran candi yang menunjukkan pengaruh Hindu Budha. Selain kebudyaan dari Cina dan India, juga pengaruh dari kebudayaan di Arab berupa ajaran agama Islam dan berkembangnya kebudayaan Islam turut memberikan pengaruh pada kebudayaan di Indonesia. Pedagang-pedagang dari Arab yang melakukan hubungan dagang pada waktu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7. khususnya di selat Malaka yang berhubungan dengan wilayah Asia dan Semenanjung Arab.
Pengaruh kebudayaan dari Barat dan Timur dapat dilihat pada kebudayaan yang dimiliki oleh berbagai kerajaan di Indonesia, misalnya kerajaan Aceh. Peninggalan kebudayaan dari kerajaan Aceh ini berupa masjid atau bangunan ibadah yang dinamai Masjid Baiturrahman. Juga di Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram, yang di antaranya adalah adanya seni tari, seni pahat, seni suara, seni sastra dan bangunan khasnya. Salah satu kebudayaan yang hingga kini masih dipertahankan adalah Kebudayaan Kejawen sebagai akulturasi atu perpaduan budaya dari Hindu, Budha dan Islam sendiri. Upacara Grebeg yang menjadi tradisi kerajaan Mataram berasal dari pemujaan roh nenek moyang. Upacara tersebut merupakan salah satu tradisi peninggalan dari Kerajaan Majapahit.
Dengan perpaduan budaya antara Hindu dan Islam maka pelaksanaan Upacara Grebeg dilakukan pada Hari raya Besar umat Islam. Di samping itu terdapat pula perkembangan kebudayaan berupa kesusasteraan Jawa yang berkembang secara pesat dan menghasilkan pujangga sastra dan hasil karyanya seperti Nitisruti, Nitisastra dan Astabrata. Agama dan kebudayaan Islam di Indonesia memberikan pengaruh terhadap segala aktifitas kehidupan masyarakat seperti dalam bidang politik pemerintahan, kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat. Berkembangnya pengaruh islam dalam bidang politik pemerintahan di Indonesia dibuktikan dengan sistem pemerintahan yang didasarkan pada ajaran Islam dan Pemerintahan Kerajaan Islam di berbagai tempat di Indonesia.
Kebudayaan Barat dari Eropa turut memberikan pengaruh bagi kebudayaan Indonesia. Eropa Kuno tidak pernah lepas dari Kebudayaan Pulau Kreta yang lebih dahulu berkembang dan menyebarkan pengaruhnya ke wilayah di sekelilingnya kurang lebih pada tahun 1300 SM. Kebudayaan Pulau Kreta merupakan dasar bagi kebudayaan Eropa yang sampai sekarang masih terdapat sisa-sisa pengaruh dan peninggalannya. Kebudayaan Pulau Kreta disebarkan dan ditransformasikan melalui penjajahan oleh bangsa Yunani dan Romawi Kuno sehingga menjadi tonggak budaya Eropa masa kini.
Selain perkembangan melalui penjajahan, kebudayaan Pulau Kreta juga berkembang melalui hubungan dagang yang dilakukan oleh pedagang Yunani dan Romawi. Pulau Kreta merupakan pulau terbesar di wilayah Yunani dan melintang dari barat ke timur dan sekaligus menjadi pemisah Laut Aegea, Laun Ionea dan laut Tengah. Peradaban Pulau Kreta disebut juga sebagai peadaban “MINOA”. Nama Minoa berasal dari dinasti (keluarga) Raja Minos. Peradaban keluarga ini telah berkembang antara tahun 3000 sampai dengan 1400 SM.
Kebudayaan Eropa dibawa ke Indonesia melalui hubungan dagang dan melalui penjajahan yang dilakukan oleh Bangsa Perancis, Inggris dan Belanda. Akibat dari hubugan tersebut kebudayaan Eropa turut mempengaruhi perkembangan kebudayaan di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan pada bentuk pemerintahan pada beberapa kerajaan dan sistem hukum yang digunakan di Indonesia. Selain itu pada kebudayaan seni bangunan dan sastra juga turut terpengaruh oleh kebudayaan Eropa tersebut.
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Asia dan Indonesia mulai terjadi kira-kira pada abad ke-14. Kedatangan bangsa-bangsa Eropa pada mulanya bermaksud untuk mencari langsung sumber rempah dan sutera yang sangat mahal jika dijual di Eropa. Penutupan jalur perdagangan oleh kerajaan Islam di Afrika dan Eropa timur sangat mengganggu perdagangan bangsa Eropa, untuk itu bangsa-bangsa Eropa mulai mencari sendiri sumber rempah dan sutera dengan melakukan penjelejahan samudera. Motif ekonomi sebagai alasan utama bangsa Barat datang ke Indonesia di samping untuk menyebarkan agama Kristen dan faktor petualangan. Sesuai semboyan penjelajahan samudra oleh Bangsa Eropa (Gold, Gospel and Glory). Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia antara lain adalah dari Portugis, Belanda, Spanyol, Inggris, Perancis dll.

Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
Sejak zaman prasejarah penduduk Indonesia dikenal sebagai pelaut ulung yang sanggup mengarungi lautan lepas. Pada permulaan pertama tarikh Masehi, telah terjalin hubungan dagang antara Indonesia dengan India. Hubungan ini kemudian juga berkembang ke hubungan agama dan budaya. Hal ini disebabkan para pedagang dari India tidak hanya membawa barang dagangannya, tetapi juga membawa agama dan kebudayaan mereka sehingga menimbulkan perubahan kehidupan dalam masyarakat Indonesia, yakni sebagai berikut.
Semula hanya mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme, kemudian mengenal dan menganut agama Hindu-Buddha.
Semula belum mengenal aksara/tulisan, menjadi mengenal aksara/tulisan dan Indonesia memasuki zaman Sejarah.

1. Hubungan Dagang Indonesia dengan India dan Cina
Pada awal abad tarikh Masehi, negeri Kepulauan Nusantara telah menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa di Asia. Bentuk hubungan dagang yang berlangsung pada saat itu bermula dari kegiatan perdagangan dan pelayaran. Sebagai akibat dari hubungan perdagangan dan pelayaran, timbullah pertemuan kebudayaan yang melahirkan kebudayaan baru bagi masyarakat Nusantara. Proses percampuran antara dua atau lebih kebudayaan yang saling bertemu dan mempengaruhi itu disebut akulturasi kebudayaan. Adanya hubungan dagang pada awal abad tarikh Masehi, didasarkan adanya sumber-sumber baik ekstern maupun intern.

a. Sumber Ekstern
1) Sumber dari India
Menurut Van Leur dan Wolters, kegiatan hubungan dagang Indonesia dengan bangsa-bangsa Asia pertama kali dilakukan dengan India, kemudian Cina. Bukti adanya hubungan dagang tersebut dapat diketahui datri kitab Jataka dan kitab Ramayana. Kitab Jataka menyebut nama Swarnabhumi sebuah negeri emas yang dapat dicapai setelah melalui perjalanan yang penuh bahaya. Swarnabhumi yang dimaksud ialah Pulau Sumatra. Kitab Ramayana menyebut nama Yawadwipa dan Swarnadwipa. Menurut para ahli, Yawadwipa (pulau padi) diduga sebutan untuk Pulau Jawa, sedangkan Swarnadwipa (pulau emas dan perak) adalah Pulau Sumatra.
Nah, kapan terjadi hubungan dagang antara India dengan Indonesia secara aktif? Kitab Jataka dan kitab Ramayana tidak menyebut secara jelas terjadinya hubungan dagang dengan tempat-tempat di Indonesia. Salah satu kitab sastra India yang dapat dipercaya adalah kitab Mahaniddesa yang memberi petunjuk bahwa masyarakat India telah mengenal beberapa tempat di Indonesia pada abad ke-3 Masehi. Dalam kitab Geographike yang ditulis pada abad ke-2 juga disebutkan telah ada hubungan dagang antara India dan Indonesia. Dari kedua keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara intensif terjadinya hubungan dagang antara Indonesia dan India mulai abad-abad tersebut (abad ke 2-3 Masehi).
2) Sumber dari Cina
Kontak hubungan Indonesia dengan Cina diperkirakan telah berkembang pada abad ke-5. Bukti-bukti yang memperkuat hubungan itu di antaranya adalah perjalanan seorang pendeta Buddha, Fa Hien. Pada sekitar tahun 413 M, Fa Hien melakukan perjalanan dari India ke Ye-po-ti (Tarumanegara) dan kembali ke Cina melalui jalur laut. Selanjutnya, Kaisar Cina, Wen Ti mengirim utusan ke She-po ( Pulau Jawa). Berdasarkan bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa pada abad ke-5 telah dilakukan hubungan perdagangan dan pelayaran secara langsung antara Indonesia dan Cina.
Barang-barang yang diperdagangkan dari Cina berupa sutra, kertas, ulit binatang berbulu, kulit manis, dan barang-barang porselin. Barang-barang dagangan dari India berupa ukiran, gading, perhiasan, kain tenun, gelas, permata, dan wol halus yang ditukar dengan komoditas dari Indonesia seperti rempah-rempah, emas, dan perak.
3) Sumber dari Yunani
Keterangan lain tentang adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India, dan Cina dapat diketahui dari Claudius Ptolomeus, seorang ahli ilmu bumi Yunani. Dalam kitabnya yang berjudul Geographike yang ditulis pada abad ke-2, Ptolomeus menyebutkan nama Iabadio yang artinya pulau jelai. Mungkin kata itu ucapan Yunani untuk menyebut Yawadwipa, yang artinya juga pulau jelai. Dengan demikian, seperti yang disebutkan dalam kitab Ramayana bahwa Yawadwipa yang dimaksud ialah Pulau Jawa.

b. Sumber Intern
Adanya sumber-sumber dari luar, seperti dari India, Cina dan Yunani, diperkuat adanya sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri. Sumbersumber sejarah di dalam negeri yang memperkuat adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina, antara lain sebagai berikut.
1) Prasasti
Prasasti-prasasti tertua di Indonesia yang menunjukkan hubungan Indonesia dengan India, misalnya Prasasti Mulawarman di Kalimantan Timur yang berbentuk yupa. Demikian juga prasasti-prasasti Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Semua prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
2) Kitab-Kitab Kuno
Kitab-kitab kuno yang ada di Indonesia biasanya ditulis pada daun lontar yang ditulis dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa Kuno yang juga mwerupakan pengaruh dari bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa. Kemampuan membaca dan menulis ini diperoleh dari pengaruh Hindu dan Buddha.
3) Bangunan-Bangunan Kuno
Bangunan kuno yang bercorak Hindu ataupun Buddha terdiri atas candi, stupa, relief, dan arca. Banyak peninggalan bangunan-bangunan kuno yang bercorak Hindu atau Buddha di Indonesia. Demikian juga benda-benda peninggalan dinasti-dinasti Cina. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara Indonesia, India, dan Cina.
Hubungan dagang Indonesia dengan India dan Cina telah menempatkan Indonesia di kancah perdagangan dan pelayaran masa Kuno. Namun, pengaruh kebudayaan India dan Cina terhadap perkembangan sejarah Indonesia amat berbeda. Hal itu disebabkan dalam perkembangan selanjutnya, para pedagang India di samping berdagang, mereka juga menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha.
Para brahmana atau pendeta dengan ikut para pedagang berlayar, mereka singgah di daerah-daerah untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha. Dengan demikian, hubungan dagang dengan India telah memunculkan perubahan besar dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia, baik di bidang sosial, budaya, maupun politik sebagai dampak dari persebaran agama dan kebudayaan Hindu- Buddha. Terbukti di Indonesia muncullah kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Buddha yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Kalimantan, Jawa, Sumatra, dan Bali.

2. Pembawa Pengaruh Agama dan Kebudayaan Hindu Buddha
Bagaimana proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia? Siapa yang membawa agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia? Hal itu menimbulkan berbagai macam interpretasi karena tidak ada bukti yang konkrit. Ada beberapa hipotesis tentang masuknya agama dan budaya Hindu-Buddha ke Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a. Hipotesis Waisya
Hipotesis waisya mengungkapkan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu dibawa oleh golongan pedagang (waisya). Mereka mengikuti angin musim (setengah tahun berganti arah) dan enam bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu. 
Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang umumnya merupakan kelompok pedagang inilah yang berperan besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu ke Nusantara. Mereka yang menjadikan munculnya budaya Hindu sehingga dapat diterima di kalangan masyarakat.. Pada saat itu, para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa dan rakyat. Jalinan hubungan itu yang membuka peluang terjadinya proses penyebaran agama dan budaya Hindu. Salah satu tokoh pendukung hipotesis waisya adalah N.J. Krom.
b. Hipotesis Kesatria
Hipotesis kesatria mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Nusantara adalah kaum kesatria. Menurut hipotesis ini, pada masa lampau di India terjadi peperangan antarkerajaan. Para prajurit yang kalah perang, kemudian mengadakan migrasi ke daerah lain. Tampaknya, di antara mereka ada yang sampai ke Indonesia dan mendirikan koloni-koloni melalui penaklukan. Mereka menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Salah seorang pendukung hipotesis kesatria adalah C.C. Berg.
c. Hipotesis Brahmana
Hipotesis brahmana mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia ialah golongan brahmana. Para brahmana datang ke Nusantara diundang oleh penguasa Nusantara untuk menobatkan menjadi raja dengan upacara Hindu (abhiseka = penobatan). Selain itu, kaum brahmana juga memimpin upacara-upacara keagamaan dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Pendukung hipotesis ini adalah J.C. van Leur.
d. Hipotesis Nasional
Hipotesis nasional mengungkapkan bahwa penduduk Indonesia banyak yang aktif berdagang ke India, pulangnya membawa agama dan kebudayaan Hindu. Sebaliknya, orang-orang Indonesia (raja) mengundang para brahmana dari India untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia sendiri yang aktif memadukan unsurunsur kebudayaan India. Banyak pemuda Indonesia yang belajar agama Hindu-Buddha ke India dan setelah memperoleh ilmu, mereka kembali untuk menyebarkan agama di Tanah Air.
Terlepas dari hipotesis tersebut , orang-orang Indonesia ikut memegang peranan penting dalam masuknya agama dan budaya India. Orang-orang Indonesia yang memiliki pengetahuan dari pada pendeta India kemudian pergi ke tempat asal guru mereka untuk melakukan ziarah dan menambah ilmu mereka. Sekembalinya dari India dengan bekal pengetahuan yang cukup, mereka ikut serta menyebarkan agama dan budaya dengan memakai bahasa mereka sendiri. Ajaran-ajaran yang mereka sebarkan dapat lebih cepat diterima oleh penduduk. Jadi, proses masuknya budaya India ke Indonesia menjadi lebih cepat dan mudah.

3. Peta Jalur Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kepercayaan Hindu-Buddha
Pada sekitar abad ke-2 sampai dengan 5 Masehi, diperkirakan telah masuk agama dan kebudayaan Buddha ke Indonesia. Kemudian disusul pengaruh Hindu ke Indonesia pada abad ke-5 Masehi. Agama dan budaya Hindu-Buddha dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan pendeta dari India atau Cina, masuk ke Indonesia mengikuti dua jalur.
a. Melalui Jalur Laut
Para penyebar agama dan budaya Hindu -Buddha yang menggunakan jalur laut datang ke Indonesia mengikuti rombongan kapal-kapal para dagang yang biasa beraktivitas pada jalur India-Cina. Rute perjalanan para penyebar agama dan budaya Hindu Buddha, yaitu dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian ke Nusantara. Sementara itu, dari Semenanjung Malaya ada yang terus ke Kamboja, Vietnam, Cina, Korea, dan Jepang. Di antara mereka ada yang langsung dari India menuju Indonesia dengan memanfaatkan bertiupnya angin muson barat.
b. Melalui Jalur Darat
Para penyebar agama dan budaya Hindu -Buddha yang menggunakan jalur darat mengikuti para pedagang melalui Jalan Sutra, dari India ke Tibet terus ke utara sampai dengan Cina, Korea, dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya kemudian berlayar menuju Indonesia. 

4. Proses masuk dan berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia
1. Bukti-bukti Masuknya Islam ke Indonesia
Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan di Indonesia, para ahli menafsirkan bahwa agama dan kebudayaan Islam diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 M, yaitu pada masa kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.
Pendapat lain membuktikan bahwa agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah Indonesia dibawa oleh para pedagang Islam dari Gujarat (India). Hal ini dilihat dari penemuan unsur-unsur Islam di Indonesia yang memiliki persamaan dengan India seperti batu nisan yang dibuat oleh orang-orang Kambay, Gujarat.
2. Sumber-sumber Berita Masuknya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia
Sumber-sumber berita itu di antaranya sebagai berikut :
a. Berita Arab, berita ini diketahui melalui para pedagang Arab yang telah melakukan aktifitasnya dalam bidang perdagangan dengan bangsa Indonesia. Kegiatan para pedagang Arab di Kerajaan Sriwijaya dibuktikan dengan adanya sebutan para pedagang Arab untuk Kerajaan Sriwijaya, yaitu Zabaq, Zabay, atau Sribusa.
Berita Eropa, berita ini datangnya dari Marcopolo. Ia adalah orang Eropa yang pertama kali menginjakkan kakinya di wilayah Indonesia, ketika ia kembali dari Cina menuju Eropa melalui jalan laut. Ia mendapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang dipersembahkan kepada kisar Romawi. Dalam perjalanannya ia singgah di Sumatera bagian Utara. Di daerah ini ia telah menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Samudera dengan ibukotanya Pasai.
b. Berita India, dalam berita ini disebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena di samping berdagang mereka aktif mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang terletak di daerah pesisir pantai.
c. Berita Cina, berita ini berhasil diketahui melalui catatan dari Ma-Huan, seorang penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat tinggal di pantai utara Pulau Jawa.
Sumber dalam negeri, sumber-sumber ini diperkuat dengan penemuan-penemuan seperti:
• Penemuan sebuah batu di Leran (dekat Gresik). Batu bersirat itu menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu itu memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah binti Ma’mun (1028).
• Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 M atau tahun 1297 M.
• Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419. Jirat makam didatangkan dari Gujarat dan berisi tulisan-tulisan Arab.
3. Saluran Penyebaran Islam
Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia atau proses Islamisasi di Indonesia melalui beberapa cara atau saluran, yaitu:
- Perdagangan
Sejak abad ke-7 M, para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan India telah ikut ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal ini menimbulkan jalinan hubungan perdagangan antara masyarakat dan para pedagang Islam. Di samping berdagang, para pedagang Islam dapat menyampaikan dan mengajarkan agama dan budaya Islam kepada orang lain termasuk masyarakat Indonesia.
- Politik
Setelah tersosialisasinya agama Islam, maka kepentingan politik dilaksanakan melalui perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti pula dengan penyebaran agama Islam. Contohnya, Sultan Demak mengirimkan pasukannya untuk menduduki wilayah Jawa Barat dan memerintahkan untuk menyebarkan agama Islam. Pasukan itu dipimpin oleh Fatahillah.
- Tasawwuf
Para ahli tasawwuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha untuk menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama-sama di tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli tasawwuf ini biasanya memiliki keahlian yang dapat membantu kehidupan masyarakat, di antaranya ahli menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Mereka juga aktif menyebarkan dan mengajarkan agama Islam. Penyebaran agama Islam yang mereka lakukan disesuaikan dengan kondisi, alam pikiran, dan budaya masyarakat pada saat itu, sehingga ajaran-ajaran Islam dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat. Ahli tasawwuf yang memberikan ajaran agama Islam yang disesuaikan dengan alam pikiran masyarakat setempat antara lain Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung di Jawa.
4. Perkembangan Islam di Indonesia
Pedagang-pedagang Gujarat yang datang ke Indonesia bukan hanya berdagang, tetapi juga untuk menyebarkan agama yang mereka anut. Karena terdorong ketaatan mereka pada agamanya, mereka langsung mengajarkan pada masyarakat di mana mereka berada. Di samping itu para pedagang yang datang dari Persia juga ikut menyebarkan agam Islam di Indonesia.
Kerajaan Samudera Pasai adalah Kerajaan pertama yang menganut agama Islam di Indonesia, dengan Pasai sebagai pusat pengembangan dan sebagai pusat kegiatan para pedagang Islam di Indonesia. Namun, berkembangnya Malaka sebagai bandar perniagaan di Selat Malaka, menyebabkan kedudukan Pasai semakin mundur dan terdesak karena letak Malaka, jauh lebih strategis dari letak Pasai.
Pada abad ke-14 M, Malaka mulai berkembang sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara. Walaupun pada mulanya Malaka merupakan suatu perkampungan nelayan, akhirnya Malaka menjadi bandar yang sangat ramai.
Makin lama makin besar kekuasaan orang-orang Islam dalam dunia perdagangan di daerah Timur. Orang-orang Gujarat yang menyiarkan pengajaran agama Islam kepada orang-orang Jawa tidak menemui kesulitan, walaupun mereka telah 1000 tahun dipengaruhi oleh kebudayaan India.
Penyebaran agama Islam tidak dilarang atau dirintangi oleh Kerajaan Majapahit. Pada abad ke-15 M, kekuatan Majapahit mulai hilang. Bandar-bandar perdagangan yang ada di pulau Jawa mulai dikuasai oleh kekuasaan Islam.
Bandar-bandar yang ada di utara pulau Jawa membentuk suatu persekutuan di bawah Raden Patah (bupati Demak). Pada permulaan 16 M, pasukan Demak mengadakan penyerbuan terhadap Kerajaan Majapahit. Seluruh alat kebesaran Majapahit jatuh ke tangan Demak, sehingga Kerajaan Demak berkembang dan menggantikan peranan Kerajaan Majapahit.
Beberapa faktor yang mempermudah perkembangan Islam di Indonesia antara lain sebagai berikut.
• Dalam ajaran agama Islam tidak dikenal adanya perbedaan golongan dalam masyarakat. Masyarakat mempunyai kedudukan yang sama sebagai Hamba Allah. Walaupun demikian, ajaran agama Islam kurang meresap di kalangan Istana, hal ini dibuktikan dengan masih adanya praktek-praktek feodalisme khususnya di lingkungan keraton Jawa.
• Agama Islam cocok dengan jiwa pedagang. Dengan memeluk Islam maka hubungan di antara para pedagang semakin bertambah erat, sesuai dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa setiap orang itu bersaudara.
• Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Dengan pendekatan yang tepat, maka bangsa Indonesia dengan mudah dapat menerima ajaran agama Islam.
• Islam dikembangkan dengan cara damai. Pendekatan secara damai akan lebih berhasil dibandingkan secara paksa dan kekerasan.
- Wali Songo
Para wali yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia dikenal dengan sebutan Wali Songo. Para wali itu adalah sebagai berikut:
a. Maulana Malik Ibrahim yang kabarnya berasal dari Persia dan kemudian berkedudukan di Gresik.
b. Sunan Ngampel yang semula bernama Raden Rakhmat berkedudukan di Ngampel (Ampel), dekat Surabaya
c. Sunan Bonang yang semula bernama Makdum Ibrahim, putra Raden Rakhmat dan berkedudukan di Bonang, dekat Tuban.
d. Sunan Drajat yang semula bernama Masih Munat juga putra Raden Rakhmat yang berkedudukan di Drajat dekat Sedayu (Surabaya).
e. Sunan Giri yang semula bernama Raden Paku, murid Sunan Ngampel berkedudukan di bukit Giri Gresik.
f. Sunan Muria yang berkedudukan di Gunung Muria di daerah Kudus.
g. Sunan Kudus yang semula bernama Udung berkedudukan di Kudus.
h. Sunan Kalijaga yang semula bernama Joko Said berkedudukan di Kadilangu dekat Demak.
i. Sunan Gunung Jati yang semula bernama Fatahillah atau Faletehan yang berasal dari Samudera Pasai. Ia dapat merebut Sunda Kelapa Banten dan kemudian menetap di Gunung Jati dekat Cirebon.

C. PENGARUH BUDAYA BARAT/ASING DI INDONESIA 
a. Kebudayaan Asing di Indonesia
Bangsa Indonesia dalam mengikuti arus globalisasi terkadang dapat melunturkan jati diri bangsa yang begitu kental dengan kesopanan dan budaya timur. Dimata dunia Indonesia dikenal sebagai bangsa yang menjunjung adab ketimuran yang sangat baik. Tapi bangsa Indonesia tidak menutup diri bagi budaya asing yang ingin masuk ke Indonesia tanpa melunturkan jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia. Karena terkadang globalisasi dapat menjadikan bangsa semakin kreatif tanpa meninggalkan adab bangsanya. 
Kebudayaan asing yang masuk akibat era globalisasi (perluasan cara-cara sosial antar benua), ke Indonedia turut mengubah perilaku dan kebudayaan Indonesia, baik itu kebudayaan nasional maupun kebudayaan murni yang ada di setiap daerah di Indonesia. Dalam hal ini sering terlihat ketidakmampuan manusia di Indonesia untuk beradaptasi dengan baik terhadap kebudayaan asing sehingga melahirkan perilaku yang cenderung ke barat-baratan (westernisasi).
Hal tersebut terlihat dengan seringnya orang-orang terutama remaja Indonesia keluar-masuk pub, diskotik dan tempat hiburan malam lainnya, dengan berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya dan sering melahirkan komunitas tersendiri terutama di kota-kota besar dan metropolitan. Dalam hal ini terjadinya berbagai kasus penyimpangan seperti penyalah gunaan zat adiktif, berbagai bentuk pelanggaran susila dan lain sebagainya. Ini merupakan ketidakmampuan masyarakat Indonesia dalam beradaptasi dan menyeleksi pengaruh asing sehingga masih bersikap ‘latah’ terhadap kebudayaan asing.

b. Pengaruh Budaya Asing di Indonesia
Dari sekian banyak budaya asing yang masuk ke Indonesia, diantaranya adalah budaya barat. Barat, sesuai namanya, merupakan produk perkembangan di bilangan barat dunia yang menekankan individualitas dan kebebasan. Sementara Indonesia merupakan bagian bangsa timur yang menghendaki harmoni, komando, dan kolektivitas.
Bangsa Barat yang memberikan pengaruh cukup membekas adalah Portugis dan Belanda. Terutama Belanda, budaya bangsa-bangsa ini sebagiannya telah terserap dan masuk ke dalam struktur budaya bangsa Indonesia. 
Sesungguhnya, terdapat sejumlah pengaruh “Barat” yang hingga kini terus membekas di dalam struktur kebudayaan Indonesia. Utamanya di dalam sistem pendidikan Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu komponen nonmaterial kebudayaan yang punya peran signifikan dalam melestarikan suatu budaya. Selain pendidikan, mekanisme administratif pemerintahan negara barat yang pernah menjajah Indonesia, yaitu Belanda juga punya pengaruh tersendiri dalam pembentukan sistem sosial (politik) Indonesia. 
Tidak hanya Negara barat saja yang mempengaruhi, tetapi negara-negara Timur seperti Cina dan Jepang pun memberikan derajat pengaruh tertentu bagi perkembangan sistem sosial dan budaya Indonesia. Jepang tentu saja, memberikan pengaruh , yaitu lewat penjajahan singkat mereka atas Indonesia. Sementara Cina, yang telah punya hubungan dengan kepulauan nusantara jauh sebelum Islam menyentuh Indonesia, dan telah membentuk derajat pengaruh tersendiri.
Sedangkan sekarang ini, kebiasaan-kebiasaan orang barat yang telah membudaya hampir dapat kita saksikan setiap hari melalui media elektronik dan cetak yang celakanya kebudayaan orang-orang barat tersebut yang sifatnya negatif dan cenderung merusak serta melanggar norma-norma ketimuran kita sehingga ditonton dan ditiru oleh orang-orang kita terutama para remaja yang menginginkan kebebasan seperti orang-rang barat. 
Contoh kebudayaan-kebudayaan barat tersebut dapat kita lihat dari cara mereka berpakaian dan mode, film, sampai pada pergaulan dengan lawan jenis.

c. Dampak Kebudayaan Asing di Indonesia
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa.
1. Dampak Positif
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai 
dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2. Dampak Negatif
a) Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b) Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c) Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, remaja lebih menyukai dance dan lagu barat dibandingkan tarian dari Indonesia dan lagu-lagu Indonesia, dan lainnya. Hal ini terjadi karena kita sebagai penerus bangsa tidak bangga terhadap sesutu milik bangsa.
d) Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial. Kesenjangan social menyebabkan adanya jarak antara si kaya dan si miskin sehingga sangat mungkin bias merusak kebhinekaan dan ketunggalikaan Bangsa Indonesia.

d. Mempertahankan Kebudayaan Indonesia
Nilai kebudayaan yang menjadi karakteristik bangsa Indonesia, seperti gotong royong, silahturahmi, ramah tamah dalam masyarakat menjadi keistimewaan dasar yang dapat menjadikan individu-individu masyarakat Indonesia untuk mencintai dan melestarikan kebudayaan bangsa sendiri. 
Tapi karakteristik masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat yang ramah dan sopan santun kini mulai pudar sejak masuknya budaya asing ke Indonesia yang tidak bisa diseleksi dengan baik oleh masyarakat Indonesia.
Maka, dalam hal ini pemerintah memiliki peranan penting untuk mempertahankan nilai-nilai kebudayaan Indonesia dalam kehidupan masyarakatnya karena nilai-nilai kebudayaan dari leluluhur merupakan filosofi hidup pada tiap daerahnya meskipun tanpa bantuan teknologi. Nilai-nilai budaya tersebut bukan berarti mengharuskan kita untuk bersikap tertutup terhadap budaya asing, namun nilai dan makna filosofi kebudayaan Indonesia harus dijadikan sebagai sumber inspirasi dan kreatifitas.
Berikut ini adalah beberapa cara mempertahankan kebudayaan Indonesia agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan asing yang bersifat negatif :
- Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dan kebudayaan dalam negeri.
- Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
- Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
- Selektif terhadap kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia.
- Memperkuat dan mempertahankan jatidiri bangsa agar tidak luntur.
Dengan begitu masayarakat dapat bertindak bijaksana dalam menentukan sikap agar jatidiri serta kepribadian bangsa tidak luntur karena adanya budaya asing yang masuk ke Indonesia khususnya.

Sumber : 4shared (makalah IPS)