(KODE : PASCSARJ-0550) : TESIS PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET RUMAH SAKIT JIWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berlakunya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 merupakan landasan perubahan sistem pemerintahan daerah termasuk perimbangan Keuangan Negara. Perubahan itu mengarah pada pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab (Arifin et al. 2003). Diberlakukannya kedua undang-undang di atas, untuk menghilangkan ketimpangan, ketidakharmonisan, dan kurang kreatifnya daerah akibat diberlakukannya UU No 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah dan telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Pembentukan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Perimbangan keuangan mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Konsekuensi logis dari pelaksanaan UU Nomor 32 dan 33 tahun 2004 adalah daerah telah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur sumber dayanya termasuk bagaimana mengoptimalkan dan memanfaatkan aset daerah yang dimilikinya dengan jalan menerapkan sistem manajemen aset sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian pemerintah daerah dituntut memiliki suatu kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdayaguna dan berhasil guna serta mampu melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah termasuk optimalisasi dan pemanfaatan dari aset-aset yang ada.
Aset daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud maupun barang tak berwujud (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang Daerah adalah semua barang berwujud milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang berwujud atau disebut dengan aktiva tetap adalah barang yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik. Aktiva tetap antara lain terdiri dari tanah, jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi dan jaringan, gedung, mesin dan peralatan, kendaraan, mebel dan perlengkapan serta buku-buku perpustakaan. Salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Jiwa.
Rumah sakit jiwa adalah suatu institusi pelayanan kesehatan jiwa yang kompleks, padat profesi dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan rumah sakit jiwa menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan dan penelitian serta mencakup berbagai tindakan maupun disiplin medis. Agar rumah sakit jiwa mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, rumah sakit jiwa harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan serta sarana dan prasarana yang memadai.
Rumah Sakit Jiwa Daerah merupakan rumah sakit jiwa terbesar di propinsi ini yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas medis dan fasilitas penunjang. Pelayanan kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam kondisi siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik.
Rumah sakit jiwa sebagai penyedia pelayanan kesehatan sangat perlu melakukan inovasi-inovasi bam guna meningkatkan pelayanannya, bukan hanya pelayanan yang dilakukan oleh dokter, perawat dan pegawai yang harus maksimal, namun ketersediaan alat-alat medis maupun non medis sangat mempengaruhi kemajuan rumah sakit, dimana dalam memberikan pelayanannya harus bisa mengikuti perkembangan teknologi agar bias bersaing dengan rumah sakit lain sebagai kompetitornya. Rumah sakit jiwa yang memiliki SDM dan fasilitas yang memadai akan semakin banyak dipilih oleh masyarakat.
Kemajuan rumah sakit tidak terlepas dari arti penting aset yang dimiliki dan pengelolaannya, yang juga turut mempengaruhi perkembangan rumah sakit tersebut. Aset ini menjadi penting karena nilainya yang material, sehingga mekanisme yang baik dalam manajemen sangat diperlukan. Oleh karena itulah aset sangat penting bagi rumah sakit karena dalam operasionalnya tidak terlepas dari alat-alat medis tersebut.
Ketersediaan aset tersebut, diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomis di masa depan untuk rumah sakit sebagai sebuah entitas. Adanya peralatan sebagai aset tetap mempengaruhi performa rumah sakit dalam menjalankan kegiatannya untuk melayani setiap pasien. Sebagai sumber daya utama rumah sakit untuk melakukan aktivitasnya, maka pengelolaan dan sistem yang berlaku terhadap aset yang ada, harus diperhatikan.
Pengelolaan (manajemen) aset Rumah Sakit merupakan salah satu faktor penentu kinerja usaha yang sehat, sehingga dibutuhkan adanya analisis optimalisasi dalam penilaian aset Rumah Sakit, yaitu: inventarisasi, identifikasi, legal audit, dan penilaian yang dilaksanakan dengan baik dan akurat. Sekarang ini, Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) merupakan suatu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja sehingga transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah (Siregar, 2004).
Fenomena yang ada di Rumah Sakit Jiwa daerah adalah belum berjalannya sistem manajemen aset sesuai dengan standar. Beberapa alat tidak berfungsi maksimal karena kurangnya pemeliharaan dan biaya operasional untuk pemeliharaan tidak diprioritaskan, jajaran management Rumah Sakit Jiwa Daerah seharusnya melakukan kerjasama dengan pihak luar, untuk melaksanakan pelatihan-pelatihan baik untuk peralatan maupun peningkatan SDM.
Aset-aset yang dimiliki pada kenyataannya membuat biaya operasional dan pemeliharaan yang cukup besar, sementara kondisinya yang “idle” (tidak digunakan) menyebabkan inefisiensi bagi pengelola. Program pengelolaan aset terpadu, meliputi restrukturisasi aset dan implementasi teknologi (sistem) informasi manajemen aset merupakan langkah strategis untuk ikut mendorong peningkatan pemanfaatannya (Siregar, 2002).
Manajemen aset merupakan proses pengelolaan aset (kekayaan) baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis, nilai komersial, dan nilai tukar, mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi. Melalui proses manajemen planning, organizing, leading dan controlling. bertujuan mendapat keuntungan dan mengurangi biaya (cost) secara efisien dan efektif (Hariyono, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, belum maksimalnya manajemen aset yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan memilih judul: “Pengaruh Manajemen Aset terhadap Optimalisasi Aset Rumah Sakit Jiwa Daerah”.