Search This Blog

TESIS ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR HIJAU KOTA

(KODE : PASCSARJ-0547) : TESIS ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR HIJAU KOTA (PROGRAM STUDI : PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH)

tesis pwd

BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam rangka penyesuaian terhadap fungsinya untuk mencapai tingkat efisiensi pelayanan.
Bagi Pemerintah Kota X, penataan ruang merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan kota yang bersifat strategis. Upaya penataan ruang dilakukan dalam bentuk penyusunan rencana garis besar kota dan rencana induk kota, wilayah pusat pertumbuhan industri, kawasan industri, perdagangan, permukiman, konservasi dan lain sebagainya (Bappeda Kota X, 2001).
Penyusunan rencana tata ruang Kota X sendiri pada hakekatnya merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Provinsi ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang kota. Oleh karenanya RTRW Kota X adalah kebijakan yang menetapkan lokasi dan kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang diprioritaskan pengembangannya pada waktu perencanaan. Rencana detail tata ruang Kota X dipergunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk acuan untuk menerbitkan izin mendirikan bangunan.
Rencana tata ruang yang disusun tidak hanya sebagai aspek prosedural dalam penyelenggaraan pembangunan kota, tetapi juga sebagai kegiatan yang dapat menunjang tercapainya berbagai sasaran pembangunan kota, dengan mewujudkan mekanisme prosedur yang tepat dan efektif, terutama dalam penggunaan lahan, baik untuk kepentingan pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Selain hal tersebut di atas pendekatan operasional penataan ruang Kota X juga dimaksudkan untuk menghasilkan rencana tata ruang yang mempunyai day a antisipasi tinggi terhadap perkembangan sehingga tidak kalah cepat dengan kebutuhan pembangunan kota serta realistis, operasional dan mampu berfungsi sebagai instrument koordinasi bagi program-program pembangunan dari berbagai sumber pendanaan. Oleh karena Kota X juga diinginkan menjadi pusat kegiatan ekonomi regional dan internasional, penataan ruang Kota X juga diarahkan kepada pola pembangunan perkotaan yang mempunyai kesesuaian tinggi dengan sistem sosial budaya, sosial ekonomi, sosial ekologisnya.
Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan mutlak diperlukan, sebagai arahan umum pembangunan yang akan dilaksanakan guna mendukung kegiatan ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat kota. Pembangunan yang dilakukan seharusnya tidak mengurangi areal produktif untuk pertanian dan kawasan konservasi alam.
Berkembangnya konsep-konsep pembangunan yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan telah mewarnai perencanaan-perencanaan wilayah saat ini. Salah satu konsep dasar yang berkembang sejak tahun 1980an adalah Eco-city yang menunjukkan hubungan dari rangkaian isu perencanaan perkotaan dan pembangunan ekonomi melalui keadilan sosial dengan mengedepankan demokrasi lokal dalam konteks keberlanjutan.
Dimensi pembangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu sasaran dari konsep dasar Eco-city yang dikembangkan oleh para perencana, akademisi, pemerintah daerah dan kelompok komunitas untuk perencanaan pengembangan wilayah. Dalam konteks ini, maka harus terjadi keseimbangan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan dan tidak melebihi daya dukung (carrying capacity) suatu wilayah, dengan tujuan bahwa pembangunan yang dilakukan saat ini tidak mengurangi pilihan bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian perencanaan kawasan perkotaan harus diawali dengan perencanaan penataan ruang yang mendukung perkembangan kota yang berkelanjutan. Penentuan struktur ruang dan pola ruang yang tepat menjadi syarat mutlak bagi perkembangan kawasan perkotaan.
Berdasarkan perencanaan penataan ruang yang berkelanjutan tersebut, maka dapat dibuat suatu perencanaan infrastruktur yang mantap guna mendukung kehidupan perekonomian, sosial dan lingkungan di wilayah kota. Infrastruktur seringkali diidentikkan dengan sarana dan prasarana dalam bentuk fisik atau yang biasa digunakan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan sosial berupa bangunan, jalan, saluran air, rumah sakit, pasar, terminal, sekolah atau yang mengarah pada bangunan infrastruktur (Grey Infrastructure). Saat ini telah berkembang konsep mengenai infrastruktur yang lebih luas lagi, yang sangat mempengaruhi keberlanjutan dan perkembangan suatu komunitas yaitu infrastruktur hijau (Green Infrastructure) seperti taman, hutan kota, kawasan konservasi, sarana rekreasi, jalur hijau dan sebagainya yang berhubungan dengan alam atau lingkungan. Kedua infrastruktur tersebut harus dikembangkan dan direncanakan secara seimbang dengan memperhatikan aspek keberlanjutan untuk mencapai kemajuan suatu wilayah untuk pertumbuhan yang gemilang (Smart Growth).
Pertambahan penduduk yang meningkat pesat memunculkan berbagai permasalahan dalam pembangunan, diantaranya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup lahan budidaya, perumahan, perindustrian dan kegiatan lainnya. Upaya pemenuhan kebutuhan yang meningkat menyebabkan tekanan terhadap ruang dan sumberdaya alam, terutama dikarenakan perekonomian Indonesia masih sangat tergantung kepada pemanfaatan sumberdaya alamnya (Purwoko, 2009).
Meningkatnya penduduk yang bermukim di perkotaan itu menimbulkan dampak terhadap desakan kebutuhan lahan untuk permukiman dan infrastruktur perkotaan. Salah satu tantangan yang ada adalah masih terbatasnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
Kota akan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan politik yang melatarbelakanginya. Perkembangan tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan yang terjadi secara terus menerus sebagai fenomena tersendiri yang tidak bisa dihentikan (Sijmon dalam Sari 2008). Perubahan yang terjadi dikarenakan adanya kegiatan pembangunan yang selalu berjalan di setiap bagian kota, terutama di pusat kota. Perkembangan kota dari masa ke masa sangat berpengaruh terhadap penataan kota.
Aktivitas masyarakat juga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan suatu kota. Menurut Rapoport (Sari, 2008), aktivitas rutin masyarakat memiliki nilai sosial budaya yang mendasari, dan nilai sosial budaya tersebut melandasi bagaimana masing-masing individu berperilaku, sehingga aktivitas yang terbentuk mempunyai ciri khas. Selanjutnya aktivitas yang terjadi memunculkan bentuk kawasan yang terlihat dari penggunaan ruangnya, karena apapun aktivitas yang dilakukan terkait dengan ruang dan waktu. Hal ini memperlihatkan bahwa pola struktur ruang dapat diidentifikasi melalui pendekatan yang bersifat non fisik dalam hal ini aktivitas masyarakatnya, yang secara langsung terkait juga dengan penggunaan ruang (space use).
Saat ini, kota X hanya memiliki RTH sebesar 3 persen dari 30 persen (20 persen publik dan 10 persen privat) yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26 Tahun 2007. Menurut Simanjuntak dan Hutabarat, (2011) Kota X diprediksi hanya mempunyai 795 hektar ruang terbuka hijau dari total 26.510 hektar luas Kota X atau sekitar 3 persen saja, dimana kondisi yang ada RTH Publik yang dimiliki sebagai asset Pemerintah Kota X untuk RTH Taman adalah 0,08% (Dinas Pertamanan Kota X, 2010). Sehingga perlu inovasi dalam pembangunan perkotaan untuk menciptakan RTH melalui pengembangan taman dan penataan saluran serta bantaran sungai.
Pemerintah Kota X masih belum memaksimalkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) karena masih banyak bangunan perumahan maupun hotel yang dibangun dekat sungai dan kurangnya taman kota, selain itu penyebab minimnya RTH di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak tegasnya regulasi atau peraturan yang mengatur ketentuan penyediaan RTH, adanya permintaan yang tinggi dari masyarakat untuk membangun, pola pembangunan yang cenderung horizontal, dan hilangnya budaya menanam pohon dari masyarakat perkotaan. Apabila penyebab-penyebab tersebut dapat diperbaiki, diharapkan RTH akan semakin tersedia dalam jumlah yang maksimal dan nantinya masa depan perkotaan akan semakin terjamin.
Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat terungkap struktur ruang terhadap infrastruktur hijau di Kota X yang dilihat dari penataan ruang di Kota X. Pengetahuan mengenai pola ruang kota ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pemandu awal dalam langkah penataan kembali infrastruktur hijau Kota X sebagai antisipasi perencanaan dan pembangunan di Kota X pada masa yang akan datang agar dapat berkembang dengan optimal.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »