BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dan pengajaran di sekolah merupakan suatu proses kegiatan yang semakin kompleks, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi. Pendidikan perlu diselenggarakan secara optimal untuk menghasilkan lulusan sesuai apa yang kita harapkan. Tak terkecuali bagi siswa Sekolah Luar Biasa.
Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa adalah yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental, sebab tujuan pendidikan luar biasa adalah membantu peserta didik agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Untuk itu peningkatan kualitas lulusan merupakan misi pokok pendidikan. Sementara itu lulusan sekolah diharapkan menjadi daya manusia yang produktif.
PP No. 72 tahun 1991 bab X pasal 20 ayat (2) menyebutkan : "tenaga pendidik pada satuan pendidikan luar biasa merupakan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi khusus sebagai guru pada satuan pendidikan luar biasa." Menurut Hasibuan (2001 : 67) pengembangan sumber daya manusia adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral SDM sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU No. 20/2003; pasal 1 : 4).
Pendidikan juga dapat dipandang sebagai kegiatan antisipatoris di masa depan. Artinya, semua kegiatan tersebut untuk menyongsong perkembangan-perkembangan yang diperhitungkan akan terjadi di masa depan (Buchori, 1994 : 44). Sementara masa depan yang akan dihadapi peserta didik penuh dengan tantangan dan persaingan yang semakin komplek dengan semakin canggihnya IPTEK. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mengembangkan diri dan mengoptimalkan profesionalitas secara memadai dengan mengembangkan disiplin kerja, dan motivasi kerja yang dapat dicontoh peserta didiknya.
Selain tersebut di atas seorang pendidik juga dituntut untuk dapat menciptakan kondisi baru, memotivasi diri dan mengembangkan diri di dalam kehidupan yang berbasis pengetahuan, hingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bermakna (useful meaning). Dalam menciptakan pengetahuan yang bermakna (useful meaning knowledge) seorang guru harus mengembangkan diri melalui disiplin kerja, dan motivasi kerja yang seimbang dalam pencapaian kinerja yang profesional.
Seseorang yang profesional akan selalu berpegang pada teori-teori yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dalam prakteknya, keahlian dan ketrampilan yang dimiliki diturunkan dan didukung oleh teori-teori, sebab teori dan praktek merupakan suatu perpaduan yang harmonis, bagaikan sisi mata uang. Untuk menghasilkan teori yang sahih, yang akan menyediakan dasar yang kuat bagi teknik-teknik profesional diperlukan penerapan metode ilmiah. Kewenangan profesional menunjukkan adanya otonomi dan tanggung jawab dalam pekerjaan sebagai pendidik.
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi pendidikan di perguruan tinggi (UU No. 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2 : 22). Namun dalam satuan pendidikan luar biasa tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar (PP 72 tahun 1991 pasal 20 ayat 1). Adapun tugas utama guru adalah mengajar, membimbing dan melatih peserta didik serta menilai hasil pembelajaran.
Untuk itu, guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang mempunyai peranan dalam proses peningkatan mutu pendidikan serta menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan.
Mengajar bukanlah suatu hal yang mudah karena merupakan proses kegiatan yang sangat komplek. Mengajar perlu direncanakan dengan baik agar mencapai tujuan yang ditetapkan, pelaksanaannya harus ditunjang oleh kemampuan guru dalam menetapkan strategi yang efektif, hasilnya perlu dievaluasi secara obyektif. Di samping mengajar, salah satu masalah yang menuntut perhatian guru di sekolah adalah masalah disiplin kerja. Oleh karena itu, kemampuan profesional dan disiplin kerja seorang guru mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan. Disiplin kerja seorang guru mempunyai pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Hal ini ditegaskan dalam GBHN (1993 : 97) bahwa salah satu ciri tenaga kerja yang berkualitas adalah disiplin, yang berarti setiap tenaga pelaksana termasuk guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X harus mempunyai disiplin dalam melaksanakan tugasnya.
Sementara disiplin kerja guru dilihat sebagai satu hal yang penting dalam mencapai tujuan pengajaran, tampaknya banyak kesenjangan di lapangan, khususnya yang dihadapi oleh guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X. Pengamatan sementara peneliti melihat banyak guru yang berprestasi, namun tidak sedikit guru yang bekerja tanpa adanya motivasi dan disiplin kerja yang memadai. Hal ini akan memberikan dampak terhadap tugas guru-guru menciptakan disiplin kerjanya dalam mengemban tugas. Di samping itu, juga guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X mempunyai perasaan positif dan negatif terhadap fungsi dan tugasnya. Dimana perasaan positif tersebut muncul karena adanya respon yang diberikan itu memberikan kepuasan pada guru yang bersangkutan, sedangkan munculnya perasaan negatif guru, karena respon yang diberikan itu tidak memberi kepuasan bagi guru tersebut, karena respon yang diberikan itu tidak memberi kepuasan bagi guru tersebut, terhadap faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Menurut Indrakusuma (1985 : 105) motivasi kerja (work motivation) adalah sikap atau perasaan yang timbul pada diri seseorang terhadap pekerjaannya dalam rangka memenuhi kebutuhannya yang dapat menyebabkan naik dan turunnya semangat dan kegairahan kerja. Motivasi kerja dapat menjadi positif apabila, merasa senang, cinta, tertarik pada pekerjaan, dan motivasi kerja menjadi negatif apabila benci, bosan dan tertekan. Menurut Stoner (1982 : 92) orang-orang yang berhasil dalam pekerjaannya adalah orang yang rata-rata mempunyai motivasi tinggi.
Dikaitkan dengan profesi keguruan, motivasi kerja guru, menurut Ofoegbu (2005 : 81) dikatakan "has to do with teachers' desire to participate in the pedagogical processes within the school environment. It has to do with teachers' interest in student discipline and control particularly in the classroom." Dengan demikian maka guru yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki keterlibatan tinggi dalam aktivitas persekolahan baik yang bersifat akademik maupun non-akademik.
Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja guru adalah kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini dijelaskan oleh Ubben dan Hughes yang menyatakan bahwa "principals could create a school climate that improves the productivity of both staff and students and that the leadership style of the principal can foster or restrict teacher effectiveness" (Kelley, et al., 2005 : 19).
Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru menurut Uben dan Hughes berupa penciptaan iklim sekolah yang dapat memacu atau menghambat efektivitas kerja guru. Hal yang sama dikemukakan oleh Harris, et al., (2003 : 70) yang menjelaskan bahwa peranan kepemimpinan kepala sekolah adalah sebagai "giving the school direction, having an overview, setting standards, and making tough decision."
Sebagai pimpinan suatu instansi pendidikan, kepala sekolah seharusnya merupakan motor penggerak bagi berjalannya proses pendidikan. Akan tetapi fungsi kepemimpinan yang belum menyentuh kebutuhan dasar bagi yang dipimpinnya tentu akan berdampak lain. Kurang berfungsinya kepemimpinan kepala sekolah, kurangnya motivasi dari pimpinan sekolah dapat menjadi penyebab menurunnya mutu pendidikan.
Kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik adalah kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kematangan dari guru dan karyawan, yaitu semakin berpengalaman seseorang dalam pekerjaan, semakin matang pula dalam berorganisasi. Gaya kepemimpinan tersebut oleh Hersey dan Blanchard seperti dikutip Robbin (2005 : 49) meliputi empat gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan direktif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif.
Gaya kepemimpinan yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah dapat mempengaruhi kepuasan kerja dari guru dan karyawan. Dengan kepuasan kerja yang baik dari guru dan karyawan tersebut akan menambah motivasi dan kinerja dari guru dan karyawan dalam menjalankan tugas yang diembannya setiap hari. Pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi prestasi dari anak didik, sehingga akan tercapailah tujuan nasional yang telah ditetapkan. Dengan demikian maka kualitas yang dimiliki kepala sekolah menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan sekolah.
Pentingnya kualitas kepemimpinan kepala sekolah dijelaskan oleh Webb, et al.. Menurut Webb dikatakan bahwa :
"The quality of the head teacher is a crucial factor in the success of the school. ... Good heads can transform a school; poor heads can block progress and achievement. It is essential that we have measures in place to strengthen the skills of all new and serving heads." (Webb, et al., 2006 : 407).
Sementara ditemukan beberapa masalah penting yang berkaitan dengan pekerjaan guru, yaitu : kurangnya minat guru dalam meningkatkan mutu mengajar disebabkan murid-muridnya relatif pasif dalam belajar dan disinyalir ada sebagian guru yang mengajar seadanya, serta kurangnya kedisiplinan dan motivasi guru dalam menjalankan tugasnya, sehingga antusiasme guru memprihatinkan. Sedangkan faktor kinerja guru sangat penting, khususnya dalam pengelolaan pendidikan, disinilah yang menjadi pertanyaan peneliti adalah sejauh mana gambaran kinerja guru dan faktor-faktor yang mempengaruhi, khususnya guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X. Sebab diketahui bahwa kinerja guru dipengaruhi oleh berbagai faktor, selain kemampuan guru dan manajerial kepala sekolah, juga faktor yang lain yaitu faktor disiplin kerja dan faktor motivasi kerja yang menentukan juga keberhasilan guru dalam kinerjanya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti lebih memfokuskan kepada sumber masalahnya yaitu bagaimana hubungan antara disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam mengatur kegiatan belajar mengajar dengan kinerja guru, khususnya pada guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X.
B. Identifikasi Masalah
Berhubungan kinerja guru merupakan kualitas perilaku yang berorientasi pada tugas atau pekerjaannya, yakni kualitas belajar dan membelajarkan kepada peserta didik. Kualitas perilaku belajar, membelajarkan merupakan serangkaian perilaku yang dicerminkan dalam kegiatan guru mengajar.
Berkaitan dengan hal tersebut muncul beberapa masalah, antara lain sebagai berikut. Kinerja, dalam Kamus Bahasa Indonesia, adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja (performance) (Poerwodarminto, 1997 : 203). Oleh karena itu, guru yang mempunyai kinerja yang baik atau guru yang profesional memiliki ciri-ciri : (1) Ahli (ekspert), artinya guru tersebut ahli dalam bidang pengetahuan atau ketrampilan yang diajarkan, (2) memiliki rasa tanggung jawab (responsibility) dan otonomi, artinya guru memiliki rasa tanggung jawab moral dan intelektual terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan dan memiliki kemandirian dalam menegakkan prinsip-prinsip pendidikan, (3) memiliki rasa kesejawatan, artinya guru menjunjung tinggi martabat dan kode etik guru, sehingga ia senantiasa berusaha menjaga dan memeliharanya (Suhertian : 1994 : 29).
Bersamaan dengan hal tersebut, seorang guru dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki disiplin kerja dan motivasi kerja untuk merealisasikan tugasnya. Untuk itu dalam penelitian ini hanya mencermati kinerja guru yang berkaitan dengan disiplin kerja dan motivasi kerja.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, timbul beberapa masalah yang sangat kompleks berkaitan dengan kinerja guru, antara lain dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apakah jarak tempuh yang jauh dari tempat tinggal dengan tempat tugasnya akan mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya?
2. Apakah keharmonisan rumah tangga itu akan mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
3. Apakah sosial ekonomi yang sudah mapan akan mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
4. Apakah gaji yang diterima saat ini akan berpengaruh pada kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
5. Apakah disiplin kerja guru mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
6. Apakah motivasi kerja guru mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
7. Apakah persepsi guru mengenai gaya kepemimpinan yang ditunjukkan kepala sekolah mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
C. Pembatasan Masalah
1. Penelitian ini dilaksanakan pada guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam penelitian ini dibatasi pada faktor disiplin kerja, motivasi kerja, dan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Dasar pertimbangannya adalah karena :
a. Ketiga faktor tersebut di atas dipandang sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap kinerja guru.
b. Adanya keterbatasan pada peneliti sendiri, baik yang berkaitan dengan kemampuan, waktu maupun biaya.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara disiplin kerja dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
2. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
3. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
4. Apakah terdapat hubungan positif antara disiplin kerja, motivasi kerja dan persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru secara bersama-sama pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan dan untuk mengetahui hubungan antara disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SLB di Kabupaten dan Kota X. Tujuan penelitian ini, dijabarkan lagi menjadi tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara disiplin kerja dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X.
2. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru SLB di Kabupaten dan Kota X.
3. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X.
4. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara disiplin kerja, motivasi kerja dan persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SLB secara bersama-sama di Kabupaten dan Kota X.
F. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian minimal memiliki manfaat atau kegunaan secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Apabila ditemukan hubungan yang signifikan antara variabel disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru-guru SLB dapat digunakan sebagai masukan bagi pelaksanaan, baik Kepala Sekolah maupun Kepala Dinas dan Departemen Pendidikan Nasional pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam mengkaji kembali dan sekaligus memperbaiki disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam tugas sebagai pendidik.
b. Diharapkan temuan penelitian ini dapat menjadi informasi masukan pihak-pihak terkait dalam pendidikan untuk meningkatkan kualitas prestasi guru.
c. Diharapkan temuan penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang menaruh minat terhadap penelitian terhadap manajemen sumber daya manusia pendidikan.