Search This Blog

TESIS HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN KERJA, MOTIVASI KERJA, DAN PERSEPSI GURU TENTANG GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SLB DI KAB X

TESIS HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN KERJA, MOTIVASI KERJA, DAN PERSEPSI GURU TENTANG GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SLB DI KAB X

(KODE : PASCSARJ-0019) : TESIS HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN KERJA, MOTIVASI KERJA, DAN PERSEPSI GURU TENTANG GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SLB DI KABUPATEN X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dan pengajaran di sekolah merupakan suatu proses kegiatan yang semakin kompleks, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi. Pendidikan perlu diselenggarakan secara optimal untuk menghasilkan lulusan sesuai apa yang kita harapkan. Tak terkecuali bagi siswa Sekolah Luar Biasa.
Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa adalah yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental, sebab tujuan pendidikan luar biasa adalah membantu peserta didik agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Untuk itu peningkatan kualitas lulusan merupakan misi pokok pendidikan. Sementara itu lulusan sekolah diharapkan menjadi daya manusia yang produktif.
PP No. 72 tahun 1991 bab X pasal 20 ayat (2) menyebutkan : "tenaga pendidik pada satuan pendidikan luar biasa merupakan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi khusus sebagai guru pada satuan pendidikan luar biasa." Menurut Hasibuan (2001 : 67) pengembangan sumber daya manusia adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral SDM sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU No. 20/2003; pasal 1 : 4).
Pendidikan juga dapat dipandang sebagai kegiatan antisipatoris di masa depan. Artinya, semua kegiatan tersebut untuk menyongsong perkembangan-perkembangan yang diperhitungkan akan terjadi di masa depan (Buchori, 1994 : 44). Sementara masa depan yang akan dihadapi peserta didik penuh dengan tantangan dan persaingan yang semakin komplek dengan semakin canggihnya IPTEK. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mengembangkan diri dan mengoptimalkan profesionalitas secara memadai dengan mengembangkan disiplin kerja, dan motivasi kerja yang dapat dicontoh peserta didiknya.
Selain tersebut di atas seorang pendidik juga dituntut untuk dapat menciptakan kondisi baru, memotivasi diri dan mengembangkan diri di dalam kehidupan yang berbasis pengetahuan, hingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bermakna (useful meaning). Dalam menciptakan pengetahuan yang bermakna (useful meaning knowledge) seorang guru harus mengembangkan diri melalui disiplin kerja, dan motivasi kerja yang seimbang dalam pencapaian kinerja yang profesional.
Seseorang yang profesional akan selalu berpegang pada teori-teori yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dalam prakteknya, keahlian dan ketrampilan yang dimiliki diturunkan dan didukung oleh teori-teori, sebab teori dan praktek merupakan suatu perpaduan yang harmonis, bagaikan sisi mata uang. Untuk menghasilkan teori yang sahih, yang akan menyediakan dasar yang kuat bagi teknik-teknik profesional diperlukan penerapan metode ilmiah. Kewenangan profesional menunjukkan adanya otonomi dan tanggung jawab dalam pekerjaan sebagai pendidik.
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi pendidikan di perguruan tinggi (UU No. 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2 : 22). Namun dalam satuan pendidikan luar biasa tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar (PP 72 tahun 1991 pasal 20 ayat 1). Adapun tugas utama guru adalah mengajar, membimbing dan melatih peserta didik serta menilai hasil pembelajaran.
Untuk itu, guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang mempunyai peranan dalam proses peningkatan mutu pendidikan serta menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan.
Mengajar bukanlah suatu hal yang mudah karena merupakan proses kegiatan yang sangat komplek. Mengajar perlu direncanakan dengan baik agar mencapai tujuan yang ditetapkan, pelaksanaannya harus ditunjang oleh kemampuan guru dalam menetapkan strategi yang efektif, hasilnya perlu dievaluasi secara obyektif. Di samping mengajar, salah satu masalah yang menuntut perhatian guru di sekolah adalah masalah disiplin kerja. Oleh karena itu, kemampuan profesional dan disiplin kerja seorang guru mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan. Disiplin kerja seorang guru mempunyai pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Hal ini ditegaskan dalam GBHN (1993 : 97) bahwa salah satu ciri tenaga kerja yang berkualitas adalah disiplin, yang berarti setiap tenaga pelaksana termasuk guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X harus mempunyai disiplin dalam melaksanakan tugasnya.
Sementara disiplin kerja guru dilihat sebagai satu hal yang penting dalam mencapai tujuan pengajaran, tampaknya banyak kesenjangan di lapangan, khususnya yang dihadapi oleh guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X. Pengamatan sementara peneliti melihat banyak guru yang berprestasi, namun tidak sedikit guru yang bekerja tanpa adanya motivasi dan disiplin kerja yang memadai. Hal ini akan memberikan dampak terhadap tugas guru-guru menciptakan disiplin kerjanya dalam mengemban tugas. Di samping itu, juga guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X mempunyai perasaan positif dan negatif terhadap fungsi dan tugasnya. Dimana perasaan positif tersebut muncul karena adanya respon yang diberikan itu memberikan kepuasan pada guru yang bersangkutan, sedangkan munculnya perasaan negatif guru, karena respon yang diberikan itu tidak memberi kepuasan bagi guru tersebut, karena respon yang diberikan itu tidak memberi kepuasan bagi guru tersebut, terhadap faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Menurut Indrakusuma (1985 : 105) motivasi kerja (work motivation) adalah sikap atau perasaan yang timbul pada diri seseorang terhadap pekerjaannya dalam rangka memenuhi kebutuhannya yang dapat menyebabkan naik dan turunnya semangat dan kegairahan kerja. Motivasi kerja dapat menjadi positif apabila, merasa senang, cinta, tertarik pada pekerjaan, dan motivasi kerja menjadi negatif apabila benci, bosan dan tertekan. Menurut Stoner (1982 : 92) orang-orang yang berhasil dalam pekerjaannya adalah orang yang rata-rata mempunyai motivasi tinggi.
Dikaitkan dengan profesi keguruan, motivasi kerja guru, menurut Ofoegbu (2005 : 81) dikatakan "has to do with teachers' desire to participate in the pedagogical processes within the school environment. It has to do with teachers' interest in student discipline and control particularly in the classroom." Dengan demikian maka guru yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki keterlibatan tinggi dalam aktivitas persekolahan baik yang bersifat akademik maupun non-akademik.
Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja guru adalah kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini dijelaskan oleh Ubben dan Hughes yang menyatakan bahwa "principals could create a school climate that improves the productivity of both staff and students and that the leadership style of the principal can foster or restrict teacher effectiveness" (Kelley, et al., 2005 : 19).
Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru menurut Uben dan Hughes berupa penciptaan iklim sekolah yang dapat memacu atau menghambat efektivitas kerja guru. Hal yang sama dikemukakan oleh Harris, et al., (2003 : 70) yang menjelaskan bahwa peranan kepemimpinan kepala sekolah adalah sebagai "giving the school direction, having an overview, setting standards, and making tough decision."
Sebagai pimpinan suatu instansi pendidikan, kepala sekolah seharusnya merupakan motor penggerak bagi berjalannya proses pendidikan. Akan tetapi fungsi kepemimpinan yang belum menyentuh kebutuhan dasar bagi yang dipimpinnya tentu akan berdampak lain. Kurang berfungsinya kepemimpinan kepala sekolah, kurangnya motivasi dari pimpinan sekolah dapat menjadi penyebab menurunnya mutu pendidikan.
Kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik adalah kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kematangan dari guru dan karyawan, yaitu semakin berpengalaman seseorang dalam pekerjaan, semakin matang pula dalam berorganisasi. Gaya kepemimpinan tersebut oleh Hersey dan Blanchard seperti dikutip Robbin (2005 : 49) meliputi empat gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan direktif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif.
Gaya kepemimpinan yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah dapat mempengaruhi kepuasan kerja dari guru dan karyawan. Dengan kepuasan kerja yang baik dari guru dan karyawan tersebut akan menambah motivasi dan kinerja dari guru dan karyawan dalam menjalankan tugas yang diembannya setiap hari. Pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi prestasi dari anak didik, sehingga akan tercapailah tujuan nasional yang telah ditetapkan. Dengan demikian maka kualitas yang dimiliki kepala sekolah menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan sekolah.
Pentingnya kualitas kepemimpinan kepala sekolah dijelaskan oleh Webb, et al.. Menurut Webb dikatakan bahwa :
"The quality of the head teacher is a crucial factor in the success of the school. ... Good heads can transform a school; poor heads can block progress and achievement. It is essential that we have measures in place to strengthen the skills of all new and serving heads." (Webb, et al., 2006 : 407).
Sementara ditemukan beberapa masalah penting yang berkaitan dengan pekerjaan guru, yaitu : kurangnya minat guru dalam meningkatkan mutu mengajar disebabkan murid-muridnya relatif pasif dalam belajar dan disinyalir ada sebagian guru yang mengajar seadanya, serta kurangnya kedisiplinan dan motivasi guru dalam menjalankan tugasnya, sehingga antusiasme guru memprihatinkan. Sedangkan faktor kinerja guru sangat penting, khususnya dalam pengelolaan pendidikan, disinilah yang menjadi pertanyaan peneliti adalah sejauh mana gambaran kinerja guru dan faktor-faktor yang mempengaruhi, khususnya guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X. Sebab diketahui bahwa kinerja guru dipengaruhi oleh berbagai faktor, selain kemampuan guru dan manajerial kepala sekolah, juga faktor yang lain yaitu faktor disiplin kerja dan faktor motivasi kerja yang menentukan juga keberhasilan guru dalam kinerjanya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti lebih memfokuskan kepada sumber masalahnya yaitu bagaimana hubungan antara disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam mengatur kegiatan belajar mengajar dengan kinerja guru, khususnya pada guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X.

B. Identifikasi Masalah
Berhubungan kinerja guru merupakan kualitas perilaku yang berorientasi pada tugas atau pekerjaannya, yakni kualitas belajar dan membelajarkan kepada peserta didik. Kualitas perilaku belajar, membelajarkan merupakan serangkaian perilaku yang dicerminkan dalam kegiatan guru mengajar.
Berkaitan dengan hal tersebut muncul beberapa masalah, antara lain sebagai berikut. Kinerja, dalam Kamus Bahasa Indonesia, adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja (performance) (Poerwodarminto, 1997 : 203). Oleh karena itu, guru yang mempunyai kinerja yang baik atau guru yang profesional memiliki ciri-ciri : (1) Ahli (ekspert), artinya guru tersebut ahli dalam bidang pengetahuan atau ketrampilan yang diajarkan, (2) memiliki rasa tanggung jawab (responsibility) dan otonomi, artinya guru memiliki rasa tanggung jawab moral dan intelektual terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan dan memiliki kemandirian dalam menegakkan prinsip-prinsip pendidikan, (3) memiliki rasa kesejawatan, artinya guru menjunjung tinggi martabat dan kode etik guru, sehingga ia senantiasa berusaha menjaga dan memeliharanya (Suhertian : 1994 : 29).
Bersamaan dengan hal tersebut, seorang guru dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki disiplin kerja dan motivasi kerja untuk merealisasikan tugasnya. Untuk itu dalam penelitian ini hanya mencermati kinerja guru yang berkaitan dengan disiplin kerja dan motivasi kerja.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, timbul beberapa masalah yang sangat kompleks berkaitan dengan kinerja guru, antara lain dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apakah jarak tempuh yang jauh dari tempat tinggal dengan tempat tugasnya akan mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya?
2. Apakah keharmonisan rumah tangga itu akan mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
3. Apakah sosial ekonomi yang sudah mapan akan mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
4. Apakah gaji yang diterima saat ini akan berpengaruh pada kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
5. Apakah disiplin kerja guru mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
6. Apakah motivasi kerja guru mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?
7. Apakah persepsi guru mengenai gaya kepemimpinan yang ditunjukkan kepala sekolah mempengaruhi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya?

C. Pembatasan Masalah
1. Penelitian ini dilaksanakan pada guru-guru SLB di Kabupaten dan Kota X.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam penelitian ini dibatasi pada faktor disiplin kerja, motivasi kerja, dan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Dasar pertimbangannya adalah karena :
a. Ketiga faktor tersebut di atas dipandang sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap kinerja guru.
b. Adanya keterbatasan pada peneliti sendiri, baik yang berkaitan dengan kemampuan, waktu maupun biaya.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara disiplin kerja dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
2. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
3. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X?
4. Apakah terdapat hubungan positif antara disiplin kerja, motivasi kerja dan persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru secara bersama-sama pada SLB di Kabupaten dan Kota X?

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan dan untuk mengetahui hubungan antara disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SLB di Kabupaten dan Kota X. Tujuan penelitian ini, dijabarkan lagi menjadi tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara disiplin kerja dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X.
2. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru SLB di Kabupaten dan Kota X.
3. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru pada SLB di Kabupaten dan Kota X.
4. Untuk mengetahui dan menemukan hubungan yang signifikan antara disiplin kerja, motivasi kerja dan persepsi guru tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SLB secara bersama-sama di Kabupaten dan Kota X.

F. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian minimal memiliki manfaat atau kegunaan secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Apabila ditemukan hubungan yang signifikan antara variabel disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru-guru SLB dapat digunakan sebagai masukan bagi pelaksanaan, baik Kepala Sekolah maupun Kepala Dinas dan Departemen Pendidikan Nasional pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam mengkaji kembali dan sekaligus memperbaiki disiplin kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam tugas sebagai pendidik.
b. Diharapkan temuan penelitian ini dapat menjadi informasi masukan pihak-pihak terkait dalam pendidikan untuk meningkatkan kualitas prestasi guru.
c. Diharapkan temuan penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang menaruh minat terhadap penelitian terhadap manajemen sumber daya manusia pendidikan.
TESIS EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA KELAS XI IPS SMAN X

TESIS EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA KELAS XI IPS SMAN X

(KODE : PASCSARJ-0018) : TESIS EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA KELAS XI IPS SMA NEGERI X (PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan manusia-manusia yang berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertangung jawab, produktif dan berbudi pekerti luhur. Dalam kaitannya dengan masalah pendidikan, Toeti Soekamto ( 1993 : 1) menyatakan :
Dewasa ini pendapat umum di Indonesia menyatakan bahwa pendidikan tidak memberikan hasil seperti apa yang diharapkan, selain itu program-program intruksional yang ada dianggap masih belum memadai dalam kualitas, sehingga siswa tidak dapat belajar dengan baik karena tidak dapat menangkap apa yang diajarkan guru di sekolah.
Di sekolah, guru merasa kesulitan menerapkan model pembelajaran yang menjadikan siswa aktif di dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal ini dapat dilihat dari praktek pembelajaran matematika di kelas, seringkali di dalam proses pembelajaran guru bertanya tentang konsep matematika yang sedang dibahas, banyak siswa yang diam sambil menundukkan kepala dan hanya beberapa siswa tertentu yang berani mencoba menjawab, kemudian siswa diminta untuk menanyakan hal yang menjadi kesulitannya, keadaan kelas menjadi sunyi (siswa diam). Terlebih lagi jika siswa diberi tugas di kelas maupun tugas rumah untuk mengerjakan soal, banyak siswa yang hanya menyalin pekerjaan temannya dan jarang ditemukan ide-ide baru siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Sampai saat ini masih banyak siswa yang memandang bahwa guru sebagai satu-satunya sumber belajar dan pemegang otoritas tertinggi di kelas, jadi siswa sangat tergantung pada guru dan kurang mempunyai inisiatif untuk mempelajari materi yang akan diajarkan guru di kelas. Kenyataan ini tentu saja tidak terlalu mengejutkan karena hasil belajar anak-anak Indonesia tergolong relatif rendah terutama pada mata pelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat dari prestasi dalam Ujian Nasional ( EBTANAS) selama ± 20 tahun terakhir, rata-rata untuk tingkat SMA sekitar 4,6 ( Marpaung 2005). Hasil Try Out uji coba Ujian Nasional tahun pelajaran XXXX/XXXX SMA kabupaten X untuk matematika rata-rata 3,35 program IPA dan 2,89 untuk program IPS ( MKKS kabupaten X ). Bila didasarkan data tersebut disimpulkan bahwa kemampuan anak Indonesia dalam memahami matematika masih sangat rendah.
Fakta empiris menunjukkan bahwa para guru menggunakan model pembelajaran konvensional. Banyak perilaku siswa yang kurang mendukung dalam proses pembelajaran, seperti tidak tahu kalau ditanya atau lupa, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu. Pembelajaran yang kurang tepat yaitu menghapalkan semua materi. Pembelajaran matematika yang sering dilakukan guru adalah model konvensional, dengan metode ceramah dan pendekatan mekanistik, yaitu algoritma aritmatika dan rumus matematika diinformasikan dan dilatihkan melalui tugas kepada siswa, dan diakhiri dengan melatihkan aplikasinya. Siswa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan caranya sendiri, siswa pasip, tidak terlibat secara langsung. Pembelajaran menggambarkan suatu kegiatan guru aktif memberikan informasi, sedangkan kegiatan siswa menyimak, mencatat, dan mengerjakan tugas.
Sejalan dengan paradigma baru, pendidikan yang menekankan peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Pemerintah mendorong pelaksanaan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang berorientasi pada Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan ( PAIKEM ). Pembelajaran ini menekankan siswa yang aktif, siswa yang kreatif dapat mengembangakan ide-idenya yang tidak harus sama dengan guru. Siswa belajar dalam suasana yang menyenangkan. Dan juga guru disini hanya sebagai fasilisator, pembimbing siswa, tetapi guru juga harus kreatif mengembangkan inovasi pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak monoton. Pembelajaran yang membuat siswa aktif dan membuat siswa tidak terpaksa, sehingga suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Model pembelajaran portofolio, mengarah pembelajaran yang berorientasi PAIKEM. Model pembelajaran portofolio adalah suatu proses pembelajaran dalam mempelajari suatu materi tertentu yang prosesnya dari awal sampai akhir, dan kumpulan hasil pekerjaan peserta didik tersebut dikumpulkan atau didokumentasi yang disimpan dalam satu bendel. Model pembelajaran portofolio mengandung lima prinsip dasar, yaitu : belajar siswa aktif, kelompok belajar kooperatif, pembelajaran partisipatorik, mengajar yang reaktif, dan belajar yang menyenangkan. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan, aktivitas siswa membuat portofolio. Melalui model ini para siswa diberi keleluasaan untuk memilih topik yang menarik dirinya tetapi yang sesuai dengan topik yang dipelajari, yang selanjutnya mencari data dan informasi. Pengalaman terjun ke masyarakat atau institusi adalah salah satu pengalaman belajar riil yang menyenangkan bagi mereka karena bisa belajar di luar kelas atau sekolahan.
Hasil belajar seorang siswa dalam proses pembelajaran ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal adalah sikap pada diri siswa yaitu sikap siswa terhadap matematika, sebagai reaksi afektif pada diri siswa yang merupakan hasil belajar dan diketahui sebagai kecenderungan mendekati atau menghindar dari matematika, dan diwarnai oleh unsur senang atau tidak senang terhadap matematika. Menurut Haris dalam Mar'at ( 1981 : 19) menyatakan bahwa sikap adalah sebagai suatu konstruk psikologik atau variabel tersembunyi yang perlu ditafsirkan dari reaksi yang dapat diawasi dan memiliki konsistensi. Reaksi tersebut diketahui sebagai kecenderungan mendekati atau menghindar dari obyek, disamping diwarnai oleh unsur senang atau tidak senang sesuai dengan identitasnya. Selanjutnya Shaver dalam Mar'at (1981 : 21) menyatakan untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang obyek. Komponen afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan ( senang / tidak senang ) terhadap obyek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan/kesiapan untuk bertindak terhadap obyek.
Sikap siswa terhadap matematika merupakan faktor yang mempengaruhi dalam hasil belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran yang berlangsung hendaknya dapat menumbuhkan sikap positip terhadap matematika, sehingga akan diperoleh hasil yang optimal.
Mengingat pentingnya kemampuan matematika bagi siswa dalam proses belajar selanjutnya, maka masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa di SMA perlu diupayakan pemecahannya.

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut :
1.Secara umum pembelajaran matematika di SMA belum mengarah pada PAIKEM ini dikarenakan kurangnya pemahaman guru tentang PAIKEM. Ada kemungkinan lemahnya kemampuan matematika para siswa dikarenakan pembelajaran matematika yang didesain guru belum mengarah ke pola PAIKEM. Hal ini dapat diteliti apakah jika pemahaman guru tentang PAIKEM ditingkatkan maka kemampuan matematika siswa lebih baik.
2. Lemahnya kemampuan siswa dalam menguasai matematika yang cenderung rendah di SMA Kabupaten X, kemungkinan diakibatkan rendahnya sikap siswa terhadap matematika. Terkait dengan ini perlu dikaji apakah benar bahwa sikap siswa terhadap matematika berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada akhir pembelajaran.
3. Karakteristik siswa berbeda-beda, maka ada kemungkinan bahwa suatu model pembelajaran matematika tidak selalu cocok bagi semua siswa. Model pembelajaran matematika mungkin cocok bagi siswa tertentu, tetapi tidak cocok bagi siswa lain. Demikian juga mungkin cocok untuk siswa yang sikap terhadap matematika tinggi, tetapi tidak cocok untuk siswa yang sikap terhadap matematika rendah, dan sebaliknya. Terkait dengan ini maka perlu diteliti apakah model pembelajaran matematika di SMA Kabupaten X tergantung dari sikap siswa terhadap matematika.
4. Di SMA Kabupaten X pembelajaran matematika cenderung dengan model konvensional. Ada kemungkinan proses belajar tersebut merupakan penyebab lemahnya hasil belajar matematika. Terkait dengan ini apakah jika model pembelajaran matematika diubah maka hasil belajar matematika menjadi lebih baik.

C. Pemilihan masalah
Karena keterbatasan peneliti, maka dalam penelitian ini hanya menyelesaikan masalah nomor 2,3,4 pada identifikasi masalah di atas, yaitu : 2) apakah benar bahwa sikap siswa terhadap matematika berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada akhir pembelajaran, 3) apakah model pembelajaran matematika di SMA Kabupaten X tergantung dari sikap siswa terhadap matematika, 4) apakah jika model pembelajaran matematika diubah maka hasil belajar matematika menjadi lebih baik.

D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemilihan masalah, terdapat dua hal yang dipersoalkan. Hal pertama adalah efekti vitas model pembelajaran matematika, dalam arti apakah suatu model pembelajaran memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran yang lain. Hal kedua adalah apakah efektivitas penelitian ini dapat dilakukan dengan benar dan terarah, maka dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut :
Ada dua model pembelajaran matematika yang dicoba diteliti pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika ( dalam pokok bahasan statistika ), yaitu model pembelajaran portofolio dan model pembelajaran konvensional.
2. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XI IPS semester pertama tahun pelajaran XXXX/XXXX di SMA Negeri Kabupaten X Propinsi X. Peneliti pilih program IPS, karena siswa program IPS selama proses pembelajaran sikap terhadap matematika dirasa rendah.
3. Sikap siswa terhadap matematika dimaksudkan adalah reaksi afektif pada diri siswa sebagai kecenderungan menghindar atau mendekati dari matematika, dan diwarnai unsur senang atau tidak senang terhadap matematika.
4. Hasil belajar matematika adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal statistika yang dicerminkan oleh nilai tes matematika pada pokok bahasan statistika.

E. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi, pemilihan dan pembatasan masalah maka masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaranportofolio lebih baik dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional ?
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang mempunyai sikap terhadap matematika tinggi lebih baik dari siswa yang mempunyai sikap terhadap matematika lebih rendah?
3. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan sikap siswa terhadap matematika terhadap hasil belajar matematika?

F. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model
pembelajaran portofolio lebih baik dari pada yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang mempunyai sikap terhadap matematika tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai sikap terhadap matematika sedang maupun rendah.
3. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan sikap siswa terhadap matematika terhadap hasil belajar matematika.

G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah pada proses pembelajaran matematika terutama yang berkaitan dengan model pembelajaran portofolio dan sikap siswa terhadap matematika. Dengan mengetahui kadar kekuatan pengaruh tersebut diharapkan dapat menunjukkan seberapa penting variabel tersebut mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat memperluas wawasan tentang cara belajar matematika terutama dalam mengembangkan cara belajar dengan model portofolio, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
b. Bagi guru
Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat mengenal lebih dekat tentang model pembelajaran portofolio dan implementasinya terhadap hasil belajar matematika siswa.
c. Bagi Sekolah
Melalui penelitian ini diharapkan sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan pemegang otoritas di sekolah dapat memperoleh informasi sebagai masukan dalam menentukan kabijaksanaan terkait dengan proses pembelajaran matematika di kelas.
TESIS EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN STAD TEKNIK PETA KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR IPS GEOGRAFI SISWA KELAS VII SMPN X

TESIS EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN STAD TEKNIK PETA KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR IPS GEOGRAFI SISWA KELAS VII SMPN X

(KODE : PASCSARJ-0017) : TESIS EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN STAD TEKNIK PETA KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR IPS GEOGRAFI SISWA KELAS VII SMPN X (PRODI : MAGISTER PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, melainkan adanya kemampuan dari guru yang memiliki dasar-dasar mengajar yang baik. Mengajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan belajar, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Adanya perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada siswa, menuntut adanya perubahan unsur-unsur lain yang menunjang dalam pembelajaran tersebut, seperti adanya perubahan kurikulum.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai kurikulum yang ditawarkan diharapkan mampu memberikan kompetensi sesuai dengan tingkat satuan pendidikan yang akan dicapai. Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006, prinsip pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menegakkan lima pilar belajar, yaitu : (1) belajar untuk beriman dan bertagwa kepada Tuhan yang Maha Esa; (2) belajar untuk memahami dan menghayati; (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain; dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut, maka dalam pembelajaran Geografi siswa diharapkan mampu untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di muka bumi, serta diberikan motivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah (Sumaatmadja, 1997 : 12).
Pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila ada keberanian untuk mencari metode serta membangun paradigma baru. Hal ini diperlukan penerapan cara dan metode yang lain yang telah digunakan pada masa lampau. Suatu metode yang telah terbukti mampu mendatangkan hasil baik pada masa lampau belum tentu akan membawa hasil yang sama jika diterapkan di masa kini dan mendatang.
Untuk itulah seorang guru harus melakukan pembaharuan agar dapat memotivasi dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa agar dapat belajar dan mencapai kompetensi yang diharapkan. Kemampuan guru dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran, keadaan siswa, sarana prasarana serta lingkungan belajar akan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran IPS Geografi di SMP Negeri X selama ini masih menggunakan metode mengajar yang bersifat konvensional yaitu metode ceramah. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru-guru di SMP Negeri X cenderung banyak menekankan kepada hafalan terhadap fakta-fakta, konsep-konsep dan mendasarkan pada kegiatan dalam kelompok. Namun guru jarang melihat apakah semua siswa didalam kelompok tersebut paham terhadap materi yang diajarkan dan mampu mengingat materi pelajaran yang telah di ajarkan tersebut dalam jangka waktu yang lama.
Hal ini mengakibatkan penguasan siswa terhadap mata pelajaran IPS Geografi hanya sampai pada tingkatan verbal dan sebagian siswa memiliki anggapan bahwa mata pelajaran IPS Geografi sebagai mata pelajaran yang membosankan yang pada akhirnya membuat motivasi belajar siswa mempelajari mata pelajaran IPS Geografi menjadi sangat rendah dibandingkan semangat siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang lain seperti matematika, bahasa inggris, dan fisika.
Selain penggunaan metode pembelajaran yang kurang inovatif dalam proses penyampaian materi pelajaran yang mengakibatkan kebosanan dan motivasi belajar siswa menjadi sangat rendah, juga mengakibatkan prestasi belajar siswa turun. Hal ini dapat terlihat dari perolehan hasil nilai akhir (raport) pada akhir semester untuk rata-rata nilai prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS Geografi yang selalu menempati urutan bawah pada setiap tahun ajaran dari mata pelajaran yang lain. Rata-rata nilai raport siswa kelas VII pada semester ganjil tahun ajaran XXXX hingga XXXX dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini :

** TABEL SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Kemampuan dari dalam diri seorang pengajar untuk mengembangkan penggunaan ketrampilan-ketrampilan dan metode-metode kooperatif yang dikembangkan dengan metode mengajar lain, penggunaan alat bantu pembelajaran (media pembelajaran), menganti suasana atau memindahakan tempat proses belajar mengajar serta inovasi-inovasi yang lain sangatlah dituntut sehingga mempermudah siswa menerima serta memahami terhadap materi yang kita sampaikan yang pada akhirnya nanti akan membawa dampak yang positif terhadap perkembangan prestasi belajar siswa.
Manfaat lain bagi siswa antara lain akan meningkatkan motivasi belajar, melatih sikap saling bekerjasama dalam tim, mempunyai rasa tanggung jawab, serta mampu berkompetisi secara sehat baik dalam teman satu kelompok maupun dengan kelompok yang lain. Sifat serta sikap yang demikian ini yang akan mampu membawa pribadi yang berhasil dalam menghadapi tantangan pendidikan yang lebih tinggi yang berorientasi pada kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik akan lebih mudah menemukan serta memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan teman-temannya.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggunakan metode yang pertama pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan menggunakan teknik Peta konsep dan kedua pembelajaran dengan metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan teknik ceramah. Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan menggunakan teknik Peta konsep adalah suatu bentuk metode pembelajaran kooperatif, dimana siswa dalam satu kelas dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang secara heterogen lalu guru mepresentasikan materi pelajaran didepan kelas dengan berangkat dari gagasan utama yang diletakkan ditengah (atas) yang kemudian diturunkan ke beberapa cabang serta anak cabang, sehingga akan terjalin suatu rangkaian atau hubungan sebab akibat maupun pola interaksi. Lalu tiap-tiap kelompok dengan dibantu tim ahli menggunakan lembar tugas kelompok menuntaskan materi pelajaran. Selanjutnya bila sudah selesai dilanjutkan dengan pengambilan nilai melalui kuis secara individual.
Sedangkan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan teknik ceramah adalah suatu metode pembelajaran kooperatif, dimana siswa dalam satu kelas dipecah menjadi beberapa kelompok dengan anggota antara 4 -5 orang secara heterogen, lalu guru mepresentasikan materi pelajaran didepan kelas dengan cara bertanya jawab (interaktif) dengan siswa mengenai materi pelajaran yang sedang disampaikan oleh guru didepan kelas. Selanjutnya tiap-tiap kelompok dengan dibantu tim ahli menggerjakan lembar tugas kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran. Apabila sudah selesai dilanjutkan dengan pengambilan nilai melalui kuis secara individual.
Dengan penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep dan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik ceramah diharapkan selain mampu meningkatkan kemampuan akademik siswa dalam hal hasil belajar, juga ada hal lain yang muncul karena penggunaan metode ini salah satunya adalah motivasi belajar siswa yang meningkat. Apabila siswa diajar secara kooperatif dan terjadi kerjasama di dalam kelompok, maka siswa akan merasa lebih senang tehadap materi yang di berikan. Hal inilah yang mampu menumbuhkan motivasi belajar dari dalam diri siswa.
Terdapat dua jenis motivasi belajar siswa yaitu, motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi merupakan siswa yang mempunyai keinginan atau suatu pencapaian yang besar terhadap penguasaan suatu materi pelajaran yang sedang dipelajari. Motivasi ini bisa timbul karemna adanya suatu tujuan.
Sedangkan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah adalah siswa yang memiliki keinginan atau suatu pencapaian yang kurang bersemangat dan cenderung apa adanya didalam mempelajari materi pelajaran yang sedang dipelajari. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada umunya memerlukan adanya suatu dorongan atau stimulan dari luar.
Untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep dan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik ceramah pada pembelajaran IPS Geografi dengan memperhatikan motivasi belajar siswa, maka perlu diadakan penelitiaan yang mengambil judul : “Efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar IPS Geografi siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX”.

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah pengenalan berbagai masalah yang timbul sehubungan dengan hal-hal yang akan diteliti. Proses untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi sangat dipengaruhi adanya dua faktor yaitu faktor dari dalam diri siswa (intern) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern). Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Mengapa siswa selalu merasa jenuh dan cenderung pasif ketika diajar mata pelajaran IPS Geografi ?
2. Mengapa motivasi belajar siswa didalam mempelajari mata pelajaran IPS Geografi begitu rendah dibandingkan ketika siswa mempelajari mata pelajaran yang lain seperti matematika, bahasa inggris, dan fisika yang begitu tinggi ?
3. Bagaimanakah efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar siswa ?
4. Bagaimanakah efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar siswa ?

C. Pembatasan Masalah
Masalah didalam dunia pendidikan sangatlah luas antara lain mencakup permasalahan guru, permasalahan siswa, permasalahan didalam proses kegiatan belajar-mengajar, adaptasi dengan lingkungan sekitar, kurikulum yang digunakan, dan lain sebagainya.
Agar cakupan masalah yang diteliti didalam penelitian ini tidak terlalu luas sehingga akan menimbulkan kesalahpahaman, maka permasalahan dalam penelitiaan ini perlu dibatasi dengan tujuan untuk lebih memperdalam masalah yang dikaji. Karena kualitas penelitiaan ilmiah tidak terletak pada keluasan masalah yang diteliti, namun lebih kepada kedalaman pengkajiaan didalam memecahkan permasalahan. Pembatasan masalah didalam penelitian ini adalah :
1. Penggunaan metode pembelajaran yang tidak inovatif dan bervariasi.
2. Motivasi belajar siswa yang rendah didalam mempelajari mata pelajaran IPS Geografi.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX ?
2. Bagaimanakah efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX ?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa berdasarkan tingkat motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX ?
4. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar berdasarkan interaksi penggunaan metode pembelajaran dan motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX ?

E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Peta konsep terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX.
2. Mengetahui efektivitas penggunaan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) menggunakan teknik Ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX.
3. Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa berdasarkan tingkat motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX.
4. Mengetahui perbedaan hasil belajar berdasarkan interaksi penggunaan metode pembelajaran dan motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri X tahun ajaran XXXX/XXXX.

F. Manfaat Penelitian
Adanya penelitian ini di harapkan dapat diambil beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis.
Hasil penelitiaan ini dapat digunakan sebagai informasi bagi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam rangka pengembangan penelitiaan mengenai penggunaan metode yang sesuai dalam penggajaran dikelas pada mata pelajaran IPS Geografi dengan kompetensi dasar Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentuk, dan dampaknya terhadap kehidupan.
2. Manfaat Praktis.
a. Bagi Guru.
Memberikan masukan kepada para pengajar sekolah menengah pertama pada umunya dan khususnya pengajar bidang studi IPS Geografi untuk dapat menemukan metode mengajar yang sesuai dengan kompetensi dasara materi dalam usaha peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPS Geografi
b. Bagi Siswa.
Mampu memberikan dorongan bagi siswa agar lebih bersemangat, melatih siswa agar mampu bekerjasama di dalam menyelesaikan tugas yang dihadapi dalam kelompok, dan memiliki motivasi belajar yang tinggi untuk meningkatkan hasil belajar dikelas dalam mata pelajaran IPS Geografi.
c. Bagi Akdemisi.
Selain bermanfaat bagi guru-guru pengajar mata pelajaran IPS Geografi di tataran sekolah menengah pertama dan bagi siswa, hasil penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat sebagai reverensi bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian tentang penggunaan metode pembelajaran di sekolah.
SKRIPSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL-QOBISI

SKRIPSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL-QOBISI

(Kode PEND-AIS-0030) : SKRIPSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL-QOBISI

BAB I
PENDAHULUAN

Secara alamiah, manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang berproses demikian adalah berlangsung diatas hukum alam yang ditetapkan Allah sebagai "sunnatullah "
Pendidikan sebagai usaha membina dan memngembanglkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya.
Tidak ada satupun makhluk ciptaan Allah di atas bumi yang dapat mencapai kesempurnaan atau kematangan hidup tanpa berlangsung melalui suatu proses. Akan tetapi proses yang diinginkan dalam usaha kependidikan adalah proses yang terarah dan bertujuan yaitu mengarahkan anak didik (manusia) kepada titik optimal kemampuannya. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Allah yang mengabdikan diri kepadaNYA
Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang agar ia menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani.
Dalam dunia pendidikan dewasa ini berkembang pemikiran tentang pentingnya mengubah paradigma pendidikan, karena pendidikan yang ada sekarang belum mampu mengantarkan anak didik menjadi manusia sesungguhnya. Pendidikan yang seyogyanya diartikulasi sebagai upaya memanusiakan manusia justru telah mengarah pada dehumanisasi, yaitu menjadikan manusia seperti kehilangan arah dan tujuan hidup serta semakin tereliminasi dari hakikat kemanusiaannya.
Pendidikan telah dipahami pada pengertian Schooling saja dan dibatasi hanya pada pengembangan intelektual, spectrum intelegensi intelektual manusia didongkrak sedemikian rupa sementara intelegansi emosional diabaikan, hasilnya adalah manusia pintar yang dikuasai oleh nilai-nilai keserakahan, kekerasan, dan tumpulnya rasa kemanusiaan.
Disisi lain kendati pendidikan agama di Indonesia saat ini telah ditetapkan sebagai satuan kurikulum atau materi pelajaran yang harus disampaikan pada semua jenjang, namun ternyata belum sepenuhnya optimal mengantarkan anak didik menjadi manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk Tuhan. Pendidikan agama sepertinya lebih dititikberatkan pada ranah kognitif saja karenanya sangat mungkin sekali akan lahir anak didik yang mampu menghafal koidah-koidah normative dengan lancar dan fasih, tetapi tidak cukup cerdas untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Memahami pendidikan Islam tidak semudah mengurai kata Islam dan Pendidikan, karena selain subyek prediket pendidikan Islam juga merupakan satu substansi dan subyek penting yang cukup kompleks. Karenanya untuk memahami pendidikan Islam berarti kita harus melihat aspek utama missi agama Islam yang diturunkan kepada umat manusia dari sisi pedagogis. Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah yang mampu merefleksikan nilai-nilai pendidikan dan membimbing serta mengarahkan manusia menjadi manusia yang sempurna. Islam sebagai agama yang universal telah memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju kehidupan bahagia yang pencapaiannya bergantung pada pendidikan, karena pendidikan merupakan kunci penting utama untuk membuka jalan kehidupan manusia.
Dengan demikian Islam sangat berhubungan erat dengan pendidikan, hubungan antar keduanya bersifat organis fungsional. Pendidikan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan Islam. Dan Islam menjadi kerangka dasar pengembangan pendidikan Islam serta memberikan landasan sistem nilai untuk mengembangkan berbagai pemikiran tentang pendidikan Islam.
Oleh karena itu pendidikan Islam merupakan segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia baik individu maupun sosial untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar (fithroh) maupun ajaran yang sesuai dengan fithrohnya mulai proses intelektual dan spiritual yang berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadits.
Sistem dan pola pendidikan yang dicanangkan terkait dengan kebudayaan peradaban dan tatanan kehidupan yang melibatkan semua komponen yang ada, sementara metodenya didasarkan pada perkembangan psikologi anak agar proses tersebut memberikan hasil yang baik yaitu mempersiapkan individu agar dapat menentukan pola pikir dalam memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terbatas pada tempat dan waktu yang selaras dengan kejiwaan subyek didik.
Pendidikan Islam juga termasuk alat untuk melatih sensibilitas murid-murid sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terdapat kehidupan, langkah-langkah dan keputusan. Begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan.
Dalam Pendidikan Islam juga memiliki suatu tujuan yang mana tujuan pendidikan itu terdiri dari tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara di sini yaitu tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan, dan lain-lain. Sedangkan tujuan akhir pendidikan Islam terwujudnya kepribadian muslim, kepribadian muslim di sini adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam.
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai ummat manusia keseluruhannya sebagai hamba Allah yang berserah diri kepada kholiqnya, ia adalah hambanya yang berilmu pengetahuan dan beriman secara bulat sesuai kehendak penciptanya untuk merealisasikan cita-cita yang terkandung dalam ajaran Allah.
Jadi jelaslah membicarakan masalah tujuan pendidikan khususnya Islam tidak terlepas dari nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, oleh karena realisasi nilai-nilai itulah yang pada hakikatnya menjadi dasar dan tujuan pendidikan Islam
Dalam dunia pendidikan itu sendiri juga dipengaruhi oleh pemikiran para tokoh yang mana eksistensi para tokoh pendidikan tempo dulu banyak memberikan konstribusi yang sangat besar bagi kemajuan dunia pendidikan Islam. Dari beberapa tokoh pendidikan Islam ada salah satu tokoh yang menurut penulis sangat menarik sekali untuk dikaji beliau adalah Al-Qobisi eksistensinya sebagai seorang ahli hadits dan pendidik tidak bisa dilepaskan dari kemampuannya dalam melontarkan ide-ide pembaharuan yang mudah dikonsumsi oleh adalah masyarakat luas, beliau adalah sosok pendidik dan pemikir Islam pada abad ke 4H. hasil pemikiran pendidikannya tertuang dalam risalah yang berjudul "Ar-risalah al- Mufassalat wa Al-Muta'allimin wa ahkam Al-Muallimin wa Al-Mutaallimin "
Sungguhpun demikian pemanfa'atan terhadap kajian teoritisasi pendidikan Islam yang dilakukan oleh generasi muslim akhir sangat minin. Kalangan intelektual muslim agaknya kurang memberi perhatian secara serius terhadap kekayaan Islam itu. Kajian yang lebih intens dilakukan adalah justru berkutat pada sebuah pengulangan kajian praktis yang menghasilkan teoritisasi yang terbatas, baik dilihat dari sisi ruang maupun waktu.
Melihat kenyataan diatas, tampaknya menjadi urgen jika kemudian mengadakan pengkajian mengenai pendidikan Islam. Terutama yang berkaitan dengan khazanah pendidikan Islam. Melalui pengkajian yang dihasilkan tokoh pendidikan Islam dimungkinkan akan menghasilkan tawaran-tawaran konsep pendidikan untuk perkembangan dewasa ini. Atau paling tidak, khazanah pendidikan itu dapat diapresiasi dengan lebih baik.
Dalam pengkajian tokoh pendidikan Islam ini, penulis memilih sosok Al-Qobisi menjadi objek kajian dengan beberapa pertimbangan :
1. Al-Qobisi mempunyai salah satu karya tentang pendidikan yaitu Ar-risalah al-Mufassalat wa Al-Muta 'allimin wa ahkam Al-Muallimin wa Al-Mutaallimin yang diwariskannya dan dapat dibaca serta dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2. Al-Qobisi berhasil dibidang ilmu keagamaan yang sarat dengan unsur kependidikan, namun banyak orang yang belum tahu dengan jelas mengenai ide-ide pendidikannya.
Dari sini, penulis memandang sangat perlu untuk mengungkapkan ide-ide pendidikannya, untuk itu dalam penulisan ini penulis mengangkat judul : "PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AL-QOBISI"
Dalam membahas mengenai pemikiran pendidikannya, penulis lebih memfokuskan untuk membahas mengenai Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode dan Teknik Belajar, serta pendapatnya tentang pendidik

B. Rumusan Masalah Batasan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut, yaitu :
1. Bagaimanakah pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi ?
Agar pembahasan pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi tidak terlalu melebar, maka dalam penulisan kali ini akan memfokuskan untuk membahas :
a. Tujuan Pendidikan
b. Kurikulum Pendidikan
c. Metode dan Teknik Belajar
d. Pendapatnya tentang pendidik

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui dan mendiskripsikan tentang pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi.

D. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis, bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dalam bidang pendidikan dan dapat menyumbangkan bangunan
khazanah perkembangan ilmu pengetahuan
2. Manfaat social praktis, bahwa hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi institusi pendidikan Islam.
3. Manfaat akademik ilmiah, bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan serta khazanah ilmiah bagi dunia pendidikan Islam

E. Definisi Operasional
Guna menghindari perluasan dan kesalahfahaman dalam memahami skripsi yang berjudul : Pendidikan Islam dalam Perspektif Al-Qobisi. Dalam hal ini dijelaskan tentang istilah-istilah tersebut, yaitu :
1. Pendidikan Islam
Pendidikan yang muncul dari aspirasi yang dikerjakan oleh umat Islam, demikian pula tujuannya adalah demi kepentingan Islam beserta umatnya dalam arti luas. Pendidikan Islam merupakan bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
2. Perspektif
Adapun yang dimaksud perspektif disini adalah ide atau pendapat yang bisa juga disebut pemikiran, adapun kata dasar dari pemikiran yaitu pikiran berarti berhasil berfikir, akal, ingatan, angan-angan, ataupun gagasan. Kata pikiran identik dengan kata konsep yang mempunyai arti rancangan, ide, atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit atau gambaran mental dari objek. Bisa juga dipahami dengan istilah konsepsi yang bermakna pengertian atau pendapat. Yang dimaksud konsep dalam penelitian ini yaitu ide atau pendapat, sesuai dengan arti kata pemikiran itu sendiri yang tercantum dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang bermakna ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret. Adapun yang dimaksud pemikiran disini adalah ide atau perspektif Al-Qobisi dalam bidang pendidikan Islam.
3. Al-Qobisi
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali ibn Muhammad ibn Khalaf al-Qobisi. Ia dilahirkan di kota Qairawan Tunisia Afrika Utara, pada tahun 224H. bertepatan dengan 13 Mei tahun 936M. dan meninggal pada tahun 936H atau bertepatan dengan tanggal 23 Oktober 1012M.
Al-Qobisi dikenal sebagai seorang ahli ulama' hadist, pendidik dan penganut mazhab maliki yang setia. Pada waktu itu madzhab Maliki merupakan panutan mayoritas Islam di Afrika Utara. Al-Qobisi merumuskan konsep pendidikan meliputi empat komponen yaitu : Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode dan Teknik dan pendidik.

F. Metode Penelitian
Metode adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain metode adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topic penelitian. Metode penelitian yang dimaksud meliputi :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif karena data yang disajikan dalam bentuk verbal, bukan dalam bentuk angka. Sedang menurut tempat-tempat penelitian itu dilaksanakan, penelitian ini termasuk penelitian perpustakaan (Library Research) yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat dalam perpustakaan, seperti : buku-buku, majalah, dokumen, catatan, kisah-kisah sejarah dan lain-lainnya.
Penelitian ini termasuk penelitian pustaka, yang dimaksud dengan kajian pustaka (Library Research) adalah telah dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.
2. Pendekatan Penelitian
Untuk mendapatkan fakta dan penafsiran yang tepat maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif-kualitatif yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan data secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk disimpulkan dan difahami. Dan kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.
3. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sesuai dengan jenis dan pendekatan penelitian diatas, maka sumber data penelitian ini adalah catatan dan referensi yang dibedakan menjadi :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab karangan Al-Qobisi yang didalamnya penulis menemukan ide-idenya tentang pendidikan Islam. Adapun nama kitabnya adalah Al- Mufassalat wa Al-Muta 'allimin wa ahkam Al-Muallimin wa Al-Mutaallimin. Tapi karna keterbatasan penulis, maka penulis tidak menggunakan data primer sebagai rujukan referensi b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku, artikel-artikel dan lain-lain yang terkait dengan pemikiran Al-Qobisi tentang pendidikan Islam.
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian kepustakaan ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan metode documenter, yaitu cara menggunakan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Metode dokumenter merupakan metode paling tepat dalam memperoleh data yang bersumber dari buku-buku san bahan utama dalam penulisan penelitian ini. Dan dalam penelitian ini metode dokumenter, dipergunakan penulis untuk menggali data tentang pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi
5. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut. Data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan analisis isi (content analisis) yaitu merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. Oleh karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka peneliti menggunakan analisis data deduktif yang berpijak dari pengertian atau faktor-faktor yang bersifat umum, kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan persoalan khusus . Dan teknik analisa data deduktif ini dipergunakan penulis untuk menganalisis data tentang pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi.

G. Sistematika Pembahasan
Maksud dari sistematika ini adalah untuk mengatur urutan pembahasan, agar dapat diketahui mana yang dibahas terlebih dahulu dan mana yang dibahas kemudian, sehingga diharapkan dapat mempermudah pemahaman dan memperlancar penulisan.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pada bab I ini merupakan bab pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : Pada bab ini akan membahas tentang pendidikan Islam dalam kajian literatur yang meliputi: pengertian pendidikan Islam, dasar dan tujuan pendidikan Islam, Kurikulum pendidikan Islam, Metode pendidikan Islam, pendidik dalam pendidikan Islam
BAB III : Pada bab ini membahas tentang Biografi Al-Qobisi, Pemikiran pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qobisi yang difokuskan pada pembahasan mengenai Dasar dan Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode dan Teknik Belajar, pendapatnya tentang pendidik. Dan perbandingan pendidikan Islam dengan pendidikan Al-Qobisi
BAB IV : Pada bab ini berisi penutup yang terdiri dari simpulan dari pembahasan dan saran-saran.
SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF PROF. DR. AZYUMARDI AZRA M.A

SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF PROF. DR. AZYUMARDI AZRA M.A

(Kode PEND-AIS-0029) : SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF PROF. DR. AZYUMARDI AZRA M.A

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam termasuk di dalamnya hewan, tumbuhan, dan manusia. Manusia sebagai makhluk dinamis membutuhkan sarana untuk mengembangkan diri secara dinamis dan berkelanjutan. Tempat yang mungkin untuk mengembangkan potensi dan dinamisasi diri adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan institusi tempat menempa diri manusia. Karena pendidikan pada dasarnya adalah sarana untuk membimbing manusia sebagai manusia paripurna.
Islam sebagai agama rahmat memberi peluang kepada manusia untuk mengembangkan diri berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Pengembangan diri berdasarkan wahyu merupakan cita-cita Al-Quran. Pengembangan diri tersebut merupakan bagian dari wahyu ketuhanan. Karena dalam al-Quran terdapat perintah untuk mengubah diri, perintah untuk banyak membaca, perintah untuk berfikir. Perintah tersebut mengindikasikan bahwa manusia diajarkan untuk mampu menempa diri dan mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya. Tetapi perintah untuk berfikir, mengembangkan diri hanya tinggal konsep. Karena semua konsep tentang pengembangan diri, konsep dasar pendidikan Islam tidak digali dan dikembangkan untuk kemajuan pendidikan Islam.
Memang, kalau ditilik dalam lintasan sejarah, umat Islam mencoba untuk mengembangkan konsep-konsep pendidikan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, tetapi hal tersebut hanya berlangsung sebatas pemerintahan atau tokoh pengusung konsep pendidikan tersebut. Setelah para tokoh dan pemerintahan telah meninggal atau pemerintahan tersebut telah hancur, maka konsep pendidikannya juga ikut mengalami kemunduran.
Hampir menjadi sebuah kesepakatan umum, bahwa peradaban masa depan adalah peradaban yang dalam banyak hal didominasi ilmu (khususnya sains), yang pada tingkat praktis dan penerapan menjadi teknologi. Tanpa harus menjadikan sains sebagai "Pseudo-Religion" jelas bahwa maju atau mundurnya suatu masyarakat di masa kini dan mendatang banyak ditentukan tingkat penguasaan dan kemajuan sains khususnya. Meski masa kini dan masa mendatang disebut sebagai zaman globalisasi dalam kedua bidang ilmu ini tetap terbatas. Negara-negara paling terkemuka dalam sains dan teknologi tidak begitu saja memberikan informasi atau melakukan transfer sains dan teknologi kepada negara berkembang. Dengan demikian tantangan bagi masyarakat muslim di bagian dunia manapun untuk mengembangakan sains dan teknologi sekarang dan masa datang tidak lebih ringan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah abad ke sembilan belas, yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan dunia modern. Kontak dengan dunia barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Sebagai halnya di barat, di dunia Islam juga timbul pikiran-pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin Islam modern mengharap akan dapat melepaskan ummat Islam dari suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.
Sekolah-sekolah, pendidikan tinggi, guru dan murid mengalami banyak sekali perubahan seperti hal-hal lain di zaman modern ini, malah barangkali lebih sering daripada bidang-bidang lainya. Dan sesungguhnya, karena dahulu sekolah lambat-laun mengalami perubahan maka rata-rata perubahan yang terjadi dewasa ini dalam pendidikan adalah relatif lebih besar dari pada lain-lain bidang dalam kehidupan ini.
Pada masa lalu, teknologi yang dibawa Barat cukup mengagetkan umat Islam. Pada masa kekagetan itu, umat Islam kebingungan dalam menyaring segala sesuatu yang berasal dari Barat. Akibatnya timbul tiga gologan. Gologan pertama melarang segala sesuatu yang datang dari Barat karena berasal dari kaum kafir. Ada golongan yang menerima semua yang berasal dari Barat dengan alasan agar Islam jadi maju. Ada juga yang menyaring mana yang sesuai dengan Islam mana yang tidak.
Kemudian dari pada itu, seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh kemajuan di bidang teknologi, mau tidak mau Islam pun dituntut untuk mampu beradaptasi. Semisal fiqih dalam menyikapi masalah perbankan, maka teknologi menjadi suatu keharusan untuk dipelajari sebagai alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Namun, mengapa ketika Pendidikan Islam disuguhkan ke masyarakat umum, yang terjadi justru berbalik fakta. Ketika peradaban zaman berkembang dengan begitu pesatnya, Pendidikan Islam justru lebih fokus pada pembelajaran klasik. Akibatnya Pendidikan Islam acapkali terkucilkan. Pendidikan Islam hingga saat ini nampak sering terlambat memposisikan diri dalam merespon perubahan dan kecenderungan perkembangan budaya masyarakat.
Ketika Pendidikan Islam mencoba menawarkan sistem pembelajaran secara integrated (penggabungan antara materi umum dan keagamaan), untuk memenuhi kekosongan salah satu di antara materi pendidikan umum dan materi Pendidikan Islam, justru kebijakan ini seakan menjadi beban bagi peserta didik.
Disamping itu, berdasarkan laporan political and economic risk consultancy (PERC) terungkap bahwa sistem pendidikan Indonesia adalah yang terburuk di Asia. Mutu pendidikan di Indonesia dengan skor 6,56 masih di bawah Negara Vietnam dan Negara-negara tetangga di Asia. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia masih membutuhkan peningkatan, tidak terkecuali pendidikan Islam.
Lantas, sistem Pendidikan Islam itu sendiri masih mengalami berbagai kendala. Salah satu diantaranya adalah kerancuan antara materi umum dengan fan keagamaan. Inilah yang menjadi alasan klasik mengapa prestasi materi umum yang disampaikan di lembaga Pendidikan Islam kalah saing dengan prestasi yang dicapai oleh sekolah umum. Begitu sebaliknya, penyampaian fan ilmu agamanya pun tidak segemilang seperti yang terjadi di pondok pesantren. Kenyataan inilah yang setidaknya mendorong orang tua murid mengambil alternatif lain, yakni mempercayakan anaknya pada lembaga pendidikan yang lebih menjanjikan masa depan.
Dengan diskripsi masalah tersebut diatas, timbul pertanyaan, "Apakah ada yang salah dalam Pendidikan Islam? Lantas, akan dibawa kemana Pendidikan Islam sekarang ini?". Inilah sebidang pertanyaan sebagai pokok bahasan dalam karya tulis ini.
Gerakan pembaharuan mendorong pemimpin-pemimpin Islam untuk menyelidiki sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran dan kelemahan umat Islam terutama dari aspek pendidikan agama Islam, dan selanjutnya memikirkan jalan yang harus di tempuh untuk mencapai kemajuan.
Penulis tertarik untuk menggali solusi-solusi dari permasalahan tersebut dari berbagai sumber, yang salah satu diantaranya adalah mencari pemikiran-pemikiran tentang pembaharuan pendidikan khususnya pendidikan Islam, setelah kemudian penulis berusaha memilah pemikiran dan gagasan dari berbagai pakar ahli pendidikan Islam, pilihan penulis jatuh kepada seorang cendekiawan muslim bernama Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A dengan pemikiran-pemikiran briliant yang termaktub dalam beragam tulisanya mengenai pembaharuan dan modernisasi pendidikan Islam. Namanya sering menghiasi berbagai media karena analisisnya yang memang tajam. Semua itu menunjukkan kalau pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. yang kini menjabat sebagai direktur pasca sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, memang jernih, akurat, dan originil.
Secara garis besar melihat dari input-uotput dunia pendidikan Islam yang kemudian perlu disentuh dengan "modernisasi" secara umum Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA menggambarkan :
1. Input dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan.
a. Idiologis-Normatif: orientasi-orientasi idiologis tertentu yang diekspresikan dalam norma-norma nasional (pancasila,misalnya) menuntut sistem pendidikan Islam untuk memperluas dan memperkuat wawasan nasional anak didik. Bagi negara-negara yang relatif baru merdeka dimana intregasi nasional merupakan suatu agenda pokok, maka orientasi idiologis normatif ini sangat ditekankan dalam sistem pendidikan nasional. Dalam kerangka ini, pendidikan dipandang suatu instrumen terpenting bagi pembinaan "nation building". Sangat boleh jadi orientasi idiologis lama -katakanlah Islam-lambat atau cepat tergeser oleh orientasi nasional baru tadi. Atau setidaknya, terjadi semacam situasi anomali atau bahkan krisis identitas idiologis.
b. Mobilisasi Politik : kebutuhan bagi modernisasi dan pembangunan menuntut sistem pendidikan untuk mendidik, mempersiapkan dan menghasilkan kepemimpinan modernitas dan inovator yang dapat memelihara dan bahkan meningkatkan momentum pembangunan. Tugas yang terutama terpikul pada lembaga pendidikan tinggi, mengharuskan lembaga pendidikan tinggi Islam - seperti X misalnya- untuk menerapkan kurikulum yang lebih berorientasi pada modernisme dan modernitas.
c. Mobilitas Ekonomi : kebutuhan akan tenaga kerja yang handal menuntut sistem pendidikan untuk mempersiapkan anak didik menjadi SDM yang unggul dan mampu mengisi berbagai lapangan kerja yang tercipta dalam proses pembangunan. Difersifikasi yang terjadi dalam sektor-sektor ekonomi, bahkan mengharuskan sistem pendidikan untuk melahirkan SDM yang spesialis dalm berbagai bidang profesi. Dalam konteks ini, lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak memadai lagi sekedar menjadi lembaga transfer dan tranmissi ilmu-ilmu Islam, tetapi sekaligus juga harus dapat memberikan ketrampilan (skill) dan keahlian (abilities).
d. Mobilitas Sosial : peningkatan harapan bagi mobilitas sosial dalam modernisasi menuntut pendidikan untuk memberikan akses dan vanue ke arah tersebut. Pendidikan islam, dengan demikian tidak cukup lagi sekedar pemenuhan kewajiban menuntut ilmu belaka; tetapi harusjuga memberikan modal dan, dengan demikian kemungkinan akses bagi peningkatan sosial.
e. Mobilisasi Kultural : modernisasi yang menimbulkan perubahan-perubahan kultural menuntut sistem stabilitas dan mengembangkan warisan kultural yang kondusif bagi pembangunan. Dalam konteks pendidikan Islam, khususnya pesantren. Yang mempunyai sub-kultural sendiri yang khas itu, semua ini berarti penilaian ulang terhadap lingkungan kulturalnya sendiri.
2. Output bagi masyarakat
a. Perubahan Sistem Nilai : dengan memperluas "peta kognitif” peserta didik, maka pendidikan menanamkan nilai-nilai yang merupakan alternatif bagi sistem nilai tradisional. Perluasan wawasan ini akan merupakan pendorong bagi tumbuh dan berkembangnya "semangat untuk berprestasi dan mobilitas sosial. Persoalanya kemudian, sejauh mana sistem dan lembaga pendidikan islam khususnya pesantren, yang secara sadar mengorientasikan diri pada perluasan "peta" kognitif ini, bahkan sebaliknya terdapat kesan yang kuat, bahwa pesantren tetap berkutat pada normativisme dan dogmatisme lama yang kurang memberikan kesempatan bagi pengembangan kognisis dan kreativitas.
b. Output politik : Kepemimpinan modernitas dan innovator yang secara langsung dihasilkan sistem pendidikan dapat diukur dengan perkembangan kuantitas dan kekuatan birokrasi sipil-militer, intelektual dan kader-kader administrasi politik lainya, yang direkrut dai lembaga-lembaga pendidikan - terutama pada tingkat menengah dan tinggi. Di sini, kepemimpinan yang dihasilkan lembaga-lembaga pendidikan Islam, khususnya pada tingkat menengah seperti pesantren, kelihatanya sebagian besar masuk ke dalam "kepemimpinan tradisional", tegasnya kepemimpinan keagamaan, yang tentunya berhasil dicapai setelah mendapat pengakuan dari masyarakat. Sedangkan pada tingkat pendidikan tinggi - dalam hal ini IAIN- selain melahirkan kepemimpinan tradisional tadi, tetapi dalam batas tertentu juga melahirkan intelektual dan birokrat, dan segelintir yang masuk ke lingkungan militer terutama menjadi "rohis" (rohani Islam) atau "binroh" (pembinaan rohani).penjajahan madrasah, melalui UUSPN 1989, dengan sekolah umum pada segi lain membuka peluang besar bagai sepektrum kemunculan lapisan-lapisan kepemimpinan di atas dari sistem dan kelembagaan pendidikan Islam.
c. Output ekonomi; ini dapat diukur dari tingkat ketersediaan SDM atau tenaga kerja yang terlatih dan siap pakai, baik "white collar" maupun "blue collar" . hal ini harus diakui masih merupakan suatu masalah besar yang dihadapi sistem dan lembaga pendidikan Islam. Belum terdapat link and match yang jelas dan kuat antara sistem dan lembaga pendidikan Islam dengan masalah tenaga kerja yang terlatih dan siap pakai tersebut.
d. Output social: dapat dilihat dari tingkat integrasi social dan mobilitas peserta didik ke dalam masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal integrasi social, output sistem dan lembaga kelihatanya relative berhasil, karena didukung oleh factor kependudukan Indonesia yang mayoritas beragama islam. Tetapi dalam hal mobilitas social, sestem kelembagaan pendidikan Islam kelihatanya belum lagi kelihatan signifikansinya.
e. Output cultural : tercermin dari upaya-upaya pengembangan kebudayaan ilmiah, rasional dan innovatif, peningkatan peran integrative agama dan pengembangan bahasa pendidikan. Pada tingkat pengembangan tinggi, sistem dan kelembagaan pendidikan Islam -dalam hal ini, IAIN- sulit diingkari sedikit banyak telah mampu mengembangkan paradigma keislaman yang lebih integrative, dengan pendekatanya yang nonmahdzab. Tetapi pada tingkat lembaga pendidikan yang lebih rendah, kebudayaan ilmiah, rasional dan innovatif kelihatanya belum banyak berkembang.
Dengan pertimbangan latar belakang tersebut diatas maka skripsi ini kami tulis dalam sebuah judul "Modernisasi Pendidikan Islam Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A" dengan harapan dapat membantu memberikan solusi utnuk pembaharuan pendidikan Islam agar lebih maju dan berkembang sesuai dengan hakikat agama Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam dan zaman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi persoalan utama penelitian ini adalah bagaimana : "Modernisasi Pendidikan Islam" dalam pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A. Dapat diajukan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Modernisasi Pendidikan Islam?
2. Bagaimanakah Pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A. tentang Modernisasi Pendidikan Islam?
3. Bagaimanakah paradigma alternatif Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A?

C. Batasan Masalah
Agar pembahasan Modernisasi Pendidikan Islam dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A tidak melebar dan bisa terfokus, maka perlu adanya batasan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Konsep modernisasi pendidikan Islam.
2. Studi analisis terhadap modernisasi pendidikan Islam dalam pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A
3. Paradigma alternatif modernisasi pendidikan Islam di Indonesia dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui konsep Modernisasi Pendidikan Islam
2. Untuk menggali dan mengetahui Modernisasi Pendidikan Islam Dalam
Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A
3. Untuk menggali dan mengetahui paradigma alternatif konsep Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A

E. Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini sekurang-kurangnya memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Pendidikan Agama Islam.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman
dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam yang lebih berkualitas.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pemikiran Islam,
khususnya sebagai upaya pencarian solusi alternatif dalam melakukan
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia di tengah persaingan global yang
sangat kompetitif.

H. Sistematika Pembahasan
Pembahasan terhadap masalah pokok dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yaitu :
Bab Pertama, Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, serta Sistematika Pembahasan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab Kedua, Deskripsi Umum Tentang Modernisasi Pendidikan Islam, menguraikan tentang Definisi Modernisasi Pendidikan Islam, Latar Belakang Modernisasi Pendidikan Islam, Perspektif Para Ulama Tentang Modernisasi Pendidikan Islam, serta Urgensi Modernisasi Pendidikan Islam.
Bab Ketiga, Biografi dan Pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A; menguraikan tentang ; Biografi Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiranya, perkembangan intelektual dan karya-karyanya, dan pada penghujung bab ini diuraikan Modernisasi Pendidikan Islam Dalam Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A.
Bab Keempat, Paradigma Alternatif Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A; yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu Sejarah Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia, Problematika Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, serta Paradigma Alternatif Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A.
Bab Kelima; Penutup, menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF MAHMUD YUNUS

SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF MAHMUD YUNUS

(Kode PEND-AIS-0028) : SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF MAHMUD YUNUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah sesuatu yang esensial bagi manusia, manusia bisa menghadapi alam semesta demi mempertahankan hidupnya agar tetap survive melalui pendidikan karena pentingnya pendidikan, Islam mendapatkan pendidikan pada kedudukan yang penting dan tinggi dalam doktrinnya.
Memasuki abad ke XXI atau milenium ketiga dunia pendidikan dihadapkan pada berbagai masalah pelik yang apabila tidak segera diatasi secara tepat tidak mustahil dunia pendidikan akan ditinggal oleh zaman, kesadaran akan tampilnya dunia pendidikan dalam memecahkan dan merespon berbagai tantangan baru, yang timbul pada setiap zaman adalah suatu hal yang logis, bahkan suatu keharusan hal yang demikian dapat dimengerti, mengingat dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan umat, kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan masa depan umat manusia adalah merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.
Pendidikan merupakan sarana strategi untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa. Oleh karenanya kemajuan suatu bangsa dan kemajuan pendidikan adalah suatu determinasi kemajuan beberapa negara di dunia ini merupakan akibat perhatian mereka yang besar dalam mengelola sektor pendidikan.
Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan dakwa Islamiah, pendidikan Islam berperan sebagai moderator di mana ajaran Islam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan ini, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan al-Qur'an dan as-Sunnah. Pengamalan masyarakat terhadap ajaran Islam amat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang diterimanya.
Suatu sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu dan lainnya saling berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi landasan, tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme, sarana prasarana, evaluasi dan pembiayaan. Berbagai komponen yang terdapat dalam pendidikan ini seringkali berjalan apa adanya, alami dan tradisional, karena dilanjutkan tanpa perencanaan konsep yang matang akibat keadaan yang demikian, maka menjadikan mutu pendidikan Islam kurang menggembirakan.
Hal ini dikarenakan ketidak tersediaan tenaga pendidik Islam yang profesional yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai mated ilmu yang diajarkannya secara baik dan benar, juga harus mampu mengajarkannya secara efisien dan efektif kepada para siswa, serta harus pula memiliki idealisme.
Salah seorang tokoh pendidikan Islam adalah Mahmud Yunus memiliki perhatian dan komitmen yang tinggi terhadap upaya membangun, meningkatkan dan mengembangkan Pendidikan Agama Islam sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang dipemntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam. Gagasan dan pemikirannya dalam bidang pendidikan secara keseluruhan bersifat strategis dan merupakan karya perintis, dalam arti belum pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam sebelumnya. Perhatian dan komitmennya terhadap pembangunan, peningkatan dan pengembangan pendidikan Islam tersebut dapat dilihat lebih lanjut.
Dari segi tujuan pendidikan Islam Mahmud Yunus, terlihat pada gagasannya yang menghendaki agar lulusan pendidikan Islam tidak kalah dengan lulusan pendidikan yang belajar di sekolah-sekolah yang sudah maju, bahkan lulusan pendidikan Islam tersebut mutunya lebih baik dari lulusan sekolah-sekolah yang sudah maju. Yaitu lulusan pendidikan Islam yang selain memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang ilmu-ilmu umum, juga memiliki wawasan dan kepribadian Islami yang kuat. Dengan cara demikian para peserta didik dapat meraih dua kebahagiaan secara seimbang yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Berkaitan dengan tujuan pokok pendidikan Islam, Mahmud Yunus lebih lanjut merumuskannya yaitu pertama, untuk mencerdaskan perseorangan; kedua, untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan. Dalam hubungan ini, ia menilai pendapat ulama tradisional yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam hanyalah untuk beribadah dan sekedar untuk mempelajari agama Islam, sebagai pendapat yang terlalu sempit, kurang dan tidak sempurna. Karena menurutnya, beribada itu merupakan salah satu perintah Islam. Sedangkan pekerjaan duniawi yang menguatkan pengabdian kepada Allah juga merupakan perintah Islam. Dengan demikian, berarti pekerjaan duniawi termasuk tujuan pendidikan Islam.
Selanjutnya Mahmud Yunus juga memiliki pandangan dengan gagasan tentang kurikulum yang pada masa itu tergolong baru, dan untuk di masa sekarang tampak masih cukup relevan untuk digunakan, ia melihat kurikulum sebagai unsur penting dalam pengajaran. Dalam hubungan ini ia mengatakan bahwa kurikulum pengajaran adalah hal yang penting dengan ungkapan At-Thariqah Ahammu min al-Maddah
Dalam bidang kelembagaan, terlihat bahwa Mahmud Yunus termasuk orang yang memelopori perlunya mengubah sistem pengajaran dari yang bercorak individual kepada sistem pengajaran klasikal. Diketahui bahwa bercorak individual sebagaimana diterapkan di pesantren-pesantren menggunakan metode sorongan atau weton. Dalam metode sorongan ini biasanya murid satu persatu mendatangi guru dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kiai atau guru membacakan kitab yang berbahasa Arab, kata demi kata, dilanjutkan dengan menterjemahkan dan menerangkan maksudnya. Selanjutnya murid menyimak dan mengulangi bacaan berikut makna yang terkandung di dalamnya untuk membuktikan apakah bacaannya itu sudah benar atau belum. Dalam metode sorongan ini belum dikenal adanya sistem kelas.
Selain itu dalam bidang metode pengajaran, Mahmud Yunus amat memberikan perhatian yang cukup besar. Menurutnya, metode adalah jalan yang akan ditempuh oleh gum untuk memberikan berbagai jenis mata pelajaran. Jalan itu adalah khittah (garis) yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan di dalam kelas pada saat mengajar. Oleh sebab itu seorang guru harus menggunakan metode yang efisien dan efektif. Sehingga tidak melelahkan dan membosankan murid, serta beragam dalam pengguaannya.
Sehubungan dengan mengharapkan metode pada suatu mata pelajaran, Mahmud Yunus, juga sangat memperhatikan psikologi anak didik sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran modern, dengan tujuan agar pelajaran dapat dipahami dan diingat secara kritis oleh murid. la juga sangat menekankan tentang pentingnya penanaman moral dalam proses belajar mengajar, karena moralitas adalah merupakan bagian yang sangat penting dari sistem ajaran Islam.
Pandangan Mahmud Yunus yang demikian itu memperlihatkan bahwa konsep yang dirumuskan dan disosialisasikannya itu benar-benar menyeluruh. Mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Aspek kognitif karena dalam kegiatan belajar mengajar, Mahmud Yunus lebih menekankan pada pendalaman mated untuk membawa murid berpikir secara kritis. Sehingga para siswa menggunakan penelarannya semaksimal mungkin. Aspek psikomotorik, karena dalam kegiatan belajar mengajar, Mahmud Yunus lebih menekankan pada pengembangan kecakapan murid semaksimal mungkin sehingga seorang anak selain cerdas, juga mampu mengaplikasikan ilmu yang dipelajarinya di masyarakat. sedangkan aspek afektif, terlihat dari cara Mahmud Yunus yang menekankan pentingnya seorang guru kepada murid.
Mahmud Yunus juga memberikan cara-cara membangkitkan minat dan perhatian peserta didik dengan cara mengaktifkan panca indra mereka, baik dengan lisan, tulisan, perbuatan, maupun alat peraga. Setelah pelajaran di bahas lalu disimpulkan dan diartikan dengan latihan dan ulangan. Dengan cara demikian, peserta didik dilatih untuk berpikir dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi dengan kekuatannya sendiri, agar pelajaran yang diberikan benar-benar dapat dikuasainya dengan baik.
Selanjutnya Mahmud Yunus juga menyarankan agar setiap pendidik memahami gejolak jiwa, kecenderungan, potensi, gharizah, kemampuan dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik. Dengan cara demikian, setiap mata pelajaran yang diberikan dapat diserap oleh anak dengan sebaik-baiknya.
Hubungan antara penerapan metode dengan bakat dan jiwa anak, dapat dilihat dari pendapatnya yang mengatakan bahwa dalam mengajarkan keimanan kepada anak didik harus disesuaikan dengan perkembangan akalnya. Sebab pikiran anak belum berkembang mereka belum berpengalaman dan belum sering melakukan percobaan-percobaan.
Mahmud Yunus menganjurkan agar menggunakan pendekatan integrated dalam mengajar pengetahuan agama dan umum. la menganjurkan agar pelajaran keimanan diintegrasikan dengan pelajaran ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu bumi, ilmu alam, ilmu Biologi, dan sebagainya. selanjutnya sesuai dengan ketentuan dalam ilmu jiwa. Perkembangan, minat keinginan, kesadaran anak untuk beribadah dihidup suburnya dengan cara melatih dan praktik langsung di tempat berwudlu dan tempat shalat, membiasakan membaca basmala pada setiap kali memulai pekerjaan dan membaca hamdala pada saat mengakhiri pekerjaan. Demikian pula pelajaran tentang bermacam-macam shalat fardhu dan sunnat, tata cara mengeluarkan zakat, cara berpuasa dan cara menunaikan ibadah haji hendaknya tidak diberikan teorinya saja melainkan harus dipraktikkan.
Dengan cara demikian, metode pengajaran tersebut selain bersifat integrated juga harus bertolak dari keinginan untuk memberdayakan peserta didik, yaitu mereka yang tidak hanya kaya dalam pengetahuan kognitif (to know). Melainkan juga harus disertai dengan mempraktikkannya (to do), menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari (to act), dan mempergunakannya dalam kehidupan sehari-hari (to life together)
Menurut Mahmud Yunus seorang guru hendaklah menggunakan metode yang tepat dengan cara mengetahui perkembangan jiwa anak didiknya. Untuk itu Mahmud Yunus memberi contoh tentang cara menanamkan keimanan, mendorong anak untuk beribadah dan memperhalus budi pekertinya melalui seni, khususnya nyanyian, hal ini perlu dilakukan karena secara psikologis, jiwa anak-anak masih cenderung kreatif dan bermain.
Oleh karena itu penulis ingin meneliti lebih jauh tentang konsep pendidikan Islam menurut pemikiran Mahmud Yunus dan penelitian tersebut diberi judul "Konsep Pendidikan Islam Perspektif Mahmud Yunus".

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas akan memunculkan beberapa masalah yang akan kami angkat dalam penulisan ini. Adapun rumusannya dibuat dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah konsep pendidikan Islam ?
2. Bagaimana konsep Pendidikan Islam perspektif Mahmud Yunus ?
3. Bagaimana implementasi konsep Pendidikan Islam Mahmud Yunus ?

C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran atau dalam rangka menyamakan persepsi terhadap permasalahan terhadap permasalahan ini, maka penulis merasa perlu kiranya membuat pembatasan masalah agar fokus pembahasannya lebih jelas danterarah.
Studi ini akan penulis batasi pada pembahasan sekitar Pendidikan Islam menurut konsep Mahmud Yunus yang meliputi :
1. Tujuan pendidikan Islam
2. Kurikulum pendidikan Islam
3. Gum pendidikan Islam
4. Metode dan proses pembelajaran Islam
5. Kelembagaan Islam

D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam kajian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep Pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui konsep Pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus.
3. Untuk menganalisa konsep Pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus yang
diaplikasikan di zaman sekarang.

E. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini diharapkan data dijadikan sebagai berikut:
1. Secara teoritis adalah sebagai sumbangsih terhadap pengembangan keilmuan khususnya tentang konsep Pendidikan Islam atas pemikiran Mahmud Yunus.
2. Secara praktis adalah dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan hipotesis bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan konsep Pendidikan Islam atas pemikiran Mahmud Yunus.

H. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada skripsi ini penulis mencoba menguraikan isi pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab antara lain sebagai berikut:
BAB I : Adalah uraian pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab-bab berikut yang meliputi; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Adalah biografi Mahmud Yunus
BAB III : Adalah landasan teori, yang berisikan tentang Pendidikan Agama Islam dan konsep Pendidikan Agama Islam menurut Mahmud Yunus.
BAB IV : Adalah menganalisa atas konsep Pendidikan Agama Islam menurut Mahmud Yunus.
BAB V : Adalah penutup bab terakhir dari skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
SKRIPSI ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN ISLAM AL-MAWARDI DALAM KITAB ADAB AD-DUNYA WA AD-DIN

SKRIPSI ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN ISLAM AL-MAWARDI DALAM KITAB ADAB AD-DUNYA WA AD-DIN

(Kode PEND-AIS-0027) : SKRIPSI ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN ISLAM AL-MAWARDI DALAM KITAB ADAB AD-DUNYA WA AD-DIN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara pendidikan, terutama konteks pendidikan yang dialami oleh bangsa Indonesia dewasa ini tidak akan pernah ada habisnya. Pendidikan adalah permasalahan yang tidak pernah putus karena menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan moral. Ada banyak hal yang hams dibenahi menyangkut persoalan yang datang dari luar dunia pendidikan mulai dari masalah birokrasi pendidikan yang masih tumpang tindih, simpang siur dan tidak terkoordinasi dengan baik sampai dengan masalah internal pendidikan itu sendiri, yakni mengenai konsep pendidikan dan aplikasi praksis menciptakan pendidikan yang tepat dan akurat bagi kondisi bangsa. Akibatnya pendidikan sudah lagi tidak mampu memunculkan manusia-manusia yang berkualitas dari segi intelektual maupun kepribadiannya.
Rendahnya tingkat intelektualitas dan kepribadian pada akhirnya melahirkan banyak output pendidikan yang sudah tidak mampu membedakan mana prilaku yang benar dan mana prilaku yang salah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya dunia pendidikan di Indonesia ini sedang mengalami sakit yang sudah akut. Munculnya banyak sekali tindakan asusila dan kriminalitas yang dilakukan oleh para pelajar seperti banyaknya anak didik yang terlibat tawuran antar pelajar dan konsumsi miras serta obat-obatan terlarang adalah bukti bahwa out put pendidikan yang diharapkan dari dunia pendidikan itu sendiri pada saat ini telah mencapai titik yang sangat menghawatirkan.
Jika dilihat dari kaca mata pendidikan, hal yang demikian itu mungkin terjadi, karena memang selama ini pendidikan kita lebih berkonsentrasi kepada pembangunan ekonomi pragmatis dengan orientasi keuntungan jangka pendek yang lebih kasat mata, imbasnya pada pendidikan ialah terbengkalainya pendidikan nasional kita, pantaslah apa yang dikatakan Ahmad Tafsir bahwa "pendidikan kita dianggap gagal karena tidak mampu menghasilkan manusia berkualitas, beriman, dan berakhlak".
Kondisi semacam ini ternyata belum mampu menyadarkan para pemikir dan praktisi pendidikan akan dampak lebih besar yang akan dialami oleh dunia pendidikan. Hal ini terbukti dengan masih adanya kecenderungan dalam pendidikan kita yang aktifitasnya berorientasi pada materialistik dan keterampilan yang tujuannya hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat industrial dan menafikan dimensi moral.
Dalam tradisi khazanah keilmuan pendidikan dikenal dua istilah popular, yaitu pendidikan dan pengajaran/pembelajaran. Para pakar menyatakan bahwa pendidikan lebih memfokuskan pada aspek kedirian manusia, sedangkan pengajaran lebih banyak membidik luar manusia. Atau dengan kata lain pendidikan lebih fokus pada human being, sedangkan pengajaran lebih fokus pada sarana dan prasarana, termasuk penciptaan suasana belajar dalam upaya memanusiakan manusia.
Dalam hal ini juga, pendidikan perlu diartikan sebagai upaya sadar mengembangkan seluruh potensi keperibadian individu manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, guna mencapai kehidupan pribadi sebagai Nafsun Thaibun warabbun ghaffur, kehidupan keluarga yang Ahlun thaiyibun warabbun Ghafur, kehidupan masyarakat sebagai Qoryatun Thaibatun wararabbun ghafur serta kehidupan bernegara sebagai Baldatun thaibatun warabbun ghafurr. Gambaran ini akan terjadi jika acuan pendidikan adalah pendidikan al-akhlak al-karimah dengan pembinaan amar ma 'rufnahi munkar.
Selama ini pendidikan kita lebih banyak menggunakan literatur barat yang steril dan terlepas dari nilai-nilai. Pendidikan yang hanya terbatas pada belantara kulit-kulit teori hanya akan melahirkan pendidikan yang bersifat "dogmatis" tidak "kreatif". Sebaliknya pendidikan yang berwawasan nilai, secara metodologis tidak hanya merupakan transformasi dan proses intruksional melainkan sampai pada proses internalisasi dan trans-internalisasi nilai. Pendidikan berwawasan nilai akan meletakan kebenaran ilmiah adalah pada kebenaran yang bersifat hipotetika-verifikatif yang selalu mendorong para ilmuwan untuk meneruskan kebenaran yang telah diajukan oleh para ilmuwan lain.
Realitanya, pendidikan kita lebih fokus pada dimensi kedua yaitu pengajaran, terutama berkaitan dengan administrasi dan kurikulum pengajaran. Dimensi mendasar dari pendidikan berupa dimensi human being mulai sedikit terabaikan. Munculnya pelbagai fenomena dalam pengabaian dimensi dasar human being karena disebabkan beberapa hal : Pertama, pendidikan kita hanya terfokus pada landasan filosofis materialisme dan empirisme barat. Kedua, implikasi dari landasan filosofis makna manusia secara holistik, sehingga hakikat makna manusia kurang tersentuh oleh dunia pendidikan kita.
Keadaan ini sebenarnya jika kita lihat dari prespektif sejarah merupakan dampak dari kebijakan kolonialisme belanda yang menerapkan sistem sekularisme dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada akhirnya sistem tersebut mempengaruhi pola pikir intelektual bangsa Indonesia. Bentuk pengaruh dari kebijakan politik pendidikan belanda tersebut adalah adanya kecenderungan yang dilakukan oleh para pemikir dan praktisi pendidikan untuk berkiblat pada teori-teori dan konsep pendidikan barat yang kering dengan muatan-muatan nilai. Keadaan ini pada akhirnya melahirkan produk pendidikan yang kering dari nilai dan moral.
Disisi lain, sistem dan metode pendidikan yang dibangun oleh bangsa ini memang tidak pernah mengalami kejelasan. Setiap kali terjadi pergantian pemerintahan selalu ada saja perombakan. Meskipun semua itu dilakukan demi perbaikan namun tetap saja hal itu membingungkan, apalagi kalau sistem itu belum matang dan baru dijalankan harus mengalami perombakan lagi.
Memperbincangkan dunia pendidikan pada hakikatnya merupakan perbincangan mengenai diri kita sendiri. artinya, perbincangan tentang manusia sebagai pelaksana pendidikan sekaligus sebagai pihak penerima pendidikan. Persoalan pendidikan adalah persoalan yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia, oleh karena itu persoalan tersebut.akan mengalami perubahan serta perkembangan sesuai dengan perubahan dan perkembangan tersebut.
Sebagai subjek dan penerima pendidikan, perbincangan tentang manusia sampai kapanpun akan tetap aktual dikedepankan, lebih-lebih dalam suasana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Manusia merupakan makhluk yang multi dimensial. Bukan saja karena manusia secara teologis adalah subjek yang memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupannya akan tetapi lebih dari itu sekaligus juga menjadi objek dalam keseluruhan aktivitas dan kreatifitasnya. Manusia secara individu terlahir tanpa memiliki apapun, tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya menguasai berbagai pengetahuan dan peradaban. Dengan potensinya itu manusia belajar dari lingkungan dan masyarakat untuk kemudian membangun sebuah peradaban.
Alexis carrel, seorang ahli bedah dan fisika Amerika mengakui bahwa ilmu pengetahuan tentang manusia belum lagi mencapai kemajuan seperti yang dicapai oleh ilmu-ilmu yang lain, kendatipun sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usahanya untuk mengetahui dirinya. Oleh karena itu dalam upaya memperbincangkan apapun jenis paradigma pendidikan, seyogyanya berangkat dan berorientasi pada kerangka dasar manusia. Harapan selanjutnya pendidikan hams mampu menjadi wadah dan sarana dalam rangka optimalisasi dan aktualisasi potensi manusia.
Dalam realitas pendidikan, sebagai kondisi riil pendidikan, dapat dilihat adanya perubahan sosial yang begitu cepat, proses transformasi budaya yang semakin deras dan dahsyat, juga perkembangan politik universal, kesenjangan ekonomi serta pergeseran nilai yang fundamental, mau tidak mau mengharuskan pendidikan menfokuskan bidikannya kearah ini. Karena pendidikan harus senantiasa toleran dan tunduk pada perubahan normatif dan Kultural yang terjadi. Pengertian ini menghendaki pendidikan berfungsi sebagai lembaga sosial dalam rangka membentuk insan yang berbudaya dan melakukan proses pembudayaan nilai. Dengan demikian, pendidikan dan dan kebudayaan merupakan dua hal yang penting yang terkait satu sama lain dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia.
Abdul munir Mulkhan mengatakan bahwa pengembangan dan pelestarian kebudayaan dalam suatu proses pendidikan memerlukan rekayasa pendidikan, sementara itu pengembangan pendidikan juga membutuhkan sistem kebudayaan sebagai akar dan pendukung berlangsungnya pendidikan tersebut. Pengembangan kebudayaan memerlukan kebebasan kreatif sementara pendidikan memerlukan stabilitas budaya yang mapan. Selanjutnya dalam kaitan hubungan ketergantungan antara pendidikan dan kebudayaan munir menambahkan bahwa ketergantungan tersebut menunjukkan pengertian bahwa kualitas pendidikan akan menunjukkan kualitas budaya dan sebaliknya untuk selanjutnya kualitas kebudayaan menunjukkan kualitas manusia sebagai pendukungnya.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam, dalam rangka pelestarian dan pengembangan kebudayaan yang mengedepankan dan menjunjung tinggi nilai moralitas melalui cipta karya manusia, dengan pengoptimalan potensinya, mempunyai andil yang sangat besar untuk mewujudkannya. Umat Islam mempunyai tanggung jawab yang besar akan hal itu.
Namun ditengah pusaran berbagai ideologi, pandangan, teori pendidikan yang berbasis kultur peradaban barat, seperti liberalisme, esensialisme, progresifisme, nativisme, empirisme dan konfergensi wacana pendidikan Islam nampaknya selalu marginal. Ide-ide dan teori pendidikan yang lahir dari konsepsi Islam sangat sulit dijual keruang publik. Orang berfikir bahwa pendidikan Islam lebih berurusan dengan wilayah terbatas dari sebuah aktifitas manusia terkait dengan perbaikan moral.
Selain itu, perkembangan Hmu Pendidikan Islam terkesan lambat dibanding disiplin ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti Fiqih, Hmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits dan sebagainya. Keterlambatan ini bukan disebabkan kurangnya bahan untuk menyusun Ilmu Pendidikan Islam, melainkan karena aktifitas penelitian dan kajian dibidang Ilmu Pendidikan Islam memang tampak kurang banyak dilakukan para ahli. Fenomena ini terjadi seiring dengan kemunduran Islam-terutama setelah kejatuhan Bagdad tahun 1258 M, pendidikan dalam dunia Islam pun ikut mengalami kemunduran dan ke-jumudan.
Pendidikan Islam yang selama ini ada lebih tampak sebagai sebuah praktek pendidikan, dan bukan sebagai ilmu yang memiliki struktur bahasan dan metodologi penelitiannya sendiri. Hal ini jauh berbeda dengan Ilmu Pendidikan pada umumnya yang pertumbuhan dan perkembangannya jauh lebih pesat dibandingkan dengan Ilmu Pendidikan Islam. Berbagai aspek yang berkaitan dengan Ilmu Pendidikan pada umumnya, seperti filsafat pendidikan, metodologi pembelajaran, kurikulum, hingga lingkungan pendidikan dan sebagainya sudah demikian dikaji, namun tidak demikian dengan Ilmu Pendidikan Islam. Dari keadaan ini dapat diduga mengapa citra dan mutu pendidikan Islam pada umumnya kurang baik dibanding citra pendidikan pada umumnya.
Keadaan ini ternyata bukan hanya terjadi pada masa sekarang saja, melainkan juga terjadi pada masa lalu. Sejak masa klasik hingga sekarang belum banyak pakar dan ulama' Islam yang mempelajari dan meneliti masalah pendidikan Islam. Dalam rangka mencari solusi untuk mengeluarkan dunia pendidikan dari keterpurukan, khususnya dunia pendidikan di Indonesia, yang membutuhkan sumbangsih besar dari umat Islam, kondisi ini hams segera diatasi dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan Ilmu Pendidikan melalui serangkaian penelitian yang intensif.
Berangkat dari hal tersebut, penulis mencoba meneliti konsep pendidikan tokoh-tokoh yang mempunyai perhatian besar terhadap dunia pendidikan. Dalam penelitian ini penulis mengangkat pemikiran seorang ilmuan muslim bernama Al-Mawardi. Harapannya dapat menggugah semangat para intelektual Islam yang berkompeten dalam Pendidikan Islam untuk melakukn pengkajian dan penelitian yang dapat menghasilkan suatu gebrakan pembaharuan dan perumusan konsep pendidikan Islam yang unggul dan terpadu sebagai jawaban dari problematika pendidikan yang ada.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengklasifikasikan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Siapakah Al-Mawardi itu?
2. Bagaiamana konsep Al-Mawardi tentang pendidikan Islam?
3. Paradigma pendidikan apakah yang ditawarkan oleh Al-Mawardi?
4. Bagaimanakah karakteristik pemikiran pendidikan Al-Mawardi?

C. Tujuan Penelitian
Dengan empat rumusan masalah di atas, tentu saja penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jawaban-jawaban atas rumusan masalah tadi, diantaranya:
1. Untuk mengungkap sosok Al-Mawardi sebagai seorang pemikir pendidikan
Islam yang hidup pada masa kejayaan peradaban dunia Islam
2. Untuk memperoleh gambaran tentang konsep pendidikan yang ditawarkan
ol eh Al -Mawardi.
3. Untuk memperoleh data yang konkrit tentang karakteristik dari pemikiran
pendidikan Al-Mawardi.

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bukan sekedar untuk mengugurkan kewajiban dalam menempuh study, tetapi lebih dari itu penelitian ini nantinya juga sangat bermanfaat bagi:
1. Bagi peneliti sendiri dapat menambah wawasan dan pengalaman baru dalam
kehidupan riil, sekaligus sebagai bentuk kecil aplikasi dari ilmu-ilmu teoritis
yang diperoleh dari bangku kuliah.
2. Bagi praktisi pendididikan, penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi
guna membangun pendidikan menuju yang lebih bait.
3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat pula dijadikan bahan untuk
mengkaji lebih mendalam mengenai perkembangan dunia, khususnya apa
yang peneliti lakukan.

E. Definisi Operasional
Sebagai upaya antisipasi agar nantinya judul atau tema yang penulis angkat tidak menimbulkan persepsi dan interpretasi yang keliru maka perlu penjelasan lebih detail. Dan dalam skripsi yang sedang dijalani oleh penulis ini, judul atau tema yang diangkat adalah "Analisis Konsep Pendidikan Islam Al-Mawardi dalam Kitab Adab Ad-Dunya wa Ad-Din". Kemudian lebih jelasnya, judul tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Analisis : Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Analis mempunyai pengertian sebuah analisa atau penyelidikan tentang sesuatu dengan menguraikan bagian-bagiannnya.
Konsep : Sebuah aturan rancangan atau buram. Kata konsep jika dijadikan kata konsepsi menjadi kata turunan mempunyai pengertian pendapat (paham) rancangan cita-cita yang telah ada dalam pikiran. konsep Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah pendapat (pemikiran) yang mempunyai landasan filosofis.
Pendidikan Islam : Segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya berlandaskan nilai-nilai luhur ajaran Islam sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.
Kitab Adab Ad-dunya Wa Ad-din : Sebuah kitab karya Imam Al-Mawardi yang mengupas tentang pemikiran pendidikan beliau berkaitan dengan pembentukan kepribadian dalam rangka membentuk manusia-manusia berkualitas.

H. Sistematika Pembahasan
Penyampaian hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang sistematis akan mempermudah para pembaca dalam memahaminya, sehingga dari sini sangat dibutuhkan sistematika pembahasan yang terstruktur dan rinci. Kemudian sistematika pembahasan dalam skripsi yang tentunya juga sebagai laporan hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya; latar belakang yang melatar belakangi penelitian ini serta menjadi pijakan
dalam menentukan rumusan masalah, rumusan masalah sebagai landasan dalam mengarahkan proses penelitian, tujuan penelitian sebagai patokan yang hams dicapai dalam penelitian, kegunaan penelitian yang merupakan arti penting dari tujuan penelitian yang sudah dirumuskan, penegasan judul sebagai penjelas dari variabel penelitian agar tidak terjadi bias dalam mengambil kesimpulan dalam penelitian, metodologi penelitian sebagai acuan untuk memperoleh data dalam penelitian dan sistematika pembahasan sebagai gambaran format pelaporan penelitian.
BAB II : Menguraikan tentang biografi Al-Mawardi mencakup sejarah kehidupan beliau, situasi social politik pada masa hidup beliau, sketsa histories pendidikan dan kepribadian beliau, kiprah beliau dalam dunia Islam dan karya-karya beliau dan pengakuan integritas beliau dari dunia Islam.
BAB III : Paparan hasil penelitian mencakup gambaran tentang konsep pendidikan Al-Mawardi, paradigma dan model pendidikan yang ditawarkan beliau.
BAB IV : Analisis pemikiran pendidikan Al-Mawardi dan mendiskripsikan karakteristik pemikiran beliau.
BAB V : Penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran penulis sekaligus peneliti.