Search This Blog

SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF MAHMUD YUNUS

SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF MAHMUD YUNUS

(Kode PEND-AIS-0028) : SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF MAHMUD YUNUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah sesuatu yang esensial bagi manusia, manusia bisa menghadapi alam semesta demi mempertahankan hidupnya agar tetap survive melalui pendidikan karena pentingnya pendidikan, Islam mendapatkan pendidikan pada kedudukan yang penting dan tinggi dalam doktrinnya.
Memasuki abad ke XXI atau milenium ketiga dunia pendidikan dihadapkan pada berbagai masalah pelik yang apabila tidak segera diatasi secara tepat tidak mustahil dunia pendidikan akan ditinggal oleh zaman, kesadaran akan tampilnya dunia pendidikan dalam memecahkan dan merespon berbagai tantangan baru, yang timbul pada setiap zaman adalah suatu hal yang logis, bahkan suatu keharusan hal yang demikian dapat dimengerti, mengingat dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan umat, kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan masa depan umat manusia adalah merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.
Pendidikan merupakan sarana strategi untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa. Oleh karenanya kemajuan suatu bangsa dan kemajuan pendidikan adalah suatu determinasi kemajuan beberapa negara di dunia ini merupakan akibat perhatian mereka yang besar dalam mengelola sektor pendidikan.
Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan dakwa Islamiah, pendidikan Islam berperan sebagai moderator di mana ajaran Islam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan ini, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan al-Qur'an dan as-Sunnah. Pengamalan masyarakat terhadap ajaran Islam amat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang diterimanya.
Suatu sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu dan lainnya saling berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi landasan, tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme, sarana prasarana, evaluasi dan pembiayaan. Berbagai komponen yang terdapat dalam pendidikan ini seringkali berjalan apa adanya, alami dan tradisional, karena dilanjutkan tanpa perencanaan konsep yang matang akibat keadaan yang demikian, maka menjadikan mutu pendidikan Islam kurang menggembirakan.
Hal ini dikarenakan ketidak tersediaan tenaga pendidik Islam yang profesional yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai mated ilmu yang diajarkannya secara baik dan benar, juga harus mampu mengajarkannya secara efisien dan efektif kepada para siswa, serta harus pula memiliki idealisme.
Salah seorang tokoh pendidikan Islam adalah Mahmud Yunus memiliki perhatian dan komitmen yang tinggi terhadap upaya membangun, meningkatkan dan mengembangkan Pendidikan Agama Islam sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang dipemntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam. Gagasan dan pemikirannya dalam bidang pendidikan secara keseluruhan bersifat strategis dan merupakan karya perintis, dalam arti belum pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam sebelumnya. Perhatian dan komitmennya terhadap pembangunan, peningkatan dan pengembangan pendidikan Islam tersebut dapat dilihat lebih lanjut.
Dari segi tujuan pendidikan Islam Mahmud Yunus, terlihat pada gagasannya yang menghendaki agar lulusan pendidikan Islam tidak kalah dengan lulusan pendidikan yang belajar di sekolah-sekolah yang sudah maju, bahkan lulusan pendidikan Islam tersebut mutunya lebih baik dari lulusan sekolah-sekolah yang sudah maju. Yaitu lulusan pendidikan Islam yang selain memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang ilmu-ilmu umum, juga memiliki wawasan dan kepribadian Islami yang kuat. Dengan cara demikian para peserta didik dapat meraih dua kebahagiaan secara seimbang yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Berkaitan dengan tujuan pokok pendidikan Islam, Mahmud Yunus lebih lanjut merumuskannya yaitu pertama, untuk mencerdaskan perseorangan; kedua, untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan. Dalam hubungan ini, ia menilai pendapat ulama tradisional yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam hanyalah untuk beribadah dan sekedar untuk mempelajari agama Islam, sebagai pendapat yang terlalu sempit, kurang dan tidak sempurna. Karena menurutnya, beribada itu merupakan salah satu perintah Islam. Sedangkan pekerjaan duniawi yang menguatkan pengabdian kepada Allah juga merupakan perintah Islam. Dengan demikian, berarti pekerjaan duniawi termasuk tujuan pendidikan Islam.
Selanjutnya Mahmud Yunus juga memiliki pandangan dengan gagasan tentang kurikulum yang pada masa itu tergolong baru, dan untuk di masa sekarang tampak masih cukup relevan untuk digunakan, ia melihat kurikulum sebagai unsur penting dalam pengajaran. Dalam hubungan ini ia mengatakan bahwa kurikulum pengajaran adalah hal yang penting dengan ungkapan At-Thariqah Ahammu min al-Maddah
Dalam bidang kelembagaan, terlihat bahwa Mahmud Yunus termasuk orang yang memelopori perlunya mengubah sistem pengajaran dari yang bercorak individual kepada sistem pengajaran klasikal. Diketahui bahwa bercorak individual sebagaimana diterapkan di pesantren-pesantren menggunakan metode sorongan atau weton. Dalam metode sorongan ini biasanya murid satu persatu mendatangi guru dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kiai atau guru membacakan kitab yang berbahasa Arab, kata demi kata, dilanjutkan dengan menterjemahkan dan menerangkan maksudnya. Selanjutnya murid menyimak dan mengulangi bacaan berikut makna yang terkandung di dalamnya untuk membuktikan apakah bacaannya itu sudah benar atau belum. Dalam metode sorongan ini belum dikenal adanya sistem kelas.
Selain itu dalam bidang metode pengajaran, Mahmud Yunus amat memberikan perhatian yang cukup besar. Menurutnya, metode adalah jalan yang akan ditempuh oleh gum untuk memberikan berbagai jenis mata pelajaran. Jalan itu adalah khittah (garis) yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan di dalam kelas pada saat mengajar. Oleh sebab itu seorang guru harus menggunakan metode yang efisien dan efektif. Sehingga tidak melelahkan dan membosankan murid, serta beragam dalam pengguaannya.
Sehubungan dengan mengharapkan metode pada suatu mata pelajaran, Mahmud Yunus, juga sangat memperhatikan psikologi anak didik sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran modern, dengan tujuan agar pelajaran dapat dipahami dan diingat secara kritis oleh murid. la juga sangat menekankan tentang pentingnya penanaman moral dalam proses belajar mengajar, karena moralitas adalah merupakan bagian yang sangat penting dari sistem ajaran Islam.
Pandangan Mahmud Yunus yang demikian itu memperlihatkan bahwa konsep yang dirumuskan dan disosialisasikannya itu benar-benar menyeluruh. Mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Aspek kognitif karena dalam kegiatan belajar mengajar, Mahmud Yunus lebih menekankan pada pendalaman mated untuk membawa murid berpikir secara kritis. Sehingga para siswa menggunakan penelarannya semaksimal mungkin. Aspek psikomotorik, karena dalam kegiatan belajar mengajar, Mahmud Yunus lebih menekankan pada pengembangan kecakapan murid semaksimal mungkin sehingga seorang anak selain cerdas, juga mampu mengaplikasikan ilmu yang dipelajarinya di masyarakat. sedangkan aspek afektif, terlihat dari cara Mahmud Yunus yang menekankan pentingnya seorang guru kepada murid.
Mahmud Yunus juga memberikan cara-cara membangkitkan minat dan perhatian peserta didik dengan cara mengaktifkan panca indra mereka, baik dengan lisan, tulisan, perbuatan, maupun alat peraga. Setelah pelajaran di bahas lalu disimpulkan dan diartikan dengan latihan dan ulangan. Dengan cara demikian, peserta didik dilatih untuk berpikir dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi dengan kekuatannya sendiri, agar pelajaran yang diberikan benar-benar dapat dikuasainya dengan baik.
Selanjutnya Mahmud Yunus juga menyarankan agar setiap pendidik memahami gejolak jiwa, kecenderungan, potensi, gharizah, kemampuan dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik. Dengan cara demikian, setiap mata pelajaran yang diberikan dapat diserap oleh anak dengan sebaik-baiknya.
Hubungan antara penerapan metode dengan bakat dan jiwa anak, dapat dilihat dari pendapatnya yang mengatakan bahwa dalam mengajarkan keimanan kepada anak didik harus disesuaikan dengan perkembangan akalnya. Sebab pikiran anak belum berkembang mereka belum berpengalaman dan belum sering melakukan percobaan-percobaan.
Mahmud Yunus menganjurkan agar menggunakan pendekatan integrated dalam mengajar pengetahuan agama dan umum. la menganjurkan agar pelajaran keimanan diintegrasikan dengan pelajaran ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu bumi, ilmu alam, ilmu Biologi, dan sebagainya. selanjutnya sesuai dengan ketentuan dalam ilmu jiwa. Perkembangan, minat keinginan, kesadaran anak untuk beribadah dihidup suburnya dengan cara melatih dan praktik langsung di tempat berwudlu dan tempat shalat, membiasakan membaca basmala pada setiap kali memulai pekerjaan dan membaca hamdala pada saat mengakhiri pekerjaan. Demikian pula pelajaran tentang bermacam-macam shalat fardhu dan sunnat, tata cara mengeluarkan zakat, cara berpuasa dan cara menunaikan ibadah haji hendaknya tidak diberikan teorinya saja melainkan harus dipraktikkan.
Dengan cara demikian, metode pengajaran tersebut selain bersifat integrated juga harus bertolak dari keinginan untuk memberdayakan peserta didik, yaitu mereka yang tidak hanya kaya dalam pengetahuan kognitif (to know). Melainkan juga harus disertai dengan mempraktikkannya (to do), menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari (to act), dan mempergunakannya dalam kehidupan sehari-hari (to life together)
Menurut Mahmud Yunus seorang guru hendaklah menggunakan metode yang tepat dengan cara mengetahui perkembangan jiwa anak didiknya. Untuk itu Mahmud Yunus memberi contoh tentang cara menanamkan keimanan, mendorong anak untuk beribadah dan memperhalus budi pekertinya melalui seni, khususnya nyanyian, hal ini perlu dilakukan karena secara psikologis, jiwa anak-anak masih cenderung kreatif dan bermain.
Oleh karena itu penulis ingin meneliti lebih jauh tentang konsep pendidikan Islam menurut pemikiran Mahmud Yunus dan penelitian tersebut diberi judul "Konsep Pendidikan Islam Perspektif Mahmud Yunus".

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas akan memunculkan beberapa masalah yang akan kami angkat dalam penulisan ini. Adapun rumusannya dibuat dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah konsep pendidikan Islam ?
2. Bagaimana konsep Pendidikan Islam perspektif Mahmud Yunus ?
3. Bagaimana implementasi konsep Pendidikan Islam Mahmud Yunus ?

C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran atau dalam rangka menyamakan persepsi terhadap permasalahan terhadap permasalahan ini, maka penulis merasa perlu kiranya membuat pembatasan masalah agar fokus pembahasannya lebih jelas danterarah.
Studi ini akan penulis batasi pada pembahasan sekitar Pendidikan Islam menurut konsep Mahmud Yunus yang meliputi :
1. Tujuan pendidikan Islam
2. Kurikulum pendidikan Islam
3. Gum pendidikan Islam
4. Metode dan proses pembelajaran Islam
5. Kelembagaan Islam

D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam kajian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep Pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui konsep Pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus.
3. Untuk menganalisa konsep Pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus yang
diaplikasikan di zaman sekarang.

E. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini diharapkan data dijadikan sebagai berikut:
1. Secara teoritis adalah sebagai sumbangsih terhadap pengembangan keilmuan khususnya tentang konsep Pendidikan Islam atas pemikiran Mahmud Yunus.
2. Secara praktis adalah dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan hipotesis bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan konsep Pendidikan Islam atas pemikiran Mahmud Yunus.

H. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada skripsi ini penulis mencoba menguraikan isi pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab antara lain sebagai berikut:
BAB I : Adalah uraian pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab-bab berikut yang meliputi; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Adalah biografi Mahmud Yunus
BAB III : Adalah landasan teori, yang berisikan tentang Pendidikan Agama Islam dan konsep Pendidikan Agama Islam menurut Mahmud Yunus.
BAB IV : Adalah menganalisa atas konsep Pendidikan Agama Islam menurut Mahmud Yunus.
BAB V : Adalah penutup bab terakhir dari skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
SKRIPSI ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN ISLAM AL-MAWARDI DALAM KITAB ADAB AD-DUNYA WA AD-DIN

SKRIPSI ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN ISLAM AL-MAWARDI DALAM KITAB ADAB AD-DUNYA WA AD-DIN

(Kode PEND-AIS-0027) : SKRIPSI ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN ISLAM AL-MAWARDI DALAM KITAB ADAB AD-DUNYA WA AD-DIN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara pendidikan, terutama konteks pendidikan yang dialami oleh bangsa Indonesia dewasa ini tidak akan pernah ada habisnya. Pendidikan adalah permasalahan yang tidak pernah putus karena menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan moral. Ada banyak hal yang hams dibenahi menyangkut persoalan yang datang dari luar dunia pendidikan mulai dari masalah birokrasi pendidikan yang masih tumpang tindih, simpang siur dan tidak terkoordinasi dengan baik sampai dengan masalah internal pendidikan itu sendiri, yakni mengenai konsep pendidikan dan aplikasi praksis menciptakan pendidikan yang tepat dan akurat bagi kondisi bangsa. Akibatnya pendidikan sudah lagi tidak mampu memunculkan manusia-manusia yang berkualitas dari segi intelektual maupun kepribadiannya.
Rendahnya tingkat intelektualitas dan kepribadian pada akhirnya melahirkan banyak output pendidikan yang sudah tidak mampu membedakan mana prilaku yang benar dan mana prilaku yang salah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya dunia pendidikan di Indonesia ini sedang mengalami sakit yang sudah akut. Munculnya banyak sekali tindakan asusila dan kriminalitas yang dilakukan oleh para pelajar seperti banyaknya anak didik yang terlibat tawuran antar pelajar dan konsumsi miras serta obat-obatan terlarang adalah bukti bahwa out put pendidikan yang diharapkan dari dunia pendidikan itu sendiri pada saat ini telah mencapai titik yang sangat menghawatirkan.
Jika dilihat dari kaca mata pendidikan, hal yang demikian itu mungkin terjadi, karena memang selama ini pendidikan kita lebih berkonsentrasi kepada pembangunan ekonomi pragmatis dengan orientasi keuntungan jangka pendek yang lebih kasat mata, imbasnya pada pendidikan ialah terbengkalainya pendidikan nasional kita, pantaslah apa yang dikatakan Ahmad Tafsir bahwa "pendidikan kita dianggap gagal karena tidak mampu menghasilkan manusia berkualitas, beriman, dan berakhlak".
Kondisi semacam ini ternyata belum mampu menyadarkan para pemikir dan praktisi pendidikan akan dampak lebih besar yang akan dialami oleh dunia pendidikan. Hal ini terbukti dengan masih adanya kecenderungan dalam pendidikan kita yang aktifitasnya berorientasi pada materialistik dan keterampilan yang tujuannya hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat industrial dan menafikan dimensi moral.
Dalam tradisi khazanah keilmuan pendidikan dikenal dua istilah popular, yaitu pendidikan dan pengajaran/pembelajaran. Para pakar menyatakan bahwa pendidikan lebih memfokuskan pada aspek kedirian manusia, sedangkan pengajaran lebih banyak membidik luar manusia. Atau dengan kata lain pendidikan lebih fokus pada human being, sedangkan pengajaran lebih fokus pada sarana dan prasarana, termasuk penciptaan suasana belajar dalam upaya memanusiakan manusia.
Dalam hal ini juga, pendidikan perlu diartikan sebagai upaya sadar mengembangkan seluruh potensi keperibadian individu manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, guna mencapai kehidupan pribadi sebagai Nafsun Thaibun warabbun ghaffur, kehidupan keluarga yang Ahlun thaiyibun warabbun Ghafur, kehidupan masyarakat sebagai Qoryatun Thaibatun wararabbun ghafur serta kehidupan bernegara sebagai Baldatun thaibatun warabbun ghafurr. Gambaran ini akan terjadi jika acuan pendidikan adalah pendidikan al-akhlak al-karimah dengan pembinaan amar ma 'rufnahi munkar.
Selama ini pendidikan kita lebih banyak menggunakan literatur barat yang steril dan terlepas dari nilai-nilai. Pendidikan yang hanya terbatas pada belantara kulit-kulit teori hanya akan melahirkan pendidikan yang bersifat "dogmatis" tidak "kreatif". Sebaliknya pendidikan yang berwawasan nilai, secara metodologis tidak hanya merupakan transformasi dan proses intruksional melainkan sampai pada proses internalisasi dan trans-internalisasi nilai. Pendidikan berwawasan nilai akan meletakan kebenaran ilmiah adalah pada kebenaran yang bersifat hipotetika-verifikatif yang selalu mendorong para ilmuwan untuk meneruskan kebenaran yang telah diajukan oleh para ilmuwan lain.
Realitanya, pendidikan kita lebih fokus pada dimensi kedua yaitu pengajaran, terutama berkaitan dengan administrasi dan kurikulum pengajaran. Dimensi mendasar dari pendidikan berupa dimensi human being mulai sedikit terabaikan. Munculnya pelbagai fenomena dalam pengabaian dimensi dasar human being karena disebabkan beberapa hal : Pertama, pendidikan kita hanya terfokus pada landasan filosofis materialisme dan empirisme barat. Kedua, implikasi dari landasan filosofis makna manusia secara holistik, sehingga hakikat makna manusia kurang tersentuh oleh dunia pendidikan kita.
Keadaan ini sebenarnya jika kita lihat dari prespektif sejarah merupakan dampak dari kebijakan kolonialisme belanda yang menerapkan sistem sekularisme dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada akhirnya sistem tersebut mempengaruhi pola pikir intelektual bangsa Indonesia. Bentuk pengaruh dari kebijakan politik pendidikan belanda tersebut adalah adanya kecenderungan yang dilakukan oleh para pemikir dan praktisi pendidikan untuk berkiblat pada teori-teori dan konsep pendidikan barat yang kering dengan muatan-muatan nilai. Keadaan ini pada akhirnya melahirkan produk pendidikan yang kering dari nilai dan moral.
Disisi lain, sistem dan metode pendidikan yang dibangun oleh bangsa ini memang tidak pernah mengalami kejelasan. Setiap kali terjadi pergantian pemerintahan selalu ada saja perombakan. Meskipun semua itu dilakukan demi perbaikan namun tetap saja hal itu membingungkan, apalagi kalau sistem itu belum matang dan baru dijalankan harus mengalami perombakan lagi.
Memperbincangkan dunia pendidikan pada hakikatnya merupakan perbincangan mengenai diri kita sendiri. artinya, perbincangan tentang manusia sebagai pelaksana pendidikan sekaligus sebagai pihak penerima pendidikan. Persoalan pendidikan adalah persoalan yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia, oleh karena itu persoalan tersebut.akan mengalami perubahan serta perkembangan sesuai dengan perubahan dan perkembangan tersebut.
Sebagai subjek dan penerima pendidikan, perbincangan tentang manusia sampai kapanpun akan tetap aktual dikedepankan, lebih-lebih dalam suasana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Manusia merupakan makhluk yang multi dimensial. Bukan saja karena manusia secara teologis adalah subjek yang memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupannya akan tetapi lebih dari itu sekaligus juga menjadi objek dalam keseluruhan aktivitas dan kreatifitasnya. Manusia secara individu terlahir tanpa memiliki apapun, tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya menguasai berbagai pengetahuan dan peradaban. Dengan potensinya itu manusia belajar dari lingkungan dan masyarakat untuk kemudian membangun sebuah peradaban.
Alexis carrel, seorang ahli bedah dan fisika Amerika mengakui bahwa ilmu pengetahuan tentang manusia belum lagi mencapai kemajuan seperti yang dicapai oleh ilmu-ilmu yang lain, kendatipun sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usahanya untuk mengetahui dirinya. Oleh karena itu dalam upaya memperbincangkan apapun jenis paradigma pendidikan, seyogyanya berangkat dan berorientasi pada kerangka dasar manusia. Harapan selanjutnya pendidikan hams mampu menjadi wadah dan sarana dalam rangka optimalisasi dan aktualisasi potensi manusia.
Dalam realitas pendidikan, sebagai kondisi riil pendidikan, dapat dilihat adanya perubahan sosial yang begitu cepat, proses transformasi budaya yang semakin deras dan dahsyat, juga perkembangan politik universal, kesenjangan ekonomi serta pergeseran nilai yang fundamental, mau tidak mau mengharuskan pendidikan menfokuskan bidikannya kearah ini. Karena pendidikan harus senantiasa toleran dan tunduk pada perubahan normatif dan Kultural yang terjadi. Pengertian ini menghendaki pendidikan berfungsi sebagai lembaga sosial dalam rangka membentuk insan yang berbudaya dan melakukan proses pembudayaan nilai. Dengan demikian, pendidikan dan dan kebudayaan merupakan dua hal yang penting yang terkait satu sama lain dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia.
Abdul munir Mulkhan mengatakan bahwa pengembangan dan pelestarian kebudayaan dalam suatu proses pendidikan memerlukan rekayasa pendidikan, sementara itu pengembangan pendidikan juga membutuhkan sistem kebudayaan sebagai akar dan pendukung berlangsungnya pendidikan tersebut. Pengembangan kebudayaan memerlukan kebebasan kreatif sementara pendidikan memerlukan stabilitas budaya yang mapan. Selanjutnya dalam kaitan hubungan ketergantungan antara pendidikan dan kebudayaan munir menambahkan bahwa ketergantungan tersebut menunjukkan pengertian bahwa kualitas pendidikan akan menunjukkan kualitas budaya dan sebaliknya untuk selanjutnya kualitas kebudayaan menunjukkan kualitas manusia sebagai pendukungnya.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam, dalam rangka pelestarian dan pengembangan kebudayaan yang mengedepankan dan menjunjung tinggi nilai moralitas melalui cipta karya manusia, dengan pengoptimalan potensinya, mempunyai andil yang sangat besar untuk mewujudkannya. Umat Islam mempunyai tanggung jawab yang besar akan hal itu.
Namun ditengah pusaran berbagai ideologi, pandangan, teori pendidikan yang berbasis kultur peradaban barat, seperti liberalisme, esensialisme, progresifisme, nativisme, empirisme dan konfergensi wacana pendidikan Islam nampaknya selalu marginal. Ide-ide dan teori pendidikan yang lahir dari konsepsi Islam sangat sulit dijual keruang publik. Orang berfikir bahwa pendidikan Islam lebih berurusan dengan wilayah terbatas dari sebuah aktifitas manusia terkait dengan perbaikan moral.
Selain itu, perkembangan Hmu Pendidikan Islam terkesan lambat dibanding disiplin ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti Fiqih, Hmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits dan sebagainya. Keterlambatan ini bukan disebabkan kurangnya bahan untuk menyusun Ilmu Pendidikan Islam, melainkan karena aktifitas penelitian dan kajian dibidang Ilmu Pendidikan Islam memang tampak kurang banyak dilakukan para ahli. Fenomena ini terjadi seiring dengan kemunduran Islam-terutama setelah kejatuhan Bagdad tahun 1258 M, pendidikan dalam dunia Islam pun ikut mengalami kemunduran dan ke-jumudan.
Pendidikan Islam yang selama ini ada lebih tampak sebagai sebuah praktek pendidikan, dan bukan sebagai ilmu yang memiliki struktur bahasan dan metodologi penelitiannya sendiri. Hal ini jauh berbeda dengan Ilmu Pendidikan pada umumnya yang pertumbuhan dan perkembangannya jauh lebih pesat dibandingkan dengan Ilmu Pendidikan Islam. Berbagai aspek yang berkaitan dengan Ilmu Pendidikan pada umumnya, seperti filsafat pendidikan, metodologi pembelajaran, kurikulum, hingga lingkungan pendidikan dan sebagainya sudah demikian dikaji, namun tidak demikian dengan Ilmu Pendidikan Islam. Dari keadaan ini dapat diduga mengapa citra dan mutu pendidikan Islam pada umumnya kurang baik dibanding citra pendidikan pada umumnya.
Keadaan ini ternyata bukan hanya terjadi pada masa sekarang saja, melainkan juga terjadi pada masa lalu. Sejak masa klasik hingga sekarang belum banyak pakar dan ulama' Islam yang mempelajari dan meneliti masalah pendidikan Islam. Dalam rangka mencari solusi untuk mengeluarkan dunia pendidikan dari keterpurukan, khususnya dunia pendidikan di Indonesia, yang membutuhkan sumbangsih besar dari umat Islam, kondisi ini hams segera diatasi dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan Ilmu Pendidikan melalui serangkaian penelitian yang intensif.
Berangkat dari hal tersebut, penulis mencoba meneliti konsep pendidikan tokoh-tokoh yang mempunyai perhatian besar terhadap dunia pendidikan. Dalam penelitian ini penulis mengangkat pemikiran seorang ilmuan muslim bernama Al-Mawardi. Harapannya dapat menggugah semangat para intelektual Islam yang berkompeten dalam Pendidikan Islam untuk melakukn pengkajian dan penelitian yang dapat menghasilkan suatu gebrakan pembaharuan dan perumusan konsep pendidikan Islam yang unggul dan terpadu sebagai jawaban dari problematika pendidikan yang ada.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengklasifikasikan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Siapakah Al-Mawardi itu?
2. Bagaiamana konsep Al-Mawardi tentang pendidikan Islam?
3. Paradigma pendidikan apakah yang ditawarkan oleh Al-Mawardi?
4. Bagaimanakah karakteristik pemikiran pendidikan Al-Mawardi?

C. Tujuan Penelitian
Dengan empat rumusan masalah di atas, tentu saja penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jawaban-jawaban atas rumusan masalah tadi, diantaranya:
1. Untuk mengungkap sosok Al-Mawardi sebagai seorang pemikir pendidikan
Islam yang hidup pada masa kejayaan peradaban dunia Islam
2. Untuk memperoleh gambaran tentang konsep pendidikan yang ditawarkan
ol eh Al -Mawardi.
3. Untuk memperoleh data yang konkrit tentang karakteristik dari pemikiran
pendidikan Al-Mawardi.

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bukan sekedar untuk mengugurkan kewajiban dalam menempuh study, tetapi lebih dari itu penelitian ini nantinya juga sangat bermanfaat bagi:
1. Bagi peneliti sendiri dapat menambah wawasan dan pengalaman baru dalam
kehidupan riil, sekaligus sebagai bentuk kecil aplikasi dari ilmu-ilmu teoritis
yang diperoleh dari bangku kuliah.
2. Bagi praktisi pendididikan, penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi
guna membangun pendidikan menuju yang lebih bait.
3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat pula dijadikan bahan untuk
mengkaji lebih mendalam mengenai perkembangan dunia, khususnya apa
yang peneliti lakukan.

E. Definisi Operasional
Sebagai upaya antisipasi agar nantinya judul atau tema yang penulis angkat tidak menimbulkan persepsi dan interpretasi yang keliru maka perlu penjelasan lebih detail. Dan dalam skripsi yang sedang dijalani oleh penulis ini, judul atau tema yang diangkat adalah "Analisis Konsep Pendidikan Islam Al-Mawardi dalam Kitab Adab Ad-Dunya wa Ad-Din". Kemudian lebih jelasnya, judul tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Analisis : Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Analis mempunyai pengertian sebuah analisa atau penyelidikan tentang sesuatu dengan menguraikan bagian-bagiannnya.
Konsep : Sebuah aturan rancangan atau buram. Kata konsep jika dijadikan kata konsepsi menjadi kata turunan mempunyai pengertian pendapat (paham) rancangan cita-cita yang telah ada dalam pikiran. konsep Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah pendapat (pemikiran) yang mempunyai landasan filosofis.
Pendidikan Islam : Segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya berlandaskan nilai-nilai luhur ajaran Islam sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.
Kitab Adab Ad-dunya Wa Ad-din : Sebuah kitab karya Imam Al-Mawardi yang mengupas tentang pemikiran pendidikan beliau berkaitan dengan pembentukan kepribadian dalam rangka membentuk manusia-manusia berkualitas.

H. Sistematika Pembahasan
Penyampaian hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang sistematis akan mempermudah para pembaca dalam memahaminya, sehingga dari sini sangat dibutuhkan sistematika pembahasan yang terstruktur dan rinci. Kemudian sistematika pembahasan dalam skripsi yang tentunya juga sebagai laporan hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya; latar belakang yang melatar belakangi penelitian ini serta menjadi pijakan
dalam menentukan rumusan masalah, rumusan masalah sebagai landasan dalam mengarahkan proses penelitian, tujuan penelitian sebagai patokan yang hams dicapai dalam penelitian, kegunaan penelitian yang merupakan arti penting dari tujuan penelitian yang sudah dirumuskan, penegasan judul sebagai penjelas dari variabel penelitian agar tidak terjadi bias dalam mengambil kesimpulan dalam penelitian, metodologi penelitian sebagai acuan untuk memperoleh data dalam penelitian dan sistematika pembahasan sebagai gambaran format pelaporan penelitian.
BAB II : Menguraikan tentang biografi Al-Mawardi mencakup sejarah kehidupan beliau, situasi social politik pada masa hidup beliau, sketsa histories pendidikan dan kepribadian beliau, kiprah beliau dalam dunia Islam dan karya-karya beliau dan pengakuan integritas beliau dari dunia Islam.
BAB III : Paparan hasil penelitian mencakup gambaran tentang konsep pendidikan Al-Mawardi, paradigma dan model pendidikan yang ditawarkan beliau.
BAB IV : Analisis pemikiran pendidikan Al-Mawardi dan mendiskripsikan karakteristik pemikiran beliau.
BAB V : Penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran penulis sekaligus peneliti.
GAYA HIDUP MANUSIA DAN ARSITEKTUR PASAR (STUDI KASUS PASAR X)

GAYA HIDUP MANUSIA DAN ARSITEKTUR PASAR (STUDI KASUS PASAR X)

(KODE ARSITEKR-0002) : SKRIPSI GAYA HIDUP MANUSIA DAN ARSITEKTUR PASAR (STUDI KASUS PASAR X)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi konstruksi, manajemen dan informasi yang semakin pesat yang disertai dengan persaingan yang bebas dewasa ini menuntut kita melakukan efisiensi di segala bidang. Hal ini juga terkait dengan biaya konstruksi yang merupakan suatu persyaratan yang utama yang harus dilakukan pada kondisi sekarang ini, dimana biaya konstrukisi semakin lama semakin tinggi dan cenderung berubah dengan cepat. Oleh karena itu, kontraktor dituntut untuk untuk dapat menekan biaya konstruksi seminimal mungkin. Dengan melakukan salah satu teknik dalam hal mengendalikan biaya yaitu value engineering, maka biaya konstruksi akan berkurang tanpa mengorbankan kualitas dan fungsi dari proyek. Value Engineering (VE) dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal untuk sejumlah uang yang dikeluarkan dengan memakai teknik yang sistematis untuk menganalisa dan mengendalikan total biaya proyek.
Secara definisi, Value Engineering, juga dikenal dengan Value Management atau Value Analysis, adalah suatu pendekatan tim yang profesional dalam penerapannya, berorientasi fungsi dan sistematis yang digunakan untuk menganalisa dan meningkatkan nilai suatu produk, disain fasilitas, sistem, atau servis - suatu metodologi yang baik untuk memecahkan masalah dan atau mengurangi biaya namun meningkatkan persyaratan kinerja atau kualitas yang ditetapkan1. Value Engineering adalah teknik terefektif yang diketahui untuk mengidentifikasi dan menghapuskan biaya yang tidak perlu (unnecessary cost) dalam disain, pengujian, fabrikasi, konstruksi produk.
Studi Value Engineering pekerjaan arsitektur pada proyek Rusunami X yang tepat dan dilakukan dengan pendekatan pasar akan memberi dampak yang sangat baik dalam menghemat biaya produksi sekaligus memperhatikan risiko yang mungkin terjadi. Berdasarkan pengalaman, VE dapat meningkatkan kualitas dan sangat menguntungkan bagi pembangunan konstruksi di Indonesia pada saat ini khususnya dan pembangunan konstruksi di dunia pada umumnya.
Dalam penelitian ini yang dibahas adalah studi Value Engineering pada proyek Rusunami X. Hal ini dikarenakan proyek Rusunami ini memiliki potensi pasar yang besar ditamnah lagi berbagai developer sedang berlomba-lomba untuk melakukan kajian mengenai kelayakan pelaksanaan proyek ini karena diperkirakan memiliki potensi daya tarik investasi yang sangat tinggi. Walaupun memiliki potensi yang sangat besar, tetapi tingkat resiko investasi pada proyek ini masih terlalu tinggi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor risiko yang perlu dipertimbangkan karena melibatkan peran pemerintah yang belum mengeluarkan peraturan baku berkaitan dengan proyek ini yang mempengaruhi pencapaian kebutuhan perusahaan (corporate needs) dan kebutuhan pengguna fasilitas (consumer needs) dan juga berbagai critical succes factor lainnya yang perlu dipertimbangkan.
Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan Rencana Anggaran Biaya yang paling optimal bagi proyek Rusunami tersebut khususnya Rusunami X sebagai studi kasusnya. Hal ini dikarenakan Rusunami X merupakan proyek Rusunami yang pertama kali diresmikan sebagai proyek percontohan pembangunan Rusunami di tengah kota. Namun, sampai saat ini masih terdapat permasalahan mulai dari okupansi yang rendah hingga pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan perencanaan pada awal proyek.

1.2 DESKRIPSI PERMASALAHAN
Saat ini kebutuhan akan hunian yang layak, sehat dan terjangkau bagi masyarakat sangatlah tinggi dan kian mendesak. Untuk itu, perlu disiasati pembiayaan proyek yang optimal sehingga dapat memberikan keuntungan bagi tiap stakeholder yang terlibat. Dalam hal ini kontraktor dapat memperoleh keuntungan yang tinggi tanpa mengorbankan kualitas dan fungsi dari proyek tersebut dan juga investor dapat membuat skema pendanaan yang sesuai.
Salah satu cara dalam mensiasati hal tersebut diperlukan penelitian studi VE pekerjaan arsitektur pada proyek Rusunami X. Pekerjaan arsitektur merupakan bagian dari Rencana Anggaran Biaya yang memiliki kontribusi berimbang dengan pekerjaan struktur sehingga dapat memberikan penghematan biaya yang cukup besar apabila dilakukan studi VE.

1.3 SIGNIFIKANSI MASALAH
Perencanaan pembiayaan proyek yang tidak optimal untuk pemenuhan rusunami sebagai hunian yang layak, sehat dan terjangkau bagi masyarakat, maka akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
• Tingginya resiko investasi pada proyek
• Tingginya pendanaan proyek
Kedua hal diatas akan menyulitkan pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada proyek ini baik untuk kontraktor maupun investor. Pada akhirnya, kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dikarenakan tidak adanya ketertarikan untuk berinvestasi pada proyek tersebut.
Untuk itu diperlukan studi Value Engineering untuk mendapatkan Rencana Anggaran Biaya yang optimal. Hal ini menjadi penting karena kita dapat melihat seberapa besar penghematan biaya yang dihasilkan khususnya dari pekerjaan arsitektur.

1.4 RUMUSAN MASALAH
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang akan dikaji dalam skripsi ini :
1. Berapa besar biaya yang optimal dan harus dipenuhi untuk berinvestasi pada proyek Rusunami ?
2. Komponen biaya apa saja yang harus dilakukan studi value engineering sehingga didapatkan Rencana Anggaran Biaya yang paling optimal yang sesuai dengan keinginan pasar ?
3. Faktor risiko apa saja yang mungkin muncul akibat dilakukan studi value engineering pada proyek Rusunami tersebut?
4. Respon risiko apa yang dilakukan?

1.5 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melakukan studi VE yang tepat sehingga mendapatkan Rencana Anggaran Biaya yang paling optimal bagi proyek Rusunami tersebut.

1.6 BATASAN PENELITIAN
Mengingat waktu penelitian yang terbatas dan agar penelitian dapat terarah pada tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini dibatasi hanya kepada hal-hal berikut :
• Objek penelitian adalah proyek Rusunami dengan acuan Proyek Pembangunan Rusunami X PT X Development. Hal ini dikarenakan Rusunami X merupakan proyek Rusunami yang pertama kali diresmikan sebagai proyek percontohan pembangunan Rusunami di tengah kota. Namun, sampai saat ini masih terdapat permasalahan mulai dari okupansi yang rendah hingga pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan perencanaan pada awal proyek.
• Sudut pandang yang digunakan hanya sudut pandang investor sebagai pengembang dan kontraktor
• Studi Value Engineering hanya untuk pekerjaan arsitektur. Pekerjaan arsitektur merupakan bagian dari Rencana Anggaran Biaya yang memiliki kontribusi berimbang dengan pekerjaan struktur sehingga dapat memberikan penghematan biaya yang cukup besar apabila dilakukan studi VE.

1.7. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :
• Untuk kontraktor
• Untuk penulis
• Untuk bidang IPTEK
• Untuk proyek precast
- Mendapatkan RAB yang optimal yang didasari oleh studi VE sehingga diharapkan dapat meningkatkan peluang pasar terhadap bisnis pracetak khususnya untuk pemenuhan Rusunami.
- Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai perkembangan metode konstruksi, khususnya proyek precast ini.
- Mendapatkan biaya proyek yang optimal untuk proyek Rusunami.
- Mendapatkan solusi biaya yang murah untuk proyek serupa.
PEMANFAATAN KEMBALI ARSITEKTUR MASA LALU SEBAGAI TEMPAT BELANJA

PEMANFAATAN KEMBALI ARSITEKTUR MASA LALU SEBAGAI TEMPAT BELANJA

(KODE ARSITEKR-0001) : SKRIPSI PEMANFAATAN KEMBALI ARSITEKTUR MASA LALU SEBAGAI TEMPAT BELANJA

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Bangunan arsitektur masa lalu yang merupakan warisan peninggalan budaya banyak terbengkalai atau tidak lagi terurus oleh pemiliknya bahkan oleh pemerintah selaku pemilik aset penting negara ini. Hal ini disebabkan adanya pertentangan dengan kepentingan ekonomi karena bangunan ini memiliki biaya pemeliharaan yang
tinggi sementara tingkat kesadaran masyarakat yang kurang akan arti penting keberadaan warisan masa lalu ini sebagai bukti peradaban masa lalu.
Seharusnya bangunan ini tidak hanya mengandalkan nilai sosial-budaya saja untuk bertahan. Bangunan dapat difungsikan sebagai bangunan komersil yang dapat menghasilkan keuntungan materi yang dapat digunakan setidaknya untuk biaya pemeliharaan bangunan itu sendiri.
Tetapi pemerintah memiliki aturan terkait dengan bangunan masa lalu ini, khususnya untuk masalah pemugaran sebagai bentuk pemanfaatan kembali arsitektur masa lalu. Sedangkan suatu kegiatan komersil misalnya kegiatan belanja yang menjadi kegiatan utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pemilik atau pengelola tempat belanja tersebut, memiliki persyaratan dalam desain bangunan yang harus dipenuhi.

I.2 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menelaah mengenai apa saja aturan yang telah ditetapkan mengenai bangunan arsitektur masa lalu oleh pemerintah, kemudian akan dikaitkan dengan persyaratan desain bangunan tempat belanja. Sehingga akhirnya dapat diketahui apakah arsitektur masa lalu dapat berpotensi menghasilkan keuntungan materi sebagai tempat belanja, sehingga dapat memenuhi biaya pemeliharaan bangunan tersebut yang menjadikannya tetap bertahan di tengah persaingan ekonomi dan modernitas arsitektur dalam kehidupan masyarakat saat ini.
Dari penulisan ini pula dapat diketahui apakah seharusnya bangunan masa lalu yang beradaptasi dengan persyaratan tempat belanja atau sebaliknya.

I.3 Lingkup Pembahasan
Penulisan ini akan dibatasi pada bangunan arsitektur masa lalu berikut aturan pemugaran yang terkait, serta persyaratan tempat belanja yang hanya ditinjau dari segi arsitektur bangunan melalui aspek eksterior dan interior, terlepas dari pembahasan mengenai struktur dan utilitas bangunan.

I.4 Metode Pendekatan
1. Studi literature
Berupa studi kepustakaan
2. Observasi
Tinjauan langsung ke lapangan

I.5 Metode Penulisan
Penulisan karya tulis ini dibagi dalam 4 bab yang disusun sebagai berikut :
Bab 1 berisi latar belakang, tujuan penulisan, lingkup pembahasan, metode pendekatan, dan metode penulisan.
Bab 2 berisi kajian umum mengenai pengertian bangunan masa lalu, Bangunan Cagar Budaya, pemanfaatan arsitektur masa lalu, kegiatan belanja, belanja bagian dari kegiatan komersil,desain tempat belanja, klasifikasi tempat belanja dan pemanfaatan arsitektur masa lalu sebagai tempat belanja.
Bab 3 berisi tinjauan umum studi kasus, data teknis, sejarah bangunan,analisa bangunan dan analisa bangunan sebagai tempat belanja.
Bab 4 berisi kesimpulan dan saran.
KAJIAN PEMAKAIAN BAHASA DALAM SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS X (SEBUAH TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

KAJIAN PEMAKAIAN BAHASA DALAM SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS X (SEBUAH TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

(Kode : PEND-BSI-0061) : SKRIPSI KAJIAN PEMAKAIAN BAHASA DALAM SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS X (SEBUAH TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya manusia merupakan suatu makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan bahasa baik lisan maupun tulisan guna bergaul dengan manusia lain, baik untuk menyatakan pendapatnya, maupun untuk mempengaruhi orang lain demi kepentingannya sendiri maupun kelompok atau kepentingan bersama. Peranan bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk berkomunikasi antara manusia yang satu dengan yang lain dalam suatu masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mustakim (1994 : 2) bahwa bahasa sebagai alat komunikasi digunakan oleh anggota masyarakat untuk menjalin hubungan dengan masyarakat lain yang mempunyai kesamaan bahasa. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan dengan manusia lainnya, walaupun latar belakang sosial dan budayanya berbeda. Oleh karena itu, fungsi bahasa yang paling mendasar adalah untuk berkomunikasi (P.W.J. Nababan, 1993 : 40), yaitu alat pergaulan dan perhubungan sesama manusia sehingga terbentuk suatu sistem sosial atau masyarakat. Bahasa sebagai bagian dari masyarakat merupakan gejala sosial yang tidak dapat lepas dari pemakainya. Sosiolinguistik sebagai cabang ilmu bahasa merupakan interdisipliner ilmu bahasa dan ilmu sosial, berusaha menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian di dalam masyarakat.
Pemakaian bahasa dalam masyarakat selain dipengaruhi faktor-faktor linguistik juga dipengaruhi oleh faktor-faktor nonlinguistik. Faktor-faktor nonlinguistik yang berpengaruh itu antara lain; status sosial, tingkat ekonomi, jenis kelamin, umur, dan sebagainya. Sedangkan faktor situasional yang mempengaruhi pemakaian bahasa adalah siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kapan, di mana, kepada siapa, dan mengenai apa (Suwito, 1991 : 3). Mengingat bahasa sebagai alat komunikasi, maka sesuai dengan keperluannya maka bahasa dipakai dalam berbagai jenis kegiatan yang tergantung pada fungsi dan situasinya seperti di kantor, di stasiun, di ruang kuliah, dan sebagainya. Fungsi dan situasi tersebut akan menimbulkan variasi. Pemilihan variasi yang berdasarkan pada fungsi dan situasi bahasa dapat menimbulkan munculnya ragam bahasa. Pemilihan terhadap ragam bahasa dipengaruhi oleh faktor kebutuhan penutur atau penulis akan alat komunikasi yang sesuai dengan situasi (Sugihastuti, 2005 : 123).
Seiring perkembangan zaman, teknologi dalam berkomunikasi pun mengalami kemajuan yang pesat. Seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus bertatapan langsung. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kita dapat berkomunikasi secara primer maupun sekunder. Proses komunikasi secara secara primer merupakan proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media (Onong Uchjana Effendy, 1999 : 11). Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa. Akan tetapi, tidak semua orang pandai mencari kata-kata yang tepat yang dapat mencerminkan perasaan yang sesungguhnya.
Berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaannya, komunikasi bermedia mengalami kemajuan. Tidak hanya dengan bertatap muka saja orang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan dengan berbagai alat komunikasi yang canggih seseorang dapat berkomunikasi selayaknya berhadaphadapan dengan lawan bicara seperti percakapan biasa yaitu melaui media telepon genggam atau handphone (HP). Seseorang dapat menggunakan media kedua dalam berkomunikasi Karena adanya kecanggihan teknologi misalkan melalui HP, televise, radio, dan lain sebagainya. Proses komunikasi seperti hal tersebut merupakan proses komunikasi secara sekunder, yakni proses penyampaian komunikasi oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai madia kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama (Onong Uchjana Effendy, 1999 : 16).
Adanya peranan media, yakni media sekunder seperti HP, dalam komunikasi tidak perlu bertatap muka langsung maka komunikator dan komunikan dapat berkomunikasi menyampaikan ide, gagasan, pendapat, dan sebagainya tentang berbagai hal yang tentu saja melalui bahasa. Oleh karena itu, terjadilah efesiensi dalam berkomunkasi.yang tidak terpancang pada jarak dan waktu.
Gejala kontemporasi bahasa yaitu berubahnya serta berkembangnya bahasa sesuai situasi dan kondisi merupakan konsekuensi dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dan bagian dari budaya masyarakat. Masyarakat menggunakan lambang-lambang bahasanya berdasarkan pengalaman dan pemikiran manusia yang memang terus berkembang. Perkembangan masyarakat dan perubahan budaya menyebabkan timbulnya berbagai macam variasi atau keragaman bahasa, termasuk munculnya kosakata baru.
Demikian halnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas X selalu berkomunikasi dengan mahasiswa lainnya. Selain berkomunikasi secara lisan mahasiswa juga berkomunikasi melalui tulisan SMS, apabila mereka tidak dapat saling bertemu melalui tatap muka. Mengingat HP merupakan media yag efektif dalam berkomunikasi melalui SMS (Short Message Service) yang relatif murah, maka SMS pun efektif dan efisien dalam menjalin suatu komunikasi antar mahasiswa.
Dalam berkomunikasi melalui SMS, pemakai SMS harus menuliskan pesan yang berjumlah 160 karakter. Keterbatasan jumlah karakter dalam sekali kirim akan menimbulkan suatu keragaman berbahasa dalam ber-SMS. Demikian halnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X menggunakan suatu bahasa yang mempunyai suatu keragaman tersendiri dalam ber-SMS karena selain disebut anak muda, mereka juga sering menggunakan bahasa yang selalu mengikuti perkembangan. Sebagai mahasiswa yang kuliah di Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang paling tidak mengetahui seluk-beluk mengenai penggunaan bahasa, maka bahasa yang digunakan dalam ber-SMS pun mempunyai suatu variasi atau keragaman tersendiri yang menimbulkan suatu keuikan dalam berbahasa. Pilihan kata yang tidak sesuai dengan kaidah ketatabahasaan serta penggunaan simbol-simbol ekspresi atau disebut emoticon menimbulkan suatu keunikan tersendiri dalam berkomunikasi berbentuk bahasa tulis melalui media handphone/HP.
Contoh umum emoticon atau simbol yang sering digunakan dalam ber- SMS adalah : -) yang artinya “Si pengirim pesan sedang senang” atau juga simbol : -( yang menandakan si pengirim pesan sedang sedih. Selain digunakan sebagai ekspresi wajah atau ekspresi keadaan diri saat ber-SMS, penggunaan simbol ekspresi melalui berbagai tanda baca digunakan untuk menghemat pemakaian karakter. Keterbatasan karakter dalam ber-SMS maka pengirim SMS juga berusaha kreatif dengan menciptakan singkatan-singkatan yang unik. Sekarang ini singkatan yang lazim digunakan adalah singkatan umum yang diadopsi dari bahasa Inggris dan diadaptasi dari istilah yang digunakan pengguna fasilitas chatting di internet. Misalnya, C U (see you) artinya “sampai jumpa lagi”, Be4 (before) artinya “sebelumnya”. Istilah tersebut kerap digunakan dalam ber-SMS, karena pada awal perkembangannya, bahasa Inggrislah yang sering dipergunakan dalam komunikasi chatting. Namun, dalam perkembangannya singkatan dalam bahasa Indonesia juga sangat kerap digunakan oleh pengguna SMS.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berusaha mengembangkan sebuah penelitian mengenai wujud pemakaian bahasa dalam SMS yang digunakan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah serta hal-hal yang melatarbelakangi pemakaian bahasa dalam SMS. Pada penelitian ini, peneliti memberi judul “Kajian Pemakaian Bahasa dalam SMS (Short Message Service) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas X : Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar penelitian ini jelas dan lebih terarah maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah wujud pemakaian bahasa dalam SMS mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X?
2. Hal-hal apa sajakah yang melatarbelakangi pemakaian bahasa dalam SMS mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi yang jelas mengenai :
1. Wujud Pemakaian bahasa dalam SMS mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X.
2. Hal-hal yang melatarbelakangi pemakaian bahasa dalam SMS mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah teori yang berhubungan dengan penggunaan bahasa dalam SMS.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi :
a. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai adanya faktor-faktor sosiolinguistik yang di terapkan pada pemakaian bahasa dalam SMS.
b. Bagi Pengguna Jasa SMS
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai bahasa dalam SMS yang digunakan dalam berkomunikasi.
c. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan inspirasi maupun bahan pijakan kepada peneliti lain untuk melaksanakan penelitian lanjutan.
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

(Kode : PASCSARJ-0016) : TESIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan yang bermutu merupakan prasyarat untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas bangsa di era global. Pendidikan yang bermutu, memerlukan proses yang panjang, harus dimulai sejak usia dini karena pada masa ini merupakan usia emas, pada usia ini kesempatan yang baik untuk mengembangkan semua potensi anak.
Menurut Bambang Sudibyo (2005), pendidikan bermutu tidak hanya dilihat dari kemampuan lulusan dalam penguasaan pengetahuan dan tehnologi tetapi juga dalam pemahaman nilai-nilai keimanan dan beragama, etika, kepribadian dan estetika serta meningkatkan kualitas jasmani yang dapat mengantarkan Indonesia menuju bangsa yang modern dan madani. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu :
Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, berilmu,cakap,kreatifdan mandiri serta menjadi warga negara yang bertanggang jawab (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003).
Sejalan dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD makin mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bukan saja karena makin tidak adanya kesempatan atau kemampuan orang tua untuk mendidik anak-anaknya melainkan karena adanya kesadaran baru bahwa pengembangan potensi kecerdasan seseorang hanya bisa optimal apabila diberikan sejak dini.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara nyata sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Salah satu bentuk perlindungan dari antara lain : setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangkan bakat dan minatnya.
Pentingnya pendidikan bagi anak usia dini didasarkan adanya berbagai hasil penelitian yang menyebutkan bahwa masa usia dini merupakan periode kritis. Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai sekitar usia sekolah (7 tahun) ternyata tidak benar. Bahwa pendidikan yang dimulai pada saat Taman Kanak-Kanak (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Menurut hasil penelitian di bidang neurologi pada usia tersebut otak pertama separuh kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, apabila pada usia tersebut otak tidak mendapat rangsangan yang maksimal, maka potensi otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Secara keseluruhan sampai usia 8 tahun 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30% setelah usia 4 tahun hingga mencapai 100% setelah berusia 18 tahun (Fasli Jalal, 2002).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahawa usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan (golden age) sekaligus masa kritis dalam tahap kehidupan manusia, yang menentukan perkembangan selanjutnya. Masa ini adalah yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama, sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai sejak awal agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Perkembangan anak menunjukkan pada bertambahnya fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang terstruktur dan diramalkan sebagai proses pematangan dalam belajar, jika pertumbuhan bersifat kuantitatif maka kemajuan bersifat kualitatif. Dalam perkembangannya anak sangat memerlukan perhatian, kasih sayang, sentuhan dan kesungguhan dalam pengasuhan dan orang tua serta orang dewasa disekitarnya. Perkembangan anak dapat dibedakan dalam empat aspek yakni kognisi, sosial dan sosial, bahasa dan aspek spiritual ( Muh. Noor,2005).
Aspek kognitif menunjuk pada proses berpikir anak, kemampuan ini sudah ada sejak anak dilahirkan dan merupakan kapasitas dalam otak manusia untuk berpikir dan memahami masalah. Lingkungan yang kaya stimulus dan slimulus yang diberikan secara tepat akan menambah cabang dendrit, meningkatkan preliferasi sinaps, memingkatkan mielininasi dalam otak sehingga informasi cepat dihantar. Hal ini merupakan peningkatan kemampuan kognisi atau kecerdasan otak (Ismail dalam Muh. Noor, 2005). Perkembangan kognisi adalah perubahan proses berpikir dan pemahaman anak dalam hal : (1) belajar memecahkan masalah,dan (2) berpikir logis (Hadis,dalam Muh. Noor 2005). Walaupun sebagian besar kemampuan kognisi berasal dari kondisi biologis namun lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam menstimulasi perkembangannya. Hal yang perlu diperhatikan meskipun lingkungan punya andil yang besar namun perlu dipertimbangkan dengan melihat kemampuan anak karena masing-masing anak memiliki memampuan yang berbeda-beda.
Perkembangan sosial dan emosi anak diarahkan pada anak untuk mengontrol dirinya, mengenal perasaan dan mengekspresikan melalui cara-cara yang dapat diterima baik secara sosial maupun kultural. Untuk mengembangkan emosi yang sehat anak membutuhkan dasar rasa aman dari lingkungannya serta teman sebaya yang sehat. Perkembangan sosial dan emosi atau biasa disebut perkembangan sosio-emosinal pada dasarnya adalah perubahan pemahaman anak tentang diri dan lingkungannya kearah yang lebih sempurna.
Perkembangan sosio-emosional diawali dari pengalaman anak dalam berinteraksi dengan orang tua terutama ibu. Sikap serta perilaku ibu yang tepat pada anak akan menumbuhkan rasa kepercayaan dasar anak pada orang tua, kepercayaan dasar pada lingkunganya, selanjutnya akan menumbuhkan rasa kemandirian dan timbulnya inisiatif anak. Ketiga kemampuan ini : kemampuan dasar, kemandirian, dan inisitatif harus dicapai sampai dengan anak usia 6 tahun. Pada saat anak telah mulai dapat menggunakan simbol yaitu ketika sudah berbahasa, pada saat itu pula telah dilakukan latihan untuk mengidentifikasi emosinya, menyatakan perasaannya dengan tepat dan mengajarkan membantu memahai orang lain. Aktifitas ini dimulai dengan dari orang-orang terdekat, misalnya orang tua, saudara atau teman sebaya. Ketika sudah bergabung teman sebaya perkembangan emosi anak akan berjalan lebih cepat. Bermain bersama, membantu teman, menunggu giliran, berbagi mainan dan atau makanan mejadi aktivitas yang penting sebagai sarana perkembangan sosial emosi yang sehat.
Aspek bahasa juga merupakan aspek yang penting pula yang perlu dikembangkan, kerena sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian. Ketika anak telah menggunakan bahasa,anak telah mulai dapat berpikir dengan sumbol-simbol. Pada saat ini apa yang dilihat dan dirasakan diungkapkan dengan bahasa, perkembangtan bahasa diarahkan pada peningkatan kemampuan anak untuk : (1) mendengar secara aktif dengan berkomuniksi menggunakan bahasa;dan (2) memahami bahwa sesuatu dapat diwakilkan dengan tulisan dan dapat dibaca, mengetahui abjad, menulis angka dan huruf (Hadis dalam Muh.Noor 2005). Meskipun anak sudah memiliki kemampuan bahasa dalam otaknya namun perkembanganya dipengaruhi stimulasi bahasa dari lingkungannya. Orang tua, pendidik serta orang dewasa dilingkungannya merupaka model bagi anak untuk megembangka kemampuan bahasanya melaui percakapan sehari-hari.
Selain ketiga aspek tersebut diatas aspek spiritual juga sangat penting untuk dikembangkan. Perkembangan spiritual yang mengacu pada keyakinan bahwa ada kekuatan besar yang menggerakkan manusia pada kesempurnaan, kekuatan tersebut adalah Tuhan (Muh. Noor, 2005). Seorang anak diharapkan telah memiliki konsep kepercayaan kepada Tuhan dan keyakinan bahwa Tuhanlah yang menggerakan manusia. Konsep spiritual disini bersifat umum bukan agama. Apabila anak memahai konsep tentang Tuhan maka pendidikan agama akan lebih mudah ditanamkan pada anak
Pencanangan pelaksanaan pendidikan anak usia dini oleh Presiden Megawati Sukarno Putri, pada acara Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2003, merupakan sumber semangat bagi para komponen pendidik usia dini untuk memberikan kesempatan pada pemenuhan hak-hak anak, khususnya untuk mendapatkan pendidikan sejak usia dini.
Fungsi pendidikan bagi anak usia dini tidak hanya sekedar memberikan berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa, akan tetapi juga berfungsi mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasanya. Pendidikan disini hendaknya diartikan secara luas, mencakup seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. Artinya pendidikan dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, baik yang dilakukan sendiri di lingkungan keluarga maupun oleh lembaga pendidikan di luar keluarga.
Pembelajaran harus dilakukan secara menyenangkan, yaitu melalui bermain. Kesenangan yang diperoleh melalui bermain memungkin anak belajar tanpa terpaksa dan tekanan sehingga di samping dapat berkembangnya motorik kasar maupun halus juga dapat dikembangkan berbagai kecerdasan yang lain secara optimal. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang berpusat pada anak, dimana anak mendapatkan pengalaman yang nyata yang bermakna bagi kehidupan selanjutnya.
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 28 ditegaskan bahwa : (1) Pendidikan anak usia dini deselenggaran sebelum jenjang pendidikan dasar yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun;(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformaldan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Roudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat; pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; (5) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Kelompok bermain sebagai salah satu penyelenggara pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal adalah bentuk layanan pendidikan bagi anak usia dini khususnya usia tiga tahun sampai enam tahun yang berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan usia dini dalam menyesuaikan diri dengan lingkunganya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, sehingga siap memasuki pendidikan dasar (Direktorat PAUD, 2002). Hal ini sesuai dengan pasal 28 Undang-undang nomor 20 tahun 2003. Pada hakekatnya Kelompok Bermain adalah untuk mengangkat harga diri anak dan keluarga memalui penyediaan fasilitas permainan, dengan pelayanan yang diberikan, menjamin anak dan keluaraganya mampu melakuakan berbagai penyesuaian sesuai tuntutan dan kebutuhan yang selalu berkembang.
Kegiatan pada kelompok bermain diarahkan untuk mengembangkan anak seoptimal mungkin sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak melalui kegiatan bermain sambil belajar. Hakekat proses pendidikan anak usia dini adalah melakukan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan anak. Proses stimulasi tersebut akan efektif, sesuai dengan perkembangan usia anak, bila dilakukan dengan kegiatan bermain. Melalui kegiatan bermain dapat dilakukan pembiasaan perilaku positif sehingga anak memahami perilaku yang baik sesuai dengan nilai norma yang berlaku dimasyarakat. Oleh karena itu, program kelompok bermain tidak dirancang untuk mempersiapkan anak masuk sekolah, walaupun peningkatan potensi diri yang mencakup aspek pengembangan anak secara tidak langsung membantu mereka ketika memasuki pendidikan dasar.
Untuk dapat melayani anak usia dini memerlukan beberapa komponen, : yaitu : lembaga, sarana prasarana, dukungan masyarakat, kesadaran orang tua tentang pendidikan anak usia dini juga tak kalah pentingnya adalah pendidik. Pendidik anak usia dini mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan segala potensi yang dimiliki anak. Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran orang tua dan masyarakat pada PAUD dengan ditandai banyaknya dibuka lembaga yang menangani anak usia dini otomatis makin dibutuhkan pendidik anak usia dini baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Pada umumnya pendidik anak usia dini lulusan SLTA dan Diploma II TK, atau bahkan mungkin lulusan SLTA yang mau menjadi pembimbing anak usia dini. Hal ini akan mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Kualitas pendidik yang memenuhi standar diharapkan dapat melaksanakan tugas secara benar dan tepat. Pendidik yang memahami metode pembelajaran akan lebih mudah mengantarkan anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya, sehingga tidak akan terjadi anak mengalami kejenuhan belajar yang disebabkan proses belajar yang tidak sesuai dengan porsinya pada usia dini.
Banyak dijumpai di lapangan pelaksanaan pembelajaran pada penyelenggaraan anak usia dini baik di Taman Kanak-Kanak maupun Kelompok Bermain guru maupun pembimbing masih mengunakan metode satu arah dimana guru mengajarkan sesuai dengan kemampuan guru atau program belajar tidak melihat kemampuan anak sehingga anak akan mengalami kejenuhan belajar, ketergantungan, kurang mandiri, tidak kreatif bahkan yang terjadi anak bisa pada tingkat awal di sekolah dasar mengalami tinggal kelas karena kejenuhan yang disebabkan oleh pembelajaran pada masa masa usia dini yang keliru. Sering terjadi pelaksanaan di Taman Kanak-kanak maupun kelompok bermain pelaksanaannya seperti di SD yaitu adanya pembajaran membaca, menulis berhitung. Pembelajaran difokuskan pada penguasaan akademik, dengan menghafal dan kemampuan baca tulis hitung yang menyimpang dari prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini.
Pembelajaran yang baik untuk anak usia dini harus menyesuikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Pada masa ini anak masih suka bermain, dengan menerapkan prinsip bermain sambil belajar, proses pembelajaran akan lebih mencapai sasaran. Melalui bermain anak dapat memetik manfaat baik perkembangan aspek fisik, motorik, kecerdasan dan sosial emosional (Meyke 2001). Bermain merupakan jembatan bagi anak dari belajar secara informal menjadi formal. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan anak sehingga anak lebih siap menghadapi lingkungannya dan lebih siap dalam mengikuti pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bermain bagi seorang anak adalah kegiatan yang sangat penting. Lewat bermain itulah anak belajar bagaimana hidup dan kehidupan seseorang. Baik untuk masa kini, maupun masa mendatang.
Menurut Ismed Yusuf, (XXXX) dalam proses bermain ada lima unsur penting yang terkandung didalamnya yaitu (1) Kepuasan, dalam bermain anak dapat kepuasan dari apa yang berpengaruh dalam dirinya; (2) Kehendak sendiri dan kebebasan, lewat bermain anak dapt mengekpresikan kehendaknya sendiri secarea bebas dan sekaligus belajar batasan-batasan tertentu dari proses bermain tersebut; (3) menyenangkan dan dapat dinikmati. Dalam bermain anak merasa senang dan meninkmati apa yang sedang dihadapi dan dilakukan; (4) Imajinasi dan kreatifitas. Dalam bermain anak berimajinasi sesuai dengan kemampuan proses berpikir, sekaligus dalam imajinasi tersebut muncul kreatifitas yang ada pada anak itu sendiri; (5) Aktif dan sadar, selama kegiatan anak secara aktif dan sadar melakukan aktifitas sesuai dengan apa yang dikehendaki dan secara bebas mengekspresikan segala energi dalam proses bermain tersebut
Uraian diatas menunjukkan bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak untuk dapat berkembang secara optimal, bahkan bermain merupakan gizi bagi untuk jiwa anak. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang tepat agar anak dapat memperoleh pendidikan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhannya. Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini dapat menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Beyond Centers and Circle Time (BCCT), atau dalam bahasa Indonesianya adalah Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran
Kegiatan bermain sambil belajar pada sentra-sentra (sentra persiapan, peran makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan alam), dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kecerdasanan hak. Anak dituntut aktif dan kreatif dalam kegiatan sentra-sentra dan pendidik berperan sebagai motivator dan fasilitator memberi pijakan-pijakan (scaffolding). Pijakan yang diberikan sebelum dan sesudah anak yang bermain dalam setting duduk melingkar sehingga dikenal sebagai saat lingkaran. Pijakan lainnya adalah pijakan lingkungan (penataan lingkungan), dan pijakan pada setiap anak dilakukan selama anak bermain (Ditjen Dikluspa, 2005). Pendekatan ini dikembangkan oleh Creative Pre School Florida Amerika Serikat dan mulai dikembangkan juga di Indonesia. Metode ini merupakan pengembangan dari metode Montessori, High Scope dan Reggio Emilio, yang menfokuskan kegiatan anak-anak di sentra-sentra, sudut-sudut, atau area-area untuk mengoptimalkan seluruh kecerdasan anak.
Pusat Pendidikan Anak Usia Dini X merupakan lembaga yang menangani anak usia dini, yang pembelajarannya menggunakan pendekatan BCCT (pembelajaran dengan menggunakan sistem sentra-sentra), dan memiliki 7 (tujuh) sentra dan Pusat PAUD X mempunyai keunggulan karena dalam pembelajarannya juga mengunakan bahasa asing (Inggris dan arab), sehingga banyak orang tua yang mengikutsertakan anaknya pada PAUD X.
Sehubungan dengan paparan di atas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul "PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X".

B. Rumusan Masalah
Bertolak pada latar belakang masalah selanjutnya dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut ini :
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan BCCT di Pusat PAUD X?.
2. Sejauhmana pendekatan BCCT dapat mengembangkan perilaku dan kemampuan dasar anak di pusat PAUD X?
3. Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT pada Pusat PAUD X?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT di Pusat PAUD X.
2. Pengembangan perilaku dan kemampuan dasar dengan pendekatan BCCT di Pusat PAUD X
3. Faktor-Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT di Pusat PAUD X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharap memperoleh mafaat secara praktis maupun teoritis.
1. Manfaat secara Praktis :
Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran mengenai perbaikan dalam menggunakan pendekatan pembelajaran BCCT
b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi pengelola Pusat PAUD dalam membuat kebijakan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan anak usia dini.
2. Manfaat Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Menambah khasanah keilmuan terutama berkenaan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan BCCT dalam upaya peningkatan kemampuan dasar anak usia dini
b. Dapat dipakai sebagai kajian lebih mendalam bagi penelitian-penelitian lanjutan yang sifatnya lebih luas dan mendalam baik dari sisi wilayah maupun substansi permasalahannya.
c. Dapat dijadikan kajian apakah model BCCT memang tepat dan pas untuk dikembangkan di Indonesia, sehingga dapat menarik peneliti yang lain untuk mengembangkan lebih lanjut.
PEMBUATAN SISTEM PENGGAJIAN (PAYROLL) KARYAWAN DRIVER DAN HELPER PT. X

PEMBUATAN SISTEM PENGGAJIAN (PAYROLL) KARYAWAN DRIVER DAN HELPER PT. X

(Kode : INFORMAT-0038Z) : TUGAS AKHIR PEMBUATAN SISTEM PENGGAJIAN (PAYROLL) KARYAWAN DRIVER DAN HELPER PT. X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem informasi berbasis komputer merupakan suatu alat yang dapat menunjang tingkat kelancaran dalam melaksanakan suatu kegiatan. Penerapan sistem informasi di berbagai bidang merupakan suatu keharusan, karena hal tersebutlah orang lebih mengutamakan pemecahan masalah yang lebih cepat dan akurat. Dengan digunakannya sistem informasi sebagai solusi tercepat dan akurat, diharapkan segala masalah dapat diatasi dengan mudah. Sistem inilah yang dapat menunjang kelancaran dalam melaksanakan suatu pekerjaan secara cepat dan akurat. Salah satu pengolahan data perusahaan yang menggunakan sistem komputerisasi adalah pengolahan data gaji karyawan.
Pandangan secara umum di PT. X terdapat 2 (dua) sistem payroll karyawan. Salah satunya sistem payroll karyawan driver (sopir) dan helper (yang membantu sopir). Sistem payroll karyawan driver dan helper dibuat karena di PT. X memiliki lebih kurang 50 karyawan driver dan 20 helper. Perhitungan gajinya berbeda dengan perhitungan gaji karyawan produksi, maka dirancanglah sistem penggajian khusus untuk driver dan helper.
PT. X, meskipun sudah menggunakan sistem komputerisasi tapi penggunaannya masih kurang dimaksimalkan dan perlu dikembangkan. Masih terdapat kendala-kendala yang terjadi, yaitu sering terjadi kesalahan perhitungan (salah memasukkan angka) dan penyampaian laporan keuangan yang memerlukan waktu yang lama.
Untuk mengatasi kendala-kendala di atas, maka dapat dibuat suatu sistem informasi berbasis komputerisasi agar dapat mengurangi permasalahan dalam perhitungan gaji yang diterima oleh karyawan driver dan helper serta mendukung proses operasional PT. X.

1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah adalah bagaimana membuat aplikasi sistem penggajian (payroll) karyawan driver dan helper PT. X.

1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada pembuatan sistem penggajian karyawan driver dan helper ini adalah :
1. Database Management Sistem menggunakan MySQL.
2. Bersifat multi user

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah membuat sistem penggajian (payroll) karyawan driver dan helper yang terkomputerisasi dengan baik, sehingga dapat mempercepat dalam mengolah dan mengakses data di PT. X.

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari pembuatan Tugas Akhir ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Perusahaan
Diharapkan dengan dibuatnya aplikasi sistem penggajian (payroll) karyawan driver dan helper dapat mempermudah kinerja bagian personalia yang menangani penggajian karyawan driver dan helper PT. X.
2. Bagi Penulis
Penulis mempunyai kesempatan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama kuliah dalam bentuk pembuatan sistem penggajian (payroll) karyawan driver dan helper PT. X.
KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN UKM (STUDI KASUS MENGENAI KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KAB. X

KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN UKM (STUDI KASUS MENGENAI KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KAB. X

(Kode : PASCSARJ-0015) : TESIS KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN UKM (STUDI KASUS MENGENAI KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERIKLANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN X)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perubahan struktur perekonomian nasional dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa menciptakan peluang bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terutama di bidang agrobisnis, agroindustri, kerajinan industri, dan industri-industri lainnya dapat berfungsi sebagai subkontraktor yang kuat dan efisien bagi usaha besar. Perubahan orientasi kebijakan investasi, perdagangan dan industri ke arah industri pedesaan dan industri yang berbasis sumber daya alam terutama pertanian, kehutanan, kelautan, pertambangan dan pariwisata serta kerajinan rakyat memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya UKM.
Populasi UKM tercatat sebanyak 48,9 juta unit usaha atau 99,98% terhadap total usaha di Indonesia, sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam UKM ini tercatat sebanyak 85,4 juta orang atau 96,18% dari seluruh tenaga kerja Indonesia (BPS : XXXX). Dari data ini, tampak jelas bahwa UKM memiliki kontribusi yang cukup besar sehingga perlu dilakukan pemberdayaan secara intens dan sustainable. Hal ini sesuai dengan komitmen pemerintah pusat untuk mengurangi gap penguasaan aset ekonomi oleh sebagian kecil pengusaha besar dan sebagian besar pelaku ekonomi di tingkat rakyat. Namun demikian kondisi yang ada di berbagai daerah termasuk di Kabupaten X menunjukkan bahwa perkembangan UKM pada umumnya masih menghadapi berbagai kendala seperti masalah skill atau sumber daya manusia, permodalan, teknologi, sistem informasi, dan sebagainya.
Perhatian yang lebih besar perlu diberikan pada upaya pemberdayaan UKM sebagai pilar ekonomi rakyat dan sebagai tulang punggung ekonomi nasional karena ekonomi ini bersifat mandiri, tidak menyusahkan atau membebani ekonomi nasional di saat krisis, dan daya tahan ekonominya tidak diragukan lagi. Untuk itu pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada kekuatan lokal dan nasional untuk tidak hanya mencapai nilai tambah ekonomi melainkan juga nilai tambah sosial-kultural, yaitu peningkatan martabat dan kemandirian. Sementara itu, menurut Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengatakan bahwa :
Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) perlu segera dilakukan. Hal itu mengingat berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun XXXX yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) usaha kecil menengah (UKM) memberikan kontribusi senilai Rp. 1,77 triliun atau 53,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) senilai Rp. 3,3 triliun.(X Pos, 26/03/XXXX)
Daya tahan dan kekuatan ekonomi rakyat juga dibuktikan dari kemampuannya bertahan dalam krisis moneter berkepanjangan. Menurut Mubyarto (2002 : 4) :
Potensi domestik, yaitu kekuatan ekonomi rakyat telah terbukti tahan banting dalam situasi krisis moneter, dan telah menyelamatkan ekonomi Indonesia dari kehancuran total. Ekonomi Indonesia hanya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) satu tahun saja pada tahun 1998, dan mulai tahun 1999 dan seterusnya sudah tumbuh positif.
Hal ini perlu dicatat sebagai bukti bahwa sektor ekonomi rakyat dalam waktu pendek telah pulih kembali meskipun ekonomi sektor modern masih menghadapi kesulitan dan tertatih-tatih untuk bangun kembali. Ciri-ciri ekonomi rakyat yang hendak dicapai bersama adalah :
Pembangunan yang dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik pada daerah kabupaten/kota dengan tingkat kemandirian yang tinggi, kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipatif, persaingan sehat, keterbukaan/demokratis, dan pemerataan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri dari .(Prawirokusumo, 2001)
Oleh karena itu komitmen keberpihakan pemerintah daerah pada UKM di dalam perspektif ekonomi rakyat harus benar-benar diarahkan untuk mengatasi masalah-masalah yang disebut di atas. Program pengembangan ekonomi rakyat memerlukan adanya program-program operasional di tingkat bawah, bukan sekadar jargon-jargon politik yang hanya berada pada tataran konsep. Suatu kenyataan bahwa hal ini belum dipahami secara memadai oleh sebagian besar Pemerintah Daerah sehingga kebijakan yang dihasilkan dalam hal tersebut masih sangat terbatas.
Tantangan pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya UKM adalah meningkatkan produktivitas dan daya saing UKM agar dapat meningkatkan pangsa pasarnya, serta mendiversifikasi dan mendiferensiasikan produknya di pasar dalam negeri dan luar negeri. Upaya ini memerlukan sinergi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat dan UKM itu sendiri untuk menyatukan potensi sumberdayanya dalam pemberdayaan UKM pada masa mendatang.
Pemerintah dan dunia usaha perlu mengembangkan langkah-langkah strategis yang bersifat inovatif dalam memberdayakan UKM dengan menumbuhkan lingkungan usaha yang kondusif dan memberikan dukungan penguatan agar UKM mampu bersaing secara global .(Departemen Koperasi dan UKM, XXXX : 4)
Sehubungan dengan hal tersebut, Kabupaten X dengan letak geografisnya yang sangat strategis sebagai jalur lintas antara X dengan Kabupaten X dan Karanganyar Provinsi X, dengan Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY, dan Kabupaten Pacitan serta Ponorogo Provinsi Jawa Timur. memiliki potensi cukup besar di bidang UKM dengan jumlahnya yang mencapai lebih dari 2.000 unit pada akhir XXXX dan tersebar di 12 kecamatan (Kandep Perindagkop, XXXX). Meskipun demikian potensi ini belum diberdayakan secara optimal oleh Pemerintah Daerah terbukti dengan belum adanya aktivitas yang cukup signifikan dalam upaya pengembangan UKM. Dana pemerintah yang dialokasikan untuk sektor ini pada tahun XXXX/XXXX tidak lebih dari tujuh miliar rupiah dan pembinaan yang diberikan sebagian besar masih bersifat teoretis konseptual secara umum untuk berbagai macam UKM sehingga sulit diimplementasikan. Di samping itu usaha meningkatkan penjualan melalui promosi atau iklan pemasaran juga masih sangat minim. Promosi yang dilakukan Pemerintah Daerah justru lebih diarahkan untuk usaha-usaha berskala menengah besar yang sudah relatif mapan dan mandiri. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah daerah dalam hal pembinaan UKM masih sangat lemah dan belum proporsional.
Permasalahan umum yang dihadapi koperasi dan UKM, antara lain adanya keterbatasan kepemilikan dan akses permodalan, keterbatasan pemasaran, dan kemitraan.
Permasalahan permodalan sedikit banyak sudah teratasi dengan berbagai jenis program pembiayaan, seperti program pembiayaan produktivitas koperasi dan usaha mikro, program perempuan keluarga sehat (perkasa), dan lain sebagainya. Namun demikian masalah kesulitan atau keterbatasan di bidang pemasaran yang dialami UKM belum mendapatkan perhatian cukup dari Pemerintah Daerah terutama dalam hal promosi penjualan dan investasi. Hal ini tampak dari belum jelasnya kegiatan Pemerintah Daerah dalam menyediakan sarana, penguatan, serta dukungan di bidang informasi khususnya dalam kegiatan periklanan dengan melibatkan UKM mulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi.
Tuntutan akan pemberdayaan UKM sejalan dengan telah terjadinya perubahan mendasar dari paradigma lama pemerintahan birokratis ke arah paradigma baru yaitu pemerintahan wirausaha yang mentransformasikan semangat wirausaha ke dalam sektor publik.
Pemerintah wirausaha menuntut pemerintah daerah untuk menawarkan potensi daerah secara lebih baik di pasar. Pemerintah daerah harus lebih memahami karateristik pasar yaitu berkaitan dengan penawaran, permintaan, aksesibilitas, informasi dan peraturan. (Osbone dan Gabler, 2005 : 32)
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah harus berupaya untuk menginformasikan atau mengkomunikasikan potensi yang ada di daerahnya terutama produk-produk UKM agar dikenal, diminati dan dibeli oleh konsumen lokal, nasional, regional maupun internasional. Komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik terutama konsumen sasaran mengenai keberadaan produk. Komunikasi pemasaran memegang peranan yang sangat penting bagi pemasar karena tanpa komunikasi pemasaran, konsumen maupun masyarakat secara keseluruhan tidak akan mengetahui keberadaan produk di pasar. Salah satu bentuk komunikasi pemasaran adalah iklan.
Periklanan sebagai salah satu bentuk komunikasi pemasaran tidak langsung menurut Anastas L. Mikoyan (dalam Ogilvy 1998 : 194), memiliki fungsi :
..., memberikan kepada masyarakat informasi yang tepat mengenai barang-barang yang dijual, untuk membantu menciptakan permintaan-permintaan baru, membangun kebutuhan dan cita rasa baru, memajukan penjualan barang-barang jenis baru dan menerangkan penggunaannya kepada para konsumen. Tugas pokok periklanan ialah menyajikan gambaran yang menarik, tepat, pantas dan lugas mengenai sifat mutu dan ciri-ciri produk (barang, jasa, dan ide-ide) yang diiklankan.
Selain itu peran lain dari periklanan adalah untuk membedakan (differentiating) produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Upaya membedakan produk ini dilakukan dengan mengkomunikasikan kepada konsumen bahwa produk yang ditawarkan berbeda dengan produk lainnya yang sejenis. Diferensiasi produk juga berkaitan erat dengan product positioning. Dalam diferensiasi produk, produk yang ditawarkan betul-betul berbeda secara fisik dan kandungannya dari produk yang lain, sedang dalam product positioning, produk yang ditawarkan secara fisik sebenarnya tidak jauh berbeda, tetapi pemasar membedakan produk itu dari lainnya dengan menanamkan suatu persepsi tertentu kepada konsumen, seolah-olah produk yang ditawarkan memang berbeda dari produk sejenis lainnya.
Mengingat pentingnya kegiatan periklanan dalam pemasaran suatu produk termasuk produk UKM maka di era otonomi daerah ini pemerintah daerah harus menjadi fasilitator di bidang periklanan UKM agar produk-produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk yang sejenis, laku terjual di masyarakat, dan selalu tercipta permintaan-permintaan baru. Keberhasilan dari kegiatan periklanan ini akan mampu meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan serta harga diri pelaku UKM maupun Pemerintah Daerah. Dari sini muncul pertanyaan tentang sejauh mana Pemerintah Daerah telah memahami hal tersebut dan bagaimana perhatian dan sikap yang tertuang dalam bentuk kebijakan dalam hal tersebut.
Berangkat dari adanya beberapa fenomena di atas perlu dilakukan penelitian lebih jauh tentang kegiatan periklanan yang dilakukan Pemerintah Daerah khususnya di Kabupaten X dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan UKM. Kajian ini penting karena hasilnya diharapkan dapat memberi gambaran bagi pihak-pihak yang berkepentingan mengenai kegiatan periklanan dan menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dalam hal pemberdayaan UKM. Selain itu sepanjang penelusuran peneliti belum terdapat penelitian yang mengkaji masalah tersebut khususnya di Kabupaten X

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut dapat diidentifikasi adanya berbagai permasalahan yang menarik dan perlu untuk diteliti guna mendapatkan jalan keluar yang tepat. Berbagai permasalahan dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :
a. Pemahaman Pemerintah Daerah mengenai pemerintahan wirausaha masih terbatas sehingga dana pemerintah yang dialokasikan untuk sektor ini relatif kecil dibanding untuk sektor lainnya.
b. Perkembangan UKM pada umumnya masih menghadapi berbagai kendala seperti masalah skill atau sumber daya manusia, permodalan, teknologi, sistem informasi, dan sebagainya.
c. Kabupaten X memiliki jumlah UKM yang cukup banyak dan telah terbukti mampu survival di saat krisis ekonomi dan berpotensi besar untuk mendukung sistem ekonomi kerakyatan. Namun demikian potensi ini belum diberdayakan secara optimal oleh Pemerintah Daerah.
d. Aktivitas Pemerintah Daerah dalam hal pembinaan dan pemberdayaan UKM belum cukup signifikan sehingga UKM sulit mengalami kemajuan dan cenderung berjalan di tempat.
e. Pembinaan dan pemberdayaan UKM yang diberikan sebagian besar masih bersifat teoretis konseptual secara umum untuk berbagai macam UKM sehingga sulit diimplementasikan.
2. Rumusan Masalah
Mengingat berbagai keterbatasan yang dihadapi maka tidak semua permasalahan tersebut diteliti akan tetapi perhatian peneltian ini hanya difokuskan pada beberapa permasalahan yang dirumuskan berikut ini :
a. Bagaimana persepsi dan sikap Pemerintah Daerah X
terhadap UKM ? Permasalahan ini meliputi juga masalah bagaimana pemahaman Pemerintah Daerah X terhadap konsep pemberdayaan UKM dan pembinaanUKM di bidang pemasaran, bagaimana pemahaman Pemerintah Daerah X terhadap konsep diferensiasi dan positioning bagi UKM ?
b. Bagaimana kegiatan Pemerintah Daerah X dalam mengiklankan UKM di Daerah X ?
c. Bagaimana persepsi pelaku UKM terhadap kegiatan periklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah X dikaitkan dengan kondisi sosial dan budayanya ?
d. Bagaimana bentuk-bentuk partisipasi pelaku dan pelanggan UKM terhadap kegiatan periklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah X?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan yang sudah dipaparkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara rinci dan mendalam mengenai :
1. Persepsi dan sikap Pemerintah Daerah X terhadap UKM. Deskripsi ini akan mencakup deskripsi tentang pemahaman Pemerintah Daerah X terhadap konsep pemberdayaan UKM, pemahaman terhadap pembinaan UKM di bidang pemasaran, serta pemahaman terhadap konsep diferensiasi dan positioning bagi UKM.
2. Kegiatan Pemerintah Daerah X dalam mengiklankan UKM di Daerah X.
3. Persepsi pelaku UKM terhadap Kegiatan Periklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah X dikaitkan dengan kondisi sosial dan budayanya.
4. Bentuk-bentuk partisipasi pelaku dan pelanggan UKM terhadap Kegiatan Periklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah X?

D. Manfaat Penelitian
Penelitian deskriptif kualitatif mengenai kegiatan periklanan usaha kecil dan menengah Pemerintah Daerah X bermanfaat secara praktis dan teoretis :
1. Manfaat praktis :
a. Sebagai masukan kepada Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait lainnya dalam pengambilan keputusan dan kebijakan bidang UKM.
b. Sebagai tambahan wacana guna memandang secara kritis pemberdayaan UKM yang telah dan harus dilakukan oleh Pemerintah di tingkat daerah Kabupaten.
c. Sebagai informasi dasar bagi berbagai pihak yang berkepentingan dengan UKM khususnya mengenai kegiatan priklanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
2. Manfaat Teoretis :
a. Sebagai tambahan wawasan teoretis di bidang periklanan khususnya untuk UKM berkaitan dengan latar belakang kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
b. Memperkaya khasanah teori bidang ilmu komunikasi khususnya mengenai komunikasi bisnis bagi UKM.
IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT KEPADA PEDAGANG GOLONGAN EKONOMI LEMAH PADA BADAN KREDIT KECAMATAN (BKK) DI KECAMATAN X

IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT KEPADA PEDAGANG GOLONGAN EKONOMI LEMAH PADA BADAN KREDIT KECAMATAN (BKK) DI KECAMATAN X

(Kode : PEND-IPS-0035) : SKRIPSI IMPLEMENTASI PEMBERIAN KREDIT KEPADA PEDAGANG GOLONGAN EKONOMI LEMAH PADA BADAN KREDIT KECAMATAN (BKK) DI KECAMATAN X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan di negara Indonesia dewasa ini meliputi segala aspek kehidupan yang pada hakekatnya bertujuan untuk terciptanya landasan ekonomi yang kuat bagi bangsa Indonesia. Hasil pembangunan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 yaitu dimana salah satu tujuan Negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara tersebut maka pemerintah harus melaksanakan pembangunan di segala bidang, sehingga cita-cita masyarakat adil makmur baik materiil maupun spirituil akan tercapai.
Memasuki era globalisasi abad ke 21 titik berat pembangunan nasional yang tercantum dalam GBHN ditekankan pada bidang ekonomi yang merupakan penggerak utama seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai antisipasi dalam menghadapi perkembangan industri dan perdagangan bebas yang mengarah pada pasar global. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang diarahkan untuk memperbesar pendapatan perkapita dan mempertinggi produktivitas dengan jalan menambah peralatan, modal dan skill. Salah satu masalah yang mendapat perhatian serius dari pemerintah dewasa ini adalah masyarakat miskin yang mempunyai usaha namun lemah dalam permodalan serta lemah didalam pengetahuan dan keterampilan dan sering kali juga lemah di dalam semangat dan keinginan untuk maju.
Pembangunan di tiap daerah merupakan titik tolak pembangunan nasional. Pembangunan nasional ditiap daerah sering diidentikkan dengan pembangunan daerah. Pernyataan tersebut tidak berarti bahwa strategi pembangunan di daerah terhadap pembangunan nasional harus sama tepat dalam pelaksanaannya.
Pembangunan pedesaan mempakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yaitu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual yang mencakup seluruh strata masyarakat pedesaan.
Perhatian utama pemerintah terhadap permodalan dan usaha demi pembangunan ekonomi tertuju pada masyarakat di daerah pedesaan. Penduduk desa yang cukup besar jumlahnya cukup efektif bila diajak bekerja sama dalam mengelola suatu usaha. Namun demikian usaha tersebut seringkali terbentur pada masalah keuangan dan kemampuan manajerial. Lemahnya permodalan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat masyarakat dalam hal ini adalah pedagang di daerah pedesaan sebenarnya tidak semata-mata disebabkan oleh kekurangan modal yang sesungguhnya, seringkali permasalahan lemahnya permodalan muncul karena kekurangmampuan mereka mengelola modal yang telah dimiliki. Kemampuan dan pengetahuan manajerial mereka masih kurang. Para pedagang tersebut seringkali mengalami kerancuan keuangan. Uang yang dimiliki seharusnya digunakan untuk modal usaha tetapi mereka menggunakan uang tersebut untuk kepentingan lain di luar usaha. Mereka belum mampu memisahkan antara uang yang ditujukan khusus untuk modal dengan uang yang memang disediakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari di luar usaha. Dari sini dapat disimpulkan bahwa lemahnya modal pedagang kecil tidak semata-mata karena kekurangan uang akan tetapi juga kekurangmampuan mengelola uang yang dimiliki. Akan tetapi perbandingan penyebab lemahnya permodalan yang dialami masyarakat pedagang di pedesaan antara kekurangmampuan mengelola modal dengan ketiadaan uang, lebih banyak karena ketiadaan uang. Oleh karena itu masyarakat pedesaan memerlukan bantuan kredit untuk modal usaha.
Kekurangan modal pada masyarakat pedesaan tersebut akan membatasi ruang gerak aktivitas usahanya yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan. Dengan pemilikan dana yang terbatas, sementara sumber dana dari luar yang dapat membantu mengatasi kekurangan modal ini tidak mudah diperoleh masyarakat pedesaan maka akan membuat semakin sulitnya usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan tersebut dengan cepat.
Kebutuhan kredit modal bagi para pedagang pedesaan yang sebagian besar termasuk pedagang golongan ekonomi lemah sangat penting. Namun para pedagang golongan ekonomi lemah kesulitan untuk memperoleh kredit terutama ketika mereka mengajukan permohonan kredit di bank yang berskala besar dan merupakan bank umum. Bank yang berskala besar dan umum mempunyai prosedur perkreditan yang rumit yang mengharuskan debitur untuk memberikan jaminan. Padahal para pedagang golongan ekonomi lemah pada umumnya tidak memiliki barang yang cukup berharga yang dapat dijadikan jaminan kredit. Prosedur yang rumit juga menjadi salah satu kendala yang cukup berarti bagi para pedagang golongan ekonomi lemah untuk mengajukan kredit meskipun sebenarnya mereka sangat membutuhkan.
Selain di bank, sebenarnya para pedagang juga bisa memperoleh kredit dari kreditur liar yaitu rentenir. Karena merasa kesulitan mendapatkan kredit dari bank, para pedagang lari ke rentenir untuk memperoleh kredit untuk modal. Rentenir memberikan kredit tanpa jaminan, cepat dan tanpa prosedur yang rumit sehingga terasa mudah bagi para pedagang golongan ekonomi lemah. Tetapi rentenir atau sering juga disebut lintah darat memberikan kredit dengan bunga yang tinggi, sehingga pemberian kredit kepada pedagang golongan ekonomi lemah oleh rentenir bukannya menolong pedagang tetapi malah semakin mencekik. Karena permasalahan tersebut maka para pedagang memerlukan campur tangan pemerintah untuk mencari solusi untuk menangani masalah tersebut.
Di tengah segala permasalahan yang dialami oleh pedagang golongan ekonomi lemah, muncul ide untuk membentuk suatu lembaga keuangan resmi milik pemerintah yang bertujuan mengkhususkan diri menangani perkreditan bagi pengusaha dan pedagang yang diharapkan mampu menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan pada aspek permodalan tersebut. Mengingat sasaran bantuan adalah para pedagang golongan ekonomi lemah yang mayoritas tinggal di pedesaan maka pemerintah mendirikan sebuah lembaga keuangan dengan nama Badan Kredit Kecamatan (BKK). Badan Kredit Kecamatan berdiri di hampir setiap kecamatan. Motto dari Badan Kredit Kecamatan (BKK) adalah 3m yaitu mudah, murah, dan mengarah. Kehadiran Badan Kredit Kecamatan (BKK) diharapkan akan dapat menjadi mitra yang saling menguntungkan bagi para pedagang golongan ekonomi lemah sehingga dapat memberi bantuan kredit lunak dengan prosedur yang mudah dan bunga yang terjangkau. Sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan yang berujung pada peningkatan kesejahteraan taraf hidup masyarakat. Tujuan utama dari Badan Kredit Kecamatan adalah membantu para pedagang golongan ekonomi lemah demi kemajuan usaha mereka dan perbaikan tingkat kesejahteraan. Selain itu Badan Kredit Kecamatan juga bertujuan untuk menunjang sarana produksi terutama permodalan dalam rangka pembangunan daerah pada umumnya dan pembangunan desa pada khususnya, serta menciptakan pemerataan kesempatan berusaha bagi pengusaha golongan ekonomi lemah di pedesaan. Adapun Badan Kredit Kecamatan (BKK) berfungsi untuk mendapatkan permodalan dengan sistem perkreditan yang sesuai dengan motto Badan Kredit Kecamatan (BKK) yaitu mudah, murah, dan mengarah serta membentuk modal masyarakat untuk peningkatan produksi dan melindungi masyarakat desa dari kreditur liar yang menghancurkan, juga membimbing masyarakat desa agar mengenal dan memahami asas-asas ekonomi permodalan. Sasaran utama Badan Kredit Kecamatan (BKK) adalah para pedagang golongan ekonomi lemah yang memiliki modal kecil dengan penghasilan rendah. Pemerintah ingin agar masyarakat golongan ini mampu meningkatkan taraf hidup mereka sehingga akan meningkatkan pendapatan perkapita negara yang akan dapat memajukan negara.
Pemerintah daerah Kabupaten X melihat bahwa di Kecamatan X terdapat banyak pengusaha terutama pedagang golongan ekonomi lemah yang mengalami masalah permodalan yang berdampak pada kondisi usaha dan pendapatan mereka. Pemerintah Daerah Kabupaten X melihat bahwa para pedagang golongan ekonomi lemah di daerah Kecamatan X memerlukan bantuan permodalan, oleh sebab itu pemerintah memutuskan untuk memberikan kredit lunak terutama bagi pedagang golongan ekonomi lemah dengan prosedur yang mudah, tanpa jaminan dan bunga yang terjangkau. Badan Kredit Kecamatan diharapkan dapat menjadi mitra bagi para pedagang golongan ekonomi lemah di Kecamatan X dan dapat memberi kemudahan bagi para pedagang golongan ekonomi lemah untuk mendapat bantuan modal dalam bentuk kredit lunak. Dengan segala kemudahan yang diberikan oleh Badan Kredit Kecamatan X, banyak pedagang yang berdomisili di Kecamatan X memanfaatkan fasilitas yang ada untuk memperoleh bantuan kredit lunak untuk mengembangkan usahanya dengan harapan pendapatan meningkat dan kesejahteraan hidup juga meningkat.
Melihat latar belakang masalah yang ada, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul "Implementasi Pemberian Kredit Kepada Pedagang Golongan Ekonomi Lemah Pada Badan Kredit Kecamatan (BKK) Di Kecamatan X Kabupaten X Tahun XXXX".

B. Perumusan Masalah
Adanya perumusan masalah yang jelas, diperlukan agar dapat memberikan jalan yang mudah di dalam pemecahan masalah. Berdasarkan pada latar belakang tersebut diatas, maka penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur permohonan kredit bagi para pedagang golongan ekonomi lemah di BKK X Kabupaten X ?
2. Bagaimana dampak pemberian kredit terhadap pendapatan pedagang golongan ekonomi lemah di Kecamatan X Kabupaten X ?
3. Apakah kendala/hambatan yang dihadapi pedagang golongan ekonomi lemah dalam proses pemberian kredit oleh BKK dan upaya yang dilakukan untuk menghadapi kendala/hambatan tersebut ?
4. Apakah kendala/hambatan yang dihadapi BKK X dalam proses pemberian kredit kepada pedagang golongan ekonomi lemah dan upaya yang dilakukan untuk menghadapi kendala tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosedur permohonan kredit bagi para pedagang golongan ekonomi lemah di BKK X Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui dampak pemberian kredit terhadap pendapatan pedagang golongan ekonomi lemah di Kecamatan X Kabupaten X tahun XXXX.
3. Untuk memberikan deskripsi kendala/hambatan pedagang golongan ekonomi lemah dalam proses pemberian kredit dan upaya yang dilakukan untuk menghadapi kendala tersebut.
4. Untuk memberikan deskripsi kendala/hambatan yang dihadapi BKK X dalam proses pemberian kredit kepada pedagang golongan ekonomi lemah dan upaya yang dilakukan untuk menghadapi kendala tersebut.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan manfaat praktis dalam rangka memecahkan masalah aktual.
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan informasi kepada pengelola BKK mengenai kondisi di masyarakat guna mengantisipasi hambatan-hambatan yang ada.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai BKK yang didirikan oleh pemerintah.
c. Sebagai dasar bagi peneliti untuk melakuan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberi masukan bagi BKK sebagai bahan pertimbangan dalam rangka mengambil kebijakan pemberian kredit agar dapat meningkatkan pendapatan pedagang golongan ekonomi lemah.
b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan sebagai langkah penerapan ilmu pengetahuan yang penulis terima di bangku kuliah.