Search This Blog

SKRIPSI ANALISIS USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DENGAN ALAT TANGKAP PANCING PRAWAI DASAR (BOTTOM LONG LINE) OLEH NELAYAN

SKRIPSI ANALISIS USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DENGAN ALAT TANGKAP PANCING PRAWAI DASAR (BOTTOM LONG LINE) OLEH NELAYAN


(KODE : PRTANIAN-0004) : SKRIPSI ANALISIS USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DENGAN ALAT TANGKAP PANCING PRAWAI DASAR (BOTTOM LONG LINE) OLEH NELAYAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai potensi sumber daya kelautan (perikanan) yang melimpah, negeri ini memiliki peluang yang sangat besar untuk memulihkan perekonomian nasional, khususnya dengan bertumpu pada pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan secara tepat dan optimal. Hal itu didasarkan pada berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa permintaan akan hasil perikanan cenderung terus meningkat, baik untuk permintaan dari dalam maupun luar negeri. Kebutuhan ikan Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan mencapai minimal 9,5 juta ton. Peningkatan volume tersebut disebabkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus meningkat dari 24 kg menjadi 32 kg per kapita per tahun. Selain itu, target nilai ekspor kelautan dan perikanan pun meningkat dari 2 miliar dolar AS (2003) menjadi 5 miliar dolar AS di tahun 2006. Kebutuhan ini meningkat sangat pesat dibandingkan dengan tingkat konsumsi ikan pada tahun 2001 yang mencapai 4,6 juta ton atau ekuivalen dengan 22,4 kg / kapita / tahun (Anonim, 2009).
Perikanan adalah semua kegiatan yang terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Umumnya, Perikanan ada untuk kepentingan penyediaan makanan bagi manusia, walaupun mungkin ada tujuan lain (seperti olahraga atau pemancingan yang berkaitan dengan rekreasi), mungkin juga memperoleh ikan untuk tujuan membuat perhiasan atau produk ikan seperti minyak ikan. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial atau bisnis) (Wikipedia, 2009).
Perikanan tangkap mempunvai peranan yang cukup penting, terutama dikaitkan dengan upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi perikanan yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup nelayan, menghasilkan protein hewani dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, meningkatkan ekspor, menyediakan bahan baku industri, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta mendukung pembangunan wilayah dengan tetap memperhatikan kelestarian dan fungsi lingkungan hidup (Achmad,1999).
Menurut Wikipedia (2009) penangkapan ikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Perikanan tangkap adalah usaha ekonomi dengan mendayagunakan sumber hayati perairan dan alat tangkap untuk menghasilkan ikan dan memenuhi permintaan akan ikan.
Perikanan tangkap Indonesia sangat khas dengan karakteristik multialat dan multispesies, tersebar di seluruh wilayah pendaratan. Dilihat dari segi kemampuan usaha nelayan, jangkauan daerah laut serta jenis alat penangkapan yang digunakan oleh para nelayan Indonesia dapat dibedakan antara usaha nelayan kecil, menengah, dan besar. Dalam melakukan usaha penangkap ikan dari tiga kelompok nelayan tersebut digunakan sekitar 15 s/d 25 jenis alat penangkap.
Keanekaragaman istilah dan definisi alat tangkap pancing yang berkembang di masyarakat nelayan, akan menimbulkan penafsiran yang berbeda dalam penamaan, sehingga diperlukan standard istilah dan definisi alat tangkap pancing. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2008) pancing prawai dasar merupakan pancing yang tersusun dari rangkaian tali yang dilengkapi dengan pemberat atau jangkar yang dioperasikan secara menetap. Penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) merupakan salah satu cara pemanfaatan potensi sumber daya kelautan.
Kabupaten X merupakan salah satu bagian dari 35 kabupaten atau kota di Jawa Tengah dan barada di pesisir Pantai Utara Jawa Tengah yang memiliki garis pantai mencapai 40 km. Kondisi wilayah Kabupaten X berpotensi yang sangat besar untuk usaha di bidang perikanan, terutama perikanan laut. Perikanan di Kabupaten X meliputi usaha perikanan laut (tangkap), perikanan budidaya (tambak, sawah, kolam) dan perairan umum (waduk, sungai, danau).
Pada tahun 2008 komoditi perikanan laut mempunyai jumlah produksi yang paling besar dalam subsektor perikanan Kabupaten X dibandingkan dengan ikan tambak maupun udang tambak, yaitu sebesar 197.115,48 Kw.
Selama 7 tahun terakhir ini, produksi perikanan tangkap di Kabupaten X cenderung fluktuatif tiap tahunnya, baik di lihat dari jumlah produksi (Kg) maupun dalam nilai (rupiah).
Pada tahun 2007 produksi maupun nilai perikanan tangkap di Kabupaten X berfluktuatif. Penurunan volume produksi perikanan tangkap antara lain disebabkan oleh overfishing, kondisi cuaca alam dan kerusakan lingkungan laut. Fluktuasi nilai nominal perikanan tangkap dikarenakan adanya inflasi yang terjadi di Kabupaten X. Sehingga pada tahun 2005 dan 2007 meskipun volume produksinya mengalami penurunan, namun dari segi nilai nominal mengalami peningkatan.
Adanya potensi perikanan tangkap di Kabupaten X telah menyebabkan sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan, baik sebagai juragan (nelayan pemilik kapal) maupun pandega (nelayan yang tidak mempunyai kapal). Usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (Bottom Long Line) ini mampu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat sekitar sehingga mampu menambah pendapatan masyarakat setempat. Bagi pemilik kapal, usaha ini merupakan usaha yang menjadi sumber pendapatan pokok. Sedangkan bagi masyarakat sekitar lainnya, usaha penangkapan ikan ini merupakan salah satu contoh usaha yang berdaya serap kerja yang cukup tinggi karena dalam satu armada kapal memerlukan tenaga sekitar 30 orang sebagai anak buah kapal (ABK), tenaga pengisi bahan bakar, dan tenaga pengisi bahan pendingin. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tentang usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (Bottom Long Line) oleh nelayan dari Kabupaten X.

B. Perumusan Masalah
Dilihat dari segi geografis, Indonesia didominasi oleh lautan sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan subsektor perikanan. Kabupaten X salah satu daerah yang memiliki garis pantai dibagian Pantai Utara Pulau Jawa dengan garis pantai sepanjang 40 Km, selebar 4 Mil sehingga ada masyarakatnya yang bermata pencaharian dibidang perikanan, baik bidang budidaya tambak maupun bidang penangkapan di laut. Hasil dari subsektor perikanan terutama perikanan tangkap Kabupaten X adalah berbagai macam ikan segar dan ikan olahan misalnya ikan asin, ikan pindang, dan ikan asap yang digunakan sebagai sumber gizi dan protein oleh masyarakat. Salah satu wujud pemanfaatan potensi subsektor perikanan di Kabupaten X adalah dengan cara mengusahakan usaha penangkapan ikan laut.
Tujuan setiap pengusaha dalam menjalankan usahanya adalah untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara memaksimalkan keuntungan, meminimumkan biaya, dan memaksimalkan penjualan. Tetapi dalam kenyataannya, seringkali pengusaha dalam menjalankan usahanya hanya berdasarkan prinsip asal usahanya bisa berjalan dengan lancar tetapi kurang memperhatikan besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usahanya. Selain analisis tersebut, analisis risiko juga diperlukan dalam usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) oleh nelayan dari Kabupaten X. Hal ini disebabkan karena nelayan menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya, yaitu perubahan cuaca dan iklim, perbedaan kemampuan SDM tenaga kerja maupun adanya overfishing yang terjadi di laut sekitar Indonesia.
Usaha penangkapan ikan laut di Kabupaten X mempunyai ciri khas yaitu menggunakan sistem bagi hasil (keuntungan) dalam pembagian keuntungan diantara juragan (pemilik armada kapal) maupun nelayan pandega (nelayan yang tidak punya armada kapal). Menurut Subiyanto (2009) pola bagi hasil ini setidaknya mengurangi risiko bagi pemilik kapal tidak memberi upah yang tidak sepadan bilamana hasil tangkapannya sedang buruk. Hal ini terjadi disebabkan penghasilan nelayan yang tidak dapat dipastikan, namun tergantung dari jumlah hasil tangkapan serta hasil penjualan yang dilakukannya. Dengan adanya sistem bagi hasil dari keuntungan ini maka dapat digunakan untuk analisis keuntungan dan risiko nelayan (pandega maupun juragan). Berkaitan dengan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Berapa besarnya biaya,penerimaan, keuntungan, efisiensi dan risiko usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) oleh nelayan dari Kabupaten X ?
2. Berapa besarnya keuntungan dan risiko setelah sistem bagi hasil yang diterima oleh nelayan (pandega dan juragan) dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) dari Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian usaha penangkapan ikan laut skala sedang dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) di Kabupaten X bertujuan untuk :
1. Menentukan besarnya biaya, penerimaan, keuntungan efisiensi dan risiko usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) oleh nelayan dari Kabupaten X.
2. Menentukan besarnya keuntungan dan risiko setelah sistem bagi hasil yang diterima oleh nelayan (pandega dan juragan) dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) dari Kabupaten X.

D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.
2. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan terutama dalam pengembangan perikanan tangkap.
3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.
4. Bagi nelayan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dalam rangka peningkatan usaha dan mampu memperbaiki manajemen usaha perikanan tangkap.

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DENGAN PERSEPSI MASYARAKAT KOTA TENTANG SIFAT-SIFAT INOVASI PROGRAM PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PERKOTAAN

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DENGAN PERSEPSI MASYARAKAT KOTA TENTANG SIFAT-SIFAT INOVASI PROGRAM PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PERKOTAAN


(KODE : PRTANIAN-0003) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DENGAN PERSEPSI MASYARAKAT KOTA TENTANG SIFAT-SIFAT INOVASI PROGRAM PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PERKOTAAN


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang masih mendukung kehidupan manusia, dalam hal ini kebutuhan akan pangan. Oleh karena itu, manusia dapat melanjutkan hidup bila kebutuhan akan pangan juga terpenuhi. Akan tetapi, karena lahan pertanian yang ada juga semakin sempit akibat laju pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, maka secara tidak langsung hal ini akan mengurangi pasokan kebutuhan pangan masyarakat.
Menurut Mardikanto (1994), penyusutan luas lahan pertanian dapat diartikan sebagai akibat langsung dari pertambahan penduduk. Sebab dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, semakin bertambah keperluan manusia akan tempat pemukiman (perumahan), kesempatan kerja (pembangunan industri, perkantoran dan sarana perdagangan), sarana kesejahteraan sosial (pendidikan, kesehatan, olahraga, tempat ibadah), serta sarana transportasi (jalan raya, jalan kampung, jalan lingkungan).
Demikian halnya dengan Kota X, pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah juga menyebabkan semakin sempitnya lahan pertanian, maka usaha budidaya pertanian yang selama ini ditekuni oleh masyarakat berangsur-angsur beralih ke usaha lain. Masalah kepadatan penduduk dan keterbatasan lahan terbuka menyebabkan kondisi lingkungan yang semakin terasa gersang dan panas, banyak lingkungan perumahan tidak mengoptimalkan lahan pekarangan untuk usaha pertanian, disamping dapat meningkatkan pendapatan juga sebagai salah satu usaha peningkatan ketersediaan bahan pangan. Oleh sebab itu, pemanfaatan lahan pekarangan menjadi salah satu usaha alternatif dalam usaha peningkatan dan pengembangan pertanian serta peningkatan ketahanan pangan di kota X (Departemen Pertanian, 2006).
Salah satu program yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Kota X adalah peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan. Program ini mempunyai dua pokok kegiatan didalamnya yaitu ketahanan pangan dan intensifikasi lahan pekarangan. Dimana kedua kegiatan ini sama-sama mengefektifkan penggunaan lahan pekarangan yang dimiliki masyarakat Kota X. Kegiatan ketahanan pangan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk lebih meningkatkan nilai gizi dan meningkatkan ketahanan pangan masyarakat. Sedangkan kegiatan intensifikasi lahan pekarangan bertujuan untuk membantu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan membudidayakan tanaman hias yaitu anggrek.
Pada pelaksanaan kegiatan ini juga sangat diperlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak terutama masyarakat setempat agar program ini dapat berjalan lancar. Melalui program inilah pemerintah berusaha untuk menyerap aspirasi dari masyarakat guna mendukung keberlangsungan program yang lain di masa yang akan datang. Dengan tujuan agar kekurangan yang terdapat dalam program sebelumnya tidak ditemui kembali pada program selanjutnya.

B. Perumusan Masalah
Kota X merupakan daerah perkotaan yang padat penduduknya, dengan berkembangnya pembangunan di daerah perkotaan yang mengakibatkan semakin sempitnya lahan pertanian akan berpengaruh terhadap usaha di bidang pertanian baik tanaman pangan, peternakan, perkebunan maupun perikanan. Sejalan dengan hal tersebut maka Pemerintah Kota X berupaya mengadakan "Program Peningkatan dan Pengembangan Pertanian Perkotaan" melalui kegiatan ketahanan pangan dan intensifikasi lahan yang dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, untuk lebih meningkatkan gizi masyarakat dan meningkatkan pendapatan (Departemen Pertanian, 2006).
Program ini merupakan satu bentuk kepedulian pemerintah setempat yang berusaha untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat dengan memanfaatkan lahan pekarangan yang dimiliki masyarakat. Dimana pada saat ini lahan pekarangan yang dimiliki masyarakat belum begitu optimal dimanfaatkan. Dengan pemanfaatan dan pengelolaan yang baik, maka lahan pekarangan yang ada dapat memberikan nilai tambah tersendiri bagi masyarakat dan hasil yang diperoleh akan kembali ke masyarakat.
Program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan ini merupakan salah satu program baru di masyarakat. Sehingga berhasil tidaknya program ini didukung oleh masyarakat itu sendiri melalui persepsi masyarakat mengenai program. Persepsi timbul karena adanya proses kognitif yang dialami oleh seseorang dalam memahami informasi tentang program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan melalui penglihatan, pandangan, serta perasaan masing-masing masyarakat. Persepsi itu sendiri tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, luas pekarangan, pendapatan, kosmopolitan dan akses informasi.
Masyarakat dapat memberikan persepsi mengenai program ini melalui sifat atau karakteristik inovasi yang nampak dalam program tersebut. Karakteristik yang dapat dilihat dalam program ini antara lain yaitu keuntungan relatif yang dapat diperoleh, kerumitan, kesesuaian dengan lingkungan setempat, dapat dicoba dan dapat dilihat hasil maupun contoh.
Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan dikaji beberapa masalah yaitu :
1. Apa sajakah karakteristik sosial ekonomi masyarakat kota yang mempengaruhi persepsi tentang program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X ?
2. Bagaimana persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi yang terdapat dalam program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X ?
3. Bagaimana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi pada program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui karakteristik sosial ekonomi masyarakat kota tentang program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X.
2. Mengetahui tingkat persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi yang terdapat dalam program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X.
3. Mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi pada program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X.

D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan suatu proses belajar yang ditempuh untuk mendapatkan banyak pengetahuan tentang persepsi masyarakat kota dengan adanya program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di wilayah penelitian dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
2. Bagi instansi terkait yaitu Dinas Pertanian Kota X, yaitu agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan dijalankannya program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di wilayah penelitian.
3. Bagi peneliti yang lain dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam bidang kajian penelitian sejenis dan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat kota tentang program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X.

SKRIPSI BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

SKRIPSI BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


(KODE : KES-MASY-0049) : SKRIPSI BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa DBD menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006).
Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun 1994 kasus DBD menyebar ke 27 provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan kasus DBD di Indonesia terus meningkat, tahun 1968 jumlah kasus DBD sebanyak 53 orang (Incidence Rate (IR) 0.05/100.000 penduduk) meninggal 24 orang (42,8%). Pada tahun 1988 terjadi peningkatan kasus sebanyak 47.573 orang (IR 27,09/100.000 penduduk) dengan kematian 1.527 orang (3,2%) (Hadinegoro dan Satari, 2002).
Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Timur baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pada beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus maupun kematiannya. Seperti KLB, DBD secara nasional juga menyebar di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur. Penyebaran kasus DBD di Jawa Timur terdapat di 38 kabupaten/kota (semua kabupaten/kota) dan juga di beberapa kecamatan atau desa yang ada di wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Jumlah kasus dan kematian akibat penyakit DBD di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. 
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten X tahun 2007 kasus DBD di daerah tersebut dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 KLB DBD terjadi di semua Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten X, dan kasus terbanyak terjadi di Kecamatan X pada wilayah kerja Puskesmas Y. Dalam profil dinas kesehatan disebutkan jumlah kasus DBD dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 ditemukan 82 kasus, tahun 2006 ditemukan 156 kasus, pada tahun 2007 ditemukan 362 kasus dan pada tahun 2008 ditemukan 449 kasus. Pada tahun 2007 jumlah kematian akibat penyakit DBD ditemukan sebanyak 2 orang, attack rate 0,07%, CFR 0,55% dan pada tahun 2008 jumlah kematian ditemukan sebanyak 4 orang, attack rate 0,083% dan CFR 0,75%. Dari standar WHO, sebuah daerah dapat dikatakan baik penanganan kasus DBD bila nilai CFR-nya di bawah 1%. Jadi penanganan kasus DBD di Kabupaten X dapat dikatakan baik. Sesuai dengan indikator keberhasilan propinsi Jawa Timur untuk angka kesakitan DBD per-100.000 penduduk adalah 5 (Dinkes Jatim, 2006).
Berdasarkan data penyebaran kasus DBD per desa dari Dinas Kesehatan X selama 3 tahun terakhir jumlah kasus DBD di Puskesmas Y terus mengalami peningkatan, mulai dari tahun 2006 ditemukan sebanyak 72 kasus, tahun 2007 sebanyak 132 kasus dan tahun 2008 ditemukan kasus DBD sebanyak 218 kasus. Wilayah kerja Puskesmas Y yang melayani 15 desa/kelurahan merupakan daerah dengan jumlah kasus DBD terbanyak tiap tahunnya. Dari 15 desa/kelurahan terdapat 3 desa yang selama 3 tahun terakhir mengalami peningkatan jumlah kasus DBD nya yaitu Kelurahan Y pada tahun 2005 ditemukan 1 kasus, tahun 2006 ditemukan 25 kasus, tahun 2007 ditemukan 22 kasus dan tahun 2008 ditemukan 14 kasus; Kelurahan X pada tahun 2005 ditemukan 1 kasus, tahun 2006 ditemukan 5 kasus, tahun 2007 ditemukan 19 kasus dan tahun 2008 ditemukan 45 kasus; dan Kelurahan X tahun 2005 tidak ada kasus, tahun 2006 ditemukan 10 kasus, tahun 2007 ditemukan 32 kasus dan tahun 2008 ditemukan 37 kasus.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kelurahan dengan jumlah kasus DBD paling banyak tiap tahunnya adalah Kelurahan X. Melihat jumlah kasus DBD 3 tahun terakhir di Kelurahan X yang selalu meningkat, hal ini disebabkan karena lokasi rumah warga yang dekat pasar, lingkungan sekitar rumah yang dekat dengan kebun, masyarakat masih terlihat membuang sampah sembarangan, peran serta masyarakat dalam pelaksanaan PSN kurang (JUMANTIK tidak berjalan), kurangnya penyuluhan tentang DBD. Sehingga dapat digambarkan bahwa perilaku masyarakat X khususnya kepala keluarga kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan belum melakukan pencegahan serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN-DBD) dengan mengendalikan nyamuk vektor Aedes aegypti.
Dari beberapa faktor lingkungan yang ada di kelurahan X peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai beberapa faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DBD di kelurahan X yang meliputi keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer, kebiasaan menggantung pakaian, ketersediaan tutup pada kontainer, frekuensi pengurasan kontainer dan pengetahuan responden tentang DBD, sehingga dapat membantu dalam menurunkan jumlah kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD serta membantu masyarakat untuk lebih memperhatikan faktor-faktor apa saja yang bisa menjadi penyebab penularan penyakit DBD.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Adakah hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?
2. Adakah hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?
3. Adakah hubungan antara ketersediaan tutup pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?
4. Adakah hubungan antara frekuensi pengurasan kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?
5. Adakah hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.
3. Untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan tutup pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.
4. Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi pengurasan kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.
5. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M).
2. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
3. Bagi Peneliti lain
Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus DBD.
SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. X

SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. X


(KODE : KES-MASY-0048) : SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. X


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja ("K3 masih Dianggap Remeh," Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan.
Pada tahun 2005, Kantor Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya 2,2 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Angka kematian akibat kerja pun meningkat. Selain itu diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta kecelakaan akibat kerja yang tidak bersifat fatal (setiap kecelakaan sedikitnya menyebabkan tiga hari absen dari pekerjaan) dan 180 juta orang mengalami penyakit akibat kerja.
Kecelakaan kerja tidak harus dilihat sebagai takdir, karena kecelakaan itu tidaklah terjadi begitu saja terjadi. Kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan, dan kegagalan pemerintah meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan buruh, merupakan dua penyebab besar kematian terhadap pekerja. Negara kaya sering mengekspor pekerjaan berbahaya ke negara miskin dengan upah buruh yang lebih murah dan standar keselamatan pekerja yang lebih rendah juga. Selain itu, di negara-negara berkembang seperti Indonesia, undang-undang keselamatan kerja yang berlaku tidak secara otomatis meningkatkan kondisi di tempat kerja, disamping hukuman yang ringan bagi yang melanggar peraturan. Padahal meningkatkan standar keselamatan kerja yang lebih baik akan menghasilkan keuangan yang baik.
Pengeluaran biaya akibat kecelakaan dan sakit yang berkaitan dengan kerja merugikan ekonomi dunia lebih dari seribu miliar dollar (850 miliar euro) diseluruh dunia, atau 20 kali jumlah bantuan umum yang diberikan pada dunia berkembang. Di Amerika Serikat saja, kecelakaan kerja merugikan pekerja puluhan miliar dollar karena meningkatnya premi asuransi, kompensasi dan menggaji staf pengganti. (Rudi Suardi, 2005)
Angka keselamatan dan kesehatan kerja (k3) perusahaan di Indonesia secara umum ternyata masih rendah. Berdasarkan data ILO, Indonesia menduduki peringkat ke-26 dari 27 negara.
Sumber : Rudi Suardi, "Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja". Kewajiban untuk menyelenggarakan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar melalui Undang-Undang ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai 190 milyar rupiah di tahun 2009, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan. (www.ftsl.itb.ac.id).
Kinerja penerapan K3 di perusahaan-perusahaan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Padahal kalau kita menyadari secara nyata bahwa volume kecelakaan kerja juga menjadi konstribusi untuk melihat kesiapan daya saing. Jika volume ini masih terus tinggi, Indonesia bisa kesulitan dalam menghadapi pasar global. Jelas ini akan merugikan semua pihak, termasuk perekonomian kita juga.
Disamping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus. (www.ftsl.itb.ac.id).
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada kegiatan konstruksi. Tenaga kerja disektor jasa konstuksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja diseluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Sedangkan menurut Occupational Health and Safety Administration (OSHA), Fatality injury rate untuk industri konstruksi jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan industri-industri lainnya. (www.osha.gov). Sektor jasa konstruksi adalah salah satu yang paling beresiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan dan pertambangan.
Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53% diantaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun. Sebagian besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan konstruksi. King and Hudson (1985) menyatakan bahwa pada proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.
Sektor konstruksi merupakan bidang jasa yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk mendukung keberhasilan sektor-sektor lainnya. Disamping itu sektor konstruksi melibatkan jumlah tenaga kerja yang sangat besar dan berpotensi terkena bahaya kecelakaan. Karena itu penanganan keselamatan kerja disektor konstruksi perlu mendapat perhatian khusus. Untuk mengetahui hal ini lebih dalam, kami mencoba mempelajari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dijalankan oleh sektor konstruksi. Salah satu contoh kegiatan sektor konstruksi adalah di PT. X.
PT. X merupakan salah satu perusahaan kontraktor minyak terbesar di Indonesia yang bergerak dibidang engineering, fabrication, installation, procurement, research, manufacturing, enviromental systems dan project management. Luas total area fabrikasi mencapai 110 hektar dengan jumlah pekerja hingga pertengahan 2008 memiliki lebih kurang 3500 pekerja lokal dan sekitar 200 tenaga asing.
PT. X mempunyai komitment yang kuat dalam memperhatikan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan karyawan serta melindungi lingkungan dan asset perusahaan. Hal ini dapat dibuktikan dengan data safety Statistic pada bulan Maret 2008 yaitu Nihil Lost Time Injury (LTI) dengan total man hours 8,300,922 sejak Recordable Injury terakhir pada tanggal 21 Mei 2007.
Melihat karakterisitk pekerjaan yang dimiliki oleh PT. X yang sangat beresiko tinggi, maka penulis ingin melakukan penelitian untuk melihat pelaksanaan manajemen K3 perusahaan, selanjutnya dibandingkan dengan standar Sistem Manajemen K3 Indonesia (Permenaker RI PER.05/MEN/1996).

1.2 Perumusan Masalah
Pelaksanaan K3 disektor konstruksi belum berjalan dengan baik, yang dapat dilihat dari masih tingginya angka kecelakaan. Salah satu penyebabnya adalah belum diimplementasikannya Sistem Manajemen K3 dengan baik dan sesuai dengan standart yang berlaku. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang penerapan K3 untuk mengetahui apakah pelaksanaan K3 disektor konstruksi, khususnya di PT. X telah memenuhi standart K3 yang baku. Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Sistem Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT.X dan membandingkannya dengan standar yang berlaku yaitu Permenaker No. 05 Tahun 1996.

1.3 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimanakah Gambaran pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X.
b. Bagaimanakah tingkat kinerja Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT. X dan perbandingannya dengan Standart Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Permenaker No. 05 Tahun 1996.
c. Apakah tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X dan bagaimanakah upaya PTMI dalam menyiasati tantangan tersebut

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui bagaimana pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X.
b. Mengetahui bagaimana tingkat kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X dan perbandingannya dengan Standart Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Permenaker No. 05 Tahun 1996.
c. Untuk mengertahui tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X dan bagaimanakah upaya PTMI dalam menyiasati tantangan tersebut

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan dalam mengembangkan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X, sekaligus sebagai bahan pembanding dalam upaya peningkatan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara continous improvement.
1.5.2 Manfaat Bagi Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sebagai sarana untuk membina hubungan dan kerjasama dengan institusi lain dibidang K3, dalam hal ini dengan PT.X.
1.5.3 Manfaat Bagi Penulis
Kajian ini sebagai sumber ilmu dan pengetahuan untuk menambah wawasan dan profesionalisme dalam K3.

SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI RSUD X

SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI RSUD X


(KODE : KES-MASY-0047) : SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI RSUD X


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga Negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin.
Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, yaitu yang menyebutkan bahwa Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi suatu bukti yang kuat bahwa Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang tersebut, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKM (2005) atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program Jamkesmas sampai dengan sekarang. Kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan prinsip asuransi kesehatan sosial.
Pada tahun 2011 dilaksanakan perbaikan berbagai aspek dalam program Jamkesmas, salah satu nya adalah aspek pelayanan yaitu pelayanan kesehatan secara gratis untuk pengobatan thalasemia dan obat kanker. Pada tahun 2011 diperkenalkan paket INA-CBG'S. Selain itu pada tahun 2010 Menteri Kesehatan telah menandatangani kesepakatan dengan 4 (empat) BUMN farmasi untuk menjamin ketersediaan obat dan alat yang dibutuhkan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Jamkesmas dengan harga yang terjangkau sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
Pasien atau masyarakat yang berhak memperoleh pelayanan Jamkesmas adalah mereka masyarakat miskin yang memenuhi kriteria keluarga atau RTM (Rumah Tangga Miskin) menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dan jika minimal memenuhi 9 variabel yang telah menjadi kriteria maka dikategorikan sebagai RTM (Rumah Tangga Miskin).
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggrakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memudahkan perseorangan, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1995 : 1). Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan, terjangkau oleh semua lapisan lapisan masyarakakat, dan sebagai wujud ketegasan perintah dalam menjalankan kewajibannya dalam menciptakan derajat kesehatan yang tinggi dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU tentang Rumah Sakit BAB l pasal 1).
Rumah Sakit didirikan sebagai sentral pelayanan kesehatan terutama kuratif dan rehabilitatif bagi masyarakat disekitarnya termasuk bagi mereka masyarakat miskin yang menjadi peserta Jamkesmas. Paradigma yang dikembangkan dalam tradisi seni pengobatan menjadi karakteristik khas yang seharusnya ada pada setiap aktivitas RS. Pasien adalah manusia yang setara kedudukannya secara fitrawi dengan dokter dan paramedik lain, sehingga relasi yang terbangun antar mereka mestinya bersifat humanis, bukan eksploitatif. Dalam konteks relasi dokter-pasien ini, berbagai ketimpangan dan ketidakpuasan selalu muncul dan dirasakan oleh kedua belah pihak. Idealnya, dalam harapan banyak orang, ketika masuk RS kita akan mendapat pengobatan dan perawatan yang baik sehingga dapat segera sembuh dan sehat kembali.
Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti ingin melakukan penelitian di RSUD X. Penelitian dilakukan dengan meninjau pelaksanaan program Jamkesmas. Dalam satu bulan RSUD X mampu melayani pasien peserta Jamkesmas sebanyak 1000 hingga 1400 pasien yang terbagi dari pasien Jamkesmas RJTL, RITL dan IGD. Diharapkan dengan melakukan penelitian di RSUD X maka didapatkan data yang representative mengenai keefektifan pelayanan Jamkesmas yang dilihat dari ketepatan sasaran program, ada atau tidaknya cost sharing dan untuk pasien Rawat Inap memiliki surat rujukan atau tidak.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota X Tahun 2010 jumlah peserta Jamkesmas Kota X adalah 7.419 RTM atau 29.568 Jiwa. Jumlah yang cukup besar tersebut mengundang pertanyaan apakah kepesertaannya telah sesuai pedoman pelaksanaan Jamkesmas yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan, berdasarkan pengalaman yang diperoleh ketika magang, menemukan seorang peserta secara fisik dan penampilan tidak sesuai kriteria miskin yang berhak memperoleh Jamkesmas namun kenyataannya orang tersebut berobat dengan menggunakan Jamkesmas. Berkaitan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian tinjauan pelaksaan program Jamkesmas yang kemudian akan diketahui ketepatan sasaran program Jamkesmas,ada atau tidaknya cost sharing untuk pasien Rawat Inap dan pasien Rawat Inap memiliki surat rujukan atau tidak, kecuali untuk pasien masuk melalui IGD tidak harus memiliki rujukan.

1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah pasien yang datang sebagai peserta Jamkesmas RSUD X, Lampung adalah mereka yang benar berhak memperoleh pelayanan Jamkesmas sesuai kriteria rakyat miskin dari BPS, penghuni lapas, gelandangan, pengemis dan peserta Program Keluarga Harapan (PKH).
2. Apakah pasien Rawat Inap memiliki surat rujukan sebagai salah satu prosedur memperoleh pelayanan kesehatan dengan menggunakan kartu Jamkesmas atau pasien masuk melalui IGD.
3. Apakah ada cost sharing pada pasien peserta Jamkesmas Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) RSUD X.

1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengelolaan program Jamkesmas yang sesuai dengan Panduan Pelaksanaan (Manlak) di RSUD. X.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui prosedur mendapatkan pelayanan kesehatan melalui Program Jamkesmas di RSUD X. Pasien memiliki surat rujukan atau tidak.
2. Mengetahui ada atau tidak ada cost sharing pada pasien peserta Jamkesmas rawat inap tingkat lanjut RSUD X.
3. Mengetahui ketepatan sasaran kepesertaan Jamkesmas.

1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang berharga dan sebagai wadah penerapan ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan untuk meningkatkan profesionalisme.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan program Jamkesmas di RSUD X dimasa mendatang.
3. Bagi Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten atau Kota
Sebagai evaluasi untuk perbaikan program Jamkesmas di masa datang di wilayahnya.
4. Bagi PT. Askes sebagai penanggung jawab kepesertaan Jamkesmas
Sebagai evaluasi untuk perbaikan kepesertaan program Jamkesmas dalam hal pemberian/ penerbitan kartu di masa datang oleh PT. Askes.
5. Bagi Pemerintah Daerah
Selaku pihak yang memutuskan dan menetapkan masyarakat miskin berdasarkan data BPS yang berhak memperoleh Jaminan Kesehatan Masyarakat, skripsi ini dapat menjadi bahan evaluasi ketepatan kepesertaan program Jamkesmas di masa datang.
6. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi bahan bacaan atau sumber bacaan yang bersifat ilmiah, dan sebagai bahan masukan bagi studi selanjutnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan program Jamkesmas.

SKRIPSI PERANAN HUMAS PEMKOT X DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA WARTAWAN

SKRIPSI PERANAN HUMAS PEMKOT X DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA WARTAWAN


(KODE : ILMU-KOM-0033) : SKRIPSI PERANAN HUMAS PEMKOT X DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA WARTAWAN


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information and Communication Technologies (ICT), adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang tidak terpisahkan.
Di Indonesia pernah menggunakan istilah telematika (telematics) untuk arti yang kurang lebih sama dengan TIK yang kita kenal saat ini. Encarta Dictionary mendeskripsikan telematics sebagai telecommunication + informatics (telekomunikasi + informatika) meskipun sebelumnya kata itu bermakna science of data transmission. Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui jaringan telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk salah satunya bidang pendidikan. Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan merupakan upaya melakukan penyebaran informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara. Hal ini adalah wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran masyarakat. Hingga saat ini TIK lebih sederhana dan lebih murah sedang dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK saat ini.
Dengan seiring berkembangnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), semua aspek bisnis maupun pemerintahan sangat bergantung dengan informasi dan komunikasi. Dalam konteks ini penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi oleh pemerintahan digunakan untuk memberikan informasi berupa berita yang menyangkut dengan kebutuhan informasi yang diperlukan masyarakat, yang diberikan kepada wartawan untuk dimuat di media massa cetak maupun elektronik.
Sehubungan dengan pemerintahan yang tak lepas dari kebutuhan komunikasi dan informasi, Pemerintah Kota X merupakan pusat pengelolaan daerah X Y. Pemerintah Kota X dipimpin oleh seorang Walikota, dan bantu oleh Wakil Walikota dan Sekretaris Daerah. Pemerintah Kota X mempunyai struktur organisasi dan juga struktur birokrasi yang tertata dengan baik, yang diatur oleh perda yang dibuat oleh Walikota yang disetujui oleh DRPD Y. Dalam menyebarkan informasi, pemerintah Kota X memiliki Dinas yang memberikan berita dan penyebaran pemberitahuan tentang kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota X. Dinas yang berkewajiban yaitu Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) dengan tugas pokok melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan Daerah di bidang komunikasi, informatika, dan hubungan masyarakat berdasarkan azas otonomi dan pembantuan.
Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) dibantu oleh Divisi Hubungan Masyarakat yang memiliki 2 seksi, yaitu Seksi Peliputan dan Dokumentasi dan Seksi Kemitraan Media dan Publikasi, bidang hubungan masyarakat mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas Komunikasi dan Informatika lingkup Hubungan Masyarakat. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada di atas, bidang Hubungan Masyarakat mempunyai fungsi diantaranya, perencanaan dan penyusunan program lingkup peliputan dan dokumentasi serta kemitraan dan publikasi, penyusunan petunjuk teknis lingkup peliputan dan dokumentasi serta kemitraan media dan publikasi, pelaksanaan dan pengkoordinasian lingkup peliputan dan dokumentasi serta kemitraan dan publikasi, Monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan lingkup liputan dan dokumentasi serta kemitraan dan publikasi. Tak lupa dengan kelayakan berita, yang berarti bahwa informasi yang hendak dimuat di media massa harus mampu menarik minat para pembaca, pemirsa, atau pendengar. Standar ini harus senantiasa diperhatikan oleh setiap praktisi humas yang hendak mempublikasikan pesan-pesan humasnya.
Mereka harus memeriksa kelayakan berita dari suatu siaran berita, artikel, atau gambar-gambar (foto) yang hendak dipublikasikan sebelum diserahkan ke media massa. Sebuah siaran berita yang baik harus menyajikan suatu kisah yang sama bermutunya dengan yang biasa ditulis oleh para jurnalis. Informasi yang ada, serta menaati segenap kaidah penulisan yang baik (Anggoro, 2008 : 158-159). Media massa bagi Humas Pemerintah Kota X bukanlah sekadar mitra kerja yang sifatnya sementara, melainkan bersifat permanen. Sangat pentingnya media massa, kepala Humas Pemerintah Kota X dituntut untuk mengenal dunia pers sebagaimana para wartawan bekerja. Mulai dari soal penyampaian mated konferensi pers, editor bahasa teks realese, mated hingga style siaran radio/televisi, semuanya menjadi bagian keseharian dalam dunia Humas.
Dalam memberikan informasi diperlukan peranan seorang Humas atau public relations karena humas harus siap memberikan dan menciptakan saling pengertian diantara publik yang terkait di dalamnya, seperti yang dikutip dari The British Institute of Public Relations, yaitu "The deliberate, planned and sustained effort to establish and maintain mutual understanding between an organization and its public. (Upaya yang mantap, berencana dan berkesinambungan untuk menciptakan dan membina pengertian bersama antara organisasi dengan khalayaknya)." (Effendy, 1990 : 134).
Humas atau Public Relations merupakan pihak yang paling memahami mengenai publik dari suatu perusahaan/lembaga/instansi. Karena humas bekerja melingkupi ruang publik tersebut, kegiatan humas seringkali berkaitan erat dengan pihak-pihak tesebut. Sehingga dalam memutuskan suatu kebijakan tertentu, humas sangat lah penting untuk dilibatkan, karena humas merupakan pemegang informasi yang lengkap mengenai publik-publik dari perusahaan/lembaga/instansi.
Tanpa bantuan dari humas, keputusan atau kebijakan yang diambil mungkin saja tidak akan tepat mengenai sasaran, karena para pemimpin perusahaan tidak mengetahui sedikitpun mengenai karakteristik publik-publiknya. Bukannya menyelesaikan masalah dengan keputusan yang tepat, namun dengan ketidaktahuan pimpinan, mungkin malah akan semakin memperuncing masalah.
Dari penjabaran latar belakang masalah tersebut, maka diperoleh rumusan masalah yaitu, "BAGAIMANA PERANAN HUMAS PEMERINTAH KOTA X DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA WARTAWAN ?".

1.2 Identifikasi Masalah
Untuk memberi arah pada penelitian yang dilakukan, maka disusun identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Tujuan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?
2. Bagaimana Kegiatan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?
3. Bagaimana Pesan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?
4. Bagaimana Media Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?
5. Bagaimana Peranan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih lanjut mengenai Bagaimana Peranan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tujuan yang diharapkan oleh Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
2. Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
3. Untuk mengetahui media yang digunakan oleh Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
4. Untuk mengetahui pesan yang diberikan oleh Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
5. Untuk mengetahui peranan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.

1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membantu pengembangan dalam keilmuan komunikasi, secara khusus keilmuan Humas/Public Relations. Yang membahas tentang cara Humas/Public Relations memberikan informasi kepada wartawan yang membutuhkan berita.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Untuk Kantor Pemerintah Kota X, dapat digunakan sebagai masukan pemikiran bagi Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
Untuk lembaga pendidikan, dapat digunakan untuk menambah pengetahuan bagi keilmuan komunikasi, secara khusus keilmuan Humas/Public Relations.

1.5 Sistematika Penelitian
Penulisan penelitian memiliki sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini, berisikan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, pertanyaan penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel teknik analisis data, lokasi dan waktu penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini, berisikan mengenai teori-teori dan definisi-definisi yang dapat membantu peneliti dalam menjawab pertanyaan penelitiannya dan mencapai tujuan penelitiannya. Antara lain tinjauan mengenai Public Relations/Humas, tinjauan mengenai variabel strategi.
BAB III : OBJEK PENELITIAN
Dalam bab ini, akan dibahas mengenai sejarah perusahaan/instansi tempat dilakukannya penelitian, juga mengenai divisi Public Relations jika memang ada di perusahaan tersebut.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, berisikan mengenai deskripsi identitas responden, deskripsi mengenai hasil penelitian, dan pembahasan dari indikator-indikator yang digunakan.
BABV : PENUTUP
Dalam bab ini, berisikan mengenai kesimpulan dan saran penelitian yang dibuat dalam bentuk poin.
DAFTAR PUSTAKA :
Merupakan daftar literatur yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir.

SKRIPSI STRATEGI HUMAS PT. PLN MELALUI KEGIATAN CUSTOMER CARE TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN BISNISNYA

SKRIPSI STRATEGI HUMAS PT. PLN MELALUI KEGIATAN CUSTOMER CARE TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN BISNISNYA


(KODE : ILMU-KOM-0032) : SKRIPSI STRATEGI HUMAS PT. PLN MELALUI KEGIATAN CUSTOMER CARE TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN BISNISNYA


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen Pelanggan umumnya mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dia konsumsi dapat diterima dan dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan. Pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Kepuasan dapat membentuk persepsi dan hal ini dapat memposisikan produk perusahaan di mata pelanggannya. Hal tersebut penting sebagai acuan dalam pembenahan kualitas pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan bisa memberikan kepuasan pada tingkat yang optimal.
Memberikan pelayanan yang berkualitas dengan bermutu yang memenuhi tingkat kepentingan pelanggan. Tingkat kepentingan pelanggan terhadap pelayanan yang akan mereka bina dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang mereka peroleh, pelanggan memilih memberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan dan setelah menikmati pelayanan tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan yang mereka cenderung akan membandingkan dengan yang mereka harapkan. Bila pelayanan yang mereka nikmati ternyata berbeda jauh para pelanggan akan kehilangan minat terhadap perusahan/instansi jasa tersebut begitu sebaliknya.
Pelanggan terdiri dari berbagai karakteristik pelanggan yang beragam, mulai golongan rumah tangga, industri, bisnis, pemerintah, sosial, serta pelanggan very important person (VIP) sampai pelanggan dengan kategori very-very important person (WIP). Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti kepuasan pelanggan dari segi kepuasan pelanggan bisnis. Pengertian Bisnis menurut Katz adalah "kegiatan sistem ekonomi yang diarahkan pada manajemen dan distribusi hasil industri dan jasa professional yang mendatangkan keuntungan". Pelanggan bisnis merupakan pelanggan yang bergerak dibidang industrial, perdagangan dan jasa. Pelanggan Bisnis dimana usahanya untuk keperluan pemrosesan lebih lanjut, kemudian dijual (produsen); disewakan kepada pihak lain; dijual kepada pihak lain (pedagang); digunakan untuk keperluan sosial dan kepentingan publik (pasar pemerintah dan organisasi). Dengan demikian, pelanggan bisnis meliputi organisasi bisnis maupun organisasi nirlaba (seperti rumah sakit, sekolah, instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan sebagainya).
Banyak perusahaan yang bergerak dibidang jasa yang selalu berusaha memberikan kepuasan pelanggan karena bagi perusahaan apapun khususnya perusahaan jasa seperti yang diungkapkan oleh Edgar Sugiharto dalam bukunya Psikologi Pelayanan dalam industri jasa mengatakan bahwa : "Pelanggan adalah orang-orang yang datang kepada anda (para petugas) dengan tujuan dan harapan tertentu serta ingin memperoleh apa yang menyenangkan" (Sugiharto, 1995 : 125)
Perusahaan Listrik Negara atau lebih dikenal PLN adalah suatu badan usaha milik Negara (BUMN) di wilayah Republik Indonesia yang bergerak dalam bidang bisnis pelayanan jasa yaitu mendistribusikan pasokan listrik bagi masyarakat yang membutuhkannya. Listrik merupakan sumber daya energi siap pakai yang dikonvensi dari bentuk energi primer melalui teknologi yang berdampak bagi berbagai macam perusahaan, baik perusahaan jasa, industrial, dagang.
Pelanggan bisnis merupakan pelanggan yang menggunakan daya listrik dalam jumlah yang cukup besar, dengan kategori Bl (Bisnis satu), B2 (Bisnis dua) dan B3 (Bisnis tiga). Pelanggan harus mendapat pelayanan yang baik dan bermutu, karena pelayanan yang baik dan bermutu akan menimbulkan kesan yang baik dan dengan sendirinya citra perusahaan akan baik pula. Layanan yang disediakan oleh PLN pada dasarnya meliputi beberapa produk layanan, di antaranya yaitu pelayanan Sambungan Baru dan Penambahan Daya, Pelayanan Pembacaan Meter, Pelayanan Penjualan Rekening Listrik, Pelayanan Gangguan, Pelayanan Informasi Pelanggan, di antaranya melalui fasilitas telepon 123, Pelayanan kelistrikan lainnya.
Memberikan kepuasan pelanggan sebagaimana yang diatur Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 1999 pasal 4 a yang berbunyi demikian "Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa" Ketentuan Pasal 4 huruf a UUPK telah mengatur bahwa konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan jasa. Untuk memenuhi hal tersebut, pengadaan sarana serta prasarana merupakan faktor yang sangat mendukung. Keberadaan sarana dan prasarana yang mendukung secara langsung akan berimplikasi pada kenyamanan dan kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang ataupun jasa. Untuk mampu memberikan sebuah kepuasan pelanggan yang maksimal maka dibutuhkan sebuah divisi Humas (Hubungan Masyarakat) yang mampu menangani kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan.
Pada dasarnya humas merupakan bidang atau fungsi manajemen yang diperlukan oleh setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial (perusahaan) maupun organisasi yang nonkomersial. Kebutuhan akan kehadirannya tidak bisa dicegah, terlepas dari kita menyukai atau tidak, karena humas mempakan salah satu organisasi secara positif.
Menurut definisi kamus terbitan Institue of Public Relations, humas adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.
Definisi PR atau Humas menurut Frank Jefkins dalam bukunya Public Relations. "PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun keluar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian". (Jeffkins, 1998 : 10).
Keberhasilan sebuah perusahaan juga ditentukan oleh seorang Humas sehingga Humas mempakan fungsi yang strategis dalam manajemen mereka bertanggungjawab langsung dalam menghadapi, membendung, menanggulangi, mengatasinya. Hal tersebut mempakan bagian dari tugas seorang Humas. Seperti dikatakan diatas bahwa Humas adalah bagian fungsi dari manajemen maka dari itu seorang Humas harus menyusun startegi untuk mencapai tujuan pemsahaan.
Adapun tujuan dari Public Relations menurut Oemi Abdurrachman mengatakan sebagai berikut : "Tujuan Public Relations adalah mengembangkan good will dan memperoleh opini public yang favorable atau menciptakan kerjasama berdasarkan hubungan yang harmonis dengan berbagai public, kegiatan public Relations harus dikerahkan kedalam dan keluar." (Abdurrachman, 2001 : 34)
Secara umum Betrand R Canfield (1956 : 19) dalam bukunya Public Relations, Principles Cases and Problems, mengemukakan bahwa fungsi Public Relations adalah : Mengabdi kepada kepentingan umum, memelihara komunikasi yang baik dan menitik beratkan moral dan tingkah-laku yang baik.pada intinya kegiatan PR bertujuan untuk mempenguhi pendapat, sikap, sifat dan tingkahlaku publik dengan jalan menumbuhkan penerimaan, pengertian, dari public.
Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kedalam disebut Internal Public Relations dan kegiatan-kegiatan yang ditujukan keluar disebut External Public Relations. Sesuai dengan defmisi diatas dapat dijelaskan bahwa Internal Public Relations merupakan kegiatan Public Relations yang dibentuk untuk membina hubungan dengan publik yang didalam instansi atau perusahaan. Sedangkan External Public Relations merupakan kegiatan Public Relations yang ditujukan kepada publik yang berada diluar perusahaan atau instansi, untuk membina hubungan yang baik agar diperoleh citra yang positif.
Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada kegiatan External Public Relations untuk mengetahui sejauhmana kegitan Customer Care terhadap kepuasan pelanggan.
"Sukses besar yang diperoleh suatu perusahaan ialah mendapatkan pelanggan, bukan penjualannya itu sendiri. Setiap barang dapat saja dijual untuk satu kali kepada seorang pembeli, akan tetapi sebuah perusahaan dikatakan sukses, kalu bisa meningkatkan jumlah pelangganya yang membeli barang atau jasa berulang kali". Demikian Lew Hahn seorang pengusahan terkenal di Amerika Serikat (Effendy 1972 : 150)
Karena itu, para pelanggan tetap harus selalu dipegang jangan sampai pindah perhatiannya dan menjadi pelanggan perusahaan lain. Dalam pada itu pelanggan yang baru satu dua kali membeli harus diusahakan agar menjadi pelanggan tetap. Sedang mereka yang belum pernah membeli sama sekali, diusahakan agar tertarik perhaiannya dan mencoba untuk kemudian digerakkan sehingga menjadi pelanggan tetap. Itulah salah satunya tugas PR Caranya ialah dengan melakukan komunikasi, baik dengan cara publisitas maupun periklanan. Dalam membina hubungan dengan pelanggan dibutuhkan sebuah strategi agar dapat terwujudnya sebuah tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaann.
Strategi menurut Onong Uchjana Effendy. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi. Strategi komunikasi merupakan penentu berhasil tidaknya kegiatan komunikasi berupa pesan yang disampaikan melalui berbagai media dapat secara efektif diterima. Dengan demikian, strategi komunikasi, baik secara makro (flammed multi media strategi) maupun secara mikro (single communication medium strategy) mempunyai fungsi ganda (Effendy, 2000 : 300)
Mempertahankan pelanggan bukanlah hal yang mudah. Customer Care merupakan bagian dari strategi Humas dalam memberikan kepuasan pelanggan. Dalam hal ini PT. PLN (Persero) sebagai penyedia jasa utama energi listrik bagi kelangsungan kehidupan masyarakat diharapkan mampu memberikan pelayanan yang maksimal bagi para pelangganya sehingga terciptanya sebuah kepuasan. Namun tidak selamanya pelayanan yang diberikan maksimal ada kalanya juga mengalami kendala dan hambatan seperti keterbatasan sarana dan prasarana, layanan yang diberikan kurang maksimal. Untuk menjelaskan permasalahan atau memberikan informasi kepada pelanggan bisnis tidak selamanya Humas mampu melayani maka dari itu dibutuhkan sebuah Customer Care sebagai kepanjangtanganan dari humas untuk menyampaikan informasi dan melayani kebutuhan pelanggan bisnis.
Customer Care merupakan ujung tombak dari keberhasilan perusahaan agar terciptanya citra positif dikalangan masyarakat dalam hal ini pelanggan bisnis yang di kategorikan Bl. B2, dan B3. Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dengan industrial, perdagangan dan jasa. Dibutuhkan sebuah ketersedian listrik yang memadai dalam aktivitas perusahaan apabila distribusi listrik tidak memadai maka akan terjadi kerugian. Hal tersebut pastinya akan menimbulkan complain dari pelanggan bisnis untuk mengatasinya dibutuhkan Customer Care yang dapat menanggulangi, membendung dan mengatasi setiap keluhan pelanggan bisnis. Apabila Customer Care tidak tersedia maka segala keluhan tidak dapat teratasi sehingga mengakibatkan citra buruk PT. PLN (Persero) dimata pelanggan bisnisnya.
Kegiatan Custumer Care tidak hanya berhubungan dalam menangani segala bentuk complain, melainkan melayani kebutuhan pelanggan bisnis. Kebutuhan pelanggan sangat beragam antara lain kebutuhan akan informasi, dan produk layanan yang ditawarkan oleh PT PLN (Persero).
Pelayanan Customer Care dituntut untuk selalu berhubungan dengan pelanggan dan menjaga hubungan itu tetap baik. Hal ini tentu saja harus dilakukan karena menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan juga berarti menjaga image PT. PLN (Persero) agar citranya dapat terus meningkat di mata pelanggan bisnisnya. Customer Care harus memiliki kemampuan melayani pelanggan secara tepat dan cepat serta memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Customer Care yang baik harus diikuti dengan tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung kecepatan, ketepatan, dan keakuratan pekerjaannya. Selain itu, Customer Care dituntut untuk memberikan pelayanan yang prima kepada pelangganya, agar pelayanan yang diberikan dapat memuaskan pelangan bisnisnya. Untuk itu seorang Customer Care harus memiliki dasar-dasar pelayanan yang kokoh seperti etiket pelayanan, pengenalan produk, dan dasar-dasar lainnya. Pelayanan yang diberikan akan berkualitas jika setiap petugas Customer Care dibekali pengetahuan tentang dasar-dasar pelayanan yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang akan dihadapinya, termasuk kemampuannya menguasai pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan yang ditawarkan oleh PT PLN (Persero).
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka peneliti dapat menetapkan Rumusan Masalah sebagai berikut : Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?

1.2 Identifikasi Masalah
Dari rumusan masalah yang masih meluas bersifat umum, maka agar penelitian mempunyai alur pikir yang terarah maka disusun identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Sejauhmana Tujuan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
2. Sejauhmana Rencana Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
3. Sejauhmana Kegiatan yang disampaikan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
4. Sejauhmana Pesan yang disampaikan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
5. Sejauhmana Media yang digunakan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
6. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Tujuan dari Pelanggan Bisnisnya ?
7. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Ketersediaan Produk Bagi Pelanggan Bisnisnya ?
8. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Nilai Produk Bagi Pelanggan Bisnisnya ?
9. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Harapan Pelanggan Bisnisnya ?
10. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Bisnisnya ?
11. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Tujuan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
2. Untuk mengetahui Rencana Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
3. Untuk mengetahui Kegiatan yang disampaikan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
4. Untuk mengetahui Pesan yang disampaikan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
5. Untuk mengetahui Media yang digunakan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
6. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Tujuan dari Pelanggan Bisnisnya
7. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Ketersediaan Produk Bagi Pelanggan Bisnisnya
8. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Nilai Produk Bagi Pelanggan Bisnisnya
9. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Harapan Pelanggan Bisnisnya
10. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Bisnisnya
11. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya

1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Kegunaan secara teoritis dari penelitian yang dilaksanakan, diharapkan dapat membantu dalam pengembangan pengetahuan (sains), pengembangan ilmu komunikasi pada umumnya, yaitu khususnya dalam bidang kajian Humas tentang Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Adapun hasil penelitian bagi kegunaan praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi :
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang Ilmu Komunikasi khususnya dalam Humas terutama mengenai kegiatan External Humas dalam suatu perusahaan.
2. Bagi Program Studi dan Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan literatur dan acuan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya mengenai kegiatan Customer Care yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan bisnisnya.
3. Bagi PT. PLN (Persero) X
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil kebij aksanaan dimasa yang akan datang yaitu bagian Humas, juga sebagai masukan untuk perusahaan PT PLN (Persero) X sehubungan dengan Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnis dan untuk kedepannya PT PLN (Persero) X dapat meningkatkan kepuasan pelanggannya khususnya bagi pelanggan bisnisnya yang yang berkategori Bl, B2, B3.

1.5 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Membahas latar belakang masalah yang melandasi perlunya strategi melalui Customer Care, kemudian Identifikasi, maksud, tujuan kegunaan penelitian, kerangka penelitian, metode penelitian, tehnik pengumpulan data, tehnik analisa data, waktu dan lokasi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Kepustakaan
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dan menjadi landasan teoritis dalam penelitian yang dilakukan. Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi humas melalui kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
Bab III Objek Penelitian
Bab ini membahas mengenai sejarah perusahaan tempat penelitian dilaksanan, struktur organisasi, job description, sarana dan prasarana, lokasi tempat peneliti melakukan penelitian
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini peneliti akan menganalisa semua data yang diperoleh dari responden mengenai Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Costumer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnis (judul) hingga terjawabnya rumusan masalah dan identifikasi masalah.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan peneliti mencoba memberikan saran yang dapat dijadikan masukan bagi peneliti selanjutnya dan bagi perusahaan.
SKRIPSI STRATEGI MEDIA RELATIONS HUMAS PEMKOT X SBG SARANA KOMUNIKASI KEPADA PUBLIK

SKRIPSI STRATEGI MEDIA RELATIONS HUMAS PEMKOT X SBG SARANA KOMUNIKASI KEPADA PUBLIK


(KODE : ILMU-KOM-0031) : SKRIPSI STRATEGI MEDIA RELATIONS HUMAS PEMKOT X SBG SARANA KOMUNIKASI KEPADA PUBLIK


BAB I
PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang
Perkembangan sebuah kawasan atau kota tidak hanya dilihat dari seberapa besar pendapatan, jumlah penduduk atau banyaknya gedung yang menjulang, melainkan juga dapat dilihat dari seberapa dekat sebuah pemerintahan dengan publiknya. Sebuah kedekatan yang baik antara Pemerintah Kota (Pemkot) dengan publik dapat membangun ikatan yang saling mendukung, sehingga cita-cita atau tujuannya dapat tercapai sesuai harapan. Bayangkan jika sebuah pemerintahan tidak memperhatikan publiknya, maka akan memunculkan ketidakpuasan publik karena pendapat atau aspirasinya tidak tersampaikan dan sebaliknya kebijakan yang dilemparkan pemerintah ke publik pun tidak akan berjalan.
Sebuah komunikasi harus terjalin baik antara Pemkot dengan publik sehingga apa yang akan disampaikan pemerintah ke publik dapat diterima dengan baik, begitu pula sebaliknya apa yang menjadi tuntutan publik dapat didengar oleh pemerintah sehingga memunculkan saling pengertian. Membicarakan komunikasi tak lepas dari membicarakan peran seorang Humas. Humas selain menjaga dan mengembangkan reputasi pemerintah juga berperan dalam menjaga hubungan antara pemerintah dengan publiknya. Hubungan ini sangat penting dalam rangka menciptakan dan mempertahankan goodwill dan mutual understanding publik terhadap tujuan, kebijakan, dan kegiatan menjalin komunikasi. Seorang Humas berperan dalam menjaga arus komunikasi internal baik antara atasan dengan bawahan atau antar sesama pegawai di dalam pemerintahan, juga antara Pemkot dengan publik atau eksternal (eksternal).
Seorang humas juga harus bisa menjadi fasilitator dan system early warning dalam menghadapi suatu masalah atau krisis, sehingga dapat membuat pencegahan dan mencari solusi dalam menyelesaikan krisis di dalam perusahaan atau organisasi. 
Hal ini dilakukan Pemkot X sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun adakalanya komunikasi antara Pemkot X dengan publik mengalami hambatan sehingga tujuan dan harapan kedua belah pihak tidak berjalan semestinya. Kebijakan yang dilemparkan Pemkot ke publik pesannya tidak diterima secara jelas atau sebaliknya tuntutan publik kepada Pemkot tidak tersampaikan dengan baik sehingga Pemkot dianggap tidak peka terhadap masyarakatnya. Karena tidak ada media yang mendukung atau yang memfasilitasi kedua belah pihak untuk berkomunikasi.
Masalah komunikasi ini harus diatasi dengan baik sehingga Pemkot dan publik tidak berjalan sendiri-sendiri, humas harus membuat strategi dalam menyelesaikan masalah tersebut. Strategi menjalin hubungan dengan media (media relations) harus dilakukan oleh Humas Pemkot X. Sebagai contoh kebijakan yang berhasil diterima publik adalah pada saat Pemkot melemparkan kebijakan mengenai car free day yang dilaksanakan setiap hari Minggu pagi, kebijakan ini ternyata diterima dan didukung oleh publik. Kebijakan tersebut cepat diterima karena adanya komunikasi antara Pemkot dengan publik, sehingga memunculkan saling pengertian dan hal ini tidak lepas pula dari peran media. Masalah komunikasi lain juga bisa timbul ketika Pemkot mengalami hubungan yang buruk dengan media, ini akan mengakibatkan komunikasi yang akan disampaikan ke publik melalui media sedikit terhambat. Karena Humas tidak bisa lepas dari media, media dapat menjadi solusi untuk mengkomunikasikan pesan sehingga dapat disampaikan dan diterima oleh publik. Humas membutuhkan media untuk mempublikasikan semua informasi kepada publik, begitu pula publik membutuhkan media untuk menerima pesan dan menyampaikan aspirasi mereka. Maka dari itu permasalahan komunikasi ini harus diatasi tidak terkecuali dengan media.

1.2 Perumusan Masalah
Pemkot X yang terus mencoba membenahi diri agar bisa lebih baik, berkomitmen menjadi corong pemerintah dan memberikan servis terbaik bagi publiknya. Komunikasi yang baik antara Pemkot X dengan publik harus berjalan baik sehingga tujuan komunikasi masing-masing dapat tercapai sesuai harapan. Tapi jika komunikasi tidak berjalan dengan baik antara Pemkot X dengan publik, maka akan menimbulkan ketidak saling pengertian.
Timbul pertanyaan penulis :
1. Bagaimana Humas Pemkot X dalam memanfatkan hubungannya dengan media ?
2. Bagaimana strategi media relations Humas Pemkot X terhadap publik ?
Berdasarkan pertanyaan di atas, maka muncul permasalahan yaitu : Bagaimana Strategi Media Relations Humas Pemkot X sebagai Sarana Komunikasi kepada Publik ?

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara rinci strategi media relations yang dilakukan Humas Pemkot X dalam menjalankan hubungan dengan media. Melalui penelitian ini akan dibuktikan bagaimana strategi Humas dalam menjalankan komunikasi dengan publik.

1.4 Manfaat Penelititan
Manfaat yang diharapkan setelah penelitian ini adalah, antara lain :
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah dan mengembangkan ilmu bagi program ilmu komunikasi khususnya dalam dunia Kehumasan.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Humas Pemkot X, guna menjalankan hubungan yang baik dengan media sehingga menciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.

1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini bertujuan untuk mempermudah dalam penyusunan pembuatan skrispi, penulis membuat kerangka sistematika yang terdiri dari beberapa bab yang mempunyai pembahasannya masing-masing dan saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan dikemukakan alasan yang melatarbelakangi pengambilan tema sebagai materi penelitian, serta tujuan dan manfaat, dan juga sistematika penulisan skripsi.
BAB II : KAJIAN TEORITIS
Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai kajian teoritis yang akan melandasi teori yang berkaitan dengan pengertian, tujuan, strategi, fungsi dan tugas seorang Humas.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Berisikan mengenai metode jenis penelitian kualitatif dengan metode wawancara secara mendalam atau deep interview, metode pengumpulan data dengan data primer dan data sekunder, unit analisa data.
BAB IV : ANALISIS PENELITIAN
Pada bab ini berisikan tentang pembahasan masalah yang diangkat dan menguraikan analisis penelitian secara umum dan mendalam yaitu mengenai strategi Humas Pemkot X melalui kegiatan media relations.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini memberikan kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan agar menimbulkan suatu goodwill dan pesan yang disampaikan dapat diterima secara efektif oleh publik.

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK


(KODE : PTK-0090) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK


BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermatabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika. budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntutan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.
Pendidikan Agama Islam, saat ini kurang memperhatikan diri peserta didik disamping itu juga kurangnya jam pelajaran yang diberikan pada siswa. Sehingga peserta didik kurang memahami apa yang telah disampaikan oleh pendidik. Demikian pula dengan pendidik, mereka juga kurang efektif dalam menggunakan metode maupun pendekatan yang diterapkan kepada peserta didik. Hal ini menambah daftar negatif tentang pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Untuk meningkatkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam maka perlu dirancang suatu pendekatan dan metode yang tepat agar Pendidikan Agama Islam dapat berhasil dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, guru memiliki peranan yang sangat penting. Karena guru sebagai Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang lebih maju.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 10, dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Dalam penjelasannya yang dimaksud kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran peserta didik, kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepriadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta lain. Yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam dan yang dimaksud dengan kompetensi soaial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Didasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2006 Pasal 19 ayat 1 dinyatakan bahwa :
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah di atas guru dituntut untuk memiliki komitmen, kemauan keras dan kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan.
Saat ini pendidik masih menggunakan metode yang sama dan kurang bervariasi, hal ini terbukti dengan masih banyaknya guru/pendidik yang masih menggunakan metode ceramah. Metode ceramah adalah mentransfer pengetahuan yang dimiliki oleh guru kepada peserta didik. Peserta didik hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru, peserta didik tidak mencari sendiri pengetahuan mereka. Akibatnya, peserta didik sering lupa karena hanya mendengarkan saja dan tidak mengalami secara langsung.
Idealnya, proses pembelajaran tidak hanya diarahkan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan seluruh pengetahuan yang didapat tersebut untuk memecahkan permasalahan yang ada kaitannya dengan bidang studi yang sedang dipelajari. Kemampuan untuk memecahkan masalah adalah sangat penting bagi siswa untuk masa depannya nanti. Siswa akan terlatih mengembangkan potensi yang sudah dimiliki sebelumnya dan menambah pengalaman bagi individu siswa. Pengalaman tersebut akan sangat bermanfaat bagi siswa untuk mereka pelajari di dalam kelas dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Model pembelajaran konstruktivistik mendorong siswa mampu memecahkan permasalahan dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Paradigma konstruktivistik memandang siswa tidak sebagai kertas kosong melainkan sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebab mempelajari sesuatu. Pada model ini, proses belajar dipandang sebagai pemberian makna oleh siswa pada pengalamannya, sedangkan proses mengajar bukan hanya mengarahkan siswa untuk bisa membangun sendiri pengetahuan melainkan juga turut berpartisipasi dengan siswa untuk membentuk pengetahuan baru pada siswa, membuat makna, mencari kejelasan dan bersikap kritis terhadap hal-hal yang telah dipelajari melalui proyek. Peran guru dalam pembelajaran ini adalah mengarahkan siswa bisa belajar pada belajarnya sendiri.
Model pembelajaran tersebut memberikan peluang terjadinya proses aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memanfaatkan sumber belajar secara beragam. Model ini juga memberikan peluang kepada siswa untuk berkolaborasi dengan teman bahkan dengan guru-guru dan mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Siswa tidak akan begitu saja menerima pengetahuan dari guru kemudian menyimpannya di dalam kepalanya, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah bagaimana siswa dapat memecahkan permasalahan dan mengembangkan produk baru untuk dikaitkan dengan pengetahuan yang didapat dari lingkungan sekitarnya kemudian membangun pengetahuan tersebut menjadi pengetahuan menurut alam pemikiran siswa itu sendiri.
Konstruktivistik juga beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia itu sendiri. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai dengan yang dialami oleh manusia itu sendiri. Bagi konstruktivistik, pengetahuan tidak dapat di transfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuaanya sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa arah pembelajaran konstruktivistik adalah sejauh mana pengajar atau guru dapat menjadikan pembelajaran pada situasi belajar yang menyenangkan. Jadi, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan dan pemahamannya mengenai dunia melalui suatu pengalaman dan memikirkan kejadian tersebut. Diharapkan mereka dapat memadukan antara apa yang telah diketahuainya dengan apa yang baru mereka alami. Pemahaman yang dialami siswa tersebut dimaknai sebagai proses pembentukan konstruksi yang dilakukannya dengan memadukan apa yang telah diketahuainya dengan yang baru mereka alami.
Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstrusi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa mampu membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan dikelas, siswa yang menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Dan inilah yang diterapkan dalam pembelajaran konstruktivistik melalui metode diskusi kelompok.
Pada hasil penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Ervina Royani tahun 2005 pada pelajaran geografi menyatakan bahwa, (1) siswa senang dengan cara guru menerangkan pelajaran mata pelajaran tersebut, dan siswa senang belajar dengan diskusi karena lebih mudah memahami materi pelajaran; (2) nilai siswa mengalami peningkatan pada indikator mengemukakan pendapat, memberi saran, melengkapi jawaban, menyanggah dan mendukung jawaban disertai alasan. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa minat dan kemampuan berfikir kritis analitis meningkat dalam mempelajari geografi dengan diterapkannya metode diskusi.
Dengan adanya hasil penelitian yang sudah membuktikan bahwa dengan pendekatan konstruktivistik melalui metode diskusi kelompok siswa dapat meningkatkan prestasi belajar pada pelajaran geografi, maka peneliti ingin meneliti apakah pendekatan konstruktivistik dengan metode diskusi kelompok pada ranah kognitif siswa dapat diterapkan pada pelajaran Pendidikan Agama Islam yang konon Pendidikan Agama Islam adalah landasan bagi generasi muda dalam menghadapi suatu hal. Peneliti juga menggunakan diskusi kelompok karena dapat membantu siswa dalam mengumpulkan informasi-informasi yang akan di konstruk dalam pikiran setiap individu, karena setiap individu memiliki pengetahuan awal yang berbeda-beda.
Dari pernyataan dan fakta-fakta tersebut, maka peneliti mengangkat sebuah penelitian yang berjudul : Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam Dengan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Metode Diskusi Kelompok Pada Siswa Kelas VI SDN X Kec. X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa rumusan penelitian tersebut adalah :
1. Bagaimanakah merencanakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bermutu dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui metode diskusi kelompok pada siswa kelas VI SDN X Kec. X ?
2. Bagaimanakah proses melaksanakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bermutu dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui metode diskusi kelompok pada siswa kelas VI SDN X Kec. X ?
3. Bagaimanakah proses mengevaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bermutu dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui metode diskusi kelompok pada siswa kelas VI SDN X Kec. X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan perencanaan Pendidikan Agama Islam yang bermutu dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui metode diskusi kelompok pada siswa kelas VI SDN X Kec. X
2. Mendeskripsikan proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam yang bermutu dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui metode diskusi kelompok pada siswa kelas VI SDN X Kec. X
3. Mendeskripsikan proses mengevaluasi Pendidikan Agama Islam yang bermutu dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui metode diskusi kelompok pada siswa kelas VI SDN X Kec. X

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah peneliti dapat mengetahui penerapan strategi tersebut dilaksanakan secara maksimal dan efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Adapun manfaat penelitian ini dapat memberikan kegunaan bagi :
1) Bagi guru
Dengan dilaksanakannya penelitian ini maka guru sebagai peneliti sedikit demi sedikit mengetahui strategi, media ataupun metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi dasar pembelajaran. Selain itu, guru menyadari bahwa dalam penciptaan kondisi pembelajaran selain penguasaan metode, strategi dan media juga diperlukan kreatifitas yang tinggi sehingga apa yang diterapkan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa yang sedang belajar.
2) Bagi siswa
Dengan dilaksanakannya penelitian ini akan sangat membantu siswa yang bermasalah atau mengalami kesulitan belajar. Dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik dan metode diskusi kelompok ini, akan memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, mengembangkan daya nalar serta mampu untuk berfikir yang lebih kreatif. Sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran.
3) Bagi sekolah
Dengan adanya penelitian ini sekolah dapat mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik mereka, dan akan terus memberikan sarana dan prasarana yang memadai bagi peserta didik. Dengan demikian, peserta didik dapat mengembangkan kemampuan mareka secara optimal.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap topik pembahasan, maka penelitian ini dibatasi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan pendekatan konstruktivistik yang menggunakan metode diskusi kelompok untuk menghasilkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bermutu.

F. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan penelitian ini, maka peneliti membagi penelitian ini dalam 6 bab :
Bab I : Merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang hal-hal yang menjadi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika pembahasan.
Bab II : merupakan pembahasan tentang tinjauan konsep konstruktivistik, metode diskusi dan Pendidikan Agama Islam.
Bab III : merupakan penjelasan tentang metode penelitian yang mencakup tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber penelitian, prosedur pengumpulan data, teknis analisis data, pengecekan keabsahan data, serta tahapan-tahapan penelitian.
Bab IV : merupakan penjelasan tentang laporan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di SDN X Kec. X serta paparan hasil penelitian dari siklus yang telah dilaksanakan mulai dari pre tes, siklus I, siklus II, serta siklus III. Bab V : merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada siswa kelas VI SDN X dengan pendekatan konstruktivistik.
Bab VI : merupakan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.

SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINK-PAIR-SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA

SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINK-PAIR-SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA


(KODE : PTK-0089) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINK-PAIR-SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA 


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Transformasi dunia karena revolusi teknologi telekomunikasi dan komputer menjadi agenda utama perubahan dunia saat ini. Dunia tidak lagi dapat dipandang sebagai benua-benua yang terpisah atau kumpulan negara yang terpisah, melainkan dunia menjadi saraf global telekomunikasi dan komputer. Kepesatan perkembangan teknologi telekomunikasi dan komputer telah mengantarkan masyarakat memasuki era global.
Globalisasi ditandai oleh kompleksitas keragaman kehidupan masyarakat. Aktivitas hidup lebih banyak bermula dan berlangsung pada interaksi-interaksi antar individu yang diprakarsai individu itu sendiri. Setiap individu diera global dituntut mengembangkan kapasitasnya secara optimal, kreatif dan mengadaptasikan diri kedalam situasi global yang amat bervariasi dan cepat berubah. Setiap individu dituntut melakukan daya nalar kreatif dan kepribadian yang tidak simple, melainkan kompleks. Untuk itu ketrampilan yang harus dimiliki individu adalah keterampilan intelektual,sosial, dan personal.
Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat diera global harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya keterampilan intelektual, sosial dan personal. Keterampilan-keterampilan tersebut dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreativitas, moral, intuisi (emosi) dan spiritual.
Sekolah sebagai institusi pendidikan dan miniatur masyarakat perlu mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan era global. Karena Proses pembelajaran yang baik akan dapat menciptakan prestasi yang berkualitas. Oleh karena itu guru sebagai salah satu komponen penting keberhasilan pembelajaran, harus mampu menempatkan dirinya sebagai sosok yang mampu membangkitkan hasrat siswa untuk terus belajar.
SDN X Kab. X sebagai adalah salah satu lembaga pendidikan yang sangat menjunjung keberhasilan pembelajaran, sehingga siswa yang dihasilkan mampu berperan dalam persaingan global. Usaha kearah tersebut sudah banyak dilakukan oleh pihak sekolah terkait, seperti pemenuhan sarana prasarana, media pembelajaran, guru yang profesional serta komponen lain yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan yang dijalankan, dengan harapan akan mampu menciptakan manajemen pembelajaran dengan baik, yang pada ujungnya akan menjadikan sekolah yang berkualitas.
Namun ternyata saat ini masih banyak permasalahan-permasalahan yang mucul di sekolah ini, diantaranya adalah :
1. Selama ini, metode yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama islam adalah ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Metode ceramah masih menjadi pilihan dalam penyampaian materi, sehingga siswa cenderung bosan, dan kurang bersemangat untuk belajar. Hal ini akan membuat kualitas pembelajaran menjadi rendah, dan memungkinkan hasil belajar siswa akan menurun. Metode tanya jawab kurang efektif karena hanya siswa yang pintar dan aktif yang mau menjawab pertanyaan yang diberikan, sehingga terjadi kesenjangan antara siswa yang pintar dan siswa yang kurang pintar. Sedangkan dalam metode diskusi tidak semua topik dapat disajikan dengan metode diskusi. Hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan. Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu, sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi. Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat, sehingga waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat. Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan telah terbiasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara, dan memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu dari pada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh, atau lebih bodoh.
2. SDN X, belum pernah menerapkan metode kooperatif Think-Pair-Share; dimana penerapan metode kooperatif Think-Pair-Share ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas melalui diskusi. Baik dengan pasangannya maupun dengan seluruh kelas. Siswa akan terbiasa menemukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan, memahami konsep serta terlatih untuk bisa belajar secara mandiri, secara berpasangan, maupun berbagi dengan teman sekelas.
Dari permasalahan yang dijelaskan di atas, maka dibutuhkan tindakan yang mampu menjadi jalan keluarnya. Salah satu solusinya adalah penggunaan metode yang tepat, yaitu metode yang mampu membuat seluruh siswa terlibat dalam suasana pembelajaran. Metode mengajar merupakan salah satu cara yang dipergunakan guru dalam membelajarkan siswa. Oleh karena itu, peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh seorang guru guna menjawab dari permasalahan-permasalan pembelajaran tersebut serta untuk lebih mengaktifkan pembelajaran di kelas adalah dengan menerapkan pembelajaran Kooperatif dengan metode Think-Pair-Share. Pembelaj aran kooperatif dengan metode Think-Pair-Share terdiri dari tiga tahap kegiatan siswa yang menekankan pada apa yang dikerjakan siswa pada setiap tahapannya. Tahap yang pertama adalah berfikir (Think). Pada tahap ini guru mengajukan pertanyaan yang terkait dengan pelajaran dan siswa berfikir sendiri mengenai jawaban tersebut. Waktu berfikir ditentukan oleh guru. Pada tahap selanjutnya siswa berpasangan (pair) dengan temannya dan mendiskusikan mengenai jawaban masing-masing. Sedangkan pada tahap terakhir, siswa berbagi (share) yaitu guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan untuk mengungkapkan mengenai apa yang telah mereka diskusikan. Dengan berdiskusi dan berfikir sendiri dengan teman, diharapkan siswa lebih bisa memahami konsep, menambah pengetahuannya serta dapat menemukan kemungkinan solusi dari permasalahan.
Pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dan MI adalah : "Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman".
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah :
1. Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;
2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, raj in beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Upaya untuk mewujudkan sosok manusia seperti yang tertuang dalam definisi dan tujuan pendidikan diatas tidaklah terwujud secara tiba-tiba. Upaya itu harus melalui proses pendidikan dan kehidupan, khususnya pendidikan agama dan kehidupan beragama. Proses itu berlangsung seumur hidup, di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan agama Islam saat ini, adalah bagaimana cara penyampaian materi pelajaran agama tersebut kepada peserta didik sehingga memperoleh hasil semaksimal mungkin.
Berpijak pada uraian latar belakang di atas, maka perlu kiranya diadakan suatu tindakan melalui penelitian pendidikan. Dalam hal ini, penulis mengangkat satu topik yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi saat ini, yaitu : "PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINK-PAIR-SHARE DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS IV SDN X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, diperoleh rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif denga metode TPS (Think-P air-Share) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IV SDN X ?
2. Seberapa efektifkah pembelajaran kooperatif model TPS (Think-Pair-Share) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IV SDN X ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode TPS (Think-Pair-Share) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IV SDN X.
2. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran kooperatif dengan metode TPS (Think-Pair-Share) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Agama Islam kelas IV SDN X.
Manfaat Penelitian :
1. Bagi Lembaga
Penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode think-pair-share dapat bermanfaat menjadikan pijakan dasar untuk lembaga atau sekolah dalam kaitannya menentukan kurikulum pengajaran Pendidikan Agama Islam yang lebih baik untuk masa depan
2. Bagi Guru
Sebagai bahan evaluasi, usaha untuk memperbaiki kualitas diri sebagai Guru yang profesional dalam upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang dilakukan, khususnya dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran.
3. Bagi Siswa
Memudahkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4. Bagi Peneliti
Menambah khazanah pengetahuan dan dapat mengembangkan wawasan peneliti.

D. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Untuk mengantisipasi lebarnya permasalahan yang akan dibahas, penulis membuat batasan-batasan permasalahan yang akan dipaparkan, yaitu meliputi penggunaan Pembelajaran Kooperatif dengan metode Think-Pair-Share, prosedur penerapan, serta faktor-faktor pendukung dan penghambat penggunaan Pembelajaran Kooperatif dengan metode Think-Pair-Share untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang Mengenal Malaikat dan tugasnya kelas IV SDN X.

E. Definisi Istilah
1. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi saling asah, saling asih, saling asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata.
2. Think-Pair-Share merupakan suatu bentuk metode pembelajaran kooperatif yang memberi siswa waktu untuk berfikir, merespon, serta saling membantu satu sama lain.
3. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan. Dimana hasil yang dimaksud adalah hasil yang memiliki ukuran atau nilai.
4. Belajar adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan untuk mendapat pengetahuan baru yang mampu merubah sikap dan tingkah laku baik berupa jasmani (tampak) atau rohani.
5. Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.