Search This Blog

SKRIPSI PTK PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA UNTUK MEMAHAMI WACANA BAHASA INGGRIS MELALUI PENGGUNAAN MEDIA PERMAINAN SCRABBLE

SKRIPSI PTK PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA UNTUK MEMAHAMI WACANA BAHASA INGGRIS MELALUI PENGGUNAAN MEDIA PERMAINAN SCRABBLE

(KODE PTK-0045) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA UNTUK MEMAHAMI WACANA BAHASA INGGRIS MELALUI PENGGUNAAN MEDIA PERMAINAN SCRABBLE (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi sekarang ini, persaingan untuk mendapatkan kesempatan kerja semakin ketat. Hal ini disebabkan oleh persaingan yang dihadapi oleh para pencari kerja tidak hanya orang-orang senegara saja, akan tetapi mereka juga harus bersaing dengan pencari kerja dari negara atau bangsa lain. Di era global dan pasar bebas di mana antara satu dengan yang lain tanpa batas persaingannya. Untuk itu para tamatan sekolah harus mempunyai daya saing yang tinggi untuk memenangkan persaingan tersebut.
Bahasa memiliki peranan sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan kunci penentu keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Bahasa besar sekali peranannya bagi proses berpikir seseorang. Dalam hal ini bahasa merupakan alat berpikir yang utama. Segala macam pengertian, ide, konsep, pikiran, dan angan-angan kita lahirkan dengan bahasa. Dalam kehidupan berbahasa seseorang. Bahasa juga berfungsi sebagai alat komunikasi. Dalam komunikasi kita tak bisa lepas dari pikiran. Dapat juga dikatakan bahwa bahasa merupakan penyampai sekaligus pembentuk pikiran. Bahasa tidak hanya digunakan untuk mengungkapkan isi hati dan pandangan manusia, melainkan juga menggambarkan cara bagaimana orang itr menafsirkan berbagai kenyataan dan menyusunnya kembali serta mengkomunikasikan kepada orang lain. Kian baik seseorang menguasai bahasanya dan kian banyak bahasa yang dikuasainya dengan baik, maka orang tersebut mempunyai kemampuan berfikir yang tinggi.
Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa yang digunakan secara luas dalam setiap aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, bisnis dan hiburan.
Ketika kita berkomunikasi tentu ada pihak lain yang terlibat. Dengan perkataan lain, kita sebagai komunikator dan pihak lain sebagai komunikan. Hubungan antara komunikator dan komunikan bisa bersifat mesra atau sebaliknya. Kemesraan komunikasi di antaranya bisa ditentukan oleh kebagusan dan ketepatan pilihan kata atau bahasa yang digunakan. Pilihan kata atau bahasa tentu menyangkut kemampuan pemakaiannya.
Dalam era globalisasi ini bahasa mempunyai peran yang sangat penting, terlebih fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa Inggris yang sekarang ini sebagai bahasa internasional, sangat penting sekali untuk dikuasai. Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa yang digunakan secara luas dalam setiap aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan, pendidikan, bisnis, dan hiburan.
Menyadari kenyataan pentingnya bahasa Inggris dimasa depan, maka pembelajaran bahasa Inggris sedini mungkin harus diterapkan di sekolah-sekolah yang merupan salah satu upaya peningkatan kompetensi individu dalam pembelajaran bahasa Inggris. Mengingat ke depan persaingan yang dihadapi dengan bangsa lain maka tamatan suatu sekolah selain harus mempunyai kompetensi produktif juga harus mempunyai kompetensi bahasa Inggris, karena bahasa Inggris merupakan bahasa pengantar yang dipakai secara internasional.
Kenyataan yang ada di dunia kerja, yaitu dunia usaha dan dunia industri, bahwa penggunaan bahasa Inggris bagi tenaga kerja bukan hanya untuk memahami petunjuk, membaca manual ataupun memahami instruksi penggunaan peralatan lainnya, namun lebih pada penggunaan untuk berkomunikasi lisan, dan untuk bisa berkomunikasi secara baik harus menguasai kosakata yang memadai pula.
Sedangkan pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris yang selama ini di laksanakan masih belum bisa merangsang siswa supaya aktif di dalam pembelajaran bahasa Inggris. Pembelajaran lebih banyak melatih siswa untuk melakukan latihan-latihan tertulis dan menghafalkan kata atau tata bahasa Inggris, bahkan ada siswa yang takut ketika ada pelajaran bahasa Inggris karena merasa tidak bisa, ada juga yang menjadi malas karena hanya di suruh membaca dan menterjemahkan, jadi siswa menjadi kurang aktif di dalam pembelajaran. Oleh karena itu seorang pengajar harus bisa memilih metode pembelajaran yang tepat supaya siswa bisa berperan aktif dalam pembelajaran. Untuk mendapatkan hal tersebut, maka perlu strategi pembelajaran bahasa Inggris yang mendorong siswa aktif dalam pembelajaran bahasa Inggris yaitu salah satunya dengan media pembelajaran bahasa Inggris.
Media pembelajaran bahasa Inggris yang akan lebih lanjut di bicarakan di sini adalalah media permainan yang berupa scrabble, yang di harapkan dengan media tersebut dalam pembelajaran bahasa Inggris siswa akan lebih tertarik tanpa di bebani rasa takut, dan menjadi lebih aktif dalam pembelajaran bahasa Inggris terutama pada taraf penguasaan kosakata.

B. Identifikasi Masalah
Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan terciptanya kondisi siswa kurang aktif saat kegiatan pembelajaran, khususnya bahasa Inggris. Beberapa faktor yang di maksud antara lain: a. Rendahnya minat dan motivasi siswa, b. Metode pembelajaran yang di gunakan kurang menarik, c. Kurang tersedianya alat bantu atau media pembelajaran, d. Paradigma sikap dan perilaku guru terhadap kegiatan pembelajaran yang tidak benar.
Selama ini guru belum bisa menggunakan media secara optimal dalam pembelajaran kosakata bahasa Inggris, sehingga murid kurang begitu antusias dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru dan menyebabkan penguasaan kosakata siswa kurang. Hal ini disebabkan karena guru kurang bervariasi dalam menggunakan materi untuk kegiatan belajar. Di samping itu, guru tidak menggunakan media yang optimal sehingga hasil yang dicapai juga kurang memenuhi target yang diharapkan.
Pembelajaran kosakata bahasa Inggris dapat juga diberikan atau disampaikan dengan menggunakan media yang sesuai dengan sasaran. Adapun media yang digunakan, media permainan bahasa berupa scrabble. Berkaitan dengan hal tersebut, penggunaan media scrabble dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan penguasaan kosa kata pada siswa.

C. Rumusan Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah seberapa jauh keefektifan media scrabble dalam meningkatkan pengajaran penguasaan kosakata bahasa Inggris siswa.

D. Batasan Masalah
Penggunaan alat atau media dalam berbagai bentuk pada umumnya bermanfaat dalam pembelajaran bahasa secara umum dan dalam pembelajaran bahasa Inggris pada khususnya. Alat atau media yang canggih dan mahal tidak selalu atau belum tentu lebih efektif, yang lebih adalah bagaimana alat itu dapat memikat dan menarik perhatian para pelajar dan mempertinggi motivasi mereka untuk belajar bahasa Inggris.
Dari berbagai permainan bahasa yang ada, media scrabble merupakan media yang tepat untuk digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan kosakata pada siswa.
Permainan bahasa adalah jenis permainan yang menimbulkan kegembiraan, dan ada ketrampilan bahasa yang terlatih (Soeparno, 1980 : 60). Permainan pada hakikatnya merupakan suatu aktifitas untuk memperoleh suatu ketrampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan. Sudah barang tentu jenis dan sifat permainan berbeda-beda sesuai dengan umur, jenis kelamin, bakat, dan minatnya. Dengan jalan permainan itu kita akan memperoleh sesuatu kegembiraan atau kepuasan.
Untuk melatih ketrampilan dalam bidang kebahasaan dalam hal ini adalah kosakata dapat kita lakukan dengan menggunakan berbagai permainan bahasa. Permainan bahasa ini sebenarnya sudah biasa kita pakai dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi pada umumnya hanya dianggap sebagai kegiatan iseng untuk mengisi waktu saja.
Permainan bahasa dapat juga di gunakan sebagai usaha peningkatan kosakata siswa. Dengan menggunakan media permainan scrabble ini diharapkan siswa lebih tergugah dalam menerima pembelajaran dari guru. Disamping itu, media ini dapat juaga digunakan sebagai variasai agar siswa merasa senang dan antusias dalam menerima pembelajaran kosakata. Selain itu, tujuan dari permainan ini adalah untuk membina penguasaan kosakata siswa.
Penggunaan media sangat diperlukan oleh guru maupun siswa. Dengan menggunaan media ini diharapkan materi yang akan diberikan dapat dicerna oleh siswa dengan mudah. Selain itu, media sangat praktis untuk di gunakan oleh guru, sebab guru tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Dengan adanya media diharapkan kegiatan belajar-mengajar lebih baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

E. Penegasan Istilah
1. Peningkatan adalah proses, perbuatan, cara meningkatkan (KBBI 1997 : 1060).
2. Penguasaan adalah proses, cara, perbuatan menguasai atau mengusahakan. (KBBI 1997 : 533).
3. Kosakata adalah perpendaharaan kata (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 1995 : 527)
4. Memahami adalah mengerti benar, menguasai benar (KBBI 1997 : 714).
5. Wacana adalah bahasa yang terlengkap tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata dengan cara penyampaian secara lisan atau tertulis. (Tarigan 1987 : 27).
6. Bahasa Inggris adalah mata pelajaran tentang bahasa asing.
7. Penggunaan adalah proses, perbuatan, cara mempergunakan sesuatu, pemakaian. (KBBI 1997 : 328).
8. Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. (Gagne dalam Sadiman et al 1993 : 6).
9. Permainan adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain, barang atau sesuatu yang dipermainkan. (KBBI 1995 : 614-615).
10. Scrabble adalah permainan kata yang dapat dimainkan oleh 2, 3, atau 4 orang peserta, dalam waktu tertentu. (download:http//www.gamehouse.com)

F. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa penyajian scrabble sebagai model pembelajaran dapat meningkatkan penguasaan kosakata siswa.

G. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis berharap hasil tulisan ini bermanfaat antara lain secara:
1. Teoritis
Dapat memberikan masukan yang bermakna bagi pengembangan pembelajaran bahasa Inggris pada umumnya dan pembelajaran kosakata bahasa Inggris pada khususnya.
2. Praktis
Dari segi perencanaan pelajaran, dalam penyusunannya tidak dituntut penuangan seluruh buku paket, pemahaman kosakata bahasa, namun sangat ditentukan oleh daya penerimaan siswa terhadap kosakata. Dengan demikian waktu penyusunan pelajaran untuk siswa lebih dinamis disebabkan para siswa lebih dituntut aktif melakukan penjajakan kosakata dalam menyelesaikan suatu proses belajar dengan model permainan tersebut.
SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS SPEAKING SKILL USING VIDEO

SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS SPEAKING SKILL USING VIDEO

(KODE PTK-0044) : SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS SPEAKING SKILL USING VIDEO (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS)




CHAPTER I
INTRODUCTION


A. Background of the Study
From the 1999 syllabus of vocational school, it can be seen that the school started to teach their students not only English for specific purpose but also general English. The syllabus is designed to fulfill the needs of the students. Graduating from vocational school, most of the students wish to implement the skill they have learned. They have to meet certain requirements in order to get work. One of the requirements is having sufficient skill in foreign language especially English.
Learning English means learning language components and language skills. Grammar, vocabulary, pronunciation, and spelling are examples of language components. Meanwhile, language skill covers listening, writing, reading, and speaking. Among the four skills, speaking is often considered as the most difficult skill to be learned by the students. Brown and Yule (1983) state that learning to talk in the foreign language is often considered being one of the most difficult aspects of language learning for the teacher to help the students with. Helping the students develop the speaking skill not merely so that they can pass examination but also for more general use when they want to use the English in the outside world. They may need for further study, work or leisure, so that they will not be among the many people who unable to express his idea in English after having studied it for some years.
The teachers, therefore, are challenged to develop various teaching techniques. The variety of teaching techniques will help learners to get higher motivation to learn English. William and Burden (1997:111) say that motivation is the most powerful influences on learning.
In this research, teaching speaking using video is introduced. Video as an audio visual aids is beneficial for the teacher and students in English Language Teaching. Video can be used as an aid to teach the four skills namely reading, listening, speaking and writing. Rice (1993) says that video has so much to offer.
Furthermore, Heimei (1997) states that students love video because video presentation is interesting, challenging, and stimulating to watch. It also brings how people behave in culture whose language they are learning into the classroom. It enables students to have authentic experience in controlled environment. It is also contextualizing language naturally by showing real life into the classroom.
Based on the phenomenon above, it is necessary to conduct a classroom action research. This research is originated with Kurt Lewin, an American psychologist, who introduced it in educational research in the mid 1940s. Although the research is classified as either quantitative or qualitative research, the method applied in this research is qualitative methods. It allows us to describe what is happening and to understand the effects of some educational intervention.
The principal foundations conducting this research are to solve the identified problem and to understand the effects of some interventions. These two principals are aimed to make improvement and to see change. Mills (2006:6) says that the goals of conducting action research are to gain insight, to develop reflective practice, to effect positive changes in the school environment (and on educational practices in general), and to improve student outcomes and the lives of those involved. That’s why a collaboration classroom action research with a vocational school teacher to improve speaking skill of the second grade students of SMK X is conducted in this research.

B. Identification of the Problem
There are some problems that can be identified dealing with the students speaking skill. They are as follows:
1. How do the students practice the speaking skill?
2. How far do the students develop their speaking skill?
3. Do the techniques in teaching speaking used by the teacher improve students’ speaking skill?
4. Have the teacher tried new technique in teaching speaking in order to improve students speaking skill?
5. Will the students get improvement in speaking if the teacher uses video?

C. Limitation of the Problem
To limit the research, it is necessary to focus the problem discussed in the research. The problems are limited into:
1. The speaking improved in the research covers information routines especially giving justification
2. The videos used are only commercial breaks and a short documentary film
3. Improvement seen from the students’ motivation in speaking activity

D. Formulation of the Problem
The problem of this research can thus be formulated in the two questions bellow:
1. What factors causing the low speaking proficiency of the students?
2. Does and to what extent video improve students’ speaking proficiency?
3. Does and to what extent video increase students’ motivation in speaking class?

E. The Objectives of the Research
The objectives of this research will be the answers to the questions stated in the formulation of the problem. The objectives of this research, therefore, can be stated as follow:
1. To find out factors causing low ability in the speaking class
2. To identify the effectiveness of videos in the speaking class in improving the students’ speaking proficiency
3. To describe the effectiveness of videos in increasing students’ motivation in the speaking class

F. The Benefits of the Research
The result of the research hopefully will be very beneficial for:
1. The students at SMK X
Through video, they are expected to have good development in speaking skill. By having video, they will feel happy to learn English since they are put in an enjoyable situation.
2. The teachers of SMK X
It is expected that the research can give inspiration to the teachers of SMK X to have had efforts in developing various teaching techniques. It also expected that the teacher will conduct the same research with her colleagues to get some improvements in the teaching learning process since being a self-reflective teacher is important for teacher professionalism development.
3. The principal
It is expected that the principal promotes this research to the teachers and facilitate them to do the research. As a place to gain knowledge and education, school having good facilities that support TL process is not enough. There should be effort to teacher professional development. School regulator should provide the effort for the sake of students, teacher, and school committee itself.
4. The other researchers
This study is one of the ways in improving students’ speaking skill. It is expected that the findings will be used as starting points to conduct another research. There are many others techniques to make TL process more effective.
SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS SPEAKING ABILITY THROUGH PROJECT WORK

SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS SPEAKING ABILITY THROUGH PROJECT WORK

(KODE PTK-0043) : SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS SPEAKING ABILITY THROUGH PROJECT WORK (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS)




CHAPTER I
INTRODUCTION


A. Background of the Study
In this globalization era, English plays a prominent role in the world, where most people use English as a means of communication. Meanwhile, in Indonesia, English is considered as a foreign language (EFL). It has been introduced to educational institutions which is learnt from Junior High School up to university level as a compulsory subject to learn.
As a developing country, Indonesia has been preoccupied with national development and survivals in a strongly competitive world of science and technology. Therefore, Indonesian government admits the important role of English to accelerate the process of state and nation development. English serves as an international language, consequently many communities in many countries in this world use it in every aspect of human life, such as communication, economics, education, science and technology.
In accordance with the importance of English for communication, the Indonesian government has endeavored to improve the system of education and human resources development in realizing the objectives of national education. One of the efforts is done by implementing the Competency-Based Curriculum in the Vocational High School.
SMKN X is a vocational high school which has applied "SBI" (International Standard School) since the academic year of 2004/2005. UU No.20/2003 about Sisdiknas Section 50 verse (3) stated that "pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf international.
In SBI, the teaching material is written in English and the teachers give the material in English too. SBI at vocation high school has a mission to create capable workers either in our country or abroad. The class is equipped with a set of computer for each student, LCD, and network system which is connected to the internet. It has a learning model called e-learning and it is expected to be capable of encouraging students to study by themselves. The SBI system uses English and IT in the teaching-learning activities.
English curriculum for SMK is based on notional and functional syllabus. The instructional materials are chosen from the language use in work setting such as telephoning, making and handling reservation, making report and handling complaint. This is in line with the general objective of the teaching and learning English in SMK namely preparing the students to be ready to enter the job market. (Kurikulum KTSP, 2006:5). There is a requirement for SMK students to acquire communicative competence in English. There are four skills of the English communicative competence and one of the skills is speaking. The students can express the meaning well with the appropriate form, such as, in grammar, pronunciation and vocabulary.
One of the weaknesses which they have in learning English, according to the writer's observation, is speaking ability. Their English speaking ability is still low. The indicators of the problems are as follows: First, the students feel shy to express their ideas in English. Second, the students seem to be in doubt and nervous to speak English; Third, the students do not know how to apply different transactional and interactional expressions in different situations. Fourth, the students are afraid of making mistakes in grammar, pronunciation, and intonation; Fifth, the students are afraid to be laughed at by others and they have no courage to express their own English ability; And finally, they never use English in their daily communication either inside, or, moreover, outside the class because of their limited vocabulary.
The causes of speaking problem can be seen from many factors. They may come from the teachers, the students, and the syllabus. Based on the interview that the writer did to some students and teachers informally the causes are as follows.
Firstly, the teachers tended to teach monotonously. The teachers did not apply various teaching techniques. The teachers usually focus their teaching on the written test which was held in the mid or at the end of the semester, even in the final exam. The teacher felt guilty if the students could not do the test well. There was no special time allocated to evaluate the students' speaking skills at the end of the semester or in the final exam. The teachers seldom used English in teaching English lesson. This causes the teacher tended to ignore teaching speaking communicatively.
Secondly, the application of notional and functional syllabus in SMK English curriculum limits the scope of the English material. The choice of material which is focused on transactional language limits the coverage of the vocabulary and the types of sentence forms. This limitation contributes to the students' difficulty in speaking.
It can be inferred from the SMK curriculum that the teacher is one of the external crucial factors that may develop students' ability, especially in English communication. Of course, he/she is the person who is actually responsible for educating them through the teaching learning process. It means that in transferring knowledge the teacher has also an important role to convey the messages. In diagnosing the learning situation, teachers are required to design the teaching techniques that will make the students easy to follow and understand the lessons given.
Besides, in teaching English, the teacher has to be able to make the students participate in discussing the materials actively, so that they will be able not only to understand what they are learning in the class but also to express their ideas in English orally. The most important thing to carry out in English teaching is that the teacher has to be able to use an appropriate approach, design, and procedures.
There are several approaches which are frequently used by the teacher to teach speaking. According to the researcher, the approach which is appropriate to the characteristics and condition of the students of SMKN X for developing their speaking ability is Project Work. Project Work is a learning experience which aims to provide students with the opportunity to synthesize knowledge from various areas of learning, and critically and creatively apply it to real life situations. This process which enhances students' knowledge and enables them to acquire skills like collaboration, communication and independent learning, prepares them for lifelong learning and the challenges ahead, (http://www.moe.gov.sg/education/programmes/project-work/)
There are many reasons why the writer takes project work to improve the students' speaking ability. First, project work focuses on content learning rather than on specific language targets. Real-world subject matter and topics of interest to students can become central to students. Second, project work is student-centered, though the teacher plays a major role in offering support and guidance throughout the process. Third, project work is cooperative rather than competitive. Students can work on their own, in small groups, or as a class to complete a project, sharing resources, ideas, and expertise along the way. Fourth, project work culminates in an end product (e.g., oral presentation, a poster session, a bulleting board display, a report, or a stage performance) that can be shared with others, giving the project a real purpose. The value of the project, however, lies not only just in the final product but also in the process of working towards the end point. Thus, project work has both a process and product orientation and provides students with opportunities to focus on fluency and accuracy at different project work stages. Finally, project work is potentially motivating, stimulating, empowering, and challenging. It usually results in building students' confidence, self-esteem, and autonomy as well as improving students' language skills, content learning, and cognitive abilities.
The target of this research is the improvement of the students' speaking competence, which is indicated by their speaking score that reaches at least 6.5.
Related to the phenomenon above, in this research the writer would like to conduct a research entitled "Improving Students' Speaking Ability Through Project Work". (An Action Research at the Tenth Grade of Technology Information Students of SMKN X in the academic year of XXXX/XXXX).

B. Problem Formulation
Based on the background of the study, the writer wants to find out whether the use of Project-based Learning in teaching speaking skill can improve the students' English speaking ability. The problem can be formulated as follows:
1. Does the use of project work improve the students' speaking ability?
2. How is the teaching-learning process when project work is applied in the speaking class?
3. What are the strengths and weaknesses in using project work in the classroom practice?

C. The Objectives of the Study
The success of the teaching-learning process in the language classroom depends on the process of interaction between the teacher and the students and among the students. The degree of the interaction in the classroom is influenced by certain factors such as the materials to be taught, the methods of teaching used and the atmosphere of the class that motivates the students to learn. Therefore, the objectives of the study are:
1. To find out whether the use of project work in teaching English improve the students' speaking ability or not.
2. To find out how the teaching-learning process is when project work is applied in the speaking class.
3. To find out the strengths and weaknesses in using project work in the classroom practice.

D. The Benefits of the Study
The result of the study is expected to be able to give benefits to the students, the teachers, the schools and the other researchers.
1. For students
a. The students' English speaking ability increases.
b. The students will not feel bored to join the learning activity.
c. The students are motivated to speak.
d. The students' vocabulary will increase automatically.
2. For teachers
a. The teachers will find a new approach which is appropriate for teaching speaking.
b. The teachers will develop their creativity to improve their teaching-learning process.
c. The teachers will be able to conduct teaching-learning activities appropriately.
3. For school
a. Project work increases students' achievement.
b. Project work develops learning strategies which stimulate students' creativities.
4. For other researchers
a. Project work probably will be used as a reference for those who want to conduct a research in English teaching process, especially in improving the students' speaking ability.
b. Project work can be used as an input in English teaching process.
TESIS TINJAUAN TUNDAAN AKIBAT KENDARAAN YANG MELAKUKAN U-TURN

TESIS TINJAUAN TUNDAAN AKIBAT KENDARAAN YANG MELAKUKAN U-TURN

(KODE : PASCSARJ-0096) : TESIS TINJAUAN TUNDAAN AKIBAT KENDARAAN YANG MELAKUKAN U-TURN (PRODI : REKAYASA TRANSPORTASI)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Untuk menunjang keseimbangan pembangunan, masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam kemajuan dan perkembangan suatu negara. Oleh karena itu hal-hal yang mendasar untuk mempercepat dan melancarkan hubungan dari suatu kebutuhan diperlukan alat penunjang seperti bidang Transportasi sebagai sarana dan prasarana yang dapat membantu kegiatan sehari-hari yang antara lain berupa kegiatan perdagangan, pekerjaan, pendidikan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Permasalah yang ada dalam bidang Transportasi ini adalah berupa sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan) yang benar-benar harus dipikirkan dengan harapan dapat digunakan sebagai fungsinya sesuai dengan kebutuhannya.
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan perekonomian di negara-negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, pengembangan dalam bidang sarana Transportasi merupakan salah satu program utama Pemerintah. Pertumbuhan perekonomian yang disertai peningkatan jumlah penduduk, peningkatan jumlah kendaraan, peningkatan lalu lintas angkutan barang dan jasa, dan lain sebagainya, perlu diimbangi dengan penambahan jaringan jalan serta penataan kembali lalu lintas pada jaringan jalan yang terdapat di kawasan tersebut. Lalu lintas dalam perkotaan memiliki pergerakan yang berbeda-beda, baik dalam gangguan atau kecepatannya yang berhubungan dengan arus dari kendaraan. Adanya pergerakan kendaraan di jalan yang menghubungkan dari satu ibukota propinsi ke ibukota kabupaten sampai ke jalan utama di dalam kota biasa disebut jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Dalam pergerakan kendaraan dan karena adanya kebutuhan para pengguna jalan unutk mencapai tujuannya, setiap jalan diperlukan lajur, jalur dan arah, sehingga kendaraan yang bergerak selalu searah dan berlawanan arah. Terutama di jalan dalam perkotaan selalu memiliki pembatas yang membagi untuk setiap arah yang dituju, pembatas itu yang umumnya biasa disebut median jalan. Bentuk dari median jalan ada yang berupa garis lurus tanpa putus-putus atau putus-putus disebut marka jalan, berupa campuran batuan atau agregat yang memiliki bentuk lebih tinggi dari permukaan jalan, sehingga median ini tidak bisa dilewati oleh kendaraan manapun, akan tetapi bila median di atas permukaan dilewati kendaraan akan menimbulkan kecelakaan.
Dalam pengembangan komponen jalan, pemasangan median jalan tersebut dapat diterapkan di jalan bebas hambatan, jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Untuk jalan bebas hambatan dan jalan arteri serta jalan kolektor dapat digunakan median jalan yang lebih tinggi dari permukaan jalan, sedangkan untuk jalan lokal biasanya hanya menggunakan marka jalan berupa garis tidak putus-putus atau putus-putus.
Penggunaan pembatas jalan yang berupa median di atas permukaan, mempunyai beberapa fimgsi antara lain dengan cara membuka median sehingga dapat digunakan sebagai tempat berputar arah pergerakan kendaraan, yang dapat diterapkan di jalan perkotaan pada jalan arteri, jalan kolektor yang memiliki arah berlawanan, dengan dilengkapi tanda rambu berputar arah sehingga kendaraan yang akan berputar arah akan mudah pergerakannya tanpa harus berputar dipersimpangan. Di Indonesia yang sekarang ini sebagai negara berkembang, memperlihatkan bahwa penambahan jumlah kendaraan dan ruas jalan sangat pesat yang berarti semakin besar pergerakan kendaraan di jalan dan permasalahan mengenai lalu lintas juga bertambah termasuk akibat diterapkannya median jalan yang dibuka sebagai tempat-tempat berputar arah pergerakan kendaraan.
Setiap adanya pergerakan dari tempat asal menuju tempat tujuan yang menggunakan kendaraan memiliki waktu perjalanan, pengaruh dari berapa lamanya waktu tersebut para pengguna jalan mencari waktu yang sesingkat-singkatnya dalam mencapai tempat yang dituju, akan tetapi untuk saat ini dalam perjalanan yang dilalui mengakibatkan waktu yang cukup bervariasi sesuai dengan kondisi jalan tersebut. Oleh sebab itu semakin banyak pengguna jalan yang menggunakan kendaraan dari berbagai macam bentuk, fungsi dan kebutuhannya, dikarenakan pengaruh dari kemajuan teknologi, maka semakin banyak juga pengaruh terhadap kendaraan untuk memberikan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan para pemakainya, akan tetapi fasilitas dari tiap kendaraan yang memberikan terbaik tidak akan mempengaruhi terhadap waktu perjalanannya karena lamanya waktu perjalanan itu akibat dari banyaknya pengguna jalan yang menggunakan kendaraan memenuhi ruas jalan yang dilewatinya.

1.2 Identifikasi Masalah
Permasalahan yang ada untuk saat ini di Kota X dalam melakukan perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan menghabiskan waktu yang cukup lama, dikarenakan banyaknya pengguna jalan tersebut. Kondisi jalan yang ada banyak persimpangan bersinyal atau tidak bersinyal, sehingga persimpangan tersebut akan menambah waktu perjalanan bagi pengendaranya, selain itu dengan adanya perubahan arah pada ruas jalan tertentu akan menambah waktu perjalanan. Dalam melakukan perjalanan untuk mempercepat waktu, maka pengendara mencari ruas jalan yang tidak banyak dilalui oleh pengendara lain dengan menggunakan "jalan tikus" atau menggunakan bukaan median di ruas jalan utama yang memiliki median karena sebagai alternatif dalam mempercepat perjalanannya. Akan tetapi dengan menggunakan "jalan tikus" atau menggunakan bukaan median tidak selamanya mempercepat waktu perjalanannya karena ada pengaruh dari arah yang berlawanan atau kondisi jalan tersebut. Dengan dilakukannya tinjauan waktu tempuh kendaraan yang melewati tempat berputar arah, untuk mengetahui berapa lama waktu tempuh dari setiap kendaraan yang searah, yang berlawanan arah dan yang dipengaruhi dari kondisi jalan serta gangguan lainnya yang melewati lokasi tersebut.
Adanya pembatas jalan dengan median yang ada di jalan arteri, kolektor atau lokal merupakan bagian dari cara pemecahan dalam manajemen lalu lintas, adanya median di atas permukaan jalan yang dibuka dapat difiingsikan sebagai tempat berputarnya kendaraan untuk pindah arah atau dengan kata lain disebut U-Turn. U-Tum dapat digunakan berdasarkan lokasi pada persimpangan bersinyal atau tidak bersinyal atau pada ruas jalan yang jauh dari persimpangan. Dalam hal ini di Kota X, U-Turn dapat dijumpai di jalan-jalan utama dengan median, mempunyai kondisi arus lalu lintas yang tinggi untuk satu atau lebih terjadinya konflik, arus langsung diarahkan melalui U-Turn untuk mengurangi jumlah konflik di antara persimpangan, sehingga akan tercapai kondisi pengoperasian yang lebih baik.
Akan tetapi adanya U-Turn tidak selalu dapat menyelesaikan seluruh masalah konflik, sebab U-Turn akan menimbulkan permasalah konflik tersendiri dalam bentuk hambatan terhadap arus lalu lintas searah dan arus yang berlawanan arah.
Selain konflik yang terjadi akibat U-Turn ada juga pengaruh yang lain seperti:
- Pada lalu lintas yang padat, jumlah kendaraan akan mendekati kapasitas jalan yang ada, dan akan mengakibatkan hambatan yang dampaknya lebih besar berupa tundaan.
- Pada kondisi jalan yang hampir berdekatan dengan lampu lalu lintas, seperti beberapa tempat lokasi U-Turn yang ada di Kota X yang mengakibatkan hambatan dari dua kejadian yang hampir bersamaan untuk melakukan U-Turn dan kendaraan yang melaju akibat lampu lalu lintas berwarna hijau.
- Pada ukuran U-Turn yang ada, dengan bukaan median yang sempit, akan mengakibatkan timbulnya hambatan karena dalam melakukan U-Turn dijumpai kendaraan yang menggunakan lajur luar dari arah yang akan digunakan.
- Dalam melakukan U-Turn, kendaraan akan bergerak ke tempat bukaan median, sehingga kecepatan kendaraan tersebut akan berkurang bahkan sampai berhenti, yang menimbulkan gangguan terhadap kendaraan pada arah yang sama.
Pada kendaraan tertentu, untuk melakukan U-Turn tidak akan secara langsung melakukan perputaran dikarenakan kondisi kendaraan yang tidak memiliki radius perputaran yang cukup, sehingga akan menyebabkan kendaraan lain akan terganggu bahkan berhenti baik dari arah yang sama atau dari arah yang akan dilalui.

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian tesis ini adalah :
1. Mengevaluasi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang akan melakukan U-Turn.
2. Mengevaluasi waktu tempuh rata-rata kendaraan terganggu yang searah dan berlawanan arah pada saat adanya kendaraan yang melakukan U-Turn.
3. Mengevaluasi waktu tempuh rata-rata kendaraan tidak terganggu yang searah dan berlawanan arah pada saat adanya kendaraan yang melakukan U-Turn.
4. Mengevaluasi waktu tundaan dari perbedaan waktu tempuh rata-rata kendaraan tertinggi dengan waktu tempuh rata-rata kendaraan terendah yang searah dan berlawanan arah akibat adanya kendaraan yang melakukan U-Turn.

1.4 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah
Mengacu pada tujuan tesis ini, maka dalam penulisan ini dibatasi dengan ruang lingkup
dan pembatasan masalah sebagai berikut.
1. Pembatasan studi tinjauan ini hanya pada lokasi U-Turn yang digunakan oleh kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor pada daerah jalan arteri di Kota X yang memiliki bukaan median, sehingga kendaraan dapat melakukan U-Turn dan yang telah ditentukan oleh pihak terkait dengan ditandai oleh rambu lalu lintas penunjuk berputar arah, serta tipe kendaraan yang ditentukan dalam MKJI menimbulkan hambatan samping yang berpengaruh dalam perencanaan namun tidak terlalu dominan.
2. Pengambilan waktu tempuh pada saat terjadinya kendaraan yang akan melakukan U-Turn, kendaraan yang terganggu dan kendaraan tidak terganggu akibat adanya kendaraan yang melakukan U-Turn.
3. Kelengkapan data yang diperoleh pada saat survei dan yang digunakan untuk melakukan analisa adalah : Arus Lalu lintas, Waktu Tempuh Kendaraan dan Geometrik Jalan serta data lain yang sesuai dengan prosedur MKJI.
4. Data yang digunakan berupa Data Primer, yang diperoleh dan hasil survei dilapangan pada saat terjadi adanya waktu tempuh kendaraan yang melakukan U-Turn dan kendaraan yang terganggu atau kendaraan yang tidak terganggu akibat kendaraan yang melakukan U-Turn.

1.5 Sistematika Penulisan
Dalam tesis ini dilakukan penulisan yang sestimatik terangkum dalam beberapa bab sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup dan pembatasan masalah serta sistematika penulisan.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum U-Turn, penempatan U-Turn pada ruas jalan, petunjuk desain untuk U-Turn, arus lalu lintas, kondisi ruas jalan, faktor konversi kendaraan, tundaan kendaraan dan analisis data.
3. BAB III METODOLOGI
Pada bab ini menjelaskan mengenai pendekatan studi, pengumpulan data pengamatan, variabel-variabel yang diukur, metodologi, pemilihan lokasi, studi pendahuluan, perekaman data lapangan.
4. BAB IV TIPIKAL LOKASI U-TURN YANG DI TINJAU
Pada bab ini menjelaskan penyajian data yang diperoleh dari hasil survei lapangan yang dikumpulkan dan melakukan pengelompokan data sesuai dari arah pergerakan kendaraan yang melewati lokasi U-Turn, sehingga dapat digunakan untuk pengolahan data.
5. BAB V ANALISA WAKTU TEMPUH DAN TUNDAAN KENDARAAN
Pada bab ini menjelaskan analisa hasil perhitungan data yang diperoleh dari survei lapangan.
6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran berdasarkan analisa data yang telah diolah sesuai dengan penyajian data yang telah dikelompokkan.
TESIS PERANCANGAN ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL

TESIS PERANCANGAN ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL

(KODE : PASCSARJ-0095) : TESIS PERANCANGAN ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL (PRODI : TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah
Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government, dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha maupun masyarakat madani (civil society) (Rizal, 2007). Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara (Rizal, 2007). Beberapa kalangan mendifinisikan kebijakan hanya sebatas dokumen-dokumen resmi, seperti perundang-undangan dan peraturan pemerintah, dan sebagian lagi mengartikan kebijakan sebagai pedoman, acuan, strategi dan kerangka tindakan yang dipilih atau ditetapkan sebagai garis besar atau roadmap pemerintah dalam melakukan kegiatan pembangunan (Rizal, 2007).
Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan (Dunn, 2003). Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politik tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan (Dunn, 2003).
Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 membuktikan bahwa Sistem Ekonomi Konglomerasi (SEK) sudah tidak relevan lagi untuk dipertahankan. Pada era reformasi paradigma pembangunan perlu dirubah, pembangunan perlu ditujukan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir atau kelompok. Pembangunan harus dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik pada daerah tingkat dua (Kabupaten/Kotamadya). Di samping itu, tingkat kemandirian harus tinggi, adanya kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan pendapatan, parsitipatif, adanya persaingan sehat, keterbukaan atau demokrasi, pemerataan dan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri ekonomi rakyat yang harus dilakukan (Prawirokusumo, 2001).
Berdasarkan data dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2007 sebesar 18,9 juta orang bekerja pada sektor industri ritel dan diantaranya berada pada sektor pasar tradisional yang terdiri dari 13.000 pasar tradisional dan menampung lebih dari 12,5 juta pedagang kecil. Jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor ritel merupakan sektor terbesar kedua dalam hal penyerapan tenaga kerja setelah sektor pertanian yang mencapai 41,8 juta orang. Kondisi ini membuat industri ritel berada pada posisi strategis dalam perkembangan ekonomi Indonesia, dan perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah dalam pengelolaan sektor ini.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 420/MPP/Kep/10/1997 tentang pedoman dan pembinaan pasar dan pertokoan, pasar diklasifikasikan berdasarkan kelas mutu pelayanan menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Pasar tradisional
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Swasta, Koperasi, atau Swadaya Masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, dan koperasi, dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui tawar-menawar.
2. Pasar Modern
Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta, atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa mal, supermarket, Departement Store dan shoping centre dimana pengelolanya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan pelayanan dan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada disatu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti.
Permasalahan timbul ketika pemerintah mengeluarkan Keppres 96/2000 (yang kemudian diperbaharui dengan Keppres 118/2000) tentang "Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu bagi Penanaman Modal", yang intinya penghapusan bisnis perdagangan eceran skala besar {mall, supermarket, department store, pusat pertokoan/perbelanjaan) dan perdagangan besar (distributor/ wholesaler, perdagangan ekspor dan impor) dari negative list bagi penanaman modal asing (Priyono et.al, 2003). Dihapusnya bisnis perdagangan eceran skala besar dan perdagangan besar dari negative list bagi penanaman modal asing membuat pertumbuhan pasar modern meningkat pesat dan mulai memberikan dampak negatif pada keberadaan pasar tradisional (Suryadarma, 2007).
Menurut penelitian lembaga AC Nielsen menunjukan perkembangan pasar modern (supermarket, minimarket, hypermarket) mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahunnya sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1.1 dibawah ini (Kuncoro, 2008):

* Tabel sengaja tidak ditampilkan **

Semua ritel atau pedagang berusaha untuk mengelola usahanya secara efisien, dan pada saat yang sama hams dapat memberikan konsumen dengan harga yang lebih murah dari pada pesaingnya, efesiensi ini dapat dilakukan dengan mengembangkan sistem atau saluran distribusi (Utami, 2006). Tambunan et.al. (2004) menunjukkan bahwa dari si si saluran distribusi antara pemasok dan retail di Indonesia terdapat perbedaan antara retail modern dan retail tradisional. Untuk retail tradisional rantai distribusinya relatif lebih panjang dari pada retail modern khususnya barang-barang dari industri besar (Tambunan et.al., 2004). Perbedaan saluran distribusi ini menimbulkan perbedaan harga antara retail tradisional dan modern, yang menyebabkan lemahnya daya saing pasar tradisional terhadap pasar modern (Tambunan et.al., 2004).
Tergesernya pasar tradisional disebabkan pula oleh meningkatnya taraf hidup dan berubahnya gaya hidup masyarakat, ketika tingkat taraf hidup masyarakat meningkat, disamping membutuhkan ketersediaan berbagai macam barang yang lengkap dari kebutuhan primer hingga kebutuhan tersier, fasilitas pendukung seperti kenyamanan, kebebasan, ataupun jaminan harga murah dan kualitas baik menjadi bahan pertimbangan masyarakat (Tambunan et.al., 2004). Suryana et.al. (2008) menyebutkan bahwa berubahnya gaya hidup masyarakat atau konsumen sebagai akibat dari meningkatnya taraf hidup menyebabkan pertumbuhan pasar modern sangat pesat.
Berdasarkan fasilitas dan utilitas pasar tradisional dinilai tidak memadai dan kurang terpelihara, selain itu tidak tersedianya listrik dan air yang cukup, tidak tersedianya Tempat Pembuangan Sampah (TPS), kegiatan bongkar muat dengan tenaga manusia, jalan pasar kotor karena terbuat dari paving block, tempat parkir tidak terawat, waning dan restoran tidak terlokalisasi, fasilitas MCK kurang bersih, dan cold storage belum tersedia (Mahendra, 2008).
Wiboonpongse dan Sriboonchitta (2006) menyebutkan faktor lain yang juga menjadi penyebab kurang berkembangnya pasar tradisional adalah minimnya daya dukung karakteristik pedagang tradisional, yakni strategi perencanaan yang kurang baik, terbatasnya akses permodalan yang disebabkan jaminan (collateral) yang tidak mencukupi, tidak adanya skala ekonomi (economies of scale), tidak ada jalinan kerja sama dengan pemasok besar, buruknya manajemen pengadaan, dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan keinginan konsumen (Suryadarma et.al., 2007). Langkah atau upaya untuk mendukung usaha perdagangan dapat dilakukan dengan strategi-strategi terpadu yang dapat dilakukan dengan pendekatan bauran ritel {retailing mix), yang terdiri lokasi, pelayanan, merchandising, harga, suasana, pedagang, dan metode promosi (Foster, 2008).
Selain berkembangnya pasar modern, kondisi distributor, kondisi pasar (konsumen), faktor lainnya yang mempengaruhi berkembangnya pasar tradisional adalah program dan regulasi dari pemerintah. Takaendengan et.al (2005) mengidentifikasi bahwa kelembagaan yang menangani, keahlian, dan keterampilan personil pengelolaan pasar merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan pasar tradisional.
Pemberdayaan pasar tradisional perlu dilakukan karena fungsi dan peran pasar tradisional yang strategis, karena selain menyerap tenaga kerja yang banyak, pasar tradisional merupakan pangsa pasar utama penyerapan produk atau hasil-hasil dari pertanian (Kuncoro, 2008). Jadi bila kondisi dan kontribusi pasar tradisional terus menurun, maka akan berpengaruh negatif pada sektor pertanian yang merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
Untuk itu perlu adanya suatu perancangan strategis dalam pembuatan program dan regulasi untuk menanggulangi menurunnya peran pasar tradisional. Salah satu proses proses dari perancangan manajemen strategis adalah pengamatan lingkungan, yang terdiri dari lingkungan eksternal dan internal. Pengamatan lingkungan eksternal untuk melihat kesempatan dan ancaman, pengamatan lingkungan internal dilakukan untuk melihat kekuatan dan kelemahan. Faktor-faktor strategis ini ini diringkas dengan singkatan SWOT, yaitu Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunity (kesempatan), dan Threats (ancaman) (Wheelen dan Hunger, 2003).
Perancangan strategis pengembangan pasar tradisional perlu dilakukan karena hal ini merupakan amanat dari UUD 1945 pasal 33 yang menyebutkan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berpihak pada rakyat. Selaras dengan pasal 33 UUD 1945, GBHN tahun 1999, butir II tentang arah kebijakan ekonomi yang menyebutkan bahwa pemerintah harus melindungi para pengusaha kecil, menengah dan koperasi dari persaingan yang tidak sehat. Dalam implementasi program dan regulasi untuk pengembangan pasar tradisional ini menuntut peran besar dari pemerintah daerah, menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa tanggung jawab yang paling utama dan pertama di era otonomi dalam mensejahterakan masyarakat berada dipundak pemerintah daerah.
Pengembangan pasar tradisional di wilayah Kabupaten X harus dilakukan oleh pemerintah Kabupaten X khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan agar peran kontribusinya tidak tergeser oleh pasar modern, karena pada sektor perdagangan tradisional ini menurut data dari BPS Kabupaten X tahun 2008 terdapat 261.684 orang atau sebesar 29,99% yang menggantungkan hidupnya pada pasar tradisional. Jumlah ini merupakan persentasi terbesar diantara sektor-sektor lain dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Untuk itu perlu merumuskan suatu perancangan analisis kebijakan pengembangan pasar tradisional untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pasar tradisional di Kabupaten X agar dapat bertahan dan berkembang ditengah persaingan dengan pasar modern yang semakin ketat.
Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pasar tradisional telah banyak dilakukan diantaranya :
- Priyono et.al. (2003), meneliti tentang dampak kehadiran pengecer besar terhadap pengecer kecil (pasar tradisional) di Indonesia dengan menggunakan analisis Cost-Benefit.
- Takaendengan et.al. (2005), meneliti tentang pengembangan sistem sanitasi pasar di Manado. Penelitian ini menggunakan analisis kelembagaan sebagai dasar input untuk matrik SWOT.
- Kuncoro (2008), meneliti strategi pengembangan pasar tradisional dan modern di Indonesia pasca dikeluarkannya Perpres No. 112 Tahun 2007. Penelitian ini dilakukan dengan cara analisis deskriptif.
- Suryadarma et.al. (2007), meneliti tentang dampak keberadaan supermarket terhadap pasar dan pedagang ritel tradisional di daerah perkotaan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model Difference-in-Defference (DiD) dalam menganalisis dampak keberadaan supermarket terhadap pasar tradisional.
- Megawati (2007), meneliti tentang pertumbuhan minimarket di Indonesia yang berkembang pesat di daerah-daerah pemukiman. Analisis dilakukan berdasarkan model kebutuhan dari Levy&Weitz.
- Mahendra (2008), meneliti tentang fasilitas dan utilitas pasar tradisional, dimana utilitas terdiri dari lantai tempat lelang, lantai basah, lantai kering dan Cold Storage. Sedangkan untuk utilitas terdiri dari: ketersediaan listrik, air, trotoar, jalan masuk, tempat pembuangan sementara dan fork lift. Data-data yang didapat diolah dengan menggunakan metode RRA, SWOT, dan SMART
- Saepina (2008), meneliti tentang efektifitas implementasi kebijakan perizinan pendirian toko modern atau minimarket di Kabupaten X. Analisis dilakukan berdasarkan model efektivitas implementasi kebijakan dari Wibawa.
- Shafwati et.al. (2007), meneliti tentang strategi peningkatan kualitas pelayanan pasar puring di Kota Pontianak. menggunakan SWOT dan analisis kuadran.

1.2. Perumusan Masalah
Akar permasalahan dalam penelitian ini adalah perlunya identifikasi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pasar tradisional, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal dalam menghadapi persaingannya dengan keberadaan pasar modern. Wheelen dan Hunger (2003) menyebutkan bahwa lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan-kelemahan) yang ada di dalam organisasi, dan lingkungan eksternal terdiri dari variabel-variabel (peluang dan ancaman) yang berada di luar organisasi.
Penelitian yang berkaitan dengan pasar tradisional telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pasar tradisional telah diidentifikasi oleh penelitian Priyono et.al. (2003), Takaendengan et.al. (2005), Suryadarma et.al. (2007), Kuncoro (2008), Megawati (2007), Mahendra (2008), Saepina (2008), Shafwati et.al. (2007). Penelitian-penelitian tersebut belum dapat menunjukkan secara jelas mengenai faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pengembangan pasar tradisional, baik itu faktor eksternal maupun internal.
Penelitian-penelitian yang ada belum dapat menggambarkan kondisi lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan pasar tradisional. Oleh karena itu, masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini dikemukakan dalam pertanyaan penelitian berikut. Bagaimana merancang kebijakan pengembangan pasar tradisional yang sesuai berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal.
Seluruh proses perumusan masalah penelitian ini terangkum dalam skema yang terlihat pada Gambar 1.1. Proses perumusan masalah dalam penelitian ini diawali dengan studi pendahuluan dan pencarian data awal. Kemudian dilanjutkan dengan perumusan list of symptoms dan pendefinisian root causes, dan diakhiri dengan perumusan masalah.
Studi pendahuluan dilakukan dengan mempelajari berbagai literatur untuk memperoleh teori-teori mengenai analisis kebijakan dan konsep manajemen strategi. Pencarian data awal dilakukan dengan cara pencarian berbagai informasi yang terkait dengan kondisi pasar tradisional di Indonesia. Seluruh informasi yang diperoleh kemudian dirangkum dalam bentuk list of symptoms. Berdasarkan gejala-gejala yang ada, dapat dirumuskan root causes, dan akhirmya dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus penelitian.

** Gambar sengaja tidak ditampilkan **

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Merancang strategi kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kabupaten X
2. Merumuskan usulan program-program implementasi dari strategi kebijakan yang terpilih, sehingga strategi kebijakan yang terpilih dapat memecahkan permasalahan pasar tradisional di Kabupaten X.
3. Mengkaji analisis persiapan organisasi pelaksana strategi, yaitu pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten X.

1.4. Batasan Masalah
Penelitian mengenai perancangan strategi kebijakan ini akan sangat komplek dan luas sehingga perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Pasar tradisional yang akan dijadikan objek penelitian adalah pasar Pemda Kabupaten X yang terdiri dari 8 (delapan) pasar.
2. Data penelitian diambil sampai dengan tahun 2008.
3. Strategi yang dirumuskan diasumsikan independen atau tidak saling mempengaruhi.

1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam melakukan studi tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah yang berisi hal-hal yang mendasari perlunya penelitian ini dilakukan, kemudian perumusan masalah yang berisi pernyataan singkat mengenai inti permasalahan yang akan diteliti serta tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Pada bab ini juga dibahas mengenai batasan yang digunakan dan sistematika penulisan.
Bab II. Studi Literatur
Bab ini menjelaskan tentang teori pendukung dan penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan perancangan strategi kebijakan, peran dan tugas pemerintah, faktor-faktor yang berpengaruh dalam bisnis ritel pada umumnya dan pasar tradisional pada khususnya yang digunakan sebagai dasar untuk pengembangan model penelitian, dan tools yang akan digunakan dalam mengolah penelitian ini.
Bab III. Metodologi Penelitian
Bab ini menjelaskan secara rinci tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini, meliputi persiapan penelitian, studi pendahuluan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data sehingga sampai pada suatu kesimpulan akhir.
Bab IV. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Bab ini merupakan bagian yang menguraikan tentang pengumpulan data internal dan eksternal dari pasar tradisional di Kab. X dan metode pengolahannya. Pengumpulan data ini terdiri dari data-data primer dan sekunder mengenai kondisi lingkungan baik itu internal ataupun eksternal dari pasar tradisional yang akan digunakan untuk menyusun matrik IFE, EFE, IE dan SWOT untuk menformulasikan alternatif strategi, dan juga dalam pengumpulan data ada data dari hasil penyebaran kuesioner untuk menentukan bobot, nilai, dan alternatif strategi yang akan dipilih menggunakan metode AHP.
Bab V. Analisis
Bab ini menjelaskan tentang analisis hasil pengolahan data dan intepretasinya yang meliputi gambaran secara umum dari kondisi pasar tradisional di Kab. X berdasarkan data internal dan ekternal, serta membahas rekomendasi strategi yang terpilih dan mengkaji analisis persiapan organisasi pelaksana strategi agar dapat lebih optimal dalam pengimplementasian strategi.
Bab VI. Kesimpulan dan Saran
Bab penutup yang menyimpulkan hasil penelitian dan saran-saran yang berkaitan dengan strategi kebijakan pengembangan pasar tradisional baik saran kepada penelitian lebih lanjut maupun saran kepada pihak pemerintah Kab X yang dalam hal ini adalah pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pasar tradisional.
TESIS MODEL PERTUMBUHAN POPULASI DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMI PENYAKIT TUBERKULOSIS

TESIS MODEL PERTUMBUHAN POPULASI DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMI PENYAKIT TUBERKULOSIS

(KODE : PASCSARJ-0094) : TESIS MODEL PERTUMBUHAN POPULASI DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMI PENYAKIT TUBERKULOSIS (PRODI : MATEMATIKA)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan populasi ditandai dengan adanya perubahan jumlah populasi disetiap waktu. Perubahan ini biasanya dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian dan migrasi. Terdapat beberapa model pertumbuhan, namun yang akan dibahas adalah model pertumbuhan kontinu dan diskrit. Model pertumbuhan kontinu meliputi model eksponensial dan model logistik. Sedangkan model pertumbuhan diskrit meliputi model linear homogen dan model diskrit logistik. Model-model tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Model eksponensial merupakan model pertumbuhan yang sangat sederhana. Pada model ini individu berkembang tidak dibatasi oleh lingkungan seperti kompetisi dan keterbatasan akan suplai makanan. Laju perubahan populasi dapat dihitung jika banyaknya kelahiran, kematian dan migrasi diketahui. Prediksi bahwa jumlah populasi akan tumbuh secara eksponensial pertama kali dicetuskan oleh Malthus (1798). Populasi yang tumbuh secara eksponensial pertama kali diamati terjadi di alam bebas. Dinamika populasi dapat di aproksimasi dengan model ini hanya untuk periode waktu yang pendek saja.
Model kedua untuk model pertumbuhan kontinu adalah model logistik. Model ini merupakan penyempurnaan dari model eksponensial dan pertama kali diperkenalkan oleh Pierre Velhust pada tahun 1838. Berbeda dengan model eksponensial, model ini memasukkan batas untuk populasinya sehingga jumlah populasi dengan model ini tidak akan tumbuh secara tak terhingga. Laju pertumbuhan penduduk akan terbatas akan ketersediaan makanan, tempat tinggal, dan sumber hidup lainnya. Dengan asusmsi tersebut, jumlah populasi dengan model ini akan selalu terbatas pada suatu nilai tertentu.
Model pertumbuhan kontinu logistik mempunyai hasil estimasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan model pertumbuhan eksponensial. Namun model logistik tidak cocok digunakan untuk memprediksi jumlah populasi dalam jangka waktu yang sangat panjang. Oleh karena itu diperlukan model lain yang signifikan untuk memprediksi jumlah penduduk baik dalam jangka waktu pendek, menengah maupun jangka panjang. Salah satu alternatif model adalah dengan menggunakan model diskrit. Model diskrit yang dipelajari meliputi model linier homogen dan model diskrit logistik. Dari model-model tersebut kemudian dipilih yang terbaik dengan membandingkan hasil estimasi yang telah dilakukan terhadap data yang sebenarnya. Harapannya, model terbaik tersebut dapat digunakan lebih lanjut untuk memprediksi jumlah populasi yang akan datang.
Laju kelahiran dan kematian tidak hanya berpengaruh terhadap perubahan jumlah populasi. Akan tetapi keduanya juga berpengaruh terhadap epidemi penyakit. Salah satunya adalah penyakit tuberkulosis. Selama ini antara pertumbuhan penduduk dengan epidemik suatu penyakit dianggap sebagai sesuatu yang terpisah. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba mengaitkan antara laju pertumbuhan populasi dari model pertumbuhan populasi dengan epidemi penyakit tuberkulosis.

1.2 Rumusan Masalah
Pada bagian awal akan dibahas macam-macam model pertumbuhan populasi. Dengan menggunakan data jumlah penduduk Amerika dari tahun 1700 sampai dengan tahun 2000, akan diperoleh laju pertumbuhan populasi dan estimasi jumlah populasi dari tiap-tiap model. Selanjutnya dari bahasan mengenai pertumbuhan populasi penduduk ini, akan dianalisa lebih lanjut pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap dinamika penyebaran penyakit TB di negara yang sama, karena data kasus penyakit ini juga telah didokumentaikan dengan baik dan dapat diakses dengan mudah.
Model penyebaran penyakit TB yang aka dibahas terdiri atas dua model, yakni model dengan peluang terinfeksi konstan dan model dengan peluang terinfeksi berupa suatu fungsi yang bergantung terhadap waktu dan juga laju pertumbuhan penduduk. Dari kedua model tersebut akan dipelajari dinamika penyebaran penyakit TB sehingga diperoleh model yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan utama dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mempelajari model pertumbuhan populasi dan kaitannya dengan epidemi penyakit tuberkulosis. Untuk mencapai tujuan tersebut, terlebih dahulu akan dibahas model pertumbuhan populasi kontinu yang didalamnya membahas model pertumbuhan eksponensial dan logistik dan model pertumbuhan populasi diskrit yang meliputi model beda linier homogen dan beda logistik.

1.4 Sistematika Penulisan
1. Bab I (Pendahuluan), membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.
2. Bab II (Pembahasan), membahas model pertumbuhan populasi kontinu
3. Bab III (Pembahasan), membahas model pertumbuhan populasi diskrit.
4. Bab IV (Pembahasan), membahas kaitan pertumbuhan populasi dengan epidemi penyakit tuberkulosis.
5. Bab V (Penutup), berisi kesimpulan akhir dari penelitian ini.
TESIS DESAIN DAN IMPLEMENTASI INTERACTIVE E-LEARNING MENGGUNAKAN ANIMASI DAN GAME

TESIS DESAIN DAN IMPLEMENTASI INTERACTIVE E-LEARNING MENGGUNAKAN ANIMASI DAN GAME

(KODE : PASCSARJ-0093) : TESIS DESAIN DAN IMPLEMENTASI INTERACTIVE E-LEARNING MENGGUNAKAN ANIMASI DAN GAME (PRODI : TEKNIK ELEKTRO)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Lingkungan merupakan hal yang sangat penting dalam proses kehidupan. Kerusakan lingkungan seperti polusi dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Hal ini dapat menjadi masalah serius jika tidak ditangani dengan baik. Memperkenalkan pada anak-anak sejak dini dapat menjadi salah satu upaya menjaga kelestarian lingkungan, sebab mereka adalah aset bagi pembangunan pada generasi berikutnya. Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya hal ini yang terbukti dengan adanya mated tentang lingkungan dalam standar isi untuk kurikulum pendidikan formal. Mated ini terintegrasi dengan mated lainnya dalam mata pelajaran IP A untuk jenjang SD.
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini telah mempengaruhi berbagai bidang, seperti pertahanan keamanan, perdagangan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Terkait masalah yang dikemukakan di atas, maka pembahasan akan lebih ditekankan pada pemanfaatan teknologi tersebut dalam bidang pendidikan. Salah satu wujud nyata pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi di bidang pendidikan adalah penggunaan internet dan intranet melalui e-learning.
Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan ini berperan membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah, khususnya untuk mengatasi masalah kurangnya alat peraga dalam pembelajaran IPA bagi siswa SD. Berkenaan dengan pembelajaran tersebut, e-learning dapat dimanfaatkan untuk mengubah pola pembelajaran konvensional ke pola pembelajaran digital, salah satunya melalui aplikasi belajar. Pembelajaran IPA memerlukan sarana pendukung yang dapat membantu proses belajar-mengajar yang lebih interaktif. Pola pengajaran yang interaktif dan menyenangkan dapat diterapkan dengan memanfaatkan unsur permainan ke dalam pendidikan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran.
Teknologi e-learning terus berkembang dan mengarah pada peningkatan fitur interaktif. Dalam pembuatan suatu media e-learning perlu memperhatikan berbagai hal terkait dengan tujuan adanya media e-learning tersebut, sasaran pengguna, antarmuka pengguna {user interface), dan bahan ajar. Dalam hal ini tujuannya adalah menciptakan suasana belajar yang interaktif, menyenangkan dan efektif. Sasaran utama pengguna media ini adalah siswa dan guru, sehingga antarmuka yang disajikan hendaknya mendukung kepentingan keduanya agar menarik minat dan memberi motivasi dalam memanfaatkan media ini.
Materi pembelajaran (bahan ajar) untuk e-learning dapat disampaikan secara terstruktur sesuai kurikulum yang berlaku dengan memanfaatkan teknologi media audio visual. Teknologi ini daya tariknya terhadap anak-anak sangat tinggi, terbukti bahwa anak-anak lebih tertarik pada media audio visual seperti televisi dibandingkan media cetak (buku) atau media dengar (radio). Penyampaian materi dapat dilakukan dalam suatu kelas yang memiliki komputer-komputer yang dapat diakses oleh siswa dengan didampingi oleh guru yang bertanggung jawab atas mata pelajaran yang bersangkutan.
Pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi dapat dipadukan dengan adanya unsur permainan yang interaktif, sehingga merupakan suatu metoda yang menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar. Dalam permainan tersebut dapat berisi materi-materi yang biasanya disampaikan di depan kelas, sehingga media pembelajaran melalui permainan interaktif ini akan sangat membantu guru dalam menyampaikan materi sekaligus melakukan evaluasi terhadap siswanya. Cara ini diharapkan akan efektif dan bermanfaat bagi pembelajaran di sekolah, terutama yang memiliki kelas-kelas besar, yaitu kelas yang memiliki jumlah siswa sangat banyak dalam satu kelas, dan sekolah yang memiliki guru yang jumlahnya sangat terbatas.
Anak-anak umumnya memiliki keterbatasan pengetahuan tergantung pada informasi yang diterimanya. Visualisasi cenderung digunakan untuk menerima informasi dan mengingatnya dalam otak. Pada umumnya anak-anak memiliki daya imajinasi yang cukup tinggi. Sehingga dalam menyampaikan materi pembelajaran tentang lingkungan hidup ini harus memperhatikan visualisasi yang dapat menumbuhkan imajinasi, agar dapat dibayangkan hal yang sesungguhnya terjadi terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.
Tulisan ini membahas desain dan implementasi interactive e-learning yang berupa portal belajar bidang studi IPA untuk jenjang SD. Dengan ini diharapkan kegiatan pembelajaran IPA menjadi lebih interaktif karena dalam aplikasi ini gum merupakan fasilitator pembelajaran dan mitra belajar bagi siswa. Isi utama dalam aplikasi belajar ini adalah materi-materi dan evaluasi yang disampaikan melalui teks, gambar, animasi dan gome, yang berisi tentang pengenalan makhluk hidup dan lingkungan.

1.2 Tujuan
Tulisan ini memberikan gambaran terhadap sistem yang akan dikembangkan dan memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Mendesain penyampaian mated dan evaluasi untuk pembelajaran IPA jenjang SD, khususnya tentang makhluk hidup dan lingkungan, dalam suatu portal belajar yang disajikan secara interaktif dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
2. Mengenalkan media pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi kepada guru dan siswa SD.
3. Menambah efektifitas pembelajaran.

1.3 Batasan Masalah
Dari uraian di atas, masalah dibatasi pada beberapa hal seperti berikut.
1. Desain dan implementasi interactive e-learning yang berupa prototipe portal belajar mata pelajaran IPA untuk jenjang SD memanfaatkan program aplikasi moodle.
2. Desain prototipe konten mated IPA berupa aplikasi pembelajaran tentang pengenalan makhluk hidup dan lingkungan untuk siswa SD kelas 1 s.d. kelas 3 sesuai dengan SI-SKL yang berlaku secara nasional menggunakan animasi dan game.

1.4 Rumusan masalah
Dari uraian dan batasan masalah di atas dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut.
1. Menetapkan desain dan implementasi interactive e-learning yang berupa prototipe portal belajar bidang studi IPA untuk jenjang SD.
2. Menetapkan desain dan implementasi prototipe mated pembelajaran bagi siswa SD untuk kelas 1 s.d. kelas 3 dalam pengenalan makhluk hidup dan lingkungan sesuai SI-SKL menggunakan animasi dan game.

1.5 Metoda Penelitian
Penulisan karya tulis ini menggunakan metoda studi literatur, yaitu dengan mempelajan berbagai tulisan yang berkaitan dengan aplikasi yang didesain. Selain itu, dilakukan survey dengan menggunakan kuisioner, observasi dan wawancara terhadap sejumlah responden di dua SD dan sebuah kelompok belajar.

1.6 Sistematika Penulisan
Tulisan ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN, berisi latar belakang, tujuan, batasan masalah, perumusan masalah, metoda penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, berisi teori-teori tentang pendidikan dan teknologi yang digunakan sebagai landasan dalam mendesain dan mengimplementasikan prototipe aplikasi pembelajaran.
BAB III. ANALISIS DAN DESAIN SISTEM, berisi analisis dan desain yang dilakukan terkait dengan tujuan dan permasalahan di atas.
BAB IV. IMPLEMENTASI DAN UJI COBA, berisi antarmuka aplikasi sebagai wujud implementasi dari desain yang dibuat serta hasil uji coba dan survey yang menggunakan metode kuisioner, observasi dan wawancara.
BAB V. PENUTUP, berisi kesimpulan dan saran untuk pengembangan lebih lanjut.
TESIS TRANSFORMASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERI-URBAN DI SEKITAR PENGEMBANGAN LAHAN SKALA BESAR

TESIS TRANSFORMASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERI-URBAN DI SEKITAR PENGEMBANGAN LAHAN SKALA BESAR

(KODE : PASCSARJ-0092) : TESIS TRANSFORMASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERI-URBAN DI SEKITAR PENGEMBANGAN LAHAN SKALA BESAR (PRODI : PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)




BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan dengan berbagai bentuk penggunaan lahan seperti persawahan, hutan, perikanan dan lahan produktif lainnya yang kemudian berubah fungsi menjadi perumahan beserta infrastruktur, fasilitas umum dan fasilitas sosial, pengembangan kesempatan usaha melalui industri, jaringan kegiatan sosial-ekonomi melalui pusat perdagangan, dan lain sebagainya. Pengembangan lahan bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah pengembangan lahan dalam skala besar. Di Indonesia, khususnya wilayah Jabotabek, pengembangan lahan skala besar oleh sektor swasta begitu marak. Pada akhir tahun 1980-an terdapat lebih dari 30 pengembangan lahan skala besar, dengan luas area untuk masing-masing pengembangannya mencapai lebih dari 500 hektar, tersebar di wilayah Bogor, X dan Bekasi (Bappeda DKI Jakarta, 1997 dalam Winarso, 2007). Pengembangan lahan tersebut tampaknya tidak terlepas dari aktivitas Jakarta yang sudah sangat padat, sehingga pengembangan lahan ini berupaya untuk menampung limpahan pertumbuhan kegiatan perkotaan Jakarta serta mengurangi tekanan urbanisasi yang kuat bagi kota tersebut.
Pengembangan lahan skala besar tidak hanya membawa pengaruh pada area tempat dilakukannya pengembangan itu sendiri, tetapi juga kerap memberikan peluang bagi daerah lain di sekitarnya untuk ikut berubah. Perubahan tersebut salah satunya adalah terkait dengan proses peri-urbanisasi. Dengan segala bentuk pemanfaatan ruangnya, pengembangan lahan skala besar bisa mengubah karakteristik area tempat dilakukannya pengembangan lahan maupun wilayah sekitarnya. Ketika pengembangan lahan dilakukan pada area pedesaan, proses peri-urbanisasi mampu menciptakan titik konsentrasi atau pusat aktivitas baru di luar area terbangun kota, serta merubah area yang dulunya berkarakter rural menjadi area peri-urban, yakni suatu area yang di dalamnya terdapat kombinasi antara karakteristik rural dan karakteristik urban (Bryant dkk, 1982).
Konteks peri-urban sendiri merupakan salah satu isu dalam bidang perencanaan wilayah dan kota yang masih memerlukan pembahasan ataupun penelitian lebih lanjut. Peri-urbanisasi bisa menimbulkan suatu dinamika perubahan yang besar dan mentransformasi karakteristik wilayah, di antaranya melalui peningkatan populasi, perubahan struktur sosial ekonomi, dan sebagainya. Di sisi lain terkadang proses peri-urbanisasi di area peri-urban juga kurang diperhatikan keberlanjutannya (sustainability). Beberapa masalah yang bisa muncul dari proses peri-ubanisasi, di antaranya adalah pertumbuhan yang tidak terkendali, degradasi lingkungan, kurangnya infrastruktur, kurangnya perhatian pada kesehatan masyarakat, organisasi sosial, kemiskinan, kurangnya infrastrukur, lemahnya manajemen persampahan, kurangnya struktur legal dan konflik sosial (Bolay, 1999 dalam Pusdea, 2004; Allen, 2006; Bryant, 1982).
Proses peri-urbanisasi juga dapat dikaitkan dengan pengembangan lahan yang terjadi di wilayah Jabotabek. Pemanfaatan ruang yang begitu marak telah menembus area pedesaan bahkan merubah karakteristik pedesaan tersebut. Sampai dengan 1997 di Jabotabek telah terjadi perubahan terhadap 16,6 ribu ha lahan pedesaan yang ada di bagian luar area terbangun kota menjadi permukiman dalam kurun waktu 20 tahun serta menjual sekitar 25 ribu unit rumah tiap tahunnya (Winarso dan Firman, 2002; Winarso dan Kombaitan, 2001). Pengembangan lahan tersebut juga mengakibatkan adanya fenomena alih fungsi lahan yang ekstrim di wilayah Botabek. Luasan area yang digunakan untuk real estate di area sekitar Jakarta yaitu Bogor, Bekasi dan X, antara tahun 1983 sampai dengan 1992 telah menghabiskan 61.000 hektar lahan, 54.000 hektar di antaranya adalah di X (Firman dan Dharmapatni, 1994). Masih terkait dengan perubahan guna lahan, berdasarkan interpretasi satelit oleh Lapan (Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen PU, 2004 dalam Winarso, 2007), terjadi peningkatan penggunaan lahan yang signifikan untuk pemukiman pada wilayah Jabotabek dari tahun 1992 sampai dengan 2001, yakni dari 68.169,24 hektar pada tahun 1992 menjadi 139.684,1 hektar pada tahun 2001. Sementara dari sumber yang sama, guna lahan hutan dan lahan pertanian justru mengalami penurunan, yakni dari 197.792 hektar pada 1992 menjadi 64.084,14 hektar. Untuk itu di sini terdapat indikasi bahwa wilayah rural-yang umumnya didominasi oleh lahan pertanian sawah, sebagian telah dijadikan sebagai obyek untuk pengembangan lahan.
Salah satu bentuk pengembangan lahan skala besar yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabotabek) adalah X. Pengembangan lahan yang terletak di Kabupaten X ini meliputi luas lahan sekitar 6.000 hektar, dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan sampai saat ini terus diupayakan untuk berkembang sebagai kota mandiri melalui pembangunan infrastruktur, pengembangan wilayah hunian, pembangunan pusat bisnis, penyediaan sarana transportasi dan sebagainya. Pengembangan lahan skala besar tersebut diperkirakan menimbulkan suatu dinamika, salah satunya adalah dinamika kependudukan yang diwarnai oleh migrasi, baik ke wilayah X itu sendiri maupun ke wilayah sekitarnya. Hal ini tentunya juga dipengaruhi oleh adanya migrasi di wilayah DKI Jakarta yang secara umum menunjukkan gejala perpindahan penduduk ke titik-titik pinggiran Kota Jakarta, terutama di daerah sekitar atau dekat dengan pengembangan lahan skala besar, seperti yang terjadi di sekitar X. Fenomena perpindahan penduduk ke wilayah sekitar pengembangan lahan skala besar di antaranya didukung oleh ketersediaan peluang kerja, fasilitas yang tersedia, masih murahnya atau relatif terjangkaunya harga lahan di wilayah tersebut terlebih lagi jika dibandingkan dengan harga lahan pada area yang dikembangkan, dan sebagainya. Di samping dinamika perpindahan penduduk tersebut, masih ada beberapa perubahan sosial ekonomi lainnya yang mungkin terjadi seiring dengan pengembangan lahan yang dilakukan.
Adapun studi ini difokuskan pada kelurahan ataupun desa yang ada di sekitar X. Dalam hal ini perubahan pada wilayah sekitar X dapat dipandang sebagai bentuk peri-urbanisasi, karena selain kemungkinan terjadinya migrasi yang memberikan dampak bagi peningkatan populasi, juga terdapat kemungkinan adanya perubahan-perubahan pada karakteristik masyarakat di sekitar X, yang sebelumnya bersifat rural menjadi lebih bersifat kombinasi rural-urban. Pergerakan penduduk yang terjadi ke wilayah sekitar X tampaknya terjadi secara alamiah atas inisiatif masyarakat itu sendiri dengan didorong motif perbaikan ekonomi, mengingat perekonomian di X ini semakin maju dan membuka peluang kesempatan kerja. Perubahan lainnya yang juga tampak pada area sekitar pengembangan X adalah perubahan struktur mata pencaharian. Maraknya kegiatan industri dan perdagangan tidak hanya menjadi faktor penarik bagi para pendatang, tetapi juga bisa menjadi faktor yang menggeser keberadaan sektor pertanian di wilayah ini. Masih terkait dengan sosial ekonomi, Bryant dkk (1982) mengemukakan bahwa urbanisasi pada peri-urban bisa membuat masyarakatnya memiliki standar hidup dan pendapatan yang lebih tinggi. Berbagai hal tersebut merupakan sebagian kemungkinan perubahan sosial ekonomi pada wilayah peri-urban dan masih perlu penelusuran lebih lanjut.
Dari uraian tersebut di atas, diketahui bahwa peri-urbanisasi oleh suatu pengembangan lahan skala besar tidak hanya mampu mengubah wilayah sekitarnya secara fisik, tetapi juga dalam hal sosial ekonominya. Untuk itulah studi ini berupaya untuk mengetahui lebih jauh mengenai transformasi sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat yang tinggal di peri-urban di sekitar pengembangan lahan skala besar X. Transformasi yang diangkat dalam kesempatan ini meliputi beberapa komponen perubahan yaitu migrasi, struktur mata pencaharian, struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Pemilihan keempat komponen tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa hal, diantaranya adalah hasil tinjauan literatur mengenai peri-urban, tinjauan mengenai pengalaman perkembangan peri-urban di negara lain, pengamatan maupun wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat pada survei awal terkait dengan perubahan sosial ekonomi masyarakat-yang sebagian besar merujuk pada komponen-komponen tersebut. Selain itu, keempat komponen ini juga merupakan faktor-faktor perubahan sosial ekonomi masyarakat peri-urban yang relatif lebih mudah untuk diperoleh diperoleh informasinya di wilayah studi, disamping adanya pertimbangan keterbatasan waktu, biaya, tenaga dan faktor teknis lainnya.
Sejauh ini pembahasan peri-urban melalui berbagai literatur ataupun penelitian yang telah ada lebih banyak mengkaji mengenai perkembangan peri-urban yang terjadi di negara-negara lain, seperti India dan Afrika (Brook dan Davila, 2000), Asia Timur (Webster, 2002), dan Cina (Wang dan Muller, 2002). Konteks ini juga dapat dikatakan sebagai suatu hal yang relatif masih baru di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, dari segi empirik, studi ini diharapkan mampu membuktikan perubahan atau transformasi sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat peri-urban di Indonesia-khususnya pada masyarakat yang tinggal di sekitar pengembangan lahan skala besar, sekaligus memberikan penjelasan yang lebih jauh mengenai perubahan sosial ekonomi masyarakat tersebut. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, identifikasi maupun pembuktian transformasi sosial ekonomi masyarakat dalam studi ini mengambil kasus pengembangan lahan skala besar X yang berada di Kabupaten X Propinsi X, dan dilakukan melalui komponen migrasi, struktur mata pencaharian, struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga.

1.2. Rumusan Persoalan
Dari berbagai uraian di atas, rumusan persoalan dari penelitian ini adalah belum teridentifikasinya transformasi sosial ekonomi masyarakat peri-urban di sekitar pengembangan lahan skala besar X. Melalui fokus studi, tinjauan literatur mengenai peri-urban, serta berbagai pertimbangan lainnya, transformasi sosial ekonomi yang belum teridentifikasi di sini meliputi beberapa komponen, yaitu migrasi, struktur mata pencaharian, struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga.

1.3. Tujuan dan Sasaran
Dari rumusan persoalan di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menjelaskan transformasi sosial ekonomi masyarakat yang ada peri-urban di sekitar pengembangan lahan skala besar X. Adapun untuk memfokuskan tujuan studi tersebut, dalam penelitian ini sosial ekonomi masyarakat dititik beratkan pada beberapa faktor perubahan yaitu migrasi, struktur mata pencaharian, struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga.
Sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Mengidentifikasi migrasi yang terjadi di sekitar X.
Sasaran ini dicapai dengan menelusuri kegiatan migrasi yang terjadi di wilayah studi. Beberapa hal yang perlu diidentifikasi dalam komponen ini di antaranya adalah perbandingan penduduk asli dan penduduk pendatang di wilayah studi, jumlah perpindahan yang pernah dilakukan, tempat tinggal asal, tahun dilakukannya perpindahan, alasan pindah serta pihak yang mengajak pindah.
- Mengidentifikasi berbagai perubahan yang terjadi dalam strukur mata pencaharian rumah tangga masyarakat sekitar X dalam 15 tahun terakhir.
Adapun sasaran ini dicapai dengan mengumpulkan berbagai informasi terkait dengan struktur mata pencaharian rumah tangga dalam 15 tahun terakhir. Struktur mata pencaharian yang diidentifikasi ini meliputi mata pencaharian utama dan juga mata pencaharian tambahan. Informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi perubahan dalam struktur mata mata pencaharian ini di antaranya adalah mengenai jenis mata pencaharian rumah tangga serta tempat bekerja.
- Mengidentifikasi perubahan struktur pendapatan dan pengeluaran pada masyarakat sekitar X dalam 15 tahun terakhir.
Mengumpulkan berbagai informasi terkait dengan jumlah pendapatan maupun berbagai jenis pengeluaran merupakan salah satu upaya untuk mencapai sasaran ini. Seperti halnya pada sasaran kedua, informasi yang dikumpulkan adalah informasi dalam 15 tahun terakhir.
Untuk pencapaian sasaran ini, informasi yang perlu digali di antaranya adalah jumlah pendapatan yang diperoleh rumah tangga baik dari mata pencaharian utama maupun mata pencaharian tambahan, serta informasi mengenai jumlah pengeluaran rumah tangga untuk berbagai kebutuhan.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, studi ini diarahkan dengan beberapa pertanyaan penelitian yakni sebagai berikut:
1) Seberapa besar migrasi yang terjadi disekitar pengembangan lahan skala besar X?
2) Seberapa besar perubahan struktur mata pencaharian rumah tangga sekitar pengembangan lahan skala besar X?
3) Seberapa besar perubahan struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga sekitar pengembangan lahan skala besar X?

I.4. Relevansi Studi
Penelitian ini membahas mengenai berbagai perubahan sosial ekonomi masyarakat yang terjadi akibat adanya pengembangan lahan dalam skala besar. Ketika perubahan terjadi dengan cepat (Webster, 2002) dan mengubah karakteristik asli suatu wilayahnya karena datangnya pengaruh baru, baik dari rural maupun urban, maka gambaran ini sering disebut sebagai proses peri-urbanisasi. Kajian mengenai peri-urban merupakan sesuatu yang relatif baru, khususnya bagi Indonesia. Untuk itu studi ini diharapkan mampu memberikan wawasan yang baru untuk pengembangan khasanah sekaligus juga memperkaya dan memperluas pengetahuan dalam ilmu perencanaan wilayah dan kota, khususnya yang terkait dengan pengembangan lahan (land development).
Konteks peri-urban tidak hanya memerlukan pemahaman spesifik mengenai proses bertemunya sistem urban dan sistem rural (Periurban Development South East Asia, 2000), tetapi yang lebih penting lagi adalah mengenai dampaknya, eksternalitas negatif, resiko, dan sebagainya. Untuk itu dalam hal ini, selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan, hasil studi juga diharapkan mampu memberikan informasi ataupun masukan untuk kegiatan perencanaan di masa yang akan datang, khususnya mengenai perubahan-perubahan beserta dampak sosial ekonomi yang mungkin muncul akibat pengembangan lahan skala besar. Dengan informasi serta masukan tersebut berbagai dampak yang mampu menimbulkan gangguan, eksternalitas negatif, konflik dan sebagainya, dapat ditangani sedini mungkin.

I.5. Ruang Lingkup Studi
1) Ruang lingkup wilayah
Sesuai dengan tema yang diangkat, salah satu hal penting yang dipaparkan dalam studi ini adalah mengenai pengembangan lahan skala besar. Obyek pengembangan lahan skala besar yang dipilih adalah X. Sementara itu, wilayah yang diambil sebagai obyek studinya adalah empat kelurahan di sekitar pengembangan X, yang diperkirakan mengalami proses peri-urbanisasi. Keempat kelurahan tersebut adalah :
- Kelurahan Rawa Mekar Jaya
- Kelurahan Rawabuntu
- Kelurahan Jelupang
- Kelurahan Cilenggang
Lebih jelasnya mengenai penentuan lokasi ini dapat dilihat pada Bab III.
2) Ruang lingkup materi
Materi pembahasan dalam studi ini dibatasi pada :
- Transformasi sosial ekonomi masyarakat peri-urban.
Adapun transformasi sosial ekonomi yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan berbagai perubahan yang terjadi pada sosial ekonomi rumah tangga masyarakat yang difokuskan pada beberapa komponen perubahan, yakni: migrasi, struktur mata pencaharian, serta struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Keempat komponen tersebut dipilih atas dasar beberapa pertimbangan, yaitu hasil tinjauan literatur mengenai peri-urban (di antaranya Bryant, 1992; Briggs & Mwamfupe, 2000; Tacoli, 1999; McGregor, Simon & Thompson, 2006; dll), tinjauan mengenai pengalaman perkembangan peri-urban di negara lain, seperti di India dan Afrika (Brook, 2000), pengamatan maupun wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat pada survei awal terkait dengan perubahan sosial ekonomi masyarakat-yang sebagian besar merujuk pada komponen-komponen tersebut, komponen merupakan beberapa faktor perubahan sosial ekonomi masyarakat peri-urban yang relatif lebih mudah untuk diperoleh diperoleh informasinya di wilayah studi, disamping adanya pertimbangan keterbatasan waktu, biaya, tenaga dan faktor teknis lainnya.
- Kasus pengembangan lahan skala besar yang terjadi pada X, dan perubahan yang dibahas dalam penelitian ini merupakan perubahan yang dialami oleh masyarakat di sekitar pengembangan lahan skala besar X. Wilayah sekitar X dipilih mengingat dulunya area ini memiliki karakteristik rural (merupakan pedesaan) yang diperkirakan telah mengalami proses peri-urbanisasi dan mengalami transformasi menjadi area peri-urban yang di dalamnya tidak hanya masuk karakteristik urban saja tetapi juga masih terdapat karakteristik ruralnya.

1.6. Kerangka Pemikiran
Pengembangan lahan skala besar X ikut merubah wilayah sekitarnya, dari yang dulunya bersifat rural menjadi wilayah peri-urban yang di dalamnya terdapat kombinasi antara karakteristik rural dan urban. Perubahan yang terjadi salah satunya adalah pada sosial ekonomi masyarakat. Melalui tujuan, sasaran dan berbagai proses di dalamnya, penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi, khususnya yang berkaitan dengan migrasi, struktur mata pencaharian, struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, sehingga pada akhirnya diketahui karakteristik migrasi masyarakat, transformasi struktur mata pencaharian, serta transformasi struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga masyarakat sekitar X.

1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan untuk studi ini dibagi ke dalam enam bagian, yaitu:
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan persoalan, tujuan dan sasaran, relevansi studi, ruang lingkup studi, kerangka pemikiran serta sistematika penulisan untuk penelitian ini.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi hasil studi literatur dari berbagai sumber yang mendukung studi. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan mengenai peri-urban, pengembangan lahan, sosial ekonomi masyarakat peri-urban, pengalaman peri-urban di wilayah lain, serta relevansi tinjauan teoritis dengan penelitian yang dilakukan.
Bab 3 Disain Riset
Bab ini menjelaskan mengenai beberapa hal berkaitan dengan kegiatan ataupun proses yang ditempuh dalam penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut bab ini meliputi beberapa penjelasan mengenai pengumpulan data, lokasi penelitian, pemilihan sampel, metode analisis, serta tahapan-tahapan yang dilalui dalam penelitian ini.
Bab 4 Gambaran Umum Wilayah Studi
Pada bab ini dijelaskan secara umum mengenai gambaran wilayah yang diambil sebagai obyek studi. Gambaran ini meliputi gambaran mengenai pengembangan X, Kecamatan Serpong serta kelurahan-kelurahan yang dipilih untuk studi (Kelurahan Rawa Mekar Jaya, Kelurahan Rawabuntu, Kelurahan Jelupang dan Kelurahan Cilenggang).
Bab 5 Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Pengembangan Lahan Skala Besar X
Bab ini berisikan tentang analisis sosial ekonomi masyarakat di wilayah studi yang difokuskan pada pembahasan mengenai migrasi, struktur mata pencaharian, serta struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga masyarakat sekitar pengembangan lahan skala besar X. Adapun untuk melihat perubahan atau transformasinya, pada bab ini juga diuraikan mengenai berbagai perubahan yang terjadi pada komponen-komponen tersebut selama 15 tahun terakhir.
Bab 6 Penutup
Bab ini berisikan tentang temuan studi, kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran untuk studi lanjutan.
TESIS PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT LINGKUNGAN PERDESAAN

TESIS PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT LINGKUNGAN PERDESAAN

(KODE : PASCSARJ-0091) : TESIS PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT LINGKUNGAN PERDESAAN (PRODI : PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar belakang
Sejak dicanangkan menjelang akhir 1980an, pembangunan berkelanjutan muncul sebagai konsep penting. Banyak negara mengadopsinya untuk memandu proses pembangunan, terutama yang menyangkut pemanfaatan sumberdaya alam. Paradigma dasar dari pembangunan berkelanjutan adalah tidak hanya pembangunan yang berorientasikan kepada produksi semata, tetapi membangun sebuah kawasan secara keseluruhan yang meliputi juga aspek sosial dan lingkungan. Paradigma pembangunan berkelanjutan sesungguhnya merupakan perpaduan dari kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, pencapaian tujuan-tujuan ekonomi harus selaras dengan tujuan sosial maupun kepentingan lingkungan. Selain itu, kepentingan antar kelompok masyarakat dan antar generasi mendapat perhatian besar (Bruntdland, 1988).
Kelestarian lingkungan merupakan pilar penting dalam pembangunan berkelanjutan. Pelestarian lingkungan dimaksudkan untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan (Wiyono, 2007). Terdapat beberapa cara pandang yang menjelaskan hubungan antara manusia dan lingkungannya. Cara pandang tersebut sangat mempengaruhi tindakan seseorang terhadap lingkungan. Menurut cara pandang lingkungan, manusia adalah subordinat dan seluas-luasnya diatur oleh lingkungan. Cara pandang teologi, menekankan bahwa manusia adalah superior terhadap lingkungan dan manusia mempunyai hak untuk mengatur semua aspek lingkungan. Kedua cara pandang ini adalah cara pandang yang ekstrem sehingga seolah-olah manusia dan lingkungan (alam sekitar) diposisikan sebagai pihak yang bertentangan. Jalan tengah dari dari dua posisi tersebut adalah dari cara pandang ekologi yang mempercayai bahwa manusia adalah bagian yang integral dari alam, adalah hubungan manusia dan lingkungannya seharusnya merupakan hubungan yang simbiotik dan tidak mengeksploitasi. (Muchlis, 2006),
Dalam cara pandang ekologi, manusia bertanggung jawab untuk mengatur alam sekitar dengan seadil-adilnya. Bagaimana seseorang mengambil keputusan untuk mengatur lingkungannya akan terpulang kepada cara pandang yang dia anut. Keputusan yang diambil akan menimbulkan dampak balik kepada manusia, oleh itu diperlukan pengetahuan dan kesadaran serta sikap yang memadai tentang lingkungan.
Dalam kaitan ini, pemeliharaan kemampuan lingkungan untuk mendukung penduduk dan kegiatannya adalah suatu keharusan. Dalam konteks Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang berupaya untuk mewujudkan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan (termasuk ruang). Perhatian terhadap perbaikan lingkungan merupakan aspek penting dalam upaya tersebut.
Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia berupaya untuk memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya. Kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada kualitas lingkungan. Kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi terbentur dengan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk menyediakannya. Hubungan yang tidak seimbang ini menyebabkan perubahan lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak balik pada manusia itu sendiri.
Perbaikan lingkungan merupakan hal yang esensial dalam mengelola perubahan lingkungan, namun pada umumnya masyarakat banyak yang kesulitan untuk memahaminya. Pemahaman masyarakat terhadap lingkungan dibentuk oleh aneka ragam situasi kemasyarakatan. Masyarakat perkotaan memandang lingkungan sebagai pendukung aktifitas, sedangkan masyarakat perdesaan memandang lingkungan sebagai penyedia utama kebutuhan dasar mereka seperti kebutuhan pangan. Perbedaan pemahaman tersebut menentukan perilaku masyarakat terhadap lingkungannya.
Terlepas dari perbedaan tersebut, pemahaman pentingnya perbaikan lingkungan perlu ditanamkan sehingga masyarakat bersedia untuk melakukan upaya individual maupun kolektif untuk memelihara bahkan meningkatkannya. Pemahaman terhadap pentingnya perbaikan lingkungan dan kesediaan untuk memperbaiki lingkungan merupakan salah satu bentuk perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat merupakan resultansi dari berbagai kondisi, baik kondisi internal maupun eksternal dan merupakan refleksi dari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif terhadap lingkungan.
Perbaikan lingkungan sangat diperlukan di Bandung Selatan. Kawasan Bandung Selatan memiliki penduduk sekitar 1,5 juta jiwa yang sebagian besar hidup dari industri pengolahan, pertanian dan perdagangan. Pertanian tanaman pangan, perkebunan dan peternakan merupakan kegiatan dominan di wilayah yang penduduknya mayoritas berpendidikan sekolah dasar. Kawasan ini juga memiliki tempat wisata yang cukup atraktif bagi pengunjung dari luar. Kawasan ini terdiri dan gunung dan perbukitan yang menuntut kehati-hatian dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Kombinasi curah hujan dan kemiringan lahan yang tinggi, populasi yang banyak serta budidaya sayuran dan tanaman pangan yang intensif sangat potensial untuk menimbulkan kemerosotan daya dukung lingkungan di kawasan yang menjadi daerah belakang (hinterland) Kota Bandung ini. Kawasan yang merupakan bagian dan Daerah Aliran Sungai Citarum ini juga menjadi konsentrasi industri tekstil yang menjadi beban berat lingkungan karena kebutuhan air yang besar. Tanda-tanda penurunan kualitas lingkungan yang di permukaan muncul sebagai masalah kekurangan air, polusi, erosi dan sedimentasi sudah terjadi di kawasan ini. Penurunan kualitas lingkungan akan menurunkan kualitas hidup masyarakat perdesaan maupun kota-kota kecil (Banjaran, Majalaya, Soreang, Ciwidey dan Ciparay) di kawasan ini.
Perbaikan lingkungan yang tepat mendesak untuk dilakukan di Bandung Selatan. Dalam kaitan ini, masyarakat memerlukan kerangka tindak perbaikan yang sesuai. Kerangka semacam ini belum dimiliki oleh masyarakat di kawasan ini. Mengingat kompleksitas permasalahan yang menyangkut lingkungan sehingga perumusan kerangka tindak memerlukan kajian cermat. Salah satu bentuk kajian sebagai langkah awal dalam penyusunan kerangka tindak perbaikan lingkungan di Bandung Selatan ini adalah kajian mengenai perilaku masyarakat itu sendiri. Kajian mengenai perilaku masyarakat di Bandung Selatan ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat tentang pentingnya perbaikaan lingkungan serta bagaimana mereka melakukan tindakan nyata (practice). Belum adanya kajian mengenai perilaku masyarakat di Bandung Selatan inilah yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian ini.

1.2. Identifikasi Masalah
Sebagian besar wilayah Bandung Selatan memiliki karakteristik perdesaan.Lingkungan perdesaan di Bandung Selatan ini ternyata memiliki masalah lingkungan yang cukup kompleks, hal ini selain disebabkan oleh faktor alam juga berkaitan erat dengan aktivitas manusia yaitu kegiatan ekonomi masyarakat serta populasi masyarakat yang terus berkembang sehingga menciptakan perubahan lingkungan. Kompleksitas permasalahan yang menyangkut lingkungan ini tentunya memerlukan tindakan individual dan kolektif masyarakat untuk memperbaikinya
Tindakan masyarakat terhadap lingkungan merupakan bagian dari perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat Bandung Selatan terhadap lingkungannya dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang terjadi. Masyarakat yang berada di bantaran sungai seperti Sungai Citarum berperilaku berdasarkan pemahaman masyarakat terhadap fungsi sungai serta dipengaruhi oleh kondisi eksternal sebagai stimulus (rangsangan). Pemahaman yang salah terhadap fungsi sungai lalu didorong oleh keterbatasan fasilitas kesehatan lingkungan akan berdampak pada perilaku masyarakat yang kurang memperhatikan kualitas lingkungan. Begitupun perilaku masyarakat di kawasan lain (seperti kawasan pertanian dan peternakan, kawasan lahan kritis dan kawasan lainnya yang terkait lingkungan) ditentukan juga oleh bagaimana masyarakat merespon kondisi eksternal lingkungan (sebagai stimulus).
Keterkaitan antara masyarakat dengan kondisi eksternal lingkungan akan menciptakan perilaku konstruktif maupun destruktif terhadap lingkungan. Ada beberapa masalah utama lingkungan perdesaan di Bandung Selatan yaitu banjir, erosi, sampah rumah tangga dan limbah peternakan maupun pertanian. Beberapa masalah lingkungan tersebut masih belum bisa diselesaikan oleh masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan respons (tanggapan) masyarakat terhadap masalah lingkungan itu sendiri. Perbedaan yang timbul merupakan resultansi dari interaksi antara kondisi internal dengan eksternal. Kondisi internal merupakan latar belakang masyarakat sedangkan kondisi eksternal bisa bersifat institusional maupun non-institusional. Oleh sebab itu, kajian mengenai perilaku masyarakat terkait lingkungan perdesaan perlu dilakukan agar dorongan dan hambatan yang terkait dengan perilaku masyarakat bisa diidentifikasikan. Belum adanya informasi mengenai perilaku terkait lingkungan perdesaan menjadi argumentasi kuat dilakukan studi ini. Informasi tersebut bisa dimanfaatkan dalam proses perbaikan lingkungan perdesaan seperti peningkatan pengetahuan tentang lingkungan dan pengorganisasian masyarakat yang diharapkan mampu mendorong kolektifitas dan koordinasi dalam bertindak Proses perbaikan lingkungan yang efektif akan menciptakan kelestarian lingkungan. Kondisi inilah yang diharapkan muncul sebagai salah satu prasyarat pembangunan perdesaan berkelanjutan.

1.3. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang menyangkut lingkungan, kajian ini akan difokuskan pada kawasan perdesaan. Kawasan ini memerlukan pengkajian tersendiri karena rumitnya permasalahan perdesaan seperti tekanan jumlah penduduk, kemiskinan, keterbatasan pengetahuan dan teknologi dan Iain-lain. Kemudian berdasarkan pertimbangan waktu, tenaga, kemampuan peneliti dan supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam, pembahasan dalam studi ini dibatasi pada perilaku masyarakat berdasarkan kajian teori behavioristik yang memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap stimulus (rangsangan) dari lingkungan eksternal.

1.4. Perumusan Masalah
Dari identifikasi dan batasan masalah tersebut di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku masyarakat dalam merespon stimulus masalah lingkungan perdesaan?
2. Sejauhmana keterkaitan latar belakang masyarakat dengan respon yang terjadi? serta dorongan dan hambatan apa yang muncul?
3. Rekomendasi apa untuk merumuskan tindak kolektif masyarakat untuk memperbaiki lingkungan perdesaan?

1.5. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dilakukan studi ini adalah mengidentifikasi bentuk respon pasif dan aktif dari stimulus masalah lingkungan perdesaan yang dipengaruhi oleh kondisi internal individu serta dorongan dan hambatan eksternal, dengan sasaran sebagai berikut:
1. Teridentifikasinya masalah lingkungan perdesaan sebagai stimulus (rangsangan) perilaku masyarakat.
2. Teridentifikasinya respon pasif masyarakat dan keterkaitannya dengan latar belakang masyarakat.
3. Teridentifikasinya respon aktif (tindakan) masyarakat serta dorongan dan hambatan institusional dan non-institusional.
4. Terumuskannya rekomendasi yang dapat menjadi masukan dalam pengorganisasian tindak kolektif masyarakat bagi perbaikan lingkungan perdesaan yang bertanggung jawab.

1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengelolaan lingkungan di Kawasan Bandung Selatan maupun Kabupaten Bandung pada umumnya. Pembelajaran yang muncul diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi wilayah lain yang memiliki karakteristik serupa. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan konsep akademis di bidang pengelolaan lingkungan.

1.7. Ruang Lingkup Wilayah
Kawasan Bandung Selatan berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung. Kawasan Bandung Selatan ini terdiri atas 18 Kecamatan, tetapi yang akan menjadi ruang lingkup wilayah studi ini adalah Kecamatan Pangalengan Pemilihan Kecamatan Pangalengan ini berdasarkan pertimbangan kondisi lingkungannya yang masih bercirikan perdesaan dan sering mengalami masalah lingkungan perdesaan seperti banjir, erosi dan limbah ternak. Sebagai sampel akan diambil tiga desa yang memiliki kompleksitas masalah lingkungan perdesaan.

1.8. Kerangka Pikir Studi
Wilayah Bandung Selatan merupakan wilayah pertanian potensial yang berada di sebelah selatan Kabupaten Bandung. Wilayah ini memiliki masalah lingkungan perdesaan yang cukup kompleks akibat tekanan jumlah penduduk dan tingginya intensitas kegiatan ekonomi masyarakat. Penurunan kualitas lingkungan ini tentunya memerlukan upaya perbaikan dari masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Tindakan yang pernah dilakukan oleh masyarakat selama ini belum mampu menyelesaikan masalah lingkungan perdesaan karena masyarakat belum mampu mengarahkan tindakan mereka ke arah perbaikan lingkungan. Tindakan merupakan bentuk respon yang muncul sebagai akibat adanya stimulus. Dalam konteks lingkungan perdesaan, masalah lingkungan merupakan stimulus bagi masyarakat untuk berperilaku. Bentuk respon yang muncul tersebut bisa bersifat pasif berupa pengetahuan masyarakat tentang lingkungan dan kesediaan untuk bertindak maupun bersifat aktif berupa tindakan. Respon yang muncul merupakan resultansi dari pengaruh kondisi internal dan eksternal masyarakat.