Search This Blog

Showing posts with label tesis manajemen pendidikan. Show all posts
Showing posts with label tesis manajemen pendidikan. Show all posts
TESIS PERANAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA GURU SD

TESIS PERANAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA GURU SD

(KODE : PASCSARJ-0179) : TESIS PERANAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor strategis dalam menciptakan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan ujung tombak dari kemajuan suatu bangsa, karena pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang juga berkualitas dan produktif. Sumber daya manusia yang handal akan mendorong suatu negara menjadi maju dan pesat dalam persaingan global. Hanya negara-negara dengan sumber daya manusia yang unggul yang akan mampu bersaing dan menjadi pelaku utama dalam era kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini.
Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dalam mengelola pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Peranan guru sangat menentukan keberhasilan anak didiknya, sebab gurulah yang sehari-hari secara langsung berinteraksi dengan siswanya sehingga dialah yang paling mengetahui perkembangan anak didiknya yang pada gilirannya dia pula yang akan menentukan langkah-langkah apa yang terbaik yang mesti dilakukan untuk membenahi kesenjangan yang ada.
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh mutu guru yang menangani langsung pendidikan di sekolah. Guru sebagai ujung tombak dalam melaksanakan pembelajaran di kelas semestinya memiliki kompetensi mengajar yang mampu mengelola pembelajaran secara baik, sehingga siswa mendapat pengalaman belajar dari gurunya.
Hasil studi Heyneman dan Loxly menurut Supriadi (1999 : 178) dalam Riduwan (2010 : 304) pada 29 negara menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga masukan yang menentukan pendidikan (prestasi siswa) ditentukan oleh guru. Berdasarkan hasil studi tersebut, nampak bahwa salah satu upaya yang perlu mendapat perhatian yang utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah peningkatan kualitas guru atau dengan kata lain bahwa sejalan dengan usaha yang telah dilakukan pemerintah sebagai penyedia pendidikan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan, peningkatan profesionalisme atau mutu tenaga pendidik merupakan hal mutlak yang mesti diperhatikan. Tanpa peningkatan profesionalisme guru, maka usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak akan berdampak nyata, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Pemerintah semestinya selalu berusaha meningkatkan kompetensi guru secara bertahap, baik melalui penataran-penataran, melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun dengan menggalakkan berbagai workshop dan seminar yang diadakan baik di tingkat pusat, maupun di daerah masing-masing. Kegiatan pembinaan guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam setiap usaha peningkatan mutu pembelajaran.
Tantangan yang dihadapi dalam dunia pendidikan semakin kompleks, maka konsekuensinya guru sebagai pelaku utama dituntut untuk meningkatkan peranan dan kemampuannya untuk menghadapi tantangan tersebut. Berkaitan dengan jabatan dan profesi sebagai seorang guru, fenomena sekarang terlihat di beberapa tempat bahwa masih terdapat guru yang belum memiliki keahlian yang diperolehnya melalui pendidikan dan ditunjukkan dengan sertifikat atau ijazah dan akta yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
Peran guru yang profesional dapat menumbuhkan kualitas pendidikan Indonesia, maka kebutuhan utama yang harus diperhatikan tentulah bagaimana agar guru-guru memiliki kompetensi-kompetensi yang memadai, yaitu guru-guru yang memiliki kompetensi-kompetensi sebagaimana yang dicantumkan dalam UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 yang meliputi; kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional. Hal ini juga menjadi sangat berpengaruh terhadap kinerja dan hasil yang diharapkan pada anak didik. Oleh sebab itu dalam rangka menjadikan guru sebagai tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara terus menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja profesional perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Sehingga seiring dengan waktu dan tantangan yang dihadapi, kemampuan guru juga semestinya semakin meningkat dalam membekali anak didiknya dengan ilmu yang berguna untuk selalu dapat menghadapi tantangan jaman, atau dengan kata lain pendidikan yang diberikan oleh guru sesuai dengan amanat pendidikan nasional kita.
Guru merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan untuk terselenggaranya proses pendidikan. Keberadaan guru merupakan pelaku utama sebagai fasilitator penyelenggaraan proses belajar siswa. Oleh karena itu kehadiran dan profesionalismenya sangat berpengaruh dalam mewujudkan program pendidikan nasional. Guru harus memiliki kualitas yang memadai, karena guru merupakan salah satu komponen mikro system pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran dalam proses pendidikan persekolahan (Suyanto dan Hisyam, 2000 : 27). Menurut UU RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB XI Pasal 39. Dinyatakan bahwa ;
(1). Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelola, pengembang, pengawas dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2). Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi.
Guru memiliki peran yang penting, posisi yang strategis, dan bertanggungjawab dalam pendidikan nasional. Guru memiliki tugas sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Guru yang profesional akan tercermin dalam tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode yang digunakannya dalam berinteraksi dengan anak didiknya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru yang belum memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran. Data dari Evaluasi Diri Sekolah online memperlihatkan bahwa dari 8 Standar Nasional Pendidikan (isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan, sarana dan prasarana, penilaian dan pembiayaan) yang dievaluasi, maka komponen Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang masih banyak belum memenuhi standar nasional pendidikan.
Kendala lain yang ditemukan adalah sulitnya mewujudkan peningkatan kinerja guru, khususnya melalui pendidikan dan pelatihan. Kontinyuitas peningkatan kemampuan guru serta kesempatan yang sama untuk meningkatkan kemampuan dalam profesi guru merupakan kebutuhan yang mendesak seiring dengan perubahan tantangan yang dihadapi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Peranan Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya pada Kinerja Guru SD

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, terlihat bahwa dalam kenyataannya masih banyak guru-guru yang masih belum memenuhi standar kompetensi yang disyaratkan sebagai seorang pendidik. Standar kompetensi guru dapat dijadikan acuan dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan peningkatan kualitas pembelajaran. Salah satu kompetensi yang sangat penting dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi pedagogik atau kompetensi dalam mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang efektif dan efisien yang didukung dengan guru yang memiliki kompetensi yang memadai pada gilirannya akan menghasilkan kualitas belajar peserta didik yang memuaskan.
Di lapangan banyak ditemukan guru hanya sekedar mengisi jam yang belajar yang dibebankan kepadanya, yang berarti bahwa aspek-aspek pembelajaran yang baik belum menjadi fokus mereka. Hal ini umumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan dan kemampuan guru dalam memahami tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Pengembangan kemampuan guru secara terus-menerus seiring dengan tantangan yang dihadapi melalui pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru.
Penelitian ini mengambil fokus pada Peranan Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya pada Kinerja Guru SD. 

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka dapat disimpulkan rumusan masalah : Bagaimana Peranan Pendidikan dan Pelatihan terhadap Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya terhadap Kinerja Guru SD. Rumusan masalah tersebut dapat diuraikan dalam beberapa pertanyaan berikut yaitu : 
1. Bagaimana gambaran tentang pendidikan dan pelatihan guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
2. Bagaimana gambaran tentang kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
3. Bagaimana gambaran kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
4. Bagaimana peranan pendidikan dan pelatihan terhadap peningkatan kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
5. Bagaimana peranan pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
6. Bagaimana pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
7. Bagaimana peranan pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi tentang Peranan Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya pada Kinerja Guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 
1. Gambaran tentang pendidikan dan pelatihan guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
2. Gambaran tentang kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan Y Barat Kota Y ?
3. Gambaran kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
4. Gambaran peranan pendidikan dan pelatihan guru terhadap kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
5. Gambaran tentang peranan pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
6. Gambaran tentang pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
7. Gambaran tentang dampak pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?

E. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi untuk membandingkan antara kajian-kajian teori yang ada dengan kenyataan yang ada di lapangan, sehingga akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap masalah ini.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian secara praktis diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 
a. Memberikan masukan bagi pihak sekolah untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk merumuskan pola pengembangan kompetensi guru untuk meningkatkan kinerja guru.
b. Bahan pertimbangan bagi jajaran pimpinan dinas pendidikan kabupaten untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui aspek peningkatan pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja guru.
c. Bagi peneliti, ini merupakan temuan awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang peranan pengembangan kinerja guru melalui pendidikan dan pelatihan. 

TESIS PENGARUH MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN KINERJA MENGAJAR GURU SMA

TESIS PENGARUH MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN KINERJA MENGAJAR GURU SMA

(KODE : PASCSARJ-0176) : TESIS PENGARUH MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN KINERJA MENGAJAR GURU SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan suatu bangsa, dengan demikian sistem pendidikan nasional menjadi parameter yang sangat penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan diharapkan bangsa Indonesia mampu menjadi negara yang lebih maju, khususnya melalui pengelolaan pendidikan yang tepat guna.
Peningkatan mutu pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dilakukan dan ditangani secara serius, salah satunya dengan cara mengupayakan pendidikan yang bermutu, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga diharapkan peserta didik sudah siap untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi maupun sebagai calon tenaga terampil dan ahli dalam bidangnya.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya. Pengembangan profesional guru harus diakui sebagai suatu hal yang sangat fundamental dan penting guna meningkatkan mutu pendidikan. Perkembangan profesional adalah proses dimana guru dan kepala sekolah belajar meningkatkan dan menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan nilai secara tepat.
Guru adalah pendidik profesional, mendidik adalah pekerjaan profesional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik yang profesional. Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan mengelola proses belajar mengajar yang meliputi kemampuan mempersiapkan pembelajaran, kemampuan melaksanakan pembelajaran dan kemampuan mengevaluasi.
Untuk dapat memiliki kemampuan mengelola proses belajar mengajar tersebut, guru harus selalu mengembangkan kemampuannya agar dalam menyampaikan materi kepada para siswanya sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi saat kini.
Guru memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam membentuk watak bangsa serta mengembangkan potensi siswa. Guru yang profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Profesionalisme guru sebagai ujung tombak di dalam implementasi kurikulum di kelas yang perlu mendapat perhatian.
Dengan adanya otonomi daerah pola pengelolaan pendidikan mengalami perubahan dari semula yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi, menurut Nana Syaodih (2002 : 198) kurikulum yang bersifat sentralisasi, adalah kurikulum yang disusun oleh suatu tim khusus di tingkat pusat. Sedangkan kurikulum yang bersifat desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah tertentu. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan tersusunnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu kepada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Semua itu, dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Nana Syaodih (2002 : 151) mengungkapkan bahwa pendidikan sesuai dengan peran dan fungsinya dituntut untuk mampu menyiapkan manusia yang berkualitas untuk menjawab tantangan dan permasalahan yang timbul pada masa sekarang dan yang akan datang. Bersamaan dengan berbagai upaya dan kebijakan untuk meningkatkan mutu pengelolaan pendidikan, ditemukan fenomena yang menggambarkan telah terjadinya penurunan kualitas moral pada peserta didik.
Kasus tawuran, penodongan di angkutan umum yang dilakukan oleh sebagian pelajar, penyimpangan prilaku seksual pada sebagian pelajar, dan pemasaran narkotika yang telah memasuki segmen pelanggan pelajar merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut di atas, mengindikasikan bahwa pendidikan dewasa ini dihadapkan pada satu ancaman yang sangat berbahaya, yakni adanya krisis nilai.
Azra (2002 : 2-4) menyatakan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis nilai dan moral pada peserta didik dewasa ini, yakni sebagai berikut : 
1. Sekolah sebagai Sistem Sosial tidak berfungsi dengan baik dalam pembinaan nilai dan moral peserta didik. Sekolah dan lingkungan tidak lagi mendidik peserta didik memahami diri untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan nilai-nilai moral dan akhlak di mana mereka mendapatkan koreksi tentang tindakannya, salah atau benar.
2. Proses pendewasaan diri peserta didik tidak berlangsung dengan baik di lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan guru kurang paham dalam menjabarkan tugas-tugas profesionalnya.
3. Proses pembelajaran di sekolah sangat membelenggu perkembangan peserta didik. Hal ini disebabkan karena formalitas dan uniformitas sekolah, di mana sekolah berorientasi mengejar target agar siswanya lulus seratus persen.
4. Dalam proses pembelajaran di sekolah, peserta didik dihadapkan nilai-nilai yang bertentangan dimana sekolah menginformasikan nilai-nilai normatif sementara di lingkungan sekitar mereka dihadapkan pada nilai pragmatis amoral.
Ron Brant (Supriadi, 1998 : 75) menjelaskan pentingnya peranan guru dalam pendewasaan peserta didik, sebagai berikut : 
Hampir semua usaha reformasi di bidang pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode mengajar baru pada akhirnya bergantung pada guru. Tanpa guru menguasai bahan pelajaran dan strategi belajar mengajar, tanpa mereka mendorong siswa untuk mencapai prestasi yang tinggi, maka segala upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
Dedi Supriadi (1998 : 97) lebih lanjut mengungkapkan bahwa mutu pendidikan bukan hanya dipengaruhi oleh guru, melainkan oleh mutu masukan (siswa), sarana, faktor instrumen lainnya. Tapi semua itu pada akhirnya tergantung kepada mutu pengajaran, dan mutu pengajaran tergantung pada mutu guru.
Kalau melihat uraian tersebut diatas, guru khususnya mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjadikan anak didik memiliki akhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan. Pada kenyataan di lapangan ternyata sebagian anak didik tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu guru yang disediakan oleh pemerintah untuk mengajar pada sekolah umum, khususnya di SMA Kota Y perlu memiliki profesionalisme dan kinerja mengajar yang baik dalam pengabdiannya untuk mengarahkan anak didik kepada yang lebih baik. Salah satu yang diharapkan agar profesionalisme dan kinerja mengajar dimiliki oleh guru yang mengajar pada sekolah umum, terdapatnya tempat musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) termasuk di dalamnya musyawarah guru per mata pelajaran yang mempunyai tujuan seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2006 : 236) bahwa MGMP merupakan organisasi atau wadah yang dapat meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru.
Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP) adalah wadah untuk pertemuan para guru mata pelajaran sekolah. Lembaga ini dibentuk tidak hanya sebagai forum silaturahmi, tetapi juga sebagai forum untuk menampung berbagai permasalahan yang dihadapi guru di sekolah masing-masing sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya. Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP) sangat diharapkan keberadaannya, dengan jalan dapat meningkat kemampuan kompetensi guru. Kemampuan kompetensi guru merupakan salah satu program MGMP yang dapat meningkatkan profesionalisme guru. Danim (2002 : 23) mengungkapkan bahwa profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Profesionalisme merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.
MGMP merupakan suatu wadah bermusyawarahnya para guru mata pelajaran sejenis dalam suatu jenjang baik SMP atau SMA. Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP) ini juga merupakan suatu forum atau wadah kegiatan profesionalisme guru yang kegiatan di dalamnya dari oleh dan untuk guru. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Satori (1998 : 28) bahwa : "Jalur lain yang sifatnya non struktural adalah pemanfaatan secara berhasil guna forum gugus mata pelajaran sejenis di sekolah yaitu MGMP. Wadah dari-oleh-untuk guru tersebut sangat strategis dimanfaatkan sebagai mekanisme andal dalam supervisi akademik".
Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat SMA merupakan wadah kegiatan guru pada jenjang SMA untuk memecahkan segala permasalahan dan hambatan yang terjadi di lapangan serta menyempurnakan proses pembelajaran diantaranya adalah : a) Perbedaan penguasaan materi pelajaran dan b) Hal-hal yang menunjang dan berhubungan dengan proses belajar mengajar. Kegiatan MGMP ini merupakan sarana peningkatan mutu pendidikan, melalui wadah MGMP para guru bermusyawarah untuk melakukan perbaikan dalam menyempurnakan proses pembelajaran, sehingga hal ini akan mencapai mutu pendidikan.
Kepala sekolah dan pengawas seharusnya berkewajiban membantu guru untuk meningkatkan kompetensinya, akan tetapi hal tersebut tidak bisa secara penuh dilakukan. Oleh karena itu, maka dibentuklah suatu wadah yaitu MGMP. Di dalam penyelenggaraan kegiatan MGMP adanya saling meningkatkan kompetensi antar guru peserta MGMP seperti yang dikemukakan oleh Surya (2000 : 5) bahwa : 
Kadang-kadang terutama di tingkat sekolah menengah, supervisor eksternal tidak mampu memberikan bantuan terhadap guru dalam bidang yang diajarkannya. Guru sejawat akan lebih mungkin memberikan dukungan ketimbang supervisor eksternal. Program peningkatan keterampilan dengan cara menggalakkan guru untuk menyediakan dukungan dan bimbingan kepada rekan-rekannya sambil memperbaiki pelaksanaan pengajaran mereka sendiri di kelas.
Melalui kegiatan MGMP ini, maka para guru akan mampu meningkatkan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Segala bentuk kesulitan yang dihadapi di lapangan akan mudah mencari solusinya dari guru peserta MGMP dan para pengawas. Seperti yang dikemukakan oleh Surya (2000 : 4) bahwa : Dalam melaksanakan fungsinya, guru tidak berbuat sendirian akan tetapi harus berinteraksi dengan guru lain yang terkait melalui suasana kemitraan yang bersifat sistematik, sinergik dan simbiotik. Demikian pula antar disiplin ilmu seharusnya saling berinteraksi dan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul. Pendekatan interdisipliner dalam bentuk tim kerja merupakan suatu yang mutlak dan harus dijadikan landasan dalam kinerja guru.
Pengawas dan kepala sekolah sebagai pembina seharusnya memfungsikan MGMP secara terarah dan berkesinambungan, sehingga MGMP ini menjadi wadah yang dapat meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai kualitas pendidikan. Lebih lanjut mengenai MGMP di tingkat SMA untuk meningkatkan profesionalisme guru diungkapkan oleh Administrator bahwa peranan MGMP tingkat SMA dalam pengembangan program di sekolah sangatlah penting karena lembaga ini merupakan wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Selain itu melalui MGMP tingkat SMA dapat dilakukan diskusi, tukar pikiran dan pengalaman antar pengurus MGMP tingkat SMA untuk mengatasi permasalahan yang ada dan berkembang di sekolah.
Kenyataan yang ditemui di lapangan, saat ini kiprah MGMP khususnya MGMP tingkat SMA secara umum belum berjalan secara optimal sebagaimana yang diharapkan. Bahkan di beberapa tempat khususnya pada tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi hal ini tidak berjalan sama sekali.
Kenyataan ini dimungkinkan diakibatkan oleh adanya hambatan koordinasi antara pengurus MGMP tingkat SMA atau guru mata pelajaran itu sendiri dan kurang dukungan dari penentu kebijakan baik pada tingkat sekolah (Kepala Sekolah), Kabupaten/Kota (Dinas), Propinsi bahkan sampai tingkat pusat. Oleh karena itu dalam rangka mengoptimalkan kembali peranan MGMP tingkat SMA sebagai wadah koordinasi antara guru mata pelajaran di sekolah, program yang menunjang pengurus MGMP tingkat SMA menjadi sangat penting. Diketahui bahwa kecakapan guru sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan perkembangan dan pembaharuan pendidikan, seperti yang di kemukakan oleh Supriadi (2003 : 567) yaitu : 
Pengembangan MGMP dilatarbelakangi oleh pertama; kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa unjuk kerja guru dalam melaksanakan KBM sangat bervariasi dan kualifikasi pendidikannya pun beraneka ragam, untuk mengatasi keadaan ini wadah-wadah kelompok kerja guru seperti MGMP/PKG yang telah dirintis sejak tahun 1979/1980, perlu diberdayakan kembali untuk merespon perkembangan IPTEK yang senantiasa menuntut penyesuaian dan pengembangan profesional guru. Kedua; Kepmenpan No. 26/1989 mengenai Kenaikan Pangkat dan angka kredit bagi jabatan fungsional guru menuntut guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan mencapai prestasi yang setinggi-tingginya dalam melaksanakan tugas sehari-hari di sekolah serta ikut mengabdikan dirinya dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, melalui wadah MGMP ini para guru dapat berkonsultasi, berkomunikasi, saling berbagi informasi dan pengalaman, serta dapat menemukan solusi dari permasalahan yang ditemukan di lapangan.
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "PENGARUH MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN KINERJA MENGAJAR GURU SMA NEGERI KOTA Y"

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya masalah yang harus diperoleh jawabannya, maka agar penelitian ini dapat mengungkapkan fakta secara mendalam perlu adanya pembatasan masalah, hal-hal yang diungkapkan dalam penelitian ini terfokus pada : 
1. Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP), merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi para guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar, sekolah kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar, dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/pelaku pembahan reorientasi pembelajaran di kelas. 
2. Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webster, 1989). Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). 
3. Kinerja, Seperti yang dikutip oleh Yulian (2009 : 2439) dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau the degree Of accomplisment atau tingkat pencapaian tujuan organisasi (Rue dan Byars, 1981 : 375). Sedangkan menurut Prawirosentono (1992 : 2), kinerja didefinisikan sebagai : "Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika." Program MGMP tingkat SMA di Kota Y, sama halnya dengan program-program yang lain, mempunyai rencana yang hendak dicapai. Salah satu rencana tersebut harus sesuai dengan kebutuhan. Dari kebutuhan yang sudah diidentifikasi akan dibuat program yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja mengajar guru. Akan tetapi dalam program ini hanya sebatas program MGMP Tingkat SMA yang ada di Kota Y saja.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, akan dikemukakan susunan rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana pengaruh musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan profesionalisme guru pada tingkat SMA di Kota Y ?
2. Bagaimana pengaruh musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan kinerja mengajar guru mata pelajaran pada tingkat SMA di Kota Y ?
3. Bagaimana pengaruh dari pelaksanaan musyawarah guru mata pelajaran/MGMP yang sesuai dengan kebutuhan peningkatan profesionalisme guru terhadap kinerja mengajar guru mata pelajaran tingkat SMA di Kota Y ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh pelaksanaan musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan profesionalisme dan kinerja mengajar guru pada tingkat SMA.
Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang : 
1. Bagaimana pengaruh musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan profesionalisme guru pada tingkat SMA Negeri di Kota Y.
2. Bagaimana pengaruh musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan kinerja mengajar guru pada tingkat SMA Negeri di Kota Y.
3. Bagaimana pengaruh dari pelaksanaan musyawarah guru mata pelajaran/ MGMP yang sesuai dengan kebutuhan peningkatan profesionalisme guru terhadap kinerja mengajar guru mata pelajaran pada tingkat SMA Negeri di Kota Y.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan mempunyai harapan besar untuk dapat dijadikan bahan masukan pembinaan dalam meningkatkan profesionalisme dan kinerja mengajar guru dalam menambah wawasan bagi pihak yang terkait. Begitu juga penelitian ini dapat langsung dirasakan hasilnya baik bagi pengurus MGMP pada tingkat SMA, guru mata pelajaran pada tingkat SMA, peneliti sendiri, maupun bagi penelitian lebih lanjut.
1. Bagi Pengurus MGMP pada tingkat SMA di Kota Y.
Kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada program MGMP pada tingkat SMA di Kota Y, diungkapkan melalui penelitian merupakan bahan instrospeksi untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja mengajar guru selanjutnya. Pada akhirnya diharapkan mampu membenahi program dan pelaksanaan pembinaan selanjutnya untuk memperbaiki/meningkatkan kualitas guru terutama dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tuntutan dan perkembangan pendidikan.
2. Guru
Bagi guru, penelitian ini merupakan sarana untuk mendapatkan Informasi yang baik sebagai masukan yang dapat dijadikan perbaikan ke depan sebagai tenaga profesional, guru akan menyadari dan mengetahui posisi masing-masing sebagai orang-orang terpenting dan berada dalam posisi terdepan dalam proses belajar mengajar.
3. Peneliti Sendiri
Bagi peneliti, kesempatan penelitian yang dilakukan ini merupakan upaya menambah wawasan berfikir ilmiah, terutama dalam rangka pembinaan profesionalisme dan kinerja mengajar guru secara teoritis dan kaitannya dengan pelaksanaan di lapangan. Dengan ditemukannya keunggulan dan kelemahan program pembinaan profesional dan kinerja mengajar guru melalui kegiatan MGMP akan mudah mengetahui akar permasalahan dari dimensi itu dan memberikan solusi bila permasalahan serupa terulang kembali.
4. Bagi penelitian lebih lanjut.
Untuk peneliti yang akan melanjutkan penelitian yang berkaitan dengan pembinaan profesionalisme dan kinerja mengajar guru melalui kegiatan MGMP dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai bahan kajian yang relevan.

TESIS KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN PENGAWAS SEKOLAH DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SMK

TESIS KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN PENGAWAS SEKOLAH DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SMK

(KODE : PASCSARJ-0174) : TESIS KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN PENGAWAS SEKOLAH DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SMK (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kualitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh faktor kinerja guru dalam memberikan pelayanan pembelajaran atau dengan kata lain, Kinerja Mengajar Guru. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang disampaikan Zamroni (2007 : 113), bahwa "kualitas proses belajar mengajar terutama ditentukan oleh kualitas guru, yakni kemampuan dan kemauan guru." Istilah kemampuan dan kemauan yang dikemukakan Zamroni tersebut dapat diartikan sebagai kinerja bila merujuk pada pendapat Keith Davis (1964 : 484) : "Human performance consists of ability and motivation." Artinya, kinerja seseorang meliputi kemampuan dan motivasi (kemauan). Jadi kinerja mengajar guru merupakan hasil persilangan antara kemampuan dan motivasi yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas pengajarannya di sekolah.
Menurut Zamroni kemampuan atau kompetensi guru merupakan penguasaan materi yang akan diajarkan dan penguasaan metodologi pembelajaran, sedangkan kemauan guru merupakan sifat positif guru terhadap tugas-tugas profesional mengajar yang tercermin pada dedikasi pada tugas-tugas tersebut.
Sejalan dengan pendapat Zamroni, Stephen P. Robbins (2006 : 52) mendefinisikan kemampuan sebagai kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu, sebagaimana dikemukakannya : "Ability is an individual capacity to do tasks in a certain job." Sedangkan Razik dan Swanson (1995 : 275), mendefinisikan kemauan atau motivasi sebagai upaya mewujudkan kemampuan menjadi tindakan atau tugas sebagaimana disampaikan mereka : "Motivation is the effort with which ability is applied to a task." Pendapat kedua pakar tersebut memperkuat pengertian kinerja sebagaimana juga dikemukakan oleh Zamroni di atas.
Dari pemaparan tentang kinerja tersebut dapatlah disimpulkan bahwa kinerja mengajar guru sangatlah penting karena menentukan kualitas pembelajaran di sekolah. Kinerja mengajar guru merupakan faktor yang bisa mencerminkan sikap dan karakter seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah. Kinerja mengajar guru merupakan nilai-nilai luhur yang perlu diinternalisasikan ke dalam diri setiap guru agar ia bekerja dengan penuh gairah dalam memberikan pelayanan pembelajaran dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah, sedang, dan akan dilakukannya kepada seluruh peserta didiknya.
Kinerja mengajar guru dalam perkembangannya telah menjadi sosok penting dan menjadi objek pembahasan yang menarik. Para pakar pendidikan maupun pakar manajemen dan administrasi pendidikan tidak henti-hentinya membicarakannya dan melakukan penelitian-penelitian yang berguna yang berhubungan dengan objek tersebut, begitu pula pihak pemerintah selalu menyinggungnya untuk menentukan kebijaksanaan yang tepat yang berhubungan dengan hal itu.
Pakar manajemen atau administrasi pendidikan, Sedarmayanti (2001 : 50) menyukai pendapat August W. Smith tentang definisi kinerja, bahwa kinerja didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia sebagaimana disampaikan melalui kutipannya : "performance is output derives from processes, human otherwise."
Pakar manajemen lainnya, Wibowo (2007) dalam buku "Manajemen Kinerja" mengemukakan pendapatnya, bahwa : 
"Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya" (Wibowo, 2007 : 2).
Dari pihak pemerintah, sebuah lembaga pemerintah, LAN (Lembaga Administrasi Negara, 1992) menjelaskan bahwa "kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja." Dengan kata lain kinerja adalah wujud perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi prestasi.
Kemudian untuk mengetahui tingkat kinerja seseorang, T.R. Mitchell (1989 : 327) menentukan ukurannya. Menurutnya kinerja seseorang bisa diukur berdasarkan kriteria atau standar berikut : (1) Kualitas hasil kerja (Quality of work); (2) Prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan (Promptness-Initiative); (3) Kemampuan menyelesaikan pekerjaan (Capability); dan (4) Kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain (Comunication).
Sedangkan standar kinerja mengajar guru pengukurannya menurut Piet A. Sahertian dalam Kusmianto (1997 : 49) harus mencakup : (1) Kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya; (2) Bekerja dengan siswa secara individual; (3) Persiapan dan perencanaan pembelajaran; (4) Pendayagunaan media pembelajaran; (5) Melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar; dan (6) Kepemimpinan yang aktif dari guru.
Selanjutnya Menteri Pendidikan Nasional membuat kebijaksanaan untuk mengukur kinerja guru dengan istilah standar kompetensi guru sebagaimana disampaikannya dalam Permendiknas RI (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu : (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Kinerja guru yang sebenarnya diwujudkan dalam bentuk perilaku guru dalam memberikan pelayanan pembelajaran kepada peserta didiknya, atau dengan kata lain kinerja mengajar guru meliputi : (1) Merencanakan pembelajaran; (2) Melaksanakan kegiatan/proses pembelajaran; dan (3) Menilai hasil belajar.
Pengukuran atau standarisasi terhadap kinerja mengajar guru tersebut diperlukan guna memberi kesempatan bagi para guru untuk mengetahui tingkat kinerja mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sedarmayanti (2001 : 54), bahwa "untuk dapat mengevaluasi kinerja pegawai secara obyektif dan akurat, maka perlu ada tolok ukur tingkat kinerja. Pengukuran tersebut berarti memberi kesempatan bagi para pegawai untuk mengetahui tingkat kinerja mereka."
Disamping itu hasil pengukuran terhadap kinerja guru dapat memberikan masukan kepada sekolah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi para pegawainya (guru-gurunya) terhadap keberhasilan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai sekolah tersebut. Kemudian informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut oleh sekolah dapat dipergunakan untuk memperhitungkan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru-gurunya sesuai dengan tingkat kesulitan mereka agar gairah kerja mereka di sekolahnya tetap meningkat.
Namun fenomena yang terjadi di lapangan sungguh berbeda, karena kinerja mengajar guru di beberapa sekolah di daerah tertentu masih belum menunjukkan kenaikan yang berarti dalam memberikan pelayanan pendidikan dan pembelajaran, meskipun ada diantara mereka telah berulang kali mendapat pendidikan dan pelatihan dari lembaga-lembaga, pusat-pusat pelatihan atau asosiasi-asosiasi profesi tersebut. Pendidikan dan pelatihan yang telah diprogramkan dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi pelatihan yang dimaksud diperkirakan belum dapat mengusik hati nurani dan perilaku sebagian guru untuk berubah agar meningkatkan kinerjanya lebih tinggi dari kebiasaannya semula.
Rendahnya kinerja guru SMK dalam memberikan pelayanan pengajaran dapat berdampak pada rendahnya kualitas proses/hasil pembelajaran dan juga mutu lulusan yang dihasilkan sekolah tersebut, sehingga hal ini menimbulkan banyak masalah, seperti peserta didik yang hasil belajarnya tidak mencapai SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimal) atau peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan di bawah standar tersebut, juga lulusan sekolah yang tidak cakap, tidak terampil, dan tidak memiliki keahlian yang cukup untuk bekal hidupnya sehingga tidak siap pakai di dunia kerja, karena lulusan tersebut tidak mencapai standar kompetensi yang memadai sesuai SKL (Standar Kompetensi Lulusan). Inilah hal-hal yang telah mengganjal dan menjadi keprihatinan dari para orang tua pemakai jasa pendidikan tersebut.
Rendahnya hasil UN/UAS di Kabupaten Z tidak berarti tidak ada upaya untuk meningkatkannya. Dinas Pendidikan Kabupaten Z telah berupaya untuk meningkatkan hasil ujian tersebut. Beberapa cara telah ditempuh oleh Dinas ini, diantaranya dengan cara memerintahkan para kepala SMK untuk mengawasi dan membina para guru dengan serius, namun hasilnya belum menggembirakan. Upaya lainnya dilakukan dengan pemberlakuan tindakan Sidak (sistem tindakan di tempat atau inspection) dengan tujuan membuat jera para pelanggar disiplin dan memberikan sanksi administratif kepada mereka. Contoh : guru atau pegawai selain guru yang melanggar disiplin pegawai seperti datang terlambat atau meninggalkan tugas pada jam-jam kerja, terkena sanksi administrasi. 
Namun cara ini tetap kurang efektif, karena pelaksanaannya tidak terkoordinasi dengan baik dan tidak ada tindak lanjutnya. Bahkan pelaksanaannya sering kali mengalami kegagalan atau kebocoran karena ada sebagian pejabat dan masyarakat yang berkepentingan dengan kebijaksanaan pendidikan di daerah ini tidak mendukung tindakan sidak karena mereka menganggap tindakan ini tidak manusiawi dan tidak realistis. Surat-surat perintah atau penugasan yang berhubungan dengan kegiatan pembinaan dan tindakan sidak ini telah diarsipkan dalam dokumen Dinas Pendidikan tersebut (Disdikab Z, 2006-2008).
Menyadari akan pengalaman kegagalan tersebut, maka diperlukan upaya lain yang lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu menurut perkiraan penulis saat ini ada upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu yang pertama adalah melalui pendekatan perilaku kepemimpinan yang tepat dan efektif, yang dapat dilakukan pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan dalam membina guru di sekolah binaan dan yang kedua adalah dengan penciptaan iklim kerja di sekolah yang baik, sehat dan kondusif atau iklim sekolah yang terbuka bagi kepentingan semua warga sekolah dan jalinan hubungan yang terbaik diantara mereka.
Sejalan dengan hal itu Sagala (2006 : 242) mengemukakan bahwa kegiatan pengawas ini dituntut untuk dapat memberikan perhatian khusus terhadap profesionalisme guru guna memperbaiki pengajaran sehingga tercipta kualitas yang baik.
Hal itu dapat terjadi bila kegiatan pengawasan berjalan dengan efektif. Neagley dan Evans (1980 : 1) mengatakan : "Effective supervision of instruction can improve the quality of teaching and learning in the classroom." Artinya pengawasan pembelajaran yang efektif dapat memperbaiki kualitas belajar mengajar di kelas.
Pendapat dan hasil-hasil penemuan penelitian yang dikemukakan di atas, semuanya memberikan dukungan yang kuat bahwa untuk meningkatkan kinerja mengajar guru SMK diperlukan perilaku kepemimpinan yang baik dan tepat (efektif) dari seorang pemimpin pengajaran yang dapat memahami perilaku dan kebutuhan dasar guru SMK dan mampu membimbing dan mengarahkan mereka ke arah peningkatan kemampuan profesional dan motivasi berprestasi mereka, yaitu pengawas sekolah dengan perilaku kepemimpinannya yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya melakukan pembinaan dan perbaikan pengajaran di sekolah binaan. Juga diperlukan adanya iklim kerja yang terbuka yang dapat menjaga perasaan dan hubungan satu sama lain serta saling menghargai pekerjaan masing-masing dari seluruh warga sekolah. Dengan demikian cara-cara yang telah diuraikan tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja mengajar guru di SMK sesuai dengan harapan.
Melihat kenyataan ini penulis tergugah untuk mengangkat masalah kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru di SMK dalam suatu penelitian, maka penulis ingin meneliti dengan judul "Kontribusi Perilaku Kepemimpinan Pengawas Sekolah dan Iklim Kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SMK di Kabupaten Z".

B. Identifikasi dan Batasan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian dapat diidentifikasikan dan dibatasi sebagai berikut : 
1. Identifikasi masalah
Masalah utama dalam penelitian ini adalah : "Kinerja Mengajar Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Z masih rendah atau belum optimal dilaksanakan sehingga kualitas proses pembelajaran di sekolah-sekolah tersebut kurang bermutu."
2. Batasan masalah
Dari hasil analisis teridentifikasi 8 (delapan) faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z, yaitu : pelatihan dan pengembangan, kesejahteraan/insentif, fasilitas pembelajaran atau alat bantu mengajar, perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja di sekolah, latar belakang pendidikan, kepuasan kerja, dan keuangan sekolah.
Hasil tersebut dikonfirmasikan dengan pengamatan langsung di lapangan. Ternyata dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja mengajar guru sekolah tersebut yang paling utama terlihat dengan kasat mata penulis adalah perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja di sekolah.
Berdasarkan pernyataan masalah tersebut, maka masalah tersebut perlu dibatasi yaitu seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 
1. Bagaimana gambaran empiris tentang perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja, dan kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
2. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
3. Seberapa besar kontribusi iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ? 
4. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis : 
1. Gambaran empiris tentang perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja dan kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
2. Kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
3. Kontribusi iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
4. Kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tentang kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z, yaitu : 
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah perkembangan keilmuan di bidang administrasi pendidikan, khususnya pemahaman terhadap pengembangan aspek sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu perilaku kepemimpinan pengawas sekolah yang tepat dan efektif, iklim kerja di sekolah yang terbuka, dan kinerja mengajar guru SMK yang optimal dan profesional dalam bekerja sebagai komponen input/proses dan prestasi peserta didik/siswa yang memuaskan dan kualitas lulusan/tamatan yang bermutu sebagai komponen output serta permintaan masyarakat pemakai jasa pendidikan dan tenaga kerja oleh dunia usaha (DU) dan dunia industri (DI) sebagai komponen outcome.
2. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan pemikiran bagi guru dalam rangka meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didiknya dengan cara merefleksi diri atas perilaku kerjanya selama ini dan berupaya memperbaiki kemampuan profesionalnya dan motivasi kerjanya di tempat manapun ia bertugas.
TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SD

TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SD

(KODE : PASCSARJ-0172) : TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 disebutkan bahwa "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Hal ini mengandung arti bahwa semua pendidikan yang dilaksanakan di Negara Indonesia harus mengarah pada pencapaian tujuan di atas. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut diperlukan suatu sistem pendidikan nasional yang berkualitas. Dalam sistem itu sendiri perlu adanya suatu standar penyelenggaraan pendidikan yang menjadi bahan acuan, termasuk di dalamnya standar kompetensi guru serta standar kinerja mengajar guru.
Upaya untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut harus didukung oleh segenap aspek yang berkait dengan kependidikan, baik pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah dalam hal ini dilibatkan karena menurut UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran, dan pemerintah wajib membiayainya. Upaya pemerintah ini dibuktikan dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana serta perangkat kependidikan lainnya.
Aspek yang paling dominan dalam kaitannya dengan kependidikan adalah guru (pendidik), yang memang secara khusus diperuntukkan untuk mendukung dan bahkan menjadi ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional (SPN) pada pasal 19 : 
(1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. 
(3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Berdasarkan kutipan di atas, khususnya pada ayat 2 jelas tertulis bahwa pelaksana kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut adalah guru. Apalagi jika kita kaitkan dengan pasal 28 Standar Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
Profesionalitas seorang guru, didukung oleh beberapa syarat sebagai tenaga profesional. Hal ini dijelaskan dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan sebagai berikut : "Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan."
Kualitas pendidikan seperti apa yang tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional akan tercapai dengan efektif dan efisien manakala kepala sekolah dan guru sebagai komponen penting yang langsung banyak bersentuhan dengan siswa profesional. Sebaliknya manakala profesionalitas mereka tidak lagi jadi ukuran, maka jangan harap tujuan pendidikan akan tercapai secara efektif dan efisien.
Konsekwensi dari Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tersebut di bagian atas memberikan makna bahwa seseorang tidak berhak menjadi guru jika tidak memiliki hal-hal tersebut di atas, dengan kata lain tidak profesional. Ataupun jika mereka telah menjadi seorang guru diharuskan melakukan upaya untuk memenuhi standar profesional. Dalam kenyataan di lapangan disinyalir masih banyak tenaga pendidik yang belum memiliki kompetensi yang layak berdasarkan Standar Pendidikan Nasional, termasuk di lembaga pendidikan yang berada di daerah terpencil X.
Jumlah tenaga guru honorer yang ikut mengabdi di jenjang Sekolah Dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Unit Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) Pendidikan TK, SD, dan PLS Kecamatan X berjumlah 112 orang, yang tersebar di seluruh Sekolah. Dari jumlah tersebut baru dua orang guru saja yang telah memenuhi standar berkualifikasi S1. Sedangkan yang lainnya, 57 orang guru baru berijazah D2, delapan orang guru berijazah SLTA keguruan, 48 orang guru berijazah SLTA non-keguruan, dan bahkan ada lima orang guru honorer yang baru mengantongi ijazah SMP.
Berdasarkan data laporan dinas pendidikan kecamatan X guru definitif juga belum semuanya memiliki kualifikasi sesuai dengan apa yang diharuskan dalam Standar Kualifikasi Pendidikan. Lebih jelasnya kualifikasi pendidikan mereka terdiri dari 30 orang memiliki kualifikasi S1, 84 orang memiliki kualifikasi D2, 44 orang guru berijazah SLTA keguruan, dan bahkan ada satu orang guru yang berijazah SLTA non-keguruan.
Keadaan seperti ini dimungkinkan akan mempengaruhi terhadap keberlangsungan pembelajaran, terutama yang berkaitan dengan kompetensi pedagogik serta kinerja mengajar guru-guru di jenjang Sekolah dasar di lingkungan UPTD Pendidikan X ini.
Memang dirasakan banyak kendala yang dihadapi dalam rangka memenuhi standar nasional pendidikan. Di samping kendala-kendala di atas terdapat pula kendala lain yang tidak bisa diabaikan, diantaranya keadaan sarana transportasi yang cukup berat, apalagi di musim hujan medan dirasa sangat berat untuk dilalui.
Untuk itu melalui penelitian ini penulis ingin mengungkap seberapa jauh ability serta profesionalitas kinerja tenaga pendidik (guru) di daerah terpencil, khususnya di Kecamatan X.
Salah satu unsur yang dianggap paling berperan dalam meningkatkan kinerja mengajar guru adalah kepala sekolah, sebagai atasan langsung guru. Kepala sekolah harus dapat menciptakan suatu iklim dan budaya kerja yang kondusif untuk terjadinya suatu proses pembelajaran yang efektif, sehingga diperlukan suatu perilaku kepemimpinan yang baik. Kepala sekolah harus senantiasa berupaya ke arah itu. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah menerapkan motivasi kerja.
Thoha (2006 : 49) memberikan penjelasan bahwa perilaku kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain. Kepala sekolah sebagai top leader di sekolah memiliki tanggung jawab yang besar, apalagi dengan diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kemampuan seorang pemimpin akan memberikan dampak yang nyata terhadap mutu produk yang dihasilkan. Dalam hal ini mutu kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan akan berdampak terhadap mutu produk pendidikan di sekolah tersebut. Mortimer J. Adler dalam Dadi Permadi (1998 : 24) menegaskan bahwa "The quality of teaching and learning that goes in a school is largely determined by the quality of principals leadership" (mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah) dengan demikian seorang pemimpin bisa dikatakan ruh sebuah lembaga atau institusi.
Banyak faktor yang turut mewarnai perilaku kepemimpinan seorang kepala sekolah, sehingga perilaku kepemimpinan kepala sekolah itu sendiri secara teori banyak jenisnya. Seorang kepala sekolah mungkin tidak menyadari perilaku apa yang sedang mereka lakukan dalam melaksanakan tugas. Tetapi kepala sekolah yang visioner justru harus memahami secara benar tentang perilaku kepemimpinan apa yang akan dipergunakan serta bagaimana tata laksana dari perilaku kepemimpinan tersebut dalam rangka mencapai tujuan organisasi sekolah yang lebih baik di masa yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mencoba melakukan penelitian tentang kinerja mengajar guru sekolah dasar yang dituangkan dalam bentuk tesis yang berjudul "Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Kompetensi Pedagogik Terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah Dasar".

B. RUMUSAN MASALAH
Paparan dalam latar belakang masalah berintikan pemikiran bahwa karena tuntutan kinerja dalam peningkatan SDM begitu tinggi, guru harus mendapat bantuan untuk mengembangkan diri, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menumbuhkan sikap profesional. Di samping itu agar guru senantiasa dapat melaksanakan komitmennya dalam berkinerja, dibutuhkan mekanisme atau sistem yang akan mengarahkan pada pencapaian kompetensi guru yang kemudian dapat berkinerja secara optimal. Kepala sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan yang terkait secara langsung dengan guru. Dengan demikian kedudukan kepala sekolah dianggap penting pula dalam peningkatan kinerja mengajar guru guna mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Berdasarkan pemikiran di atas, rumusan masalah dapat dituliskan sebagai berikut : 
1) Bagaimana gambaran di lapangan tentang perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar di kecamatan X ?
2) Bagaimana gambaran di lapangan tentang kompetensi pedagogik yang dimiliki guru sekolah dasar kecamatan X ?
3) Bagaimana gambaran di lapangan tentang kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?
4) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar terhadap kompetensi pedagogik guru sekolah dasar kecamatan X ?
5) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?
6) Seberapa besar pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?
7) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar dan kompetensi pedagogik secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?

C. TUJUAN PENELITIAN 
1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh perilaku kepemimpinan Transformasional kepala sekolah dan kompetensi pedagogik terhadap peningkatan kinerja mengajar guru Sekolah Dasar di Wilayah Kecamatan X, sebuah daerah yang tergolong terpencil di Kabupaten Y. Gambaran yang dimaksud baik berupa perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam berkinerja dan kompetensi yang dimiliki para guru sebagai tenaga profesional, sehingga dapat meningkatkan kinerja yang pada gilirannya akan memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara efektif dan efisien.
2. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam teori-teori tentang perilaku kepemimpinan dan kompetensi guru di sekolah dasar dalam kaitannya dengan upaya peningkatan tarap profesionalisme dan kinerja mengajar guru secara keseluruhan baik di lembaga sekolah negeri maupun swasta.
Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat dikaji bagaimana gambaran pelaksanaan perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam upaya pencapaian tujuan organisasi sekolah secara efektif dan efisien. Juga diharapkan akan didapat suatu gambaran bagaimana kompetensi pedagogik guru, serta kinerja mengajar guru sekolah dasar di kecamatan X dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu juga diharapkan didapat suatu gambaran pengaruh yang ditimbulkan oleh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi pedagogik terhadap kinerja mengajar guru.
3. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan mendatangkan guna dan manfaat yang besar bagi perkembangan dunia pendidikan. Demikian juga adanya dengan penelitian ini walau disusun dalam bentuk yang sangat sederhana tapi memiliki sebuah harapan yang sama dalam rangka pengembangan dunia pendidikan, khususnya di daerah tempat penelitian.
Secara rinci kegunaan dari hasil penelitian ini sebagai berikut : 
1) Secara Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa bahan informasi dan masukan yang berguna bagi pengembangan konsep-konsep kinerja kepala sekolah, kompetensi pedagogik dan kinerja mengajar guru dalam kaitannya dengan pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan.
2) Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan suatu masukan atau kontribusi terhadap para kepala sekolah dan guru dalam rangka pengembangan kinerja demi pencapaian tujuan pendidikan nasional secara efektif dan efisien.
3) Kegunaan Bagi Penelitian Selanjutnya
Disadari bahwa ilmu pengetahuan akan terus berkembang, termasuk hasil dari sebuah penelitian. Maka mungkin penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar dalam pengembangan penelitian lebih lanjut dalam proses generalisasi.

D. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei. Menurut Kalinger yang dikutip Akdon (2005 : 91) yang menyatakan bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penelitian survei biasanya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang representatif.
TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU SD

TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU SD


(KODE : PASCSARJ-0168) : TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi pada hakekatnya adalah penahanan pribadi manusia, yang meliputi pengembangan pengetahuan sikap dan perilaku. Donald F. Klein menyatakan bahwa masyarakat informasi adalah masyarakat yang mampu menguasai dan mendayagunakan arus informasi, mampu bersaing, terus menerus belajar (serba ingin tahu), mampu menjelaskan, imajinatif, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai kemampuan menggunakan berbagai metode dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Dalam kaitan tersebut (Naisbit dan Aburdence, 1990) meyakini bahwa keberhasilan akan dicapai pada dekade yang akan datang jika dilakukan berbagai perubahan dengan optimisme dan komitmen yang tinggi dari para pelakunya. Disamping itu, berbagai perubahan tersebut akan berhasil dengan baik apabila disertai dengan pola kepemimpinan yang kuat dalam mengorganisasikannya.
Untuk dapat merubah tatanan kehidupan seperti yang disampaikan oleh para ahli di atas, diperlukan adanya pendidikan yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkemampuan untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus menerus {continuous quality improvement). Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu diberi berbagai pengetahuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab dan keterampilan, Brodjonegoro, et. al. (Fasli Jalal & Dedi Supriadi, 2001).
Pendidikan merupakan wahana strategis dalam memfasilitasi terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas. Pengelolaan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama suatu bangsa untuk berpartisipasi aktif dalam dinamika era globalisasi. Sumber daya manusia yang handal merupakan salah satu modal penggerak produktivitas dan efisiensi, disamping dana dan penguasaan teknologi, yang merupakan faktor penentu keberhasilan usaha dalam pasar terbuka. 
E.F. Schumacher, (Sedarmayanti, 2001 : 40) mengatakan bahwa, pendidikan adalah yang paling terpenting, serta dilihat dari perannya, pendidikan adalah kunci untuk segalanya. Hasil pendidikan disebut bermutu dari segi produk, jika mempunyai ciri antara lain peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap materi yang hams dikuasai sesuai dengan tujuan dan sasaran pendidikan. Diantaranya adalah hasil belajar akademis yang dinyatakan dalam prestasi belajar. 
Ciri lainnya, hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupannya, sehingga dengan belajar, peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu melainkan dapat melakukan sesuatu yang fungsional untuk kehidupannya. Sedangkan suatu pendidikan disebut bermutu dari segi proses jika proses belajar berlangsung secara efektif, dan peserta mengalami proses pembelajaran yang bermakna, ditunjang oleh sumber daya yang wajar. Proses pendidikan yang bermutu tersebut akan menghasilkan produk yang bermutu pula. Hal ini menuntut kepada para pendidik atau guru untuk senantiasa mengembangkan potensi sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia. 
(Budiyanto, Pelita 19 September 2006), untuk mewujudkan kualitas sumber daya manusia maka peran guru harus menjadi pribadi yang efektif yang didukung oleh lima unsur secara utuh yang meliputi : pertama, penalaran. Penalaran merupakan kemampuan untuk memfungsikan akal pikiran secara efektif dengan bentuk bertanya, mencari, menguji dan menjawab berbagai fenomena sehingga menjadi sesuatu yang bermakna. Potensi penalaran didukung pula oleh lima kecakapan yang terdiri dari : 1) keterampilan konseptual; 2) berpikir logis; 3) berpikir kreatif; 4) berpikir holistik; 5) komunikasi. Kedua, sumber manusia. Ketiga, pengetahuan. Keempat, fungsi-fungsi utama. Kepribadian efektif akan tercermin dari keseluruhan perilaku yang dilandasi dan dibimbing oleh nilai-nilai yang berakar pada keyakinannya. Kelima, kualitas watak. Sebab berkualitas tidaknya proses pendidikan sangat tergantung pada kreativitas dan inovasi yang dimiliki guru.
Pullias and Young (1988), Manan (1990), serta Yelon Weinstein (1997) yang dikutip oleh (Mulyasa, 2008 : 37) mengidentifikasikan sedikitnya sembilan belas peran guru, yakni guru sebagai pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator. Oleh karena itu guru harus mempunyai kemampuan dasar dan life skill dalam mengorganisasikan materi pembelajaran yang esensial, merumuskan proses pembelajaran, mengembangkan bahan pelajaran (perangkat lunak dan keras) dan merumuskan sistem evaluasi berbasis kompetensi.
Berdasarkan pendapat di atas, guru merupakan faktor penentu dalam proses pembelajaran, karena mutu pendidikan suatu sekolah akan sangat bergantung pada tingkat profesionalisme guru, hal ini jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional bahwa : pendidik hams memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik untuk guru SD dan SMP atau sederajat adalah sekurang-kurangnya diploma (D-IV) atau sarjana (S1) berlatar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Apabila dilihat secara nasional, sebagian besar guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB masih kurang layak mengajar sesuai dengan kualifikasi minimal yang ditetapkan. Data Balitbang tahun 2002/2003, dari 2,7 juta guru di Indonesia, 1,8 juta guru belum memenuhi syarat akademis S1. Ditingkat sekolah menengah 62,08 telah mengantongi ijazah S1. Akan tetapi ditingkat sekolah dasar, terutama SD kondisinya sangat memperhatikan yaitu dari sekitar 1,3 juta guru SD, hanya 8,3 persen yang telah memenuhi kualifikasi akademik S1. Program masalisasi peningkatan derajat akademik guru SD menjadi D-II pun selama belasan tahun hanya mencapai 40 persen. Kebanyakan guru SD hanya berkualifikasi D-I atau di bawahnya (Sriyanto, Kompas 4 Desember 2006).
Masih banyak guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik, guru SD yang mencapai D2 bam 40%. Padahal, UU mensyaratkan guru SD hams lulusan D4. Sedangkan untuk guru SMP bam 25% berlatar belakang pendidikan D3, padahal UU mensyaratkan hams lulusan S1. Begitu juga dengan guru SMA, guru lulusan S1 bam mencapai 73%.
Nanang Fattah (Pikiran Rakyat, 15 Oktober 2005), mengungkapkan berkenaan dengan tingkat kesesuaian guru mengajar, 15% guru mengajar tidak sesuai dengan bidang keahlian yang digelutinya. Padahal, menurutnya guru yang mengajar sesuai bidang studinya pun masih banyak yang tidak menguasai materi ajar yang disampaikan. Dengan mismatch tersebut berdampak guru tidak dapat memberdayakan dan mengembangkan diri secara baik, sehingga kompetensi lulusan tidak akan terwujudkan karena mengajar juga tidak kompeten. Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Pembinaan dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Sumarna Surapranata, (Antologi Artikel 2006-2007) skala persentase miss match tenaga guru di sekolah-sekolah mencapai 30 persen. Mereka mengajar tidak sesuai bidang yang dikuasainya. Jika ini dibiarkan akan berdampak pada kualitas guru, jika kualitas guru rendah maka kinerja juga akan rendah. Sebab kinerja guru tidak terlepas dari kemampuan guru itu sendiri. seperti yang dikemukakan oleh Natawidjaja (1992 : 4) mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek kemampuan guru yaitu : 1) Kemampuan pribadi; 2) Kemampuan Profesional; 3) Kemampuan Kemasyarakatan atau sosial.
Berdasarkan pendapat dan fenomena yang dikemukakan di atas, guru dituntut memiliki kemampuan yang dapat merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik, karena di dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, jika kinerja guru tidak baik akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Untuk itu kinerja guru dalam mengajar menjadi tuntutan penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan. Sebab secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan dari kemampuan guru. Kemampuan guru meliputi penguasaan materi pelajaran, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya, disamping itu guru hams merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. 
Hal ini, tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Harapan dalam Undang-Undang tersebut menunjukkan adanya perubahan paradigma pola mengajar guru yang pada mulanya sebagai sumber informasi bagi siswa dan selalu mendominasi kegiatan dalam kelas berubah menuju paradigma yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran dan selalu terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dalam kelas. Kenyataan ini mengharuskan guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya terutama memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Hammond LD dan Brasford, (2005 : 8l8) menjelaskan bahwa guru yang baik memahami siswa dimanapun, dan dapat menggambarkan bagaimana melakukan, sehingga siswa dapat memahami dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa masing-masing guru memiliki karakter yang spesifik. Kesesuaian karakter guru dengan lingkungan kerja, sistem manajemen sekolah akan membentuk kinerja guru.
Sejauh ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya kinerja mengajar guru, disebabkan oleh pola kepemimpinan kepala sekolah yang tidak jelas. Kepemimpinan selalu diperlukan sebagai aktivitas untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pada situasi tertentu. Menurut Hersey & Blanchard (1988) kadar upaya pemimpin adalah membina hubungan pribadi antara mereka sendiri dan dengan para anggota kelompok mereka (pengikut) dengan membuka lebar saluran komunikasi, menyediakan dukungan sosio emosional, dan pemudahan perilaku.
Nanang Fattah, (2008 : 88) yang mengungkapkan bahwa pemimpin pada hakekatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Salah satu model kepemimpinan yang dapat digunakan oleh kepala sekolah adalah model kepemimpinan dengan pendekatan perilaku. Pada dasarnya model kepemimpinan dengan pendekatan perilaku mengemukakan dua dimensi gaya kepemimpinan, yaitu gaya yang berorientasi tugas (task oriented) dan gaya yang berorientasi pada orang (people oriented).
The Ohio State Leadership Studies sebagai salah satu studi yang mengemukakan kepemimpinan dengan pendekatan perilaku, menyebut dua dimensi kepemimpinan yang terkandung didalamnya sebagai initiating structure dan consideration. Initiating structure menunjukkan kecenderungan pemimpin untuk mendefinisikan dan menyusun tugas atau peran para bawahan. Consideration menunjukkan kecenderungan pemimpin untuk memberikan perhatian kepada para bawahan. Kenneth N. Wexley & Garry Yukl (2005 : 192) mendefinisikan initiating structure adalah tingkat dimana seorang pemimpin mendefinisikan dan merancang peran dirinya dan peran-peran para bawahannya ke arah pencapaian tujuan-tujuan formal kelompok. Consideration adalah tingkat dimana seorang pemimpin bertindak dalam cara yang hangat dan supportive serta menunjukkan perhatian kepada bawahan.
Selain pola kepemimpinan kepala sekolah, faktor lain yang mempengaruhi kinerja antara lain kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Nwachukwu Prince Ololube (2003) pada Rivers State of Nigeria hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kepuasan kerja dan motivasi yang berdampak pada kinerja guru dalam pembelajaran. Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, ketika seorang merasakan kepuasan kerja dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dalam kenyataannya, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat maksimal.
Untuk meningkatkan kinerja mengajar guru hanya akan terlaksana secara bermakna apabila faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diidentifikasi secara ilmiah. Untuk itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru dipandang perlu untuk dipelajari, ditelaah dan dikaji secara mendalam agar dapat memberikan gambaran yang jelas. Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja guru, adalah dengan adanya gaya kepemimpinan kepala sekolah yang tepat dan Kepuasan yang di peroleh ditempat kerja

B. Batasan Masalah
Inti kajian ini adalah kinerja mengajar guru, banyak faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi perilaku kepemimpinan kepala sekolah, dan kepuasan kerja. Berdasarkan hal tersebut pokok masalah yang diungkap dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja terhadap kinerja mengajar guru.

C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : 
1. Seberapa besar pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X ?
2. Seberapa besar pengaruh Kepuasan kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X ?
3. Seberapa besar pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja secara parsial maupun secara simultan terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis : 
1. Besarnya Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala sekolah terhadap Kinerja Mengajar guru SD Negeri di Kecamatan X.
2. Besarnya Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X.
3. Besarnya Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja baik secara parsial maupun secara simultan terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X.

E. Manfaat Penelitian 
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu : 
1). Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan pengembangan keilmuan Administrasi pendidikan, memberikan bukti empiris tentang pengaruh pendekatan perilaku kepemimpinan dan kepuasan kerja, juga sebagai bahan kajian bagi penelitian berikutnya. 
2). Manfaat Praktis.
Secara operasional, bagi Kepala Sekolah bagaimana meningkatkan Kinerja Mengajar guru dan bagi Dinas Pendidikan Kecamatan Kota Ternate sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya mencapai Kinerja Mengajar Guru yang tinggi, khususnya melalui Perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja.

TESIS EFEKTIFITAS LESSON STUDY BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SMP

TESIS EFEKTIFITAS LESSON STUDY BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SMP


(KODE : PASCSARJ-0167) : TESIS EFEKTIFITAS LESSON STUDY BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan pada tahap manapun dalam perjalanan hidupnya. Peningkatan dan pemerataan pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan yang mendapat prioritas utama dari Pemerintah Indonesia. Sistem Pendidikan Nasional yang sekarang berlaku diatur melalui Undang-Undang Pendidikan Nasional.
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban Bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Berdasarkan yang terkandung dari undang-undang dasar pendidikan dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas dan mampu mengikuti kemajuan teknologi yang terus berkembang. Lebih jauh diharapkan pendidikan juga dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia unggul yang dapat membawa bangsa ini segera bangkit dari ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan untuk mencapai kemajuan yang diharapkan.
Kualitas pendidikan di Indonesia belum sesuai dengan yang diharapkan Undang-Undang Dasar. Gambaran rendahnya mutu pendidikan tercermin dari beberapa hasil survey yang dilakukan dalam bidang MIPA, the Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS, 2003) melaporkan bahwa di antara 45 negara peserta TIMSS, peserta didik SMP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-36 untuk IPA dan ke-34 untuk Matematika. Siswa-siswa Indonesia hanya dapat menjawab soal-soal hafalan tetapi tidak dapat menjawab soal-soal yang memerlukan nalar atau keterampilan proses. Proses pembelajaran yang baik seharusnya menghasilkan nilai tes yang baik. Paradigma yang hanya mementingkan hasil tes harus segera diubah menjadi memperhatikan proses pembelajaran, sementara hasil tes merupakan dampak dari proses pembelajaran yang benar.
Senada dengan laporan TIMSS, hasil studi UNDP pada tahun 2005 mengenai indeks pembangunan manusia yang meliputi penilaian kemajuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan pendapatan perkapita menunjukkan bahwa peringkat Indonesia berada pada urutan 110 di dunia. Peringkat ini jauh di bawah Negara-negara tetangga di Asia tenggara seperti Singapura (25), Brunei Darusalam (33), Malaysia (61) dan Thailand (73), Filipina (84) dan Vietnam (108). Ini menunjukan kualitas sumber daya manusia kita masih kalah di bawah negara-negara lain. Hal ini membuktikan bahwa ada permasalahan dalam pendidikan yang harus segera dibenahi agar tercipta pendidikan yang berkualitas.
Pendidikan yang berkualitas hanya dapat diwujudkan apabila terdapat di sekolah beserta el em en yang melengkapi seperti pengajar, sarana prasarana, dan tenaga administratif lainnya dengan kualitas yang baik. Tanpa mengabaikan peranan faktor penting lainnya, mutu guru telah ditemukan oleh berbagai studi penelitian sebagai faktor yang paling penting dalam mempengaruhi mutu pendidikan. Tugas guru bukan hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum kepada siswa. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada siswa untuk berkreasi dan tidak melatih siswa untuk hidup mandiri.
Kenyataan yang terjadi di lapangan masih terdapat kesenjangan antara praktek pendidikan di lapangan dengan kebijakan pendidikan sebagai contoh, Peraturan Pemerintah Nomor RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan berbunyi sebagai berikut "Proses pendidikan harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik". Dalam prakteknya pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tidak ada yang tahu kecuali guru itu sendiri. Kenyataan itu ditambah lagi dengan kurang berfungsinya kepala sekolah dan pengawas. Kepala sekolah dan pengawas sebagai bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan pendidikan di sekolah sangat jarang masuk kelas melakukan observasi terhadap pembelajaran. Kepala sekolah atau pengawas umumnya lebih mementingkan dokumen administrasi guru, seperti renpel daripada masuk kelas melakukan observasi dan supervisi terhadap pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian Sobari (2009) mengatakan bahwa pelaksanaan supervisi menunjukan korelasi yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi guru.
Akibatnya guru tidak tertantang melakukan persiapan mengajar dengan baik, memikirkan metoda mengajar yang bervariasi, mempersiapkan bahan untuk percobaan di laboratorium. Ini berarti bahwa selama ini guru kurang memperhatikan pentingnya proses pembelajaran di dalam ruang kelas. Semestinya, guru lebih memperhatikan proses pembelajaran dan hasil tes merupakan dampak dari proses pembelajaran.
Pemerintah selalu melakukan usaha peningkatan profesionalisme guru diantaranya dengan disahkannya Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang tersebut semakin menegaskan komitmen pemerintah dalam meningkatkan mutu, daya saing, dan relevansi pendidikan. Undang-undang tersebut menuntut penyesuaian penyelenggaraan pendidikan dan pembinaan guru menjadi profesional. Seorang guru akan mendapatkan penghargaan yang lebih tinggi tapi guru dituntut untuk mencapai sejumlah persyaratan untuk menjadi seorang profesional. Pengakuan guru sebagai tenaga profesional akan diberikan manakala telah memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikat pendidik. Kualifikasi diperoleh melalui program sarjana atau diploma IV. Sertifikasi diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi yang dimaksud undang-undang tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Penjabaran jenis-jenis kompetensi tersebut adalah sebagai berikut : 
1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 
2. Kompetensi Kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi.
4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, dan masyarakat sekitar.
Telah banyak penelitian yang mengungkapkan tentang pengembangan kompetensi guru diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Endah Yanuari (2009) yang mengemukakan bahwa pengembangan profesi guru melalui seminar, diklat, MGMP/KKG, IHT memberikan pengaruh 49,30 % terhadap kompetensi pedagogik guru.
Untuk mencapai kompetensi-kompetensi tersebut pemerintah telah melakukan peningkatan mutu guru melalui berbagai pendidikan dan pelatihan guru. Namun, usaha ini kurang berdampak terhadap peningkatan mutu guru. Sedikitnya ada dua hal penting mengapa pendidikan dan pelatihan guru kurang efektif, pertama materi pelatihan tidak berbasis pada masalah di kelas. Materi pelatihan yang sama diberikan pada semua guru tanpa mengenal daerah asal padahal kondisi suatu daerah belum tentu sama. Kedua, hasil penelitian hanya menjadi pengetahuan saja, sedikit yang diterapkan di kelas karena tidak ada monitoring setelah pelatihan.
Untuk menjawab semua kekurangan dari fakta-fakta di atas dibutuhkan suatu inovasi bam untuk lebih meningkatkan profesionalisme guru. Oleh karena dikembangkan suatu model in-service training yang lebih berfokus pada upaya pemberdayaan guru sesuai kapasitas serta permasalahan yang dihadapi masing-masing. Inovasi tersebut adalah Lesson Study yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study bukan metoda atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru.
Keberhasilan program lesson study dalam meningkatkan profesionalisme guru bermula di Jepang, telah menyebar ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia juga telah melakukan kegiatan lesson study dan merasakan manfaatnya dalam meningkatkan kompetensi guru. Beberapa manfaat yang diperoleh melalui lesson study dalam mata pelajaran MIPA di Provinsi Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur diantaranya menumbuhkan kesadaran untuk berbagi pengalaman, memecahkan masalah-masalah PBM bersama-sama, dan terbiasa mendokumentasikan temuan-temuan sebagai bahan untuk pembuatan karya tulis ilmiah.
Keberhasilan kegiatan lesson study bam dirasakan oleh mata pelajaran matematika dan IP A, sehingga perlu ditularkan untuk materi pelajaran lainnya di sekolah. Program lesson study berbasis MGMP perlu dikembangkan menjadi Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS). Program LSBS lebih efektif dan menyeluruh karena melibatkan seluruh guru dalam suatu sekolah.
SMP X sebagai salah satu sekolah yang terdapat di Kabupaten X ditunjuk sebagai sekolah penyelenggara Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di kabupaten X berkesempatan untuk mengoptimalkan pelaksanaan lesson study dalam meningkatkan kompetensi guru.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang "Efektifitas Kegiatan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dalam meningkatkan Kompetensi Guru pada SMP X"

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, dapatlah kiranya dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ? 
2. Sejauh mana Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dapat meningkatkan kompetensi guru SMP X ?
3. Masalah-masalah apa saja yang muncul dalam pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?
4. Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?

C. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kegiatan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dapat meningkatkan kompetensi guru di SMP X. Secara lebih khusus tujuan penelitian bisa dirinci lagi sebagai berikut : 
1. Mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?
2. Mengetahui sejauh mana Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dapat meningkatkan kompetensi guru SMP X ?
3. Menganalisis masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?
4. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?

D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan tentang Lesson Study Berbasis Sekolah dan manfaatnya dalam meningkatkan kompetensi guru. 
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak yang mempunyai kaitan dengan penelitian, antara lain : 
a. Bagi Pimpinan Pendidikan, sebagai bahan balikan untuk pembinaan, pengembangan serta mempersiapkan dan menyempurnakan penyelenggaraan Lesson Study Berbasis Sekolah sehingga tercapai tujuan pendidikan pada umumnya dan lembaga pendidikan dan menengah yang berada dalam pembinaannya.
b. Bagi Sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka meningkatkan pembinaan terhadap guru, maupun pengelola sekolahnya sehingga sikap profesionalisme guru dan mutu sekolah dapat ditingkatkan.
c. Bagi guru, sebagai bahan kajian agar guru selalu bemsaha mengembangkan kompetensinya, memperkaya dan meremajakan kemampuannya dalam mengembangkan program pengajaran. 
d. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini merupakan informasi awal untuk dikembangkan peneliti lainnya di bidang pendidikan, terutama yang berhubungan dengan Lesson Study Berbasis Sekolah sebagai sarana pembinaan untuk meningkatkan kompetensi guru sehingga menghasilkan guru-guru yang profesional.