Search This Blog

Showing posts with label skripsi ekonomi pembangunan. Show all posts
Showing posts with label skripsi ekonomi pembangunan. Show all posts

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KREDIT BERMASALAH DI BPR

(KODE : EKONPEMB-028) : SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KREDIT BERMASALAH DI BPR

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perekonomian merupakan sektor yang sangat penting dan menjadi salah satu fokus pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan untuk mencapai kesejahteraan. Sedemikian pentingnya sektor perekonomian ini sehingga dalam setiap pembuatan kebijakan harus mempertimbangkan segala aspek yang mungkin dapat mempengaruhinya baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negative. Perekonomian suatu Negara disamping memerlukan program yang terencana dan terarah untuk mencapai sasaran, faktor lainnya adalah dibutuhkan modal atau dana pembangunan yang cukup besar. Program-program pembangunan tersebut disusun oleh lembaga-lembaga perekonomian yang telah ditentukan. Lembaga-lembaga perekonomian ini bahu-membahu mengelola dan menggerakkan semua potensi ekonomi agar berdaya dan berhasil guna secara optimal. Lembaga keuangan khususnya perbankan mempunyai peranan yang strategis dalam menggerakkan perekonomian suatu negara.
Dengan melihat kondisi perekonomian tersebut maka semua orang berusaha memperbaiki kondisi ekonominya. Dalam kehidupan sehari-hari individu, perusahaan-perusahaan dan masyarakat secara keseluruhannya akan selalu menghadapi persoalan-persoalan yang bersifat ekonomi, yaitu persoalan yang menghendaki seseorang, suatu perusahaan atau masyarakat membuat keputusan tentang cara yang terbaik untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi.
Pada umumnya masyarakat selalu ingin mendapatkan penghidupan yang layak setiap harinya. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat selalu berusaha mengerjakan pekerjaan yang dapat memampukan mereka dalam mencukupi kehidupan mereka. Pendapatan yang meningkat hari ke hari sangat diharapkan seluruh masyarakat, sebab dengan pendapatan yang baik maka setiap kebutuhan keluarga dapat dipenuhi.
Banyak jenis-jenis kredit yang sering datang menawarkan bantuan modal bagi masyarakat mulai dari bank dan lembaga keuangan lainnya. Bank sebagai lembaga keuangan nasional selalu berusaha agar sirkulasi uang dalam masyarakat terus berputar dan dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, dimana fungsi dari uang tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang diberikan bank melalui kredit sebagai investasi yang diharapkan dapat memberikan pertumbuhan dalam perekonomian.
Kredit merupakan sumber pendapatan yang terbesar bagi bank dibandingkan sumber pendapatan lainnya. Kredit dalam neraca bank merupakan penggunaan dana namun bagi masyarakat yang mendapat bantuan dari bank merupakan sumber dana. Namun permintaan terhadap kredit perbankan juga dipengaruhi oleh suku bunga kredit yang bersangkutan. Setiap bank dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat memperoleh keuntungan dan bunga kredit merupakan pendapatan utama bank disamping pendapatan lainnya. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan bank memperluas usahanya.
Tetapi banyak permasalahan yang timbul salah satunya ialah bahwa lembaga keuangan komersil ini tidak tertarik untuk menyalurkan dan mengembangkan kredit bagi nasabah-nasabah yang relative kecil, terutama di wilayah pedesaan. Mereka pada umumnya beranggapan bahwa penyaluran kredit sampai ke tingkat masyarakat kecil akan mengandung resiko yang cukup tinggi, baik dari segi tingkat jaminan kredit maupun pengembalian kredit. Untuk mengisi kekosongan dalam memperluas jangkauan fasilitas kredit kepada kelompok masyarakat kecil maka didirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang secara khusus beroperasi didaerah kecamatan dan lebih ditujukan kepada masyarakat usaha menengah ke bawah.
Namun demikian pemberian kredit ini memiliki faktor resiko yang cukup tinggi dan berpengaruh cukup besar pula terhadap tingkat kesehatan bank serta tidak menutup kemungkinan terjadinya kredit yang bermasalah atau kredit macet yang diberikan. Kredit bermasalah atau kredit macet memberikan dampak yang kurang baik bagi Negara, masyarakat, dan bagi perbankan Indonesia. Bahaya yang timbul dari kredit bermasalah adalah tidak terbayarnya kembali kredit tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya. Semakin besar kredit bermasalah yang dihadapi oleh bank maka menurun pula tingkat kesehatan bank tersebut. Dari dampak yang ditimbulkan kredit bermasalah ini menguatkan keharusan perbankan untuk berusaha mengupayakan penanggulangan ataupun pencegahan bahaya yang mungkin timbul akibat kredit bermasalah tersebut.
Kredit bermasalah merupakan rasio atau perbandingan antara jumlah kredit bermasalah dengan total kredit yang disalurkan. Kredit bermasalah ini dapat diartikan sebagai kredit yang pembayaran kembali utang pokok dan kewajiban bunganya tidak sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan bank, serta mempunyai resiko penerimaan pendapatan dan bahkan mempunyai potensi untuk rugi, atau pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesenjangan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur.
Semakin besar jumlah kredit yang disalurkan oleh suatu bank, semakin besar pula modal yang harus disediakan oleh pemegang saham. Pihak bank selalu dihadapkan pada resiko yang cukup besar apakah dana dan bunga dari kredit yang diberikan akan dapat diterima kembali sesuai dengan yang telah dijanjikan dalam ikatan perjanjian kredit.
Jadi proses pemberian kredit tidak berakhir setelah kredit tersebut direalisasi, tetapi masih diperlukan pengawasan terhadap kegiatan debitur agar seluruh kredit beserta bunga dapat dibayar sesuai dengan prosedur yang disepakati.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui dan mempelajari sistem pemberian serta pengawasan kredit melalui suatu penelitian dengan judul "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT BERMASALAH DI BANK PERKREDITAN RAKYAT X".

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KREDIT PERBANKAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI KECIL

(KODE : EKONPEMB-027) : SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KREDIT PERBANKAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI KECIL

SKRIPSI EKONOMI PEMBANGUNAN

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar belakang
Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan adanya suatu model yang menunjukkan proses perubahan yang dilakukan secara terus menerus dalam rangka meningkatkan perekonomian suatu negara. Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk membiayai, karena pembangunan sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan lembaga keuangan dalam pembiayaan pembangunan sangat diperlukan.
Lembaga keuangan yang terlibat dalam suatu pembiayaan pembangunan ekonomi dibagi menjadi dua, yaitu lembaga keuangan bank (bank) dan lembaga keuangan non bank (LKKB).Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Bank menurut Undang-Undang Perbankan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Bank Umum dan BPR. Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR adalah bank yang hanya menerima simpanan dalam bentuk tabungan, deposito, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sedangkan lembaga keuangan non bank merupakan lembaga pembiayaan yang dalam kegiatan usahanya tidak melakukan penghimpunan dana dan memberikan jasa seperti halnya bank.
Kehadiran suatu lembaga perbankan dalam menopang pembangunan perekonomian mutlak diperlukan, karena bank disamping berfungsi sebagai badan usaha yang menyalurkan dana dalam bentuk kredit, lembaga ini juga berfungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat baik dalam bentuk giro, simpanan berjangka, maupun dalam bentuk tabungan. Disamping itu bank juga berfungsi sebagai Agent of Development yang melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem lalu lintas pembayaran.
Dan sebagai bagian dari sektor finansial, keberadaan industri perbankan telah memainkan peranan yang cukup strategis. Untuk itu pemerintah terus berusaha untuk mendorong industri perbankan agar dapat menjalankan fungsinya sebagai mediator antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana.
Melihat peranannya yang demikian strategis maka lembaga perbankan perlu senantiasa mendapat pembinaan dan pengawasan yang efektif dengan didasari oleh landasan gerak yang kokoh agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien, sehat, dan wajar.
Sebagaimana halnya dengan usaha-usaha dibidang lainnya, kegiatan perbankan juga tidak terlepas dari tantangan dan resiko yang terkait dengan keadaan perekonomian, politik dan sebagainya.
Dalam upaya meningkatkan perekonomian, seluruh sektor-sektor ekonomi berupaya meningkatkan perekonomian daerahnya salah satunya ialah sektor industri kecil. Dewasa ini perbankan relatif kurang tertarik untuk mengembangkan mekanisme kredit bagi nasabah kecil terutama sektor industri kecil, karena nilai transaksi yang relatif kecil dan lokasi usaha serta memiliki resiko yang tinggi sebagai sumber penyebab tingginya biaya transaksi yang harus dikeluarkan oleh bank sehingga lembaga keuangan lebih tertarik untuk menjangkau lapisan industri besar.
Pemberian kredit bagi sektor-sektor usaha kecil tidak terlepas dengan penyediaan sumber daya manusia yang memiliki kualitas sebagai andalan pembangunan atau asset nasional yang perlu dipersiapkan sebaik-baiknya melalui program pengembangan sumber daya manusia.
Keberhasilan suatu sektor industri kecil ini didukung dengan adanya sumber daya manusia yang berkompeten dan mampu meningkatkan produktifitas sektor industri kecil tersebut. Untuk memenuhi adanya sumber daya manusia yang dimaksud maka sektor industri kecil memerlukan dana yang cukup besar dalam merekrut karyawannya. Hal ini yang menyebabkan sektor industri kecil melakukan peminjaman kredit terhadap lembaga keuangan.
Dengan bantuan kredit dari perbankan diharapkan dapat meningkatkan produktifitas dari suatu sektor industri kecil dengan memiliki sumber daya manusia yang berkemampuan. Dengan demikian sektor usaha kecil dianggap sebagai sektor yang mampu menyerap tenaga kerja lebih besar, dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Sejalan dengan ulasan-ulasan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini menjadi sebuah penelitian yang berjudul : "ANALISIS PENGARUH KREDIT PERBANKAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI KECIL”.

SKRIPSI PENGARUH MEA 2015 TERHADAP INTEGRASI EKONOMI PADA SISTEM PERDAGANGAN DI INDONESIA

(KODE : EKONPEMB-026) : SKRIPSI PENGARUH MEA 2015 TERHADAP INTEGRASI EKONOMI PADA SISTEM PERDAGANGAN DI INDONESIA

SKRIPSI EKONOMI PEMBANGUNAN

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)/ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara ASEAN 2020. Adapun visi dari ASEAN tersebut adalah aliran bebas barang (free flow of goods) dimana tahun 2015 perdagangan barang dapat dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun non-tarif. Selain itu untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara yang terintegrasi dalam membangun ekonomi yang merata dan dapat pula mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi. Namun pada tahun 2003 Deklarasi ASEAN Concord II, para pemimpin ASEAN sepakat untuk membentuk sebuah komunitas atau masyarakat ASEAN pada tahun 2020 yang terdiri dari 3 pilar, yakni Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN. Kemudian pada tahun 2007, mereka memutuskan untuk mempercepat terciptanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)/ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015. Dimana untuk para pemimpin ASEAN setuju bahwa proses integrasi ekonomi regional di percepat dengan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2007 agar di bentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Sebenarnya pernyataan di atas juga sudah pernah dijelaskan pada tahun 1998 di Hanoi, Vietnam yang mengemukakan bahwa ASEAN bertujuan untuk menciptakan kawasan yang sejahtera dan sangat kompetitif dimana terdapat arus barang, jasa, dan modal yang berintegrasi di ASEAN. Namun adapun tujuan utama MEA 2015 adalah untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang setara dengan negara anggota-anggota ASEAN dan untuk membuat ASEAN menjadi sebuah kawasan ekonomi yang sangat kompetitif yang akan sepenuhnya dapat terintegrasi dalam ekonomi global (Tulus T.H. Tambunan : 2013).
MEA berinisiatif agar negara-negara anggota ASEAN dapat mempromosikan pergerakan bebas barang, jasa-jasa, investasi, dan pekerja-pekerja terdidik lintas kawasan ASEAN. Upaya yang dapat dilakukan dalam mewujudkan ASEAN sebagai kawasan dengan aliran bebas barang dalam MEA merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari agenda yang sebelumnya pernah dilaksanakan yaitu Preferential Trading Arrangement (PTA) pada tahun 1977 dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992. Adapun perbandingan yang dapat kita lihat dari ketiga agenda tersebut adalah bahwa PTA dan AFTA lebih menekankan pada pengurangan dan penghapusan hambatan tarif, sedangkan untuk MEA lebih menekankan pada pengurangan dan penghapusan hambatan non-tarif (Sjamsul Arifin dkk, 2008 : 71).
Dengan adanya MEA 2015 akan dapat mendorong terciptanya pembangunan jaringan-jaringan kerja produksi dan juga akan memperkuat integrasi regional pada sektor-sektor ekonomi dan dapat juga terciptanya pergerakan bebas pelaku-pelaku usaha dan tenaga kerja yang terdidik dan berwawasan. Selain itu sistem perdagangan dan syarat-syarat pabean dapat terstandardisasi dan sederhana diharapkan dapat mengurangi biaya-biaya transaksi antara sesama negara anggota ASEAN. Penerapan MEA 2015 ini juga akan mentransformasikan ASEAN ke sebuah pasar tunggal yang berbentuk basis produksi, seperti Masyarakat Eropa (ME). Pasar tunggal dan basis produksi ASEAN tersebut memiliki lima pilar liberalisasi sebagai kerangka kerja MEA 2015 yang meliputi : liberalisasi arus barang, arus jasa, arus investasi, arus modal, dan pasar tenaga kerja. Dalam arus barang ini sudah jelas akan dapat mempengaruhi arus ekspor dan impor barang dari masing-masing negara anggota ASEAN.
Namun walaupun demikian jumlah perdagangan ASEAN tersebut berbeda antara negara-negara anggota, sedangkan untuk negara China, Jepang, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (EU) merupakan negara yang menjadi mitra utama dalam perdagangan luar negeri untuk ekspor maupun impornya.
Oleh sebab itu pemerintah selalu bemsaha meningkatkan volume perdagangannya baik di dalam ASEAN maupun di luar ASEAN, demi terciptanya perekonomian Indonesia yang berintegrasi secara global. Tetapi pada dasarnya Indonesia mempunyai berbagai potensi dan sumber daya yang tidak dimanfaatkan jadi negara-negara ASEAN pula yang memanfaatkan untuk kepentingan ekonomi nasional, sehingga hubungan Indonesia pada bidang ekonomi dan perdagangan bersama ASEAN kurang mampu bersaing.

SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA REKSADANA SYARIAH DAN REKSADANA KONVENSIONAL DI INDONESIA

(KODE : EKONPEMB-025) : SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA REKSADANA SYARIAH DAN REKSADANA KONVENSIONAL DI INDONESIA

SKRIPSI EKONOMI PEMBANGUNAN

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasar modal merupakan pasar untuk bermacam instrumen keuangan jangka panjang. Peran pasar modal sangat besar dalam perekonomian karena pasar ini menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Fungsi ekonomi pasar modal adalah menyediakan fasilitas yang mempertemukan antara pihak yang kelebihan dana (investor) dengan pihak yang memerlukan dana {issuer). Sedangkan pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan karena memberikan kemungkinan memperoleh imbal hasil bagi pemilik sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Di banyak negara, terutama di negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar, pasar modal menjadi salah satu sumber kemajuan ekonomi, sebab pasar modal menjadi sumber dana alternatif bagi perusahaan (Widoatmodjo, 2009 : 12).
Salah satu instrument yang diperdagangkan di pasar modal adalah reksa dana. Menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1995 pasal 1 ayat 27 tentang pasar modal, reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Reksa dana hadir sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal dan mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, tetapi hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Perkembangan produk reksa dana sangat dinamis hal ini ditandai dengan semakin banyak jenis reksa dana yang dikeluarkan oleh satu manajer investasi, salah satunya adalah jenis reksa dana syariah. Reksa dana syariah pertama kali muncul di Indonesia tahun 1998 oleh PT Dana Reksa Investment Management. Reksa dana syariah bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. Reksa dana syariah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 didefinisikan sebagai reksa dana yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal. Sehingga reksa dana syariah hanya berinvestasi pada perusahaan dengan kategori halal.
Perbedaan antara reksa dana syariah dan konvensional yang paling tampak dalam operasionalnya adalah adanya proses screening dalam konstruksi portofolio. Sehingga saham, obligasi, dan efek yang masuk dalam portofolionya adalah yang sudah sesuai dengan prinsip syariah. Proses screening sendiri saat ini tidak sulit dilakukan karena sudah ada Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh BAPEPAM-LK. Selain itu juga ada proses cleansing yaitu mengeluarkan pendapatan/keuntungan yang dianggap diperoleh dari kegiatan yang sifatnya tidak sesuai dengan prinsip syariah, pendapatan dikeluarkan tadi selanjutnya akan disumbangkan kepada lembaga amal yang telah disepakati. Berikut ini adalah tabel perbandingan reksa dana syariah dan reksa dana konvensional.
Kenaikan Total Nilai Aktiva Bersih (NAB) seiring dengan kenaikan jumlah reksa dana menunjukkan bahwa minat masyarakat akan reksa dana sebagai alternatif investasi semakin besar. Jika dilihat dari nominal maupun persentase total reksa dana syariah memang masih jauh tertinggal jika dibandingkan reksa dana konvensional. Namun jika dilihat dari pertumbuhan jumlah maupun NAB reksa dana syariah mengalami pertumbuhan yang menjanjikan. Hingga semester pertama tahun 2013 tercatat reksa dana ini sudah mengelola dana lebih dari Rp 9.43 Triliun yang tersebar di enam puluh tiga reksa dana syariah. Pesatnya pertumbuhan reksa dana baik konvensional maupun syariah menghadapkan investor kepada masalah bagaimana memilih alternatif reksa dana yang ada berdasarkan kinerja portofolio.
Memilih reksa dana yang tepat sebagai alternatif investasi memerlukan analisa dan cara pandang yang tepat. Karena dengan analisa yang tepat bisa diketahui reksa dana yang memberikan tingkat pengembalian yang tinggi serta memperkecil risiko yang ada. Ada beberapa pertimbangan sebelum memilih reksa dana, pertimbangan itu diantaranya kinerja reksa dana, besarnya dana kelolaan, tinggi rendahnya harga reksa dana, laporan investasi, dan biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan.
Kinerja reksa dana berarti kemampuan reksa dana dalam menghasilkan return. Kinerja ini tercermin dari Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tersebut, NAB adalah seluruh jumlah portofolio investasi dikurangi dengan segala biaya dan kewajiban. NAB sangat dipengaruhi oleh kinerja aset yang membentuk portofolionya, apabila harga pasar dari aset tersebut turun maka secara otomatis NAB akan turun, begitu juga sebaliknya. Tetapi pengukuran melalui NAB hanya sesuai untuk membandingkan reksa dana tersebut dari waktu ke waktu, bukan membandingkan reksa dana tersebut dengan reksa dana lain. Pengukuran kinerja reksa dana yang dapat dibandingkan dengan reksa dana lain harus memperhatikan aspek risiko.
Beberapa ukuran kinerja yang sudah memasukkan faktor resiko adalah Sharpe Ratio, Treynor Ratio, dan Jensen Ratio (Tendelin, 2001 : 324), semakin besar angka rasionya maka kinerja reksa dana tersebut makin baik atau optimal. Meskipun demikian evaluasi kinerja merupakan penilaian kinerja di masa lalu. Tidak ada jaminan bahwa kinerja masa lalu yang baik akan terulang kembali di masa mendatang. Kinerja masa lalu dapat dijadikan referensi sebagai salah satu pertimbangan dalam reksa dana, namun bukan satu-satunya (Rudiyanto, 2013 : 118).
Bangkitnya ekonomi Islam beberapa tahun terakhir menjadi fenomena menarik dan menggembirakan terutama bagi penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam, sehingga pengembangan produk pasar modal yang berbasis syariah perlu ditingkatkan. Kemunculan reksa dana syariah memberi pilihan investasi yang lebih banyak bagi masyarakat khususnya para pemodal muslim. Namun masih ada kekhawatiran reksa dana syariah tidak mampu memberikan imbal hasil (return) yang menguntungkan dibandingkan dengan reksa dana konvensional. Keraguan itu muncul karena adanya dugaan kurang optimalnya pengalokasian dalam portofolio investasinya, akibat adanya proses screening yang membatasi investasi produk hanya pada yang sesuai dengan syariat Islam, sedangkan produk investasi syariah sendiri di Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya. Di pihak lain masyarakat pada umumnya menghindari risiko (Risk Adverse) terhadap produk-produk baru yang belum kelihatan kinerjanya.
Dilatarbelakangi hal tersebut penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul "ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA REKSA DANA KONVENSIONAL DENGAN REKSA DANA SYARIAH DI INDONESIA". Dalam penelitian ini penulis akan membandingkan kinerja reksa dana konvensional dan reksa dana syariah baik reksa dana campuran, reksa dana pendapatan tetap, dan reksa dana saham.

SKRIPSI ANALISIS KAUSALITAS ANTARA FDI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI ASEAN

(KODE : EKONPEMB-024) : SKRIPSI ANALISIS KAUSALITAS ANTARA FDI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI ASEAN

SKRIPSI EKONOMI PEMBANGUNAN

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi dapat menjadi sarana bagi suatu negara untuk dapat memperluas pangsa pasarnya, baik dalam hal perdagangan internasional maupun investasi. Situasi ini pun dianggap sebagai suatu peluang bagi seluruh negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Perekonomian dunia yang mengglobal ini telah menciptakan kondisi saling ketergantungan ekonomi antar-negara, dan cenderung menimbulkan proses penyatuan aktivitas ekonomi baik di sektor riel maupun sektor keuangan, sehingga batas-batas antar-negara dalam berbagai praktik kegiatan ekonomi tersebut seakan-akan tidak berlaku lagi.
Timbulnya ketergantungan antarnegara umumnya disebabkan oleh sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing negara sangat terbatas, sehingga setiap negara membutuhkan bantuan dari negara lain (Huala Adolf, 2003). Sebagai motor penggeraknya adalah sistem persaingan yang oleh sebagian pihak menganggap akan dapat menghasilkan perbaikan kualitas pemenuhan kebutuhan dan pelayanan bagi para pelaku ekonomi di negara-negara yang terlibat. Globalisasi yang terjadi di seluruh dunia telah meningkatkan aliran dana maupun investasi, meningkatkan peredaran uang dan modal, menciptakan alih-teknologi, melancarkan distribusi hasil-hasil produksi, serta menciptakan produk berstandar global.
Tetapi oleh sebagian pihak lainnya, mengatakan bahwa globalisasi justru dapat menciptakan malapetaka, akibat eksploitasi sumber daya ekonomi oleh negara-negara yang lemah sebagai akibat lemahnya sendi-sendi ekonomi dasar mereka, seperti lembaga ekonomi, SDM atau sistem ekonomi yang berlaku. Misalnya dapat memperburuk neraca pembayaran karena masyarakat cenderung menyukai barang impor sedangkan hasil ekspor dalam negeri kalah bersaing dengan perusahaan raksasa di dunia.
Di era globalisasi ini Foreign Direct Investment (FDI) memegang peran penting dalam bisnis internasional. Integrasi ekonomi erat kaitannya dengan liberalisasi perdagangan yang merupakan ciri dari kondisi perekonomian yang semakin mengglobal. Integrasi ekonomi terjadi di antara negara-negara di dunia yang mendorong munculnya kerjasama dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Saat ini, ada tiga kerjasama ekonomi regional yang terbesar di dunia, yaitu European Community (EC) yang merupakan bentuk integrasi ekonomi untuk negara-negara di kawasan Eropa, North American Free Trade Area (NAFTA) yang merupakan bentuk integrasi ekonomi untuk kawasan Amerika Utara dan Association of South East Asian Nations (ASEAN) yang merupakan bentuk integrasi bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya di Asia Tenggara. Saat ini ASEAN juga melakukan kerjasama dengan negara Jepang, Korea Selatan, dan RRC yang disebut dengan kawasan ASEAN.
Situasi ini akan mempengaruhi iklim investasi dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI), yang saat ini banyak dipilih oleh investor. FDI mempunyai dampak jangka panjang untuk negara penerima, dimana dalam FDI tidak hanya terjadi transfer modal, namun juga terjadi transfer teknologi, ilmu pengetahuan, maupun manajemen. Dengan kata lain, FDI juga berpotensi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di host country.
Pada awalnya FDI dapat memperbaiki posisi devisa di host country, namun dalam jangka panjang bisa berdampak mengurangi devisa itu sendiri. Hal tersebut disebabkan oleh impor besar-besaran dari barang setengah jadi serta barang modal di host country dan diperburuk oleh adanya pengiriman kembali keuntungan hasil bunga serta royalti. FDI juga dapat menyebabkan turunnya investasi domestik, karena kalah bersaing dengan modal asing. (Haryadi, R. Oktaviani, M. Tambunan, dan N.A. Achsani, 2008)
ASEAN (Association of Southeast Asia Nations) merupakan organisasi geopolitik dan ekonomi yang anggotanya berasal dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara. ASEAN berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 di kota Bangkok, Thailand melalui Deklarasi Bangkok yang diprakarsai oleh lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Pada tanggal 7 Januari 1984 Brunei Darussalam bergabung dengan ASEAN disusul dengan Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Hampir semua negara di kawasan Asia Tenggara merupakan anggota ASEAN kecuali Timor Leste dan Papua Nugini dan hanya mendapat status pemerhati dalam ASEAN.
Tujuan didirikannya ASEAN yaitu untuk meningkatkan ekonomi, kemajuan sosial, pengembangan kebudayaan dan memajukan perdamaian di tingkat regional. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-23 ASEAN di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam disepakati untuk memperdalam, memperluas, dan mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan perekonomian global, khususnya melalui penerapan kawasan perdagangan bebas negara-negara ASEAN melalui Asean Economic Community (AEC) yang dimulai pada Desember 2015.
Implementasi AEC 2015 akan menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan pusat produksi, menjadikan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang kompetitif, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang, serta mengakselerasi integrasi ekonomi regional menuju ekonomi global (Eddy Cahyono. S dalam situs www.setkab.go.id, 2013)
Untuk menghadapi hal diatas, harus disadari bahwa sebagian besar negara di kawasan ASEAN merupakan negara berkembang dan membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.
Menurut Jonker Sihombing (2008), pemerintah harus mengupayakan sumber pembiayaan pembangunan dari alternatif-alternatif yang tersedia, baik yang bersumber dari dalam maupun yang bersumber dari luar negeri. Apabila ternyata persediaan tabungan di dalam negeri tidak tercukupi, maka salah satu cara untuk mendapatkan suntikan modal adalah dengan menarik investasi asing langsung (FDI). Dalam hal tertentu, FDI hanyalah pelengkap investasi domestik. Namun, dalam perkembangannya FDI memiliki peranan penting dalam investasi secara keseluruhan terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN.
Berdasarkan kondisi diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian terkait dengan FDI dan pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN yang berjudul "ANALISIS KAUSALITAS ANTARA FDI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI ASEAN".
SKRIPSI ANALISIS PERANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM BMT TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH

SKRIPSI ANALISIS PERANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM BMT TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH

(KODE : EKONPEMB-0023) : SKRIPSI ANALISIS PERANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM BMT TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perekonomian Indonesia pada penghujung tahun 1990-an mengalami krisis perekonomian multidimensional. Pilar utama penyangga perekonomian tidak sanggup menjadi penyangga. Perusahaan-perusahaan besar yang mengalami banyak kerugian mengambil tindakan untuk melaksanakan efisiensi kerja dalam berproduksi. Terjadilah PHK besar-besaran yang dilaksanakan berbagai perusahaan sehingga menimbulkan pengangguran dalam kapasitas yang besar.
Sementara usaha-usaha kecil masih dapat bertahan karena modal yang mereka kelola tidaklah begitu besar jika dibandingkan dengan perusahaan besar. Pengangguran yang begitu besar menyebabkan masyarakat mulai berbalik pada usaha-usaha kecil yang bersifat pribadi yang disebut dengan UMKM. Masyarakat berusaha untuk mengatasi pengangguran dengan bekerja ataupun membuka usaha kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Usaha kecil tersebut bukanlah hal yang baru dalam perekonomian Indonesia. Pemerintah Indonesia sendiri telah menaruh perhatian bagi usaha UMKM melalui berbagai macam kebijakan pemerintah. Tetapi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut kurang memberi manfaat bagi masyarakat yang melaksanakan usaha-usaha kecil yang disebut dengan UMKM.
Salah satu hal yang paling penting dalam pengembangan UMKM adalah modal kredit yang diberikan oleh pemerintah melalui kebijakan yang dikeluarkan, tidak efektif dalam memajukan usaha kecil. Banyak kredit yang diberikan oleh pemerintah tetapi tidak disalurkan bagi usaha kecil milik masyarakat.
Selain melalui pemerintah modal juga diperoleh usaha kecil melalui pihak perbankan. Perbankan diketahui memberi kredit untuk mengembangkan usaha. Berbagai macam bentuk kredit yang disediakan oleh lembaga perbankan untuk mengembangkan usaha kecil. Hanya saja bukan rahasia lagi bahwa kredit-kredit yang disediakan oleh perbankan yang digunakan untuk usaha kecil sering mengalami kegagalan dibandingkan keberhasilannya. Ada berbagai macam kendala yang menyebabkan kegagalan penyaluran kredit tersebut. Dimulai dengan bunga kredit bank yang tinggi, prosedur yang panjang sehingga masyarakat menjadi merasa dipersulit dalam proses permohonan kredit. Selain pemerintah dan perbankan yang dapat memberikan kredit bagi usaha kecil, ada pula yang dikenal dengan rentenir yang memberi pinjaman dana bagi pengusaha kecil dengan bunga yang harus dibayar mencekik leher masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut ekonomi syariah yang sedang berkembang dan menjadi perhatian di Indonesia, menawarkan sistem kerja sama yang berbeda bagi pengusaha kecil yang dikenal dengan lembaga keuangan Baitul Mai Wat Tamwil (BMT) yang merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil (golongan ekonomi lemah) dengan berlandaskan sistem ekonomi syariah Islam.
Badan hukum dari BMT dapat berbentuk koperasi dengan syarat telah memiliki kekayaan lebih dari Rp. 40.000.000,00 dan telah siap secara administrasi dan untuk menjadi koperasi yang sehat dapat dilihat dari segi pengelolaan koperasi dan dianalisa dari segi ibadah, amalan shalihah para pengurus yang telah mengelola BMT secara syariah Islam. Sebelum berbadan hukum koperasi, BMT dapat dibentuk sebagai KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang dapat berfungsi sebagai pra koperasi.
Berdasarkan UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam Bab I, Pasal I, Ayat I dinyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Keberadaan BMT yang siap memberikan pinjaman modal tanpa agunan, dengan prosedur administrasi yang mudah, rendah biaya transaksi, dan yang tak kalah penting bebas bunga akan menjadi daya tarik bagi pengusaha mikro untuk beralih dari lembaga keuangan informal semacam rentenir kepada lembaga keuangan yang lebih baik, aman, halal dan syar 'i yaitu BMT.
Keberadaan BMT diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menghapuskan ketergantungan pengusaha mikro terhadap rentenir. Selain itu sektor usaha mikro dewasa ini tengah mendapatkan perhatian dunia internasional.
Bahkan tahun 2005 dicanangkan sebagai tahun Internasional pembiayaan mikro oleh perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini merupakan peluang besar bagi BMT sebagai sebuah lembaga keuangan mikro syariah untuk berkembang dan mendapat dukungan pemerintah. Baik dari dukungan segi modal, legalitas, pengawasan, maupun info struktur.
Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Sedangkan pada tahun 1992 perkembangan bank syariah di tanah air mendapatkan pijakan setelah adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Maka pada tahun 1992 lahirlah sebuah lembaga keuangan yang beroperasi menggunakan gabungan konsep Baitul Mai dan Baitul Tamwil, yang target sasarannya serta skalanya pada sektor usaha mikro. Dengan semakin banyaknya orang yang memiliki perhatian terhadap lembaga kecil ini serta disamping juga perlu adanya perantara untuk terjalinnya komunikasi dan jaringan antar BMT.
BMT X berdiri untuk melindungi pengusaha mikro dan kecil yang ada di Y dari rentenir-rentenir yang memberi pinjaman modal dengan bunga yang tinggi serta motivasi pengurus BMT untuk menambah amal ibadah melalui bekerja di BMT tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis melakukan penelitian yang diberi judul "ANALISIS PERANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM BMT X TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH DI KOTA Y".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang pemilihan judul diatas, maka penulis terlebih dahulu merumuskan permasalahan sebagai dasar kajian penelitian dilakukan.
Adapun perumusan masalah yang dibuat adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana perkembangan BMT X di kota Y ?
2. Apa yang melatarbelakangi masyarakat meminjam di BMT ?
3. Bagaimana peranan pinjaman yang disalurkan pihak BMT terhadap pendapatan anggota BMT ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan BMT X di kota Y.
2. Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi masyarakat meminjam di BMT.
3. Untuk mengetahui bagaimana peranan pinjaman yang disalurkan BMT terhadap pendapatan masyarakat/anggota BMT. 

D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan.
2. Sebagai masukan bagi kalangan akademis dan peneliti yang tertarik untuk membahas mengenai perkembangan BMT di kota Y.
3. Sebagai penambah wawasan ilmiah penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.
4. Bagi BMT penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat untuk mendukung kemajuan dan kelancaran kegiatan usaha BMT.
5. Sebagai bahan, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama.