Search This Blog

Showing posts with label pnpm mandiri pedesaan. Show all posts
Showing posts with label pnpm mandiri pedesaan. Show all posts

SKRIPSI ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN KREDIT PNPM MANDIRI DI KECAMATAN X

(KODE : EKONPEMB-031) : SKRIPSI ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN KREDIT PNPM MANDIRI DI KECAMATAN X

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Kemiskinan juga merupakan masalah global yang juga dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin". Begitupun kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.
Di daerah obyek penelitian tingkat kemiskinan juga semakin meningkat. Hal ini dilihat dari bertambahnya angkatan kerja namun kesempatan kerja tidak tersedia sehingga menciptakan semakin banyaknya angka pengangguran yang selanjutnya menambah angka kemiskinan. Meskipun banyak sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi angka pengangguran sekaligus mengurangi angka kemiskinan, namun semuanya itu terkendala oleh faktor modal yang tidak dimiliki oleh masyarakat ekonomi lemah yang berada di kecamatan ini.
Banyak penawaran kredit yang ditawarkan oleh bank-bank konvensional yang dimaksudkan untuk penanaman modal bagi masyarakat ekonomi lemah agar masyarakat ekonomi lemah dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Namun kesempatan ini tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ekonomi lemah karena sistem perbankan dan lembaga keuangan formal yang ada sekarang menetapkan syarat-syarat yang tidak memungkinkan dapat dipenuhi oleh masyarakat ekonomi lemah. 
Syarat-syarat tersebut antara lain seperti agunan, dan kemampuan memahami dalam penandatanganan akad kredit, yang sangat terbatas dimiliki oleh masyarakat ekonomi lemah selain itu bunga kredit yang ditawarkan cukup tinggi sehingga masyarakat ekonomi lemah sulit dalam mengembalikannya. Perjanjian kredit perbankan pada umumnya mempergunakan bentuk perjanjian baku (standard contracts). Kelemahan dari perjanjian baku ini ialah terkait dengan sifat (karakternya), yang ditentukan secara sepihak dan didalamnya ditentukan sejumlah klausul yang membebaskan kreditur dari kewajibannya. Sistem seperti inilah yang pada akhirnya membuat masyarakat ekonomi lemah menjadi tidak dapat mengembangkan usahanya, Sebab, tanpa adanya penyaluran kredit masyarakat ekonomi lemah tidak akan pernah mendapatkan modal yang cukup untuk mengembangkan usaha kecil menengah (UKM) yang mereka miliki (Untung, 2005 : 34).
Usaha kecil mikro ini pada dasarnya adalah suatu alternatif jalan yang dapat menurunkan angka pengangguran serta menekan angka kemiskinan. Untuk itu pemerintah telah banyak melakukan berbagai upaya yang dapat membantu masyarakat ekonomi lemah melalui berbagai macam pemberian kredit yang disubsidi serta pendekatan pemberdayaan kepada masyarakat yang diupayakan melalui berbagai pembangunan sektoral maupun regional. Namun karena dilakukan secara parsial dan tidak berkelanjutan, efektivitasnya terutama untuk penanggulangan kemiskinan dipandang masih belum optimal. Untuk itu, perlu adanya alternatif kebijakan pemerintah yang bisa memberdayakan masyarakat ekonomi lemah secara efektif dengan menyediakan modal kredit yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ekonomi lemah secara baik. Banyak model yang dapat dijadikan alternatif dalam pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah dan dalam pembangunan nasional diantaranya yaitu bagaimana menciptakan lapangan kerja yang luas dalam rangka menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah menetapkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri menjadi solusi yang tepat. 
Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Diharapkan melalui Program PNPM Mandiri dapat terjadi harmonisasi prinsip-prinsip dasar, pendekatan, strategi, serta berbagai mekanisme dan prosedur pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga proses peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian diatas penulis mencoba untuk mengetahui lebih jauh lagi seberapa besar pengaruh jumlah pendapatan, modal kerja, usia, dan jumlah tanggungan terhadap jumlah kredit yang diminta. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN KREDIT PNPM MANDIRI DI KECAMATAN X".
TESIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN DI KECAMATAN

TESIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN DI KECAMATAN

(KODE : PASCSARJ-0183) : TESIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN (PNPM-MP) DI KECAMATAN (PROGRAM STUDI : EKONOMI PEMBANGUNAN)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan kemiskinan di Indonesia yang pada umumnya memiliki konsep sebagai program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat. Kenyataan yang ditemui bahwa pada saat itu masyarakat tidak merasa memiliki terhadap program-program tersebut sehingga seringkali ditemukan di lapangan bahwa banyak program yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat. Program yang ada tersebut kurang berhasil mencapai sasaran yang diharapkan, yakni kemandirian masyarakat baik secara ekonomis, sosial maupun politis. Bahkan sampai saat ini, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa masyarakat pada umumnya menganggap bahwa pemberdayaan adalah hanya sebatas mereka memperoleh akses finansial seperti dana bantuan atau pun kredit.
Perubahan orientasi dan cara berbagai program pengentasan kemiskinan, tidak terlepas dari aliran perubahan arti pembangunan itu sendiri. Pada awalnya pembangunan ekonomi yang tinggilah yang menjadi prioritas bagi setiap negara di dunia. Dengan adanya pola pendekatan trickle down effect ada suatu harapan akan terjadi tetesan kemakmuran yang dirasakan oleh sekelompok masyarakat tertentu.
Melalui pencapaian pendapatan nasional yang tinggi dianggap merupakan keberhasilan bagi seluruh bangsa. Namun kenyataan adalah bahwa pola pendekatan tersebut adalah tidak sempurna, yang terjadi adalah semakin luasnya kesenjangan yang terjadi antara masyarakat ekonomi lemah dan ekonomi kuat. Jumlah masyarakat miskin bukan berkurang melainkan bertambah dari tahun ke tahun.
Kenyataan tersebut membawa perubahan terhadap pola pengentasan kemiskinan oleh banyak negara. Di negara Indonesia, pemerintah kemudian mewujudkan program pengentasan kemiskinan melalui pola bantuan langsung dan pola pemberdayaan masyarakat. Berbagai program seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT), program Takesra, program Jaring Pengaman Sosial (JPS), program kredit lunak bagi masyarakat miskin, Program Pengembangan Kecamatan Fase I dan Fase II serta berbagai program pengentasan kemiskinan melalui pemberian subsidi dan bantuan bagi masyarakat miskin telah dilakukan oleh pemerintah.
Program-program pengentasan kemiskinan yang sebelumnya, diprioritaskan pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pemenuhan kebutuhan sembilan bahan pokok, upaya peningkatan kemampuan para petani di pedesaan, melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kemudahan para petani menggarap sawah ladangnya, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang lebih merata dengan program Inpres Kesehatan, dokter dan tenaga para medisnya, sekolah, guru dan perlengkapan lainnya, serta mengusahakan adanya listrik masuk desa dan perbaikan sarana pedesaan lainnya. Namun pendekatan semacam ini kemudian menimbulkan implikasi baru dalam menanggulangi kemiskinan di masyarakat. Pola ini memang sangat efektif dalam mencapai sasaran yang ada namun di sisi lain tanpa adanya penguatan sosial (social strengthening) justru akan menimbulkan ketergantungan masyarakat serta memperlemah daya kreasi dan inovasi dari masyarakat tersebut. Dampak dari program ini pun tidak berkelanjutan bagi pemenuhan kesejahteraan bagi masyarakat.
Menurut Prasojo (2003) ada beberapa permasalahan terkait upaya pemberdayaan masyarakat sehingga tidak mencapai tujuan pemberdayaan dan penanggulangan kemiskinan yaitu : 
a) Diskontinuitas dan dis koordinasi merupakan permasalahan pemberdayaan masyarakat dikarenakan tidak adanya koordinasi yang baik dari keseluruhan program yang menyangkut pemberdayaan masyarakat, dimana program dijalankan bersifat sporadis. Kebijakan pemerintah mengenai suatu program pemberdayaan tidak berkoordinasi dengan LSM atau upaya pendampingan masyarakat, sehingga program yang dijalankan tidak menyentuh akar permasalahan yang ada.
b) Disinformasi program yaitu suatu keadaan dimana masyarakat tidak mengetahui dan mengenal program pemberdayaan dengan baik. Hal ini disebabkan perbedaan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap cara penyampaian informasi yang dilakukan oleh konsultan atau ilmuwan dan pendamping masyarakat dengan penggunaan bahasa ilmiah yang sulit dipahami oleh masyarakat sasaran pemberdayaan.
c) Disorientasi Pemberdayaan dengan pendekatan proses, biasanya membutuhkan waktu yang lama sehingga ada kecenderungan dari fasilitator baik dari pemerintah maupun LSM untuk mengubah kebijakan yang lebih nyata. Pendekatan pemberdayaan yang berorientasi proses diubah menjadi lebih berorientasi ke hasil. Sehingga terjadi perubahan orientasi pemberdayaan masyarakat yang menyebabkan ketidakberlanjutan program pemberdayaan masyarakat.
d) Adanya upaya Generalisasi. Kondisi keragaman yang dimiliki oleh negara Indonesia, mengandung potensi variasi lokal yang sangat bear. Oleh karena itu kebijakan pemberdayaan masyarakat harus mengikuti keragaman yang ada tersebut, karena dengan penyeragaman pelaksanaan program tidak akan menyentuh akar permasalahan dalam komunitas yang berbeda tersebut. Oleh karena itu pendekatan pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat harus memperhatikan nilai-nilai dasar yang ada di masyarakat, karakter budaya, serta struktur sosial masyarakat. 
e) Rentang birokrasi dan tingginya biaya operasional, permasalahan birokrasi yang tidak fleksibel dengan biaya operasional yang tinggi, selalu menjadi penghambat yang sering ditemui dalam pengalaman pelaksanaan berbagai program dan kegiatan di Indonesia sampai saat ini. Orientasi petugas lapangan lebih kepada mengikuti peraturan dari pada menjawab kebutuhan lapangan. Hal ini akan sangat menghambat upaya pemberdayaan masyarakat.
f) Indikator yang tidak tepat dimana upaya pemberdayaan masyarakat yang selama ini dijalankan seringkali diukur dalam bentuk fisik, komoditas dengan berorientasi pada input dan kualitatif dari pada non-fisik dengan ukuran keberhasilan dari dampak dan proses. Hal ini mengabaikan pentingnya proses dalam upaya pemberdayaan karena yang paling penting adalah bagaimana menumbuhkan partisipasi, kesadaran akan nilai dan hukum dari masyarakat sehingga menjadi masyarakat yang mampu dan mandiri.
Pendekatan penanggulangan yang dilaksanakan saat ini lebih diprioritaskan pada pemberdayaan dan pengembangan kapasitas serta potensi masyarakat miskin dengan sebutan pembangunan manusia, sehingga mereka dapat terlepas dari kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Masyarakat yang pada masa sebelumnya dianggap sebagai objek dari pembangunan, kini diposisikan sebagai subjek pembangunan. Berdasarkan pengalaman masa lalu, dalam sistem perencanaan pembangunan yang bersifat top down planning, adalah dirasakan kurang membawa keberhasilan, sehingga perencanaan pembangunan yang sekarang dilakukan adalah lebih kepada bottom up planning. Paradigma pembangunan yang ada saat ini adalah yang bertumpu dan berorientasi pada rakyat (people-based and people-oriented development), rakyat harus diakui dan ditempatkan sebagai kunci dalam perumusan perencanaan dan implementasi kebijakan-kebijakan pembangunan. 
Tujuan dari konsep pemberdayaan masyarakat disini bukan untuk mencari dan menetapkan solusi, struktur penyelesaian masalah atau menghadirkan pelayanan bagi masyarakat melainkan lebih pada usaha bersama masyarakat sehingga mereka dapat mendefinisikan dan menangani masalah, serta terbuka untuk menyatakan kepentingan-kepentingannya sendiri dalam proses pengambilan keputusan. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang miskin tidak lagi dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya; kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka, melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya.
Partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam proses pembangunan, karena hanya dengan adanya partisipasi dari masyarakat penerima program pemberdayaan, maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tentunya memiliki hak untuk berperan dalam perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dari pembangunan itu sendiri. Partisipasi masyarakat akan terjadi apabila pelaku atau pelaksana program pembangunan di daerahnya adalah orang-orang, organisasi, atau lembaga yang telah mereka percaya integritasnya, serta apabila program tersebut menyentuh inti masalah yang mereka rasakan dan dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraan hidupnya. Tetapi, kondisi masyarakat yang telah begitu lama terbiasa disubsidi oleh pemerintah, telah mematikan kreativitas, sehingga usaha peningkatan partisipasi masyarakat mulai dari titik awal dan benar-benar membutuhkan usaha bersama dari seluruh elemen negara.
Belajar dari berbagai kekurangan dan mengatasi kendala dan kelemahan pada program pengentasan yang sebelumnya, saat ini Indonesia memiliki Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) sebagai program pembangunan berbasis masyarakat. Didalamnya ada upaya pemberdayaan masyarakat sebagai strategi untuk mencapai tujuan meningkatnya kesejahteraan masyarakat terutama keluarga miskin. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan memiliki konsep melibatkan masyarakat dalam pembangunan dan peningkatan perekonomian mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada pemantauan dan evaluasi. PNPM dimaksudkan untuk menanggulangi kemiskinan melalui peningkatan partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam penyediaan layanan umum, dan peningkatan kapasitas lembaga lokal yang berbasis masyarakat. Pada program ini masyarakat bukan lagi sebagai objek melainkan subjek dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Masyarakat menjadi mandiri dan memiliki kesadaran kritis akan partisipasinya terhadap pembangunan itu sendiri. Bahkan masyarakat pun akan memiliki kesempatan lapangan pekerjaan dalam pelaksanaan program ini. PNPM Mandiri ini berbasis pemberdayaan masyarakat yakni basisnya adalah bagaimana upaya meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memecahkan persoalan terkait peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Proses pemberdayaan masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat ini terdiri dari tahap pembelajaran, kemandirian dan keberlanjutan. Sumber dana PNPM Mandiri Perdesaan berasal dari : 
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
c. Swadaya Masyarakat
d. Partisipasi dunia usaha
PNPM-MP merupakan program yang terbilang baru, dimana program ini baru dimulai sejak tahun 2007. Konsep PNPM-MP sebagai program pemberdayaan masyarakat adalah cukup bagus, apalagi berbagai kekurangan-kekurangan dan kegagalan yang terjadi pada program pemberdayaan yang sebelumnya telah di evaluasi, dan menghasilkan PNPM-MP sebagai solusi. Namun masih saja ditemukan berbagai kendala sehubungan dengan pelaksanaan PNPM dan terkait peran serta atau partisipasi masyarakat terjadi di beberapa daerah. Kecenderungan masyarakat masih bergantung terhadap pemerintah, dikarenakan beberapa waktu lamanya, masyarakat sudah terbiasa dengan menerima saja kebijakan apapun dari pusat, dan bukan berasal dari keinginan masyarakat sendiri. Masyarakat belum mampu sepenuhnya untuk berinovasi dan memiliki inisiatif sendiri. Masyarakat masih terkesan apatis karena pengalaman mereka selama masa sebelumnya dimana meskipun mereka menyampaikan aspirasi terhadap perencanaan pembangunan, yang sering diterima adalah aspirasi dari elit-elit pemerintah atau kelompok yang dianggap lebih menguasai program pembangunan yang tepat bagi masyarakat. Padahal yang lebih mengetahui permasalahan masyarakat adalah tentunya masyarakat itu sendiri. Maka poin penting dari permasalahan pemberdayaan masyarakat adalah pentingnya partisipasi masyarakat secara sukarela dan penuh kesadaran untuk berubah lebih baik menuju keberdayaan, dari sebab itu, peran pelaku program pemberdayaan seperti fasilitator, Kader Pemberdayaan Masyarakat dan pemerintah daerah pun mengambil posisi penting untuk menjadi agent of change, melakukan perubahan dengan menggugah kesadaran berpartisipasi oleh masyarakat di dalam pembangunan.
Melalui pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan ada harapan untuk mampu mengurangi jumlah penduduk miskin tersebut. Basis dari program pemberdayaan ini adalah partisipasi masyarakat, yang menghargai pengalaman masyarakat di dalam pembangunan desa. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat Kecamatan X dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, dimana partisipasi masyarakat akan menjadi tolak ukur keberhasilan dari pelaksanaan PNPM-MP, yang pada akhirnya akan mampu mengurangi jumlah penduduk miskin di Kecamatan X melalui upaya pemberdayaan. Untuk mencapai itu semua, masih dibutuhkan peran dari para pelaku yang sangat diharapkan mampu menjadi agen perubahan, mempercepat proses pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan partisipasi masyarakat di dalam pelaksanaan PNPM-MP tersebut. Maka uraian tersebut dijadikan oleh penulis sebagai latar belakang memilih judul "Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Kecamatan X".

B. Perumusan Masalah
Pelaksanaan PNPM-MP bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat baik secara individu maupun kelompok, untuk kemudian mampu memecahkan berbagai masalah dan persoalan terkait pemenuhan kebutuhan, meningkatkan kualitas hidup, kemandirian serta kesejahteraan masyarakat. Partisipasi seluruh masyarakat, termasuk didalamnya masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang terpinggirkan juga menjadi tujuan yang sangat penting bagi pelaksanaan PNPM-MP ini.
Pembangunan partisipatif tentunya mengutamakan partisipasi masyarakat lokal untuk mengembangkan kapasitas atau kemampuan masyarakat tersebut. Apabila wewenang diberikan kepada masyarakat untuk mengelola suatu program demi peningkatan kesejahteraan mereka sendiri, maka masyarakat akan mau mengerahkan segala potensi yang dimilikinya demi keberhasilan program tersebut. Agar sasaran penelitian ini lebih terarah, perlu adanya perumusan masalah yang jelas dan terinci yaitu : 
1) Bagaimana peranan fasilitator, Kader Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah sebagai agent of change dalam meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan PNPM-MP di Kecamatan X ?
2) Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dan faktor-faktor penghambat partisipasi dalam pelaksanaan PNPM-Mandiri Perdesaan di Kecamatan X ?
Masalah tersebut menjadi menarik dan penting untuk diteliti karena keberhasilan dan keberlanjutan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan X dan secara umum berpengaruh ke tingkat nasional, adalah dilihat dari terciptanya partisipasi masyarakat terhadap program tersebut. Ketika partisipasi masyarakat masih rendah, maka yang menjadi tujuan PNPM-Mandiri Perdesaan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri, tidak akan dapat dicapai dengan maksimal. Dan apabila terjadi hal demikian maka, program ini hanya akan berakhir sama seperti program-program pemberdayaan masyarakat yang pernah dilaksanakan sebelumnya.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah : 
1) Untuk mengetahui bagaimana peranan Fasilitator, Kader Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah sebagai agent of change dalam meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan PNPM-Mandiri Perdesaan di Kecamatan X.
2) Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dan faktor-faktor penghambat partisipasi dalam pelaksanaan PNPM-Mandiri Perdesaan di Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara akademis memberikan kontribusi keilmuan tentang pemberdayaan masyarakat dan pengembangannya serta partisipasi masyarakat dalam kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dan proses pembangunan.
2. Secara praktis, memberi masukan kebijakan kepada pemerintah kecamatan dan kelompok kepentingan lainnya tentang pemberdayaan, peran aktif masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dan proses pembangunan.