Search This Blog

Showing posts with label pembelajaran bahasa jawa. Show all posts
Showing posts with label pembelajaran bahasa jawa. Show all posts
TESIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA JAWA DI SEKOLAH DASAR NEGERI

TESIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA JAWA DI SEKOLAH DASAR NEGERI

(KODE : PASCSARJ-0245) : TESIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA JAWA DI SEKOLAH DASAR NEGERI (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan yang penuh perubahan untuk berbagai faktor, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, zaman yang semakin mengglobal, dan persaingan hidup yang makin ketat, membawa implikasi pentingnya reorientasi proses pembelajaran.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa masih banyak diantara guru-guru sekolah dasar menyelenggarakan pembelajarannya secara tidak menarik dan karenanya kurang dapat mencapai sasaran-sasaran yang diharapkan. Penggunaan metode ceramah masih mendominasi kegiatan guru sehari-hari. Peserta didik kegiatannya berulang-ulang di sekitar mendengarkan, memperhatikan penjelasan dan mencatat hal-hal yang diperintahkan guru. Kegiatan belajar telah menjadi sesuatu yang rutin, monoton dan membosankan, bukan lagi sebagai kegiatan yang menarik, menantang dan menuntut partisipasi aktif dari peserta didik.
Proses pembelajaran seperti digambarkan di atas, jelas tidak mungkin dapat mempersiapkan peserta didik yang mampu bersaing dalam kehidupan dan menyesuaikan diri terhadap berbagai tantangan yang makin berat. Pembelajaran harus diorientasikan pada kemampuan bersikap dan berpikir kritis, dibangun di atas konsep-konsep dari sistem filosofis yang kuat, dilakukan melalui proses pembelajaran yang memberikan berbagai peluang dan pengalaman belajar yang penuh arti, dan dilakukannya penilaian yang benar-benar akurat, jujur, objektif, dan penuh antisipasi dalam menjawab tantangan hidup masa depan.
Wawasan pendidikan sepanjang hayat tidak boleh terabaikan dari perhatian guru dan peserta didik sebagaimana keterlibatannya (mereka) dalam proses belajar mengajar sehari-hari. Motivasi yang kuat dari peserta didik maupun guru untuk mau belajar terus mesti tumbuh, terpelihara dan dapat dikembangkan. Sikap dan etos untuk lebih keras belajar nampaknya perlu dikenalkan dan dilatihkan. Mereka sepantasnya dibiasakan untuk menghadapi masalah dan berusaha mencoba mencari jawaban atas masalah-masalah yang dihadapi itu. Mereka harus benar-benar dipersiapkan untuk belajar sesungguhnya dan mampu bersaing tidak hanya dengan teman-teman sekelasnya, tetapi juga dengan siapa saja sebayanya di daerahnya, di tingkat wilayahnya, secara nasional, bahkan untuk bersaing dengan bangsa lain secara internasional.
Upaya-upaya pembaharuan di bidang pendidikan sudah sejak lama dilakukan dan digalakkan, meliputi tenaga pendidik (guru), kurikulum strategi pembelajaran yang meliputi : metode, alat, sistem penilaian, administrasi pembelajaran dan sebagainya, yang implikasi dari pembaharuan itu adalah keberhasilan proses belajar mengajar guru di kelas.
Pembelajaran yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pemahaman kurikulum, fasilitas yang tersedia, wawasan pengetahuan guru yang luas tentang semua bidang, tetapi lebih menekan pada bagaimana seorang guru mampu mengelola pembelajaran yang baik sehingga tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan efektif dan efisien, serta upaya guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang menguntungkan peserta didik, sehingga tumbuh iklim belajar yang berkualitas.
Usaha pencegahan dan tindakan perlu dilaksanakan dalam upaya menciptakan kondisi kelas yang diharapkan. Usaha pencegahan dimaksud tercipta dan dapat dipertahankannya kondisi kelas yang kondusif yang harus dirancang dan diusahakan oleh guru secara sengaja agar hal-hal yang merugikan dapat dihindari. Sedangkan upaya tindakan yaitu usaha mengembalikan kepada kondisi yang optimal apabila terjadi hal-hal yang merusak situasi pembelajaran yang disebabkan oleh tingkah laku peserta didik.
Upaya guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang diharapkan akan efektif bila : (1) diketahui secara tepat faktor-faktor yang dapat menunjang terciptanya kondisi-kondisi yang menguntungkan dalam proses pembelajaran, (2) diketahuinya masalah-masalah yang diperkirakan dan mungkin tumbuh yang dapat merusak iklim belajar mengajar, (3) dikuasainya berbagai pendekatan dalam manajemen kelas dan diketahui pula kapan dan untuk masalah mana satu pendekatan digunakan (M. Entang dan T. Raka Joni dalam Maman Rachman, 1999 : 2).
Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang bermaksud memfasilitasi peserta didik (siswa) agar dapat mencapai tujuan pendidikan secara langsung, sedangkan manajemen kelas merupakan serangkaian kegiatan/tindakan yang bermaksud menciptakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran dengan baik. Dengan demikian tampaklah jelas bahwa manajemen kelas merupakan persyaratan penting yang menentukan terciptanya pembelajaran yang efektif.
Di kelas segala aspek pembelajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala kemampuannya. Siswa dengan segala latar belakang dan potensinya, kurikulum dengan segala komponennya, metode dengan segala pendekatannya, media dengan segala perangkatnya, materi dengan segala sumber belajarnya, semuanya bertemu dan berinteraksi di dalam kelas, hasil interaksi (proses pembelajaran) tersebut ditentukan oleh situasi yang tercipta dalam kelas, sehingga selayaknya perlu adanya manajemen kelas yang baik, profesional, dan berkelanjutan.
Peran guru sangatlah besar dalam pengelolaan kelas, karena guru sebagai penanggung jawab kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru harus penuh inisiatif dan kreatif dalam mengelola kelas, guru lah yang mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas terutama keadaan siswa dengan segala latar belakangnya.
Peran ini mewajibkan guru menyampaikan sejumlah materi pelajaran sesuai dengan Garis-garis Besar Program Pengajaran yang berupa informasi, fakta serta tugas dan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa (Djauzak Ahmad, 1995 : 3) Untuk itu guru harus menguasai materi pelajaran, metode, alat, teknik-teknik penilaian dan sebagainya. Dalam peran ini guru dianggap sumber informasi dan sumber belajar utama, oleh karena itu guru harus selalu menambah dan memperluas wawasannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang.
Kurikulum sebagai program pendidikan secara utuh mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan program pendidikan dan pembelajaran. Kurikulum memberikan arah dalam merencanakan kegiatan pembelajaran baik menyangkut materi, metode, media dan sebagainya sebagaimana digariskan.
Terkait dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru dituntut menguasai strategi pembelajaran. Strategi dalam proses belajar mengajar dimaksudkan untuk menyiasati peserta didik agar terlibat aktif belajar. Di sini implementasi strategi belajar dan pengembangannya ditujukan bagi pembelajaran anak usia sekolah dasar yang memiliki karakteristik tersendiri.
Strategi pembelajaran secara utuh memuat beberapa aspek, yaitu pemilihan materi yang sesuai (esensial), pemilihan metode, media dan alat pelajaran, sistem penilaian yang tepat, serta memperhatikan lingkungan proses pembelajaran.
Guru sekolah dasar tidak hanya dituntut menyelesaikan bahan pelajaran yang sudah ditetapkan, tetapi harus menguasai dan menghayati secara mendalam materi-materi yang akan diajarkan, sehingga diperlukan kreativitas sehingga mampu memilih materi-materi pelajaran yang esensial.
Salah satu kelemahan mendasar yang biasanya terjadi dalam kegiatan belajar mengajar terletak pada inti aktivitas pembelajaran itu sendiri, yaitu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa serta interaksinya satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini guru harus menguasai berbagai metode mengajar, pemilihan media ataupun alat yang digunakan disesuaikan dengan kondisi siswa (kecerdasan) digunakannya tujuan yang direncanakan dapat tercapai.
Dengan memperhatikan segi individualitas dan karakteristik anak usia sekolah dasar serta berbagai dimensi perkembangannya, maka seorang guru harus penuh pertimbangan dalam mengembangkan pembelajaran di kelasnya, dengan tidak menyimpang prinsip-prinsip psikologis anak (M. Sumantri dan Johor Permana, 2000 : 14). Kenyataan tersebut menjadi alasan kuat agar sistem pembelajaran yang dikembangkan guru diharapkan akan semakin dapat melayani kebutuhan individual peserta didik/siswa (individually guided education) dan pembelajaran benar-benar menjadi menarik dan bermakna.
Seorang guru perlu memahami berbagai hal yang tidak bisa digolongkan ke dalam penyebab terjadinya kegiatan belajar. Gagne dalam M. Sumantri dan Johar Permana (2000 : 15), menerangkan bahwa proses alamiah, kedewasaan, atau keadaan organisme yang bersifat temporer seperti misalnya kelelahan, pengaruh obat-obatan, rasa takut, persepsi, motivasi dan seterusnya atau gabungan kesemuanya. Apabila peserta didik telah belajar suatu hal, maka pada dirinya akan terjadi perubahan dalam kesiapannya menghadapi lingkungan.
Namun perlu disadari bahwa proses pendidikan (di sekolah dasar) merupakan kompleksitas artinya mencakup banyak faktor diantaranya kepala sekolah, guru, siswa, lingkungan, masyarakat dan sebagainya, sehingga diperlukan usaha-usaha tertentu secara bersama dan atau mandiri agar tercapai mutu sebagaimana diharapkan. Mutu pendidikan bukan sesuatu yang statis, melainkan suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Dengan demikian, pengertian mutu pendidikan di sekolah adalah : "kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma dan standar yang berlaku" (Djauzak Ahmad, 1996 : 8).
Adapun komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah tersebut dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, antara lain : siswa, guru, pembina/pengelola sekolah, sarana/prasarana dan proses belajar mengajar.
Secara sederhana pengelolaan terhadap komponen tersebut dapat memperlihatkan gambaran mutu pendidikan yang dapat dikenali melalui antara lain : keluaran/lulusan relevan dengan kebutuhan masyarakat, nilai akhir sebagai ukuran prestasi belajar siswa, prosentase lulusan dicapai secara maksimal, penampilan kemampuan dan budi pekerti.
Dari sekian banyak mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar untuk mendukung komponen penampilan kemampuan dan budi pekerti sesuai dengan usia anak salah satu yang dikembangkan adalah diajarkannya mata pelajaran muatan lokal. Khususnya di wilayah Kabupaten X muatan lokal mencakup : muatan lokal propinsi dan muatan lokal kabupaten serta muatan lokal sekolah. Untuk muatan lokal propinsi adalah bahasa Jawa, muatan lokal kabupaten adalah bahasa Inggris, muatan lokal sekolah berupa keterampilan yang antara sekolah satu dengan lainnya dimungkinkan berbeda.
Terkait dengan budi pekerti yang secara umum terintegrasi pada sejumlah mata pelajaran termasuk di dalamnya adalah bahasa Jawa bertujuan : "Memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari, dalam konteks sosial budaya yang Bhinneka (Udin S. Winataputra dkk., 2001 : 6).
Di dalam struktur program pendidikan dasar terdapat mata pelajaran muatan lokal yang harus diajarkan di satuan pendidikan sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama yang alokasi waktunya telah ditetapkan.
Pendidikan di Jawa Tengah tidak boleh terlepas dari struktur program pendidikan nasional. Oleh karena itu, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah selayaknya menetapkan jenis muatan lokal tersebut. Mata pelajaran muatan lokal ada dua macam pilihan yaitu : mata pelajaran muatan lokal wajib dan pilihan. Adapun yang wajib adalah bahasa Daerah (Jawa) dengan pertimbangan bahasa potensi ini terdapat di seluruh wilayah Jawa Tengah dan merupakan kebutuhan masyarakat yang harus dikembangkan.
Bahasa Jawa mempunyai kedudukan sebagai bahasa pertama bagi sebagian besar anak-anak masyarakat penutur Bahasa Jawa, terutama yang tinggal di pedesaan. Masyarakat penutur Bahasa Jawa yang tinggal di pedesaan masih menduduki prosentase yang cukup tinggi diantara penduduk Indonesia yang menempati wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY. Dengan demikian, berarti Bahasa Jawa sebagai bahasa pertama yang menduduki tempat yang penting di kalangan anak-anak masyarakat pedesaan di wilayah Jawa Tengah dan DIY.
Di sisi lain sebagai pekerja profesional guru dituntut untuk dapat melakukan/melaksanakan tugasnya dengan keahlian yang dimiliki dalam kegiatan belajar mengajar di depan kelas. Sejalan dengan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan guru lebih kreatif dalam menggali materi pelajaran maupun strategi pembelajarannya, sehingga output pendidikan benar-benar dirasakan bagi masyarakat. Melalui KTSP diharapkan potensi yang ada pada SD tersebut dapat tergali sebagai bentuk/wujud kompetensi, termasuk di dalamnya muatan lokal Bahasa Daerah (Jawa).
Bahasa Daerah (Jawa) sebagai muatan lokal dalam KTSP tersebut merupakan satu mata pelajaran yang terpisah. Dewasa ini ada kecenderungan pendapat bahwa pelajaran Bahasa Daerah (Jawa) dianggap mata pelajaran yang tidak penting, sehingga sering dinomorduakan bahkan ada kalanya jam-jam pelajaran Bahasa Jawa digunakan untuk mata pelajaran yang lain khususnya di SD karena mengejar kompetensi mata pelajaran yang lain.
Pada hakikatnya tidak ada mata pelajaran yang tidak penting, karena semua mata pelajaran pada akhirnya berguna bagi kehidupan siswa selanjutnya. Bahkan dalam pelajaran Bahasa Jawa secara tidak langsung siswa belajar memahami budi pekerti, tata krama, dan etika (unggah-ungguh), karena dalam pelajaran Bahasa Jawa baik tata bahasa, parama sastra, maupun susastra sangat menekankan pada sikap perilaku (budi pekerti), tata krama dan etika (unggah-ungguh) yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Banyak keluhan-keluhan yang dilontarkan oleh kalangan orang tua yang menyebutkan bahwa banyak anak-anak sekarang yang tidak dapat menggunakan Bahasa Jawa dengan benar. Barang kali pernyataan tersebut dapat diidentikkan dengan kurangnya tata krama dan atau etika Bahasa Jawa.
Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Negeri X dialokasikan waktu 2 jam pelajaran dalam satu minggu. Jika dibandingkan dengan materi pelajaran yang lain, mata pelajaran bahasa Jawa (waktu 2 jam pelajaran) sangatlah kurang, maka dalam hal ini perlu seorang guru melakukan kiat-kiat tertentu agar kompetensi bahasa Jawa dapat tercapai sesuai dengan harapan. Keterampilan dan kreatifitas guru sangat diperlukan baik dalam perencanaan pembelajaran, pemilihan metode, maupun media/alat yang digunakan sehingga pembelajaran Bahasa Jawa berhasil baik serta bagi siswa dapat dirasakan sebagai pelajaran yang menyenangkan.
Masyarakat Desa X sebagian besar (mayoritas) dalam kesehariannya menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan dan bahasa ibu (interaksi dalam keluarga). Hal yang demikian mewarnai juga dalam lingkungan sekolah (SD). Sedangkan dalam pelajaran Bahasa Jawa materinya mengacu/berpedoman kepada Bahasa Jawa standar (Jogjakarta/Surakarta) dengan segala kulturnya.
Akhir-akhir ini sering nampak pada diri siswa kecenderungan yang beranggapan bahwa mata pelajaran Bahasa Jawa adalah pelajaran yang sulit. Contohnya tidak sedikit siswa yang mengeluh bahwa menulis Jawa merupakan hal yang sulit. Melihat hal yang demikian ada beberapa hal yang mungkin terjadi dalam diri siswa diantaranya : siswa mungkin tidak menyukai mata pelajaran Bahasa Jawa, atau mungkin justru guru yang kurang bisa memilih strategi pembelajaran Bahasa Jawa tersebut, atau diperlukan media atau peraga sehingga siswa termotivasi. Melihat realita yang demikian maka peneliti ingin mengetahui pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Negeri X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan keadaan yang melatarbelakangi pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Negeri X tersebut di depan baik dari sisi guru, siswa, materi maupun strategi pembelajaran, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 
1. Sejauh mana ketepatan pelaksanaan manajemen pengelolaan kelas dalam proses pembelajaran ?
2. Sejauh mana ketepatan strategi pembelajaran dan penilaian dalam proses pembelajaran Bahasa Jawa ?
3. Sejauh mana ketepatan penggunaan metode dan alat peraga dalam pembelajaran Bahasa Jawa ?
4. Sejauh mana peran guru dalam pembelajaran Bahasa Jawa ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 
1. Ketepatan pelaksanaan manajemen pengelolaan kelas dalam proses pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Negeri X
2. Ketepatan strategi pembelajaran dan penilaian dalam proses pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Negeri X
3. Ketepatan penggunaan metode dan alat peraga dalam pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Negeri X 
4. Peran guru dalam pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Negeri X

D. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu : 
1. Praktis
a. Bagi siswa
Dapat meningkatkan prestasi pembelajaran bahasa Jawa.
b. Bagi guru
Dapat meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan strategi pembelajaran dan perencanaan program-program pendidikan sehingga prestasi belajar siswa dapat tercapai.
c. Bagi kepala sekolah
Dapat meningkatkan kualitas dan keterampilan manajerial serta inovasi pendidikan. 
2. Teoritis
a. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut
b. Memberikan informasi dalam mengembangkan teori-teori yang berkaitan dengan proses pembelajaran bahasa Jawa dan mutu pendidikan secara umum.