Search This Blog

Showing posts with label pascasarjana. Show all posts
Showing posts with label pascasarjana. Show all posts
TESIS INTERFERENSI DAN SIKAP BAHASA ASING DALAM PENULISAN NAMA BADAN USAHA SWASTA

TESIS INTERFERENSI DAN SIKAP BAHASA ASING DALAM PENULISAN NAMA BADAN USAHA SWASTA

(KODE : PASCSARJ-1155) : TESIS INTERFERENSI DAN SIKAP BAHASA ASING DALAM PENULISAN NAMA BADAN USAHA SWASTA (PROGRAM STUDI : LINGUISTIK)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era globalisasi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan bahasa. Mudahnya informasi yang diperoleh, baik melalui media cetak, elektronik, maupun interaksi sosial dapat menyebabkan terjadinya perubahan bahasa. Adanya kontak antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain dapat memungkinkan terjadinya interferensi bahasa. Dengan demikian, salah satu perubahan bahasa adalah adanya interferensi bahasa.
Sejalan dengan itu, Alwasilah (1985:132) mengatakan bahwa setiap bahasa akan mengalami perubahan selama bahasa itu masih dipakai. Seringkali perubahan ini tidak kita sadari. Salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya perubahan bahasa karena pengaruh pemakaian bahasa lain. Hal ini sesuai dengan makna interferensi yang berarti adanya saling mempengaruhi antar bahasa. Pengaruh ini biasanya terlihat dalam peminjaman kosa kata dari bahasa lain.
Zabadi (2009:2) dalam makalahnya yang disampaikan pada Seminar Nasional di Hotel Grand Antares X, menyatakan masyarakat Indonesia yang berada dalam situasi kedwibahasaan sehingga memungkinkan terjadinya alih kode (code-switching), campur code (code-mixing), atau interferensi (interference). Di dalam keadaan seperti inilah bahasa Indonesia yang mereka pakai sering tidak lagi baik dan benar berdasarkan ukuran pemakaian kaidah bahasa Indonesia. Gejala ini menyebabkan perubahan situasi tindak tutur dari penggunaan bahasa daerah ke nasional, nasional ke daerah, nasional ke asing, atau asing ke nasional.
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku dan bangsa sehingga mengakibatkan adanya multibahasa. Di samping itu bangsa Indonesia tergolong bangsa yang terbuka terhadap pengaruh budaya bangsa asing. Adanya multibahasa bahasa dan pengaruh budaya bangsa asing dapat mengakibatkan kontak bahasa antara bahasa yang satu dengan bahasa lain sehingga tidak terelakkan terjadi interferensi bahasa.
Kota X merupakan kota besar yang tidak menutup kemungkinan terjadinya interferensi bahasa. Masyarakat Kota X termasuk masyarakat bilingual dan multilingual yang dapat mengakibatkan adanya interferensi bahasa. Di dalam pengamatan sepintas ada kecenderungan masyarakat kota besar, termasuk Kota X, menggunakan bahasa asing, baik dalam bahasa lisan maupun tulisan. Begitu pula halnya interferensi bahasa tidak hanya terjadi pada bahasa lisan tetapi bahasa tulisan. Tidak dapat dipungkiri bahwa interferensi bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia sangatlah tinggi, baik pada tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Contoh interferensi pada tataran fonologi antara lain singkatan ‘acc’ diucapkan [a-se-se] seharusnya dalam bahasa Indonesia diucapkan [a-c-c], singkatan ‘ac’ diucapkan [a-se] seharusnya dalam bahasa Indonesia [a-c]. Singkatan acc dan ac merupakan interferensi dari bahasa asing, yaitu bahasa Inggris. Ada pula bahasa Indonesia yang ter interferensi fonologi bahasa asing, contohnya ‘kecapnya kecap abc’ di mana pengucapan ‘a-b-c’ diucapkan dengan [a-b-se,] seharusnya [a-b-c]. Contoh pada tataran morfologi adalah nama badan usaha perhotelan antara lain ‘Garuda Hotel’ seharusnya ‘Hotel Garuda’, dan ‘Hotel Grand Angkasa’ seharusnya ‘Hotel Angkasa Agung’. Contoh lain, Rumah Makan ACC. Banyak orang mengucapkannya Rumah Makan [a-se-se]. Contoh pada tataran sintaksis banyak terlihat pada penggunaan bahasa di tempat umum, seperti ‘No Smoking’ yang memiliki padanan dalam bahasa Indonesianya adalah ‘Dilarang Merokok’
Di samping itu, dalam sejarah pemberian Anugerah Bahasa bernama Adibahasa yang diberikan oleh Pusat Bahasa, ternyata Provinsi Y tidak pernah mendapatkannya. Hal ini disebabkan Provinsi Y, khususnya Kota X, dinyatakan tidak tertib dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam surat-menyurat kedinasan maupun penulisan nama badan usaha. Khususnya, pemakaian bahasa pada nama badan usaha, masih banyak yang menggunakan bahasa asing.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Balai Bahasa X. Syarfina, dkk. (2009:61) menyebutkan masyarakat Kota X banyak melihat kata/istilah asing pada papan nama, papan reklame, nama gedung, spanduk dan lain-lain. Sebenarnya, mereka kurang bangga dengan banyaknya penggunaan kata asing di Kota X atau di sekitar tempat tinggalnya. Walaupun mereka suka menggunakan kata/istilah asing, mereka setuju pemerintah mengimbau para usahawan dan masyarakat menggunakan kata dari bahasa Indonesia untuk menamai papan nama atau papan reklame.
Data di atas menunjukkan bahwa interferensi bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia tidak dapat dihindari. Tingginya interferensi bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia mengakibatkan melemahnya jatidiri bahasa Indonesia. Hal itu karena interferensi bahasa akan mengakibatkan penyimpangan kaidah bahasa Indonesia, baik kaidah fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengindonesiaan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini merupakan pertaruhan harga diri bahasa Indonesia, seperti diungkapkan Badudu (1995:19) dengan adanya interferensi tersebut, kadang-kadang menguntungkan bahasa Indonesia, namun ada juga yang merugikan karena menyimpang dari struktur bahasa Indonesia.
Sejalan dengan itu, dalam UUD 1945, Pasal 36, menyebutkan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahasa Indonesia harus dipelihara dan setiap warga negara wajib turut membinanya. Secara kelembagaan, pemerintah mendirikan Pusat Bahasa sebagai lembaga resmi untuk melakukan pembinaan bahasa Indonesia, seperti dengan membuat Rancangan Undang-Undang Kebahasaan yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Ruang lingkup kebahasaan terdiri dari lima bab. Bagian kesatu, Umum tertuang dalam pasal 25; bagian kedua, Penggunaan Bahasa Indonesia tertuang dalam pasal 26-40; bagian ketiga, Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa Indonesia, tertuang dalam pasal 41-43; bagian keempat, Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia tertuang dalam pasal 44; bagian kelima, Lembaga Kebahasaan tertuang dalam pasal 45.
Selanjutnya undang-undang yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia pada nama badan usaha terdapat dalam pasal 36 ayat 3 berbunyi, “Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks, perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.”
Jika diamati saat ini, adanya kecenderungan penulisan papan nama badan usaha swasta di Kota X menggunakan bahasa asing, baik dalam tataran fonologi, gramatikal, leksikal, dan semantik. Secara kualitatif, penulisan nama badan usaha dideskripsikan dan dianalisis berdasarkan peraturan yang berlaku dalam penggunaan bahasa asing di Indonesia. Hal ini disebabkan kecenderungan menggunakan bahasa asing pada nama badan usaha memiliki alasan tersendiri bagi pengusaha.
Secara kuantitatif, penggunaan bahasa yang ter interferensi tersebut bergantung pada sikap bahasa pengusaha yang senang menggunakan bahasa asing, meniru jenis usaha lain, mengikuti tren masa kini, tidak mengetahui padanan bahasa asing dalam bahasa Indonesia, memudahkan masyarakat dalam mengingat nama usaha, tuntutan zaman dan teknologi, memiliki nilai prestise, dan mengundang ketertarikan konsumen. Oleh karena itu, penyelidikan faktor yang menyebabkan interferensi dari segi usia dan penghasilan, jenis kelamin, pendidikan, dan keturunan menjadi bagian dari kajian ini. Dengan demikian, penggunaan bahasa asing di wilayah Indonesia, khususnya Kota X, sebagai kajian interferensi menemukan alat bukti yang konkret dalam usaha penertiban bahasa asing di tempat umum, sekaligus usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam penulisan nama badan usaha, kawasan, dan bangunan serta nama dan merek dagang.
Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan interferensi dan sikap bahasa asing pengusaha dalam penulisan nama badan usaha swasta di Kota X.
TESIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA, PENYULUHAN KESEHATAN LANGSUNG, DAN MEDIA MASSA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN MALARIA

TESIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA, PENYULUHAN KESEHATAN LANGSUNG, DAN MEDIA MASSA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN MALARIA

(KODE : PASCSARJ-1154) : TESIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA, PENYULUHAN KESEHATAN LANGSUNG, DAN MEDIA MASSA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN MALARIA (PROGRAM STUDI : KEPERAWATAN)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang banyak terjadi di negara-negara tropis. Penyakit ini pun masih menjadi masalah kesehatan di dunia (Kemenkes RI, 2010) dan dikategorikan “re-emerging disease”. WHO (World Health Organization) dalam Malaria Report 2011 menyatakan bahwa malaria cenderung selalu meningkat dari tahun ke tahun. Data lima tahun terakhir menunjukkan bahwa pada tahun 2005 terdapat 83.551.210 kasus, tahun 2006 terdapat 85.573.379 kasus, tahun 2007 terdapat 86.746.527 kasus, tahun 2008 terdapat 74.585.630 kasus dan tahun 2009 terdapat 82.485.969 kasus. WHO (2011), melaporkan dari 106 negara yang dinyatakan endemis malaria terdapat 94.299.637 kasus malaria, 345.960 meninggal karenanya dan 2.426 kasus terjadi di Asia Tenggara selama tahun 2010.
Kondisi ini juga terpapar di Indonesia, populasi penduduk Indonesia hampir setengahnya tinggal di daerah endemik malaria (kecuali Pulau Jawa-Bali). WHO (2011) melaporkan bahwa terdapat 1.849.062 kasus dan 432 kasus meninggal selama tahun 2010. Terdapat 424 kabupaten/ kota endemis dari 576 kabupaten/ kota yang ada di Indonesia (Kemenkes, 2010).
Malaria juga merupakan penyakit yang mempengaruhi tingginya kematian terutama kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas sumber daya manusia (Kemenkes, 2010). Secara tidak langsung, malaria menyebabkan melemahnya perekonomian masyarakat. GF (Global Fund AIDS, Tuberculosis, and Malaria) (2009), menyatakan bahwa penyakit ini dianggap sebagai keadaan berbahaya yang mempengaruhi setengah dari populasi dunia dan menjadi lingkaran kemiskinan di beberapa negara berkembang. Menurut perhitungan para ahli ekonomi kesehatan, kasus malaria saat ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi mencapai sekitar 3,3 triliun rupiah sebagai akibat dari tidak dapat bekerja selama satu minggu, biaya pengobatan dan lain-lain, belum termasuk biaya sosial seperti menurunnya tingkat kecerdasan anak dan menurunnya kualitas sumber daya manusia yang berdampak pada penurunan produktifitas (Kemenkes, 2010).
Penanggulangan penyakit malaria telah menjadi kerangka kerja pembangunan nasional, kerangka kerja ini sebagai implikasi dari kesepakatan MDGs (Millennium Development Goals) tahun 2015. Penanggulangan malaria dideklarasikan pula sebagai agenda kesepuluh Sidang WHA (World Health Assembly) di Swiss tahun 2011 (Kemenkes RI, 2011). Penurunan angka kejadian malaria menjadi 1 per 1000 penduduk merupakan indikator yang harus dicapai setiap negara yang menyepakati MDGs tersebut.
Pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat, dan ditegaskan pula bahwa pencegahan penyakit menular wajib dilakukan oleh masyarakat melalui perilaku hidup sehat (Kemendagri, 2009). Artinya penanggulangan penyakit ini perlu dilakukan secara komprehensif sesuai dengan paradigma sehat pembangunan kesehatan saat ini, yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah KLB (Kejadian Luar Biasa). Pencapaian hasil yang optimal dilakukan dengan upaya preventif dan kuratif yang berkualitas dan terintegrasi dengan lintas sektor, lintas program, dan lintas daerah (Kemenkes RI, 2010). Hal ini disebabkan karena malaria tidak mengenal batas-batas wilayah administratif (Bappenas, 2006).
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular menjadi upaya wajib (Kemenkes, 2004). Upaya wajib berarti upaya yang ditetapkan sebagai komitmen nasional dan global yang dianggap mampu menjadi daya ungkit tinggi dalam peningkatan derajat kesehatan manusia. Artinya penyakit malaria menjadi prioritas utama program di puskesmas.
Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 telah ditetapkan target penurunan angka kejadian kasus malaria (Annual Parasite Index-API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk (Kemenkes, 2010). Angka kejadian malaria berdasarkan API sejak tahun 2005–2006 cenderung meningkat dari 2,93-3,14, namun tahun 2007-2011 dengan berbagai upaya pemerintah terjadi penurunan yang sangat tajam dari 2,87-1,75 (Kemenkes, 2012).
Setiap individu dapat terinfeksi plasmodium malaria, akan tetapi dalam keadaan vulnerable, risiko terinfeksi akan lebih tinggi. Keadaan ini akan bertambah lagi bila dipicu dengan faktor-faktor lain seperti usia, jenis, kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial ekonomi, status gizi dan imunitas (Kemenkes, 2004). Sehingga, kondisi vulnerable yang dipicu dengan beberapa faktor di atas akan menyebabkan individu mudah terinfeksi malaria.
Penduduk yang tinggal di daerah endemik pun lebih rentan terkena penyakit malaria. Keadaan semacam ini akan meningkatkan risiko memburuknya status kesehatan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2004). Populasi yang rentan merupakan kelompok yang paling membutuhkan dilakukannya tindakan pencegahan dan proteksi terhadap penyakit (Jaspers dan Shoham, 1999; Webb dan Harinarayan, 1999). Salah satu upaya pencegahan yang dilakukan adalah menghindari/ memproteksi dari agent penyebab malaria.
Agent penyebab malaria adalah protozoa dari genus plasmodium. Bila terjadi kontak yang efektif, agent ini akan lebih mudah menginfeksi pada individu/ keluarga vulnerable. Sedangkan, lingkungan di Indonesia cukup mendukung keberadaan penyakit malaria, seperti: lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian, angin), lingkungan biologis dan lingkungan sosial-budaya (Kemenkes, 2004). Kondisi semacam ini semakin memudahkan agent malaria untuk menginfeksi individu/ keluarga yang vulnerable tersebut.
Suryantoro (2008) menemukan bahwa karakteristik lingkungan daerah endemis berpengaruh terhadap ada tidaknya kasus malaria di suatu daerah, adanya danau genangan air, kolam, pembenihan ikan merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk anopheles sebagai vektor malaria. Begitu juga Darundiati (2010) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dari faktor lingkungan dengan angka kejadian malaria. Sedangkan Kurniawan (2008) menemukan bahwa faktor risiko kejadian malaria adalah keberadaan genangan air dekat rumah dan tingkat pengetahuan. Keadaan lingkungan yang endemis dapat meningkatkan angka kejadian penyakit malaria.
Penduduk yang tinggal di daerah endemis termasuk dalam kategori populasi rentan. Populasi ini sangat sensitif terhadap risiko yang berasal dari faktor biologis dan didukung dengan faktor ekonomi, sosial, dan gaya hidup. Interaksi hasil beberapa faktor risiko dalam meningkatkan kerentanan terhadap faktor-faktor lain, yang juga dapat berdampak negatif terhadap kesehatan individu (Sebastian & Burshy, 2000 dalam Rita Hammer, Barbara dan Pagliaro, 2006). Keluarga rentan pun memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk terjangkitnya penyakit. Keadaan ini disebabkan karena keluarga rentan mempunyai keterbatasan sumber daya fisik dan emosional yang dapat mengancam tugas dan fungsi keluarga. Upaya yang dilakukan keluarga rentan dalam menyelesaikan masalah cenderung tidak tepat bahkan menyimpang (Hitchcock, 1999).
Penduduk yang tinggal di daerah endemik malaria tergolong dalam aggregate vulnerable. Swanson dan Nies (1997), rentan merupakan kondisi tidak terlindunginya dari pengaruh lingkungan. Peneliti juga mengemukakan karakteristik rentan terdiri atas fisik, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Penduduk yang tinggal di daerah endemik malaria, dalam kondisi fisik yang kurang optimal akibat gizi kurang, terpaparnya dengan lingkungan rawa tempat berkembang biak vektor malaria, ditunjang pula dengan interaksi sosial yang kurang pemahaman tentang malaria dan pencegahannya kurang, diperberat lagi dengan kondisi ekonomi yang menyebabkan penduduk termasuk populasi rentan.
Keluarga dengan salah satu anggota keluarganya yang mempunyai pekerjaan di wilayah endemis akan mempunyai risiko lebih tinggi tertular penyakit malaria (Kemenkes, 2004). Hasil wawancara peneliti dengan pengelola Program P2 Malaria Puskesmas X, didapatkan data bahwa selama kurun waktu tahun 2011 terdapat 149 kasus malaria klinis dari 28.328 penduduk dan lebih dari 75% nya disebabkan lokal yang bekerja di wilayah endemis. Karakteristik lain keluarga rentan adalah person with communicable disease atau penderita penyakit menular. Transmisi penularan penyakit malaria begitu mudah dan cepat, sehingga prevalensinya dapat mempengaruhi sosial ekonomi kesehatan masyarakat. Semakin banyak pekerja yang sakit, maka akan makin sedikit keluarga yang mampu bekerja untuk mempertahankan fungsi keluarganya (Stanhope & Lancaster, 2004).
Secara epidemiologis, transmisi penularan malaria merupakan hasil interaksi dari host, agent, dan environment (Kemenkes, 2004). Blum (1974, dalam Notoatmojo, 2010) berpendapat bahwa faktor perilaku manusia merupakan determinan utama dan paling sukar ditanggulangi disamping faktor lain, yaitu: lingkungan, pelayanan kesehatan, dan genetik. Hal ini disebabkan, faktor perilaku mempengaruhi lingkungan hidup manusia.
Malaria merupakan penyakit menular yang berkaitan erat dengan perilaku. Perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga rentan perilakunya berisiko tinggi memburuknya status kesehatan (Chesney dan Barbara, 2008). Hasil penelitian Cruz dan Crookston (2006), menemukan bahwa dari 516 partisipan, terdapat 90 % pekerja lembur dan 77% pekerja non lembur menyatakan tahu bahwa perilaku pencegahan dengan menggunakan kelambu dapat mencegah dari penyakit malaria. Penelitian lain menemukan bahwa perilaku pencegahan pemakaian kelambu, menggunakan jamban, dan menggunakan racun serangga mempunyai hubungan yang bermakna dengan angka kejadian malaria (Salim, 2009). Perilaku pencegahan dengan menggunakan kelambu berinsektisida dapat menurunkan risiko terjangkit malaria 0,7 kali (Taviv; Salim; dan Yeni, 2008). Afridah (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh perilaku penderita terhadap angka kesakitan malaria di Kabupaten Rokan Hilir, dari 110 responden yang diambil secara random menunjukkan bahwa 52,7 % pengetahuan dalam kategori buruk, 51,8% sikap dalam kategori buruk, dan 76,3% tindakan dalam kategori sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, serta tindakan mempunyai pengaruh terhadap tindakan pencegahan malaria.
Perilaku pencegahan digambarkan oleh Glanz dan Rimer (2008), dalam The Health Belief Model (HBM), perilaku dipengaruhi oleh karakteristik individu dan informasi kesehatan yang disampaikan baik melalui penyuluhan kesehatan atau media massa. Penyuluhan kesehatan dan media massa merupakan kegiatan dari promosi kesehatan. Kemenkes (2009), menjelaskan bahwa kegiatan eliminasi malaria lebih banyak terfokus kepada kegiatan promotif dan preventif. Oleh karena itu, peranan promosi kesehatan akan semakin besar agar pelaksanaannya lebih optimal. Notoatmojo, (2010) menjelaskan promosi kesehatan dapat dilakukan melalui penyuluhan kesehatan dan media massa. Promosi kesehatan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan perilaku individu dalam pencegahan penyakit malaria. Mardiah (2008), telah menemukan bahwa penyuluhan kesehatan memberikan pengaruh signifikan dalam membentuk perilaku pencegahan penyakit malaria. Pasaribu (2005), menemukan kenaikan nilai rata-rata komponen pengetahuan, sikap, dan praktik terjadi setelah dilakukan penyuluhan kesehatan. Hal ini menunjukkan penyuluhan kesehatan yang dilakukan dapat mengubah dan membentuk perilaku individu.
Hasil wawancara dengan pengelola program P2 Malaria Puskesmas X (09 Februari 2012) didapatkan bahwa kegiatan promotif dan preventif yang dilaksanakan saat ini adalah penyuluhan kesehatan setiap bulannya, pelaksanaan 3M (menguras, menutup, mengubur) pada tempat penampungan air, pembagian kelambu berinsektisida kepada keluarga dengan ibu hamil dan balita, pembagian bubuk larvasida, pemasangan banner dan spanduk serta baliho di sepanjang jalan protokol. Selain itu juga disarankan kepada masyarakat agar menggunakan profilaksis saat akan bepergian ke daerah endemis malaria. Lebih lanjut disampaikan, kegiatannya selama ini belum dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap masyarakat. Investigasi kasus dilaksanakan bila ada ditemukan penderita yang mengalami klinis atau positif malaria dan disampaikan laporannya ke Dinas Kesehatan.
Promosi Kesehatan melalui media massa telah digunakan untuk meningkatkan kesadaran dan perubahan perilaku. Media massa memberikan peranan kunci dalam perang memerangi malaria. Mozumder dan Marathe (2006) telah menemukan media massa dapat meningkatkan efektivitas sumber daya yang ada untuk pencegahan malaria.
Pencegahan dan pengendalian malaria dilakukan untuk mengurangi prevalensi kejadiannya, sehingga malaria tidak lagi menjadi masalah utama kesehatan di masyarakat (Kemenkes, 2012). Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer dilakukan untuk mengurangi insidensi penyakit malaria melalui promosi dan pendidikan kesehatan, seperti melakukan chemoprophylaxis, pemakaian kelambu berinsektisida, atau pun menghindari gigitan nyamuk anopheles sp. Pencegahan sekunder melalui deteksi dini dan penatalaksanaan, seperti surveilans epidemiologi, investigasi kasus dan penanganan kasus malaria. Sedangkan pencegahan tersier untuk mengurangi komplikasi dan kecacatan, seperti menghindari terjadinya keguguran pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada bayi akibat anemia malaria (Stanhope dan Lancaster, 2004).
Berdasarkan beberapa hal di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang “HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA, PENYULUHAN KESEHATAN LANGSUNG, DAN MEDIA MASSA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN MALARIA PADA KECAMATAN CEMPAKA KOTA X”.
TESIS EVALUASI PELAKSANAAN JAMKESMAS DALAM PEMELIHARAAN KESEHATAN DASAR BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PUSKESMAS

TESIS EVALUASI PELAKSANAAN JAMKESMAS DALAM PEMELIHARAAN KESEHATAN DASAR BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PUSKESMAS

(KODE : PASCSARJ-1153) : TESIS EVALUASI PELAKSANAAN JAMKESMAS DALAM PEMELIHARAAN KESEHATAN DASAR BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PUSKESMAS (PROGRAM STUDI : ILMU PEMERINTAHAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu aspek mendasar pemberian otonomi kepada daerah adalah keleluasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Selain itu, adanya pemberian kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan pemerintahan berdasar skala pelayanan umum apakah lebih efektif diselenggarakan oleh daerah ataukah oleh pusat.
Kehidupan masyarakat yang semakin kompleks menuntut adanya suatu pelayanan yang semakin berkualitas, dalam hal ini pemerintah sebagai provider atau penyedia harus lebih intensif di dalam memperhatikan pelayanan tersebut. Karena diberbagai kesempatan pemerintah senantiasa menjanjikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat, namun dalam kenyataannya belum dilaksanakan secara optimal.
Menurut perspektif Kybernologi, pemerintahan itu adalah pelayanan kepada manusia dan masyarakat. Di bentuknya suatu sistem pemerintahan, pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah berfungsi sebagai provider jasa-publik yang tidak diprivatisasi kan dan layanan civil termasuk layanan birokrasi. Pemerintahan tidaklah dibentuk untuk melayani diri sendiri tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk tujuan bersama. Pemerintah merupakan manifestasi dari kehendak rakyat, karena itu harus memperhatikan kepentingan rakyat dan melaksanakan fungsi kerakyatan melalui proses dan mekanisme pemerintahan. Pemerintah milik masyarakat akan tercipta jika birokrat dapat mendefinisikan ulang tugas dan fungsi mereka.
Antara pemerintah dengan masyarakat terdapat suatu hubungan, dimana ada masyarakat disana pula pemerintah diperlukan. Hubungan ini lebih didasarkan pada suatu interaksi antara yang menyediakan atau memberikan produk dengan yang membutuhkan atau menerima produk. Pemerintah adalah semua badan yang memproduksi, mendistribusi atau menjual alat pemenuhan kebutuhan rakyat berbentuk jasa publik dan layanan civil, sedangkan masyarakat yang mempunyai hak untuk mendapatkan, menerima dan menggunakan produk dari pemerintah, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
Salah satu bentuk produk pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah pelayan dibidang kesehatan. Kesehatan adalah merupakan salah satu dari hak asasi manusia, seperti termaktub dalam UUD 1945. Dalam UUD 1945 juga dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kesehatan sebagai hak asasi manusia, mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini melandasi pemikiran bahwa sehat adalah investasi.
Sentralisasi perencanaan kesehatan yang berlangsung di Indonesia dalam kurun waktu yang cukup lama berdampak pada kekurangberhasilan dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan yakni peningkatan status derajat kesehatan masyarakat. Kebijakan kesehatan di masa lalu khususnya dalam bidang perencanaan kesehatan didominasi oleh Pemerintah Pusat dan peranan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan kabupaten/kota sangat terbatas. Target program bahkan penentuan prioritas program kesehatan umumnya berdasarkan proyeksi nasional. Hal ini menyebabkan ketidaksesuaian dengan situasi dan kebutuhan kesehatan lokal (kabupaten/kota).
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 131/MENKES/SK/II/2004 telah menetapkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagai strategi pembangunan kesehatan di Indonesia. SKN merupakan tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang setinggi tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum, seperti dimaksud di dalam UUD 1945. Sub system pertama SKN adalah upaya kesehatan. Penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan memerlukan dukungan dana. Sumber daya manusia, sumber daya obat dan perbekalan kesehatan sebagai masukan SKN. Dukungan dana sangat berpengaruh terhadap pembiayaan kesehatan yang semakin penting dalam menentukan kinerja SKN. Mengingat kompleksnya pembiayaan kesehatan, maka pembiayaan kesehatan ditetapkan sebagai sub sistem ke dua SKN.
Program pembangunan dibidang kesehatan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dari mutu kehidupan dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Terkait dengan kebijakan pelayanan pemerintah dibidang kesehatan masyarakat, diawali dengan pernyataan bahwa “kesehatan adalah hak seluruh masyarakat”. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 ayat (1) dinyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 menyatakan bahwa :
Ayat (1)
- Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Ayat (2)
- Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan.
Ayat (3)
- Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 4 menyatakan bahwa : “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal”.
Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatnya kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Sejalan dengan makin tingginya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kesehatan tampak makin meningkat pula. Untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan tersebut, tidak ada upaya lain yang dapat dilakukan, kecuali menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Dalam upaya mewujudkan status kesehatan masyarakat yang optimal serta menjamin kualitas pelayanan dasar dibidang kesehatan, maka pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Kota. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan selanjutnya disebut SPM Kesehatan adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota.
Melalui penetapan standarisasi pelayanan minimal bidang kesehatan tersebut, diharapkan kiranya masyarakat akan mendapat kepastian hukum khususnya kemudahan dalam pemberian layanan oleh masing-masing instansi teknis didaerah. Selain itu, diharapkan pula agar para pejabat pembuat kebijakan (Gubernur/Walikota/Bupati) di setiap daerah akan memperoleh kesamaan pandangan dalam metode pemberian pelayanan kesehatan untuk masyarakat di tingkat dasar di Indonesia adalah melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang merupakan unit organisasi fungsional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan diberi tanggung jawab sebagai pengelola kesehatan bagi masyarakat tiap wilayah kecamatan dari kabupaten/ Kota bersangkutan.
Pelayanan kesehatan yang langsung menyentuh pada lapisan masyarakat yang paling bawah dan sangat diperlukan oleh masyarakat adalah sangat penting hal ini dikarenakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas akan memberikan perlindungan kesehatan kepada warga masyarakat khususnya bagi warga kurang mampu.
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) sebagai salah satu institusi fasilitas pemerintah daerah dan sebagai lini terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan non-profit kepada masyarakat dan merupakan ujung tombak dalam sistem kesehatan Nasional, juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan dengan baik berdasarkan wewenang tugas pokok dan fungsinya yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, masalah dan kemampuan Puskesmas tersebut. Puskesmas diharapkan mampu memberikan jaminan bagi warga masyarakat sekitarnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan. Sehingga jelaslah bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan pelayanan kesehatan minimum yang dibutuhkan rakyatnya. Kelalaian pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang optimal (minimum) yang mampu diberikan oleh pemerintah akan menimbulkan keresahan sosial di masyarakat. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan prinsip yang harus dipegang dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah bagaimana masyarakat puas dan nyaman dalam menerima pelayanan kesehatan yang diberikan dan keberadaan Puskesmas sebagai media untuk memberikan pelayanan kesehatan haruslah dijalankan dengan baik sehingga kualitas pelayanan yang diberikan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh masyarakat.
Implementasi pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1457/Menkes/Sk/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Kota sampai saat ini belum dapat dikatakan berhasil 100% sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Berbagai permasalahan mengenai standar dan mutu pelaksanaan pelayanan kesehatan sering terjadi, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Kabupaten X yang terkait langsung dengan pelaksanaan program kesehatan masyarakat di Kabupaten X diberikan wewenang dalam memformulasikan sistem jaminan kesehatan dengan mengacu kepada petunjuk teknis dari Depkes. Dengan demikian akan dapat dilakukan evaluasi implementasi pelaksanaan Jamkesmas di kabupaten X dalam mencapai target yang telah ditetapkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) salah satunya adalah cakupan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin..
Permasalahan tersebut sampai saat ini masih menjadi fenomena tersendiri bagi kelancaran pembangunan nasional khususnya bidang kesehatan. Berbagai informasi mengenai rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah dimulai dari rumitnya prosedur pelayanan, kekurangan peralatan medis dan obat-obatan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia pelaksana kegiatan pelayanan, minimnya ketersediaan tenaga medis, serta sarana penunjang kegiatan pelayanan kesehatan yang tidak memadai kerap terjadi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap kurangnya pemanfaatan Jamkesmas oleh masyarakat disebabkan oleh pelayanan dan sarana pelayanan kesehatan belum tercapai, sarana pelayanan kesehatan yang susah dijangkau (kondisi demografi), yang menggunakan kartu Jamkesmas itu hanya masyarakat yang tinggal di sekitar puskesmas terdekat.
TESIS PENGARUH IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEMADAM KEBAKARAN

TESIS PENGARUH IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEMADAM KEBAKARAN

(KODE : PASCSARJ-1152) : TESIS PENGARUH IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEMADAM KEBAKARAN (PROGRAM STUDI : ADMINISTRASI PUBLIK)

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan manusia lain dengan membentuk hubungan kerjasama dan selanjutnya membentuk kelompok-kelompok (organisasi). Dalam organisasi perlu adanya manusia sebagai pendukung utama apapun bentuk dari organisasi tersebut. Perilaku manusia yang berada dalam suatu kelompok merupakan awal dari perilaku organisasi, oleh karena adanya perbedaan persepsi, kepribadian serta pengalaman hidupnya.
Pandangan alamiah manusia mempunyai sikap rata-rata: tidak menyukai (menghindari) kerja, harus dipaksa untuk bekerja mencapai tujuan organisasi, pasif dan menunggu perintah dibanding harus menerima tanggung jawab, hanya dapat dimotivasi dengan insentif berkaitan dengan fisiologi dan rasa aman, memiliki kapasitas terbatas untuk pemecahan masalah secara kreatif, serta harus diamati dan dikontrol secara baik untuk menjamin pencapaian kinerja.
Pembauran manusia dengan berbagai sifat serta karakter dalam suatu kelompok disertai dengan pandangan alamiah sikap rata-rata manusia, akan membentuk suatu iklim organisasi dari serangkaian sifat lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap kinerja individu dalam suatu organisasi. Iklim organisasi yang digambarkan sebagai iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui empat dimensi yaitu : psikologis, sosial, struktural dan birokrat.
Dimensi psikologis meliputi variabel beban kerja, kurang otoritas, kurang pemenuhan diri sendiri (self fulfillment clerkship) dan kurang inovatif. Dimensi struktural meliputi variabel fisik, bunyi serta tingkat keserasian kerja antara keperluan kerja dengan struktur fisik. Dimensi sosial meliputi aspek interaksi dengan klien (kuantitas dan permasalahan), rekan sejawat (dukungan dan kerjasama), dan para penyelia (berupa dukungan dan imbalan). Dimensi birokratis meliputi Undang-undang serta peraturan konflik peranan dan ketidak jelasan peranan.
Iklim organisasi yang bersifat terbuka akan lebih memacu karyawan untuk mengutarakan kepentingan serta adanya ketidakpuasan, tanpa adanya rasa takut, tindakan balasan maupun bertujuan untuk mendapatkan perhatian, yang harus ditangani secara positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan bagaimanapun juga akan tercipta apabila seluruh anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi serta mempercayai akan adanya keadilan tindakan.
Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diberikan organisasi yang menjadi dasar bagi penentuan sikap perilaku anggota selanjutnya. Iklim organisasi ditentukan oleh seberapa baiknya anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi.
Birokrasi Dinas Pemadam Kebakaran kota X sebagai organisasi pemerintah dibawah naungan pemerintah kota X sebagai satuan organisasi yang menjalankan fungsi operasional lapangan dalam pelaksanaan tugas penanggulangan bencana dan pemadam kebakaran, membutuhkan iklim serta suasana kerja yang menunjang untuk dapat senantiasa mempertahankan kinerja secara maksimal dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat.
Berdasarkan pengamatan dan penilaian absensi pelaksanaan kegiatan apel masuk kerja dan pulang kerja pegawai pada Dinas Pemadam Kebakaran terdapat kecenderungan penurunan kinerja individual pegawai secara menyeluruh melalui ketidakhadiran pada saat dilakukannya apel pagi (23%) dan apel siang (30%) ataupun melalui merosotnya semangat serta motivasi pegawai untuk melaksanakan fungsi serta tugas-tugas yang seharusnya diemban dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagai aparatur negara dan abdi masyarakat, yang semestinya senantiasa siaga untuk memberikan pelayanan dalam penanggulangan bencana dan pemadaman kebakaran yang menimpa di masyarakat.
Berkaitan dengan hal diatas, maka muncul pertanyaan apakah menurunnya kinerja para pegawai dipengaruhi oleh iklim organisasi pada Dinas Pemadam Kebakaran, dan seberapa besar iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja para pegawai. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan menetapkan judul : "Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pemadam Kebakaran Kota X".

JUDUL TESIS PASCASARJANA (14)

JUDUL TESIS PASCASARJANA (14)

contoh judul tesis


  • (KODE : PASCSARJ-1102) : IKLAN LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT-KAJIAN SEMIOTIK (PROGRAM STUDI : LINGUISTIK)
  • (KODE : PASCSARJ-1103) : MANAJEMEN PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SDN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)
  • (KODE : PASCSARJ-1104) : PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DI SDN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)
  • (KODE : PASCSARJ-1105) : ANALISIS EKONOMI PENGEMBANGAN BENDUNGAN DI KABUPATEN JEMBRANA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)
  • (KODE : PASCSARJ-1106) : PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PEGAWAI BANK INDONESIA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)
  • (KODE : PASCSARJ-1107) : PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT PELINDO (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)
  • (KODE : PASCSARJ-1108) : PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI KEMENTRIAN PU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)
  • (KODE : PASCSARJ-1109) : PENGARUH MOTIVASI DAN PENGAWASAN TERHADAP KEPUASAN KERJA DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KERJA KARYAWAN PT X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)
  • (KODE : PASCSARJ-1110) : PENGARUH PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SERTA PRESTASI KERJA TERHADAP PENGEMBANGA KARIR PEGAWAI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)
  • (KODE : PASCSARJ-1111) : PENGARUH PROMOSI PENJUALAN UNTUK MENINGKATKAN OMZET WARUNG TRADISIONAL (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)
  • (KODE : PASCSARJ-1112) : PENGARUH SUPERVISI PENGAWAS DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)
  • (KODE : PASCSARJ-1113) : EFEKTIVITAS MANAJEMEN KURIKULUM TERPADU DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL DAN KREATIVITAS GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1114) : IMPLEMENTASI LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL DALAM MENGENTASKAN MASALAH DI SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1115) : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER STUDI MULTI KASUS DI MI DAN SDN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1116) : KORELASI ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SERTIFIKASI GURU DENGAN KINERJA GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1117) : KORELASI KREATIVITAS GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1118) : MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DALAM PROGRAM TAHFIDZUL QURAN DI MI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1119) : MENTAL ADJUSTMENT DALAM UPAYA PERUBAHAN PERILAKU AGRESIF DAN PENGARUHNYA TERHADAP MORAL SISWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1120) : OPTIMALISASI ANTARA PENGAWAS DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KREATIVITAS GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1121) : PEMBINAAN AKHLAK PESERTA DIDIK MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DI SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1122) : PENANAMAN KARAKTER DISIPLIN SANTRI DALAM PENINGKATAN KUALITAS HAFALAN AL-QURAN - STUDI MULTIKASUS PONDOK PESANTREN TAHFIDZ (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1123) : PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DAN PRESTASI BELAJAR SISWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1124) : PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP RASA PERCAYA DIRI PESERTA DIDIK KELAS XI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1125) : PENGARUH KEDISIPLINAN SISWA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DI MI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1126) : PERANAN MOTIVASI KERJA DAN KINERJA GURU DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1127) : PERANAN PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENGEMBANGAN KAPASITAS PEDAGOGIK GURU PAI DI SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1128) : PERENCANAAN KURIKULUM ASWAJA PADA MTS DAN MAS MUSLIMAT NU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1129) : STRATEGI PEMBELAJARAN TAHFIDZUL QURAN DI PONDOK PESANTREN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1130) : UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DENGAN PROGRAM SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN DI MTS (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1131) : ANALISIS PENGARUH DISIPLIN KERJA, MOTIVASI KERJA DAN KEMAMPUAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (PROGRAM STUDI : MSDM)
  • (KODE : PASCSARJ-1132) : PENGARUH REWARD,INSENTIF,PEMBAGIAN TUGAS DAN PENGEMBANGAN KARIER PADA KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RS (PROGRAM STUDI : MSDM)
  • (KODE : PASCSARJ-1133) : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1134) : PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI TERHADAP PRESTASI BELAJAR (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1135) : PENGARUH KOMUNIKASI ORANGTUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KARAKTER SISWA DI SMA (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM)
  • (KODE : PASCSARJ-1136) : PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INQUIRI, DAN EKSPOSITORI TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN DITINJAU DARI KEMANDIRIAN SISWA (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN IPS)
  • (KODE : PASCSARJ-1137) : PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN GROUP INVESTIGATION MELALUI HANDS ON ACTIVITIES DAN E-LEARNING (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BIOLOGI)
  • (KODE : PASCSARJ-1138) : PENGEMBANGAN MODEL INVESTIGATIVE FIELD WORK DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP EKOSISTEM DAN INTERAKSINYA, MINAT DAN KERJA ILMIAH SISWA KELAS X (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN IPA)
  • (KODE : PASCSARJ-1139) : EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTICS MATHEMATICS EDUCATION (RME) DENGAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMP (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)
  • (KODE : PASCSARJ-1140) : EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING DAN PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS XI (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)
  • (KODE : PASCSARJ-1141) : EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN JIGSAW PADA KOMPETENSI DASAR PERSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR KELAS (KELAS X) (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)
  • (KODE : PASCSARJ-1142) : MANAJEMEN KELOMPOK MUSIK BUTTER COOKIEZZ BAND (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN SENI)
  • (KODE : PASCSARJ-1143) : PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGAMBAR BEBAS SISWA B1 MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PEMBERIAN MOTIVASI DI TK (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN SENI)
  • (KODE : PASCSARJ-1144) : STRUKTUR SIMBOLIK TARI TOPENG PATIH PADA PERTUNJUKAN DRAMATARI WAYANG TOPENG MALANG (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN SENI)
  • (KODE : PASCSARJ-1145) : PENGARUH TINGKAT MOTIVASI, PENDIDIKAN DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI (PROGRAM STUDI : PENYULUHAN PEMBANGUNAN)
  • (KODE : PASCSARJ-1146) : KINERJA PENYULUH PERTANIAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN SAPI (PROGRAM STUDI : PETERNAKAN)
  • (KODE : PASCSARJ-1147) : PENGARUH KANDUNGAN ENERGI DAN PROTEIN RANSUM TERHADAP PENAMPILAN AYAM KAMPUNG UMUR 0-10 MINGGU-ISI (PROGRAM STUDI : PETERNAKAN)
  • (KODE : PASCSARJ-1148) : KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL SEBAGAI PREDIKTOR SERVANT LEADERSHIP PENDETA (PROGRAM STUDI : PSIKOLOGI)
  • (KODE : PASCSARJ-1149) : ANALISIS ALOKASI DANA DESA (ADD) BERDASARKAN KARAKTERISTIK DESA (PROGRAM STUDI : STUDI PEMBANGUNAN)
  • (KODE : PASCSARJ-1150) : UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA SAMPAH ANORGANIK MELALUI BANK SAMPAH (PROGRAM STUDI : STUDI PEMBANGUNAN)
  • (KODE : PASCSARJ-1151) : ANALISIS BIAYA DAN PENANGANAN LOKASI RAWAN KECELAKAAN AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS (PROGRAM STUDI : TEKNIK SIPIL)