Search This Blog

Showing posts with label jamkesmas. Show all posts
Showing posts with label jamkesmas. Show all posts
TESIS EVALUASI PELAKSANAAN JAMKESMAS DALAM PEMELIHARAAN KESEHATAN DASAR BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PUSKESMAS

TESIS EVALUASI PELAKSANAAN JAMKESMAS DALAM PEMELIHARAAN KESEHATAN DASAR BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PUSKESMAS

(KODE : PASCSARJ-1153) : TESIS EVALUASI PELAKSANAAN JAMKESMAS DALAM PEMELIHARAAN KESEHATAN DASAR BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PUSKESMAS (PROGRAM STUDI : ILMU PEMERINTAHAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu aspek mendasar pemberian otonomi kepada daerah adalah keleluasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Selain itu, adanya pemberian kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan pemerintahan berdasar skala pelayanan umum apakah lebih efektif diselenggarakan oleh daerah ataukah oleh pusat.
Kehidupan masyarakat yang semakin kompleks menuntut adanya suatu pelayanan yang semakin berkualitas, dalam hal ini pemerintah sebagai provider atau penyedia harus lebih intensif di dalam memperhatikan pelayanan tersebut. Karena diberbagai kesempatan pemerintah senantiasa menjanjikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat, namun dalam kenyataannya belum dilaksanakan secara optimal.
Menurut perspektif Kybernologi, pemerintahan itu adalah pelayanan kepada manusia dan masyarakat. Di bentuknya suatu sistem pemerintahan, pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah berfungsi sebagai provider jasa-publik yang tidak diprivatisasi kan dan layanan civil termasuk layanan birokrasi. Pemerintahan tidaklah dibentuk untuk melayani diri sendiri tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk tujuan bersama. Pemerintah merupakan manifestasi dari kehendak rakyat, karena itu harus memperhatikan kepentingan rakyat dan melaksanakan fungsi kerakyatan melalui proses dan mekanisme pemerintahan. Pemerintah milik masyarakat akan tercipta jika birokrat dapat mendefinisikan ulang tugas dan fungsi mereka.
Antara pemerintah dengan masyarakat terdapat suatu hubungan, dimana ada masyarakat disana pula pemerintah diperlukan. Hubungan ini lebih didasarkan pada suatu interaksi antara yang menyediakan atau memberikan produk dengan yang membutuhkan atau menerima produk. Pemerintah adalah semua badan yang memproduksi, mendistribusi atau menjual alat pemenuhan kebutuhan rakyat berbentuk jasa publik dan layanan civil, sedangkan masyarakat yang mempunyai hak untuk mendapatkan, menerima dan menggunakan produk dari pemerintah, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
Salah satu bentuk produk pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah pelayan dibidang kesehatan. Kesehatan adalah merupakan salah satu dari hak asasi manusia, seperti termaktub dalam UUD 1945. Dalam UUD 1945 juga dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kesehatan sebagai hak asasi manusia, mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini melandasi pemikiran bahwa sehat adalah investasi.
Sentralisasi perencanaan kesehatan yang berlangsung di Indonesia dalam kurun waktu yang cukup lama berdampak pada kekurangberhasilan dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan yakni peningkatan status derajat kesehatan masyarakat. Kebijakan kesehatan di masa lalu khususnya dalam bidang perencanaan kesehatan didominasi oleh Pemerintah Pusat dan peranan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan kabupaten/kota sangat terbatas. Target program bahkan penentuan prioritas program kesehatan umumnya berdasarkan proyeksi nasional. Hal ini menyebabkan ketidaksesuaian dengan situasi dan kebutuhan kesehatan lokal (kabupaten/kota).
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 131/MENKES/SK/II/2004 telah menetapkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagai strategi pembangunan kesehatan di Indonesia. SKN merupakan tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang setinggi tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum, seperti dimaksud di dalam UUD 1945. Sub system pertama SKN adalah upaya kesehatan. Penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan memerlukan dukungan dana. Sumber daya manusia, sumber daya obat dan perbekalan kesehatan sebagai masukan SKN. Dukungan dana sangat berpengaruh terhadap pembiayaan kesehatan yang semakin penting dalam menentukan kinerja SKN. Mengingat kompleksnya pembiayaan kesehatan, maka pembiayaan kesehatan ditetapkan sebagai sub sistem ke dua SKN.
Program pembangunan dibidang kesehatan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dari mutu kehidupan dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Terkait dengan kebijakan pelayanan pemerintah dibidang kesehatan masyarakat, diawali dengan pernyataan bahwa “kesehatan adalah hak seluruh masyarakat”. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 ayat (1) dinyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 menyatakan bahwa :
Ayat (1)
- Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Ayat (2)
- Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan.
Ayat (3)
- Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 4 menyatakan bahwa : “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal”.
Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatnya kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Sejalan dengan makin tingginya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kesehatan tampak makin meningkat pula. Untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan tersebut, tidak ada upaya lain yang dapat dilakukan, kecuali menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Dalam upaya mewujudkan status kesehatan masyarakat yang optimal serta menjamin kualitas pelayanan dasar dibidang kesehatan, maka pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Kota. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan selanjutnya disebut SPM Kesehatan adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota.
Melalui penetapan standarisasi pelayanan minimal bidang kesehatan tersebut, diharapkan kiranya masyarakat akan mendapat kepastian hukum khususnya kemudahan dalam pemberian layanan oleh masing-masing instansi teknis didaerah. Selain itu, diharapkan pula agar para pejabat pembuat kebijakan (Gubernur/Walikota/Bupati) di setiap daerah akan memperoleh kesamaan pandangan dalam metode pemberian pelayanan kesehatan untuk masyarakat di tingkat dasar di Indonesia adalah melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang merupakan unit organisasi fungsional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan diberi tanggung jawab sebagai pengelola kesehatan bagi masyarakat tiap wilayah kecamatan dari kabupaten/ Kota bersangkutan.
Pelayanan kesehatan yang langsung menyentuh pada lapisan masyarakat yang paling bawah dan sangat diperlukan oleh masyarakat adalah sangat penting hal ini dikarenakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas akan memberikan perlindungan kesehatan kepada warga masyarakat khususnya bagi warga kurang mampu.
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) sebagai salah satu institusi fasilitas pemerintah daerah dan sebagai lini terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan non-profit kepada masyarakat dan merupakan ujung tombak dalam sistem kesehatan Nasional, juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan dengan baik berdasarkan wewenang tugas pokok dan fungsinya yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, masalah dan kemampuan Puskesmas tersebut. Puskesmas diharapkan mampu memberikan jaminan bagi warga masyarakat sekitarnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan. Sehingga jelaslah bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan pelayanan kesehatan minimum yang dibutuhkan rakyatnya. Kelalaian pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang optimal (minimum) yang mampu diberikan oleh pemerintah akan menimbulkan keresahan sosial di masyarakat. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan prinsip yang harus dipegang dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah bagaimana masyarakat puas dan nyaman dalam menerima pelayanan kesehatan yang diberikan dan keberadaan Puskesmas sebagai media untuk memberikan pelayanan kesehatan haruslah dijalankan dengan baik sehingga kualitas pelayanan yang diberikan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh masyarakat.
Implementasi pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1457/Menkes/Sk/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Kota sampai saat ini belum dapat dikatakan berhasil 100% sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Berbagai permasalahan mengenai standar dan mutu pelaksanaan pelayanan kesehatan sering terjadi, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Kabupaten X yang terkait langsung dengan pelaksanaan program kesehatan masyarakat di Kabupaten X diberikan wewenang dalam memformulasikan sistem jaminan kesehatan dengan mengacu kepada petunjuk teknis dari Depkes. Dengan demikian akan dapat dilakukan evaluasi implementasi pelaksanaan Jamkesmas di kabupaten X dalam mencapai target yang telah ditetapkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) salah satunya adalah cakupan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin..
Permasalahan tersebut sampai saat ini masih menjadi fenomena tersendiri bagi kelancaran pembangunan nasional khususnya bidang kesehatan. Berbagai informasi mengenai rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah dimulai dari rumitnya prosedur pelayanan, kekurangan peralatan medis dan obat-obatan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia pelaksana kegiatan pelayanan, minimnya ketersediaan tenaga medis, serta sarana penunjang kegiatan pelayanan kesehatan yang tidak memadai kerap terjadi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap kurangnya pemanfaatan Jamkesmas oleh masyarakat disebabkan oleh pelayanan dan sarana pelayanan kesehatan belum tercapai, sarana pelayanan kesehatan yang susah dijangkau (kondisi demografi), yang menggunakan kartu Jamkesmas itu hanya masyarakat yang tinggal di sekitar puskesmas terdekat.
TESIS PENERAPAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG IDEAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI PROGRAM JAMKESMAS

TESIS PENERAPAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG IDEAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI PROGRAM JAMKESMAS

(KODE : PASCSARJ-0197) : TESIS PENERAPAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG IDEAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI PROGRAM JAMKESMAS (PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya, termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Demikian juga halnya dalam Konvensi International Labour Organization (Konvensi ILO) Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. Sejalan dengan ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Pembentukan Sistem Jaminan Sosial Nasional, direalisasikan melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) yang mempunyai program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Jaminan sosial ini merupakan upaya pemerintah dalam menangani krisis moneter. Sebagaimana diketahui krisis dimulai sejak tahun 1997 sampai sekarang, disebabkan oleh faktor multidimensi di antaranya pengalihan program subsidi bagi masyarakat miskin berupa subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk sektor kesehatan bagi masyarakat miskin menjadi program Jaring Pengaman Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPK-MM).
Untuk dapat melanjutkan hidupnya manusia memerlukan beberapa kebutuhan pokok dan terdapat beberapa kebutuhan pokok yang minimal sangat dibutuhkan sehingga manusia dapat hidup terus. Salah satu di antara kebutuhan yang dimaksud adalah kesehatan.
Kebutuhan pokok minimal yang semakin sulit didapat bagi sebagian warga, terutama warga miskin, harus diupayakan dicapai oleh pemerintah dengan berbagai cara. Salah satu upaya yakni dengan program asuransi sosial bagi masyarakat miskin. Dalam program ini masyarakat miskin akan didata terlebih dahulu degan beberapa kriteria yang telah ditentukan sebelumnya agar terdapat keseragaman dalam melaksanakan pendataan tersebut. Pada pelaksanaannya pendataan yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan sebelumnya karena berbagai kendala. Kendala yang dimaksud antara lain kriteria yang menjadi acuan tidak terlalu jelas batasan yang menjadi acuan bagi para pendata, sehingga terkesan pendataannya seperti tidak tepat sasaran. Selain itu kondisi geografi yang tidak sama antara satu daerah dengan daerah lainnya. Ada daerah yang sulit untuk dijangkau sehingga pendataan tidak sampai sasaran. Faktor ekonomi yang tidak kunjung membaik, hal ini tampak dari laporan Bank Dunia yang memperhitungkan 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin.
Sehat menurut definisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 1 butir 1 adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Sebagaimana diketahui kesehatan adalah hak setiap individu tanpa membeda-bedakan yang mampu maupun yang tidak mampu. Oleh karena itu menjadi tugas negara untuk menyediakan segala fasilitas yang diperlukan agar rakyatnya tetap sehat sehingga sudah sewajarnya kesehatan mendapatkan subsidi yang besar. Sebab pada dasarnya kesehatan merupakan sebuah investasi sehingga patut mendapat perhatian dari pemerintah. Bila rakyat suatu negara sehat maka pembangunan dalam berbagai bidang dapat dilaksanakan secara optimal.
Untuk mendapatkan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin ada beberapa syarat atau kriteria yang harus dipenuhi, namun perlu juga dikemukakan di sini bahwa ada pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung oleh PT Askes, seperti untuk general check up, prothesis gigi tiruan, kosmetika, pengobatan alternative, penunjang diagnosa canggih, kecuali untuk penyelamatan jiwa (life saving), serta infertilitas.
Adanya keterbatasan pelayanan kesehatan membawa dampak bagi warga miskin yakni rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena pada umumnya golongan masyarakat ini mempunyai gizi buruk, pengetahuan tentang kesehatan kurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman buruk, biaya kesehatan tidak tersedia serta kurang mendapat akses informasi kesehatan.
Pada hakekatnya pelayanan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pemerintah propinsi/kabupaten/kota berkewajiban memberi kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak Tahun 1998 Pemerintah melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Dimulai dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS-BK) Tahun 1998-2001, Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) Tahun 2001 dan Program Kompensasi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Tahun 2002-2004. Program-program tersebut di atas berbasis pada pelaksana kesehatan artinya dana disalurkan langsung ke Puskesmas dan Rumah Sakit yang berfungsi ganda yaitu sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dan juga mengelola pembiayaan atas pelayanan kesehatan yang diberikan. Kondisi seperti ini menimbulkan beberapa permasalahan antara lain terjadinya defisit di beberapa Rumah Sakit dan sebaliknya dana yang berlebih di Puskesmas.
Untuk itu pada tahun 2004, dengan mengacu kepada UU Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan Aseskin sebagai jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin, yang kemudian pada tahun 2008 yang lalu program tersebut berganti menjadi Jamkesmas sebagaimana diatur dalam S.K. Menkes No. 125 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas Tahun 2008.
Adanya pembatasan-pembatasan pelayanan yang diterapkan dalam penyelenggaraan program JPKMM ini (misalnya pembatasan biaya kaca mata, alat bantu dengar, tongkat/alat bantu berjalan bagi mereka yang lumpuh) menyebabkan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan sekali alat bantu tersebut menjadi terhambat. Disamping pembatasan masih ada lagi jenis pelayanan yang tidak ditanggung sama sekali oleh program Jamkesmas ini sebagaimana tercantum dalam S.K. Menkes No. 125 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas Tahun 2008 tersebut.
Program JAMKESMAS ini sebenarnya cukup baik tujuannya namun dalam pelaksanaannya tidak semua masyarakat miskin dapat merasakan manfaatnya karena keterbatasan dana pemerintah sehingga pemerintah menetapkan kuota tertentu untuk perlindungan masyarakat miskin yang dibiayai dari APBN, sedangkan sisanya yang tidak termasuk dalam kuota JAMKESMAS diserahkan ke pemerintah daerah setempat untuk ditanggulangi oleh dana yang berasal dari APBD masing-masing daerah.

B. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah adanya ketentuan tentang pembatasan pelayanan kesehatan bagi warga miskin melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan ? Karena tidak semua sarana pelayanan kesehatan dapat digunakan oleh masyarakat miskin, kecuali keadaan gawat darurat (emergency) serta adanya ketentuan pelayanan kesehatan yang di batasi dan yang tidak di jamin. Pada dasarnya setiap warga Negara baik yang kaya atau yang miskin mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatannya, sehingga dari hal-hal yang melatarbelakangi permasalahan kesehatan bagi warga miskin tersebut dapat dibuat identifikasi masalah yakni :
1. Bagaimana wujud pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang ideal ?
2. Bagaimana hubungan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui program JAMKESMAS dan pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang ideal ?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin yang ideal;
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang analisis hubungan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui program JAMKESMAS dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin yang ideal.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritis.
Dari hasil penelitian ini dapat melakukan kemungkinan-kemungkinan baru dalam menelaah jaminan kesehatan bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah serta bermanfaat dalam meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Dengan melaksanakannya melalui penerapan standar pelayanan kesehatan dengan bimbingan teknis teratur dan berkesinambungan baik di puskesmas maupun rumah sakit dengan akreditasi. Yang dimaksud dengan akreditasi adalah pengaturan formal kepada suatu lembaga untuk melaksanakan kegiatan.
2. Secara praktis.
Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan pengelola program Askeskin dalam melakukan pembatasan pembatasan pelayanan kesehatan terhadap warga miskin sehingga tidak melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 serta bermanfaat untuk :  a. Terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin sesuai standar dengan kendali mutu dan biaya.
b. Terselenggaranya sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kontrak dengan PT. Askes (Persero).
c. Terselenggaranya sarana pelayanan kesehatan yang tidak mengadakan kontrak dengan PT. Askes (Persero) bagi masyarakat miskin untuk kasus gawat darurat.
d. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dengan konsep pelayanan dokter keluarga, konsep pelayanan rujukan, konsep pelayanan wilayah.