Search This Blog

Showing posts with label kinerja guru. Show all posts
Showing posts with label kinerja guru. Show all posts

TESIS ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN DAN TUNJANGAN PROFESI GURU TERHADAP KINERJA GURU DI DINAS PENDIDIKAN

(KODE : PASCSARJ-0548) : TESIS ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN DAN TUNJANGAN PROFESI GURU TERHADAP KINERJA GURU DI DINAS PENDIDIKAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

tesis manajemen

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber daya manusia mempunyai peranan penting bagi sekolah karena dengan memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan untuk menggerakkan sekolah dalam upaya mencapai tujuan. Sumber daya yang ada tidak akan berarti apabila tidak dikelola dengan baik, untuk mengelolanya dibutuhkan sumber daya manusia. Adanya sumber daya manusia yang kreatif menyebabkan sekolah dinamis. Dalam kegiatannya sekolah seharusnya mempunyai sistem penilaian kinerja yang efektif.
Dalam kultur masyarakat Indonesia sampai saat ini pekerjaan guru masih cukup tertutup. Bahkan atasan guru seperti kepala sekolah dan pengawas sekali pun tidak mudah untuk mendapatkan data dan mengamati realitas keseharian performance guru di hadapan siswa. Program kunjungan kelas oleh kepala sekolah atau pengawas, tidak mungkin ditolak oleh guru. Akan tetapi tidak jarang terjadi guru berusaha menampakkan kinerja terbaiknya baik pada aspek perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran hanya pada saat dikunjungi. Selanjutnya ia akan kembali bekerja seperti sedia kala, kadang tanpa persiapan yang matang serta tanpa semangat dan antusiasme yang tinggi.
Seiring perkembangan zaman, profesi guru yang dulunya dihormati dan menempati posisi yang terpandang di masyarakat lambat laun mengalami pergeseran. Adapun faktor yang menyebabkannya adalah moralitas guru yang tidak terjaga, kurangnya kemampuan profesi guru, dan tingkat ekonomi yang tergolong masih rendah. Tingkat kesejahteraan guru yang masih kurang terjamin memaksa guru untuk mencari kerja sambilan, sehingga melemahkan konsentrasinya pada peningkatan kualitas dan kapasitas dirinya. Tanpa disadari profesi guru masih menjadi sesuatu yang dimarjinalisasi kan. Pada satu sisi masyarakat menganggap guru seperti malaikat yang siap menolong untuk merubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang buta huruf hingga dapat membaca. Masalah guru dan dunia pendidikan merupakan masalah yang tidak pernah habis-habisnya menjadi wacana terutama menyangkut keprofesian nya itu.
Masalah yang ditemukan dalam pemberian imbalan terhadap guru berupa tunjangan profesi guru yang membuat guru lebih materialistis seperti: ingin mendapatkan tunjangan profesi guru tanpa melihat prestasi yang diperoleh, mementingkan pribadi sendiri dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga mengakibatkan tidak fokus atau memperhatikan masalah yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Guru merasa masih kurangnya imbalan berupa tunjangan baik tunjangan fungsional guru maupun dalam bentuk pemberian tunjangan profesi dan masih kurangnya pemerataan dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru. 
Salah satu fenomena yang terjadi masih ada guru berkisar 58% yang mengurus berkas pengusulan penerima tunjangan profesi guru ke Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten X jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan guru yang sudah menerima tunjangan profesi guru berkisar 42%, sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar terganggu diakibatkan guru yang selalu izin dalam mengurus hal-hal dimaksud. Hal ini juga menjadi hambatan bagi sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, yang menghambat murid untuk mendapatkan ilmu yang diperoleh dari sekolah, kendala inilah yang menyebabkan terjadinya masalah dalam lingkungan sekolah.
Menurut Mahsun, (2006) "Kinerja guru merupakan suatu hasil yang dicapai oleh guru tersebut dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu serta gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi sekolah yang tertuang dalam strategic planning suatu sekolah".
Guru sebagai unsur utama dalam mencapai tujuan sekolah serta mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Kinerja yang maksimal dari guru dapat diperoleh jika sekolah mampu mengarahkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Guru yang dapat bekerja secara optimal akan dapat dalam melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya dan juga menyamakan persepsi terhadap peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan beban tugas masing-masing dan diharapkan tidak lagi menemui permasalahan.
Kinerja guru di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten X belum seperti yang diharapkan. Masih terkendala dalam melaksanakan tugas, dan guru belum bekerja secara optimal. Ada banyak contoh perilaku guru yang mempunyai kinerja yang baik tetapi berdasarkan sumber data yang ada, di Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten X ada beberapa perilaku guru yang harus mendapatkan perhatian lebih. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal misalnya : dari segi kemampuan guru dalam melakukan perencanaan program pembelajaran yang belum optimal. 
Banyaknya guru yang tidak menjalankan kewajibannya berupa tidak menyiapkan pembelajaran dengan baik, tidak kreatif dalam membuat rencana pembelajaran yang baru, melakukan pelanggaran terhadap waktu mengajar membuktikan kinerja guru belum optimal. Padahal dengan persiapan pembelajaran guru yang baik maka akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pengaruh lingkungan kerja yang buruk tidak bisa dihilangkan dengan pemberian imbalan (Gie, 2009). Tetapi apabila kondisi fisik demikian buruknya sehingga mustahil menyelenggarakan pekerjaan yang berdaya guna, para guru hanya akan menanggapi bonus atau perangsang yang lain apabila mereka diyakinkan bahwa manajemen akan segera mengambil tindakan guna memperbaiki kondisi kerja. Dan apabila janji akan perbaikan tersebut ternyata tidak jadi dilaksanakan setiap akan kehilangan daya efektifnya.
Lingkungan kerja sebagai kondisi, situasi dan keadaan kerja yang menimbulkan tenaga kerja memiliki semangat dan moral/kegairahan kerja yang tinggi, dalam rangka meningkatkan kinerja guru sesuai dengan yang diharapkan". Simamora (2006) mengemukakan bahwa lingkungan kerja merupakan tempat dimana pekerja melakukan kegiatannya dan segala sesuatu yang membantunya di dalam pekerjaan. Menurut Gie, (2009) ada beberapa prasyarat yang harus diperhatikan dalam lingkungan kerja. 
Flippo (2005) menjelaskan tentang masalah-masalah tingginya tingkat absensi dan tingginya tingkat keterlambatan jam kerja. Jika tingkat absensinya tinggi kemungkinan kinerja guru juga rendah dan target yang diharapkan sulit tercapai, tingginya tingkat ketidakhadiran mencapai diatas 10% dari total jumlah guru, mengakibatkan banyak kegiatan menjadi terhambat dan berpengaruh terhadap kinerja guru secara keseluruhan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dalam penerapan disiplin, masih ditemukannya guru yang kurang menggunakan waktu secara baik. Hal ini dilihat dari masih adanya guru hadir lewat dari waktu yang ditentukan misalnya seharusnya jam masuk mengajar adalah pukul 08.00 WIB pagi tetapi hadir pukul 09.00 WIB pagi. Apel pagi yang tidak diikuti dan sebagian guru tidak melapor apabila tidak masuk kerja.
Tunjangan profesi yang diberikan kepada guru adalah penghargaan atas kinerja dan produktifitas yang menguntungkan. Pemerintah yang telah memberikan tunjangan profesi kepada guru harus memperhatikan lebih lanjut dampaknya terhadap para guru. Pemerintah atau aparat terkait harus memperhatikan gurunya secara utuh, loyalitas guru sampai sejauh mana prestasi kerja yang dicapai. Dengan demikian pemberian tunjangan profesi guru adalah sistem yang paling efektif sebagai pendorong semangat kerja. Mulyasa (2008) menyatakan pemberian tunjangan profesi kepada guru akan memberikan motivasi bagi para guru untuk melaksanakan tugasnya dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam kelas. Guru akan selalu berusaha untuk menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas.
Faktor yang menjadi penentu utama bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan suatu negara, tidak lain adalah faktor alokasi anggaran di bidang pendidikan, Faiz (2008). Ketentuan mengenai anggaran pendidikan telah diamanatkan secara langsung oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada pasal 31 ayat (4) yang berbunyi Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan terhadap pengalokasian anggaran pendidikan tersebut telah ditegaskan kembali pada pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi "Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD" Dalam hal ini ketentuan tersebut berarti lebih menggariskan bahwa anggaran 20% harus benar-benar murni di luar gaji guru dan biaya pendidikan kedinasan lainnya.
Sehubungan dengan penghasilan guru, pasal 13 ayat 1 butir a menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas profesionalnya guru berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Lebih lanjut di jelaskan pada pasal 14 ayat 2 bahwa gaji pokok sebagaimana dimaksud pada ayat 1 guru yang di angkat pemerintah paling sedikit dua kali gaji pokok.
Pengamatan pada aspek sikap terhadap pekerjaan misalnya masih ditemukannya pemikiran dalam diri guru bahwa pekerjaan itu bukanlah yang harus dikerjakan, kurangnya kerjasama tim dalam pekerjaan, ditemukannya egoisme guru dalam mengerjakan pekerjaan, kurangnya penghargaan terhadap guru yang bekerja dengan baik, rendahnya pemahaman guru terhadap tugas-tugas yang diemban (pengetahuan tentang peraturan, sistem kerja dan prosedur kerja) dan masih rendahnya inisiatif guru dalam bekerja yang terkesan selalu menunggu petunjuk dari atasan. Di Dinas Pendidikan Kabupaten X. Pelaksanaan administrasi masih banyak terkendala. Jadi untuk mengatasi masalah yang terjadi guru harus berupaya bekerja secara maksimal.
Guru dituntut mempunyai kinerja yang lebih baik lagi dalam mengembangkan target dalam pencapaian bagi sekolah. Guru harus dituntut untuk lebih bekerja secara efektif dan efisien agar tercapai tujuan sekolah. Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN DAN TUNJANGAN PROFESI GURU TERHADAP KINERJA GURU DI DINAS PENDIDIKAN".

TESIS PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONAL DAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN TERHADAP KINERJA GURU RA

(KODE : PASCSARJ-0544) : TESIS PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONAL DAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN TERHADAP KINERJA GURU RA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

tesis manajemen pendidikan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan perlu dimulai sejak dini, terlebih untuk mengejar ketertinggalan memasuki era globalisasi, terutama masalah kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan usia dini dapat dibangun pilar-pilar sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari negara lain. Pendidikan Taman Kanak-Kanak membantu membentuk generasi muda yang handal. Taman Kanak-Kanak merupakan bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini yang diperlukan oleh siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk kehidupan selanjutnya.
Lembaga pendidikan dan atau pengasuhan anak-anak usia dini banyak didirikan oleh masyarakat, misalnya oleh organisasi atau yayasan, seperti organisasi 'Aisyiyah yang mendirikan Bustanul Athfal, Raudhatul Athfal yang didirikan oleh organisasi Muslimat NU, TK Kemala Bhayangkari yang diselenggarakan oleh organisasi Bhayangkari, dan sebagainya. Berdirinya lembaga pendidikan dan atau pengasuhan anak-anak usia dini tersebut terjadi bukan saja di negara-negara yang sudah maju, melainkan juga di beberapa negara yang belum semaju negara adidaya, termasuk Indonesia. Kondisi demikian menjadikan banyak anak-anak usia dini yang menghabiskan sebagian waktunya untuk beraktivitas di lembaga pendidikan anak-anak usia dini. Papalia dan Olds (1998 : 212) mengatakan bahwa “Today more young children than ever spend part of the day in preschool, day care, or kindergarten” artinya dewasa ini anak-anak usia dini makin lebih banyak saja yang menghabiskan sebagian harinya di lembaga pendidikan prasekolah, tempat pengasuhan anak atau taman kanak-kanak.
Masyarakat Indonesia, terutama melalui yayasan-yayasan pendidikan swasta dan organisasi, berusaha membantu mengatasi minimnya lembaga pendidikan anak usia dini dengan mendirikan dan menyelenggarakan pendidikan Taman Kanak-Kanak di seluruh pelosok tanah air. 
Keberhasilan tujuan pendidikan di suatu sekolah tergantung pada sumber daya manusia yang ada di sekolah tersebut yaitu kepala sekolah, guru, siswa, pegawai atau tata usaha dan tenaga kependidikan lainnya. Selain itu, harus didukung pula oleh ketersediaan sarana prasarana serta fasilitas belajar yang memadai.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama (Usman, 2008). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa guru mempunyai kedudukan dan peranan yang krusial dalam penyelenggaraan pendidikan. Kelancaran dan keberhasilan pendidikan tidak lepas dari peranan guru.
"Teacher Is The Heart Of Quality Education." Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa guru merupakan salah satu indikator yang menentukan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan akan terlihat dari kinerja dan kompetensi guru sebagai pendidik yang melaksanakan proses pembelajaran. Guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan, dengan tugas profesionalnya, guru berfungsi membantu peserta didik untuk belajar dan berkembang : membantu perkembangan intelektual, personal dan sosial warga masyarakat yang memasuki sekolah (Mariyana, 2004 : 8).
Kedudukan dan peranan guru yang demikian strategis berimplikasi pada tuntutan kinerja guru yang optimal. Kinerja guru ini merupakan salah satu prasyarat keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Setiap guru harus mampu mencapai kinerja yang baik, khususnya dalam mentransfer ilmu pengetahuan, ketrampilan, maupun budi pekerti agar dapat diserap dan dikuasai oleh para siswa dengan baik. Kinerja guru yang optimal akan memberikan iklim yang kondusif agar proses maupun mutu hasil pendidikan dapat mencapai hasil yang memuaskan sebagaimana yang diharapkan.
Guru adalah suatu jabatan, termasuk dalam jabatan profesi. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan, keahlian, ketrampilan, kejuruan tertentu yang dilakukan oleh orang terdidik dan terlatih. Terdidik berarti memerlukan tingkat pendidikan tertentu. Terlatih berarti terampil dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh atau dapat menerangkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya dengan baik.
Guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam pendidikan, sebab tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi harus juga mendidik, membimbing, melatih, mengarahkan, dan mengevaluasi peserta didiknya dengan benar. Guru harus bisa mengembangkan potensi yang ada pada peserta didiknya dan pada pendidikan anak usia dini pengembangan tersebut meliputi : kognitif, bahasa, moral agama, sosial emosional, motorik halus, seni, dan motorik kasar.
Guru memiliki peran penting dan strategis, bertanggung jawab dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan nasional. Usman (2008 : 7) menyatakan bahwa tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, sedangkan mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan hidup. Senada dengan itu, Suyanto dan Djihad (2000 : 27) menyatakan bahwa guru merupakan pihak yang paling sering dituding sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap kualitas pendidikan. Kehadiran dan profesionalisme seorang guru sangat berpengaruh dan menentukan dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.
Hasil wawancara dengan 14 kepala RA/BA di Kecamatan X juga mengungkap adanya beberapa permasalahan lain yang dijumpai menyangkut kompetensi guru RA/BA di Kecamatan X. Permasalahan tersebut yaitu guru yang bekerja dengan menggunakan selera atau semaunya sendiri (disampaikan oleh semua kepala RA/BA), guru tidak menguasai landasan pendidikan (disampaikan oleh 8 orang kepala RA/BA), guru tidak mempersiapkan bahan ajar yang akan disampaikan kepada siswa sehingga peserta didik cenderung kurang tertarik untuk belajar sungguh-sungguh atau menjadi malas, (disampaikan oleh 11 orang kepala RA/BA), guru mempunyai motivasi kerja rendah (disampaikan oleh 6 orang kepala RA/BA), kurang memiliki inisiatif dan kurang kreativitas dalam mengadakan dan menulis bahan ajar (disampaikan oleh 11 orang kepala RA/BA).
Dari berbagai data di atas, dapat dikatakan bahwa ada permasalahan yang kompleks dalam hubungannya dengan kinerja guru RA/BA di Kecamatan X. Oleh sebab itu, perlu dikaji variabel-variabel yang memberikan pengaruh terhadap kinerja guru.
Undang-Undang No. 14 tahun 2003 tentang Guru dan Dosen pasal 4 menegaskan bahwa peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu. Syarat tersebut di antaranya adalah harus memiliki kompetensi yang memadai sehingga menghasilkan kinerja yang baik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI Pasal 39 menyatakan : (1) tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dan (2) pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI pasal 28 ayat 1 menyatakan : (1) pendidik harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rokhani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa kompetensi merupakan aspek penting yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh setiap guru. Kompetensi yang dimiliki guru dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja guru. Pengaruh tersebut dapat dikaitkan dengan kedudukan guru sebagai seorang tenaga profesional, yang tentu harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya. Kompetensi di sini khususnya adalah kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian mengingat tugas guru bukan hanya mengajar, tapi juga mendidik.  
Kompetensi profesional jelas harus dimiliki dalam kapasitas guru sebagai seorang pekerja profesional. Sementara, kompetensi kepribadian terkait dengan tugas guru sebagai seorang pendidik yang tentu harus menunjukkan kepribadian yang baik agar dapat menjadi suri tauladan bagi murid-muridnya. Kompetensi kepribadian ini sangat penting bagi guru RA/BA mengingat siswa RA/BA adalah anak-anak yang masih dalam usia sangat belia dan sangat membutuhkan arahan-arahan yang baik dan tepat guna membentuk kepribadian yang mulia.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut : 
a. Guru RA/BA di Kecamatan X kurang memahami tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru.
b. Guru RA/BA di Kecamatan X memiliki motivasi kerja rendah, kurang memiliki inisiatif dan kreativitas dalam mengadakan dan menulis bahan ajar.
2. Batasan Masalah
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru, sehingga perlu dibuat pembatasan masalah agar kajian penelitian dapat lebih fokus dan sistematis. Kajian penelitian ini dibatasi pada variabel kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian. Variabel-variabel tersebut akan dikaji pengaruhnya terhadap kinerja guru, baik secara parsial maupun simultan.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 
1. Apakah kompetensi profesional berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru RA/BA?
2. Apakah kompetensi kepribadian berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru RA/BA?
3. Apakah kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru RA/BA?

D. Tujuan Penelitian
1. mengetahui pengaruh kompetensi profesional terhadap kinerja guru RA/BA;
2. mengetahui pengaruh kompetensi kepribadian terhadap kinerja guru RA/BA;
3. mengetahui pengaruh kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian secara bersama-sama terhadap kinerja guru RA/BA.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan terutama dengan mengetahui hubungan antara kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian terhadap kinerja guru.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk dapat meningkatkan kompetensi dan kinerja dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di RA/BA pada khususnya dan Taman Kanak-Kanak pada umumnya.
b. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru.
c. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dan masukan dalam rangka meningkatkan manajemen penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini, terutama untuk meningkatkan kinerja dan kompetensi guru RA/BA pada khususnya dan guru TK pada umumnya.
d. Bagi para praktisi pendidikan, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan untuk membuka wawasan bahwa kinerja guru dapat dipengaruhi oleh kompetensi kepribadian dan kompetensi kepribadian profesional. Pendidikan nasional akan tercapai jika didukung oleh kualitas kinerja yang baik dari para tenaga kependidikan dan pendidik (guru). Dengan demikian dapat menentukan model pembinaan, pelatihan, pendampingan dan program pengembangan mutu guru.

TESIS KONTRIBUSI PROFESIONALISME GURU DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMP

(KODE : PASCSARJ-0543) : TESIS KONTRIBUSI PROFESIONALISME GURU DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

tesis manajemen pendidikan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa banyak perubahan bagi kehidupan manusia. Perubahan juga telah mengakibatkan bangsa Indonesia memasuki persaingan global. Agar mampu bersaing, bangsa Indonesia perlu mempersiapkan diri mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dipersiapkan secara matang, terencana, terarah, berkelanjutan, efektif dan efisien sejalan dengan proses pembangunan di berbagai bidang.
Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendidikan juga merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu urgensi peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia secara berkelanjutan dijadikan salah satu kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan proses yang integral dengan proses peningkatan sumber daya manusia (Umaedi, 1999).
Pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya manusia berdaya saing global. Konsekuensinya, semua komponen pendidikan yang meliputi siswa, guru, sekolah, birokrat, orang tua dan segenap lapisan masyarakat harus bahu membahu bekerja keras untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia. Melalui pendidikan akan dapat dikembangkan sumber daya manusia yang terampil, berbudi pekerti, sehat jasmani rokhani, kreatif dan inovatif serta proaktif (Indradjati Sidi, 1999 : 30).
Menyadari pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama-sama kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan bidang pendidikan, seperti pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta berbagai pelatihan dan penataran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Dalam kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Umaedi (1999 : 2) ada dua faktor yang dapat menjelaskan hal itu. Pertama, karena strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini bersifat macro oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya banyak faktor yang diproyeksikan tingkat makro tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro dalam hal ini di tingkat sekolah.
Komponen yang sangat menentukan dalam meningkatkan sumber daya manusia melalui proses pendidikan adalah guru. Guru memegang peranan yang strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut peranan guru sulit digantikan dengan yang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan guru di sekolah tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang sangat cepat. 
Hal ini menurut Mohammad Fakry Gaffar (Dedi Supriyadi, 1998 : xv) disebabkan karena ada dimensi-dimensi pendidikan khususnya proses pembelajaran yang diperankan oleh guru tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Sementara itu Soeyadi (1990 : 31) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kehadiran guru di hadapan murid tidak dapat digantikan semuanya oleh berbagai media pendidikan. Dengan demikian guru di hadapan murid sangat dinantikan kehadiran dan keberadaannya, karena kehadiran guru di kelas sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
Demikian juga keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh kesiapan guru dalam melaksanakan melalui kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di kelas. Peran tersebut menempatkan guru sebagai pemegang kendali dalam menciptakan dan mengembangkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Memperhatikan peran strategis dalam proses pembelajaran, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas kemampuan dan kinerja guru, meskipun ada faktor-faktor lain yang terkait. Konsekuensinya, apabila kualitas pendidikan ditingkatkan maka kualitas kemampuan guru pun perlu ditingkatkan. Demikian juga sebaliknya, apabila kualitas pendidikan itu diduga kurang sesuai dengan harapan masyarakat, tentu yang lebih dulu mendapat tudingan adalah guru.
Keberhasilan guru dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kinerja guru sebagai pendidik. Mengingat pentingnya peranan kinerja guru, maka sekolah perlu meningkatkan kinerja guru agar tercapai tujuan pengajaran, visi dan misi sekolah. Dalam kenyataannya kinerja guru SMP menurut laporan Dinas P&K Kabupaten X masih harus ditingkatkan.
Aspek-aspek yang memerlukan peningkatan itu antara lain kemampuan membuat perencanaan pengajaran yang baik, keterampilan menggunakan media pengajaran, keterampilan mengkombinasikan beragam model dan metode pembelajaran, kemampuan mengaktifkan siswa dalam belajar. 
Dari nilai rata-rata Ujian Akhir Nasional SMP/MTs menunjukkan bahwa Kabupaten ini belum mencapai hasil yang memuaskan, baik di tingkat provinsi maupun nasional.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kinerja guru sudah banyak dilakukan, misalnya dengan mengadakan lokakarya, seminar, penataran, peningkatan kesejahteraan (kenaikan tunjangan fungsional guru) dan peningkatan kualifikasi pendidikan melalui program penyetaraan dan sebagainya.
Sejalan dengan itu, di Kabupaten X masih terdapat sekitar 45% guru TK sampai dengan SMA yang belum menempuh jenjang pendidikan S1. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten X memberi kesempatan kepada mereka untuk menempuh jenjang pendidikan Sl. Kebijakan tersebut ditempuh dengan sharing dana dari APBD dan biaya pribadi.
Meningkatkan kinerja guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Dalam hal ini terdapat sejumlah aspek yang terkait baik yang melekat pada diri guru seperti moral, kemampuan, pengalaman, dan motivasi; maupun yang berada di luar guru seperti profesionalisme guru, kesejahteraan, iklim kerja, kepemimpinan kepala sekolah, gaji, kurikulum, sarana dan prasarana.
Tanpa memperkecil arti keseluruhan aspek tersebut, profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah merupakan aspek penting dalam meningkatkan kinerja mengajar guru. Aspek tersebut perlu mendapat perhatian dalam peningkatan kinerja guru.
Profesionalisme guru atau guru profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Undang-Undang Guru dan Dosen, 2006 : 41). Untuk menjadikan guru profesional diperlukan pendidikan formal dari setiap jenjang pendidikan.
Dalam konteks sumber daya manusia Indonesia, sekolah mempunyai peran yang sangat strategis sebagai lembaga yang menyiapkan sumber daya manusia berkualitas. Menyadari hal itu, pemerintah telah mencanangkan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) pada jenjang pendidikan dasar sejak tahun 1999.
Kebijakan tersebut merupakan bentuk penguatan atas komitmen sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahan 2003 pasal 51, bahwa : "Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah."
Pelaksanaan proses peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah memerlukan guru yang secara individual maupun secara kolaboratif berkemampuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. Guru yang berkinerja seperti itu memerlukan suasana kerja yang harmonis dan kondusif yang dicipta dan dikembangkan oleh kepala sekolah.
Penciptaan iklim kerja sekolah merupakan salah satu bagian dari tanggung jawab kepala sekolah di samping peranannya sebagai pendidik, pemimpin, supervisor, inovator dan motivator. Kepala sekolah diharapkan dapat mengembangkan nilai-nilai dasar filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi, prosedur, dan harapan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan kinerja guru dalam berbagai aspek.

B. Identifikasi Masalah
Latar belakang masalah di atas menunjukkan bahwa peningkatan kinerja mengajar guru tidak terlepas dari profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah. Untuk memahami arti keterkaitan itulah penelitian ini dilakukan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 
1. Perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang berhasil.
2. Kinerja guru, khususnya kinerja mengajar guru SMP Negeri di Kabupaten X masih rendah sehingga perlu ditingkatkan.
3. Banyak faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja guru. Di antara faktor-faktor tersebut adalah profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah.
4. Profesionalisme guru secara umum belum memadai dibanding dengan tuntutan profesinya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kualitas dan intensitas program-program peningkatan profesionalisme yang telah mereka tempuh.
5. Belum semua guru SMP Negeri di Kabupaten X berijasah S-l. Dengan demikian akan mempengaruhi kinerja guru pada umumnya dan khususnya kinerja guru SMP di Kabupaten X.
6. Prestasi siswa SMP Negeri di Kabupaten X belum seperti yang diharapkan.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, selanjutnya dapat penulis rumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana kontribusi profesionalisme guru terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X?
2. Bagaimana kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X?
3. Bagaimana kontribusi profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X?

D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai kontribusi profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi profesionalisme guru terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dan manfaat utama yaitu : 
1. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya, dan yang menyangkut kinerja guru pada khususnya.
2. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain bagi guru, sekolah, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten X.
a. Bagi Guru
Para guru diharapkan dapat memperoleh umpan balik bagi upaya meningkatkan kemampuan profesionalisme dan kualitas kinerjanya.
b. Bagi sekolah khususnya kepala sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada kepala sekolah sehingga dapat dijadikan salah satu rujukan bagi upaya pembinaan profesi guru dan peningkatan kinerja guru sejalan dengan peningkatan kualitas kepemimpinannya.
c. Bagi pemerintah
Bagi pemerintah khususnya pengelola pendidikan dari tingkat kecamatan sampai tingkat pusat, dapat memperoleh manfaat berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan profesionalisme guru, kinerja guru, dan kepemimpinan kepala sekolah.

TESIS PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP PENINGKATAN MUTU PRESTASI BELAJAR (STUDI DI MTS)

(KODE : PASCSARJ-0319) : TESIS PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP PENINGKATAN MUTU PRESTASI BELAJAR (STUDI DI MTS) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Mutu
1. Konsep Mutu (Kualitas)
Permasalahan mutu pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan suatu sistem yang saling berpengaruh. Mutu keluaran dipengaruhi oleh mutu masukan dan mutu proses. Mutu masukan pendidikan dapat dilihat dari kesiapan murid dalam mendapatkan kesempatan pendidikan. Dalam renstra Depdiknas (2005 : 27) disebutkan bahwa :
Secara eksternal, komponen masukan pendidikan yang secara signifikan berpengaruh terhadap mutu pendidikan meliputi (1) kesediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas, kualitas, maupun kesejahteraannya; (2) prasarana dan sarana belajar yang belum tersedia dan belum didayagunakan secara optimal; (3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran; dan (4) proses pembelajaran yang belum efisien dan efektif.
Salah satu rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran selama ini terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi pada guru (teacher oriented) cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan menjadi kurang optimal.
Muatan belajar yang terlalu terstruktur dan sarat beban juga mengakibatkan proses pembelajaran di sekolah menjadi steril dengan keadaan dan perubahan lingkungan fisik dan sosial di lingkungan. Keadaan ini menjadi proses belajar menjadi rutin, tidak menarik, dan tidak mampu memupuk kreativitas murid, guru dan kepala sekolah untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang inovatif.
Istilah konsep kualitas atau mutu perlu memperoleh pengkajian yang cermat dan hati-hati, sebab menurut Anna Coote dalam Edward Salis (1993 : 21) "Quality is a slippery concept. It implies different things to different people". Kualitas adalah sebuah konsep yang dapat membingungkan, pengertiannya menjadi sesuatu yang berbeda bagi setiap orang. Bahkan para ahli pun menyimpulkan tidak ada yang sama. Definisi kualitas berbeda-beda.
Edward Salis (1993 : 24). Kualitas dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melebihi kepuasan dan keinginan konsumen. Menurut Juran (1995 : 9), kualitas adalah produk yang memiliki keistimewaan, membebaskan konsumen dari rasa kecewa akibat kegagalan. Produk adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Menurut Crosby (1979). 'kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pelanggan'. Menurut Deming (1991). 'kualitas harus dapat memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa datang' perbedaan pengertian seperti dikemukakan, menyebabkan kita perlu memahaminya dengan sungguh-sungguh supaya mendapat gambaran yang jelas. Demikian juga menurut Joseph M. Juran yang diakui sebagai seorang "Bapak Mutu" berpandangan tentang mutu adalah :
- Meraih mutu merupakan proses yang tidak mengenal akhir.
- Perbaikan mutu merupakan proses berkesinambungan, bukan program sekali jalan.
- Mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota dewan sekolah dan administrator.
- Pelatihan massal merupakan prasyarat mutu.
- Setiap orang di sekolah mesti mendapatkan pelatihan.
(Arcaro, 2005 : 9)
Kualitas bukan sesuatu yang dapat dicapai dengan mudah, melainkan sebuah tanggung jawab yang harus dilakukan secara simultan oleh semua orang dalam semua tingkatan organisasi, pada setiap waktu. Keterkaitannya pada kualitas menjadi sikap setiap pribadi, yang diperlihatkan dalam setiap aspek pekerjaan, yang bermuara pada kepuasan konsumen.
Konsep kualitas tak dapat dilepaskan dari manajemen mutu, sebab kualitas bukan barang tambang yang sudah jadi, melainkan sebuah proses dinamis yang baru dapat dicapai setelah diusahakan dari waktu ke waktu. Di program dengan baik, melibatkan semua orang dengan komitmen yang tinggi. Baru dapat dicapai dalam kurun waktu yang relatif lama, dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya.
TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN
Ada tiga konsep dasar dalam memahami konsep kualitas, yaitu Quality Assurance, Contact Conformance dan Customer Driven. (Stephen Murgatroyd and Colin Morgan 1994 : 45).
- Quality assurance merujuk kepada ketentuan berdasarkan standar; persyaratan kualitas dan ketetapan metode seperti yang telah ditetapkan oleh badan ahli, kualitas harus melalui uji penilaian memastikan bahwa proses pengerjaan sesuai dengan norma standar produk teknologi; keselamatan, kekuatan, daya tahan dan keandalannya, diuji berdasarkan standar sebelum barang atau jasa tersebut di lempar ke pasar.
- Contract Conformance. Definisi ketiga, kualitas harus sesuai kontrak, atau memenuhi kesepakatan bersama, dimana standar kualitas spesifikasinya ditetapkan berdasarkan negosiasi ketika kontrak disepakati. Misalnya pada kontrak pendirian bangunan; harga, waktu pengerjaan, spesifikasi bahan, puas, komitmen untuk memenuhi spesifikasi sesuai perjanjian dalam kontrak kesepakatan. Persyaratan mutu ditetapkan oleh mereka yang terlibat dalam pekerjaan, bukan oleh para ahli. Mutu ditetapkan oleh orang yang memberi pelayanan, bukan oleh pihak yang mendapat pelayanan.
- Customer Driven. Definisi yang ketiga, pengertian kualitas harus memenuhi kebutuhan pelanggan. Kualitas dalam pengertian dimana kebutuhan, harapan dan keinginan pelanggan, bahkan melebihinya. Misalnya keselamatan penerbangan, jasa angkutan, hotel, perumahan, transportasi.
Pengertian kualitas dalam arti sehari-hari digunakan sebagai suatu pengertian yang absolut. Pengertiannya digunakan untuk mendefinisikan sesuatu yang ideal, seperti keindahan, kebaikan atau kebenaran. (E. Salis 1993). Kualitas suatu produk diupayakan untuk memenuhi harapan ideal tersebut, sehingga harus mendekati kesempurnaan seperti yang dikehendaki oleh konsumen. Dengan demikian pengertian kualitas diterjemahkan sebagai suatu produk atau jasa yang paling sempurna seperti diharapkan konsumennya. Produk berkualitas yang dimiliki konsumen akan menempati posisi kelas/prestise tersendiri dalam kehidupan seseorang, sehingga membedakannya dengan yang tidak memilikinya. Kualitas dalam konteks absolut pengertiannya sama dengan ideal, kelas tinggi atau puncak.

Pengertian kualitas secara garis besar berorientasi kepada memberi kepuasan kepada pelanggan yang menjadi tujuan organisasi, pelanggan ditempatkan sebagai raja. Raja adalah subjek yang harus menjadi pusat segala pelayanan ideal, supaya memuaskannya. Pelanggan jangan dikecewakan sebab memiliki kekuatan daya beli yang independen, pelanggan harus mendapat keistimewaan seperti raja karena memiliki keinginan yang harus dipenuhi. Selain dalam pengertian yang absolut kualitas juga dapat diartikan sebagai suatu yang relatif, yaitu suatu pemahaman tentang kualitas ditinjau dari sudut pandang ketepatan dengan tujuan asal. Yaitu memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Jadi bukan sesuatu yang eksklusif, ideal, mewah, atau mahal, melainkan memenuhi keinginan dari setiap orang yang memilikinya. Kualitas dalam arti yang relatif pengertiannya cenderung akrab dengan setiap orang yang ingin memiliki barang atau jasa. Misalnya sepatu, baju atau barang apa saja yang berkualitas adalah barang yang memenuhi standar berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan. Begitu juga pada layanan jasa, misalnya cafetaria berkualitas adalah jasa layanan yang sesuai dengan tujuan asalnya.
Russel (1996) dalam Wahyu Ariani (2003 : 13), "kualitas memiliki dua perspektif yaitu perspektif produsen dan perspektif konsumen, dimana bila kedua hal tersebut disatukan akan dapat tercapai kesesuaian untuk digunakan oleh konsumen (customer satisfaction)".
Pengertian kualitas dalam arti relatif memberi makna pada memenuhi standar yang dapat diukur dari spesifikasinya, dan kemudian barang atau jasa yang telah memenuhi standar tersebut dapat memenuhi kebutuhan, keinginan atau bahkan melebihi harapan konsumen pemiliknya.

2. Dimensi Kualitas
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walau demikian, ada sebagian orang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur.
TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN DAN KETERAMPILAN MANAJERIAL KEPALA MADRASAH TERHADAP KINERJA GURU MAN

TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN DAN KETERAMPILAN MANAJERIAL KEPALA MADRASAH TERHADAP KINERJA GURU MAN

(KODE : PASCSARJ-0287) : TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN DAN KETERAMPILAN MANAJERIAL KEPALA MADRASAH TERHADAP KINERJA GURU MAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi, di tengah peliknya pendidikan dewasa ini dengan berbagai kendala yang dihadapi serta harapan ke depan, diperlukan pemimpin yang profesional untuk mewujudkan visi pendidikan yang telah dirinci dalam misi dan program-program yang jelas dan terarah. Dalam menghadapi kehidupan terbuka dalam abad 21 dengan masalah-masalah globalnya, menurut Tilaar diperlukan pemimpin-pemimpin yang sesuai yang disebut pemimpin profesional, pemimpin yang tidak hanya menguasai kemampuan dan keterampilan untuk memimpin tetapi juga dituntut dari padanya dua hal, yaitu : pemimpin yang dapat mengejawantahkan nilai-nilai moral di dalam sistem pendidikan, dan pemimpin yang memiliki dan menguasai nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan perkembangan zaman. Hal itu berarti kepemimpinan tidak sekedar dilandasi oleh kemampuan seseorang dalam mengatur dan menjalankan mekanisme kepemimpinannya, melainkan menganggap kepemimpinan lebih dilandasi oleh nilai-nilai spiritual (spiritual leader), dimana pemimpin dijadikan model/panutan bagi bawahannya.
Kepala madrasah sebagai pemimpin profesional di lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat penting, mengingat posisinya yang secara struktural sebagai pimpinan legal formal memiliki kekuasaan penuh pada lembaga yang dipimpinnya.
Gorton mengemukakan bahwa "perangkat sekolah seperti kepala sekolah, dewan guru, siswa, pegawai/karyawan harus saling mendukung untuk dapat bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sukses atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan sangat tergantung atas kemampuan pimpinannya untuk menumbuhkan iklim kerja sama agar dengan mudah dapat menggerakkan sumber day a manusia yang ada, sehingga pendayagunaannya dapat berjalan dengan efektif dan efisien".
Dalam lembaga pendidikan, baik itu sekolah atau madrasah disamping dibutuhkan kepala madrasah profesional, juga perlu adanya tenaga kependidikan yang kompeten dan profesional. Hal ini dikarenakan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada kualitas tenaga pendidik, dalam hal ini guru, karena guru memegang peran sentral dalam proses belajar mengajar, dimana guru harus berinteraksi langsung dengan para siswa.
Madrasah sebagai sebuah organisasi, harus mampu membangun kredibilitas dan kinerjanya secara baik sesuai harapan dari stakeholdernya yaitu tidak hanya menjadi lembaga kepercayaan masyarakat (trustworthy institution) tetapi juga sebagai agen dari pembangunan (agent of development). Kredibilitas dan kinerja yang baik tersebut ditentukan oleh beberapa pihak baik kinerja pendidik maupun tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hal ini didukung pendapat Prawirosentoso bahwa "kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing". Hal yang sama dikatakan oleh Mangkunegara yang mendefinisikan "kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya".
Paparan di atas mengimplikasikan bahwa guru memegang peran yang sangat penting dan menentukan dalam pelaksanaan pembelajaran di madrasah. Dengan demikian kinerja guru harus terus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya mengemban amanat pendidikan seperti yang telah digariskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Berbagai upaya dan strategi harus dilakukan dengan baik terencana agar kinerja guru terus meningkat dan dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja guru adalah kepemimpinan kepala madrasah, hal ini sebagaimana hasil penelitian Ana Susana yang menunjukkan bahwa : 
Ada hubungan antara variabel pengetahuan administrasi terhadap motivasi kerja guru MTs Negeri di Kabupaten X. Ada hubungan antara variabel kepemimpinan kepala madrasah terhadap motivasi kerja guru MTs Negeri di Kabupaten X. Secara simultan ada hubungan antara pengetahuan administrasi dan kepemimpinan kepala madrasah terhadap motivasi kerja guru.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin bagus pengetahuan administrasi dan kepemimpinan kepala madrasah maka motivasi kerja guru akan semakin meningkat pula. Sebaliknya jika pengetahuan administrasi dan kepemimpinan kepala sekolah jelek, maka motivasi kerja guru akan rendah.
Kepala madrasah merupakan pimpinan tertinggi dalam lembaga pendidikan madrasah. Perilaku kepemimpinannya sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kinerja guru. Oleh karena itu dalam pendidikan modern, kepemimpinan kepala madrasah perlu mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini penting untuk diperhatikan agar kepala madrasah dapat berperan dengan baik dalam mencapai tujuan madrasah yang telah direncanakan. Kepala madrasah harus memiliki faktor pendukung terhadap kepemimpinannya, sebagaimana diungkapkan oleh Sergiovanni (1991), sebagai berikut : (1) memiliki kepribadian yang kuat, (2) memahami tujuan pendidikan dengan baik, (3) memiliki pengetahuan yang luas, dan (4) memiliki keterampilan profesional.
Gorton (1991) mengemukakan bahwa "pemimpin pendidikan merupakan sosok yang mengorganisasikan sumber-sumber daya insani dan sumber-sumber daya fisik untuk mencapai tujuan organisasi pendidikan secara efektif dan efisien". Peran utama adalah mengembangkan dan mengimplementasikan prosedur dan kebijaksanaan pendidikan yang dapat menghasilkan efisiensi pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian paparan tersebut memperkuat keberadaan perilaku kepemimpinan kepala madrasah yang memiliki dampak terhadap kinerja guru.
Hal di atas mengisyaratkan bahwa keberhasilan madrasah sangat ditentukan oleh kepemimpinan kepala madrasah, karena kepala madrasah merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh madrasah menuju tujuannya.
Gorton (1976) mengemukakan bahwa "kepala sekolah sebagai pemimpin di suatu sekolah dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang ada di sekolahnya". Dengan demikian kepala sekolah mempunyai peranan besar dalam meningkatkan kualitas guru dan harus terus menerus membina moral kerja guru, sehingga setiap guru akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Pencapaian tujuan sekolah baik secara kuantitas maupun kualitas tidak terlepas dari orang-orang yang tergabung dalam organisasi sekolah. Griffiths dalam Gorton (1976) menguraikan bahwa baik buruknya sekolah ditentukan oleh orang-orang yang melaksanakannya. Oleh karena itu kemampuan setiap pemimpin dalam mempengaruhi bawahan sangat berpengaruh dalam mengembangkan pola perilaku, baik berupa tingkah laku, tindakan, maupun cara-cara dalam seluruh kegiatan yang digunakan untuk mencapai tujuan sekolah. Upaya mempengaruhi bawahan ini, biasanya tampak dalam pola perilaku tertentu, yang disebut dengan perilaku kepemimpinan.
Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi/madrasah sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan lembaga pendidikan. Seorang pimpinan mengerahkan bakat dan kemampuan, serta usaha beberapa orang lain yang berada di dalam daerah wewenangnya yang disebut sebagai kinerja manajerial. Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan keefektifan organisasi.
Kinerja guru di madrasah tidak hanya dipengaruhi oleh pelaksanaan tugas dan pekerjaannya termasuk seberapa besar kewenangan dan tanggung jawabnya, tetapi ditentukan juga antara lain oleh faktor kepemimpinan kepala madrasah dan budaya organisasi yang berlaku dan berjalan di madrasah tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruki, A.S (2001) yang mengatakan bahwa "performance management sebenarnya menjamah semua elemen, unsur atau input yang hal didayagunakan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja organisasi dan kinerja karyawannya. Elemen tersebut adalah teknologi yang digunakan, kualitas dari input, kualitas lingkungan fisik seperti keselamatan kerja, kesehatan kerja., kepemimpinan serta iklim dan budaya organisasi".
Bila diamati, bahwa guru sudah menunjukkan kinerja maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar, akan tetapi masih ada sebagian guru belum menunjukkan kinerja yang baik, tentunya secara tidak langsung akan berpengaruh pada kinerja guru secara makro.
Namun pada kenyataannya di lapangan, masih ada sebagian guru yang belum menyadari sepenuhnya tugas dan tanggungjawab yang diembannya sehingga kewajibannya sering terabaikan. Kadangkala guru hanya menerapkan metode mencatat pelajaran sampai selesai, memberikan tugas menyelesaikan soal-soal latihan kemudian meninggalkan kelas hingga pelajaran selesai, sehingga suasana kelas berubah menjadi tidak kondusif karena guru tidak hadir di kelas tanpa ada alasan yang jelas. Bahkan seringkali siswa keluar kelas karena gurunya tidak ada dan guru kurang menanamkan nilai-nilai kedisiplinan kepada siswa. Fenomena tersebut sangat memprihatinkan, hal ini dikarenakan kinerja guru yang rendah, untuk itu diperlukan adanya pembenahan-pembenahan yang lebih baik agar guru memahami tugas dan tanggungjawabnya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa disiplin dalam proses pembelajaran merupakan salah satu hal yang patut mendapat perhatian. Sikap disiplin yang ditunjukkan oleh guru menunjukkan salah satu bentuk kinerja guru. Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggung jawabnya menjalankan amanah, profesi, yang diembannya, rasa tanggungjawab moral yang diembannya. Semua itu akan terlihat dari kepatuhan dan loyalitas di dalam menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas.
Kinerja guru yang berkualitas ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kepemimpinan kepala madrasah. Hal ini karena kepemimpinan adalah proses mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias untuk mencapai tujuan. Kinerja yang optimal merupakan perwujudan dari kualitas guru, dan dengan kerja yang optimal berarti para guru benar-benar dapat berfungsi sebagai pegawai yang dapat bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan organisasi yang hendak dicapai. Apabila tujuan peningkatan kinerja guru dapat terpenuhi, maka tujuan pendidikan nasional dapat tercapai.
Kepala madrasah, di samping sebagai pemimpin ia juga sebagai manajer pendidikan. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Sebagai manajer, kepala madrasah harus memiliki pengetahuan yang luas untuk mengarahkan semua sumberdaya yang tersedia dalam mencapai tujuan, termasuk dalam hal ini adalah memberdayakan guru untuk mencapai kinerja secara maksimal. Ol eh karena itu sebagai manajer maka kepala madrasah harus mampu menggerakkan para guru untuk mencapai kinerja yang maksimal melalui pemberian dorongan dan motivasi, atau dengan kata lain kepala madrasah harus mampu menjadi motivator yang handal. Masalah inti motivasi ialah membangun cara merangsang sekelompok orang yang masing-masing memiliki kebutuhan yang khas dan kepribadian yang berbeda untuk bekerja sama menuju pencapaian sasaran organisasi dengan memperhatikan keinginannya (wants) dan kebutuhannya (needs).
Seperti yang dikatakan di atas, bahwa kepala madrasah harus mempunyai kemampuan manajerial yang bagus untuk memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tapi pada kenyataannya di lapangan, kepala madrasah lemah dalam kompetensi manajerialnya sehingga tidak mampu menjalankan organisasi dengan baik. Hal ini sebagaimana diungkapkan Direktur Tenaga Kependidikan Depdiknas Surya Dharma bahwa "kebanyakan kepala sekolah di Indonesia lemah dalam kompetensi manajerial dan supervisi".
Pada umumnya, kepala madrasah di Indonesia belum dapat dikatakan sebagai manajer profesional, karena pengangkatannya tidak didasarkan pada kemampuan dan pendidikan profesional, tetapi lebih pada pengalaman menjadi guru. Hal ini disinyalir pula oleh laporan Bank Dunia (1999) bahwa "salah satu penyebab menurunnya mutu pendidikan persekolahan di Indonesia adalah kurang profesionalnya kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di tingkat lapangan".
Data dari Depdiknas, dari dua ratus lima puluh ribu (250.000) kepala sekolah di seluruh tanah air, lebih dari 70% tercatat memiliki dua sisi kelemahan, yakni manajerial dan supervisi. Direktur Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Surya Dharma mengungkapkan kelemahan tersebut karena di sejumlah daerah penunjukan kepala sekolah asal comot saja.
Menyadari hal tersebut, maka keterampilan manajerial dan supervisi merupakan kemampuan yang mesti dimiliki kepala madrasah. Di samping tiga kompetensi lainnya yang juga tidak kalah pentingnya, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi kewirausahaan, dan kompetensi sosial.
Terkait dengan keterampilan manajerial kepala madrasah dan merujuk pada Permendiknas Nomor 13 tentang Kompetensi Kepala Sekolah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan kepala madrasah. Di antaranya : penyusunan rencana sekolah, mengembangkan organisasi sekolah, memberdayakan sumber daya sekolah secara optimal, mengembangkan sekolah menuju organisasi pembelajaran yang efektif, menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif, kemampuan mengelola guru dan staf, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dengan masyarakat, pengembangan kurikulum, keuangan sekolah yang akuntabel, transparan dan efisien, ketatausahaan sekolah, sistem informasi dalam mendukung program dan pengambilan keputusan, kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah, serta adanya monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program sekolah dengan prosedur yang tepat.
Robert L Katz mengatakan bahwa keterampilan yang harus dimiliki administrator yang efektif adalah keterampilan teknis (technical skill), keterampilan hubungan manusiawi (human relation skill), dan keterampilan konseptual (conceptual skill).14 Dilain pihak, Fred Luthans (1995) mengemukakan lima jenis keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang manajer, yang mencakup : (1) Cultural flexibility; (2) Communication skills  (3) Human Resources Development skills; (4) Creativity; dan (5) Self Management of learning.
Keberhasilan madrasah banyak ditentukan oleh peran guru dan kepala madrasah, meskipun keberhasilan kinerja guru juga sangat ditentukan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang berperan terhadap kinerja guru adalah kemampuan manajerial kepala madrasah. Hal ini sebagaimana hasil penelitian Gemnafle menyimpulkan bahwa "keterampilan manajerial memberikan kontribusi 33,79 terhadap kinerja guru. Lebih lanjut Gemnafle menyimpulkan bahwa terdapat jalur hubungan kausal langsung yang cukup signifikan antara keterampilan manajerial kepala sekolah dengan kinerja guru dalam mengajar pada SMU Negeri dan swasta".
Dari paparan di atas, peneliti tertarik untuk menulis tesis dengan judul '"Pengaruh Perilaku Kepemimpinan dan Keterampilan Manajerial Kepala Madrasah Terhadap Kinerja Guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X". Hal ini didasarkan pada alasan bahwa : pertama, kepemimpinan merupakan masalah menarik untuk diteliti, karena kepemimpinan kepala madrasah merupakan motor penggerak dan penentu arah yang hendak ditempuh dalam mewujudkan tujuan madrasah. Kedua, rata-rata kepala madrasah lemah dalam hal keterampilan manajerial, sebagaimana data dari Depdiknas dan juga laporan dari Bank Dunia, sehingga hal ini menarik untuk diteliti untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja guru. Ketiga, dari
pengamatan peneliti kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X termasuk baik, hal ini terlihat dari kedisiplinan guru-guru, adanya supervisi secara kontinyu oleh kepala madrasah, ini tentunya tidak lepas dari kepemimpinan dan kemampuan manajerial kepala madrasah dalam mengelola lembaga tersebut.
Dipilihnya Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X dikarenakan 1). Di wilayah Kotamadya X, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang ada dibawah naungan Departemen Agama Kota X hanya dua madrasah tersebut, sehingga keduanya dijadikan obyek penelitian 2). MAN 1 dan MAN 3 termasuk madrasah yang unggul/berprestasi baik dari segi prestasi akademik maupun non akademik, hal ini tentunya tidak terlepas dari kepemimpinan, keterampilan manajerial kepala madrasah dan juga kinerja gurunya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah umum penelitian ini adalah "apakah ada pengaruh positif signifikan perilaku kepemimpinan dan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?". Sedangkan rumusan masalah khusus penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana gambaran perilaku kepemimpinan, keterampilan manajerial kepala madrasah dan kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?
2. Apakah ada pengaruh positif signifikan perilaku kepemimpinan kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?
3. Apakah ada pengaruh positif signifikan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?
4. Apakah ada pengaruh positif signifikan secara simultan perilaku kepemimpinan dan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian secara umum adalah untuk menjelaskan pengaruh positif signifikan perilaku kepemimpinan dan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X. Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 
1. Untuk menjelaskan gambaran perilaku kepemimpinan, keterampilan manajerial kepala madrasah dan kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X.
2. Untuk menjelaskan pengaruh positif signifikan perilaku kepemimpinan kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X.
3. Untuk menjelaskan pengaruh positif signifikan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X.
4. Untuk menjelaskan pengaruh positif signifikan secara simultan perilaku kepemimpinan dan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis : bagi berbagai pihak antara lain : 
1. Manfaat Teoritis : 
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam implementasi teoretik peningkatan kinerja guru.
2. Manfaat Praktis : 
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan memberikan kontribusi pemikiran kepada berbagai pihak antara lain : 
a. Bagi Madrasah
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi lembaga pendidikan madrasah, khususnya bagi madrasah yang bersangkutan mengenai faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja guru yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan.
b. Bagi Kepala Madrasah
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi kepala madrasah agar berupaya meningkatkan keterampilan manajerial dan juga kepemimpinannya guna meningkatkan kinerja guru di lembaga yang dipimpinnya.
c. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi guru agar selalu berupaya meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik dan pengajar, serta menambah wawasan dan pengetahuan guru tentang bagaimana mengoptimalkan kinerja dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di madrasah.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan atau setidaknya dapat memperkaya informasi empirik dalam hal kepemimpinan, keterampilan manajerial kepala madrasah dan kinerja guru yang dapat dipakai sebagai data banding atau rujukan dengan mengubah atau menambah variabel lain sekaligus dapat menyempurnakan penelitian ini.