Search This Blog

Showing posts with label kepuasan kerja. Show all posts
Showing posts with label kepuasan kerja. Show all posts

TESIS HUBUNGAN KEPRIBADIAN TIPE A, KEPRIBADIAN TIPE B, DAN ETOS KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA GURU-GURU SD

(KODE : PASCSARJ-0549) : TESIS HUBUNGAN KEPRIBADIAN TIPE A, KEPRIBADIAN TIPE B, DAN ETOS KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA GURU-GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

contoh tesis manajemen

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2 disebutkan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Guru merupakan salah satu sumber daya manusia yang mempunyai peranan penting dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan ditentukan oleh tinggi rendahnya kualitas guru. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2010 yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), menyebutkan bahwa Education Development Index (EDI) Indonesia tahun 2007 adalah 0,947. Angka ini menempatkan Indonesia berada di urutan ke-65 dari 128 negara (Kompas, 22 Januari 2010).
Tahun 2011 mengalami penurunan Indeks Pembangunan Pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia (Kompas, 2 Maret 2011). Menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan cerminan dari kinerja pendidikan termasuk di dalamnya adalah kualitas guru. Melihat pentingnya kedudukan, fungsi dan peranan guru dalam menentukan keberhasilan lembaga kependidikan, maka perhatian terhadap guru tidak boleh diabaikan termasuk salah satunya adalah masalah kepuasan kerja guru.
Garrett (dalam Ouyang dan Paprock, 2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja guru jarang dikaji, padahal kepuasan kerja guru merupakan salah satu faktor penentu dalam kualitas guru. Kepuasan kerja guru tidak hanya memberikan kontribusi dalam motivasi dan perbaikan guru, dan pengembangan peserta didik. Gejala yang dapat membuat rusaknya kondisi organisasi sekolah adalah rendahnya kepuasan kerja guru dengan gejala seperti malas bekerja, banyaknya keluhan guru, rendahnya prestasi kerja, rendahnya kualitas pengajaran dan indisipliner guru (Yunus, 2004).
Dalam dunia pendidikan, kepuasan kerja guru dapat memberikan implikasi yang kuat terhadap pembelajaran siswa. Secara khusus dapat mempengaruhi kualitas pelajaran yang diberikan kepada siswa. Guru yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya merasa kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik kepada siswanya. Hal ini tentunya akan mengganggu suasana lingkungan sekolah, dan menyebabkan turunnya kualitas pendidikan (Baker, 1997).
Faktor pendorong timbulnya kepuasan kerja seseorang adalah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe perilaku yang ditampilkan pada saat melakukan pekerjaannya. Kepuasan kerja berkaitan dengan dapat tidaknya seseorang menunjukkan aktualisasi diri pada saat melakukan pekerjaan dan kemampuannya dalam menghadapi tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya (Rita, 2002).
Etos kerja penting dimiliki seorang guru, karena dengan etos kerja yang tinggi seorang guru akan memberikan sikap dan penilaian yang positif pada profesinya. Wardiman (dalam Republika, 7 Juli 1997) mengemukakan bahwa guru mempunyai arti yang sangat penting dalam menciptakan pendidikan yang baik. Karena itu jangan sampai guru meninggalkan tugasnya untuk mencari penghasilan tambahan di tempat lain atau guru lebih suka pekerjaan sambilannya daripada pekerjaan pokoknya.
Scott (1990) menyatakan bahwa jika "etos", hubungannya dengan kepuasan kerja dapat diidentifikasi, maka para manajer dapat mampu menemukan cara-cara terbaik untuk mempengaruhi iklim organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja sambil tetap mempertahankan etos kerja.
Pada bulan Juli, penulis melakukan wawancara dengan beberapa kepala sekolah dan guru-guru yang berada di UPTD. Kepala sekolah menyatakan kadang mereka merasa kecewa dengan perilaku teman-teman guru yang sering terlambat bahkan tidak hadir melaksanakan tugasnya. Ada guru yang tidak betah berada di sekolah, dengan berbagai alasan meninggalkan sekolah sebelum waktunya. Tugas-tugas administrasi kelas tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Di lain pihak, ada guru yang mengeluh merasa tertekan karena tuntutan kepala sekolah yang terlalu banyak. Ada guru yang tidak puas dengan kepala sekolah yang memberlakukan aturan secara sepihak. Ada pula guru yang kecewa karena kepala sekolah tidak berada di sekolah dengan alasan urusan ke kantor UPTD. Antar sesama guru terjadi kecemburuan karena adanya perbedaan perlakuan kepala sekolah terhadap masing-masing guru.
Berbagai persoalan yang dikemukakan berdasarkan hasil wawancara tersebut menjadi alasan bagi penulis memilih UPTD X sebagai lokus penelitian. Penulis melihat bahwa timbulnya ketidakpuasan kerja di kalangan kepala sekolah dan guru, ada kaitannya dengan perbedaan tipe kepribadian masing-masing guru, serta etos kerja guru yang masih rendah. Hal ini diperkuat dengan hasil pra-penelitian yang dilakukan terhadap 30 guru sekolah dasar UPTD X.
Dari 30 orang guru sekolah dasar UPTD X yang menjadi responden, 19 orang guru (63,33%) memiliki kepribadian tipe A, sebanyak 16 orang guru (53,3%) memiliki etos kerja rendah, dan sebanyak 15 orang guru (50%) merasa kurang puas dengan pekerjaannya.
Menarik untuk disimak bahwa berdasarkan hasil pra-penelitian yang dilakukan, ternyata kepribadian tipe A, kepribadian tipe B tidak mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja guru. Padahal menurut Rita (2002), salah satu faktor yang mendorong timbulnya kepuasan kerja seorang adalah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe perilaku yang ditampilkan oleh orang tersebut pada saat melakukan pekerjaannya. Jika penelitian ini diterapkan pada sampel yang lebih besar yaitu keseluruhan jumlah guru sekolah dasar UPTD X maka muncul pertanyaan adakah hubungan yang signifikan antara kepribadian tipe A, kepribadian tipe B dengan kepuasan kerja?
Berdasarkan hasil pra-penelitian di atas, penulis hendak melanjutkan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar yaitu terhadap seluruh guru sekolah dasar UPTD X, untuk mengetahui adakah hubungan yang signifikan antara kepribadian tipe A, kepribadian tipe B dan etos kerja dengan kepuasan kerja guru-guru sekolah dasar UPTD X.

TESIS PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH, BUDAYA KERJA GURU, DAN KEPUASAN KERJA GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

TESIS PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH, BUDAYA KERJA GURU, DAN KEPUASAN KERJA GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

(KODE : PASCSARJ-0289) : TESIS PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH, BUDAYA KERJA GURU, DAN KEPUASAN KERJA GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Kemajuan dan keunggulan suatu bangsa tidak hanya ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM) atau majunya pendidikan. Pendidikan dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal, informal dan non-formal. Madrasah Ibtidaiah (MI) merupakan satuan pendidikan formal bagi anak usia 6-12 tahun, yang bernaung di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia.
Pendidikan di MI mengacu pada kurikulum dari Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama, kepala sekolah pengambil keputusan di tingkat mikro yang bisa menentukan kebijakan mulai dari perencanaan pendidikan, proses, evaluasi dan tindakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Prestasi siswa dan mutu pendidikan dapat tercapai apabila masukan, proses, guru (pendidik), sarana dan prasarana serta biaya tersedia terlaksana dengan baik. Dari beberapa komponen tersebut yang lebih banyak berperan adalah guru. Seorang guru dituntut untuk dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendidikan di lingkungan sekolah pada proses belajar mengajar.
Guru berperanan dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki. Kepala sekolah melakukan supervisi kepada guru agar profesional, guru yang profesional ketika menjalankan tugas akan bertanggung jawab.
Bentuk supervisi sesuai data dari kepala sekolah bahwa supervisi dilaksanakan minimal satu bulan sekali. Sedangkan praktik di lapangan 75% kepala sekolah MI se-Kecamatan X sebanyak 16 sekolah tidak sesuai dengan anjuran pengawas MI. Kemajuan kinerja guru seharusnya meningkat lebih baik. Supervisi kepala sekolah juga mempengaruhi budaya kerja.
Budaya kerja merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan standar yang tepat tentang sesuatu yang harus dikatakan atau dilakukan oleh pegawai. Budaya meningkatkan komitmen organisasi dari perilaku pegawai atau guru.
Budaya kerja guru di sebuah madrasah meliputi keempat aspek dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar serta dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi. Di MI se-Kecamatan X masih dijumpai beberapa guru yang terlambat masuk kelas pada pergantian jam pelajaran, guru mengajar tanpa persiapan perangkat pembelajaran, sebagian besar guru dalam membuat perencanaan pengajaran masih kesulitan, ini dibuktikan adanya rencana pembelajaran yang dibuat diterapkan dalam proses pembelajaran. 
Dalam proses pembelajaran sebagian besar guru tidak bisa menuntaskan materi sesuai dengan yang direncanakan. guru menganalisis hasil evaluasi dalam setiap pokok bahasan, dan hasilnya diinformasikan kepada siswa setelah itu ditindak lanjuti, ini jarang terjadi ketika belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM hams ditetapkan diawal tahun ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM. Disamping budaya kerja guru yang bisa mempengaruhi prestasi siswa ada juga faktor lain yang mempengaruhi yaitu kepuasan kerja guru.
Suatu gejala yang dapat membuat rendahnya prestasi belajar siswa adalah rendahnya kepuasan kerja guru dimana timbul gejala seperti kemangkiran, malas bekerja, banyaknya keluhan guru, rendahnya prestasi kerja, rendahnya kualitas pengajaran, indisipliner guru dan gejala negatif lainnya. Sebaliknya kepuasan yang tinggi diinginkan oleh kepala sekolah karena dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi menandakan bahwa sebuah organisasi sekolah telah dikelola dengan baik dengan manajemen yang efektif. Kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara harapan guru dengan imbalan yang disediakan oleh organisasi.
Meningkatnya kepuasan kerja bagi guru merupakan hal yang sangat penting, karena menyangkut masalah hasil kerja guru yang merupakan salah satu langkah dalam meningkatkan mutu prestasi belajar siswa. Ada beberapa alasan mengapa kepuasan kerja guru dalam tugasnya sebagai pendidik perlu untuk dikaji lebih lanjut.
Menurut Hasibuan (202 : 2007) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja guru harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang menikmati kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
Terpenuhinya fasilitas di tempat kerja guru seperti perangkat pembelajaran, buku perpustakaan, internet, laboratorium dan alat peraga, memudahkan guru untuk mendapatkan materi pembelajaran. Fasilitas ini tidak terpenuhi dampaknya guru tidak bisa menyampaikan materi yang inginkan sehingga prestasi siswa bisa menurun, sebaliknya jika fasilitas terpenuhi kemungkinan ketika mengajar siswa menerima pelajaran dengan baik dan prestasi siswa akan meningkat.
Permendiknas No. 19 Tahun 2007 Tentang Pengawasan dan Evaluasi disebutkan bahwa supervisi pengelolaan dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh kepala sekolah/madrasah. Pengelolaan pendidikan di sekolah pada hakikatnya dititikberatkan pada manajemen kepala sekolah dan guru yang profesional, untuk tujuan sekolah adalah meninjau tentang manajemen kepala sekolah dengan melakukan supervisi dan kualitas gurunya dengan budaya kerja yang baik untuk menciptakan kepuasan kerja guru, sehingga harapan dan tujuan sekolah untuk mewujudkan siswa yang berprestasi bisa terwujud.
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah menjalani serangkaian proses pembelajaran. Hasil belajar tersebut digambarkan secara kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas dinyatakan dengan angka antara 0 sampai 100. Sedangkan secara kualitas digambarkan dengan kategori sangat baik, baik, sedang dan kurang.
Berdasarkan Kemendiknas Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan Pasal 3, bahwa jumlah peserta dalam satu kelas untuk tingkat SD/MI 30-40 siswa. Hal ini dapat dibandingkan dengan siswa yang ada di MI di Kecamatan X rata-rata setiap kelas 15-20 siswa. Itu artinya lebih sedikit jumlah siswa seharusnya prestasi lebih meningkat, karena guru dalam mengajar dan membimbing siswa bisa lebih fokus. Kenyataan di lapangan menurut data di Kementerian Agama Kabupaten X dari tahun 2010-2013 belum ada siswa yang berprestasi di tingkat regional ataupun tingkat nasional dari MI di Kecamatan X.
Peningkatan prestasi siswa belum optimal walaupun pada rata-rata nilai terakhir ada sedikit peningkatan. Apakah keberhasilan siswa merupakan prestasi kinerja guru ? Tentunya perlu ada penelitian untuk membuktikan asumsi tersebut.
Banyak keterbatasan bukan berarti pada MI di Kecamatan X kategori rendah dalam prestasi siswa. Kesimpulan dari berbagai pendapat di atas jika dikaitkan dengan kondisi prestasi siswa menimbulkan pertanyaan : kondisi tersebut disebabkan oleh siswa atau guru ? Sebab dilihat dari sarana dan prasarana, fasilitas belajar mengajar dan ketersediaan sumber belajar kondisi di MI di Kecamatan X lebih memadai daripada kondisi di daerah-daerah lain. Jawaban sementara untuk pertanyaan di atas bisa disebabkan oleh siswa atau guru atau kepala sekolah atau ketiga-tiganya. Tetapi mengingat bahwa pada jenjang MI peran kepala sekolah dan guru sangat penting untuk menciptakan situasi belajar mengajar fokus pada prestasi siswa, maka penelitian ini memfokuskan pada perhatian kepala sekolah terhadap guru dan budaya kerjanya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mengangkat judul "PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH, BUDAYA KERJA GURU DAN KEPUASAN KERJA GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA MI" Penelitian ini memfokuskan pada variabel supervisi kepala sekolah, budaya kerja guru dan kepuasan kerja guru sehingga menghasilkan pada prestasi belajar siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dari penelitian tentang pengaruh supervisi kepala sekolah budaya kerja dan kepuasan kerja terhadap prestasi belajar siswa di MI di Kecamatan X maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 
1. Apakah ada pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa ?
2. Apakah ada pengaruh budaya kerja terhadap prestasi belajar siswa ? 
3. Apakah ada pengaruh kepuasan kerja terhadap prestasi belajar siswa ?
4. Apakah ada pengaruh supervisi kepala sekolah, budaya kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama terhadap prestasi belajar siswa ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang pengaruh supervisi kepala sekolah, budaya kerja dan kepuasan kerja terhadap prestasi siswa MI di Kecamatan X bertujuan untuk : 
1. Mengetahui seberapa besar pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa.
2. Mengetahui seberapa besar Pengaruh budaya kerja terhadap prestasi belajar siswa.
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh kepuasan kerja terhadap prestasi belajar siswa.
4. Mengetahui seberapa besar pengaruh supervisi kepala sekolah, budaya kerja, dan kepuasan kerja secara bersama-sama terhadap prestasi belajar siswa.

D. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap hasil penelitian ini berguna baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberi kontribusi terhadap manajemen pendidikan umumnya khususnya manajemen pendidikan supervisi kepala sekolah meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Dapat menyumbangkan pengembangan keilmuan untuk penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa di sekolah.
c. Menambah khasanah ilmiah yang berkaitan dengan hubungan prestasi siswa dengan supervisi kepala sekolah, budaya kerja guru yang baik serta kepuasan kerja guru.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Pendidikan dan kepala sekolah ini dapat dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan yang berkenaan dengan upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Bagi guru, hasil penelitian ini sebagai masukan agar lebih tanggung jawab untuk selalu meningkatkan diri dengan menerapkan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan demi meningkatkan prestasi belajar siswa.

 TESIS HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PEGAWAI KELURAHAN

TESIS HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PEGAWAI KELURAHAN

(KODE : PASCSARJ-0281) : TESIS HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PEGAWAI KELURAHAN (PROGRAM STUDI : ADMINISTRASI PUBLIK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerintahan sebagai salah satu bentuk organisasi harus bisa mencapai tujuannya yaitu melayani masyarakat dengan pelayanan yang baik dan memuaskan. Pelayanan yang bersifat langsung kepada masyarakat merupakan salah satu tugas organisasi kelurahan.
Kelurahan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan. Kelurahan merupakan perangkat daerah terkecil di bawah Kecamatan dan termasuk Pemerintah Daerah. Sebagaimana diterangkan dalam peraturan pemerintah ini yang termasuk ke dalam Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Dengan kata lain Kelurahan merupakan perangkat daerah yang juga merupakan suatu organisasi, khususnya organisasi pemerintahan.
Menghadapi perubahan kebijakan setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, kelurahan mengalami perkembangan dan perubahan. Oleh karena itu pergeseran perubahan status desa menjadi kelurahan menunjukan perbedaan-perbedaan kondisi lingkungan kerja di kelurahan dari keadaan sebelumnya.
Kelurahan dipimpin oleh Lurah dibantu oleh perangkat kelurahan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota, selain daripada itu Lurah mempunyai tugas : 
1. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan
2. Pemberdayaan masyarakat
3. Pelayanan masyarakat
4. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, dan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
Tenaga kerja yang kemudian disebut pegawai di kelurahan merupakan aset yang sangat penting untuk menjalankan organisasi kelurahan. Pegawai di kelurahan khususnya kelurahan yang berada di Kecamatan X terdiri dari bermacam-macam status pegawai. Tugas kelurahan yang utama adalah memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak terlepas dari kualitas pelayanan dan komitmen pegawai yang dimiliki, baik komitmen terhadap pekerjaannya maupun terhadap organisasi kelurahan itu sendiri.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan menyebutkan bahwa Susunan Organisasi Kelurahan terdiri dari Lurah dan Perangkat Kelurahan. Perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Sekretaris Daerah. Disinilah munculnya perbedaan kenyataan yang tampak di lapangan bahwa terdapat bermacam-macam status pegawai di kelurahan. Pegawai terdiri dari pegawai tetap dan tidak tetap. Bermacam-macam status pegawai di kelurahan berawal dari perubahan desa menjadi kelurahan. Status tenaga kerja di kelurahan yang awalnya tidak ada Pegawai Negeri Sipil (PNS), kini bercampur baur terdiri dari pegawai tetap berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai tidak tetap berstatus Tenaga Kerja Kontrak (TKK) dan Tenaga Kerja Sukarela (TKS).
Tenaga Kerja Kontrak (TKK) dan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) telah ada sejak masa Pemerintahan Desa. Meskipun telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan bahwa Perangkat Kelurahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas usul Camat. Kecenderungan orang beranggapan bahwa PNS lebih besar gajinya dibanding tenaga kerja lainnya yang ada di kelurahan. Sementara di sisi lain semua pegawai baik PNS, TKK maupun TKS harus tetap menunjukan performa pelayanan terbaik bagi masyarakat harus dapat diatasi organisasi kelurahan itu sendiri. Perbedaan status di satu lingkungan kerja kelurahan tersebut harus bisa di satukan agar karyawan tetap memiliki komitmen kerja yang tinggi walaupun dari segi penghasilan tentu saja berbeda satu sama lain.
Beberapa teori menunjukkan bahwa motivasi seseorang dapat berdampak terhadap kepuasan kerjanya. Teori-teori motivasi yang mempunyai dampak pengaruh yang sangat kuat terhadap kepuasan kerja, diantaranya adalah hirarki kebutuhan Maslow, Teori dua faktor atau motivation-hygiene Herzberg, dan teori distribusi keadilan Lawler (2008) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang menghasilkan intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan. Kondisi ini mengisyaratkan adanya kepuasan para individu dalam organisasi seseorang bertahan dalam usahanya. Hanya individu-individu yang termotivasi yang akan tetap bertahan pada pekerjaan cukup lama untuk mencapai tujuan mereka, dan mereka akan bekerja keras. Usaha keras tersebut disesuaikan dan disalurkan kepada keuntungan organisasi atau perusahaan dengan jalan mengarahkan usaha keras secara konsisten menuju tercapainya tujuan organisasi dan ketekunan.
Kepuasan kerja sangat abstrak dan kompleks, bahkan berpendapat menjadi tak terlukiskan dan mitos (Malik, 2011). Prinsip-prinsip yang mendasari kepuasan kerja dan motivasi berkaitan erat satu sama lain, dan untuk menumbuhkan tempat kerja yang efektif dan produktif dua konsep tidak boleh terpisah (Mowday et al, 1982;. Mathieu dan Zajac, 1990; Bono dkk, 2001;. Koys, 2001; Chen dan Francesco 2003, Greguras et al, 2004;. Tziner et al,. 2008). Pentingnya kedua konsep ini ditekankan dalam Loosemore, Dainty dan Lingard (2003) sebagai erat untuk kesejahteraan industri konstruksi di mana populasi penelitian beroperasi. Koys (2001), Chen dan Francesco (2003) dan Tziner dkk. (2008) menegaskan bahwa keberhasilan relatif dari organisasi telah terikat pada dua motivasi konstruksi kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Selain itu, menurut Locke (1976) kebijakan dan peraturan yang ditetapkan organisasi akan menentukan jenis tugas, dan pekerjaan, beban tugas, tanggung jawab, kesempatan promosi, tingkat gaji, serta kondisi fisik lingkungan kerja. 
Oleh karena itu pegawai akan merasakan kepuasan kerja pada organisasi yang kebijakannya membantu pegawai memperoleh apa yang dibutuhkannya. Berkaitan dengan kepuasan kerja dan komitmen pegawai, kebutuhan sumber daya manusia di kelurahan yang diiringi dengan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks menuntut kinerja kelurahan yang maksimal. Hal ini tentunya didukung dengan kesiapan sumber daya manusia di kelurahan dengan mengisi jabatan di kelurahan dengan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana harapan peraturan perundang-undangan tersebut. Di samping itu sebagian tenaga honorer yang memenuhi kualifikasi untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil diharapkan dapat menambah kuantitas sumber daya manusia di organisasi pemerintahan dan kelurahan pada khususnya.
Perubahan status desa menjadi kelurahan memang belum sepenuhnya sesuai aturan yang diharapkan. Selama berstatus desa, pegawai di kelurahan terdiri dari pegawai honorer yang merangkap jabatan sebagai Kepala Seksi (Kasi) dan unsur Staf (Pelaksana). Seharusnya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah bahwa Lurah di Kelurahan adalah eselon IV.a sementara itu Sekretaris Kelurahan dan Kasi di Kelurahan adalah eselon IV.b yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil. Harapan dalam peraturan tersebut adalah mengisi seluruh kekosongan jabatan di kelurahan dengan Pegawai Negeri Sipil. Menurut pasal 12 peraturan pemerintah RI Nomor 72 tahun 2005 tentang desa disebutkan bahwa pemerintah desa terdiri dari perangkat desa lainnya yang terdiri dari Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan dan unsur kewilayahan. Berkaitan dengan itu menurut pasal 6 dalam peraturan pemerintah RI Nomor 73 Tahun 2005 tentang kelurahan disebutkan bahwa perangkat kelurahan diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas usul Camat.
Namun, pada kenyataannya perangkat kelurahan di Kota X belum semua berstatus PNS karena awalnya terbentuk dari desa dengan sumber daya manusia pegawai berstatus Tenaga Kerja Kontrak (TKK), dan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) . Pegawai TKK dan TKS yang sudah ada sejak berdirinya desa sampai berubah statusnya menjadi kelurahan, harus bekerja di satu lingkungan kelurahan dengan perbedaan gaji yang cukup besar namun dituntut untuk bersama-sama melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian dibutuhkan cara-cara untuk menjaga kebersamaan mereka dalam satu organisasi yang solid. Hal ini sangat penting untuk diketahui agar setiap organisasi mampu memberikan perhatian yang khusus kepada sumber daya manusia dalam perannya sebagai seorang karyawan di organisasi tersebut. Organisasi dituntut untuk menjaga keberadaan pegawai dengan memperhatikan kepuasan kerja pegawai dan diperlukannya komitmen pegawai untuk tetap berada dalam organisasi. Komitmen organisasional pegawai merupakan salah satu faktor penting bagi kelanggengan suatu organisasi. Tanpa adanya komitmen organisasional yang kuat dalam diri individu, tidak akan mungkin suatu organisasi dapat berjalan dengan maksimal.
Berdasarkan uraian di atas walaupun sudah ada beberapa penelitian tentang hubungan kepuasan kerja dan komitmen organisasional, penulis tetap tertarik untuk melakukan penelitian hubungan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi pegawai di kelurahan karena tampaknya pegawai yang berstatus bukan PNS dan mendapat gaji yang rendah pun tetap mau bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya. Penulis ingin mengetahui dengan melihat kemungkinan hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen pegawai. Dari hasil penelitian ini penulis berharap dapat mengungkapkan tingkat kepuasan dan tingkat komitmen organisasi pada pegawai kelurahan se-Kecamatan X.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran para ahli tentang esensi komitmen dan dianggap pentingnya komitmen pegawai bagi suatu organisasi, maka tentu saja perlu diteliti di lapangan bagaimana sebenarnya yang terjadi. Sebagaimana telah dijelaskan di latar belakang masalah, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 
a. Apakah terdapat hubungan antara tingkat kepuasan kerja pegawai Kelurahan se-Kecamatan X Kota X dengan tingkat komitmen mereka terhadap organisasi Kecamatan ?

C Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 
a. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat kepuasan kerja pegawai kelurahan se-Kecamatan X dengan tingkat komitmen pegawai se-Kecamatan X Kota X terhadap organisasi Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun signifikansi penelitian yang dibuat ini antara lain ditujukan untuk : 
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi penulis sendiri dalam menambah wawasan dan mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang ilmu administrasi dan pengembangan sumber daya manusia.
- Hasil penelitian ini secara teoritis dapat menjadi acuan/memberi masukan terhadap penelitian-penelitian sejenis, dalam hal ini tentang kepuasan kerja dan komitmen pegawai. Anggapan bahwa komitmen sangat penting dalam meningkatkan kinerja organisasi dan kepuasan kerja harus diutamakan dalam meningkatkan kesejahteraan pegawai.
- Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan bagi kajian ilmu manajemen sumber daya manusia mengenai perilaku organisasi secara umum
- Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan bagi kajian ilmu manajemen sumber daya manusia mengenai komitmen pegawai secara khusus.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk : 
- Dapat menjadi masukan bagi organisasi kelurahan yang berada di lingkungan Kecamatan X Kota X dalam usaha menciptakan dan meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen pegawainya.

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA USIA, JENIS KELAMIN, DAN MASA KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELAKSANA PT X

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA USIA, JENIS KELAMIN, DAN MASA KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELAKSANA PT X

(KODE : EKONMANJ-0115) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA USIA, JENIS KELAMIN, DAN MASA KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELAKSANA PT X



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peranan utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan dan pelaku aktif dari setiap aktivitas perusahaan. Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan, didalamnya terdiri dari berbagai macam individu yang berasal dari berbagai status yang mana status tersebut berupa pendidikan, jabatan dan golongan, pengalaman dan jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pengeluaran, serta tingkat usia dari masing-masing individu tersebut (Hasibuan, 2000). Perbedaan-perbedaan tersebut akan dibawa ke dalam dunia kerja, sehingga dengan adanya perbedaan tersebut menyebabkan kepuasan kerja berbeda satu sama lainnya, walaupun mereka ditempatkan dalam satu lingkungan kerja yang sama (Aliddin, 2006).
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya, dan sebaliknya (As'ad, 1998). Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek pekerjaan lainnya.
Dessler (1997) mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun organisasi, terutama untuk menciptakan keadaan positif di lingkungan kerja. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
Kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat kompleks karena kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu karakteristik individu, variabel situasional, dan karakteristik pekerjaan. Variabel-variabel yang bersifat situasional meliputi perbandingan terhadap situasi sosial yang ada, kelompok acuan, pengaruh dari pengalaman kerja sebelumnya. Karakteristik pekerjaan meliputi imbalan yang diterima, pengawasan yang dilakukan oleh atasan, pekerjaan itu sendiri, hubungan antara rekan kerja, keamanan kerja, kesempatan untuk memperoleh perubahan status. Karakteristik individu meliputi kebutuhan individu, nilai-nilai yang dianut individu, dan ciri-ciri kepribadian atau faktor demografik, yaitu usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan masa kerja (Sule, 2002).
Menurut Siagian (2006) dalam pemeliharaan hubungan yang serasi antara organisasi dengan para anggotanya, kaitan antara usia karyawan dengan kepuasan kerja perlu mendapat perhatian. Kecenderungan yang semakin terlihat adalah bahwa semakin lanjut usia karyawan, tingkat kepuasan kerja biasanya semakin tinggi. Beberapa alasan untuk menjelaskan fenomena ini antara lain, pertama, bagi karyawan yang sudah agak lanjut usia makin sulit untuk memulai karir baru di tempat lain; kedua, sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan dan cita-cita; ketiga, gaya hidup yang sudah mapan; keempat, sumber penghasilan yang relatif terjamin; kelima, adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang bersangkutan dengan rekan-rekannya dalam perusahaan.
Kebanyakan studi juga menunjukkan suatu hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan umur, sekurangnya sampai umur 60 tahun. Kepuasan kerja akan cenderung terus-menerus meningkat pada para karyawan yang professional dengan bertambahnya umur mereka, sedangkan pada karyawan yang nonprofessional kepuasan itu merosot selama umur setengah baya dan kemudian naik lagi dalam tahun-tahun berikutnya (Robbins dan Judge, 2008).
Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kepuasan kerja, teori ini diungkapkan oleh Glenn, Taylor, dan Wlaver (1997) yang menyatakan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan kerja antara pria dengan wanita, dimana kebutuhan wanita untuk merasa puas dalam bekerja ternyata lebih rendah dibandingkan pria (As'ad, 1995). Adanya perbedaan psikologis antara pria dan wanita menyebabkan wanita lebih cepat puas dibanding pria. Selain itu, pria mempunyai beban tanggungan lebih besar dibandingkan dengan wanita, sehingga pria akan menuntut kondisi kerja yang lebih baik seperti gaji yang memadai dan tunjangan karyawan (Rizal, 2005).
Bukti menunjukkan bahwa masa jabatan dan kepuasan kerja memiliki korelasi yang positif (Robbins dan Judge, 2008). Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang karyawan lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua (Kreitner dan Kinicki, 2003). PT. X merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor agribisnis. Perusahaan ini menjadi lokomotif kemajuan ekonomi di Indonesia yang telah memberi kontribusi positif kepada negara dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu, perusahaan harus terus-menerus meningkatkan produktivitas dan profitabilitas perusahaan sehingga mampu mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional.
Tinggi rendahnya kepuasan kerja karyawan PT. X dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam meningkatkan produktivitas dan profitabilitasnya. Kepuasan kerja karyawan cukup tinggi karena indeks perputaran karyawan (turnover index) rendah. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan. Apabila kepuasan kerja meningkat maka perputaran karyawan menurun, atau sebaliknya, apabila kepuasan kerja rendah biasanya akan mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi (Handoko, 2001).
PT. X merupakan penggabungan dari 3 perusahaan. Penggabungan tiga perusahaan yang dilakukan pada tanggal 14 Pebruari 1996 ini tidak melakukan tindakan PHK terhadap karyawannya yang menyebabkan kelebihan tenaga kerja. Pihak manajemen perusahaan melakukan formasi karyawan untuk memberdayakan semua karyawan yang ada. Hal ini berpengaruh terhadap penerimaan tenaga kerja baru dimana selama beberapa tahun perusahaan tidak membuka lowongan kerja. Keadaan ini menyebabkan karyawan dominan usia tua. Pada tahun 2006 perusahaan mulai membuka penerimaan tenaga kerja baru, itu pun dalam jumlah yang sangat sedikit.
Tenaga kerja perempuan hanya sedikit yang dibutuhkan karena laki-laki dianggap lebih efektif terhadap pekerjaan yang ada pada perusahaan ini. Hal ini disebabkan pekerjaan menuntut jam lembur dan perusahaan sering melakukan dinas luar dimana bagi perempuan dianggap sulit dengan adanya keharusan surat ijin. Selain itu, hari kerja perempuan kurang efektif berhubung kodratnya sebagai perempuan, misalnya cuti haid setiap bulan. Apalagi, sebagian besar karyawan sudah menikah sehingga perempuan kurang fokus di tempat kerja karena tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga.
Dalam hal peningkatan golongan, senioritas bukan hal yang utama karena perusahaan menetapkan dan menerapkan syarat seperti prestasi yang dicapai, usia dan tingkat pendidikan karyawan. Bahkan bagi tenaga kerja yang baru direkrut dapat menempati posisi karyawan pimpinan jika sesuai dengan syarat yang ditentukan perusahaan. 
Jumlah karyawan yang berusia tua lebih banyak daripada yang berusia muda dan karyawan laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Karyawan dengan masa kerja lama lebih banyak daripada karyawan dengan masa kerja baru.
Bertitik tolak dari pentingnya kepuasan kerja dalam kaitannya dengan karakteristik demografik, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : "HUBUNGAN ANTARA USIA, JENIS KELAMIN DAN MASA KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELAKSANA PADA PT. X".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : 
1. Apakah ada hubungan antara usia dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X ?
2. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X ?
3. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X ?

C. Kerangka Konseptual
Karakteristik demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan masa kerja. Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah usia, jenis kelamin dan masa kerja.
Kebanyakan studi menunjukkan suatu hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan umur, sekurangnya sampai umur 60 tahun (Robbins dan Judge, 2008). Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kepuasan kerja, teori ini diungkapkan oleh Glenn, Taylor, dan Wlaver (1997) yang menyatakan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan kerja antara pria dengan wanita, dimana kebutuhan wanita untuk merasa puas dalam bekerja ternyata lebih rendah dibandingkan pria (As'ad, 1995). Bukti menunjukkan bahwa masa jabatan dan kepuasan kerja memiliki korelasi yang positif (Robbins dan Judge, 2008).
Menurut As'ad (2003) kepuasan kerja yaitu perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Konsepsi semacam ini melihat kepuasan sebagai suatu hasil dari interaksi manusia dan lingkungannya. Jadi determinasi semacam ini meliputi perbedaan-perbedaan (individual difference) maupun situasi lingkungan pekerjaan. Disamping itu perasaan seseorang terhadap pekerjaannya tentulah sekaligus refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaanya. Untuk mengukur kepuasan kerja seseorang biasanya dilihat dari besar imbalan, tetapi ini bukan satu-satunya faktor, ada faktor lain seperti pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, kesempatan promosi, hubungan atasan dan bawahan ataupun rekan sekerja, dan supervisi.
Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi yaitu usia, jenis kelamin dan masa kerja dengan kepuasan kerja karyawan maka dibuatlah kerangka konseptual. Karakteristik demografi adalah sebagai variabel bebas (variabel independen) dimana Usia (Xi), Jenis Kelamin (X2), dan Masa Kerja (X3). Kepuasan kerja karyawan adalah variabel terikat (variabel dependen). Indikator dari kepuasan kerja karyawan adalah pekerjaan, imbalan, kesempatan promosi, rekan kerja dan supervisi.

D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, dan kerangka konseptual maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Ada hubungan antara usia dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X.
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X.
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan kepuasan kerja karyawan pelaksana pada PT. X.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin dan Masa Kerja Dengan Kepuasan Kerja Karyawan pelaksana PT. X.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang nantinya dapat dijadikan saran dan masukan dalam penyusunan kebijakan yang lebih baik untuk meningkatkan hasil kerja melalui kepuasan kerja yang optimal.
b. Bagi Peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan referensi yang memberikan tambahan ilmu pengetahuan, perbandingan, dan pengembangan penelitian di bidang sumber daya manusia yang akan datang.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan kesempatan yang baik bagi penulis untuk dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjalani perkuliahan dan memperluas wahana berpikir ilmiah dalam bidang manajemen sumber daya manusia.

SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)

SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)

(KODE : EKONMANJ-0114) : SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik keunggulan untuk bersaing dengan organisasi lain maupun untuk tetap dapat survive. Suatu perusahaan untuk mencapai keunggulan tersebut harus meningkatkan kinerja individual karyawannya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan (Daft, 2002 : 173). Kinerja yang baik menuntut karyawan untuk berperilaku sesuai yang diharapkan oleh perusahaan. Perilaku yang menjadi tuntutan perusahaan saat ini tidak hanya perilaku in-role yaitu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas yang ada dalam job description, tetapi juga perilaku extra-role yaitu kontribusi peran ekstra untuk menyelesaikan pekerjaan dari perusahaan. Perilaku extra-role ini disebut juga dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Dasar kepribadian untuk OCB merefleksikan ciri karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian, dan bersungguh-sungguh. Dasar sikap mengidentifikasikan bahwa karyawan terlibat dalam OCB untuk membalas tindakan organisasi. Dimensi kepuasan kerja, dan komitmen organisasi berhubungan dengan OCB (Luthans, 2006 : 251). Kepuasan kerja dan komitmen organisasi merupakan faktor penting dalam mewujudkan OCB.
PT. Jamsostek (Persero) sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. PT Jamsostek (Persero) dapat menjadi lembaga penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja terpercaya dan terdepan, diharapkan dapat mengutamakan pelayanan prima dan memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh peserta. Karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X dalam mencapai keberhasilan tersebut dituntut memberikan kontribusi peran ekstra atau OCB dalam melaksanakan pekerjaan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, masih diperoleh adanya tindakan-tindakan indisipliner yang dilakukan sebagian kecil karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X diantaranya terdapat karyawan yang terlambat masuk jam kerja, pada saat jam kerja karyawan berbincang-bincang melalui telepon atau mengobrol dengan karyawan lain dengan santai yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, merokok saat jam kerja dan adanya karyawan yang bermain games di komputer atau browsing di situs jejaring sosial untuk mengisi waktu. Hal tersebut sebagai bukti masih rendahnya kontribusi peran ekstra atau OCB dalam diri sebagian kecil karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
Karyawan yang dapat diandalkan oleh perusahaan adalah karyawan yang puas terhadap kerjanya, sehingga mereka memiliki OCB yang tinggi terhadap perusahaan yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan. Salah satu faktor penyebab terjadinya turnover yang tinggi dapat dilihat dari tingkat kepuasan kerja karyawan. Robbins (2003 : 104) mengungkapkan terdapat hubungan negatif antara kepuasan kerja dan pergantian karyawan {turnover). Ini berarti pergantian karyawan {turnover) yang kecil mengindikasikan kepuasan kerja karyawan yang tinggi.
Rata-rata pergantian karyawan (turnover) per tahun relatif kecil yaitu 0.4% pada tahun 2007 dan -0,4% pada tahun 2008. Peneliti menduga kepuasan kerja karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X relatif tinggi karena turnover yang relatif kecil.
Selain kepuasan kerja, perusahaan juga harus memiliki karyawan yang loyal terhadap perusahaan yaitu karyawan yang berusaha membantu perusahaan demi mencapai tujuannya. Sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan inilah yang disebut dengan komitmen organisasi (Luthans, 2006 : 249). Komitmen organisasi yang tinggi di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X terlihat pada karyawan dimana sebagian besar karyawannya memiliki masa kerja yang lama. Dari data penelitian dapat dilihat bahwa 28,6% dari total karyawan, masa kerjanya di atas 10 tahun dan 42,8% di atas 15 tahun. Peneliti menduga bahwa sebagian besar karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang X berkomitmen tinggi. Griffin (2004 : 16) menyatakan bahwa karyawan yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih lama di dalam organisasi dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja. Perilaku tersebut berarti bahwa karyawan yang berkomitmen tinggi memilih untuk lebih lama tinggal di perusahaan.
Komitmen organisasi dapat juga dilihat dari sedikitnya jumlah kemangkiran karyawan. Bukti riset memperlihatkan terdapat hubungan negatif antara komitmen organisasi dengan kemangkiran maupun tingkat keluar masuknya karyawan (Robbins, 2003 : 92), yang berarti komitmen organisasi tinggi dapat terlihat dari jumlah kemangkiran yang kecil. Absensi untuk mangkir, sama sekali tidak ada (nol). Peneliti menduga bahwa komitmen organisasi tinggi di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
Para pakar organisasi menyimpulkan pentingnya OCB bagi keberhasilan sebuah organisasi, karena OCB menimbulkan dampak positif bagi organisasi, seperti meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan kinerja kelompok, dan menurunkan tingkat turnover. Pentingnya OCB secara praktis adalah pada kemampuannya untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas, dan kreativitas organisasi melalui kontribusinya dalam transformasi sumber daya, inovasi dan adaptabilitas (Organ, 1988; Podssakoff, Mackenzie, Paine, and Bacharach, 2000; William and Anderson, 1991) dikutip dalam Brahmana & Sofyandi (2007).
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian berdasarkan uraian diatas dengan judul "ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG X".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : "Apakah kepuasan kerja dan komitmen organisasi mempunyai hubungan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X ?"

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
2. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan dalam penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya : 
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang X.
b. Bagi Penulis
Penelitian ini memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dalam bidang manajemen sumber daya manusia serta memberikan suatu pembelajaran yang lebih mengenai kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
c. Bagi Pihak lain
Manfaat penelitian ini bagi pihak lain adalah sebagai bahan referensi dan bahan perbandingan bagi penulis lain dalam melakukan penelitian yang sejenis di masa yang akan datang.

SKRIPSI STUDI KORELASIONAL ANTARA PENGARUH KOMUNIKASI ORGANISASI FORMAL DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT X

SKRIPSI STUDI KORELASIONAL ANTARA PENGARUH KOMUNIKASI ORGANISASI FORMAL DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT X

(KODE : ILMU-KOM-0069) : SKRIPSI STUDI KORELASIONAL ANTARA PENGARUH KOMUNIKASI ORGANISASI FORMAL DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT X



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. la ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi.
Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan umat manusia. Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri, begitu juga halnya bagi suatu organisasi. Dalam mencapai suatu organisasi yang efektif salah satu faktor penentu dan sangat diperlukan adalah proses komunikasi. Komunikasi merupakan proses yang tidak dapat dihindari oleh setiap anggota organisasi.
Komunikasi penting bagi suatu organisasi karena komunikasi merupakan alat utama bagi anggota organisasi untuk dapat bekerja sama dalam melakukan aktivitas manajemen, yaitu untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sumberdaya manusia merupakan salah satu sumberdaya yang terpenting, manusia sebagai tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat menentukan terhadap keberhasilan untuk mencapai tujuan organisasi.
Karyawan atau pegawai suatu organisasi sudah mendapatkan imbalan materi dari tempatnya bekerja, namun belum tentu merupakan jaminan untuk mencapai kepuasan kerja yang baik untuk pencapaian tujuan organisasi tersebut, karena hubungan kerja memiliki banyak sisi dan lingkup yang terjadi dalam berbagai bidang. Di samping itu juga situasi kerja dapat mempengaruhi sikap dan cara kerja karyawan, karena karyawan itu datang dari berbagai latar belakang yang mempunyai motif dan tujuan yang beraneka ragam.
Seringkali suatu organisasi mengalami beragam kesulitan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Padahal, organisasi tersebut ditunjang sumberdaya yang handal. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi, antara lain kelancaran komunikasi.
Komunikasi-komunikasi yang terjadi dalam organisasi berpengaruh dalam kepuasan kerja dari karyawan-karyawan yang terlibat dalam organisasi tersebut. Kepuasan kerja merupakan respon seseorang (sebagai pengaruh) terhadap bermacam-macam lingkungan kerja yang dihadapinya. Termasuk ke dalam hal ini respon terhadap komunikasi organisasi, supervisor, kompensasi, promosi, teman sekerja, kebijaksanaan organisasi dan hubungan interpersonal dalam organisasi. Semua variabel komunikasi berhubungan dengan bermacam-macam aspek kepuasan kerja.
Kepuasan kerja berbeda-beda bagi setiap karyawan. Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga ketika perusahaan merasa sudah memberikan gaji yang cukup, perusahaan merasa bahwa karyawannya sudah puas. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak mutlak dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.
Biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa, asal-asalan dan dapat merugikan perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, produktivitas pun akan meningkat, kinerja lebih baik, dan suasana lingkungan kerja akan menyenangkan. Suasana lingkungan kerja yang menyenangkan akan menciptakan komunikasi yang baik antar karyawan sehingga tujuan dan target perusahaan dapat tercapai.
PT. X adalah salah satu perusahaan outsource yang menjadi pilihan banyak perusahaan dalam menyediakan tenaga kerja. PT. X memiliki sebuah paket layanan yang disebut Integrated Business Supporting Service Management yang sudah dipercaya oleh banyak perusahaan BUMN maupun swasta untuk mendukung departemen Pelayanan Pelanggan perusahaan-perusahaan mulai dari penyediaan tenaga kerja, pengelolaannya, sampai dengan menjaga kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan mereka. Dan sejak tahun 2003 salah satu klien terbesar PT. X adalah PT. PLN (Persero) yang sudah memberikan kepercayaan penuh untuk penyediaan dan pengelolaan bagian Customer Service PT. PLN (Persero) di 35 area pelayanan.
Saat ini PT. Telkomsel juga mempercayakan PT. X untuk menyediakan tenaga kerja yang di tempatkan di Call Center PT. Telkomsel. PT. Telkomsel sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi yang tetap eksis dan berkembang berdiri pada 26 Mei 1995. PT. Telkomsel memiliki jaringan network terbesar di seluruh Indonesia yang meliputi propinsi, kabupaten dan sudah mencapai kecamatan di seluruh Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Layaknya suatu organisasi, komunikasi yang terjadi dalam lingkungan kerja karyawan PT. X, khususnya karyawan PT. X yang ditempatkan di Call Center Telkomsel X, meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal yang terjadi dalam setiap meeting group yang dilaksanakan setiap sebulan sekali antara team leader dengan Caroline officer. Dalam meeting tersebut, team leader melakukan komunikasi vertikal ke bawah. Komunikasi vertikal ke bawah yang digunakan adalah metode lisan dan tulisan. Untuk metode tulisan, disampaikan melalui memo, dan panduan pelaksanaan pekerjaan.
Komunikasi vertikal ke atas yang terjadi dalam meeting group oleh Caroline officer adalah dengan menyampaikan keluhan yang dialaminya sendiri dalam lingkungan kerja maupun menyampaikan keluhan yang diterima Caroline officer dari costumer. Dalam meeting group tersebut, juga terjadi komunikasi horizontal antar Caroline officer dengan Caroline officer dan antara team leader dengan team leader. Dalam meeting group tersebut juga dibahas mengenai kepuasan kerja antara lain mengenai gaji, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, kualitas supervisi, kualitas hubungan antar pribadi dengan atasan, bawahan dan sesama serta jaminan sosial
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana pengaruh komunikasi organisasi formal, baik komunikasi vertikal maupun komunikasi horizontal pada kegiatan meeting group dalam meningkatkan kepuasan kerja di kalangan karyawan PT. X.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:
"Sejauh manakah komunikasi organisasi formal berpengaruh dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan di PT. X ?"

C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian terlalu luas sehingga menghasilkan uraian yang sistematis, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih jelas, terarah, sehingga tidak mengaburkan penelitian.
Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
a. Penelitian difokuskan pada jaringan komunikasi formal dalam organisasi yang mencakup komunikasi vertikal (komunikasi ke bawah dan komunikasi ke atas) dan komunikasi horizontal yang berlangsung antara karyawan di PT. X.
b. Komunikasi organisasi formal yang dimaksud adalah komunikasi yang berlangsung pada kegiatan meeting group yang dilaksanakan setiap bulan oleh karyawan PT. X.
c. Kepuasan kerja yang dimaksud adalah kepuasan kerja dari segi faktor hygiene
d. Objek penelitian adalah karyawan PT. X yang di tempatkan X sebagai Caroline officer dan team leader.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian yang akan menguraikan apa yang akan dicapai, disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian tersebut.
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui kegiatan komunikasi organisasi formal dalam kegiatan meeting group karyawan PT. X.
b. Untuk mengetahui kepuasan kerja karyawan PT. X.
c. Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh komunikasi organisasi formal terhadap peningkatan kepuasan kerja karyawan di PT. X.
2. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dalam penelitian ini adalah :
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan pengetahuan mengenai Ilmu Komunikasi, khususnya jaringan komunikasi formal dalam organisasi.
b. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada Departemen Ilmu Komunikasi untuk menambah dan memperkaya bahan referensi dan bahan penelitian serta sumber bacaan.
c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan berupa pengukuran terhadap kinerja karyawan, khususnya dalam pelaksanaan komunikasi organisasi formal dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan PT. X.