Search This Blog

Showing posts with label contoh tesis manajemen pendidikan islam. Show all posts
Showing posts with label contoh tesis manajemen pendidikan islam. Show all posts
TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA

TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA

(KODE : PASCSARJ-0227) : TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan (leadership) merupakan pembahasan yang selalu menarik, karena ia merupakan salah satu faktor penting dan menentukan keberhasilan atau gagalnya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Pentingnya hal itu ditandai dengan berlangsungnya berbagai jenis kegiatan pelatihan (training) kepemimpinan, terutama bagi individu yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin suatu organisasi atau lembaga. Dan sangat maklum bahwa setiap organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pimpinan tertinggi (pimpinan puncak) dan atau manajer tertinggi (top manajer) yang harus menjalankan kepemimpinan dan manajemen.
Setiap organisasi apapun jenisnya pasti memiliki seorang pemimpin yang harus menjalankan kepemimpinan (leadership) dan manajemen (management) bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan. Dalam organisasi sekolah seorang pemimpin disebut dengan kepala sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menjalankan pendidikan di sekolah seorang Kepala sekolah harus bisa menjalankan proses pembelajaran dengan baik dan benar. Artinya seorang Kepala sekolah harus mampu membawa perubahan, karena perubahan adalah tujuan pokok dari kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan suatu yang wajib dalam kehidupan sekolah agar menjadi teratur dan keadilan bisa ditegakkan. Kepemimpinan juga dapat dikatakan penting apabila mampu memanfaatkan dan mengelola potensi setiap anggota dengan cara yang tepat. Maka dari seorang pemimpin dalam mengendalikan kepemimpinannya harus mendorong prilaku positif dan meminimalisir prilaku yang negatif, menguasai sepenuhnya masalah-masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar di sekolah baik itu terjadi pada guru, siswa, kurikulum dan pengembangan pembelajaran dan lain-lain, dan sekaligus mencari pemecahan (solution) dari masalah-masalah yang terjadi, mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya serta memanfaatkannya untuk kepentingan sekolah, mencanangkan strategi yang tepat untuk menggerakkan ke arah tujuan yang ingin dicapai, dan terakhir adalah membimbing, melatih, dan mengasah setiap anggota dan yang lebih penting lagi adalah seorang pemimpin adalah bukan permainan ego.
Untuk menjadikan sekolah menjadi lebih maju, kepala sekolah sebagai pemimpin tentunya harus berani untuk melakukan pengembangan dan perubahan di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Perubahan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternalnya. Untuk itu maka perlu dilakukan perubahan di lingkungan internal sekolah dulu agar sekolah akan lebih responsif dan kompetitif dalam menghadapi perubahan.
Untuk menghadapi berbagai perubahan dan persaingan, diperlukan kekuatan dalam internal sekolah baik dalam segi sumber daya manusia maupun mental, serta kekuatan strukturalnya. Dengan demikian ilmu pengetahuan serta penguasaan terhadap teknologi dan informasi menjadi sangat penting dalam rangka mengembangkan program-program yang memiliki tingkat daya saing sekolah yang patut dibanggakan. Karena jika tidak maka tidak akan mampu menghadapi perubahan dan persaingan global yang semakin kompetitif. 
Para pemimpin yang bermaksud melakukan perubahan dalam kelompok atau organisasinya menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard seperti yang dikutip Mas'ud Said perlu memiliki keterampilan, pengetahuan dan pelatihan sedikitnya dalam dua bidang, yaitu : Pertama diagnosis. Kemampuan ini setidaknya mewakili kemampuan mengidentifikasi sudut pandang, mengidentifikasi masalah secara umum, dan kemudian menganalisis, dan yang Kedua adalah Penerapan, yaitu mengidentifikasi alternatif pemecahan dan strategi penerapan yang tepat bagi organisasi.
Oleh karena itu, kemampuan seorang pemimpin efektif bukan hanya dituntut kepintarannya dalam membaca situasi sekelilingnya, dengan kata lain Pemimpin selain dituntut untuk memiliki kharisma dan kecerdikan memahami lingkungannya, namun juga dibutuhkan kecerdasan yang tinggi untuk dapat memecahkan secara riil berbagai macam persoalan terutama yang terkait dengan perubahan-perubahan sekitarnya.
Di antara beberapa persoalan atau masalah yang bisa timbul di lingkungan sekolah, yaitu bagaimana Kepala Sekolah sebagai seorang Pemimpin dalam mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di sekolah agar memiliki kualitas dan daya saing, serta mampu menciptakan sikap-sikap dan tingkah laku sesuai dengan ajaran Islam yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga dan masyarakat.
Program ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan pengetahuan, pengembangan, bimbingan, dan pembiasaan siswa agar memiliki kemampuan dasar penunjang. Kegiatan-kegiatan dalam program ekstrakurikuler diarahkan dalam upaya memantapkan pembentukan kepribadian siswa. Dalam hal pendidikan agama Islam, kegiatan ini dikemas melalui aktivitas shalat berjamaah, shalat Jum'at, upacara hari besar Islam, kesenian bernafaskan Islam dan berbagai kegiatan sosial keagamaan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran sekolah.
Dalam pengembangan kegiatan ekstrakurikuler perlu diciptakan suasana yang kondusif, yaitu terwujudnya kondisi penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dan suasana pergaulan di lingkungan sekolah.
Terkait dengan pendidikan agama Islam di sekolah, maka kegiatan ekstrakurikuler adalah berbagai kegiatan yang diadakan dalam rangka memberikan jalan bagi siswa untuk dapat mengamalkan ajaran agama Islam yang diperolehnya melalui kegiatan belajar di kelas, serta untuk mendorong pembentukan pribadi mereka sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama Islam.
Kegiatan ekstrakurikuler pada dasarnya adalah merupakan suatu lingkungan organisasi yang dapat mempengaruhi para siswa untuk melakukan interaksi sosial dengan sesamanya. Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler sesungguhnya akan memberikan sumbangan yang berarti bagi siswa untuk mengembangkan minat baru, menanamkan tanggung jawab sebagai warga negara melalui pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan kerja sama serta terbiasa dengan kegiatan-kegiatan mandiri.
Keterlibatan siswa dalam suatu kegiatan ekstrakurikuler biasanya didorong atas keinginan yang dipengaruhi oleh faktor intern siswa, yaitu minat terhadap sesuatu kegiatan. Sehingga melalui kegiatan yang diikutinya ini mereka akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mempelajari lebih lanjut hal-hal yang disenangi dan bermanfaat bagi dirinya.
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah pada umumnya memang cukup diminati oleh para siswa, namun hal ini biasanya hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan sosial semata, lain halnya jika kita membicarakan kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan pendidikan agama Islam. Kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam yang pada prinsipnya dilaksanakan untuk memberikan jalan bagi siswa agar dapat mengamalkan ajaran agama yang diperolehnya, serta untuk mendorong pembentukan pribadi mereka sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama hanyalah sebagai angan-angan belaka.
Keikutsertaan para siswa dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan biasanya baru terlihat antusias hanya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat perayaan saja, seperti peringatan Maulid Nabi, Isra' mi'raj dan peringatan-peringatan lainnya yang hanya bersifat seremonial saja, namun setelah perayaan-perayaan itu berlalu tidak tercermin terbentuknya kepribadian yang sesungguhnya diharapkan melalui kegiatan tersebut.
Realitas tersebut di atas sesungguhnya juga disebabkan oleh mayoritas kepala sekolah sebagai pimpinan belum memiliki kualitas, kompetensi, dan profesionalitas yang memadai baik dalam manajemen, wawasan kurikulum, keterampilan, inovasi, serta kreasi. Begitu pula pemahaman kepala sekolah yang rendah terhadap visi dan misi sekolah yang dipimpinnya atau bahkan kepala sekolah tidak tahu apa visi misi sekolah dan tidak memahami benar arti visi dan misi sekolah serta bagaimana mewujudkannya.
Oleh karena itu, harus ada upaya untuk memberdayakan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalam memimpin sekolah. Hal ini dilakukan disebabkan oleh karena kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru-guru dan karyawan sekolah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan di sekolah di tentukan oleh kepala sekolah itu sendiri.
Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peran sangat besar dalam mengembangkan semua kegiatan baik dalam bentuk kegiatan intra kurikuler dan ekstra kurikuler. Oleh sebab itu, ia harus yakin bahwa anggota sekolahnya memerlukan standar, harapan dan kinerja bermutu tinggi. Selain itu, ia harus yakin bahwa visi sekolah harus menekankan standar pelajaran yang tinggi. Ia juga perlu yakin perlunya menempuh resiko yang nalar untuk mengembangkan mutu sekolahnya dengan menggunakan pengaruh jabatan secara produktif untuk melayani peserta didik dan keluarganya.
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai salah satu pemimpin pendidikan. Hal ini karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menyadari hal tersebut setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan baik secara terarah, terencana, dan berkesinambungan untuk mengembangkan kualitas pendidikan. Kepala sekolah juga bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya serta pemeliharaan sarana prasarana sekolah. Oleh karena itu, menjadi kepala sekolah yang profesional dan bertanggungjawab tidaklah mudah, banyak hal yang harus dipahami, banyak masalah yang harus dipecahkan, serta banyak strategi yang harus dikuasai.
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah karena merupakan pemimpin di lembaganya, maka ia harus mampu membawa lembaganya ke arah tercapainya tujuan yang ditetapkan, ia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan global yang lebih baik. Kepala sekolah dalam hal ini hendaknya dipandang sebagai suatu tokoh yang memegang tampuk pimpinan sekolah yang mempunyai kuasa menentukan kehidupan sekolah yang lebih baik. Tugas kepala sekolah tersebut mencakup peran sebagai : edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator.
Salah satu lembaga pendidikan menengah yang terus berupaya menerapkan teori-teori kepemimpinan kepala sekolah tersebut di atas adalah SMA X. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga pendidikan yang notabene sekolah umum, namun dalam praktik-praktik keagamaan selalu menjadi prioritas utama. Salah satu hal yang membanggakan adalah setiap waktu sholat di sekolah wajib hukumnya setiap siswa didampingi guru-guru mereka melakukan sholat jamaah dan Kultum (kuliah tujuh menit) yang dilakukan baik oleh guru dan siswa di Masjid Raya X.
Dalam kurun waktu tujuh tahun ini ada beberapa kegiatan yang sangat diacungi jempol sebagai bentuk pengembangan kepribadian siswa di SMA X adalah antara lain pelatihan Dai muda yang diselenggarakan antara pihak sekolah dan Pengurus Muhammadiyah baik di daerah maupun Pusat. Di antara kegiatan tersebut di atas, ada sederetan prestasi yang telah dicetak baik ditingkat regional dan nasional terutama dalam bidang keagamaan seperti Lomba Pidato, Musabaqoh tilawatil Qur'an, menulis Kaligrafi, dan lain-lain. Begitu juga dengan prestasi guru banyak di ukir seperti Guru berprestasi tingkat kota X. Hal demikian disebabkan oleh karena para guru SMA X selalu dilatih untuk berinovasi dan selalu ada motivasi kepala sekolah, terutama di dalam proses pembelajaran berlangsung di kelas selalu dimonitoring oleh kepala sekolah sehingga persiapan dan penguasaan guru dalam pelajaran betul-betul dikuasai.
Keberhasilan lembaga pendidikan ini, banyak ditiru oleh sekolah-sekolah lain terutama dalam kegiatan-kegiatan ibadah dan kegiatan lainnya yang selalu memperoleh prestasi yang patut dibanggakan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah di SMA X sangat baik, namun di sisi lain penulis melihat adanya kesenjangan antara SMK X yang satu yayasan dengan SMA X baik dari segi kegiatan intra dan ekstra, serta prestasi-prestasi yang diperoleh oleh SMA X.
Berkaitan dengan keberhasilan yang telah diraih oleh SMA X, tentunya tidak lepas dari berbagai faktor yang melatarbelakanginya diantaranya sarana dan prasarana yang memadai, bobot kurikulum, sumberdaya manusianya terutama kepemimpinan kepala sekolah dan tidak kalah pentingnya adalah sumberdaya guru yang membimbing serta mengarahkan siswa dalam proses belajar mengajar.
Adapun setelah melakukan studi pendahuluan di SMA X di dapatkan ada beberapa jenis kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam yang diterapkan di sekolah yaitu : Tadarus al-Qur'an, praktik Ibadah, sholat berjamaah dan Kultum (kuliah tujuh menit), kajian keislaman, kemah ilmiah remaja, dan pengkaderan dai muda.
Berdasarkan konsep dan realitas yang ada, penulis tertarik untuk melakukan kajian ilmiah tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam.. Bagaimana seorang kepala sekolah sebagai seorang pemimpin mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan agama Islam, bagaimana strategi kepala sekolah dalam mengatasi hambatan pelaksanaan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam di sekolah, sehingga mendorong para siswa, dan guru untuk berprestasi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah baik dalam kegiatan intra dan ekstrakurikuler. Dalam penelitian ini juga sebagai umpan balik bagi program penerapan yang telah diterapkan di SMA X itu sendiri maupun untuk bahan kajian dan perbandingan sebagai upaya-upaya penerapan di sekolah lain.

B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X ?
2. Bagaimana Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X ?
3. Bagaimana Strategi Kepala Sekolah dalam mengatasi hambatan-hambatan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X
2. Mendeskripsikan Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X
3. Untuk mengetahui Strategi Kepala Sekolah dalam mengatasi hambatan-hambatan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tentang manajemen kegiatan ekstrakurikuler ini antara lain adalah : 
1. Secara teoritis.
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu tambahan khazanah ilmu pengetahuan khususnya menyangkut kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam.
b. Diharapkan hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi kajian lebih lanjut tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam.
c. Diharapkan bagi pemerintah dan praktisi pendidikan, dapat dijadikan rujukan dalam penerapan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam.
2. Secara praktis.
a. Penelitian ini akan dapat memberikan kontribusi bagi lembaga yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal.
b. Menjadi sumber informasi bagi peneliti lain dari semua pihak yang berkepentingan.
c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi sekolah dalam usaha peningkatan kegiatan dan prestasi sekolah baik oleh guru dan siswa.
d. Masukan pemikiran bagi penelitian lebih lanjut terutama bagi peneliti yang menekuni kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam. 

TESIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI MTSN

TESIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI MTSN

(KODE : PASCSARJ-0225) : TESIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI MTSN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan sebuah sistem yang memiliki tujuan. Berkaitan dengan upaya mewujudkan tujuan itu, maka antara komponen yang satu dengan komponen yang lain harus berjalan dengan baik dan seimbang. Ali Imron, dkk menegaskan bahwa guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan program pendidikan, yang pasti peningkatan mutu pendidikan tidak mungkin ada tanpa adanya peningkatan kualitas performansi gurunya. Peningkatan mutu performa guru mutlak dilakukan secara terus menerus dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. 
Sekolah yang kurang pemeliharaannya kadang-kadang kelihatan kumuh, hal ini akan berpengaruh pada proses belajar-mengajar. Sebaiknya sekolah yang benar-benar memenuhi syarat keberhasilan, keindahan, kesehatan, ketertiban dan keamanan akan mempunyai pengaruh positif terhadap proses pendidikan dan keadaan itu sendiri akan memberikan pengaruh yang positif kepada para siswa.
Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, seperti : pemantapan pelaksanaan kurikulum, peningkatan jumlah, jenis dan kualitas tenaga kependidikan, peningkatan jumlah, jenis dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan. Agar semua upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai maka kegiatan-kegiatan menuju tercapainya tujuan tersebut perlu ditunjang oleh layanan manajemen/pengelolaan yang teratur dan memadai.
Demikian juga peningkatan jumlah, jenis, serta kualitas sarana dan prasarana pendidikan baik pendidikan dalam sekolah, maupun luar sekolah harus ditunjang oleh perangkatan pelayanan manajemen sarana dan prasarana yang tertib sehingga dapat mencapai tiga aspek kegunaan, yaitu hasil guna, tepat guna dan daya guna. Jika sarana dan prasarana pendidikan sudah memenuhi ketiga aspek kegunaan maka diharapkan kualitas pendidikan dapat diwujudkan sesuai dengan harapan.
Gedung sekolah/madrasah yang mempunyai ruang-ruang belajar yang memenuhi syarat. Jelas lebih memberikan kemungkinan kepada siswa untuk belajar lebih enak dibandingkan dengan ruang belajar yang sempit, udara yang kurang lancar sirkulasinya dan cahaya yang kurang memenuhi syarat. Demikian juga tata ruang baca perpustakaan, ruang bimbingan dan penyuluhan dengan demikian jelas bahwa peralatan akan membantu dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah/madrasah.
Pengadaan alat-alat belajar selain gedung tidak kalah pelik dan mahal jika dibandingkan dengan pengadaan tempat belajar tersebut. Peralatan laboratorium ada yang harganya mahal sekali. Akan tetapi juga ada peralatan yang sangat murah sekali seperti papan tulis, kapur tulis, dan anehnya peralatan tersebut kurang diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Hal yang kecil tersebut akan mempunyai pengaruh besar dalam proses belajar mengajar.
Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pengadaan alat-alat sekolah secara keseluruhan sebenarnya tidak sulit, yang terjadi selama ini adalah yayasan/sekolah/madrasah kurang memperhatikan unsur-unsur perencanaan atau ada perencanaan tetapi kurang teliti. Orang Islam Indonesia biasanya mempunyai kelemahan dalam perencanaan, selain itu juga kurang memperhatikan segi ketelitian dalam pemeliharaan alat-alat tersebut. Kelemahan dalam perencanaan maupun kelemahan dalam pemeliharaan pasti mempunyai dampak negatif terhadap kualitas pendidikan di sekolah. Hal ini disebabkan penguasaan teori-teori tentang peralatan memang kurang dikuasai dengan baik.
Guru merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Namun bukan berarti keberadaan unsur-unsur lain tidak begitu penting bagi peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Guru memerlukan adanya layanan yang profesional di bidang sarana dan prasarana dalam menerapkan kemampuan yang secara maksimal. Oemar Hamalik menyebutkan "Dengan demikian sudah jelas bahwa di samping dibutuhkannya guru-guru yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang lebih memadai, juga diperlukan cara-cara bekerja dan sikap yang baru, peralatan yang lengkap, dan sistem administrasi yang lebih teratur”.
Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai disertai pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting dan utama dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah, untuk itu perlu dilakukan peningkatan dalam pendayagunaan dan pengelolaannya agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dewasa ini masih sering ditemukan banyak sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki oleh sekolah yang diterima sebagai bantuan, baik dari pemerintah maupun masyarakat yang tidak optimal penggunaannya dan bahkan tidak dapat lagi digunakan sebagaimana fungsinya. Hal itu disebabkan antara lain oleh kurangnya kepedulian terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki serta tidak adanya pengelolaan yang memadai. Seiring dengan perubahan pola pemerintahan setelah diberlakukannya otonomi daerah maka pola pendekatan manajemen sekolah/madrasah berubah, yakni lebih bernuansa daerah. Dengan adanya otonomi sekolah ini diharapkan sekolah dapat mengelola masing-masing sekolahnya dengan baik, terutama dalam manajemen sarana dan prasarananya.
Untuk mewujudkan mengatur sarana dan prasarana, maka pemerintah melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa; (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, dan (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Zahara Idris dalam bukunya Pengantar Pendidikan bahwasanya "Dewasa ini semakin dirasakan pentingnya sarana dan prasarana pendidikan dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan yang dirumuskan". Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa pendidikan merupakan kegiatan komunikasi yang intinya adalah penyampaian dan atau pertukaran pesan terhadap peserta didik. Sarana pendidikan dipandang mampu membantu keberhasilan proses pendidikan. Selain itu, sarana pendidikan mempermudah proses belajar mengajar.
Hal di atas menjadi salah satu faktor penghambat kualitas pendidikan di sekolah. Sebab para ahli pendidikan mengungkapkan bahwa pendidikan dikatakan berkualitas jika faktor pendukungnya juga berkualitas. Faktor-faktor tersebut adalah pendidik, peserta didik, tujuan pendidikan, alat-alat pendidikan dan lingkungan. Jadi cukup jelas bahwa alat (sarana dan prasarana) pendidikan merupakan faktor penting dalam tujuan pendidikan selain faktor-faktor lainnya. Karena dengan alat (sarana dan prasarana) pendidikan yang ter manage dengan baik maka dapat meningkatkan produktivitas pendidikan, sehingga pendidikan akan lebih dinamis, pengajaran lebih mantap dan penyajian lebih luas.
Akan tetapi yang menjadi problem sekarang ini menurut Muhaimin adalah bahwa madrasah sebagian besar proses dan hasil pendidikannya masih relatif memprihatinkan terutama dalam rangka mencapai standar kualitas pendidikan secara nasional maupun Internasional. Hal ini dikarenakan tidak adanya profesionalitas dalam manajemen madrasah, serta belum banyak didukung oleh sumber daya internal, baik dalam pengembangan program pendidikan (kurikulum), sistem pembelajaran, sumber daya manusia, sumber dana maupun fasilitas yang memadai.
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor pendidikan yang keberadaannya sangat mutlak dalam proses pendidikan, hal ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana pendidikan tersebut tidak bisa dipisahkan dari faktor lainnya. Sebagaimana pendapat Mansur dalam bukunya Metodologi Pendidikan Agama Islam yang dikutip oleh Suharsimi yang menyebutkan bahwa "Kegiatan belajar mengajar di kelas memerlukan sarana atau fasilitas yang sesuai dengan kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan murid. Fasilitas yang tersedia turut menentukan pilihan metode mengajar".
Proses belajar mengajar akan semakin efektif dan berkualitas bila ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai. Proses belajar mengajar merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh guru dan siswa dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan demikian tanpa adanya sarana dan prasarana pendidikan dapat dikatakan proses pendidikan kurang berarti. Untuk memaksimalkan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan secara optimal maka perlu adanya suatu manajemen agar tujuan pendidikan yang dirumuskan dapat tercapai secara sempurna.
Dengan adanya manajemen sarana dan prasarana pendidikan akan mampu akan mendayagunakan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien. Menurut Ali Imron, dkk "Tujuan manajemen sarana dan prasarana secara umum adalah untuk memberikan layanan secara profesional dibidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka terselenggarakannya pendidikan secara efektif dan efisien".
Madrasah Tsanawiyah X merupakan madrasah negeri yang menuju pada madrasah bertaraf Internasional. Sekolah ini sedang merencanakan beberapa program dalam rangka pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana menuju madrasah bertaraf Internasional, mulai dari proses pengadaan sarana dan prasarana, pembenahan sarana dan prasarana yang dimiliki serta perbaikan manajemen sarana dan prasarana di MTsN X lebih ditingkatkan lagi sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan. Dalam fasilitas sarana MTsN X merupakan lembaga yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap diantaranya : gedung madrasah yang nyaman, letak yang strategis, mushola yang memenuhi standar, perpustakaan yang lengkap serta pembelajaran berbasis IT yang sekarang masih dalam proses pelaksanaan.
Madrasah Tsanawiyah Negeri X ini merupakan madrasah yang letak geografisnya berada di daerah pedesaan bahkan dekat dengan pegunungan. Walaupun demikian, madrasah ini tidak kalah maju dengan madrasah-madrasah/sekolah-sekolah yang berada di daerah perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari minat siswa yang ingin bersekolah di madrasah tersebut, prestasi yang membanggakan, dan tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap. Sarana dan prasarananya selalu siap pakai untuk proses belajar-mengajar maupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan di madrasah. Dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap, maka madrasah ini dapat mengikuti perkembangan zaman.
Berdasarkan realitas di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana manajemen sarana dan prasarana pendidikan yang dilakukan oleh MTsN X sebagai salah satu lembaga rintisan madrasah bertaraf Internasional di X. Maka dari itu peneliti mengambil judul "MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI MTsN X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan yang menurut peneliti perlu untuk diteliti, permasalahan-permasalahan tersebut sebagai berikut : 
1. Bagaimana manajemen sarana dan prasarana dalam meningkatkan kualitas pendidikan di MTsN X ?
2. Bagaimana Kualitas Pendidikan setelah diadakannya manajemen sarana dan prasarana di MTsN X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dirumuskan peneliti di atas, maka beberapa tujuannya adalah : 
1. Mendeskripsikan manajemen sarana dan prasarana dalam meningkatkan kualitas pendidikan di MTsN X.
2. Mendeskripsikan Kualitas Pendidikan setelah diadakannya manajemen sarana dan prasarana di MTsN X.

D. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat : 
1. Bagi Penulis
Sebagai wacana untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya Manajemen Sarana dan Prasarana untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan.
2. Bagi Lembaga
Penulisan skripsi ini setidaknya dapat dijadikan panduan atau pedoman keilmuan dan pengetahuan tentang Manajemen Sarana dan Prasarana Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan agar dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan terutama dalam dunia pendidikan
3. Bagi Sekolah
Penulisan skripsi ini diharapkan mampu memberikan masukan dan pertimbangan serta dasar untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam manajemen sarana dan prasarana.

TESIS IMPLEMENTASI PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN SINERGIS DENGAN KEPALA MADRASAH

TESIS IMPLEMENTASI PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN SINERGIS DENGAN KEPALA MADRASAH

(KODE : PASCSARJ-0223) : TESIS IMPLEMENTASI PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN SINERGIS DENGAN KEPALA MADRASAH (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga pendidikan formal atau yang disebut dengan sekolah atau madrasah merupakan pranata sosial yang mengalami perkembangan dari masa ke masa yang biasanya diselenggarakan secara masal untuk umum dengan standar kurikulum tertentu pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dikarenakan pendidikan merupakan pranata sosial, maka keterlibatan masyarakat dalam proses pendidikan menjadi mutlak diperlukan sebagaimana tertuang dalam paradigma baru tri pusat pendidikan dimana semua orang (orang tua dalam keluarga, kepala sekolah dan guru di sekolah serta masyarakat) bekerjasama mendidik anak-anak dengan baik.
Keluarga (home), sekolah (school), dan masyarakat (community) memiliki pola hubungan fungsional yang amat rapat, dan bahkan seharusnya bersatu padu secara sinergis dalam melaksanakan misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Dulu kita mengenal Badan Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG), dan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Sebagai penyempurnaan institusi tersebut, sekarang, telah ditemukan bentuknya yang lebih ideal, yaitu komite sekolah. Dimana komite ini secara formal difungsikan sebagai forum pengambilan keputusan bersama antara sekolah, dan masyarakat dalam hal perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kerja yang dilakukan di sekolah.
Berdasarkan Kepmendiknas 044/U/2002, komite madrasah mengemban empat peran sebagai berikut : (1) pemberi pertimbangan, (2) pendukung, (3) pengawas, dan (4) mediator. Keempat peran komite tersebut bukan peran yang berdiri sendiri, melainkan peran yang saling terkait antara peran satu dengan peran lainnya.
Berdasarkan peran komite madrasah tersebut, maka pada tahap awal pembentukannya, komite madrasah disambut dengan sangat positif oleh sebagian besar masyarakat, dengan harapan yang tinggi pula. Namun ironisnya, pada perkembangan praktek di lapangan ditemukan beberapa fenomena penting, seperti adanya ketidakjelasan peran komite madrasah dan ketidakberdayaan. Penyebabnya antara lain, karena pelaksanaan peran komite madrasah tidak selalu memenuhi harapan. Padahal eksistensinya sangatlah penting dan strategis, yakni (1) memberikan pertimbangan dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan, (2) mendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, (3) mengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, (4) sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Pelaksanaan peran komite madrasah masih sangat variatif. Di satu pihak ada komite madrasah yang masih melanjutkan peran BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan) yang sering disebut sebagai "stempel" kepala madrasah. Artinya, komite madrasah seperti ini hanya "mengekor" apa yang diprogramkan oleh kepala madrasah. Komite madrasah tidak memiliki ide kreatif dan gagasan inovatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Jadi program kepala madrasah itulah yang menjadi program komite madrasah. Sebaliknya adapula komite madrasah yang justru sangat ditakuti oleh kepala madrasah. 
Kedudukan sebagai kepala madrasah sering menjadi incaran kritik dan pengawasan secara berlebihan oleh komite madrasah apalagi jika kepala madrasah tersebut melaksanakan tugasnya secara tidak transparan, demokratis dan akuntabel. Jika kepala madrasah jelas-jelas melakukan penyelewengan maka komite madrasah ini tidak segan-segan lagi mengajukan rekomendasi kepada dinas pendidikan untuk mengganti kepala sekolah tersebut. Peran sebagai badan pengawasan lebih menonjol dibandingkan dengan yang lain. Bahkan di beberapa madrasah keberadaan lembaga ini justru menjadi saingan kepala madrasah dalam menentukan kebijakan madrasah.
Fenomena yang terjadi diatas bertentangan dengan pedoman kerja komite madrasah pada Bab II pasal 4 tentang kedudukan komite madrasah yang menyebutkan : 
Komite sekolah di SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, berkedudukan sebagai lembaga mandiri yang di luar struktur organisasi SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau lazim disebut dengan organisasi non struktural, tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK sebagai mitra kerja unsur pimpinan SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK.
Dalam pasal 4 diatas sangat jelas disebutkan bahwa komite madrasah merupakan mitra kerja kepala madrasah sebagai unsur pimpinan satuan pendidikan sehingga transformasi pelaksanaan konsep komite madrasah memerlukan pemahaman dari berbagai pihak baik dari anggota komite madrasah maupun dari kepala madrasah agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa menimbulkan konflik dalam mencapai tujuan bersama bahkan akan memberikan dampak buruk terhadap stabilitas pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan tersebut. Dinyatakan secara tegas, bahwa komite madrasah merupakan lembaga mandiri dan bersifat independen. Kedudukan komite madrasah tidak di bawah kepala madrasah atau dibawah bayang-bayang kekuasaan kepala madrasah namun, kedudukan komite madrasah adalah sebagai mitra kerja kepala madrasah. Berdasarkan kenyataan tersebut, komite madrasah akan bisa melaksanakan perannya secara optimal jika didukung oleh kepala madrasah, yang dimaksudkan dukungan disini adalah kepala madrasah memberikan ruang untuk komite madrasah dalam melaksanakan perannya sehingga akan tercipta hubungan yang sinergis diantara keduanya. Mulyasa mengatakan, dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah, maka kepala sekolah harus melibatkan masyarakat dalam memberikan masukan-masukan untuk menyusun program yang relevan. Di sisi lain, masyarakat juga memerlukan jasa sesuai dengan yang diinginkan. Jalinan semacam itu dapat terjadi, jika kepala sekolah aktif dan dapat membangun hubungan yang saling menguntungkan.
Hubungan antara kepala madrasah dengan komite madrasah yang dibangun dengan baik akan membawa pengaruh positif bagi komite madrasah dalam mengadakan sumberdaya-sumberdaya pendidikan dalam rangka melaksanakan pengelolaan pendidikan yang dapat memberikan fasilitas-fasilitas bagi guru-guru dan murid untuk belajar sebanyak mungkin, sehingga pembelajaran menjadi semakin efektif.
Komite madrasah bisa ikut serta untuk meneliti berbagai permasalahan belajar yang dihadapi oleh murid secara kelompok maupun secara individual, sehingga membantu guru-guru untuk menerapkan pendekatan belajar yang tepat bagi murid-muridnya. Komite madrasah juga dapat menyampaikan ketidakpuasan para orangtua murid akan rendahnya prestasi yang dicapai oleh suatu madrasah.
Obyek penelitian ini bertempat di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) X. alasan dipilihnya lembaga pendidikan ini karena peneliti melihat adanya hubungan yang sinergis antara komite madrasah dan kepala madrasah. Hal itu terlihat dari kontribusi yang telah diberikan oleh komite madrasah yang berupa penambahan aset-aset madrasah dari tahun ke tahun, prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh MAN X yang kesemuanya tidak lepas dari peran serta komite madrasah, maupun program-program kebijakan madrasah yang tidak bisa dipisahkan dari peranan komite madrasah di dalamnya. 
Berdasarkan data awal penelitian diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian lebih lanjut tentang PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN SINERGIS DENGAN KEPALA MADRASAH.

B. Fokus penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada Implementasi Peran Komite Madrasah Dalam Menciptakan Hubungan yang Sinergis dengan kepala madrasah dengan sub fokus : 
1. Bagaimana komitmen dan tanggung jawab komite MAN X dalam mengimplementasikan peran-perannya di MAN X ?
2. Apa kekuatan yang dimiliki komite MAN X untuk mempertahankan eksistensinya di MAN X ?

C. Tujuan Penelitian
Berbanding lurus dengan sub fokus penelitian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui bagaimana komitmen dan tanggung jawab komite MAN X dalam mengimplementasikan peran-perannya di MAN X ?
2. Untuk mengetahui kekuatan yang dimiliki komite MAN X untuk mempertahankan eksistensinya di MAN X ?

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain : 
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan pengetahuan tentang implementasi peran komite madrasah dalam menciptakan hubungan sinergis dengan kepala madrasah
b. Hasil-hasil yang diperoleh dapat menimbulkan permasalahan baru untuk diteliti lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pengurus komite madrasah
Mengungkapkan beberapa kendala atau hambatan terhadap profil dan peran komite madrasah yang pada akhirnya dapat digunakan oleh pengurus komite madrasah untuk menciptakan hubungan sinergis yang lebih baik dengan kepala sekolah.
b. Bagi kepala madrasah
Memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi kepala sekolah selaku penyelenggara pendidikan akan pentingnya membina hubungan sinergis yang baik dengan komite madrasah keberlangsungan pendidikan di satuan pendidikannya.
c. Bagi dewan pendidikan
Memberikan masukan yang penting bagi dewan pendidikan untuk lebih memiliki integritas yang tinggi demi keberlangsungan pendidikan di satuan pendidikan masing-masing melalui komite madrasah. 

TESIS MANAJEMEN EVALUASI KINERJA GURU DI SEKOLAH DASAR X

TESIS MANAJEMEN EVALUASI KINERJA GURU DI SEKOLAH DASAR X

(KODE : PASCSARJ-0206) : TESIS MANAJEMEN EVALUASI KINERJA GURU DI SEKOLAH DASAR X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan amatlah strategis. Berdasarkan peran strategis pendidikan dalam pembangunan itu, tak mengherankan apabila kemudian pemerintah dan masyarakat memberi perhatian yang cukup besar terhadap masalah pendidikan. Perhatian besar pemerintah dan masyarakat itu salah satunya tampak dalam upaya mewujudkan masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan secara merata, artinya baik pemerintah maupun masyarakat mengupayakan adanya sarana pendidikan berupa sekolah atau madrasah dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah, sehingga dengan adanya sarana tersebut masyarakat dapat menikmati proses pendidikan dalam suatu lembaga formal.
Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, guru yang juga disebut sebagai pendidik dan merupakan salah satu tenaga kependidikan, menempati kedudukan yang sangat penting. Dengan profesionalismenya serta hubungan yang dekat dengan peserta didik ia berperan dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil belajar, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tenaga kependidikan yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru. Di dalam pembelajaran, proteksionisme guru tercermin pada kemampuannya membuat desain instruksional yang berkualitas atau rancangan pembelajaran sebelum mengadakan pertemuan dengan siswanya. Kemampuan guru dalam membuat desain instruksional akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa khususnya hasil belajar yang akan dicapai. Jadi tugas profesional guru yang sangat penting dan erat sekali dengan kegiatan pembelajaran adalah pembuatan desain instruksional atau rancangan pembelajaran yang harus dikuasai oleh setiap guru.
Kemampuan guru dalam mengajar dituntut selalu meningkat selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar kegiatan interaksi belajar-mengajar semakin hidup. Upaya untuk peningkatan kemampuan guru secara individu telah banyak dilakukan oleh guru yang bersangkutan dengan cara melanjutkan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti S-l bahkan S-2 dan S-3. Pemerintah juga telah berusaha meningkatkan kemampuan dan kelayakan guru, dimulai dari pendidikan pra jabatan atau yang biasa pre-service training hingga pendidikan setelah meniti jabatan guru atau in-service training seperti penataran, seminar, loka karya, pelatihan dan studi lanjut di lembaga pendidikan formal. Bahkan saat ini pemerintah mewajibkan seorang guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta harus memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 
Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sertifikasi profesi guru adalah proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi. Sertifikasi guru merupakan upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.
Evaluasi kinerja guru dianggap suatu hal yang penting karena dengan adanya evaluasi akan dapat meningkatkan profesionalitas dan kualitas guru dalam menjalankan tugasnya. Dengan diadakannya evaluasi akan dapat membantu guru-guru dalam mengenai tugas dengan lebih baik, sehingga guru akan dapat menjalankan proses belajar mengajar seefektif mungkin untuk kemajuan siswa dan pendidikan. Di samping itu evaluasi juga dapat memberi masukan yang berharga dalam membantu memenuhi kebutuhan guru akan pengembangan profesi dan kariernya, misalnya melalui latihan dalam tugasnya. Evaluasi tidak dimaksudkan untuk mengkritik dan mencari kesalahan, melainkan mendorong guru dalam pengertian yang konstruktif untuk mengembangkan diri menjadi lebih profesional yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan siswa. Hal ini menuntut perubahan perilaku dan kesediaan guru memeriksa diri secara berkelanjutan.
Penilaian kinerja guru dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan siswa dengan membantu para guru menyadari potensi mereka dan dapat melaksanakan tugas seefektif mungkin. Penilaian terhadap kinerja guru difokuskan pada usaha untuk meningkatkan prestasi kerja mereka. Setiap guru hendaknya mempunyai uraian tugas yang jelas, karena guru mempunyai peranan sangat penting dalam mewujudkan keberhasilan siswa. Dengan adanya evaluasi kinerja guru tersebut, seorang guru akan lebih berhati-hati dalam segala hal. Terutama dalam mengemban amanah dari Allah. Dalam al-Quran sendiri tentang evaluasi kinerja ini sudah disebutkan dalam surat al Hashr ayat 18, sebagai berikut,
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari ayat tersebut dapat difahami bahwa yang mengevaluasi terhadap pekerjaan kita bukanlah hanya pimpinan di mana kita bekerja saja, tetapi yang lebih berat adalah bahwa Allah juga mengevaluasi apa yang kita perbuat selama kita hidup. Oleh karena itu kita harus tetap hati-hati dalam melakukan segala hal karena Allah selalu mengawasi kita. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Taghabun ayat 4, yang berbunyi : 
Artinya : tidak ada satu jiwa pun (melainkan) ada penjaganya
Dalam penelitian ini, hal yang akan diulas adalah program evaluasi kinerja guru yang merupakan suatu bentuk penilaian. Evaluasi kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian tentang kedewasaan mental, intelektual dan psikologis secara obyektif. Hasil evaluasi ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan kepala sekolah atau tim yang ditunjuk dalam rangka untuk memverifikasi hasil evaluasi tersebut.
Hasil evaluasi yang diperoleh oleh para guru dapat digunakan untuk menentukan nasib guru tersebut di masa mendatang. Sebagai contoh apabila hasil evaluasi guru dianggap baik, atau memenuhi kriteria yang ditentukan, maka guru tersebut akan berhak mendapatkan imbalan berupa kenaikan gaji atau jabatan tertentu. Namun sebaliknya, apabila nilai guru dianggap kurang memuaskan atau bahkan cenderung menurun, maka pihak sekolah dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat karir sang guru atau dalam kasus tertentu guru tersebut akan dialihfungsikan bahkan diberhentikan dari pekerjaannya.
Format penilaian yang dilakukan oleh SDI X memiliki perbedaan dengan penilaian yang pernah dilakukan oleh lembaga pendidikan lain, Seperti, seorang guru swasta di lembaga pendidikan negeri evaluasi dilakukan langsung oleh kepala sekolah, apabila dianggap bagus maka akan diberikan imbalan yang biasanya berupa kenaikan gaji atau diberikan kepercayaan untuk menyelesaikan tugas tertentu yang dianggap bisa dilaksanakan dengan baik. Sedangkan seorang guru maupun dosen pegawai negeri, mekanisme evaluasinya dilakukan oleh bagian kepegawaian yang hasilnya akan diberikan ketika terjadi kenaikan pangkat saja. 
Lembar evaluasi ini disebut dengan Daftar Penilaian Prestasi Pegawai (DP3). Informasi yang penulis dapatkan, salah satu narasumber menyatakan bahwa mereka dinilai oleh pengawas dari kecamatan atau biasa disebut dengan Pengawas Pendidikan Agama Islam (PPAI) untuk madrasah. Tetapi informasi yang penulis peroleh dari salah satu dosen pengajar di Universitas Negeri X yang baru beberapa tahun diangkat, beliau mengatakan bahwa tidak mengetahui bagaimana mekanisme penilaian yang dilakukan. Beliau hanya diberi tahu bahwa nilai yang didapatkan harus selalu lebih bagus dari sebelumnya. Apabila terjadi penurunan nilai maka harus siap untuk tidak naik pangkat. Di dalam Undang-undang Guru dan Dosen Bab XII pasal 78, juga disebutkan bahwa evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian evaluasi kinerja tenaga pendidikan telah diundang-undangkan namun belum semua satuan pendidikan melaksanakannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, fokus utama penelitian ini adalah bagaimanakah penyelenggaraan evaluasi kinerja guru di SDI X Full Day School ? Selanjutnya fokus penelitian tersebut dijabarkan dalam beberapa butir sub fokus yang mencakup kegiatan (1) perencanaan evaluasi kinerja guru, (2) pengorganisasian evaluasi kinerja guru, (3) pelaksanaan evaluasi kinerja guru, (4) pengawasan pelaksanaan evaluasi kinerja guru di Sekolah Dasar Islam X Full Day School.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian dimaksudkan untuk mendeskripsikan tentang program penyelenggaraan evaluasi kinerja guru di SDI X Full Day School, yang mencakup kegiatan perencanaan evaluasi kinerja guru, pengorganisasian evaluasi kinerja guru, pelaksanaan evaluasi kinerja guru dan pengawasan pelaksanaan evaluasi kinerja guru di Sekolah Dasar Islam X Full Day School.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan kontribusi penting dalam pengembangan ilmu pendidikan khususnya yang terkait dengan manajemen pendidikan. Evaluasi kinerja guru merupakan salah satu topik krusial dalam ilmu manajemen sumber daya manusia yang bertujuan untuk menciptakan tenaga-tenaga profesional di bidangnya.
Secara praktis, penelitian ini dapat memberi manfaat kepada para guru, bagi sekolah yang diteliti, bagi penulis sendiri serta calon peneliti berikutnya. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut : 
1. Bagi guru
Manfaat penelitian ini bagi guru ialah mereka akan mendapatkan masukan konstruktif untuk bahan peningkatan kualitas kinerja mereka, sehingga mereka akan berusaha lebih baik dalam melaksanakan tugasnya.
2. Bagi sekolah
Manfaat penelitian ini bagi sekolah yang diteliti yaitu akan dapat merumuskan lebih konkrit tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta evaluasi program.
Selain itu penelitian ini akan dapat digunakan secara langsung oleh sekolah-sekolah lain yang hendak melaksanakan evaluasi kinerja guru sehingga dapat meningkatkan kualitas sekolah.
3. Bagi penulis
Manfaat penelitian ini bagi penulis sendiri adalah untuk bekal penulis secara langsung dalam dunia pendidikan setelah masa studi.
4. Bagi calon peneliti selanjutnya
Manfaat penelitian ini bagi calon peneliti selanjutnya adalah sebagai bahan penelitian awal bagi mereka yang tertarik dengan masalah tersebut.

TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR ISLAM

TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR ISLAM

(KODE : PASCSARJ-0205) : TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR ISLAM (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)


BAB I
PENDAHULUAN 

A. Konteks Penelitian
Dalam beberapa tahun terakhir, ada arus pemikiran dan kebutuhan baru dalam dunia pendidikan untuk memberikan perhatian yang proporsional terhadap dimensi-dimensi afektif dari tujuan pendidikan, bersama-sama dengan aspek pengetahuan dan keterampilan. Sejak akhir dasawarsa 1970-an, para ahli pendidikan mulai secara sungguh-sungguh mengembangkan teori pendidikan yang memberikan perhatian pada aspek nilai dan sikap. Dalam referensi Barat, kita menemukan munculnya teori yang dikenal dengan confluence education, affective education, atau values education yang menjadi gerakan sebagai wujud kepedulian pendidikan terhadap pengembangan afektif peserta didik.
Di Indonesia, kecenderungan ke arah tersebut mulai populer di tahun 1970-an dengan dikembangkannya pendidikan humaniora, yang kemudian disusul dengan populernya pendidikan nilai (value education). Dimana tujuan yang dicita-citakan oleh pendidikan nasional adalah mengembangkan nilai dan sikap serta membentuk kepribadian peserta didik (character building).
Jika kita menoleh sekilas pada sejarah, gagasan pembangunan bangsa unggul melalui perbaikan pendidikan sebenarnya telah ada sejak kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Presiden pertama kita, Soekarno, telah menyatakan perlunya nation and character building sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa. Soekarno menyadari bahwa karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa.
Selain pernyataan yang diungkapkan oleh Soekarno, kita mendapati baik dalam ketetapan MPR, Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan lain, tujuan pendidikan nasional adalah untuk melahirkan manusia Indonesia yang berjiwa Pancasilais dan pembentukan karakter kebangsaan (nation dan character building) selalu menjadi titik fokus.
Dalam ketetapan MPRS tahun 1960 disebutkan : "Politik dan sistem pendidikan nasional, baik yang diselenggarakan pihak pemerintah maupun swasta dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga Negara Indonesia yang berjiwa Pancasilais yang berjiwa patriot komplit, dan tenaga-tenaga kejuruan yang ahli dan berjiwa revolusi Agustus 1945."
Ketetapan MPRS di atas, terulang kembali namun dengan sedikit perubahan redaksi dalam Penetapan Presiden No. 19 tahun 1965 yang berbunyi : "Tujuan Pendidikan Nasional kita, baik yang diselenggarakan pihak pemerintah maupun swasta dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur, baik spiritual maupun materiil dan yang berjiwa Pancasila."
Selanjutnya dalam ketetapan MPRS tahun 1966 disebutkan : "Tujuan pendidikan nasional adalah : Membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan isi daripada UUD tersebut, dimana isi pendidikan nasional tersebut meliputi : 1) Mempertinggi mental moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan-keyakinan beragama, 2) Membina atau mengembangkan fisik yang kuat dan sehat."
Format manusia terdidik dalam perspektif UUSPN No. 20/2003 menyatakan : Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Fondasi yang kuat ini kemudian menjadikan bangsa Indonesia terus berbenah untuk mencapai tujuan dan keinginan yang telah diimpikan sejak nenek moyang Indonesia hingga kini. Salah satunya pada paruh terakhir tahun 2010, pihak Kementerian Pendidikan Nasional, mencetuskan gagasan untuk mereaktualisasikan penyelenggaraan pendidikan karakter bangsa.
Hal ini dilakukan, karena Kementerian Pendidikan Nasional menyadari bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi dua tantangan besar, yaitu desentralisasi atau otonomi daerah yang sudah dimulai, dan era globalisasi total yang akan terjadi pada tahun 2020. Kedua tantangan tersebut merupakan ujian yang cukup berat yang harus dilalui dan dipersiapkan oleh bangsa Indonesia. Kunci sukses dalam menghadapi tantangan berat itu terletak pada tersedianya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang handal dan berkarakter. Oleh karenanya, peningkatan kualitas SDM sejak dini merupakan hal signifikan yang harus dipikirkan secara sungguh-sungguh. Salah satu cara, adalah melalui dunia pendidikan yang menjadi tempat untuk membentuk generasi yang memiliki nation and character building yang kuat.
Paradigma "Build Nation Build School” telah menjadi pegangan para pemimpin Negara-negara maju, seperti Thomas Jefferson, Abraham Lincoln (Amerika Serikat), Kaisar Meize (Jepang), dan Ottofon Bismack (Jerman). Menurut Soedijarto dalam Saridjo menyatakan bahwa paradigma ini juga dianut oleh Soekarno-Hatta, tetapi sangat disayangkan tidak diikuti oleh para penerusnya. Paradigma "Build Nation Build School" ini hilang ketika masa pemerintahan orde baru.
Seiring dengan berjalannya waktu, paradigma yang sempat tidak di indahkan ini kembali terangkat ke permukaan. Muhammad Nuh beserta seluruh staf Kementerian Pendidikan Nasional bersama-sama menata pendidikan Indonesia untuk menciptakan dan menyiapkan generasi yang handal, salah satunya dengan program pendidikan karakter dari jenjang pra sekolah hingga jenjang perguruan tinggi, atau bahkan pada titik yang tak terbatas (never ending process).
Kepala bagian Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional Mansyur Ramli menyatakan, pendidikan karakter bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan, karena selama ini telah ada pada kurikulum beberapa mata pelajaran. Namun melihat pada evaluasi yang telah dilaksanakan, ditemukan bahwa pendidikan karakter yang ada lebih menekankan pada domain kognitif saja. Oleh karenanya, ke depannya akan lebih menekankan pada domain afektif dan psikomotor.
Fenomena yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini sangat mendesak untuk adanya aktualisasi program pendidikan karakter. Degradasi moral melanda para generasi muda Indonesia, bahkan sebagian pakar menyebutkan bahwa Indonesia sedang pada posisi krisis multidimensional. Sebagaimana pendapat Thomas Lickona, yang dikutip oleh Ratna Megawangi, mengungkapkan bahwa ada sembilan tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, itu berarti bahwa sebuah Bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud antara lain : 
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, seperti tawuran.
2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, seperti mengolok-olok teman sebayanya, atau berkata tidak sopan pada pendidik/guru.
3. Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan.
4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas.
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk.
6. Menurunnya etos kerja.
7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru.
8. Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan 
9. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Fenomena-fenomena tersebut menciptakan suasana yang semakin tidak sehat di Indonesia. Belum lagi beberapa hal yang berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan, dilihat dari daya saing SDM Indonesia saat ini dibandingkan dengan Negara-negara tetangga. Hasil survey yang dilakukan oleh "Trend in Internasional Mathematic and Sciences Study" (TIMSS) yang dimuat pada harian kompas tanggal 22 Desember 2004 dan kompas 10 Januari 2005 mengemukakan bahwa berbagai hasil survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga internasional mendapati prestasi peserta didik Indonesia pada posisi bawah. 
Garin Nugroho dalam Masnur menegaskan bahwa pendidikan di Indonesia kini sudah kehilangan ruh-ruh yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Pendidikan kita saat ini lebih mengedepankan pada pemuasan pasar, atau dapat dibahasakan dengan berburu peminat yang banyak, bukan pada kualitas lulusan yang berkarakter.
Lebih lanjut Garin menegaskan sebagian besar lembaga pendidikan di Indonesia tidak mengarah pada pembentukan karakter sebagaimana yang pernah dilakukan oleh nenek moyang. Lembaga pendidikan kita lebih memilih meluluskan seluruh siswanya meskipun tidak memenuhi syarat hanya untuk mencari pasaran saja, namun tidak memikirkan pada pencitraan dan pertumbuhan karakter yang tidak baik pada lulusan.
Hal ini dapat dilihat dengan adanya ketidak jujuran yang sering terjadi di UN (Ujian Nasional) beberapa tahun terakhir ini. Satu fenomena ini mencerminkan bahwa sebagian besar lembaga pendidikan kita masih beranggapan bahwa dengan meluluskan seluruh siswanya, akan berakibat pada banyaknya peminat yang akan masuk dalam lembaga tersebut. Namun, melupakan karakter buruk yang timbul pada lulusan yang dipaksakan lulus tersebut. Fenomena ini sudah merebak dan lambat laun merusak karakter peserta didik yang merupakan "agent of change" dan sekaligus sebagai penerus kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Beberapa kasus di atas semakin memperkuat alasan Kementerian Pendidikan Nasional untuk mengaktualisasikan program pendidikan karakter secara serentak diseluruh jenjang pendidikan. Hal ini dapat dimulai dengan mendisiplinkan mereka dalam beribadah, menghargai waktu dengan datang tepat waktu di sekolah, mentaati dan patuh terhadap orang tua dan guru, menghargai dan mengasihi teman, serta mengerti dan mencintai alam sekitarnya, memiliki rasa tanggungjawab terhadap segala perbuatan yang dilakukannya, dan mencintai bahasa dan kebudayaan Indonesia (nation).
Sebagaimana yang dirumuskan oleh Ratna Megawangi, menyebutkan sembilan pilar karakter nilai-nilai luhur universal yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini usia prasekolah, yaitu : 
1. Karakter cinta Tuhan Allah dengan segala ciptaan-Nya (Love Allah, trust, reverence, loyalty)
2. Kemandirian dan tanggung jawab (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness)
3. Kejujuran/amanah, diplomatis (trustworthiness, reliability, honesty)
4. Hormat dan santun (respect, courtessy, obedience)
5. Dermawan, suka menolong, gotong royong, kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generosity, moderation, cooperation)
6. Percaya diri dan pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination, and enthusiasm)
7. Kepemimpinan dan keadilan (justice, fairness, mercy, leadership)
8. Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty)
9. Karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).
Dengan demikian, maka keterpurukan Indonesia yang disebabkan degradasi moral yang dapat merusak karakter bangsa akan dapat ditanggulangi dengan mempersiapkan generasi muda yang benar-benar berkarakter, serta dilaksanakan secara tersistem di lembaga pendidikan sejak dini.
Pada permasalahan yang berkaitan dengan karakter ini, upaya perbaikan pendidikan tidak hanya membutuhkan perbaikan pada sisi manajerial, dibutuhkan juga usaha perbaikan pendidikan yang bersifat pemberian keterampilan peserta didik atau biasa disebut dengan soft skill, pengembangan diri dan pembinaan karakter melalui pemberian kegiatan-kegiatan yang akan membentuk karakter dalam ekstra kurikuler.
Pernyataan di atas semakin dikuatkan dengan adanya sebuah penelitian di Harvard University Amerika Serikat, yang membuktikan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Dalam penelitian ini diungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa penerapan pendidikan karakter pada peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karenanya, Kemendiknas Pendidikan Nasional menegaskan dengan setegas-tegasnya tentang kewajiban penerapan program pendidikan karakter diseluruh jenjang pendidikan, terlebih pada sekolah yang secara kemampuan manajerialnya sudah mapan. Dengan tujuan output dari pendidikan tersebut memiliki kecerdasan yang kaffah.
Melihat dari beberapa fenomena yang telah diungkapkan pada jabaran sebelumnya, dan juga memperhatikan tentang core pendidikan Indonesia saat ini, yaitu penanaman karakter dan perilaku yang baik terhadap peserta didik. Sesuai dengan UUSPN no 20/2003 yang menyatakan bahwa manusia terdidik adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT).
Guna merespon serta mendukung program pendidikan karakter sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti tergugah untuk melaksanakan penelitian yang akan dilaksanakan di tingkat Sekolah Dasar. Argumen dan alasan mengapa memilih Sekolah Dasar sebagai tempat penelitian yakni berangkat dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Otago, di Dunedin New Zealand, pada 1000 anak yang diteliti selama 23 tahun dimulai pada 1972. Penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali, yakni pengamatan pada waktu anak berusia 3 tahun, 21 tahun dan terakhir pada waktu berumur 26 tahun. Hasil penelitian tersebut menyatakan : 
Anak-anak yang ketika berusia 3 tahun telah didiagnosa sebagai "uncontrollable toddlers" (anak yang sulit diatur, pemarah, dan pembangkang), ternyata ketika umur 18 tahun mereka menjadi remaja yang bermasalah, agresif, dan memiliki masalah dalam pergaulan. Ketika pada usia 21 tahun mereka sulit membina hubungan sosial dengan orang lain, bahkan ada yang terlibat dalam tindak kriminal. Begitu juga sebaliknya, anak-anak usia 3 tahun yang sehat jiwanya "well-adjusted toddlers" ternyata setelah dewasa menjadi orang-orang yang berhasil dan sehat jiwanya.
Selain penelitian di atas, seorang pakar ahli dalam pendidikan karakter Thomas Lickona dalam Megawangi menyebutkan : a child is only known substance from which a responsible adult can be made. (seorang anak adalah satu-satunya "bahan bangunan" yang diketahui dapat membentuk seorang dewasa yang bertanggung jawab).
Hasil penelitian inilah yang kemudian membuat peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang pelaksanaan program pendidikan karakter di tingkatan Sekolah Dasar.
Oleh karena itu, berangkat dari latar belakang dan fenomena yang telah digambarkan di atas, maka menarik untuk dikaji dan diadakan penelitian (research), dengan ini peneliti mengambil judul penelitian "Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Islam".

B. Fokus Penelitian
Dari konteks penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan "Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar ", fokus tersebut dijabarkan dalam beberapa sub fokus sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah perencanaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar X ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar X ?
3. Bagaimanakah evaluasi pendidikan karakter di Sekolah Dasar X ?

C. Tujuan Penelitian
Dari beberapa sub fokus yang telah dijabarkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain : 
1. Mendeskripsikan dan mengetahui secara mendalam proses perencanaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar X.
2. Mendeskripsikan dan mengetahui secara mendalam proses pelaksanaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar X.
3. Mendeskripsikan dan mengetahui secara mendalam proses evaluasi pendidikan karakter di Sekolah Dasar X.

D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang mendalam dan komprehensif terhadap peneliti khususnya dan instansi-instansi pendidikan yang sedang dan akan mengembangkan pendidikan karakter di sekolah. Dan secara ideal, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa aspek, diantaranya : 
a. Secara Teoritis
1) Memberikan sumbangan keilmuan terhadap perkembangan ilmu manajemen pendidikan terutama berkenaan dengan manajemen sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah.
2) Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang serupa pada masa yang akan datang.
b. Secara Praktis
1) Bagi institusi yang diteliti, sebagai masukan yang konstruktif dalam mengelola program pendidikan karakter di sekolah.
2) Menjadi bahan masukan dan sekaligus referensi bagi kepala sekolah, beserta wakil kepala sekolah, guru, komite sekolah dan seluruh warga sekolah dalam mengembangkan pendidikan karakter di sekolah.
3) Bagi para pengambil kebijakan, sebagai salah satu acuan dalam mengambil keputusan dan kebijakan tentang pengembangan pendidikan karakter di sekolah. 

TESIS PELAKSANAAN SUPERVISI PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

TESIS PELAKSANAAN SUPERVISI PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

(KODE : PASCSARJ-0204) : TESIS PELAKSANAAN SUPERVISI PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Di Indonesia perkembangan lembaga pendidikan madrasah sangat penting dan terkait dengan peran Departemen Agama. Lembaga Departemen Agama secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Orientasi Departemen Agama dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, di samping perkembangan madrasah itu sendiri. Madrasah adalah lembaga pendidikan yang berciri khas Islam. Lembaga ini selain sebagai pelaksana pendidikan umum juga pelaksana pendidikan agama. Lembaga pendidikan madrasah melaksanakan dua kajian materi ajar karena diharapkan selain memperoleh pengetahuan juga menanamkan nilai-nilai keislaman pada peserta didik. Oleh karena itu, lembaga pendidikan madrasah yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, harus diperhatikan untuk ditingkatkan mutunya, baik perbaikan tentang pelaksanaan pendidikan maupun perbaikan-perbaikan administrasi. Pentingnya perhatian khusus terhadap pelaksanaan pendidikan dan administrasi pada lembaga pendidikan madrasah, yang menurut H. Mudjia Rahardjo diyakini bahwa lembaga-lembaga pendidikan tersebut (madrasah) memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya sehingga diperlukan model pengelolaan secara khusus pula. Lebih rinci beliau menjelaskan keunikan kekhususan lembaga pendidikan madrasah itu adalah karena terdapatnya nilai-nilai ikhlas, barokah, tawadu, istiqamah, ijtihad dan sebagainya.
Di dalam KMA No. 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yakni pada pasal 2 dijelaskan tugas pokok dan fungsinya sebagai berikut : "Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi Departemen Agama dalam wilayah Provinsi berdasarkan Kebijakan Menteri Agama dan Peraturan perundang-undangan. Adapun tugas dan fungsi bidang yang mengurusi pendidikan adalah Mapenda sebagaimana disebut dalam pasal 31 yang menjelaskan sebagai berikut : Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang penyelenggaraan pendidikan pada madrasah dan pendidikan agama Islam pada sekolah umum dan serta sekolah luar biasa.
Pengawas sekolah mata pelajaran agama Islam pada sekolah umum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 381 Tahun 1999 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan pengawas pendidikan agama ada dua macam yaitu pengawas mata pelajaran pendidikan agama Islam pada TK, SD, SLB serta pengawas sekolah mata pelajaran agama Islam SLTP, SMU/K. Adapun RA/BA, MI dan MD Awaliyah diawasi oleh pengawas sekolah mata pelajaran pendidikan agama RA/BA, MI, MDA, sedangkan pada MTS/MA MD Wustho dan MD Auliya diangkat pengawas sekolah rumpun mata pelajaran Al-Quran Hadits (Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Bahasa Arab), pengawas sekolah rumpun mata pelajaran Aqidah Akhlak (Keimanan, Akhlaq, Sejarah Kebudayaan Islam) dan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran syariah (Fiqih, Ushul Fiqih).
Merujuk tugas Departemen Agama dalam hal pendidikan, maka tentunya pengembangan dan peningkatan mutu madrasah adalah bagian dari tanggung jawab Departemen Agama. Dengan demikian, Departemen Agama punya tugas dalam rangka perkembangan dan peningkatan mutu madrasah. Mutu pendidikan merupakan standar yang perlu dicapai, kesesuaian dengan apa yang diharapkan oleh (stakeholder), memenuhi janji, atau sesuatu produk yang memenuhi persyaratan dan harapan. Sebagaimana diungkapkan oleh Muhaimin bahwa mutu adalah kesesuaian dengan standar, kesesuaian dengan harapan/permintaan stakeholder, pemenuhan janji yang telah diberikan, semua karakteristik produk dan pelayanan yang memenuhi persyaratan dan harapan.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada Pasal 25 disebutkan bahwa (1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. (2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Selain itu pada Pasal 26 butir 1, 2, 3 dan 4 disebutkan pada intinya bahwa standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak serta ketrampilan untuk hidup mandiri. Salah satu pola dalam mewujudkan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) madrasah tersebut tentunya diupayakan melalui peran guru dalam KBM. S. Nasution mengungkapkan bahwa (1) mengajar ialah menanamkan pengetahuan kepada murid, (2) menyampaikan kebudayaan kepada anak, dan (3) aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar-mengajar.
Sebagian besar problem mutu lembaga pendidikan madrasah terletak pada kurangnya profesionalisme pendidik dalam melakukan KBM (Kegiatan Belajar mengajar) dan berdampak pada citra dan mutu pendidikannya. Tidak mengherankan, jika terdapat sekian banyak lembaga pendidikan madrasah yang kurang bermutu. KBM punya hubungan erat dengan supervisi (pengawasan), karena di mana supervisi punya peran penting dalam memberikan bimbingan, penilaian, arahan terhadap pendidik guna perbaikan proses kegiatan belajar mengajar menjadi lebih baik dan lebih profesional. Supervisi bertujuan memberikan bantuan secara teknis dan bimbingan kepada pendidik dan staf sekolah guna meningkatkan kualitas kinerja utamanya dalam melakukan KBM. Dalam Q.S. At-Tahrim ayat 6 Allah SWT berfirman : 
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka“.
Ayat tersebut memberikan indikasi berupa penekanan tentang introspeksi diri, di mana kontrol diri pribadi sebagai pimpinan atau cerminan pada orang lain. Bila dikaitkan dengan proses pembelajaran, maka seorang guru diharapkan untuk memberikan yang terbaik bagi peserta didik. Yakni mampu menunjukkan sikap, sifat yang mulia serta profesional dalam pelaksanaan pembelajaran. Jika demikian akan berpengaruh kepada peserta didik dan menjadi peserta didik yang berkualitas. Begitu pula, bila dikaitkan dengan supervisi, maka seorang supervisor adalah seorang pemimpin yang bertanggung jawab terhadap perbaikan-perbaikan ketrampilan mengajar guru. Untuk itu, supervisor dengan segala sikap, sifat mulia yang dimiliki bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan, arahan, bantuan, petunjuk kepada guru, guna perbaikan menuju profesionalisme dalam pembelajaran.
Keputusan MENPAN Nomor 118/1996 bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang bertugas secara penuh untuk melakukan pengawasan dan pendidikan di sekolah pada Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Departemen Agama, dan departemen lainnya.
Lanjut disebutkan, bahwa dalam Keputusan MENPAN Nomor 118/1996 Bab I Pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa pengawas sekolah (madrasah) adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah, dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan pra sekolah, dasar dan menengah. Untuk itu, dalam rangka menjamin peningkatan mutu lembaga pendidikan madrasah tentunya diperlukan pengawasan atau supervisi, karena pengawasan atau supervisi dalam sebuah lembaga pendidikan sangat diperlukan dalam rangka menjamin kualitas (quality assurance) agar sesuai dengan tujuan pendidikan. Supervisi/pengawasan yang baik akan menciptakan profesional guru dalam KBM, apabila proses KBM dilaksanakan secara profesionalisme maka akan menghasilkan prestasi belajar yang baik dan kemudian akan menghasilkan kompetensi lulusan yang baik pula.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, Papua adalah salah satu dari provinsi negara Indonesia yang berada dan identik dengan daerah keterbelakangan dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Di antaranya (1) selain daerahnya masih terbelakang dalam pendidikan dan pembangunan, (2) penduduk aslinya mayoritas beragama Kristen, (3) sakral dengan tradisinya, (4) sulit dijangkau daerah satu dengan lainnya (5) sangat tinggi fanatisme dengan keyakinannya (6) kurang (sangat kecil) perhatian pemerintah daerah tentang fisik dan fasilitasnya maupun perhatian dalam rangka peningkatan mutu terhadap lembaga pendidikan madrasah ketimbang lembaga pendidikan umum.
Fenomena yang terjadi pada lembaga pendidikan madrasah tersebut di atas tentunya sangat berimbas kepada keberadaan dan ruang gerak lembaga pendidikan madrasah. Tentu disadari demikian, namun perkembangan dan peningkatan mutu pendidikan madrasah di Papua punya keunikan tersendiri. Keunikannya itu, (1) bahwa umat Islam yang minoritas di Papua mampu mewujudkan ruh jihadnya dalam mengadakan, melaksanakan dan mengembangkan pendidikan dan pengajaran madrasah di tengah-tengah masyarakat X.
Keberadaan madrasah sebagaimana dijelaskan di atas adalah jumlah keseluruhan madrasah di kota X yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Dari keseluruhan madrasah itu yang dapat diambil sebagai sasaran kajian pada penelitian ini hanya madrasah ibtidaiah alasannya adalah : 
1. Madrasah Ibtidaiah sebagai lembaga pendidikan dasar mempunyai kedudukan yang sama dengan lembaga pendidikan dasar umum lainnya, tetapi kurang diminati oleh masyarakat Islam dalam menyekolahkan anak padanya.
2. Madrasah Ibtidaiah sebagai lembaga pendidikan Islam punya peran ganda terhadap peserta didik, yakni selain memberikan pengetahuan umum juga menanamkan nilai-nilai dasar keislaman.
3. Madrasah Ibtidaiah memiliki guru yang berpendidikan rendah maupun kepala sekolah, tetapi mutu pendidikannya sangat diperhitungkan
4. Madrasah Ibtidaiah pada umumnya memiliki guru honorer, tetapi sangat komitmen terhadap tugas pokoknya.
5. Lulusan Madrasah Ibtidaiah dapat diterima pada sekolah lanjutan yang dianggap unggul.
Selain pilihan jenis lembaga pendidikan madrasah juga pembatasan terhadap lembaga pendidikan madrasah ibtidaiah yang dijadikan peneliti sebagai situs penelitian yakni lembaga pendidikan madrasah ibtidaiah Y, Z, dan V. Dengan tiga lokasi penelitian tersebut maka rancangan penelitian ini adalah studi multi kasus yaitu suatu studi yang menggabungkan beberapa studi kasus tunggal. Alasan dipilihnya tiga madrasah ibtidaiah itu karena ketiga lembaga pendidikan madrasah ibtidaiah tersebut eksisnya sudah berbeda dengan madrasah lainnya dan dianggap sudah maju. Indikator yang dijadikan sebagai alasan majunya ketiga lembaga pendidikan madrasah tersebut adalah (1) diminati oleh masyarakat untuk menyekolahkan anaknya pada lembaga-lembaga tersebut, (2) lulusannya dapat diterima pada sekolah lanjutan yang unggul dan (3) memiliki sarana pendidikan yang memadai.
Selain diketahui pesatnya keberadaan dan perkembangan madrasah di X juga hal yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana peningkatan mutu pendidikan madrasah utamanya tentang pelaksanaan supervisi terhadap profesionalisme guru-guru dalam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Banyak faktor yang terjadi pada pelaksanaan supervisi yang menjadi tolak ukur terhadap rendahnya perkembangan dan peningkatan mutu lembaga pendidikan madrasah. Di antara faktor-faktor tersebut adalah (1) adanya sebagian pengawas yang sangat minim kemampuan mereka tentang sekian edukatif administrasi, adanya rasa enggan untuk datang ke sekolah, (2) minimnya tenaga teknis, (3) mekanisme kepengawasan/supervisi kurang dipahami, (4) tugas pokoknya belum sesuai dengan fungsi supervisi, (5) tidak memadai sarana prasarana, (6) rendahnya perhatian birokrasi terhadap supervisi dan (7) lemahnya sistem rekrutmen.
Faktor-faktor penghambat pelaksanaan supervisi sebagaimana disebutkan di atas memang selalu terjadi. Untuk itu, fenomena tentang pelaksanaan supervisi di madrasah ibtidaiah didasarkan atas alasan (1) keahlian kepala sekolah masih di bawah standar, berpendidikan setingkat PGA, PGSD, dan Diploma, (2) supervisi dilaksanakan oleh Dinas P dan P dan Pengawas PAI bukan kepala sekolah, (3) pendidikan pendidik umumnya PGSD, Diploma dan honorer, (4) kurangnya perhatian membuat persiapan perangkat mengajar, (5) kurangnya pengetahuan pendidik terhadap ketrampilan dasar mengajar, (6) minimnya pendidik dalam mengelola kelas, (7) minimnya pendidik dalam mengolah materi ajar, (8) sebagian guru yang enggan terhadap supervisor, dan (9) merasa adanya kesamaan status pendidikan.
Melihat fenomena yang terjadi sebagaimana dijelaskan di atas, tentu dapat diprediksi bahwa mutu pendidikan madrasah menjadi terabaikan. Mengapa ? Karena salah satu kriteria pencapaian mutu pendidikan adalah SDM kepala sekolah dan pendidik (guru). Jika SDM kepala sekolah dan guru madrasah di X menunjukkan demikian tentu pula berpengaruh kepada kualitas KBM yang dilaksanakan. Di antaranya adalah pelaksanaan perangkat persiapan mengajar terabaikan bahkan lebih-lebih 8 ketrampilan dasar mengajar pun tidak dipahami. Apabila pelaksanaan KMB tidak berkualitas, maka tentu berpengaruh kepada kualitas peserta didik dan akhirnya berpengaruh kepada kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Salah satu tugas pokok dalam peningkatan mutu pendidikan madrasah adalah lewat bidang supervisi/pengawas. Sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan MENPAN Nomor 118 Tahun 1996 Bab 1 Pasal 1 tersebut di atas. Eksisnya supervisi/pengawasan Departemen Agama dalam penanganan terhadap peningkatan mutu madrasah, karena selain keadaan daerah yang kurang bersahabat, minimnya pendidikan guru dan kepala sekolah madrasah, pelaksanaan supervisi/pengawasan di X tidak dilakukan oleh kepala sekolah, melainkan dilakukan oleh pengawas Dinas Pendidikan dan Pengajaran bagi sekolah umum dan pengawas Departemen Agama bagi madrasah.
Untuk itu, dengan alasan dan penjelasan tersebut, yakni pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap profesionalisme pendidik maupun kepala sekolah dalam peningkatan mutu madrasah melalui KBM pada madrasah khususnya madrasah dianggap logis dan unik untuk diteliti. 

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian yang telah diuraikan di atas, maka fokus penelitian pada penelitian ini adalah : 
1. Bagaimana pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di madrasah ibtidaiah X ?
2. Apa implikasi pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di madrasah ibtidaiah X ?

C. Tujuan Penelitian
Dilihat dari rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, Z dan V.
2. Untuk mengetahui implikasi pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, Z dan V.

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan judul penelitian Pelaksanaan Supervisi Pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI) terhadap Kegiatan Belajar Mengajar di madrasah X, maka manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu : 
1. Manfaat secara Umum : 
a. Memberikan pengetahuan kepada lembaga pendidikan lain tentang pentingnya pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, madrasah ibtidaiah Z, dan madrasah ibtidaiah V.
b. Memberikan pengetahuan kepada lembaga-lembaga pengelolaan pendidikan lainnya, tenaga pendidikan, aktivis pendidikan dan masyarakat pada umumnya tentang implikasi pelaksanaan supervisi Pengawas Pendidikan Agama Islam terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, madrasah ibtidaiah Z, dan madrasah ibtidaiah V. 
2. Manfaat Secara Khusus : 
a. Memberikan pengetahuan kepada seluruh aktivis pendidikan X tentang pelaksanaan supervisi pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI) terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, madrasah ibtidaiah Z, dan madrasah ibtidaiah V.
b. Memberikan pengetahuan kepada pihak madrasah tentang pentingnya implikasi pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KMB (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, Z dan V.

TESIS PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MOTIVASI KERJA GURU DI SMP

TESIS PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MOTIVASI KERJA GURU DI SMP

(KODE : PASCSARJ-0203) : TESIS PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MOTIVASI KERJA GURU DI SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya yakni kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka kinerja guru perlu ditingkatkan. Oleh karena itu diperlukan peran dari kepala sekolah untuk mendorong bawahannya/guru-gurunya supaya berkinerja lebih tinggi lagi.
Guru mengemban peran istimewa dalam masyarakat sebagai pelaku perubahan. Guru berperan bukan hanya sebagai pelaku perubahan yang menggerakkan roda transformasi sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Lebih dari itu guru bisa memiliki peranan utama sebagai pendidik karakter. Ia bukan saja mengubah hidup siswa, namun juga memperkaya dan memperkokoh kepribadian siswa menjadi insan berkeutamaan karena memiliki nilai-nilai yang ingin diperjuangkan dan diwujudkan dalam masyarakat. Ia bukan saja mengubah anak didik menjadi anak pandai, melainkan membekali mereka dengan keutamaan dan nilai-nilai yang mempersiapkan mereka menjadi insan yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat. Sebagai pendidik karakter, guru membekali anak didik dengan nilai-nilai hidup yang berguna bagi hidupnya sekarang dan yang akan datang. Dengan menjadi pendidik karakter, guru mengukuhkan dirinya sebagai pelaku perubahan yang sesungguhnya.
Melihat kenyataan tersebut, mantan Menteri Pendidikan Nasional Wardiman Djoyonegoro dalam pernyataan yang dikutip Mulyasa, mengungkapkan sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yakni : (1) sarana gedung, (2) buku yang berkualitas, (3) guru dan tenaga kependidikan yang professional.
Untuk poin yang terakhir disebutkan diatas, saat ini mendesak untuk diberdayakan dan ditingkatkan, baik dari segi profesionalitas maupun motivasi kerjanya. Walaupun memang diakui sebagai sebuah system, pendidikan tidak akan terlepas dari factor-faktor pendukung lainnya. Guru sebagai ruh sebuah lembaga pendidikan menurut pandangan penulis adalah yang paling utama keberadaannya. Dalam konteks pendidikan Islam karakteristik guru yang profesional selalu tercermin dalam segala aktivitasnya sebagai murabbiy, mu'allim, mursyid, dan mu’addib.
Mengingat guru sebagai ujung tombak yang tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, peranan kepala sekolah sebagai motivator dalam sebuah lembaga pendidikan bertanggung jawab dalam membina bawahannya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Terutama dalam meningkatkan motivasi kerja guru dalam membimbing dan mengarahkan siswa menjadi manusia yang berkualitas dan patut dibanggakan.
Untuk tujuan tersebut diatas, menumbuhkan motivasi kerja guru dalam sebuah lembaga pendidikan adalah kerja keras kepala sekolah. Seorang pemimpin pendidikan merupakan sentral dari kegiatan yang diprogramkan. Pemimpin merupakan decision maker dan juga teladan bagi anak buahnya. Karena itu seorang pemimpin setidaknya dapat memberikan contoh yang baik kepada anak buahnya. Sebagai pembuat keputusan dan penentu kebijakan, seorang pemimpin harus memiliki satu aspek yang memiliki peran yang sangat penting dalam memimpin organis asi bersangkutan.
Ketidakmampuan atau kegagalan seorang pemimpin dalam memimpin organisasinya menurut Sondang P. Siagian dapat berakibat kepada tiga hal yang negatif, yaitu : 
1. Para anggota organisasi akan menunjukkan perilaku yang tercermin pada tindak tanduk yang negatif, misalnya sering mangkir, kegairahan kerja dan produktifitas rendah, adanya tuntutan yang sukar diterima oleh akal sehat dan tindakan negatif lainnya. Sehingga dapat disimpulkan perilaku mereka merugikan organisasi sebagai keseluruhan.
2. Tindakan para anggota organisasi ditujukan kepada pemuasan kebutuhan dan kepentingan pribadi. Artinya mereka melakukan tindakan yang merugikan organisasi tetapi secara pribadi mungkin menguntungkan.
3. Para anggota organisasi meninggalkan organisasi, baik secara berangsur-angsur atau mendadak, dan pindah bekerja ke organisasi yang lain.
Senada dengan uraian diatas, Rupert Earls mengungkapkan bahwa seringkali seorang pemimpin tidak menyadari bahwa rendahnya kinerja dan motivasi bawahan adalah akibat tidak efektifnya seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu sebagai seorang pemimpin pun harus mampu melihat bawahannya dari berbagai aspek karena pada dasarnya menjadi kepala sekolah yang professional itu tidak mudah. Banyak hal yang harus difahami, banyak masalah yang harus dipecahkan, dan banyak strategi dan teknik yang harus dikuasai.
Untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif, peran pemimpin memiliki andil yang cukup dominan. Sehingga seorang pemimpin perlu memiliki 4 skill berikut : (1) kemampuan memakai kekuasaan dengan efektif, dan dengan cara yang bertanggung jawab; (2) kesanggupan untuk memahami bahwa manusia itu mempunyai motivasi yang berbeda-beda pada waktu yang berbeda-beda dan dalam situasi yang berbeda-beda pula; (3) kemampuan untuk mengilhami, dan (4) kemampuan untuk bertindak dengan cara yang dapat mengembangkan iklim yang menguntungkan untuk menanggapi dan membangkitkan motivasi.
Unsur-unsur kepemimpinan diatas mengantarkan kepada sebuah pemahaman bahwa kepemimpinan seseorang akan dapat menggerakkan bawahannya untuk dapat berbuat yang terbaik bagi organisasi. Karena dengan demikian berarti pentingnya kepala sekolah dalam menerapkan pendekatan personal, dan strategi lainnya sehingga mampu mengetahui kebutuhan-kebutuhan mendasar bahwasanya sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya setiap bawahan memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda. Dan disinilah kemampuan seorang pemimpin diuji dalam kepemimpinannya, karena maju mundurnya sebuah organisasi tidak terkecuali tergantung kepada pimpinannya. Dalam hal ini kepala sekolah adalah yang paling berperan dan bertanggung jawab dalam mengantarkan organisasinya menjadi organisasi yang berkualitas.
Fenomena diatas menarik untuk diteliti karena dalam keterbatasan SDM dan finansial SMP X dapat memposisikan dirinya setara dengan sekolah lain, penelitian ini mengambil tema "Peran Kepala Sekolah dalam Peningkatan Motivasi Kerja Guru di SMP X".

B. Fokus Penelitian
Dari konteks penelitian diatas, penelitian ini akan difokuskan pada persoalan yang menurut peneliti cukup penting untuk dikaji secara mendalam yakni : 
1. Bagaimana motivasi kerja guru di SMP X ?
2. Bagaimana peran kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi kerja guru di SMP X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian diatas maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut : 
a. Mengetahui motivasi kerja guru di SMP X.
b. Mengetahui peran kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi kerja guru di SMP X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini sesuai dengan masalah yang penulis teliti pada konteks penelitian, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis akan berkontribusi kepada pada teori-teori kepemimpinan terutama kepemimpinan kepala sekolah dalam manajemen sumber day a manusia. Adapun secara praktis akan berkontribusi sebagai bahan masukan kepala sekolah dalam memberikan arahan dan motivasi bawahannya. Selain itu manfaat penelitian akan dijadikan sebagai pedoman bagi kepala sekolah dan komite sekolah dalam mengambil kebijakan-kebijakan lembaga khususnya yang berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia di SMP X.