Search This Blog

TESIS PERANCANGAN E-BUSINESS APLIKASI WORKFLOW BERBASISKAN WEB PADA PT. X

TESIS PERANCANGAN E-BUSINESS APLIKASI WORKFLOW BERBASISKAN WEB PADA PT. X

(KODE : PASCSARJ-0083) : TESIS PERANCANGAN E-BUSINESS APLIKASI WORKFLOW BERBASISKAN WEB PADA PT. X (PRODI : TEKNOLOGI INFORMASI)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi terutama dalam teknologi internet telah menjadi bagian dari masyarakat saat ini, perkembangan ini telah mendorong dunia bisnis untuk beradaptasi mengikuti arus teknologi informasi yang terus berkembang, perkembangan ini membentuk suatu ekosistem dimana perusahaan-perusahaan saling membutuhkan satu sama lain, perusahaan yang dapat bertahan dalam lingkungan tersebut adalah perusahan yang :
- Memiliki model bisnis yang dapat memberikan keuntungan yang berkelanjutan.
- Dapat memperluas jangkauan perusahaan diluar batasan organisasi dan geografis, serta memenuhi pasar lokal dan global.
- Berkompetisi secara aggresif, baik dipasar lokal maupun global, memiliki flexibilitas dan kecepatan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
- Fokus dalam mendapatkan serta mempertahankan jumlah pelanggan yang besar, dengan menyediakan nilai tambah yang bersaing, layanan personal, dan akses tanpa batas waktu terhadap produk dan jasa.
- Berusaha untuk efesien dengan mengoptimalkan seluruh hubungan pada value chain yang dimiliki.
- Cepat dan tanggap dalam merespon perubahan pasar.
- Menjadi pemimpin dengan mengembangkan pengetahuan industri dan posisi pasar untuk memberikan nilai tambah bagi rekanan value chain.
Kondisi-kondisi di atas akan dapat dicapai dengan baik jika perusahaan- perusahaan mengadopsi sistem informasi berbasis teknologi informasi. Sebab teknologi informasi dapat digunakan untuk untuk meningkatkan keunggulan bersaing dan dianggap sebagai kunci sukses bagi perusahaan-perusahaan di era informasi dan di masa-masa yang akan datang. Perusahaan dapat memberikan nilai tambah pada produk atau jasa dengan cara inovasi, penurunan biaya, penghematan waktu maupun kustomisasi.
Internet merupakan salah satu teknologi informasi yang penggunaannya semakin meningkat oleh komunitas bisnis dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Misalnya dalam hal penggunaan e-mail, surfing/browsing, serta downloading. Secara tidak langsung hal ini dapat menciptakan sebuah lingkup dunia baru yang sering disebut dengan "cyberspace" atau dunia maya. Batas dunia menjadi "hilang" sehingga dapat mengubah cara perusahaan dalam melakukan bisnis dengan konsumen maupun dengan perusahaan lain.
Semakin maraknya dunia bisnis menggunakan internet sebagai media bertransaksi, membuat berkembangnya suatu konsep baru dalam teknologi informasi dan paradigma bisnis baru yang disebut e-business. PT. X Group merupakan perusahaan agrobisnis yang sedang berkembang dan merupakan kumpulan dari beberapa perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam PT. X Group, secara geografis PT. X Group memiliki cabang-cabang yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, dengan Jakarta sebagai pusat proses bisnis.
Ekspansi perusahaan secara besar-besaran tidak diikuti dengan manajemen yang handal, hal ini menimbulkan banyak masalah dalam komunikasi, terutama antar pusat dan daerah, sehingga sering muncul masalah seperti integritas data yang tidak akurat dan kurangnya kontrol terhadap proses bisnis. Hal ini juga di tambah dengan minimnya dukungan sistem terhadap proses bisnis, walupun secara infrastruktur beberapa sistem telah saling terhubung dengan cabang-cabang, namun akibat kurangnya dukungan penuh dari sistem menyebabkan beberapa proses bisnis masih dilakukan secara manual.
Seiring pertumbuhan perusahaan yang semakin besar, besar harapan para pemegang saham agar perusahaan mempunyai sistem manajemen yang baik, mulai dari perencanaan, implementasi, dan control, hal ini menjadi sangat diutamakan karena dengan semakin besarnya perusahaan, kompleksitasnya akan semakin tinggi pula, sehingga hal-hal yang harus dipertanggungjawabkan harus dibuat sejelas mungkin. Berbagai konteks permasalahan tersebut dapat dilihat pada model konteks permasalahan dengan menggunakan Rich Picture (Sumber : Monk. Andrew, The Rich Picture: The Tool for Reasoning about Work Context) dibawah ini.

** gambar sengaja tidak ditampilkan **

Melihat permasalahan tersebut pada awal tahun XXXX PT. X Group membentuk divisi Informasi Teknolgi (IT), Divisi IT bertugas untuk mendukung perusahaan dalam mengimplementasi strategi perusahaan dari sisi teknologi yang tersedia saat ini. IT memberikan solusi untuk meningkatkan kinerja seluruh unit usaha yang ada, prestasi divisi IT pada tahun XXXX adalah membangun portal perusahaan, seiring dengan kebutuhan perusahaan yang meningkat terhadap proses automatisasi perkerjaan, maka divisi IT ditugaskan untuk mengani masalah yang berada didalam divisi HR, diantaranya adalah masalah data kepegawaian yang tidak terstruktur, selain itu divisi IT diberi tugas untuk melakukan automatisasi sistem workflow perusahaan dan bekerjasama dengan divisi HR, dimana divisi HR akan melakukan standarisasi SOP dan policy perusahaan yang dituangkan melalui perancangan sistem workflow.
Dalam pengembangan aplikasi, divisi IT menerapkan konsep pengembangan aplikasi menggunakan piranti lunak open source, konsep ini dipilih karena merupakan kebijakan dari perusahaan selain dari keungulan-keungulan yang dimiliki oleh piranti lunak open source itu sendiri, dimana dari segi biaya dan ketersediaan sumber daya yang memadai, dukungan pemerintah dengan penerapan IGOS (Indonesia Goes Open Source) semakin memantapkan divisi IT dalam pengembangan aplikasi menggunakan teknologi open source dalam pengambangan aplikasi.

1.2. Lingkup Masalah
Dengan melakukan ekspansi besar-besaran dan restrukturisasi perusahaan pada waktu yang bersamaan, PT. X Group harus bekerja sangat keras untuk mencapai visinya. Kecepatan perluasan areal seringkali tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan, sehingga banyak sekali hal-hal yang memerlukan perbaikan/perhatian seperti:
- Sistem yang belum baku (Policy, SOP, reports)
Ada dua issue yang perlu mendapat perhatian seperti standard sistem yang belum ada/lengkap, dan penerapan sistem yang tidak sesuai dengan standard
- Perencanaan yang kurang matang
Implementasi yang tidak direncanakan dengan baik akan mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu pekerjaan, dengan kata lain, perencanaan yang tidak matang mengakibatkan banyak hambatan pada saat implementasi, sehingga hasil yang ditargetkan akan sulit dicapai.
- Kontrol yang lemah
Dengan tidak adanya alat untuk menjustifikasi kegiatan yang dilakukan, kinerjanya (performance) akan sulit diukur.
- Sumber daya manusia yang masih belum memadai
Dalam hal ini, masalah yang terjadi adalah kurangnya tenaga kerja yang sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan.
- Situasi sosial masyarakat Indonesia
Kompleksitas masalah ini sangat bervariasi di setiap daerah dan sangat mempengaruhi kegiatan perusahaan di daerah tersebut.
- Issue lingkungan yang mulai menjadi sorotan dunia internasional
Kelestarian lingkungan merupakan issue yang sangat sensitif dan komplek, juga sangat mempengaruhi reputasi perusahaan di mata Publik

1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan proyek akhir ini dimaksudkan untuk:
- Perancangan aplikasi workflow sebagai jawaban kebutuhan manajemen perusahaan sebagai alat untuk membakukan standar si stem perusahaan, diantaranya SOP, policy, dan reports.
- Dengan aplikasi workflow ini diharapkan proses bisnis dapat dipercepat, terkontrol dan terdokumentasi dengan baik, sehingga manajemen dapat membuat perencanaan yang lebih matang dan terstruktur.
- Penerapan piranti lunak open source oleh divisi IT sebagai salah satu solusi dalam pengembangan aplikasi.

1.4. Batasan Masalah
Batasan dalam penulisan proyek akhir ini adalah sebagai berikut:
- Sistem dirancang sesuai proses bisnis PT. X Group, dimana sistem dikembangkan bersama-sama dengan divisi HR PT. X Group, dan digunakan terbatas dalam lingkungan PT. X Group.
- Modul-modul yang dikembangkan antara lain : modul permohonan izin dintaranya : cuti, izin, dan sakit, modul permohonan klaim kesehatan, dan modul permohonan perjalanan dinas, perjalanan dinas sendiri memiliki empat sub modul diantaranya : proposal perjalanan dinas, surat tugas, deklarasi perjalanan dinas, dan laporan perjalanan dinas.
- Dalam pengembangan aplikasi, PT. X Group menerapkan teknologi open source, pemilihan teknologi ini merupakan kebijakan perusahaan, selain itu teknologi open source didukung oleh pemerintah Indonesia melalui program IGOS (Indonesia Goes Open Source).
- Teknologi open source akan digunakan dalam penggunaan development tools dan database platforms.

1.5. Metodologi Pengembangan Sistem
Dalam upaya melakukan pengembangan sistem berbasis e-business, penulis menganalisa dan merancang sistem dengan mempergunakan metodologi Model Driven Development Strategy. Metodologi ini adalah salah satu metode yang tertua dalam pengembangan sistem namun masih merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk analisa dan perancangan sebuah sistem informasi. Pada metode ini, sistem digambarkan dalam system model yang merepresentasikan kenyataan atau kenyataan yang diharapkan. Secara singkat metode ini adalah metode yang menggunakan system model untuk menggambarkan dan menganalisa permasalahan, mendefinisikan kebutuhan bisnis, serta merancang sistem informasi.
System Model sangat berguna dengan kemampuannya dalam memberikan gambaran dan mengkomunikasikan building block tentang knowledge, proses dan antar muka dari sebuah sistem informasi yang diharapkan. Selain itu keuntungan dari cara penggunakan system model adalah dukungannya yang besar dalam memfasilitasi komunikasi yang lebih mendalam dan sistematis antar pihak yang terlibar dalam pengembangan sistem informasi yang akan dibangun.
Adapun pihak yang terlibat dalam pengembangan sistem informasi, antara lain:
1. Pengguna sistem (End User)
2. Analis sistem (System Analyst)
3. Desainer sistem (System Designer)
4. Programmer
Berikut ini adalah diagram keterkaitan antara beberapa fase dalam metodologi pengembangan sistem yang berbasis e-business yang akan dilakukan dalam proyek akhir ini.

** gambar sengaja tidak ditampilkan **

Ada 6 tahapan yang akan ditempuh dalam menjalankan metodologi Model Driven Development Strategy untuk dapat diakomodir pada kegiatan proyek akhir pengembangan sistem ini. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai masing-masing tahapan tersebut.
1. Analisa Permasalahan
Adalah tahap pertama untuk melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap sistem lama dan menganalisa hasil temuan secara detail untuk bisa mengungkapkan permasalahan yang menjadi dasar dijalankannya proyek teknologi informasi. Pada tahap ini hal yang terpenting untuk digali lebih dalam adalah masalah pemahaman akan domain permasalahan yang ada dalam sebuah organisasi dan pemahaman yang mendalam atas eksistensi sistem lama organisasi tersebut.
2. Pendefinisian Kebutuhan
Adalah tahap dimana kebutuhan bisnis didefinisikan dan dipetakan berdasarkan skala prioritas yang diinginkan oleh pengguna (stakeholder). Pada tahap ini analis sistem harus mampu menggali sedalam mungkin mengenai apa saja yang dinginkan pengguna untuk ditampilkan pada sistem baru secara detail dengan tidak menggunakan istilah teknis dalam dialog-dialog yang terjadi. Untuk itu dibutuhkan pemahaman atas proses bisnis yang kuat dan kemampuan komunikasi yang baik pada diri analis sistem. Fase ini merupakan tahapan paling penting dalam sebuah pengembangan sistem. Kesalahan dalam penggalian kebutuhan dari pengguna bisa berakibat kekecewaan atas sistem yang sudah jadi pada pengguna. Teknik yang umumnya digunakan pada proses penggalian kebutuhan adalah:
a. Survey/angket
b. Wawancara mendalam
c. Focus Group Discussion
Teknik yang digunakan penulis pada tahap ini adalah teknik survey untuk menggali data primer. Selain itu, ada kemungkinan penulis menggunakan teknik wawancara untuk melakukan penggalian data sekunder.
Pada tahap ini penggalian informasi akan kebutuhan pengguna mencakup beberapa aspek, yaitu:
a. Kebutuhan data bisnis
b. Kebutuhan proses bisnis
c. Kebutuhan antar muka sistem dan bisnis
3. Pendefinisian Ruang Lingkup
Adalah tahap ketiga dari model pengembangan ini. Adapun tujuan dari dilakukannya tahapan ini adalah mendapatkan jawaban dan justifikasi yang kuat atas:
a. Apakah permasalahan layak diangkat dan dibahas.
b. Bila layak, pembatasan apa saja yang harus dilakukan untuk upaya mengatasi permasalahan yang ada dalam proyek? Adapun pemicu dalam tahap ini adalah:
a. Masalah
b. Kesempatan yang ingin diraih
c. Directives
Semua hasil dokumentasi tahap ini dituangkan dalam problem statement. Tujuan dari tahapan ini adalah bukan untuk mencari solusi tapi lebih pada katalogisasi dan kategorisasi ketiga pemicu yang telah disebutkan diatas.
4. Perancangan Arsitektur Konseptual
Pada tahap perancangan ini, akan lebih dibahas mengenai peran-peran dari masing-masing aktor yang terlibat dalam proses bisnis yang ada dalam sistem informasi.
5. Perancangan Arsitektur Logis
Adalah tahap dimana kebutuhan bisnis pengguna dalam organisasi diartikulasikan ke dalam system model yang digunakan untuk memvalidasi kebutuhan akan kelengkapan dan konsistensi sistem. Frasa Arsitektur Logis disini harus diinterpretasikan sebagai konsep yang wajib bebas dari istilah teknologi (istilah teknis Sistem Informasi tidak diakomodasi dalam tahapan ini). Istilah Perancangan Arsitektur Logis sinonim/dikenal juga dengan istilah Logical Design, Conceptual Design, atau Essential Design.
6. Perancangan Arsitektur Fisik
Adalah tahap dimana kebutuhan pengguna diterjemahkan ke dalam system model yang berisikan tentang implementasi teknikan dari kebutuhan bisnis pengguna. Sinonim dari Perancangan Arsitektur Fisik adalah Physical Design, Technical Design, atau Implementation Model. Pada tahap ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan baik:
a. Spesifikasi perancangan basis data fisik
b. Spesifikasi perancangan perangkat lunak dan proses bisnis fisik
c. Spesifikasi antar muka sistem dan pengguna fisik Ada dua filosofi yang cukup ekstrim dalam tahap ini, yaitu:
c.1. Perancangan berdasar spesifikasi
c.2. Perancangan berdasarkan prototyping
Pada tahap ini perancangan harus bisa memberikan perhatian yang sama pada perihal pengintegrasian sistem informasi yang akan dibangun nanti. Integrasi sistem biasanya langsung tergambar pada model Perancangan Arsitektur Fisik dan spesifikasi desain.
TESIS HUBUNGAN ANTARA KEPEMILIKAN MANAJERIAL, RETURN ON EQUITY (ROE), NET PROFIT MARGIN (NPM), DAN TOBIN’S Q DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

TESIS HUBUNGAN ANTARA KEPEMILIKAN MANAJERIAL, RETURN ON EQUITY (ROE), NET PROFIT MARGIN (NPM), DAN TOBIN’S Q DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

(KODE : PASCSARJ-0082) : TESIS HUBUNGAN ANTARA KEPEMILIKAN MANAJERIAL, RETURN ON EQUITY (ROE), NET PROFIT MARGIN (NPM), DAN TOBIN’S Q DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (PRODI : MAGISTER MANAJEMEN)




BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996). Baik kreditur maupun investor, menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan untuk memprediksi laba di masa yang akan datang. Beberapa penelitian mendukung bahwa manipulasi terhadap earning juga sering dilakukan oleh manajemen. Penyusunan earnings dilakukan oleh manajemen yang lebih mengetahui kondisi di dalam perusahaan, kondisi tersebut diprediksi oleh Dechow (1995) dapat menimbulkan masalah karena manajemen sebagai pihak yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan dievaluasi dan dihargai berdasarkan laporan yang dibuatnya sendiri. Laba yang kurang berkualitas bisa terjadi karena dalam menjalankan bisnis perusahaan, manajemen bukan merupakan pemilik perusahaan. Pemisahan kepemilikan ini akan dapat menimbulkan konflik dalam pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan keinginan para pemilik. Konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan ini disebut dengan konflik keagenan.
Beberapa mekanisme yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah keagenan tersebut adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial (Jansen dan Meckling, 1976). Bernhart dan Rosenstein (1998) menyatakan beberapa mekanisme corporate governance seperti mekanisme internal, yaitu struktur dewan komisaris, serta mekanisme eksternal seperti pasar untuk kontrol perusahaan diharapkan dapat mengatasai masalah keagenan tersebut. Dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja. Kemampuan dewan komisaris untuk mengawasi merupakan fungsi yang positif dari independensi komisaris eksternal. Dewan komisaris juga bertanggung jawab atas kualitas laporan yang disajikan. Komite audit yang bertugas membantu Dewan Komisaris, bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal juga diharapkan dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management).
Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui peningkatkan nilai perusahaan (Brigham dan Houston, 2001). Peningkatan nilai perusahaan tersebut dapat dicapai jika perusahaan mampu beroperasi dengan mencapai laba yang ditargetkan. Melalui laba yang diperoleh tersebut perusahaan akan mampu memberikan dividen kepada pemegang saham, meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut pada umumnya berkisar pada hal-hal yang sifatnya fundamental yaitu : (1) Perlunya kemampuan perusahaan untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan efisien, yang mencakup seluruh bidang aktivitas (sumber daya manusia, akuntansi, manajemen, pemasaran dan produksi), (2) Konsistensi terhadap sistem pemisahan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga secara praktis perusahaan mampu meminimalkan konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara manajemen dan pemegang saham, dan (3) Perlunya kemampuan perusahaan untuk menciptakan kepercayaan pada penyandang dana ekstern, bahwa dana ekstern tersebut digunakan secara tepat dan seefisien mungkin serta memastikan bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan perusahaan. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, maka perusahaan perlu memiliki suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, yang mampu memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka dapat meyakinkan dirinya akan peroleh keuntungan investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi, selain itu juga harus dapat menjamin terpenuhinya kepentingan karyawan serta perusahaan itu sendiri.
Bukti empiris yang diperoleh dari hasil riset Zhuang pada tahun 2000 menunjukkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dalam mengelola perusahaan dibandingkan negara-negara Asia Tenggara. Hal ini ditunjukkan oleh masih lemahnya standar-standar akuntansi dan regulasi, pertanggungjawaban terhadap para pemegang saham, standar-standar pengungkapan dan transparansi serta proses-proses kepengurusan perusahaan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dalam menjalankan manajemen yang baik dalam memenuhi tuntutan stakeholder perusahaan.
Dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka para pelaku bisnis di Indonesia menyepakati penerapan good corporate governance (GCG) suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, hal ini sesuai dengan penandatanganan perjanjian Letter of Intent (LOI) dengan IMF tahun 1998, yang salah satu isinya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan di Indonesia (Sulistyanto, 2003). Melalui penerapan GCG tersebut diharapkan: (1) perusahaan mampu meningkatkan kinerjanya melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta mampu meningkatkan pelayanannya kepada stakeholder, (2) perusahaan lebih mudah memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan corporate value, (3) mampu meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan (4) pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Corporate governance lebih menjadi perhatian para investor dan berbagai pihak yang berkepentingan setelah krisis ekonomi tahun 1997 di Asia, yang mengakibatkan kondisi perekonomian di beberapa negara menjadi terpuruk. Indonesia termasuk salah satu negara yang mengalami keterpurukan akibat krisis ekonomi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh McKinsey and Co (2002) dalam Pakaryaningsih (2006), penelitian Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA), dalam Setianto (2002), dan penelitian Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG) memberikan satu indikasi yang menyatakan bahwa penyebab terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 adalah karena buruknya corporate governance. Penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang paling buruk dalam penerapan corporate governance.
Good Corporate Governance secara definitif merupakan si stem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholders. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya, dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholders (Moeljono, 2002). Atau secara singkat, ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance ini, yaitu fairness, transparancy, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut sangatlah penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Beasly et al., 1998). Chtourou et al. (2001) juga mencatat prinsip good corporate governance yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Beberapa bukti empiris yang menunjukkan bahwa pelaksanaan GCG dapat memperbaiki kinerja perusahaan antara lain: (1) Penelitian yang dilakukan oleh Ashbaugh et al. (XXXX) terhadap 1.500 perusahaan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan peringkat kredit (firm credit rating) yang signifikan, (2) Penelitian yang dilakukan oleh Alexakis et al. (2006) terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di pasar modal Yunani menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG secara baik mengalami peningkatan rata-rata return saham, dan mengalami penurunan risiko yang signifikan, (3) Penelitian yang dilakukan Drobetz et al. (2003) terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di pasar modal Jerman menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG mengalami peningkatan expected stock return yang signifikan, (4) Penelitian yang dilakukan oleh Firth et al. (2002) terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di pasar modal Hongkong menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG mengalami peningkatan kinerja perusahaan (corporate performance) yang signifikan. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Caylor (XXXX) di Georgia, juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG mengalami peningkatan kinerja perusahaan (corporate performance) yang signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Cornett et al. (2005) terhadap perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam S&P 100, juga menunjukkan hasil yang sama dimana perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG mengalami peningkatan kinerja perusahaan yang signifikan. Brown dan Caylor (XXXX) menunjukkan bahwa penerapan good corporate governance secara signifikan dapat meningkatkan return on equity, net profit margin, dan Tobin's Q. Mengacu pada hasil-hasil penelitian empiris yang telah dilakukan, tampak bahwa bukti empiris tersebut menunjukkan betapa pentingnya penerapan gcg dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Dalam kaitan ini maka menarik untuk dilakukan penelitian mengenai "Hubungan Kepemilikan Manajerial, Return on Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Tobin's Q dengan penerapan Good Corporate Governance pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia". Penerapan Good Corporate Governance dalam penelitian ini akan diukur menggunakan Corporate Governance Perception Index (CGPI).

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat hubungan antara kepemilikan manajerial dengan penerapan good corporate governance yang diukur melalui Corporate Governance Perception Index (CGPI)?
2. Apakah terdapat hubungan antara return on equity dengan penerapan good corporate governance yang diukur melalui Corporate Governance Perception Index (CGPI)?
3. Apakah terdapat hubungan antara net profit margin dengan penerapan good corporate governance yang diukur melalui Corporate Governance Perception Index (CGPI)?
4. Apakah terdapat hubungan antara Tobin's Q dengan penerapan good corporate governance yang diukur melalui Corporate Governance Perception Index (CGPI)?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bukti empiris mengenai:
1. Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan penerapan good corporate governance yang diukur melalui Corporate Governance Perception Index (CGPI).
2. Hubungan antara return on equity dengan penerapan good corporate governance yang diukur melalui Corporate Governance Perception Index (CGPI).
3. Hubungan antara net profit margin dengan penerapan good corporate governance yang diukur melalui Corporate Governance Perception Index (CGPI).
4. Hubungan antara Tobin's Q dengan penerapan good corporate governance yang diukur melalui Corporate Governance Perception Index (CGPI).

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain:
1. Manfaat ilmiah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pengembangan dan pengkajian konsep tentang bagaimana hubungan antara kepemilikan manajerial, return on equity, net profit margin, dan Tobin's Q dengan Good Corporate Governance
2. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi perusahaan dan regulator untuk menerapkan tata kelola perusahaan dengan lebih baik.

1.5 Sistematika Penulisan
Tesis ini menyajikan 5 bab yang saling berkaitan. Dalam bagian ini akan diterangkan secara singkat dari bab 1 sampai dengan bab 5. Adapun masing-masing bab tersebut berisi hal-hal sebagai berikut:
Bab 1. PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tinjauan pustaka yang mendasari penelitian ini, yang terdiri dari arti investasi, arti pasar modal, kepemilikan manajerial, return on equity, net profit margin, Tobin's Q, Good Corporate Governance, kerangka pemikiran, dan pengembangan hipotesis.
Bab 3. METODE PENELITIAN
Bab ini memaparkan metodologi penelitian yang berisi tentang objek penelitian, metode penelitian, jenis dan metode yang digunakan, pemilihan sampel, definisi operasional variabel, sumber data, pengumpulan data, dan analisis data.
Bab 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bagian pembahasan yang terdiri dari hasil uji hipotesis dan analisis mengenai hubungan kepemilikan manajerial, return on equity, net profit margin, Tobin's Q dengan Good Corporate Governance.
Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Memaparkan kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan dan implikasinya serta saran untuk penelitian selanjutnya.
TESIS ANALISIS TENTANG SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) DAN MANFAATNYA BAGI INDONESIA

TESIS ANALISIS TENTANG SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) DAN MANFAATNYA BAGI INDONESIA

(KODE : PASCSARJ-0081) : TESIS ANALISIS TENTANG SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) DAN MANFAATNYA BAGI INDONESIA (PRODI : ILMU HUKUM)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi ekonomi telah menjadi suatu hal yang populer lebih dari satu dekade lamanya. Para politisi, staf-staf pemerintahan, para pelaku bisnis, aktivis lingkungan, ahli ekonom bahkan sampai pengacara semuanya membicarakan tentang globalisasi ekonomi. Adapun konsep mengenai globalisasi dan globalisasi ekonomi secara keseluruhan, telah banyak digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi yang sedang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Joseph Stiglitz seperti yang dikutip oleh Peter van den Bossche mendefinisikan mengenai konsep globalisasi sebagai berikut :
the closer integration of the countries and peoples of the world has been brought about by the enermous redustion of costs of transportation and communication, and the breaking down of artificial barriers to the flow of goods, capital, knowledge and (to a lesser extent) people across border
Berbicara tentang globalisasi ekonomi dan perdagangan internasional yang terkesan tanpa batas, maka hal ini dikaitkan dengan masyarakat internasional sebagai pelaku ekonomi dengan kepentingan ekonominya masing-masing.
Dapat dikatakan bahwa globalisasi yang ada saat ini adalah bentuk lain yang baru dari pembangunan kapitalisme sebagai sistem ekonomi internasional saat ini. Seperti pada waktu yang lalu, untuk mengatasi krisis, perusahaan multi nasional mencari pasar baru dan memaksimalkan keuntungan dengan mengekspor modal dan reorganisasi struktur produksi.
Pada tahun 1950-an, investasi asing memusatkan kegiatan penggalian sumber alam dan bahan mentah untuk pabrik-pabriknya. Tiga puluh tahun terakhir ini, perusahaan manufaktur menyebar keseluruh dunia. Dengan pembagian daerah operasi melampaui batas-batas negara, perusahaan-perusahaan tidak lagi memproduksi seluruh produk di satu negara saja. Manajemen diberbagai benua, penugasan personel tidak lagi terikat pada bahasa, batas negara dan kewarganegaraan.
Pada masa lalu bisnis internasional hanya dalam bentuk ekspor dan impor serta penanaman modal. Globalisasi menyebabkan berkembangnya saling ketergantungan pelaku-pelaku ekonomi dunia. Manufaktur, perdagangan, investasi melewati batas-batas negara, meningkatkan intensitas persaingan. Gejala ini dipercepat oleh kemajuan komunikasi dan transportasi teknologi. Adanya perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing negara dalam rangka pembangunan negaranya masing-masing mengakibatkan adanya beberapa karakteristik negara dalam masyarakat internasional, yaitu negara maju, negara berkembang dan negara terbelakang.
Seperti yang dikatakan di atas, bahwa globalisasi menyebabkan berkembangnya saling ketergantungan pelaku-pelaku ekonomi dunia. Kecenderungan manusia untuk tidak dapat lepas dari bantuan dan pertolongan orang lain, dapat dilihat dalam interaksi kehidupan antar negara. Negara maju yang dapat dicirikan sebagai negara yang memiliki modal besar dan menguasai teknologi, tingkat pendidikan penduduknya yang tinggi dan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Selain itu, negara berkembang dikategorikan sebagai negara dengan standar hidup yang rendah, ditandai dengan pendapatan nasional per kapita yang rendah, distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tingkat kemiskinan yang
tinggi, angka pendidikan dan kesehatan yang buruk dan saat ini yang menjadi tujuan negara berkembang terutama adalah pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi. Negara berkembang dengan segala keterbatasan yang dimiliki, berusaha dengan sekuat tenaga dalam rangka pembangunan ekonomi negaranya dan mensejajarkan diri dengan negara maju di dunia tidak dapat melepaskan diri dengan bantuan luar negeri. Disisi lain, kepentingan ekonomi negara maju sangat dominan dalam memperoleh pangsa pasar dunia di negara berkembang.
Mengenai keterlibatan negara berkembang dalam dunia perdagangan internasional, Supachai Panitchpakdi, seperti yang dikutip oleh Peter van den Bossche, menyatakan sebagai berikut:
"Enhanced South-South activity offers a potentially great source of expanded trade opprtunities in the coming trade. Between 1990 and 2001, South-South trade grew faster than world trade with the share of intra-developing country trade in world merchandise exports rising from 6,5 % to 10,6 %"
Dengan ketidakseimbangan posisi inilah sehingga mampu membuat negara maju memaksakan kehendaknya kepada negara berkembang dalam bentuk syarat-syarat yang harus dipenuhi bahkan menutup pasar mereka dari negara berkembang jika negara berkembang bermaksud mengadakan perjanjian ekonomi dengan negara maju dan bersaing dengan produk yang mereka hasilkan.
Disini, negara berkembang seperti tidak memiliki posisi tawar yang tinggi sebagai negara berdaulat untuk menolak syarat-syarat yang diajukan jika memang ada dampak negatif yang ditimbulkan. Selain itu, negara berkembang memiliki keterbatasan informasi yang dapat menghambat mereka dalam bernegosiasi dengan negara maju dalam bidang perdagangan. Dengan kondisi demikian, mengakibatkan negara berkembang tidak mendapatkan secara maksimal
keuntungan dari adanya suatu perjanjian internasional dalam rangka tercapainya perdagangan internasional yang adil dan merata. Sehingga wajar saja jika dikemudian hari, banyak sisi-sisi yang dikorbankan termasuk dunia perdagangan.
Mengenai hal ini, Kofi Annan seperti yang dikutip oleh Peter van den Bossche menyatakan sebagai berikut :
"Try to imagine what globalization can possibly mean to the half humanity that has never made of received a telephone call, or to the people of' Sub-Saharan Africa, who have less internet access than the inhabitans of the borough of Manhattan "
Pada sisi yang lain sektor perdagangan menjadi sangat penting peranannya bagi negara berkembang dalam pembinaan perekonomian, baik dalam konteks perdagangan dalam negeri maupun perdagangan internasional yang menuju era perdagangan bebas yang semakin kompetitif. Hal ini menjadi sangat penting mengingat bahwa perdagangan yang terjadi tidak hanya dalam satu negara saja, tetapi juga telah melewati batas teritorial antar negara. Sehingga diperlukan suatu sistem perdagangan internasional di bawah suatu organisasi perdagangan internasional.
Saat ini, terdapat satu organisasi perdagangan internasional sebagai salah satu wujud kesepakatan internasional dalam rangka mencapai suatu sistem perdagangan internasional yang adil dan kompetitif yaitu di bawah komando organisasi World Trade Organization (untuk selanjutnya disingkat dengan WTO).
WTO sebagai organisasi Perdagangan Dunia adalah suatu organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan perdagangan dunia melalui pengurangan hambatan tarif dan non tarif serta menerapkan pemberlakukan tarif untuk perdagangan barang. Selain itu juga untuk menata sistem perdagangan dunia agar lebih efisien dan efektif. Organisasi ini juga merupakan suatu forum negosiasi bagi para anggota untuk merundingkan kepentingan nasional masing-masing negara anggota.
WTO merupakan penguatan dari General Agreements on Trade and Tariff (dan untuk selanjutnya disingkat dengan GATT) yang berdiri pada tahun 1947. GATT merupakan suatu perjanjian multilateral dimana tujuan pokoknya adalah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna tercapainya kesejahteraan umat manusia. GATT sendiri telah menunjukkan eksistensinya sejak setengah abad yang lalu. Selain itu, GATT telah juga memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan internasional dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional yang cukup tinggi. Terlepas dari keberhasilan tersebut, GATT sebagai organisasi dan peraturan-peraturan yang dihasilkan masih bersifat sementara.
Namun demikian dalam perjalanannya, GATT 1947 belum dapat memberikan kepuasan bagi negara-negara anggota karena GATT hanyalah merupakan sekumpulan aturan sehingga bila terjadi sengketa antar anggota tidak dapat diselesaikan karena GATT tidak memiliki badan penyelesaian sengketa.
Adapun yang menjadi keluhan mengenai kelemahan sistem penyelesaian sengketa dalam GATT tersebut antara lain:
1. Prosedur dalam mekanisme penyelesaian sengketa dianggap memakan waktu terlalu banyak. Salah satu hal yang menjadi penyebabnya adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menyusun panel. Selain itu, adanya berbagai perjanjian khusus yang walaupun diadministrasikan oleh GATT, akan tetapi merupakan perjanjian tersendiri dengan prosedur penyelesaian sengketa tersendiri.
Kondisi hal tersebut di atas ternyata telah menimbulkan forum shopping dimana negara yang bersengketa dapat memilih untuk mengajukan penyelesaian sengketa pada berbagai forum. Sehingga dengan demikian, proses tersebut menimbulkan waktu yang terbuang untuk memperdebatkan prosedur yang akan digunakan.
2. Adanya perbedaan paham mengenai prosedur penyelesaian sengketa yang menerapkan prosedur yang terdapat dalam GATT atau prosedur yang berlaku dalam perjanjian khusus yang menimbulkan perdebatan mengenai substansi tentang prosedur.
3. Seringkali timbul kesulitan untuk mencari anggota panel yang tepat untuk suatu kasus yang timbul. Hal ini mengingat bahwa belum adanya pemahaman yang merata mengenai isu-isu dalam dunia perdagangan internasional.
4. Lambatnya pemutusan dari laporan panel yang diserahkan kepada council yang bertindak atas nama Contracting Parties.
5. Pihak yang kalah dalam sengketa dapat mencegah diterimanya laporan kepada council karena adanya aturan bahwa keputusan dalam council yang diambil dengan cara konsensus juga melibatkan negara yang bersengketa dalam proses pengambilan keputusan mengenai kasus yang sedang dibahas.
6. Adanya panelis yang dalam laporannya mengemukakan pandangannya secara tidak jelas sehingga menimbulkan keputusan yang tidak berlandaskan pada argumentasi hukum yang kuat.
7. Adanya tekanan yang tidak wajar dari suatu negara terhadap para panelis. Hal ini terjadi mengingat adanya posisi yang tidak seimbang antara negara anggota WTO itu sendiri
Selain itu, kemampuan sistem penyelesaian sengketa berdasarkan GATT dianggap tidak efektif. Hal ini disebabkan karena sistem penyelesaian sengketa berdasarkan GATT lebih menitik beratkan pada proses-proses diplomatik dan prosedur penyelesaian sengketa yang berdasarkan kekuasaan (power based procedur). Selanjutnya dikatakan bahwa peraturan-peraturan yang terdapat dalam GATT membuka kemungkinan bagi pihak yang kalah untuk menolak klaim-klaim yang diajukan tanpa adanya suatu konsekuensi tertentu.
Berikut ini sebagai contoh kasus yang pernah terjadi dimana prosedur penyelesaian sengketa berdasarkan GATT mengandung kelemahan-kelemahan dimana para pihak yang bersengketa selalu dapat menunda-nunda proses pengambilan penyelidikan oleh panel atau pengambilan keputusan oleh contracting parties.
Salah satu contoh yang jelas adalah kasus antara MEE vs Amerika Serikat dalam perkara Domestic International Soles Corporation (DISC) tahun 1973. Sebagai penggugat, Amerika Serikat meminta panel untuk menetapkan bahwa suatu prinsip dalam hukum pajak Eropa memberikan dampak subsidi ekspor sehingga bertentangan dengan pasal XVI GATT. Amerika Serikat mengakui bahwa gugatan yang diajukannya tidak realistik karena tidak semua negara pun akan membiarkan struktur perpajakannya didikte oleh suatu ketentuan dalam perjanjian internasional yang mengatur kebijakan perdagangan. Amerika Serikat mengajukan gugatan tersebut dalam rangka menguatkan pendapatnya dalam menghadapi gugatan sebelumnya yang diajukan MEE. Dalam gugatannya MEE menuduh peraturan DISC Amerika Serikat melanggar ketentuan Pasal XVI GATT. Amerika Serikat sendiri mengakui bahwa DISC, sekali pun merupakan subsidi ekspor terselubung, lebih banyak mencontoh perundang-undangan pajak Eropa yang memberikan dampak subsidi terselubung. Dalam perkara DISC ini Amerika Serikat sengaja menghubungkan satu persoalan dengan persoalan lain karena menyadari bahwa gugatan MEE tidak akan diproses tanpa menyertakan gugat balik dari Amerika Serikat. Putusan Panel baru keluar tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1976 dan isinya mcnyatakan bahwa baik DISC mau pun perundangan-undangan perpajakan Eropa sama-sama melanggar Pasal XVI GATT. Dalam hal ini, MEE tidak bersedia menerima kesimpulan Panel tersebut sehingga akibatnya seluruh temuan Panel harus ditinjau kembali sebelum diterima atau ditindaklanjuti oleh contracting parties. Rekomendasi Panel tersebut terus berada dalam agenda council selama enam pertemuan antara tahun 1976-1978. Council akhimya memutuskan akan menangguhkan persoalan tersebut sampai pertemuan berikutnya. Namun demikian, ternyata rnasalah ini tidak pernah diangkat kembali ke permukaan.
Dari pengalaman tersebut maka pada perundingan akhir Uruguay Round pada tahun 1994, para Menteri Perdagangan anggota GATT bersepakat untuk mendirikan suatu organisasi yang kuat yaitu WTO, yang berdiri secara resmi pada tanggal 1 Januari 1995. Dengan adanya kesepakatan Uruguay Round tersebut pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko maka dimulailah babak baru dalam hubungan perdagangan internasional, dengan demikian diharapkan agar perdagangan dunia yang bebas, adil dan terbuka dapat tercapai.
Selain itu juga dengan disepakatinya kerjasama WTO dengan organisasi internasional lainnya seperti International Monetary Fund (untuk selanjutnya disingkat dengan IMF) dan World Bank, sistem penyelesaian sengketa secara terpadu dan yang dilakukan secara reguler diharapkan dapat menjadi suatu standar mekanisme sebagai sarana tinjauan kebijaksanaan perdagangan dalam rangka meningkatkan transparansi.
Sehingga dengan demikian, untuk pertama kalinya dalam perkembangan sistem perdagangan multilateral, negara-negara telah berhasil menciptakan satu kesatuan sistem penyelesaian sengketa (overall unified dispute settlement) yang mencakup semua bidang perjanjian WTO. Dengan sistem yang menyatu ini tidak ada lagi sistem penyelesaian sengketa sendiri-sendiri yang diatur oleh masing-masing bidang perjanjian.
Di samping itu terhadap aturan dan prosedur penyelesaian sengketa telah dilakukan penyempurnaan sehingga pelaksanaannya diharapkan dapat lebih efektif dibandingkan dengan sistem dalam GATT 1947. Adanya perubahan sistem ini dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa terciptanya penyelesaian sengketa yang lebih efektif sangatlah penting bagi berfungsinya sistem perdagangan multilateral secara baik, lancar dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia secara merata.
Hal ini seperti yang diungkapkan dalam pertemuan tingkat menteri perdagangan delapan bulan sebelum berdirinya WTO, bertemu di Marrakesh pada 15 April 1994 dalam rangka mengadopsi Marrakesh Declaration, yaitu :
"salute the historic achievement represented by the conclusion of the [Uruguay] Round, which they believe will strengthen the world economy and lead to more trade, investment, employment and income growth throughout the world".
Disisi lain, WTO sebagai suatu lembaga perdagangan multilateral yang permanen maka peranan WTO akan lebih kuat daripada GATT selama ini. Hal ini tercermin dari struktur organisasi yang melibatkan negara anggotanya sampai pada tingkat Menteri. Adapun struktur organisasi WTO, terdiri dari :
a. Ministerial Conference (Konferensi Tingkat Menteri), yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi. Forum ini secara rutin mengadakan pertemuan setiap dua tahun.
b. General Council (Dewan Umum), badan ini berada di bawah Ministerial Conference yang bertugas sebagai pelaksana harian, terdiri dari para wakil negara anggota dan mengadakan pertemuan sesuai dengan kebutuhan baik untuk kegiatan di bawah Multilateral Trade Agreements maupun Plurilateral Trade Agreements.
c. Council for Trade in Goods (Dewan Perdagangan Barang), badan di bawah General Council yang bertugas memantau pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang perdagangan barang.
d. Council for Trade in Service (Dewan Perdagangan Jasa), badan di bawah General Council yang bertugas memantau pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang perdagangan jasa.
e. Council for Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (Dewan untuk Aspek Dagang yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual). Badan yang berada di bawah General Council ini bertugas memantau pelaksanaan persetujuan di bidang perdagangan Hak Atas Kekayaan Intelektual.
f. Dispute Settlement Body (Badan Penyelesaian Sengketa), badan ini berada di bawah Ministerial Conference yang menyelenggarakan forum penyelesaian sengketa perdagangan yang timbul diantara negara anggota.
g. Trade Policy Review Body (Badan Peninjau Kebijakan Perdagangan), badan ini berada di bawah Ministerial Conference yang bertugas menyelenggarakan mekanisme pemantauan kebijakan di bidang perdagangan.
Dengan demikian, peranan WTO sebagai suatu organisasi perdagangan multilateral, yaitu :
a. Mengadminsitrasikan berbagai persetujuan yang dihasilkan Uruguay Round di bidang barang dan jasa, baik multilateral maupun plurilateral serta mengawasi pelaksanaan komitmen akses pasar di bidang tarif maupun non tarif.
b. Mengawasi praktek-praktek perdagangan internasional dengan secara reguler meninjau kebijaksanaan perdagangan negara anggotanya dan melalui rosedur notifikasi.
c. Sebagai forum dalam menyelesaian sengketa dan menyediakan mekanisme konsiliasi guna mengatasi sengketa perdagangan yang timbul.
d. Menyediakan bantuan teknis yang diperlukan bagi anggotanya, termasuk bagi negara-negara berkembang dalam melaksanakan Putaran Uruguay.
e. Sebagai forum bagi negara anggotanya untuk terus menerus melakukan perundingan pertukaran konsesi di bidang perdagangan guna mengurangi hambatan perdagangan dunia.
Adapun sistem penyelesaian sengketa yang terdapat di WTO merupakan elemen pokok dalam menjamin keamanan dan kepastian terhadap perdagangan multilateral. Mekanisme penyelesaian persengketaan WTO sangat penting dalam rangka penerapan disiplin dan fungsi WTO secara efektif.
Perkembangan sistem penyelesaian sengketa WTO ini adalah sebuah tuntutan penyesuaian yang cukup luas dari sistem GATT yang memerlukan perubahan yang cukup luas dalam menangani perluasan kegiatan perdagangan dunia. Dalam evolusinya, sistem penyelesaian sengketa yang dikembangkan oleh GATT semakin dipusatkan pada perbaikan-perbaikan konkret yang dapat dilakukan dan dianggap perlu serta dimungkinkan untuk diterapkan. Dengan perbaikan itu maka sistem penyelesaian sengketa menjadi cukup lengkap dari segi prosedural maupun dari segi kelembagaan.
Adapun perkembangan yang menyangkut perbaikan dan penyempurnaan atas sistem penyelesaian sengketa yang terdapat dalam GATT telah semakin meningkat dan menjadi agenda pada Uruguay Round. Pada tahun 1986 yang merupakan salah satu putaran Uruguay Round, tepatnya di Punta del Este, pada pertemuan tingkat menteri telah dideklarasikan dalam kaitannya dengan penyelesaian sengketa, bahwa :
"In order to ensure prompt and effective resolution of disputes to the benefit of all contracting parties, negotiations shall aim to improve and strengthen the rules and the procedures of the disputes settlement process, while recognizing the contribution that would be made by more effective and enforceable GATT rules and disciplines. Negotiations shall include the development of adequate arrangement for overseeing and monitoring of the procedures that would facilitate compliance with adopted recommendations".
Adapun substansi pokok yang menyangkut perbaikan dan penyempurnaan tersebut di atas adalah tersebut di bawah ini:
a. Adanya penggunaan panel untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Hal ini berarti telah terjadi "pengukuhan" prosedur yang sifatnya lebih yuridis dalam sistem penyelesaian sengketa dengan adanya penerapan ketentuan dalam sengketa yang menggunakan third party adjudication dengan menggunakan panels of independent expert. Hal ini berbeda dengan instrumen yang digunakan dalam GATT sebelumnya bahwa proses tersebut lebih mengandung proses politis karena hanya melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan atas sengketa yang terjadi dalam penyelesaian atas tiap sengketa yang ada.
b. Sejak tahun 1962, dengan hasil dari kasus yang diadukan kepada GATT oleh pemerintah Uruguay dengan laporan GATT, yaitu Uruguay's Recourse to Article XXIII, maka GATT semakin mengarahkan perhatiannya kepada masalah violation complaints dan breaches of obligations. Sehingga dengan demikian, adanya pembatasan, secara bertahap, melalui proses penyelesaian sengketa, dari jenis-jenis keluhan dalam bentuk non-violation complaints yang rumusannya terlalu samar-samar dan umum mengenai kerugian atas dampak tindakan subsidi produksi yang diterapkan oleh suatu negara.
c. Peningkatan kadar yuridis dari GATT's diplomat's jurisprudence dan "de-politisasi" dari prosedur panel antara lain dengan menggunakan temuan dari hasil panel sebelumnya, yang semakin mendekati case law dan penggunaan precedence walaupun belum sepenuhnya, dengan pengembangan hak untuk meminta dibentuknya panel, penggunaan metode customary law dalam treaty interpretation, peningkatan penggunaan ahli hukum dalam panel, dari semakin mengembangnya penerimaan adopsi laporan panel secara otomatis.
d. Adanya kejelasan waktu dalam setiap tahap proses penyelesaian sengketa.
e. Adanya kemungkinan untuk dibuatnya appellate review terhadap suatu panel report.
Selain itu, mengingat adanya kelemahan yang terdapat dalam sistem penyelesaian sengketa yang terdapat dalam GATT, WTO berusaha untuk merancang suatu sistem penyelesaian sengketa yang baru. Suatu sistem yang memperkenalkan sistem sanksi atas keberatan-keberatan yang diajukan oleh tiap negara-negara anggota. Karakteristik lainnya adalah bahwa sistem penyelesaian sengketa WTO berdasarkan atas hukum (rule based system) dan adanya suatu proses yang dilegalisasikan. Oleh karena itu, hal ini dapat dikatakan bahwa sistem penyelesaian sengketa WTO memberikan suatu landasan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem penyelesaian sengketa yang terdapat dalam GATT.
Sehingga dengan demikian, hal-hal tersebut di atas secara progresif merupakan tahap penting dalam memperkuat sistem penyelesaian sengketa seperti yang diterapkan oleh WTO melalui badannya yaitu Disputes Settlement Body (dan untuk selanjutnya disingkat dengan DSB) saat ini. Negara-negara anggota menaruh kepercayaan yang sangat besar pada sistem penyelesaian sengketa WTO terutama negara-negara yang tergolong dengan negara berkembang.
Hal ini terbukti dari perjalanan organisasi ini selama tujuh tahun sejak berdirinya yang telah menerima dan menyelesaikan lebih dari 250 kasus. Sebagian besar kasus yang diajukan dapat diselesaikan tanpa harus menempuh seluruh tahapan proses penyelesaian sengketa. Dalam hampir semua kasus yang diajukan ke DSB, negara responden telah dapat melaksanakan rekomendasi DSB tanpa harus dilakukan tindak lanjut berupa tindakan pemaksaan (enforcement measure).
Keberhasilan untuk menciptakan rezim multilateral di bidang perdagangan dinilai sebagai suatu hasil pencapaian yang besar. Sehingga menjadi suatu kondisi yang wajar apabila negara peserta menaruh harapan yang besar pada sistem yang baru ini. Namun demikian, penerapan sistem ini ternyata menimbulkan keluhan dari berbagai pihak terutama negara berkembang.
Merujuk pada bagian pembukaan dari WTO Agreement, telah ditegaskan bahwa:
" Recognizing that their relations in the field of trade and economic endeavour should be conducted with a view to raising standards of living, ensuring full employment and a large and steadily growing volume of real income and effective demand, and expanding the production of and trade in goods and services, while allowing for the optimal use of the world's resources in accordance with the objective of sustainable development, seeking both to protect and preserve the environment and to enhance the means for doing so in a manner consistent with their respective needs and concerns at different levels of economic development, Recognizing further that there is need for positive efforts designed to ensure that developing countries, and especially the least devel-oped among them, secure a share in the growth in international trade commensurate with the needs of
Berdasarkan hal tersebut di atas telah ditegaskan bahwa yang menjadi tujuan penting keberadaan WTO adalah dalam rangka menciptakan standar hidup yang layak, adanya hasil yang dicapai atas tiap pekerjaan yang dilakukan, adanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan efektifitas atas permintaan, ekspansi atas hasil-hasil produksi perdagangan, baik perdagangan barang maupun jasa, serta perlindungan atas lingkungan dunia. Selain itu, dalam rangka pengurangan tarif dan hambatan lainnya dalam perdagangan dunia dan untuk mengurangi diskriminasi karena adanya perbedaan kemampuan antara masing-masing negara.
Selain itu juga, telah dijelaskan dalam bagian pembukaan bahwa dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas, WTO wajib mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam rangka menjaga suatu kondisi yang baik atas tiap kebutuhan yang diperlukan bagi negara berkembang. Dalam bagian ini sangat ditekankan pentingnya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan terintegrasinya negara berkembang, dan khususnya bagi negara yang dikategorikan sebagai negara terbelakang dalam sistem perdagangan dunia saat ini. Kedua aspek tersebut di atas tidak menjadi suatu hal yang dianggap perlu dalam GATT 1947.
Hal ini telah ditegaskan dalam pernyataan appellate-body dalam kasus US55-Shrimp :
"The language of the Preamble of the WTO Agreement demonstrates recognition by WTO negotiators that optimal use of the world's resources should be made in accordance with the objective of sustainable development. As this preambular language reflects the intentions of negotiators of the WTO Agreement, we believe it must add colour, texture and shading to our interpretation of the agreements annexed to the WTO Agreement, in this case, the GATT 1994. We have already observed that Article XX(g) of the GATT 1994 is appropriately read with the perspective embodied in the above preamble".
Seperti yang telah disebutkan di atas, WTO adalah organisasi penting dalam rangka mengadministrasikan berbagai peraturan dalam bidang perdagangan internasional. WTO juga sebagai badan yang memantau secara langsung perjanjian-perjanjian dalam bidang perdagangan diantara negara-negara anggotanya. Hal ini menjadi penting dalam rangka memastikan bahwa perdagangan internasional berjalan dengan semestinya berdasarkan perjanjian yang telah disepakati bersama. Selain itu, WTO juga dianggap sebagai forum dalam rangka penyelesaian sengketa perdagangan yang terjadi diantara sesama negara-negara anggotanya.
Dalam rangka untuk menjamin bahwa segala peraturan yang ada dapat berjalan secara efektif, maka keberlangsungan mekanisme penyelesaian sengketa dalam WTO adalah menjadi suatu keharusan tersendiri. Hal ini tidak hanya untuk memberikan jaminan tercapainya penyelesaian sengketa yang efektif, tetapi juga dalam rangka membuktikan kualitas dari adanya suatu perdagangan internasional, dimana setiap negara-negara anggotanya mematuhi dan melaksanakan setiap perjanjian yang disepakati bersama dalam bidang perdagangan internasional. Oleh karena itu, sistem penyelesaian sengketa WTO harus memberikan kedudukan perlindungan yang seimbang untuk semua negara-negara anggotanya.
Selain itu dikatakan bahwa yang menjadi tujuan dari sistem penyelesaian sengketa WTO adalah untuk memastikan bahwa sistem perdagangan multilateral adalah suatu sistem yang diakui dan dapat diprediksi. Oleh karena itu, dalam rangka mencapai tujuan ini, sistem penyelesaian sengketa harus dapat menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan secara adil dan dilaksanakan tanpa adanya pihak yang diutamakan. Dalam teorinya, sistem penyelesaian sengketa WTO adalah berdasarkan atas hukum, hal ini dapat menjadi suatu jaminan bahwa setiap keputusan yang dihasilkan dapat didasarkan atas hukum dan sesuai dengan klaim yang diajukan, tanpa adanya kepentingan-kepentingan ekonomi dan kekuatan politik yang dapat menekan salah satu pihak yang bersengketa.
Kemudian, hal lain yang menjadi sangat penting adalah bagaimana sistem penyelesaian sengketa WTO dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya, terutama dalam kaitannya dengan kepentingan-kepentingan negara berkembang, khususnya Indonesia. Dalam hal ini berusaha menekankan bahwa sistem penyelesaian sengketa WTO dapat dirasakan kebermanfaatannya tidak hanya bagi negara maju, tetapi juga negara berkembang khususnya Indonesia.

B. Pokok Permasalahan
Adapun dalam penelitian ini, yang akan menjadi pokok permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang?
2. Bagaimanakah seharusnya pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan nasional Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang akan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang.
2. Untuk mengetahui pengaturan khusus yang seharusnya mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO dan manfaatnya bagi kepentingan nasional Indonesia

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan sangat berguna baik untuk para praktisi maupun akademisi.
1. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pembuat kebijaksanaan atau pembentuk hukum di bidang ekonomi dalam rangka penyempurnaan sistem yang baik dalam sengketa dagang internasional.
2. Kegunaan teoritis
Penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam pengembangan ilmu hukum dan dapat digunakan sebagai data sekunder, khususnya bagi para akademisi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi yang menyeimbangkan kepentingan negara maju dan negara berkembang.

E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu metode penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum untuk memahami penerapan norma-norma hukum terhadap fakta-fakta yang tersaji yang dalam hal ini keberadaannya untuk mengubah keadaan dan menawarkan penyelesaian yang berpotensi untuk menyelesaikan setiap masalah kemasyarakatan yang konkret.
Pilihan tersebut di atas penulis pilih dalam rangka memahami penerapan norma-norma hukum yang terdapat di dalam Disputes Settlement Understanding atau konvensi internasional lainnya dalam penyelesaian sengketa melalui forum WTO-DSB. Dalam penelitian ini juga penulis lengkapi dengan analisis terhadap sengketa yang melibatkan Indonesia dalam forum penyelesaian sengketa WTO baik sebagai pihak complainant, respondent maupun third parties.
Adapun penelitian yang dilakukan adalah doktrinal dengan optik preskriptif59 yaitu penelitian untuk menemukan kaedah hukum secara hermeneutis, yaitu suatu kaedah yang akan menentukan apa yang menjadi kewajiban dan hak yuridis subyek hukum dalam situasi kemasyarakatan tertentu berdasarkan kerangka tatanan hukum yang berlaku dengan selalu mengacu kepada positivitas, koherensi, keadilan dan martabat manusia. Dalam istilah yang lain dapat juga dikatakan bahwa penelitian dengan optik preskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. Adapun pemilihan tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaturan yang seharusnya dimiliki dalam DSU yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang, khususnya Indonesia.
2. Data Yang Digunakan
Sebagai suatu penelitian hukum normatif, penelitian ini mengacu pada analisis norma hukum, dalam arti law as it is written in the books. Dengan demikian, objek yang dianalisis adalah norma hukum, yaitu mengkaji tentang Disputes Settlement Understanding yang mengatur tentang sistem penyelesaian sengketa di WTO. Selain itu, penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dalam rangka memperoleh data sekunder baik yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Dalam penelitian ini, maka akan diawali terlebih dahulu dengan melakukan inventarisasi perjanjian-perjanjian internasional dan putusan-putusan Dispute Settlement Body yang berkaitan dengan masalah tersebut di atas.
Setelah dilakukan pengkajian lebih dalam atas peraturan yang terkait tersebut di atas, maka perlu didukung dengan bahan hukum sekunder yang berupa tulisan para ahli dan bahan hukum tersier lainnya.
Data sekunder yang akan diteliti terdiri dari :
1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa perjanjian-perjanjian internasional yang berhubungan dengan masalah ekonomi dan perdagangan internasional termasuk didalamnya WTO Agreement, Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU), GATT, GATS dan perjanjian-perjanjian internasional lainnya.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain berupa tulisan atau pendapat pakar hukum mengenai masalah ekonomi dan perdagangan bebas terkait dengan penyelesaian sengketa dagang internasional.
Dalam mengumpulkan data yang digunakan untuk menyusun penelitian ini, penulis melakukan studi kepustakaan dengan membaca tulisan-tulisan yang berhubungan dengan topik yang dibahas yaitu tentang analisis sistem penyelesaian sengketa dagang internasional yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang, khususnya Indonesia yang terdapat dalam buku-buku, tulisan-tulisan dalam jurnal internasional, surat kabar, majalah, makalah hasil seminar, dan artikel ilmiah. Data-data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan maksud memberikan gambaran yang komprehensif mengenai tema penelitian ini.
3. Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dengan pendekatan kualitatif, yaitu berusaha untuk menganalisis suatu data secara mendalam dan menyeluruh. Pilihan atas metode tersebut agar dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh dari fenomena hukum yang dikaji, sehingga gambaran yang dihasilkan tidak bias normatif dan juga tidak bias faktual. Sehingga dengan demikian penelitian ini akan mendapatkan jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

F. Sistematika Laporan Penelitian
Hasil penelitian ini akan disusun mengikuti sistematika sebagai berikut: Bab Kesatu sebagai pendahuluan akan menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, data yang digunakan dan metode analisis data, kerangka teori dan definisi operasional serta sistematika laporan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab Kedua akan menjelaskan mengenai pengaturan penyelesaian sengketa WTO yang diatur dalam DSU.
Bab Ketiga akan menjelaskan mengenai mengenai keberadaan WTO secara umum, sejarah dan latar belakangnya, termasuk didalamnya mengenai pengaturan khusus penyelesaian sengketa yang dianut dalam WTO Agreement yang bermanfaat bagi negara-negara berkembang pada umumnya dan khususnya sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia.
Bab Keempat akan menjelaskan mengenai bagaimana seharusnya pengaturan khusus mengenai sistem penyelesaian sengketa WTO yang sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia dengan mengambil pelajaran dari sengketa yang menghadapkan Indonesia dalam forum penyelesaian sengketa WTO.
Bab Kelima sebagai bagian penutup berisikan kesimpulan dan saran.
TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KOMODITAS MINYAK NILAM

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KOMODITAS MINYAK NILAM

(KODE : PASCSARJ-0080) : TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KOMODITAS MINYAK NILAM (PRODI : TEKNIK INDUSTRI)




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan
Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian yang perlu didayagunakan melalui pembangunan ekonomi sehingga menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage). Dengan begitu perekonomian yang dikembangkan di Indonesia memiliki landasan yang kokoh pada sumber daya domestik, memiliki kemampuan bersaing dan berdayaguna bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Selama ini, kegiatan ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut berkembang di Indonesia salah satunya dalam bentuk pembangunan pertanian yang merupakan sub sistem agribisnis. Pengalaman dimasa lalu membuktikan bahwa pembangunan pertanian saja yang tidak disertai dengan industri hulu pertanian, industri hilir pertanian serta jasa-jasa pendukung secara harmonis dan simultan, tidak mampu mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing di pasar. Meskipun Indonesia berhasil menjadi salah satu produsen terbesar pada beberapa komoditas pertanian dunia, tetapi Indonesia belum memiliki kemampuan bersaing di pasar internasional. Selain itu, nilai tambah yang kita raih dari pemanfaatan keunggulan komparatif tersebut masih relatif kecil, sehingga tingkat pendapatan masyarakat tetap rendah.
Di masa lalu, dengan orientasi pada peningkatan produksi, maka yang menjadi motor penggerak sektor pertanian adalah usaha tani dimana hasil usaha tani menentukan perkembangan agribisnis hilir dan hulu. Hal ini memang sesuai pada masa itu, karena target sektor pertanian masih diorientasikan untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin.
Saat ini orientasi sektor pertanian telah bergeser kepada orientasi pasar. Dengan berlangsungnya preferensi konsumen yang makin menuntut atribut produk yang lebih rinci dan lengkap serta adanya preferensi konsumen akan produk olahan, maka motor sektor pertanian harus berubah dari usaha tani menjadi agroindustri. Dalam hal ini, untuk mengembangkan sektor pertanian yang modern dan berdaya saing, agroindustri harus menjadi lokomotif dan sekaligus penentu kegiatan sub-sektor usaha tani dan selanjutnya akan menentukan sub-sektor agribisnis hulu.
Ada lima alasan utama kenapa agroindustri penting untuk menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi dimasa depan, yakni karena :
a. Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing agribisnis.
b. Produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan.
c. Memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir (forward and backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor lainnya.
d. Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat diperbaharui sehingga terjamin keberlanjutannya.
e. Memiliki kemampuan untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka pendekatan pembangunan ekonomi dalam rangka mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing perlu diubah dari pembangunan pertanian kepada pembangunan sistem agribisnis dimana pertanian, industri hulu pertanian, industri hilir pertanian serta sektor yang menyediakan jasa yang diperlukan, dikembangkan secara simultan dan harmonis.
Saat ini pengembangan agribisnis memerlukan langkah nyata untuk merangsang investasi, meningkatkan nilai tambah dan mencari pasar-pasar baru di luar negeri. Keseriusan upaya merangsang pertumbuhan tinggi di sektor pertanian adalah suatu keharusan apabila ingin mengembangkan sistem agribisnis berkerakyatan lebih modern dan lebih responsif terhadap perubahan global.
X merupakan salah satu provinsi yang banyak memiliki komoditi unggulan dan prospektif. Salah satu komoditi pertanian X yang memiliki potensi besar adalah minyak atsiri yang termasuk kedalam sub sektor agribisnis yang dihasilkan dari berbagai macam komoditi perkebunan. Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri ini adalah nilam (Pogostemon cablin Benth.).
Minyak nilam merupakan salah satu dari beberapa jenis yang termasuk ke dalam kelompok minyak atsiri atau essential oils yang merupakan komoditi ekspor Indonesia. Minyak nilam hingga saat ini memberikan kontribusi terbesar dibandingkan jenis-jenis minyak atsiri lainnya. Hal ini dikarenakan tanaman nilam dapat tumbuh baik pada berbagai kondisi lahan yang terdapat di Indonesia. Hingga saat ini, terdapat beberapa sentra penghasil produk tanaman nilam diantaranya Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan, Bengkulu dan Jawa.
Minyak nilam merupakan salah satu komoditi ekspor yang dimiliki Indonesia yang cukup tinggi nilainya, namun demikian hal tersebut tidak bisa dirasakan manfaatnya secara signifikan di tingkat petani maupun penyuling, ditambah lagi dengan masalah tingkat permintaan dunia yang kian tak seimbang dengan pertumbuhan produksi nilam di Indonesia. Hal ini terjadi dikarenakan ditingkat petani dan penyuling belum menerapkan strategi pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran yang dapat memberikan nilai tambah pada produk tersebut sehingga seringkali terjadi kelangkaan bahan baku ataupun over supply yang pada akhirnya membuat harga minyak nilam menjadi berfluktuasi dengan nilai yang cukup drastis yang membuat banyak para petani maupun pelaku usaha produk ini memilih untuk beralih kepada komoditi yang lain.
Kendati pun demikian, minyak nilam tetap memiliki peluang ekspor yang cukup besar dan berharga bagi X sebagai salah satu sentra produksi nilam, karena hingga saat ini kedudukan minyak nilam yang berfungsi sebagai salah satu bahan baku yang digunakan pada industri kosmetik dan farmasi belum dapat tergantikan sepenuhnya oleh bahan lain yang sifatnya sintetik. Selain itu, tuntutan bagi perusahaan-perusahaan kosmetik dan farmasi untuk tetap menggunakan bahan alami sebagai harapan memberi kepuasan bagi konsumennya mempengaruhi semakin meningkatnya permintaan terhadap minyak nilam dan jenis-jenis minyak atsiri lainnya.
Menurut laporan yang dirilis pada situs salah satu eksportir minyak nilam Indonesia di Lampung, hingga saat ini terdapat lebih dari 30 brand parfum kelas dunia yang menggunakan minyak nilam, baik sebagai bahan dominannya maupun sebagai campurannya. Hal ini menunjukkan bahwa prospek ekspor untuk minyak nilam masih terbuka luas bagi Indonesia sebagai penghasil minyak nilam terbesar di dunia. Saat ini Indonesia memberikan kontribusi 80% dari keseluruhan supply untuk kebutuhan minyak nilam dunia.
Berangkat dari fakta tersebut, perlu dilakukan upaya pengembangan agroindustri minyak nilam dengan orientasi ekspor yang memberikan konsekuensi yang harus dipenuhi pada setiap proses-proses yang dilalui hingga dihasilkan produk akhir berupa minyak nilam yang dapat memenuhi standar internasional yang dapat memberikan nilai tambah yang dapat dirasakan manfaatnya oleh semua stakeholders yang terlibat pada rantai produksi komoditi ini.
Belum diterapkannya strategi pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran yang dapat memberikan nilai tambah pada komoditi minyak nilam ini perlu diketahui dan diatasi akar penyebabnya, agar peluang yang terdapat pada komoditi ini dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk dapat menambah devisa negara pada umumnya dan secara khusus dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia, yang dalam hal ini adalah petani-petani dan para pelaku usaha dibidang agroindustri minyak nilam ini.
Selain itu, harapan agar Indonesia dapat lebih jauh bergerak dengan mengembangkan produk turunan dari minyak nilam sebagai produk yang memiliki nilai tambah yang lebih besar harus didukung oleh ketersediaan (availability) dan keberlanjutan (sustainability) bahan baku produksi berupa tanaman nilam yang melibatkan peran serta petani dan penyuling didalamnya. Tidak berhenti sampai disitu, hal penting yang perlu diperhatikan pada upaya pengembangan agroindustri ini adalah mengenai harga pada komoditi ini, yang selalu mengalami fluktuasi dengan nilai yang begitu tajam, baik di pasar internasional maupun pada tingkat nasional. Dengan fakta bahwa Indonesia merupakan penghasil minyak nilam terbesar di dunia, sudah seharusnya bagi para pelaku di bidang ini untuk dapat memiliki kekuatan tawar menawar (bargaining position) yang lebih baik. Selain itu, hal ini juga diperkuat dengan karakteristik pembentukan harga minyak nilam yang didalamnya terdapat faktor country of origin, yang didalam ini Indonesia merupakan penghasil utama komoditi ini.
Fenomena terjadinya naik-turun harga komoditi minyak nilam memainkan peranan penting dalam perkembangan agroindustri komoditi ini. Banyak para pengusaha yang tidak dapat bertahan, akhirnya memberhentikan sementara atau bahkan menutup usahanya pada saat harga komoditi ini jatuh pada nilai terendah (< Rp. 150.000). Begitupun juga sebaliknya, pada saat harga komoditi ini berada pada nilai tertinggi (> Rp. 1.200.000), banyak pula bermunculan pemain-pemain baru pada bidang usaha ini, yang pada akhirnya hal ini juga menyebabkan terjadinya kembali penurunan harga komoditi ini. Hal ini merupakan tantangan bagi setiap pihak yang terlibat dalam agroindustri ini untuk dapat bertahan dalam ketidakpastian harga yang sewaktu-waktu bisa mengacam keberlangsungan usahanya. Hal ini seharusnya mendorong pihak pemerintah agar dapat memberikan perhatian yang lebih dengan melakukan tindakan-tindakan strategis yang seharusnya diambil untuk dapat mendukung berkembangnya agroindustri minyak nilam ini.

1.2. Diagram Keterkaitan Masalah
Diagram yang menggambarkan keterkaitan masalah dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

** diagram sengaja tidak ditampilkan **

1.3. Rumusan Permasalahan
Pada diagram keterkaitan masalah yang telah digambarkan di atas, terdapat dua kelompok faktor yang telah digambarkan, yakni faktor eksternal dan faktor internal, maka faktor-faktor yang dapat dipengaruhi atau dikondisikan secara langsung oleh pelaku usaha dalam rangka upaya pengembangan agroindustri minyak nilam tentu hanyalah faktor-faktor internal saja. Akan tetapi, faktor-faktor internal yang disebutkan pada diagram di atas masih bersifat terlalu umum, sehingga perlu disusun lagi menjadi faktor-faktor yang bersifat lebih spesifik yang ditentukan berdasarkan penelusuran pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Secara ringkas, masalah yang menjadi pertanyaan di dalam penelitian ini yaitu :
1. Faktor-faktor internal apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga komoditi minyak nilam Indonesia?
2. Faktor-faktor internal apa saja yang relatif memiliki muatan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan faktor-faktor internal lainnya?

1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh faktor-faktor internal yang berpengaruh terhadap perubahan harga komoditas minyak nilam Indonesia.
2. Menentukan faktor-faktor internal yang relatif memiliki muatan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan faktor-faktor internal lainnya terhadap perubahan harga komoditas minyak nilam Indonesia.

1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung kepada semua pihak baik kalangan praktisi maupun akademik.
Bagi kalangan praktisi, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri minyak nilam di masa yang akan datang.
Sedangkan bagi kalangan akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi titik awal untuk penelitian lebih lanjut pada faktor-faktor yang diteliti secara lebih spesifik, ataupun sebagai analogi untuk penelitian komoditas lain khususnya pada kelompok minyak atsiri.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan pembatasan sebagai berikut :
1. Penelitian hanya dilakukan pada faktor-faktor internal yang dianggap dapat dipengaruhi atau dikondisikan secara langsung oleh para pelaku usaha.
2. Data yang akan dikumpulkan hanya terdiri dari sentra produksi minyak nilam yang berada di X, diantaranya yaitu : 1) Kab. Garut, 2) Kab. Tasikmalaya, 3) Kab. Sumedang, 4) Kab. Majalengka dan 5) Kab. Kuningan.

1.7. Metodologi Penelitian
Topik Penelitian : Pengembangan agroindustri minyak nilam di X.
Metode yang digunakan pada penelitian ini dilakukan sesuai dengan gambar diagram alir di bawah ini :

** gambar sengaja tidak ditampilkan **

1.8. Sistematika Penulisan
Bab satu pada tesis ini berisikan latar belakang permasalahan, diagram keterkaitan masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab dua pada tesis ini berisikan landasan teori mengenai definisi, kegunaan, produksi, harga, negara penghasil, sistem pemasaran dari komoditas minyak atsiri, sejarah perkembangan minyak nilam di Indonesia, kondisi agroindustri minyak nilam X saat ini, dan teori mengenai Structural Equation Modeling.
Bab tiga pada tesis ini berisikan kerangka berfikir terhadap permasalahan, langkah-langkah penelitian, pernyataan hipotesis, pengajuan model awal, pengumpulan dan pengolahan data, pengujian reliabilitas dan validitas setiap model pengukuran, pengujian kesesuaian model.
Bab empat pada tesis ini berisikan analisis pembahasan, dengan membandingkan data hasil pengolahan dengan teori untuk dapat menjawab hipotesis dan model yang telah diajukan sebelumnya.
Bab lima berisikan kesimpulan dari penelitian ini dan saran-saran untuk kemungkinan penelitian lanjutan yang memiliki topik-topik yang berkaitan dengan penelitian ini.
SKRIPSI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SENTRA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN KEIMANAN PADA ANAK USIA DINI

SKRIPSI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SENTRA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN KEIMANAN PADA ANAK USIA DINI

(KODE PEND-AIS-0045) : SKRIPSI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SENTRA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN KEIMANAN PADA ANAK USIA DINI




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosio-emosional, konsep diri, seni, moral, dan nilai-nilai agama (keimanan) dalam diri anak.
Hal ini sesuai dengan hak anak, sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa:
Setiap anak berhak untuk tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Implementasi dari hak ini salah satunya adalah setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Layanan pendidikan bagi anak usia dini merupakan bagian dari pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan Agama Islam merupakan upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Secara umum Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk menumbuhkembangkan dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dari tujuan pendidikan agama Islam tersebut di atas dapat ditarik salah satu dimensi yang akan ditingkatkan dan diinginkan oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam baik di lembaga formal seperti halnya Taman Kanak-kanak atau non formal yaitu dimensi keimanan peserta didik terhadap agama Islam.
Pada dasarnya bayi yang dilahirkan itu sudah memiliki beberapa instink, diantaranya keagamaan yang termasuk tentang keimanan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Dengan demikian, pendidikan agama dan keimanan perlu diperkenalkan kepada anak jauh sebelum usia tujuh tahun. Artinya jauh sebelum usia tersebut nilai-nilai keagamaan dan keimanan perlu ditanamkan kepada anak sejak dini.
Nilai pendidikan keimanan pada anak merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang sesuai dengan fitrahnya karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mempercayai adanya Allah. Oleh karena itu, penanaman keimanan pada anak harus diperhatikan dan tidak boleh dilupakan. Sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Rum: 30 yang berbunyi:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah fitrah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya" (QS. Ar-Rum : 30)
Iman menurut pengertian yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh pada pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.
Jadi, iman itu bukanlah semata-mata ucapan lidah, bukan sekedar perbuatan dan bukan pula hanya merupakan pengetahuan rukun iman.
Individu tanpa agama dan keimanan, laksana manusia yang tidak ada nilainya dan akarnya, manusia yang selalu bingung dan ragu-ragu yang tidak mengetahui hakikat dirinya dan rahasia ujudnya, tidak mengetahui siapa gerangan yang memakaikan pakaian hidup ini dan kenapa dipakaikan kepadanya, serta kenapa pula kelak dilepas dari dirinya pada suatu saat tertentu.
Dapat dikatakan inti dari keimanan adalah pembenaran atau pengakuan bahwa hidup ini ada yang menciptakan yaitu Allah dan yang nantinya setiap individu akan kembali kepada-Nya. Pengakuan tentang hal ini adalah sangat urgen sekali dan sesuatu yang sangat prinsipil serta harus berada di hati setiap individu.
Akidah tauhid dan keimanan yang tertanam kokoh dalam jiwa anak, maka ia akan mewarnai kehidupannya sehari-hari, karena terpengaruh oleh suatu pengakuan tentang adanya kekuatan yang menguasainya, yaitu Tuhan Allah yang maha Esa, Pencipta. Maka dari itu, akan timbul rasa takut berbuat kecuali yang baik-baik dan semakin matang perasaan ke-Tuhan-annya, semakin baik pula segala perilakunya. Jadi, penanaman aqidah iman adalah masalah pendidikan perasaan dan jiwa, bukan akal pikiran, sedang jiwa telah ada dan melekat pada anak sejak kelahirannya, maka sejak mula pertumbuhannya harus ditanamkan rasa keimanan dan akidah tauhid sebaik-baiknya.
Anak-anak memiliki dunianya sendiri. Hal itu ditandai dengan banyaknya gerak, penuh semangat, suka bermain pada setiap tempat dan waktu, tidak mudah letih, dan cepat bosan. Ia merasa tak mampu dan tidak menyenangi tindakan-tindakan yang tidak tetap dan tidak tenang. Tetapi menyukai keadaan alamiah yang merupakan ungkapan dari kebutuhan kejiwaan yang terdalam guna memahami kejadian-kejadian di sekitarnya.
Oleh karena itu, pengetahuan haruslah berkaitan dengan hidup, kecenderungan dan perasaannya. Hendaklah diberi kesan bahwa pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan kepada mereka semata-mata untuk memecahkan kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi. Dengan demikian, anak bisa menerima pengetahuan-pengetahuan tersebut dengan sendirinya tanpa adanya paksaan maupun kebencian. Hal ini disebabkan pengetahuan, menurut anak-anak, adalah sesuatu yang didapatkan dimana anak tersebut belajar dan bergaul. Kepribadian mereka terbentuk dari pengarahan yang khusus ini.
Sesuai dengan pendapat Zakiyah Daradjat bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa yang kecil, oleh karena itu, agama yang cocok untuk orang dewasa tidak akan cocok bagi anak-anak. Kalau ingin supaya agama mempunyai arti bagi anak-anak, hendaklah disajikan dengan cara yang lebih konkrit, dengan bahasa yang dipahaminya dan kurang bersifat dogmatik. Anak ingin supaya kebutuhannya untuk tahu (curiosity) dapat terpenuhi.
Selama ini, banyak lembaga Pendidikan Anak Usia Dini yang salah dalam memperlakukan anak didiknya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia dini termasuk Taman Kanak-kanak belum mengacu betul dengan tahap-tahap perkembangan anak. Pada umumnya penyelenggaraannya difokuskan pada peningkatan akademik saja yang sifatnya kaku dan mengabaikan tahapan perkembangan anak.
Latihan-latihan agama yang dilalaikan pada waktu kecil atau diberikan dengan cara yang kaku, salah atau tidak cocok dengan anak-anak, maka waktu dewasa nanti, ia akan cenderung atau kurang perduli terhadap agama, atau kurang merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Begitu juga sebaliknya, semakin banyak si anak mendapat latihan-latihan keagamaan waktu kecil, sewaktu dewasanya nanti akan semakin terasa kebutuhannya kepada agama.
Sesuai dengan prinsip tersebut, maka dalam rangka menanamkan keimanan pada anak, agar keimanan tersebut benar-benar dapat tertanam dalam jiwa anak sesuai dengan perkembangan jiwa keagamaannya, Taman Kanak-kanak sebagai lembaga pendidikan haruslah memperhatikan model-model pembelajaran yang benar-benar dapat diterima dengan mudah oleh anak usia dini sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penggunaan model pembelajaran sentra yang diadopsi dari Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT) yang berkedudukan di Florida dimaksudkan untuk memperbaiki praktek penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia dini yang masih banyak terjadi salah kaprah tersebut.
Model pembelajaran sentra adalah model pembelajaran yang menitikberatkan pada cara pengaturan kelas. Kelas disetting sedemikian rupa sesuai dengan aspek yang ingin dikembangkan di sentra tersebut. Proses pembelajaran secara efektif memungkinkan anak menciptakan makna serta pemahaman akan sebuah subyek pelajaran. Suatu sentra pembelajaran memberikan pengalaman belajar dan bergaul secara kooperatif yang merupakan elemen penting dalam dunia kerja sebenarnya.
Melalui penggunaan model pembelajaran tersebut, anak akan merasa comfort dalam belajar dan akan dapat melekat di dalam jiwanya hingga kelak ketika dia dewasa. Dapat diharapkan kelak ia akan tumbuh dewasa menjadi insan yang beriman kepada Allah SWT, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan demikian, keimanan yang sejati bisa membentengi dirinya dari berbuat dan berkebiasaan buruk.
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut peneliti mencoba untuk mengetahui lebih jauh bagaimana implementasi dari pada model pembelajaran sentra pada pembelajaran pendidikan agama Islam. Maka dari itu, penulis mengadakan penelitian di salah satu Taman Kanak-kanak yang sudah menggunakan model pembelajaran sentra dalam pembelajarannya. Sesuai dengan latar belakang tersebut penulis mengangkat judul "Implementasi Model Pembelajaran Sentra pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan Keimanan pada Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak X."

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model pembelajaran sentra di Taman Kanak-kanak X?
2. Bagaimana upaya-upaya penanaman keimanan pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X?
3. Bagaimana implementasi model pembelajaran sentra pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X?

C. Batasan Masalah
Model pembelajaran sentra pada anak usia dini, dalam penerapannya terdapat beberapa sentra yang dikembangkan sesuai dengan perkembangan anak. Adapun dalam skripsi ini karena yang dibahas adalah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam menanaman keimanan pada anak usia dini yang dalam penerapannya adalah berpusat di sentra imtaq, agar pembahasan tidak terlalu melebar pembahasan dalam skripsi ini adalah dibatasi pada sentra imtaq saja. Selain itu, anak usia dini yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah anak yang berusia 4-6 tahun yaitu yang duduk di Taman Kanak-kanak.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui model pembelajaran sentra pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X.
b. Untuk mengetahui upaya-upaya penanaman keimanan pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X.
c. Untuk mendeskripsikan implementasi model pembelajaran sentra pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
a. Manfaat teoritis bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang pendidikan dan dapat menyumbangkan bangunan khazanah perkembangan ilmu pengetahuan.
b. Manfaat sosial praktis, maksudnya hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi institusi pendidikan Islam.

E. Definisi Operasional
Untuk menghindari agar tidak ada kesalahan dalam memahami skripsi ini, maka perlu adanya penjelasan dan penegasan pokok istilah yang ada dalam judul skripsi ini, dengan perincian sebagai berikut:
1. Implementasi
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, kelayakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap.
2. Model Pembelajaran Sentra
Model : Contoh, pola, acuan, ragam
Pembelajaran : Proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.
Sentra : merupakan area kegiatan yang dirancang di dalam atau di luar kelas, berisi berbagai kegiatan bermain dengan bahan-bahan yang dibutuhkan dan disusun berdasarkan kemampuan anak serta sesuai dengan tema yang dikembangkan dan dirancang terlebih dahulu.
Jadi model pembelajaran sentra adalah model pembelajaran yang berpusat pada anak yang dilaksanakan melalui pendekatan bermain sambil belajar secara aktif dan kreatif di sentra-sentra pembelajaran dengan menggunakan basis pijakan untuk pengembangan diri seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan, dan potensi anak.
Sesuai dengan definisi tersebut indikator model pembelajaran sentra adalah :
a. Pembelajarannya berpusat pada anak yang disesuaikan dengan potensi mereka.
b. Pengaturan kelas yang menyenangkan sesuai dengan aspek yang dikembangkan.
c. Proses pembelajarannya memungkinkan anak menciptakan makna serta pemahaman akan sebuah subyek pelajaran karena dilaksanakan dengan bermain sambil belajar
d. Menggunakan basis pijakan
e. Memberikan pengalaman belajar dan bergaul secara kooperatif
3. Pendidikan Agama Islam
Bimbingan terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.
4. Menanaman Keimanan
Menanamkan adalah (perbuatan, cara dan sebagainya). Keimanan adalah berasal dari kata iman yang diberi awalan ke dan akhiran an. Iman menurut bahasa, artinya membenarkan dengan hati adanya petunjuk-petunjuk Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad untuk seluruh manusia. Sedang menurut istilah, iman adalah at-tashdiq bi al-jinan wa al-qaulu bi al-lisan wa al-'amalu bi al-arkan (membenarkan dengan hati dan mengucapkan dengan lisan serta mengerjakan dengan anggota badan).
Adapun yang dimaksud menanamkan keimanan dalam skripsi ini adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik dalam memberikan atau mengenalkan pendidikan keimanan pada anak usia dini yaitu mengenalkan anak dengan dasar-dasar iman, mengenalkan pada anak akan Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul, hari akhir (siksa kubur), qadha' dan qadar. Selain itu juga mengajarkan dasar-dasar syari'at yang agung seperti ibadah, shalat, puasa, zakat, haji, akhlak, perundang-undangan, hukum, dan lain-lain. dengan menggunakan model pembelajaran sentra.
5. Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun (di Indonesia berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Sedangkan menurut pakar pendidikan anak yaitu kelompok manusia yang berusia 0-8 tahun.
Adapun yang dimaksud anak usia dini dalam skripsi ini adalah kelompok manusia yang berusia antara 4-6 tahun yang belajar di Taman kanak-kanak.
6. Taman Kanak-kanak X
Taman kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun.
Dari pengertian di atas, maka yang dimaksud judul penelitian ini adalah mendeskripsikan suatu model pembelajaran pada anak usia dini dalam menyampaikan materi pendidikan agama Islam, dilakukan melalui bermain sambil belajar yang menyenangkan pada ruangan kelas yang khusus didesain dengan suasana religius (sentra imtaq) yang kegiatan pembelajarannya difokuskan pada anak dengan menggunakan pijakan-pijakan untuk mengatur perkembangan anak dengan mengambil contoh di Taman Kanak-kanak X

F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang bisa diamati. Di samping itu, penelitian ini dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting) dan menekankan pada deskripsi alamiah.
Adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif, artinya penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini, penulis menggunakan jenis "case study" atau studi kasus, yang dimaksudkan dengan studi kasus adalah penyelidikan yang mendalam dari suatu individu, kelompok, atau institusi. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian kepada suatu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif.
2. Tahapan Penelitian
Dalam pendekatan penelitian ini, ada beberapa tahapan penelitian, yang mana tahapan-tahapan itu merupakan gambaran mengenai keseluruhan perencanaan, penafsiran data dan penulisan laporan penelitian. Dalam hal ini peneliti sependapat dengan Dofland dan Booman yang menggunakan tahapan-tahapan sebagaimana berikut:
a. Tahapan Pra Lapangan
Tahapan pra lapangan adalah orientasi untuk memperoleh gambaran mengenai latar belakang penelitian dengan melakukan grand tour observation. Kegiatan ini dilakukan untuk menyusun rancangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian, dan persoalan etika lapangan.
b. Tahapan Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini, peneliti memasuki lapangan dan mengumpulkan data serta dokumen. Perolehan data kemudian dicatat dengan cermat, menulis peristiwa-peristiwa yang diamati. Pada tahap ini pula peneliti melakukan penelitian dengan segala perangkat yang diperlukan dalam penelitian tersebut, yakni observasi, wawancara dan dokumentasi. Yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengambilan data untuk memperoleh data tentang sejarah dan profil sekolah, visi dan misi serta motto, sarana dan prasarana, struktur organisasi, kurikulum, keadaan guru, siswa dan staff, proses belajar dan mengajar (model pembelajaran sentra), budaya sekolah dan kondisi lingkungan sekitar.
c. Tahapan Analisa Data
Setelah peneliti mendapatkan data dari lapangan, kemudian peneliti menyajikan dan menganalisa data tersebut dengan mendeskripsikan data yang telah diproses secara apa adanya sehingga dapat diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber tempat memperoleh keterangan penelitian atau dengan kata lain dinyatakan sebagai seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan. Dalam penelitian ini, penulis memilih subyek penelitian di Taman Kanak-kanak X dikarenakan Taman Kanak-kanak ini adalah salah satu Taman Kanak-kanak yang berbasis Islam dan mempunyai bargaining position dengan Taman Kanak-kanak lain di X. Hal yang terpenting adalah Taman Kanak-kanak X ini dalam pembelajarannya menerapkan model pembelajaran sentra.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:
1) Data Kualitatif, yaitu data yang hanya dapat diukur secara tidak langsung.37Dalam hal ini data yang dimaksud sejarah dan profil sekolah, visi dan motto serta logo, sarana dan prasarana, struktur organisasi, keadaan guru dan siswa, kurikulum, proses pembelajaran, lingkungan sekitar Taman Kanak-kanak X.
2) Data kuantitatif, adalah data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung karena berupa angka-angka. Adapun data yang dimaksud adalah: data tentang jumlah guru, siswa, karyawan, jumlah sarana dan prasarana, dan data lainnya yang berbentuk angka.
b. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
1) Library Research
Yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada baik dari buku, majalah, surat kabar, jurnal, internet, dan referensi yang lain yang sesuai dengan judul.
2) Field Research
Mencari data dengan cara terjun langsung pada obyek penelitian yang bertujuan untuk mencari data konkret tentang segala sesuatu yang diselidiki. Adapun pada penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data berupa:
a) Person yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara. Adapun sumber tersebut terdiri dari kepala sekolah, wakasek, waka kurikulum, waka sarana dan pra sarana, guru, orang tua, dan siswa.
b) Place yaitu sumber data yang bisa menyajikan tampilan berupa keadaan diam bergerak, di mana keadaan keduanya merupakan obyek untuk penggunaan metode observasi. Diam misalnya kondisi sekolah beserta sarana dan prasarananya. Bergerak misalnya aktifitas kinerja dan kegiatan belajar dan mengajar.
c) Paper yaitu simbol data yang menyajikan data-data berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol yang lainnya, sumber data ini digunakan pada metode dokumentasi.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan seorang penulis untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Adapun teknik yang dipakai dalam mengumpulkan data adalah:
a. Observasi
Yaitu suatu cara pengambilan data melalui pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki secara langsung ataupun tidak langsung. Dari teknik ini penulis menggunakannya untuk memperoleh data tentang implementasi model pembelajaran sentra pada pembelajaran pendidikan agama Islam dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak X yang berada pada sentra imtaq. Untuk menggali data menggunakan IPD (Instrumen Penggalian Data) dengan alatnya yaitu check list.
b. Interview
Interview adalah suatu proses tanya jawab yang berlangsung secara lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka atau mendengar secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.
Teknik interview digunakan penulis untuk mendapatkan informasi antara lain:
1) Wawancara kepala sekolah dan wakil kepala sekolah tentang sejarah dan profil sekolah, visi dan misi serta motto, sarana dan prasarana, struktur organisasi, kurikulum, keadaan pendidik, siswa.
2) Wawancara dengan guru mengenai implementasi pembelajaran sentra pada pembelajaran pendidikan agama Islam pada sentra imtaq dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini meliputi materi yang diajarkan, proses pembelajarannya, sarana pendukungnya serta evaluasinya.
3) Wawancara dengan orang tua siswa mengenai kondisi siswa dalam hal keimanan dan ketaqwaan yang tercermin melalui perilakunya sehari-hari.
Pedoman wawancara sendiri secara garis besarnya terbagi atas dua macam yaitu:
1) Wawancara tidak berstruktur
Yaitu pedoman wawancara yang memuat garis besar yang akan ditanyakan.
2) Wawancara berstruktur
Yaitu pedoman wawancara yang sudah tersusun secara teliti.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti kali ini, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang berbentuk "semi structured" yaitu penulis mula-mula menanyakan sederetan pertanyaan yang sudah berstruktur kemudian satu persatu diperdalam dengan mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian, jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam. Interview ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai sejarah berdirinya, letak geografis Taman Kanak-kanak X, model pembelajaran sentra pada pembelajaran pendidikan agama Islam dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini yang dilakukan kepada guru sentra dan pengurus sekolah yang bersangkutan.
c. Dokumentasi
Yang tidak kalah pentingnya dari teknik pengumpulan data lainnya adalah dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel atau catatan transkrip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda, dan lain-lain.
Metode ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data tentang gambaran umum obyek penelitian meliputi sejarah berdirinya, letak geografis, jumlah guru, susunan pengurus, dan sebagainya.
6. Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam suatu penelitian, sebab dari hasil analisis inilah dapat dijadikan jawaban dalam memecahkan masalah dalam penelitian. Analisisnya adalah dengan menggunakn analisis deskriptif. Dalam penelitian kualitatif, proses analisis data di mulai sejak pengumpulan data sedang berlangsung.
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik yang dilakukan Miles dan Huberman. Adapun dalam penerapannya adalah sebagai berikut:
a. Analisis selama pengumpulan data
Kegiatan analisis data ini dapat di mulai setelah penulis memahami fenomena sosial yang sedang diteliti, sedangkan langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan fokus penelitian (rumusan masalah)
2) Menyusun temuan-temuan sementara berdasarkan data yang telah terkumpul.
3) Pembuatan rencana pengumpulan data berikutnya berdasarkan temuan-temuan pengumpulan data sebelumnya.
4) Penetapan sasaran pengumpulan data (informan, situasi, dokumen dan lain-lain).
b. Reduksi data
Dalam reduksi data ini penulis memilih data-data yang telah diperoleh selama melakukan proses penelitian. Hal ini bisa dilakukan dengan menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan finalnya dapat diverifikasi.
c. Penyajian data
Langkah ini dapat dilakukan dengan menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Hal ini dilakukan dengan alasan data-data yang diperoleh selama proses penelitian kualitatif biasanya berbentuk naratif, sehingga memerlukan penyederhanaan tanpa mengurangi isinya.
d. Menarik kesimpulan (verifikasi)
Kegiatan analisis berikutnya yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Mulai dari mencari pola, tema, hubungan, permasalahan, hal-hal yang sering timbul, dan sebagainya. Dari data tersebut diambil kesimpulan serta memverifikasi data tersebut dengan cara menelusuri kembali data yang telah diperoleh.
7. Teknik Keabsahan Data.
Agar data dapat dipertanggungjawabkan, maka dalam penelitian kualitatif memerlukan metode pengecekan keabsahan data. Dalam hal ini peneliti merasa perlu mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
Adapun cara-cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh keabsahan data tersebut antara lain:
a. Ketekunan atau keajekan pengamatan.
Ketekunan atau keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat diperhitungkan.
Ketekunan pengamatan ini bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan penelitian dengan kata lain peneliti menelaah kembali data-data yang terkait dengan fokus peneliti, sehingga data tersebut dapat dipahami dan tidak diragukan.
b. Trigulasi.
Trigulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik trigulasi yang paling banyak digunakan aialah pemeriksaan melalui sumber lain.
Dalam hal ini peneliti memeriksa data-data yang diperoleh dari subyek penelitian, kemudian data tersebut peneliti bandingkan dengan data dari luar yaitu dari sumber lain. Sehingga keabsahan data tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

G. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian ini dapat dipahami secara utuh dan berkesinambungan, maka perlu disusun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I : Merupakan bab pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah dan batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II : Pada bab ini akan dibahas mengenai kajian teori yang memaparkan tentang A. Pengertian model pembelajaran sentra, landasan model pembelajaran sentra, prinsip dasar model pembelajaran sentra, karakteristik model pembelajaran sentra, macam-macam sentra dalam modelpembelajaran sentra, B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi pengertian pendidikan agama Islam, landasan pendidikan agama Islam, kegunaan dan fungsi pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, ruang lingkup pendidikan Islam, pendidikan Islam di Taman Kanak-kanak C. Keimanan meliputi pengertian keimanan, indikator keimanan pada anak, faktor yang mempengaruhi penanman keimanan pada anak, peranan keimanan dalam kehidupan anak. D. Anak usia dini meliputi pengertian tentang anak usia dini, karakteristik perkembangan anak usia dini (TK).
Bab III : Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang meliputi A. Gambaran obyek penelitian meliputi letak geografis, struktur kelembagaan, visi, misi dan logo, program pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, keadaan siswa, guru, sarana dan prasarana. B. Penyajian Data meliputi model pembelajaran sentra di Taman Kanak-kanak X, upaya-upaya penanaman keimanan pada anak usia dini di TK X, implementsi model pembelajaran sentra pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini di TK X. C. Analisis Data meliputi analisis model pembelajaran sentra di TK X, upaya penanaman keimanan pada anak usia dini di TK X, implementasi model pembelajaran sentra pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan keimanan pada anak usia dini di TK X.
Bab IV : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.