(KODE : PG-PAUD-0090) : SKRIPSI POLA BIMBINGAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI PADA KELUARGA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah merupakan bagian dari keluarga yang secara sosial dan psikolog tidak terlepas dari pembinaan dan pendidikan orangtua, masyarakat dan lembaga pendidikan. Para pakar dan ahli berpendapat bahwa anak usia nol sampai enam tahun merupakan area masa peka atau masa keemasan (golden age), sekaligus masa kritis dari seluruh siklus kehidupan manusia. Artinya pada usia-usia tersebut selain gizi yang cukup dan layanan kesehatan yang baik, rangsangan-rangsangan intelektual-spiritual juga amat diperlukan, karena akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan yang tepat untuk meletakan dasar-dasar pembangunan fisik, bahasa, sosio-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama. Sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat tercapai secara optimal.
Pengaruh paling besar selama lima tahun pertama kehidupannya terjadi dalam keluarga. Orangtua, khususnya ibu mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak, walaupun kualitas kodrati dan kemampuan anak akan ikut menentukan proses perkembangannya. Sedang kepribadian orangtua sangat besar pengaruhnya pada pembentukan pribadi anak. Saat ini di masyarakat telah terjadi pergeseran nilai-nilai sosial budaya berkaitan dengan peranan ayah dan ibu berkaitan dengan fungsinya di dalam keluarga. Isu-isu kesetaraan gender yang mulai digulirkan sejak saat era R.A Kartini sampai dengan saat ini mengakibatkan semakin banyak wanita yang ikut terlibat secara langsung dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga, dan lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Sehingga hal ini akan mengakibatkan berkurangnya kualitas pola asuh terhadap sang anak.
Di sisi lain sosok ayah belum tentu telah siap menggantikan ataupun membantu peran ibu dalam mengasuh anak baik dari segi psikologis, fisiologis maupun sosial. Dalam situasi demikian untuk memenuhi kebutuhan pengasuhan anak muncullah sosok-sosok yang lain seperti kakek, nenek, kakak, saudara, bahkan mungkin seorang pengasuh anak profesional (baby sitter). Namun demikian sosok pengasuh ini dalam banyak hal kenyataannya tidak sebaik apabila pengasuhan dilakukan oleh orang tua kandung, walaupun keberadaannya dalam konteks saat ini sangat dibutuhkan untuk membantu dalam pengasuhan anak. Dengan kata lain sosok pengasuh anak berfungsi untuk membantu orang tua kandung, sedangkan fungsi utama pengasuhan anak bagaimanapun juga merupakan peran dan tanggung jawab orang tua kandung. Bagi orang tua kandung (ayah dan ibu) yang mempunyai pekerjaan ataupun kegiatan rutin di luar rumah harus kompak berbagi tugas. Seorang ibu tidak perlu sungkan untuk meminta bantuan suami dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di rumah.
Adanya persamaan persepsi dan komunikasi yang baik dalam hal pembagian tugas dan tanggung jawab ini merupakan kunci, sehingga diperoleh suatu kerja sama yang baik dalam melaksanakan peran ayah dan ibu sebagai orang tua. Adanya pembagian tanggung jawab pengasuhan anak dan mengurus rumah tangga antara istri dan suami, berdampak positif bagi si kecil. Dengan keterlibatan seorang ayah dalam mengurus dan mengasuh si kecil maka akan tercipta pula hubungan yang erat dan hangat antara ayah dan anak. Hal ini akan membawa pengaruh yang baik pula bagi proses tumbuh kembang anak. Keterlibatan ayah dan ibu yang bersama-sama dalam mengasuh anak akan membuat pertumbuhan dan perkembangannya semakin sehat.
Pengasuhan juga lebih seimbang bila pekerjaan kedua orang tua berada pada tingkat yang sejajar. Oleh karena itu sebetulnya, keberadaan ibu di dunia kerja bukan alasan rendahnya kualitas pengasuhan ibu. Pembagian tanggung jawab bersama ini akan berhasil tidak saja oleh komunikasi dan kesepakatan kedua orang tua, tetapi juga bergantung pada beberapa hal, seperti sikap setuju dan sikap mendukung yang ditunjukkan ayah kepada ibu yang bekerja, sikap dan fleksibilitas tempat bekerja, dan sistem pendukung misalnya pengasuh anak, nenek, kakek, atau kerabat yang dilibatkan dalam pengasuhan anak.
Selain itu seluruh komponen masyarakat bersama dengan pemerintah harus memberikan apresiasi yang positif dalam hal pengasuhan anak. Sekali lagi masyarakat harus disadarkan akan arti penting proses pengasuhan anak ini. Bahwa untuk kemajuan bangsa dan negara, untuk kualitas hidup yang lebih baik, ditengah-tengah dunia yang semakin mengglobal, agar bangsa kita bisa hidup sejajar dengan bangsa-bangsa yang lain di dunia ini perlu dipersiapkan dengan sedini dan sebaik mungkin. Jangan sampai pada saatnya nanti bangsa ini menjadi bangsa yang lemah, hanya menjadi penonton ditengah-tengah kancah kehidupan dunia, hanya bersikap konsumtif dengan produktifitas dan kualitas yang rendah yang pada akhirnya “siap” untuk terjajah dalam segala hal.
Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluarga lah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.
Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga.
Berkaitan dengan pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra kelahiran yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan adab berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup pembacaan azan dan iqamat pada telinga bayi yang baru lahir, teknik (meletakkan buah kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak. Orang tua sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian anak dengan cara mengembangkan pola komunikasi dan interaksi dengan sesamanya agar menjadi pribadi yang mantap dan kaffah (utuh).
Keluarga sebagai satuan unit sosial terkecil merupakan lingkungan pendidikan yang paling utama dan pertama, dalam arti keluarga merupakan lingkungan yang paling bertanggung jawa mendidik anak-anaknya. Pendidikan yang diberikan orangtua pada anak seharusnya memberikan dasar bagi pendidikan, proses sosialisasi dan kehidupannya di masyarakat. Dalam hal ini keluarga tetap menjadi kelompok pertama (primary group) tempat meletakan dasar kepribadian di dalam keluarga. Orang tua memegang peranan membentuk sistem interaksi intim dan berlangsung lama yang ditandai loyalitas pribadi, cinta kasih dan hubungan yang penuh kasih sayang. Peran orang tua adalah dengan membenahi mental anak. Terbentuknya kepribadian dan aktivitas anak merupakan modal bagi penyesuaian diri anak dan lingkungannya dan tentunya memberikan dampak bagi kesejahteraan keluarga secara menyeluruh.
Sebagai keluarga inti yang merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk berdasarkan pernikahan dan terdiri dari suami (ayah), seorang istri (ibu) dan anak-anak mereka. Kedua orangtua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapat cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orangtuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan terbiasa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orangtua terlalu ikut campur dalam urusan mereka memaksakan anak-anaknya untuk mentaati mereka, maka prilaku kedua orangtua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.
Ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orangtua disini berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka sendiri harus mengamalkannya. Peran orang tua atau lingkungan terhadap tumbuhnya kemandirian pada anak sejak usia dini merupakan hal yang penting. Hal ini mengingat bahwa kemandirian pada anak tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari orang tua dan latihan-latihan keterampilan menuju kemandiriannya.
Selain itu, untuk menjadi pribadi mandiri, seorang anak juga perlu mendapat kesempatan untuk berlatih secara konsisten mengerjakan sesuatu sendiri atau menghabiskannya melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan tahapan usianya. Orang tua atau lingkungan tidak perlu bersikap cemas, terlalu melindungi, terlalu membantu atau bahkan selalu alih tugas-tugas yang seharusnya dilakukan anak, karena hal ini dapat menghambat proses pencapaian kemandirian anak. Kesempatan untuk belajar mandiri dapat diberikan orang tua atau lingkungan dengan memberikan kebebasan dan kepercayaan pada anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya.
Namun demikian peran orang tua atau lingkungan dalam mengawasi, membimbing, mengarahkan dan memberi contoh teladan tetap sangat diperlukan, agar anak tetap berada dalam kondisi atau situasi yang tidak membahayakan keselamatannya. Bagi anak-anak usia dini, latihan kemandirian ini bisa dilakukan dengan cara melibatkan anak dalam kegiatan praktis sehari-hari di rumah, seperti melatih anak mengambil air minumnya sendiri, melatih anak untuk membersihkan kamar tidurnya sendiri, melatih anak buang air kecil sendiri, melatih anak menyuap makanannya sendiri, melatih anak untuk naik dan turun tangga sendiri, dan sebagainya.
Semakin dini usia anak untuk berlatih mandiri dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, diharapkan nilai-nilai serta ketrampilan mandiri akan lebih mudah dikuasai dan dapat tertanam kuat dalam diri anak. Untuk menjadi pribadi mandiri, memang diperlukan suatu proses atau usaha yang dimulai dari melakukan tugas-tugas yang sederhana sampai akhirnya dapat menguasai ketrampilan-ketrampilan yang lebih kompleks atau lebih menantang, yang membutuhkan tingkat penguasaan motorik dan mental yang lebih tinggi. Dalam proses untuk membantu anak menjadi pribadi mandiri itulah diperlukan sikap bijaksana orang tua atau lingkungan agar anak dapat terus termotivasi dalam meningkatkan kemandiriannya. Seseorang yang berkepribadian mantap adalah orang yang menguasai lingkungan secara aktif, memperhatikan kesatuan dan segenap kepribadiannya. Memiliki kesanggupan menerima secara tepat dunia lingkungannya dan dirinya sendiri, bersifat mandiri tanpa terlalu banyak terpengaruh orang lain.