(KODE : PG-PAUD-0080) : SKRIPSI MEMBANGUN PEMAHAMAN KARAKTER KEJUJURAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL JAWA PADA ANAK USIA DINI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkat korupsi suatu negara dapat diukur dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Data tahun 2009 menunjukan bahwa Indonesia berada pada papan bawah dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2,8. Skala IPK mulai dari 1 sampai 10, semakin besar nilai IPK suatu negara maka semakin bersih negara tersebut dari tindakan korupsi. Dari data yang diperoleh dari Transparency International Corruption Perception Index 2009 tersebut, IPK Indonesia sama dengan negara lainnya pada urutan 111 seperti Algeria, Djibouti, Egypt, Kiribati, Mali, Sao Tome and Principe, Solomon Islands dan Togo. Angka ini menyimpulkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang belum lepas dari persoalan korupsi.
Berdasarkan data-data tentang tingkat korupsi di Indonesia, persoalan korupsi menjadi permasalahan besar yang harus diselesaikan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui pendidikan. Pendidikan Anti Korupsi pada hakikatnya merupakan bagian dari pendidikan karakter. Pendidikan anti korupsi berfokus pada pengembangan tata nilai & moralitas pada individu. Kemendikbud telah menetapkan bahwa pendidikan karakter dianggap sangat penting dalam keseluruhan proses pembelajaran di sekolah. Dalam buku panduan tentang Pendidikan Karakter di SMP, Kemendiknas (2010), disebutkan bahwa karakter merupakan salah satu faktor terpenting bagi kesuksesan seseorang. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Pendidikan anti korupsi adalah pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai pada anak. Menurut Handoyo (2009) nilai-nilai yang dapat disemaikan kepada generasi muda, terutama mereka yang masih duduk di bangku sekolah diantaranya adalah kejujuran, tanggung jawab, keberanian, keadilan, keterbukaan, kedisiplinan, kesederhanaan, kerja keras, dan kepedulian.
Menurut laporan KPK tahun 2007 dalam pengembangan modul pendidikan, telah dibuat 3 modul untuk siswa SMP dan telah siap untuk dipublikasikan pada tahun 2008. Selain itu juga, untuk pendidikan pengembangan karakter anti korupsi bagi SD, telah dibuat modul pendidikan untuk siswa kelas 4, 5, dan 6. Khusus untuk pendidikan pengembangan siswa Taman Kanak-kanak (TK) telah dibuat buku dongeng anti korupsi yang berisi pesan moral yang memadukan cerita sederhana dengan tokoh dan karakter hewan-hewan lucu. Implementasi kegiatan pendidikan dengan pendekatan dongeng akan dilaksanakan pada tahun 2008.
Pendidikan anti korupsi memiliki banyak nilai yang harus dikembangkan untuk dapat membangun karakter anti korupsi kepada anak. Ada salah satu nilai yang paling penting untuk membangun karakter anti korupsi. Nilai tersebut adalah nilai kejujuran. Pendidikan anti korupsi adalah pendidikan yang berkaitan dengan cara-cara untuk menanamkan kejujuran pada diri peserta didik melalui serangkaian cara dan strategi yang bersifat edukatif (Deal dan Peterson, 1999) dalam Hamdani (2010).
Sebagaimana pernyataan yang ditulis oleh Hamdani (2010) bahwa moral kejujuran adalah moral universal, moral yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa modern dan beradab. Yang didasarkan atas nilai-nilai kejujuran. Kejujuran pada gilirannya akan menumbuhkan kepercayaan (trust), dan kepercayaannya merupakan salah satu unsur modal sosial. Tugas pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kejujuran kepada setiap komponen di dalamnya, baik itu siswa, staff guru maupun komponen lainnya. Handoyo, dkk (2010) melakukan penelitian tentang penanaman nilai-nilai kejujuran dalam pendidikan anti korupsi di SMA 06 kota Semarang. Adanya penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pendidikan anti korupsi, kejujuran merupakan nilai yang paling penting untuk diajarkan kepada anak.
Membangun karakter bukanlah merupakan produk instan yang dapat langsung dirasakan sesaat setelah pendidikan tersebut diberikan. Pendidikan membangun karakter merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak dini pada anak-anak dan baru akan dirasakan setelah anak-anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Penanaman pondasi karakter anti korupsi khususnya karakter kejujuran harus ditanamkan sejak usia dini. Salah satu cara untuk menanamkan karakter kejujuran pada anak adalah melalui pendidikan di sekolah. Menurut Schweinhart (1994) dalam Megawangi (2004) pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari usia TK. Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap. Dalam membangun karakter kejujuran pada anak, terlebih dahulu harus dikenalkan konsep atau pemahaman kepada anak usia dini tentang karakter kejujuran.
Model pendidikan untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan masa perkembangan mereka yang masih didominasi oleh permainan sebagai media transfer pengetahuan. Salah satu metode yang sesuai digunakan dalam implementasi pendidikan membangun pemahaman karakter kejujuran adalah melalui bermain. Bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada dengan sendirinya (inherent), dan sudah didapat secara alami. Permainan yang bisa digunakan adalah permainan tradisional anak yang sudah cukup lama berkembang di negeri ini, bahkan permainan-permainan tersebut sarat dengan nilai-nilai budaya bangsa. Namun demikian seiring dengan perkembangan jaman permainan tradisional ini semakin lama semakin dilupakan oleh anak-anak terutama di perkotaan karena sudah semakin banyaknya permainan modern yang berasal dari luar negeri.
Kajian tentang permainan tradisional anak di Indonesia umumnya belum sangat berkembang, tapi terlihat perhatian yang cukup besar dari kalangan ilmuwan terhadap fenomena budaya ini, kecuali dari kalangan tertentu. Namun demikian perhatian yang cukup serius telah diberikan oleh pemerintah melalui Balai kajian Sejarah dan Nilai Tradisional yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Beberapa studi telah dilakukan oleh para ahli, bahkan beberapa berusaha mengetahui proses-proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan dampaknya terhadap berbagai jenis permainan tradisional di Jawa. Salah satu faktor yang ditemukan menjadi penyebab semakin surutnya permainan anak-anak tradisional dari tengah kehidupan anak-anak di Jawa adalah masuknya pesawat televisi ke daerah pedesaan. Dengan berbagai tayangan acara yang menarik dan tidak membutuhkan tenaga untuk menikmatinya, tontonan dari pesawat televisi secara langsung menjadi hal yang lebih disukai oleh anak-anak ketimbang berbagai permainan anak-anak yang memang tidak semuanya menarik dan menyenangkan untuk dimainkan.
Permainan tradisional anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari. Selain itu, permainan anak-anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu kebudayaan. Oleh karena itu permainan tradisional anak-anak juga dapat dianggap sebagai aset budaya, sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan keberadaannya dan identitasnya di tangan kumpulan masyarakat yang lain (Sukirman, 2004).
Misbach (2006) mengatakan dalam artikelnya bahwa permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom). Permainan tradisional bisa dikategorikan dalam tiga golongan, permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif. Walaupun permainan-permainan ini dibeda-bedakan dalam 3 kategori, namun tidak berarti sifat yang ada pada satu macam permainan tidak terdapat dalam permainan jenis lainnya. Ada percampuran-percampuran diantara unsur-unsur permainan tersebut. Yang mendasar, semua jenis permainan ini kental dengan nilai-nilai kerjasama; kebersamaan; kedisiplinan; kejujuran; yang merupakan nilai-nilai pandangan hidup (world-view) dari berbagai suku bangsa di Indonesia, yang mendasari filosofi terbentuknya permainan tradisional ini.
Menurut Purwaningsih (2006) permainan tradisional mengandung unsur-unsur nilai budaya. Menurut Dharmamulya (2008), unsur-unsur nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional adalah nilai kesenangan atau kegembiraan, nilai kebebasan, rasa berteman, nilai demokrasi, nilai kepemimpinan, rasa tanggung jawab, nilai kebersamaan dan saling membantu, nilai kepatuhan, melatih cakap dalam berhitung, melatih kecakapan berpikir, nilai kejujuran dan sportivitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badu (2011) menunjukkan bahwa pelatihan permainan tradisional edukatif potensi lokal mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan orang tua anak usia dini dalam kegiatan bermain anak. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa permainan tradisional edukatif menanamkan sikap hidup dan keterampilan seperti nilai kerja sama, kebersamaan, kedisiplinan, kejujuran, dan musyawarah mufakat karena ada aturan yang harus dipenuhi oleh anak sebagai pemain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badu (2011) ini menunjukkan bahwa permainan tradisional adalah sangat penting untuk diajarkan kepada anak usia dini di lingkungan rumah melalui orang tua. Penelitian yang dilakukan oleh Badu (2011), menunjukkan bahwa permainan tradisional mengandung nilai sikap hidup dan keterampilan. Salah satu dari nilai itu adalah nilai kejujuran.
Kajian permainan tradisional telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1982 melalui penelitian dalam bentuk inventarisasi permainan tradisional. Dalam penelitian tersebut belum sepenuhnya dijelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional. Mengingat jangka waktu inventarisasi penelitian telah dilakukan oleh Kementerian dan Kebudayaan pada tahun 1982 sudah mencapai rentang waktu 15 tahun maka dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dalam permainan tradisional etnis Sunda. Dalam penelitian ini banyak sekali nilai-nilai yang ada dalam permainan tradisional yaitu jiwa kepemimpinan, kerjasama, lapang dada, menegakkan keadilan, taat aturan, jujur, usaha keras, tidak sombong, cerdik, dan motivator untuk menang. Salah satu contoh misalnya permainan tradisional congkak atau dakon mengandung nilai disiplin diri, kejujuran diri, kerja sama, menghargai kawan dan lawan, kecepatan dan ketepatan, melatih kesabaran, tanggung jawab.
Penelitian yang dilakukan oleh Siagawati dkk (2007), mengungkap nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional Gobak Sodor. Nilai-nilai dalam permainan Gobak Sodor adalah sebagai berikut ; yang pertama yaitu aspek jasmani yang meliputi nilai kesehatan dan kelincahan. Yang kedua, aspek psikologis yang meliputi nilai kejujuran, sportivitas, kepemimpinan, pengaturan strategi, kegembiraan, spiritualisme, perjuangan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyusun skripsi dengan judul “MEMBANGUN PEMAHAMAN KARAKTER KEJUJURAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL PADA ANAK USIA DINI”.