(KODE : PASCSARJ-0537) : TESIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI MODERATING VARIABEL PADA AUDITOR YANG BEKERJA PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (PROGRAM STUDI : AKUNTANSI)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja, 1998:3). Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi laporan keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan.
Profesi akuntan mempunyai peranan penting dalam penyediaan informasi keuangan yang handal bagi pemerintah, investor, kreditor, pemegang saham, karyawan, debitur, juga bagi masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Guna menunjang profesionalisme nya sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standard audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAIKAP), 2001, Standar Profesional Akuntan Publik yakni standard umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standard umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Para pengguna laporan keuangan akan lebih mempercayai informasi dalam laporan keuangan yang telah dibuat oleh agen setelah laporan tersebut diperiksa kebenarannya oleh auditor. Untuk itu, auditor harus memiliki kredibilitas dalam melakukan pekerjaannya sehingga auditor dapat menghasilkan laporan audit yang berkualitas.
Dewasa ini, publik semakin mempertanyakan kualitas audit yang dihasilkan oleh para auditor seiring dengan maraknya kasus-kasus yang terjadi baik di dalam negeri maupun di manca negara, dimana kasus-kasus tersebut berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh para auditor. Padahal kebutuhan akan jasa audit semakin hari semakin meningkat. Salah satu pihak yang sangat membutuhkan jasa audit adalah para stakeholders perusahaan. Hal ini dikarenakan, untuk membuat keputusan yang tepat dan benar, principal dan para pengguna laporan keuangan lainnya perlu memperoleh laporan yang berisikan data yang sesuai dengan kebenaran yang ada.
Kualitas audit ini penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Selain itu adanya kekhawatiran akan merebaknya skandal keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan dan profesi akuntan publik.
Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Untuk menghasilkan kualitas audit yang tinggi, auditor memerlukan dua hal utama, yaitu kompetensi dan independensi (Christiawan 2002). Sedangkan Deis dan Groux (1992) dalam Alim et al. (2007) menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor.
Sementara itu AAA Financial Accounting Committee (2000) menyatakan bahwa "Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit". Berkenaan dengan hal tersebut, Trotter (1986) mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Senada dengan itu Sri Lastanti (2005:88) mengartikan kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.
Adapun Kusharyanti (2003:3) mengatakan bahwa untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta memahami industri klien. Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktek audit (SPAP, 2001). Selain itu auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup yang mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum.
Kusharyanti (2003:26) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Kemudian Tubbs (1990) dalam artikel yang sama berhasil menunjukkan bahwa semakin berpengalamannya auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan penyajian laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan tersebut.
Berbagai hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kompetensi auditor dapat dibentuk diantaranya melalui pengetahuan dan pengalaman. Namun sesuai dengan tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu perusahaan maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam pengauditan. Tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan dari auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Supriyono, 1988).
Selain itu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap independensi auditor maka pekerjaan akuntan dan operasi Kantor Akuntan Publik (KAP) perlu dimonitor dan di "audit" oleh sesama auditor (peer review) guna menilai kelayakan desain si stem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapat mencapai standar kualitas yang tinggi. Peer review sebagai mekanisme monitoring yang dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit. Selain itu peer review dirasakan memberi manfaat baik bagi klien, kantor akuntan publik maupun akuntan yang terlibat dalam peer review. Manfaat tersebut antara lain mengurangi risiko litigation (tuntutan), memberikan pengalaman positif, mempertinggi moral pekerja, memberikan competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang diberikan (Harjanti, 2002:59).
Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit dan selanjutnya dapat meningkatkannya kualitas audit yang dihasilkannya. Bagi pemakai jasa audit, penelitian ini penting yakni untuk menilai sejauh mana akuntan publik dapat konsisten dalam menjaga kualitas jasa audit yang diberikannya.
Meningkatnya persaingan saat ini membuat para akuntan publik menjadi lebih sulit berperilaku secara profesional, dan membuat banyak kantor akuntan publik lebih berkepentingan untuk mempertahankan klien dan laba yang besar. Karena itu banyak kantor akuntan publik telah menerapkan falsafah dan praktik yang sering disebut sebagai praktik bisnis yang disempurnakan.
Dalam pelaksanaan praktik jasa auditing yang dilakukan oleh Akuntan Publik, sebagian masyarakat masih ada yang meragukan tingkat skeptisisme professional yang dimiliki oleh para auditor KAP yang selanjutnya berdampak pada keraguan masyarakat terhadap kualitas audit.
Maraknya skandal keuangan yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri telah memberikan dampak besar kepada kepercayaan publik terhadap profesi akuntan publik. Dan yang menjadi pertanyaan besar dalam masyarakat adalah mengapa justru semua kasus tersebut melibatkan profesi akuntan publik yang seharusnya mereka sebagai pihak ketiga yang independen yang memberikan jaminan atas relevansi dan keandalan sebuah laporan keuangan.
Kurangnya independensi auditor dan maraknya manipulasi akuntansi korporat membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan mulai menurun, sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen. Krisis moral dalam dunia bisnis yang mengemuka akhir-akhir ini adalah kasus Enron Corporation. Laporan keuangan Enron sebelumnya dinyatakan wajar tanpa pengecualian oleh kantor akuntan Arthur Anderson, salah satu kantor akuntan publik (KAP) dalam jajaran big four, namun secara mengejutkan pada 2 Desember 2001 dinyatakan pailit. Kepailitan tersebut salah satunya karena Arthur Anderson memberikan dua jasa sekaligus, yaitu sebagai auditor dan konsultan bisnis (Santoso, 2002).
Akuntan publik yang mengaudit perusahaan yang terkena skandal akuntansi tersebut juga tergolong kantor akuntan publik (KAP) yang berukuran besar dan mempunyai reputasi di bidang keuangan, namun hal itu ternyata tidak menjamin bahwa laporan keuangan perusahaan mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Padahal di sisi lain informasi keuangan yang akurat merupakan pertimbangan utama untuk menilai harga wajar suatu sekuritas, misalnya saham atau obligasi di pasar modal. Kegagalan dalam pelaporan keuangan dalam bentuk kecurangan atau kesalahan yang tidak dapat diungkapkan oleh KAP saat melakukan audit mengakibatkan kerugian yang besar bagi investor dan kreditor.
DeAngelo (1981) menyatakan bahwa kualitas audit dari akuntan publik dapat dilihat dari Pengalaman kerja yang melakukan audit. KAP besar (Big 4 accounting firms) diyakini melakukan audit lebih berkualitas dibandingkan dengan KAP kecil (Non-Big 4 accounting firm). Namun pada tahun 2001, terjadi kasus financial statement fraud di Enron dan juga beberapa kasus lainnya. Dalam kasus-kasus tersebut akuntan publik yang mengaudit termasuk kantor akuntan publik yang berukuran besar dan memiliki reputasi yang baik. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa tidak semua kantor akuntan publik yang berukuran besar melakukan audit yang berkualitas tinggi
Kompetensi dan independensi yang dimiliki auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Sesuai dengan PSA No. 02 (SPAP seksi 110, 2001), auditor memiliki tanggung jawab terhadap profesinya, tanggung jawab untuk mematuhi standar yang diterima oleh para praktisi rekan seprofesinya. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menetapkan aturan yang mendukung standar tersebut dan membuat basis penegakan kepatuhan tersebut sebagai bagian dari Kode Etik Ikatan Akuntan.
Penelitian tentang etika telah dilakukan oleh Payamta (2002) yang menyatakan bahwa berdasarkan "Pedoman Etika" IF AC, maka syarat-syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang mengatur tindakan/perilaku seorang akuntan dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Prinsip tersebut adalah (1) integritas, (2) obyektifitas, (3) independen, (4) kepercayaan, (5) standar-standar teknis, (6) kemampuan profesional, dan (7) perilaku etika.
Berdasarkan uraian masalah tersebut di atas, maka peneliti ingin melakukan suatu kajian dengan judul "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI MODERATING VARIABEL PADA AUDITOR YANG BEKERJA DI KANTOR AKUNTAN PUBLIK".