Search This Blog

TESIS DAMPAK KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP TINGKAT KESENJANGAN WILAYAH DI INDONESIA

(KODE : PASCSARJ-0249) : TESIS DAMPAK KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP TINGKAT KESENJANGAN WILAYAH DI INDONESIA (PROGRAM STUDI : EKONOMI KEBIJAKAN PUBLIK)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak tanggal 1 Januari 2001 Indonesia memasuki era baru dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai dengan mulai diberlakukannya otonomi daerah. Implementasi pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan adanya perubahan struktur pemerintahan yang menjadi lebih terdesentralisasi. Secara teoritis terdapat empat tipe desentralisasi, yaitu desentralisasi politik, desentralisasi ekonomi, desentralisasi administratif, dan desentralisasi fiskal (Sidik : 2002). Penerapan sistem desentralisasi fiskal di Indonesia dilakukan secara bersamaan dengan penerapan sistem otonomi daerah yang ditandai dengan diterapkannya Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang mengatur pelimpahan wewenang di bidang fiskal (desentralisasi fiskal). Dalam perkembangannya, undang-undang tersebut kemudian direvisi dengan Undang-undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Desentralisasi Fiskal dapat didefinisikan sebagai penyerahan sebagian kewenangan dan tanggung jawab fiskal dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada tingkat pemerintahan di bawahnya. Berdasarkan definisi ini maka daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dengan dukungan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Kebijakan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan atau menganut prinsip Money follows function. Hal ini berarti bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.
Desentralisasi fiskal menjadi penting untuk diterapkan karena beberapa alasan. Pertama, semakin langkanya sumber daya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan pelayanan publik dan pembangunan. Kedua, mengurangi ketergantungan daerah pada Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pembangunan. Ketiga, banyak sumber penerimaan daerah yang besar dikelola oleh pemerintah tingkat propinsi, bahkan pungutan pada level pemerintahan propinsi lebih besar daripada subsidi yang diberikan kepada kabupaten dan kota (Ermaya dalam Makmun : 2004).
Dengan demikian, maka pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan menghasilkan manfaat seperti : a). Mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan; b). Mendorong pemerataan hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Pemerataan hasil pembangunan, yang ditunjukkan oleh makin meratanya distribusi pendapatan ataupun berkurangnya tingkat kesenjangan ekonomi antar wilayah, menjadi penting dikaji karena merupakan salah satu masalah pokok pembangunan, selain masalah pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan (Arsyad : 2004). Disamping itu juga, kesenjangan antar wilayah juga dapat menimbulkan berbagai macam masalah seperti kecemburuan antarwilayah serta berbagai masalah kependudukan seperti migrasi, urbanisasi, pengangguran, dan Iain-lain. Pada gilirannya, masalah-masalah tersebut akan berpengaruh pada stabilitas nasional.
Dalam kenyataannya, terdapat dua macam pandangan yang sangat berbeda mengenai pengaruh atau dampak dari penerapan desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan wilayah. Pandangan yang pertama, yang lebih dikenal dengan pandangan konvensional menyatakan bahwa desentralisasi fiskal kemungkinan besar dapat meningkatkan kesenjangan wilayah. 
Pandangan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dengan diterapkannya desentralisasi fiskal, maka wewenang pemerintah pusat dalam menerapkan kebijakan distribusi pendapatan antar wilayah akan semakin mengecil, sehingga menyebabkan makin meningkatnya kesenjangan wilayah. Namun, belakangan ini timbul kontroversi terhadap pandangan tersebut, yang menyatakan bahwa penerapan desentralisasi fiskal justru dapat mendorong terjadinya pemerataan atau mengurangi tingkat kesenjangan antar wilayah. Pandangan kedua ini didasari pemikiran bahwa dengan diterapkannya desentralisasi, maka pemerintah daerah akan menghadapi kendala dalam hal pembiayaan pembangunan daerahnya. Hal ini mendorong pihak pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan penerimaan daerah dengan usahanya sendiri, sehingga kesenjangan yang terjadi antar daerah menjadi semakin berkurang.
Dalam prakteknya di Indonesia, keberhasilan proses desentralisasi dalam mengurangi kesenjangan ekonomi/pendapatan antar daerah tersebut masih menjadi pertanyaan. Dalam hal ini telah dilakukan beberapa studi di tingkat propinsi di Indonesia, namun hasilnya bervariasi dalam artian ada yang mendukung pandangan pertama (konvensional) maupun pandangan kedua. Pandangan konvensional diperkuat oleh beberapa hasil studi dari Shovie (2004), Wijayanti (2006), Astuti (2007) dan Antonius (2007). Berdasarkan temuan dari Astuti dan Wijayanti, ada hubungan positif antara desentralisasi dengan pendekatan Penerimaan (Pendapatan Asli Daerah/PAD maupun total penerimaan) dengan kesenjangan ekonomi antar wilayah. Hal ini berarti bahwa desentralisasi fiskal makin melebarkan kesenjangan ekonomi antar wilayah. Sedangkan pandangan kedua, juga diperkuat oleh beberapa studi seperti hasil studi dari Suhartono (2005), Wijayanti (2006) dan Widhiyanto (2006). Suhartono (2005) menyatakan bahwa penerapan desentralisasi fiskal, yang diukur dengan indikator transfer fiskal, telah memberikan efek berkurangnya kesenjangan ekonomi antar daerah (Suhartono dalam Wijayanti : 2006). Selain itu, Wijayanti (2006) dalam tesisnya juga menemukan bahwa ada hubungan negatif antara desentralisasi dengan pendekatan pengeluaran (total expenditure maupun total expenditure dan revenue) dengan kesenjangan ekonomi antar daerah. Hal ini berarti bahwa upaya pemerintah untuk membantu daerah melalui dana perimbangan cukup berhasil secara signifikan dalam mengurangi kesenjangan antar wilayah. Studi terbaru yang mendukung pandangan kedua ini dilakukan oleh Widhiyanto dalam tesisnya, dengan menggunakan rasio antara pendapatan dengan pengeluaran pemerintah daerah sebagai indikator desentralisasi fiskal.
Dari segi ruang lingkup waktu, pada umumnya studi-studi yang telah dilakukan tersebut hanya mengkaji kesenjangan antar wilayah pada saat kebijakan desentralisasi fiskal telah diberlakukan. Padahal untuk mendapatkan gambaran yang cukup lengkap, perlu juga dikaji bagaimana kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah baik sebelum maupun setelah kebijakan desentralisasi fiskal tersebut telah diberlakukan. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana dampak kebijakan desentralisasi fiskal, seperti halnya studi evaluasi terhadap dampak dari suatu kebijakan yang biasa dilakukan, perlu dilakukan analisa kondisi pada saat sebelum (pra) dan sesudah (post) kebijakan tersebut diterapkan.
Dari segi indikator desentralisasi fiskal, dalam studi-studi terdahulu sudah tercakup pendekatan baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran. Namun belum ada studi yang mencoba melihat desentralisasi fiskal dari sisi alokasi penggunaan dana oleh pemerintah daerah itu sendiri, yang merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah daerah. Dalam tesis ini akan ditambahkan indikator tersebut.
Berdasarkan uraian diatas serta untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana dampak desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan antar wilayah propinsi di Indonesia, menjadikan studi ini menarik untuk dibahas. Apakah penerapan kebijakan desentralisasi fiskal berhasil menurunkan atau justru makin meningkatkan kesenjangan wilayah di tiap propinsi di Indonesia.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 
1) Bagaimana profil kesenjangan ekonomi di tiap-tiap wilayah propinsi di Indonesia dalam era sebelum  dan setelah kebijakan desentralisasi fiskal diterapkan
2) Bagaimana dampak/pengaruh desentralisasi fiskal, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran, terhadap kesenjangan ekonomi antar wilayah di tiap propinsi di Indonesia

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 
1) Mengetahui profil kesenjangan ekonomi/penerimaan di tiap-tiap wilayah propinsi di Indonesia dalam era sebelum dan setelah desentralisasi fiskal
2) Mengetahui dampak/pengaruh kebijakan desentralisasi fiskal terhadap tingkat kesenjangan ekonomi di tiap wilayah propinsi di Indonesia

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini secara umum dapat disampaikan sebagai berikut : 
1) Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu kebijakan publik, pengambil kebijakan serta peminat masalah-masalah perekonomian daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang desentralisasi fiskal dan kesenjangan ekonomi regional
2) Sebagai bahan referensi penelitian lainnya yang berkaitan dengan bidang desentralisasi fiskal dan kesenjangan ekonomi regional di Indonesia

Artikel Terkait

Previous
Next Post »