Search This Blog

SKRIPSI PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DENGAN PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

(KODE : PTK-0145) : SKRIPSI PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DENGAN PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA (SEJARAH KELAS VII)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aspek penting bagi pengembangan sumber daya manusia dan merupakan wahana atau salah satu instrument yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat memperoleh manusia baru yang produktif.
Adapun pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dalam Munib (2007 : 33) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan pendidikan diharapkan manusia mengetahui akan segala kelebihannya yang dipotensikan untuk kualitas hidup lebih baik dari sebelumnya.
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya karena pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik secara pribadi maupun sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan perkembangan kemampuan siswa, situasi, dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah selalu merevisi kurikulum yang sudah ada selalu dengan perkembangan jaman, demikian pula dengan model pembelajaran yang diterapkan sekarang ini selalu mengalami perkembangan.
Demikian juga dengan seorang guru, keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepandaian guru dalam menerapkan suatu metode, teknik dan taktik pembelajaran. Setiap guru memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, ciri dan cara pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang baik mempunyai anggapan bahwa selain memberikan materi, mengajar adalah proses pemberian bantuan kepada peserta didik. Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning) (Sanjaya, 2007 :52). Terutama guru sejarah yang dituntut untuk menguasai berbagai macam metode dan teknik pembelajaran sejarah, dan mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman serta menyenangkan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik.
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah perkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, maka Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sejarah memuat pokok-pokok bahasan yang mengandung tujuan Pendidikan Nasional tersebut. Mata pelajaran IPS Materi Sejarah merupakan pelajaran yang bersifat deskriptif kronologis. Ditinjau dari materinya, pelajaran Sejarah mendeskripsikan tentang proses pertumbuhan, perkembangan serta keruntuhan peradaban bangsa-bangsa di dunia. Materi pelajaran Sejarah juga berisi tentang hubungan sebab akibat terjadinya suatu peristiwa sejarah secara kronologis, termasuk perkembangan peradaban bangsa Indonesia.
Pelajaran Sejarah memiliki arti penting dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Mata pelajaran Sejarah mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme dan semangat pantang menyerah. Nilai-nilai tersebut mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian anak peserta didik bangsa. Pelajaran Sejarah juga memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa termasuk peradaban bangsa Indonesia.
Belajar sejarah yang baik harus bisa menunjukkan adanya pemahaman dan kesadaran terhadap masa lalu secara baik. Menurut Kuntowijoyo (1995 :5) untuk SMP, sejarah hendaklah diberikan dengan pendekatan etis, kepada siswa harus ditanamkan pengertian bahwa mereka hidup bersama orang, masyarakat dan kebudayaan lain, baik yang dulu maupun sekarang. Prestasi belajar yang baik secara tidak langsung menunjukkan adanya upaya dalam pengembangan potensi siswa menjadi manusia yang berperikemanusiaan serta memiliki kesadaran dan kepekaan terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Akan tetapi dalam praktik pelaksanaannya hasil belajar sejarah siswa tidak mengalami perkembangan yang signifikan bahkan berada pada posisi yang stagnant. Dalam proses belajar mengajar sebaiknya selalu mengikutsertakan siswa secara aktif guna mengembangkan kemampuan mengamati, merencanakan, meneliti dan menemukan hasil sehingga guru mengetahui kesulitan yang dialami siswa dan selanjutnya mencari solusi yang tepat. Guru memegang peranan penting dalam pendidikan. Guru harus bisa melakukan interaksi yang baik dengan anak didiknya. Diharapkan dengan pendekatan yang baik, yang dilakukan oleh seorang guru terhadap anak didiknya, maka akan memudahkan seorang guru mentransferkan ilmunya kepada anak didiknya, begitu juga sebaliknya peserta didik akan mudah dalam menerima pelajaran.
Di SMPN X hanya terdapat satu guru pengampu mata pelajaran IPS. Guru IPS disini ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu siswa dalam proses belajar sejarah. Pada umumnya pembelajaran pada kurikulum KTSP yang sedang berlangsung pada saat ini perhatian utama ialah siswa yang belajar, bukan pada disiplin atau guru yang mengajar. Menurut Martinis Yamin (2007 : 8) di dalam kelas guru menjelaskan, siswa bertanya, menyimak, sebaliknya guru mendapatkan informasi dari siswa-siswanya dan menjawab pertanyaan siswa serta mencari solusi bersama-sama, kedua belah pihak (komunikator, komunikan) aktif dan peran yang lebih dominan terletak pada siswa atau siswa yang lebih aktif. Hal ini berarti bahwa proses pembelajaran sesungguhnya berpusat pada peserta didik. Disini siswa diharapkan berperan aktif pada tiap proses pembelajaran, namun pada kenyataannya praktik pengajaran sejarah di sekolah selama ini terkesan tidak menarik bagi siswa. 
Pada umumnya siswa menganggap pelajaran sejarah hanya sebagai pelajaran yang lebih bersifat hafalan. Guru dalam melakukan pembelajaran IPS materi sejarah sering dilakukan dengan cara menularkan pengetahuan, memberikan informasi melalui lisan. Sehingga yang aktif disini adalah guru sedangkan siswa hanya pasif mencatat dan mendengarkan sehingga aktivitas dan kreativitas siswa kurang tampak. Siswa merasa takut untuk bertanya tentang sesuatu yang belum dimengerti atau mengemukakan pendapat sehingga mereka memilih untuk duduk diam, mencatat dan mendengarkan pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa beranggapan bahwa pelajaran sejarah terlalu sulit untuk dipahami, banyak hafalan angka dan peristiwa-peristiwa materinya tersusun dari paragraf demi paragraf yang naratif dan panjang lebar. Sehingga membuat kesan membosankan. 
Tidak jarang pada saat pelajaran berlangsung siswa melakukan kegiatan seperti mengobrol, bercanda dengan teman sebangku, gaduh, dan aktivitas lain yang kurang edukatif. Selain itu Guru dalam penyampaian materi biasanya hanya berbicara dan menulis catatan di papan tulis, siswa bersifat pasif karena hanya mendengarkan. Siswa kemudian mencatat apa yang didiktekan atau dicatatkan guru di papan tulis. Dimana buku teks sangat kurang, kadang-kadang guru mulai mengajar dengan hanya mendiktekan saja pelajaran dan jika masih ada waktu baru memberikan penjelasan sekedarnya. Bahkan dalam soal yang mengundang perbedaan pendapat hanya sekali-kali saja penjelasan guru menampilkan lebih dari satu pandangan ataupun tafsiran yang sebaliknya. Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran IPS tersebut mengajar beliau mengalami keterbatasan karena faktor sarana dan prasarana yang kurang memadai. Hal ini dipicu oleh terbatasnya fasilitas pembelajaran pendidikan di SMP Satu Atap ini sehingga guru tidak dapat menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah lain di kota yang lebih maju di era globalisasi ini, Hal ini semakin membuat siswa bosan dan bertindak semaunya sendiri pada saat pelajaran berlangsung.
Secara empiris dapat dilihat dari hasil belajar siswa kelas VII SMPN X yang masih menunjukkan rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai ulangan tengah semester genap yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran sejarah yang telah ditentukan yaitu 60.
Suasana belajar yang digambarkan diatas jelas tidak kondusif yang menyebabkan kegiatan belajar menjadi tidak efektif karena tidak ada komunikasi dua arah antara guru dan siswa. Fenomena tersebut dimungkinkan terjadi karena siswa telah kehilangan semangat, minat dan motivasi untuk belajar sejarah. Hal ini tidak bisa dibiarkan dan berlarut-larut begitu saja sebab jika dalam pembelajaran sudah tidak kondusif dan efektif akan menyebabkan prestasi belajar yang dicapai juga tidak maksimal.
Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisasi semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suyitno, 2006 :12). Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2006 :1).
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar agar dapat mencapai prestasi belajar dengan nilai rata-rata yang maksimal, maka seorang guru membutuhkan suatu strategi agar dapat mendorong siswa untuk lebih aktif serta tertarik dan menyukai mata pelajaran sejarah. Salah satu pembelajaran yang menyenangkan dan mengaktifkan siswa adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengelompokkan siswa berdasarkan tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam kelompok-kelompok kecil, dimana pada model pembelajaran ini siswa dalam kelompoknya mempunyai konsep bahwa mereka memiliki tanggung jawab bersama-sama untuk membantu teman sekelompoknya agar berhasil dan mendorong teman kelompoknya untuk melakukan upaya yang maksimal (Slavin, 2008 :16). Pembelajaran kooperatif identik dengan kerja kelompok serta diskusi. Kerja kelompok ini perlu memperhatikan aspek-aspek antara lain; pertama, tujuan yang jelas sehingga setiap anggota kelompok mengetahui apa yang akan dilakukan. Kedua, dalam kerja kelompok perlu adanya pembagian kerja sehingga tercipta komunikasi yang efektif. Ketiga, dengan adanya tujuan yang jelas, komunikasi yang efektif kerja kelompok akan lebih baik serta dengan kepemimpinan yang baik akan mempengaruhi hasil kerja yang maksimal dan memuaskan. Untuk itu perlu adanya strategi pembelajaran yang inovatif yang dapat berpengaruh dalam penguasaan materi dan dapat berpengaruh pada keaktifan siswa serta memberikan iklim yang kondusif dalam perkembangan daya nalar dan kreatifitas siswa. Meskipun dalam strategi pembelajaran ini siswa lebih aktif, namun guru tetap mengawasi kelas untuk memberikan semangat, dorongan belajar dan memberikan bimbingan secara individu atau kelompok. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling diskusi dengan temannya.
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi di kelas karena memberi kesempatan siswa untuk berpikir secara berkelompok atau bersama-sama, sehingga memberikan banyak waktu kepada siswa untuk berpikir dan merespon jika ada kesulitan agar dapat saling membatu memecahkan masalah tersebut (Trianto 2007 :61). Serta dapat bekerjasama dengan orang lain serta mengoptimalisasikan partisipasi siswa.
Untuk mengatasi agar pengajaran sejarah lebih tidak monoton dan lebih bervariasi maka dapat digunakan strategi pembelajaran aktif dengan menggunakan media Mind Map. Media tersebut digunakan untuk membantu guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa dan dapat juga membantu siswa dalam memahami materi pelajaran yang disajikan. Pengertian media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses terjadi. Dengan demikian dalam proses belajar mengajar media sangat diperlukan agar siswa bisa menerima pesan dengan baik dan benar. 
Di SMPN X kemampuan siswa terletak di dalam hal mencatat. Metode mencatat yang baik harus membantu kita mengingat perkataan, bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasikan materi dan memberikan wawasan baru, peta pikiran memungkinkan terjadinya semua hal itu (De Porter, 2008 :175) sehingga peneliti menggunakan media Mind Map di dalam penelitian ini. Mind Map (peta pikiran) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang (http://wordpress.com/model-pembelajaran-mind-map (01/03/2011). Sehingga siswa dapat mengembangkan daya kerja otak masing-masing sesuai dengan pemahamannya terhadap materi. Siswa dapat menuangkan ide-idenya dengan menggambar peta pikiran suatu materi yang telah diberikan oleh guru. Dengan Mind Map siswa dapat mencatat fakta dan ide dengan menggunakan kata dan gambar. Dengan cara ini siswa dapat mengorganisasikan informasi sambil membuat peta ketika mereka sedang mendengarkan pelajaran di kelas. Dengan media Mind Map siswa dapat berpikir tentang apa yang mereka catat dan menempatkannya ditempat yang sesuai dalam peta (Margulies dan Valenza, 2008 :18). Strategi pembelajaran ini perlu diterapkan dalam dunia pendidikan, agar bisa kondusif dengan proses pendewasaan dan pengembangan bagi siswa. Strategi pembelajaran ini juga dapat diterapkan dalam dunia pendidikan sebagai pembelajaran inovatif.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan di dalam kelas yang akan diteliti melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja sebagai guru, sehingga hasil belajar dapat meningkat. Melaui refleksi guru akan meningkatkan kembali apa yang sudah dikerjakan di depan kelas ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pemikiran seorang guru yang dituangkan dalam sebuah pemikiran yang diberi nama refleksi diri guru, refleksi diri guru tersebut memberikan gambaran tentang jati dirinya sebagai seorang guru dalam mentransfer ilmunya, penjelasan yang terlalu cepat, atau memberikan contoh yang memadai, dan bahasa yang digunakan mudah dipahami serta serangkaian pertanyaan lain dapat diperoleh dari perenungan diri. Sehingga akan menemukan kelemahan dan akan memperbaikinya dari tindakan yang salah.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif model Think Pair Share (TPS) dengan menggunakan media Mind Map dapat dijadikan satu metode yang inovatif dan strategi pembelajaran yang cukup bermanfaat serta berpengaruh dalam pemahaman konsep sejarah siswa oleh karana itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul : PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS SEJARAH KELAS VII SMPN X.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah penerapan strategi pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map pada pelajaran IPS sejarah mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII SMPN X ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui strategi pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map pada pelajaran IPS sejarah mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII SMPN X. 

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretik
Sebagai bahan pertimbangan oleh para guru dalam memberikan materi pelajaran maka penulis membuat penelitian tentang model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map pada pelajaran IPS sejarah agar para guru lebih mudah dalam penyampaian materi yang akan dibahas.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah pengetahuan tentang strategi pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map.
b. Bagi Guru
Agar guru dapat memberikan materi dengan menggunakan bermacam-macam variasi metode pembelajaran sehingga siswa tidak merasa cepat jenuh.
c. Bagi Siswa
Penelitian ini bermanfaat bagi siswa yang kebanyakan kurang antusias terhadap mata pelajaran sejarah karena membosankan. Dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map siswa akan lebih aktif dalam bertanya dan mempererat kerjasama dengan kelompoknya dalam menyelesaikan masalah.
d. Bagi Sekolah
Model pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang akan dilakukan khususnya pada pelajaran IPS sejarah.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »