Search This Blog

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL KOMPETISI AKTIF MENYENANGKAN

(KODE : PTK-0133) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL KOMPETISI AKTIF MENYENANGKAN (KAM) (MATEMATIKA KELAS II)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Permendiknas RI nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contexstual problem). Dengan membahas masalah sesuai dengan konteks kehidupan dan situasi di sekitar siswa maka secara bertahap siswa dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Pembelajaran matematika akan lebih menarik jika dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi mengajar dan sekaligus melibatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.
Permendiknas RI nomor 41 Tahun 2007 menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Seiring dengan tujuan tersebut maka harus ada kesiapan dari seorang guru dalam mendesain pembelajaran yang inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berperan aktif di dalam pembelajaran.
Berdasarkan UU nomor 23 Th 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasan sesuai dengan minat dan bakatnya. Maka melalui Permendiknas RI nomor 22 tahun 2006 menetapkan bahwa pendekatan tematik sebagai pendekatan pembelajaran yang harus dilakukan pada siswa Sekolah Dasar terutama pada siswa kelas rendah (kelas I s.d III). Menurut BSNP (2006 : 35) penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di SD dikarenakan perkembangan peserta didik pada kelas rendah Sekolah Dasar, pada umumnya berada pada tingkat perkembangan yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta baru mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Di dalam pembelajaran antara pelajaran satu dengan yang lainnya selalu dikaitkan menjadi satu dan sebisa mungkin tidak nampak antar mata pelajarannya. Berdasarkan hal ini di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas II harus menggunakan pendekatan tematik.
Menurut Slavin (1994) disebutkan siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama itu sudah tidak sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha susah payah dengan ide-ide. Satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa namun siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan sendiri yang harus memanjatnya.
Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, serta (3) pengolahan data. Oleh karena itu matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan-kemampuan tersebut. Menurut Fathani (2009 : 75) matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan harus dikuasai oleh setiap manusia terutama oleh siswa sekolah. Akan tetapi dalam perkembangannya matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kurang disukai oleh sebagian orang. Menurut Susilo dalam Fathani (2009 : 77) ada beberapa mitos negatif yang berkembang dalam masyarakat mengenai matematika salah satu diantaranya adalah anggapan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan bakat istimewa yang tidak dimiliki setiap orang. Kebanyakan orang berpandangan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan kecerdasan yang tinggi, akibatnya bagi mereka yang merasa kecerdasannya rendah tidak termotivasi untuk belajar matematika.
Berdasarkan temuan dari Depdiknas (2002) dalam Trianto (2007), dalam proses pembelajaran selama ini siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Hal ini bertolak belakang dengan teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa siswa harus membangun konsep sendiri dan bukan sekedar menghafalkan.
Keadaan yang terjadi di kelas II SDN X, berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis di SDN X serta hasil wawancara, catatan dan hasil belajar sebelumnya yang diperoleh dari guru kelas keadaan yang terjadi adalah sebagai berikut : Ketika guru mengajukan pertanyaan maka tidak ada yang menjawab pertanyaan guru jika tidak ditunjuk oleh guru secara langsung. Siswa mau maju ke depan kelas diiming-imingi akan diberikan penghargaan. Jumlah penghargaan terbatas sehingga jika penghargaan sudah habis siswa harus ditunjuk oleh guru baru mau menjawab pertanyaan guru. Guru hanya memberikan evaluasi dan hasilnya hanya dibagikan begitu saja kepada murid tanpa ada penghargaan bagi siswa yang mendapatkan nilai terbaik sehingga siswa merasa biasa saja dengan nilai yang diperolehnya dan tidak berkeinginan mendapat nilai lebih tingi dibandingkan teman lainnya. Ketika menjawab soal yang diberikan guru siswa asal mengerjakan saja yang penting semua soal sudah dikerjakan.
Dalam pembelajaran sudah menggunakan media tetapi jumlahnya hanya ada 1 yaitu media yang dipajang di depan kelas saja dan tidak semua anak disediakan media sendiri-sendiri sehingga siswa hanya bisa menggunakannya secara bergantian. Media juga cenderung lebih banyak digunakan guru daripada siswa. Dalam pembelajaran guru lebih banyak berceramah sedangkan siswa hanya mendengarkan dan hanya duduk di bangkunya masing-masing tanpa melakukan aktivitas. Padahal siswa karakteristik anak SD adalah senang beraktivitas. Hal ini cenderung membuat siswa merasa tidak senang. Siswa yang tidak mendapat giliran menggunakan media cenderung merasa bosan dan siswa lebih asyik bermain sendiri. Siswa bisa mengerjakan soal yang diberikan jika dibimbing oleh guru tetapi ketika diberikan soal evaluasi dan mengerjakan sendiri siswa merasa kesulitan. Hal ini antara lain dikarenakan anak belajar dengan sistem menghafal.
Sesuai dengan hasil catatan pengamatan, di lapangan terjadi pembelajaran yang kurang menyenangkan, guru kurang terampil dalam menggunakan model dan media pembelajaran, dan siswa yang kurang aktif mengikuti kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang seperti ini mengakibatkan kurang berhasilnya proses pembelajaran dengan ditunjukKan 65% siswa yaitu 27 dari 42 siswa kelas II siswa mendapat nilai dibawah KKM pada pelajaran Matematika. Dengan nilai terendah 7 dan nilai tertinggi 100. Serta rata-rata kelas yang diperoleh adalah 50, 62. Padahal batas nilai ketuntasan di SDN X untuk mata pelajaran matematika adalah > 65.
Berdasarkan hal ini maka penulis memiliki dorongan dan ketertarikan mengadakan PTK dengan menggunakan model KAM dikarenakan model KAM memiliki beberapa keunggulan seperti menimbulkan rasa persaingan yang sehat antar siswa, siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran dan senang mengikuti pembelajaran, menimbulkan rasa kerja sama dan kompetisi yang tinggi antara siswa satu dengan yang lain, dan meningkatkan keterampilan guru dalam menggunakan model pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat menarik minat siswa dalam mengikuti pelajaran. Berdasarkan diskusi peneliti bersama kolaborator memilih menggunakan model KAM di dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan model KAM diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi tersebut sehingga kualitas pembelajaran matematika dapat meningkat.
Pembelajaran KAM merupakan modifikasi dari model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Pembelajaran Aktif Kreatif Efisien dan Menyenangkan (PAKEM). Tetapi karena kelas II termasuk kelas rendah maka dalam pelaksanaannya tetap dipadukan dengan pendekatan tematik. Model TGT merupakan salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement, Sedang PAKEM merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual yang menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif mengkonstruksi pengetahuannya dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari situasi nyata atau yang dapat dibayangkan (Depdiknas, 2007). Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu melalui tema sebagai pemersatu dengan memadukan beberapa model sekaligus yang bisa dikaitkan satu sama lain.
Dari ulasan latar belakang tersebut diatas maka peneliti akan mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul "PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL KOMPETISI AKTIF MENYENANGKAN (KAM) PADA SISWA KELAS II SDN X".

B. Rumusan masalah dan Pemecahan masalah 
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan masalah sebagai berikut : "Bagaimana deskripsi model KAM yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika siswa kelas II SDN X ?"
Adapun dari rumusan masalah tersebut dapat dirinci menjadi : 
a. Apakah model KAM dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas II SDN X dalam pembelajaran matematika ?
b. Apakah model KAM dapat meningkatkan keterampilan guru SDN X dalam pembelajaran matematika ?
c. Apakah model KAM dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN X dalam pembelajaran matematika.

2. Pemecahan masalah
Melihat masalah yang sudah dipaparkan maka guru harus melakukan pemecahan masalah dengan melakukan PTK. Setelah mengadakan perundingan dengan kolaborator, peneliti memilih model KAM dengan pendekatan tematik dalam penyelesaian masalahnya. model KAM (Kompetisi Aktif Menyenangkan) merupakan modifikasi antara model TGT (Team Games Tournament) dan model PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Adapun tahapan dari model KAM adalah sebagai berikut : 1) pembentukan kelompok, 2) membangun konsep, 3) kompetisi antar kelompok, 4) kompetisi antar siswa, 5) pemberian penghargaan.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah : "meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas II SDN X".
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 
1. Mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa kelas II SDN X dalam pembelajaran matematika menggunakan model KAM.
2. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan guru SDN X dalam pembelajaran matematika menggunakan model KAM.
3. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN X dalam pembelajaran matematika menggunakan model KAM.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya dan meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada khususnya. Secara rinci diharapkan penelitian ini memberi kontribusi sebagai berikut : 
a. Kontribusi bagi guru
1. Meningkatkan kompetensi guru dalam pengembangan pembelajaran matematika di SD.
2. Meningkatkan keterampilan guru untuk menyelenggarakan sistem pembelajaran yang menarik, bervariasi dan kontekstual.
3. Mengubah paradigma pembelajaran matematika dari teacher centered (berpusat pada guru) menjadi student centered (berpusat pada siswa).
b. Kontribusi bagi siswa
1. Meningkatkan motivasi belajar dan kompetisi siswa dalam pembelajaran matematika
2. Meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran serta mempererat hubungan antara murid yang satu dengan yang lainnya
c. Kontribusi bagi sekolah
1. Tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sekolah baik secara kualitasnya (keterampilan guru dan aktivitas siswanya) maupun kuantitasnya (hasil belajar siswa).

Artikel Terkait

Previous
Next Post »