Search This Blog

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN STIKES X

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN STIKES X


(KODE : KEBIDANN-0036) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN STIKES X 


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini peradaban manusia semakin berkembang dengan pesat. Pola kehidupan manusia akan selalu berubah, disesuaikan dengan perkembangan jaman. Sistem perekonomian yang semakin tertata, peralatan elektronik dan telekomunikasi yang semakin canggih serta pemberdayaan dalam semua bidang kehidupan yang semakin optimal. Kesemuanya tidak terlepas dari campur tangan pendidikan. Bisa dikatakan pendidikan memegang pengaruh penting dalam menciptakan kualitas suatu bangsa. Mulai dari bagaimana cara manusia memngenali sesuatu, sampai bagaimana melatih manusia agar mampu memunculkan suatu inovasi yang luar biasa. Oleh karena itu, untuk memajukan suatu bangsa, pendidikan perlu mendapatkan perhatian khusus.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 th 2003 dalam Hasbulloh, 2005 : 4). Dalam pendidikan tentunya mencakup peserta didik, pengajar dan keluarga, dimana ketiganya saling berkaitan erat. Pada pelaksanaannya, proses belajar-mengajar akan menghasilkan suatu output berupa prestasi belajar (Rahayu, 2004 : 2).
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata (Kamus Besar bahasa Indonesia, 2001 : 895). Menurut Rahayu (2004 : 48) prestasi belajar merupakan perwujudan keberhasilan belajar peserta didik yang menunjukkan keuletan dan kesungguhannya dalam belajar.
Dalam penyelenggaraan pendidikan tentunya hasil yang ingin dicapai adalah predikat baik, namun kenyataannya dalam setiap proses belajar mengajar menunjukkan tidak semua peserta didik memperoleh prestasi belajar yang memuaskan. Ada sebagian peserta didik yang memperoleh hasil kurang meskipun penyampaian materi sama. Hal ini dapat dimaklumi karena kemampuan dan kecakapan yang dimiliki setiap peserta didik tidak sama (Rahayu, 2004 : 3).
Belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif (Skinner dalam Syah, 2005 : 64). Menurut Gerungan (2000 : 54) salah satu usaha seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya adalah dengan interaksi sosial. Sehingga bisa dikatakan bahwa interaksi sosial peserta didik terhadap lingkungannya dapat memberikan pengaruh terhadap proses penyesuaian diri (belajar).
Menurut Rahayu (2004 : 51) pada prinsipnya faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik berasal dari internal maupun eksternal. Faktor internal mencakup keadaan fisiologis dan psikologis.. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan yang meliputi faktor sosial dan non sosial. Interaksi sosial adalah pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Syani, 2002 : 151). Dalam hal ini interaksi merupakan perpaduan antara faktor psikologis peserta didik (internal) dengan faktor lingkungan khususnya lingkungan sosial (eksternal) untuk mencapai suatu hasil belajar yang optimal.
Salah satu faktor lingkungan sosial yang turut berperan dalam proses belajar peserta didik adalah lingkungan institusi pendidikan. Lingkungan institusi pendidikan adalah lingkungan yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar peserta didik selain lingkungan keluarga (Syah, 2005 : 152-153). Dikatakan oleh Sukmadinata (2003 : 28) bahwa lingkungan institusi pendidikan adalah faktor utama yang mempengaruhi pendidikan. Sehingga faktor lingkungan institusi pendidikan yang mencakup interaksi sosial memiliki peran yang cukup penting terhadap tingkat pencapaian belajar.
Interaksi sosial peserta didik dalam lingkungan institusi pendidikan di bedakan menjadi beberapa macam, dapat terjadi antara peserta didik dengan peserta didik yang lainnya, dengan pengajar atau karyawan. Khusus dalam lingkup kelas interaksi sosial antara peserta didik dengan temannya, dinilai sangat penting karena dapat memberikan motivasi belajar yang baik bagi peserta didik tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Slameto (2003 : 68) yaitu relasi peserta didik dengan peserta didik yang lain merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan X Klaten berdiri pada tahun 2005 dengan membuka dua Program Studi, yaitu S1 Keperawatan dan Diploma III Kebidanan. Sebagai salah satu institusi pendidikan yang bergerak dibidang kesehatan, tentunya Stikes X memiliki tujuan yang sama dengan institusi pendidikan yang lain, yaitu menghasilkan output mahasiswa yang kompeten baik dari segi teori maupun praktek. Untuk mencapai tujuan tersebut, hendaknya segala faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar harus diperhatikan. Yang sudah baik dipertahankan dan yang masih kurang memadai harus segera ditingkatkan, mengingat Stikes X merupakan institusi pendidikan yang tergolong masih muda berkecimpung di kancah pendidikan kesehatan. Kualitas harus ditingkatkan, agar dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat.
Telah dijelaskan di depan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar mahasiswa, salah satunya adalah interaksi sosial. Dalam penelitian ini, penulis hanya mengambil responden mahasiswa tingkat I, harapannya adalah memperoleh perbedaan interaksi sosial yang lebih signifikan antara mahasiswa satu dengan mahasiswa yang lain, mengingat mahasiswa tersebut berada pada tahun pertama yang merupakan masa adaptasi dengan lingkungan sekolah, baik dengan dosen, karyawan atau sesama teman.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud membahas mengenai hubungan antara interaksi sosial (khususnya interaksi sosial mahasiswa dengan mahasiswa yang lain) dengan prestasi belajar mahasiswa tingkat I Program Studi Diploma III Kebidanan Stikes X.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
Apakah ada hubungan antara interaksi sosial dengan prestasi belajar mahasiswa tingkat I Program Studi Diploma III Kebidanan Stikes X ?

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui : Hubungan antara interaksi sosial dengan prestasi belajar mahasiswa tingkat I Program Studi Diploma III Kebidanan Stikes X.

D. MANFAAT PENELITIAN 
1. Bagi institusi pendidikan Stikes X
Sebagai masukan positif bagi pihak institusi pendidikan, untuk lebih memperhatikan mahasiswa dengan prestasi belajar rendah. Apabila interaksi sosial terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar, segenap anggota institusi pendidikan harus berupaya untuk dapat memaksimalkan interaksi sosial yang positif di dalam lingkungan institusi pendidikan tersebut.
2. Bagi mahasiswa tingkat I Program Studi Diploma III Kebidanan Stikes X
Memberikan motivasi positif bagi mahasiswa agar dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya lingkungan institusi pendidikan yang memiliki peran penting dalam proses pembelajaran mahasiswa.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan acuan atau referensi untuk penelitian yang relevan dan mendalam pada masa yang akan datang.

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI MENJADI BIDAN DENGAN PRESTASI BELAJAR ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI MENJADI BIDAN DENGAN PRESTASI BELAJAR ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


(KODE : KEBIDANN-0035) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI MENJADI BIDAN DENGAN PRESTASI BELAJAR ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka (Syah, 2005).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Si stem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1), pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Syah, 2005).
Tujuan pendidikan nasional itu sendiri menurut TAP MPR No. II Tahun 1998, adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil, sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan, dan rasa kesetiakawanan sosial.
Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal tersebut berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan amat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik, baik ketika ia berada di lingkungan pendidikan seperti sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Syah, 2005).
Belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi munculnya peserta didik yang berprestasi tinggi atau rendah atau mungkin gagal sama sekali (Syah, 2005).
Intelegensia (IQ) merupakan salah satu faktor internal yang memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk sukses. Selain faktor intelegensi, terdapat faktor lain yang cukup besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa yaitu motivasi (Syah, 2005).
Motivasi mendorong seseorang untuk bertingkah laku (Uno, 2007). Seseorang yang memiliki motivasi untuk sukses akan berusaha untuk mencapai keinginannya tersebut. Tanpa motivasi seseorang akan melakukan kegiatan tanpa terarah dan sungguh-sungguh dan kemungkinan besar tidak akan membawa hasil (Sukmadinata, 2004).
Motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik.
Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya (Sardiman, 2007). Tumbuhnya motivasi pada seseorang senantiasa dilandasi kesadaran akan diri berkenaan dengan hakikat dan keberadaan kehidupannya masing-masing. Motivasi memiliki peranan yang penting ketika seorang peserta didik melanjutkan jenjang pendidikannya ke tingkat lebih tinggi, termasuk melanjutkan pendidikannya ke DIII Kebidanan. Setiap peserta didik memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam melanjutkan jenjang pendidikannya ke DIII Kebidanan. Salah satu motivasinya adalah untuk menjadi seorang bidan.
STIKES X merupakan salah satu lembaga pendidikan kesehatan milik Pemerintah Daerah X. STIKES X berdiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 39/D/O/2005. Program studi D III Kebidanan merupakan salah satu program studi yang terdapat di STIKES X.
Intensitas motivasi menjadi bidan yang berbeda-beda antara mahasiswa satu dengan yang lainnya berpengaruh terhadap usaha belajar mahasiswa dalam mempelajari materi setiap mata kuliah, terutama mata kuliah yang berhubungan langsung dengan tugas bidan, seperti mata kuliah Asuhan Kebidanan Ibu Hamil.
Asuhan Kebidanan Ibu Hamil merupakan salah satu mata kuliah yang dipelajari mahasiswa kebidanan semester II. Mata kuliah ini sangat diperlukan untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup sebagai bekal seorang bidan dalam menghadapi pasien di lahan praktek dan di masyarakat setelah lulus nanti.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengkaji "Adakah hubungan antara motivasi menjadi bidan dengan prestasi belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil pada mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan ?"

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara motivasi menjadi bidan dengan prestasi belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil pada mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui motivasi menjadi bidan pada mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan.
b. Mengetahui prestasi belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil pada mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan.

D. Manfaat Penelitian
Membantu mahasiswa mencapai prestasi belajar yang optimal dengan menumbuhkan motivasi mahasiswa melalui tenaga pendidik, orang tua maupun sesama mahasiswa.

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT III DALAM MATAKULIAH PRAKTEK KLINIK KEBIDANAN DI AKADEMI KEBIDANAN X

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT III DALAM MATAKULIAH PRAKTEK KLINIK KEBIDANAN DI AKADEMI KEBIDANAN X


(KODE : KEBIDANN-0034) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT III DALAM MATAKULIAH PRAKTEK KLINIK KEBIDANAN DI AKADEMI KEBIDANAN X


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pada tahun 1902 bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi dan lulusan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang kurang mampu secara cuma-cuma.
Pada tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP) Semarang dan Batavia. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat wanita yang lulus dapat meneruskan kependidikan kebidanan selama dua tahun. Pada tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada tahun 1975-984 institusi pendidikan ditutup, sehingga 10 tahun tidak menghasilkan bidan.
Pada tahun 1989 dibuka kursus program pendidikan bidan secara nasional, program ini dikenal sebagai program Pendidikan Kebidanan Bidan A (PPB/A). Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B dan C.
Selain program pendidikan bidan diatas, sejak tahun 1994-995 pemerintah juga menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (distance learning), kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan mutu tenga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Health yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten. Kebidanan di seluruh Indonesia pada tahun ini telah meluluskan peserta didik sebanyak 1196 orang. Harapan yang tinggi terhadap lulusan yang dihasilkan oleh pendidikan ini ialah mampu menganalisis, mengantisipasi, dan lebih cepat dan tepat mengambil keputusan untuk menyelamatkan dua nyawa, ibu dan bayi, yang berdampak pada kesejahteraan keluarga.
Pengembangan pendidikan kebidanan seyogianya dirancang secara berkesinambungan, berlanjut sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup bagi bidan yang mengabdi ditengah-tengah masyarakatnya. Pendidikan yang berkelanjutan ini bertujuan untuk mempertahankan profesionalisme bidan baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan formal. Dikatakan professional apabila memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan pendidikan yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya.
Bidan dalam melakanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan, dimana wewenang yang diberikan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Permenkes 900, 2002).
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa, dimana dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kwewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi.
Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian yaitu dengan cara menyediakan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dan dekat dengan masyarakat difokuskan pada tiga pesan kunci Making Pregnency Safer (MPS), yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap wanita subur mempunyai akses terhadap pncegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dibutuhkan tenaga kesehatan yang terampil dan didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan standar kebidanan (Azwar, 2002).
Kurikulum Pendidikan Diploma III Kebidanan disusun melalui proses pemahaman dasar kesehatan reproduksi, analisa, asuhan, dan pelayanan kebidanan, penetapan peran, fungsi dan kompetensi bidan. Berdasarkan kompetensi tersebut ditentukan mata kuliah yang diperlukan dalam memenuhi kualifikasi bidan professional, salah satunya adalah mata kuliah praktek klinik kebidanan.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa yaitu faktor internal yang meliputi intelegensia, sikap, bakat, minat dan motivasi. Faktor eksternal yang meliputi keluarga, akademik, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Pada penelitian juga akan dibahas kemampuan dosen, serta kegiatan pembelajaran (Djaali, 2007).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rospita Lubis, di AKBID X pada mahasiswa tingkat II semester IV tahun 2005, didapati kesimpulan bahwa faktor motivasi mempunyai pengaruh terhadap pencapaian kemampuan dari matakuliah asuhan kebidanan pada ibu, dimana didapati dari 69 responden didapatkan bahwa75.3% memiliki motivasi yang tinggi sehingga mendapat nilai yang baik, 71,0% responden berpendapat tingkat kemampuan dosen yang paling tinggi adalah berada pada kategori mampu, 74% responden berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran yang paling sering dilakukan di AKBID X adalah kegiatan pembelajaran dengan metode diskusi.
Nilai mahasiswa X angkatan pertama dari matakuliah praktek klinik kebidanan untuk semester IV yang mendapat nilai sangat baik 6 orang, baik sebanyak 59 orang, cukup sebanyak 4 orang. Nilai semester VI yang mendapat nilai sangat baik sebanyak 10 orang, baik sebanyak 35 orang, dan yang mendapat nilai cukup 24 orang. Nilai mahasiswa angkatan kedua untuk semester IV yang mendapat nilai sangat baik 17 orang, baik sebanyak 40 orang, cukup sebanyak 12 orang. Nilai semester VI yang mendapat nilai sangat baik sebanyak 8 orang, baik sebanyak 37 orang, cukup sebanyak 24 orang. Nilai angkatan ketiga untuk semester IV yang mendapat nilai sangat baik sebanyak 6 baik, baik sebanyak 49 orang, dan yang mendapat nilai cukup 4 orang.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa tingkat III dalam matakuliah praktek klinik kebidanan di Akademi Kebidanan X.

1.2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa tingkat III dalam matakuliah praktek klinik kebidanan di Akademi Kebidanan X.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1.Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa tingkat III dalam matakuliah praktek klinik kebidanan DI Akademi Kebidanan X.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi faktor internal (faktor dari dalam) terhadap prestasi belajar dalam matakuliah praktek klinik kebidanan.
2. Mengidentifikasi faktor eksternal (faktor dari luar) terhadap prestasi belajar dalam matakuliah praktek klinik kebidanan.
3. Mengidentifikasi kemampuan dosen terhadap prestasi belajar dalam matakuliah praktek klinik kebidanan.
4. Mengidentifikasi kegiatan pembelajaran terhadap prestasi belajar dalam matakuliah praktek kilnik kebidanan.
5. Mengidentifikasi lahan praktek klinik terhadap prestasi belajar dalam matakuliah praktek klinik kebidanan.

1.4. Manfaat Penelitian 
1.4.1 Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis tentang pentingnya mata kuliah praktek klinik kebidanan dalam melakukan penelitian.
1.4.2. Bagi Institusi Tempat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi staf pengajar AKBID X sebagai bahan pertimbangan dalam hal pemberian mata kuliah praktek klinik kebidanan.
1.4.3. Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan bagi program pendidikan D-IV Bidan Pendidik untuk penelitian selanjutnya.

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) MOTIVASI MAHASISWA MENGIKUTI PROGRAM PENDIDIKAN D-IV BIDAN PENDIDIK

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) MOTIVASI MAHASISWA MENGIKUTI PROGRAM PENDIDIKAN D-IV BIDAN PENDIDIK


(KODE : KEBIDANN-0033) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) MOTIVASI MAHASISWA MENGIKUTI PROGRAM PENDIDIKAN D-IV BIDAN PENDIDIK


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Motivasi berarti dorongan dalam diri manusia untuk bertindak atau berprilaku (Notoatmodjo, 2007). Motivasi merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Seperti halnya keberhasilan dalam proses belajar. Semakin baik motivasi dalam diri seseorang untuk proses belajar. Semakin baik motivasi dalam diri seseorang untuk belajar, semakin baik pula hasil belajar yang didapatkan. Hal ini menyangkut kepada seluruh mahasiswa dari berbagai jurusan, salah satunya adalah jurusan kebidanan.
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan (Sofyan, 2004).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19/2005 tentang standar Nasional pendidikan menyatakan Guru adalah pendidik profesional. Untuk itu, ia dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana/Diploma IV (S1/D-IV) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran (Brodjonegoro, 2007).
Jenjang pendidikan untuk para bidan kini amat terbatas. Sampai sekarang strata pendidikan bidan belum ada yang mencapai S1. Pilihan bagi bidan hanya mencakup D3 atau D4. Jumlah akademi kebidanan di seluruh Indonesia hanya 120 buah untuk jenjang D3 dan hanya 4 buah untuk D4 (Musbir, 2007). D4 Bidan Pendidik terdapat di kota Bandung, Yogyakarta, Padang dan Medan (Hasan, 2007).
Sumber Daya Manusia kesehatan yang kompeten dan professional adalah individu yang memiliki kemampuan, pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang sesuai dengan syarat di dunia kerja serta dapat berpartisipasi secara aktif ditempat kerja sesuai dengan keahliannya. Untuk menghasilkan lulusan tenaga kesehatan yang kompetensi dan profesional diperlukan berbagai komponen, seperti : sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum berbasis kompetensi yang baik dan benar serta dosen memadai jumlah dan kualitasnya (Supari, 2007).
Tujuan pendidikan program studi D-IV kebidanan adalah untuk menghasilkan Sarjana Saint Terapan (SST) kebidanan professional yang mampu melaksanakan tugas-tugas dan kompetensi, seperti : mengembangkan dirinya sebagai bidan profesional yang berkepribadian Indonesia, menerapkan konsep keilmuan dan keterampilan profesinya dalam pelayanan kebidanan, memberikan pelayanan kebidanan di masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kultur budaya, mampu mengembangkan dirinya sebagai seorang pendidik secara profesional dibidang ilmu kebidanan, meningkatkan penguasaan ilmu kebidanan untuk kepentingan dirinya baik sebagai bidan maupun pendidik (Brodjonegoro, 2007).
Saat ini pendidikan di bidang kesehatan banyak diminati oleh masyarakat. Sehingga tidak mengherankan jika para pelajar berbondong-bondong dan berlomba-lomba untuk dapat mengikuti atau memasuki sekolah dan kampus-kampus kesehatan. Seperti program studi D-IV bidan pendidik, terlihat jumlah mahasiswa yang mengikuti program studi D-IV bidan pendidik mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun akademi 2007/2008 adalah tahun terbanyak menerima mahasiswa program studi D-IV bidan pendidik yaitu berjumlah 77 orang, dibanding dengan tahun-tahun akademi sebelumnya.
Dari tahun ketahun terlihat jelas bahwa mahasiswa yang mengikuti program studi D-IV bidan pendidik mengalami peningkatan. Hal ini berarti disebabkan karena ada dorongan atau motivasi yang mempengaruhi dan menyebabkan mereka mempunyai keinginan yang besar untuk mendaftar dan mengikuti program studi D-IV bidan pendidik.
Berdasarkan pendekatan yang peneliti lakukan terhadap beberapa mahasiswa D-IV Bidan Pendidik, mereka menyatakan bahwa alasan mereka mengikuti Program D-IV Bidan Pendidik adalah karena tuntutan pekerjaan yang telah mereka geluti sebelumnya. Dengan kata lain, mereka tidak sepenuhnya tulus dari hati nurani untuk mengikuti Program D-IV Bidan Pendidik, melainkan karena keterpaksaan (tuntutan pekerjaan). Hal ini yang memungkinkan buruknya hasil belajar yang akan didapat oleh mahasiswa D-IV Bidan Pendidik, karena salahnya motivasi yang mendorong mereka untuk mengikuti program D-IV bidan pendidik. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Robiatul Adawiyah Siregar (2004) yang berjudul "Motivasi mahasiswa memasuki Akademi Kebidanan" menyatakan bahwa jika motivasi seseorang baik dalam melakukan sesuatu maka hasilnya juga akan baik.
Dari data diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : "Motivasi Mahasiswa Mengikuti Program Pendidikan D-IV Bidan Pendidik".

1.2 Pertanyaan penelitian
Apakah yang menjadi motivasi bagi mahasiswa mengikuti program pendidikan D-IV bidan pendidik ?

1.3 Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi motivasi mahasiswa D-IV Bidan Pendidik memilih program Pendidik D-IV Bidan Pendidik.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi motivasi intrinsik mahasiswa D-IV Bidan Pendidik memilih program Pendidik D-IV Bidan Pendidik.
b. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi motivasi ekstrinsik mahasiswa D-IV Bidan Pendidik memilih program Pendidik D-IV Bidan Pendidik.

1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi institusi pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pembinaan mahasiswa D-IV bidan pendidik dalam mengoptimalkan proses pembelajaran dan masukan bagi dosen untuk menyikapi motivasi yang berbeda dari mahasiswa sehingga keberhasilan belajar dapat dicapai.
1.4.2 Bagi bidang penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan datang demi tercapainya hasil penelitian yang lebih sempurna.
KARYA TULIS ILMIAH (KTI) PERUBAHAN POLA MENSTRUASI PADA 9 BULAN PERTAMA KB SUNTIK DMPA DI KLINIK X

KARYA TULIS ILMIAH (KTI) PERUBAHAN POLA MENSTRUASI PADA 9 BULAN PERTAMA KB SUNTIK DMPA DI KLINIK X


(KODE : KEBIDANN-0032) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) PERUBAHAN POLA MENSTRUASI PADA 9 BULAN PERTAMA KB SUNTIK DMPA DI KLINIK X


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita. Meskipun tidak selalu diakui demikian, peningkatan dan perluasan pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita.
Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan Nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Maryani, 1998).
Memasuki awal tahun pertama Pembangunan Jangka Panjang Tahap II Pembangunan Gerakan Keluarga Berencana Nasional masih tetap ditujukan terutama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keluarga sebagai kelompok sumber daya manusia terkecil yang mempunyai ikatan batiniah dan lahiriah. Di mana merupakan pengembangan sasaran dalam mengupayakan terwujudnya visi Keluarga Berencana Nasional yang kini telah diubah visinya menjadi "Keluarga Berkualitas Tahun 2015" keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. (Sarwono,2003)
Keluarga berencana merupakan tindakan untuk membantu individu atau pasangan suami istri mendapat objek tertentu, menghindari kelahiran yang diinginkan, menghindari interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dan hubungan dengan suami istri, serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hanafi H. 2004).
Dalam pelaksanaan Keluarga Berencana, pemerintah menganjurkan penggunaan kontrasepsi yang merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono P,2002 hal 902). Seperti yang kita ketahui ada beberapa metode kontrasepsi seperti metode sederhana, kontrasepsi hormonal, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), dan kontrasepsi mantap.
Salah satu metode kontrasepsi hormonal yang populer di Indonesia adalah metode suntikan. Terdapat dua jenis suntikan yakni sediaan kombinasi dan long action progestin. Kontrasepsi suntikan progestin (long action progestin) terdiri dari dua jenis Depo Medroksi Enatat (Depo Noristat) dan Depo Medroxi Progesteron Asetat (DMPA). DMPA tersedia dalam bentuk mikro cristal yang tersuspensi dalam larutan akuosa dengan dosis kontrasepsi 150 mg, DMPA disuntikan secara intramuskular pada otot gluteal atau deltoid yang diberikan setiap 3 bulan sekali. (Leon Speroff, 2005).
Cara kerja DMPA dengan cara mencegah ovulasi mengentalkan lendir serviks, menjadikan selaput lendir rahim tipis atau atropi, serta menghambat transportasi garnet ke tuba. Keuntungan penggunaan DMPA yakni sangat efektip mencegah kehamilan dalam jangka waktu panjang dan tidak memiliki pengaruh terhadap ASI. Sedangkan keterbatasannya yaitu sering di temukan gangguan haid (terganggunya pola haid diantaranya adalah amenorhoe, menoragia dan muncul bercak (spotting), klien tergantung pada sarana pelayanan, terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian, terdapatnya beberapa keluhan seperti di bawah ini seperti nyeri kepala, kekeringan pada vagina, peningkatan berat badan, gangguan emosi, nervositas, jerawat, dan penurunan libido (Sarwono P 2004 hal 41).
Penelitian yang dilakukan oleh Lia Ayu Yuliani (2004) dengan judul Hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi Depo Provera dengan siklus menstruasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional dengan analisis statistik yang digunakan adalah uji korelasi non parametris dengan teknik koefisien kontingensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 44 akseptor (97,8%) mengalami gangguan menstruasi berupa : amenorrhoea 43 kasus (55,3%), menorrhagia 12 kasus (15,4%), metrorrhagia 6 kasus (7,8%) dan spotting 15 kasus (19,3%), serta 1 akseptor (2,2%) tidak mengalami gangguan Menstruasi
Dokumentasi hasil pelayanan terhadap beberapa peserta KB diketahui adanya perubahan pola haid .Dalam rangka aksepbilitas program metode kontrasepsi suntik DMPA dan efek sampingnya maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang "Perubahan Pola Menstruasi Pada 9 Bulan Pertama Dalam Aseptor KB Suntik (DMPA) di. Klinik X"

B. Rumusan Masalah
Belum diketahui perubahan pola menstruasi yang terjadi Pada 9 Bulan Pertama aseptor KB suntik DMPA di Klinik X.

C. Tujuan Penenelitian 
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi Perubahan Pola Menstruasi Pada 9 Bulan Pertama Pemakaian Aseptor KB Suntik DMPA Di Klinik X.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi yang tidak mengalami haid pada 9 Bulan Pertama Aseptor KB Suntik DMPA di Klinik X.
2. Untuk mengidentifikasi perdarahan berupa bercak /spotting pada 9 Bulan Pertama Aseptor KB Suntik DMPA Di Klinik X.
3. Untuk mengidentifikasi perdarahan di luar siklus menstruasi pada 9 bulan Pertama Aseptor KB Suntik DMPA Di Klinik X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Klinik Bersalin
Sebagai sumber informasi untuk pelaksanaan program pelayanan kontrasepsi
2. Bagi institusi dan Pendidikan
Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian yang sejenis dan lebih mendalam
3. Bagi peneliti
- Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang di dapat selama perkuliahan.
- Sebagai bahan masukan dalam memberikan penyuluhan kepada WUS (wanita usia subur)
- Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat.

SKRIPSI ANALISIS USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DENGAN ALAT TANGKAP PANCING PRAWAI DASAR (BOTTOM LONG LINE) OLEH NELAYAN

SKRIPSI ANALISIS USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DENGAN ALAT TANGKAP PANCING PRAWAI DASAR (BOTTOM LONG LINE) OLEH NELAYAN


(KODE : PRTANIAN-0004) : SKRIPSI ANALISIS USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DENGAN ALAT TANGKAP PANCING PRAWAI DASAR (BOTTOM LONG LINE) OLEH NELAYAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai potensi sumber daya kelautan (perikanan) yang melimpah, negeri ini memiliki peluang yang sangat besar untuk memulihkan perekonomian nasional, khususnya dengan bertumpu pada pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan secara tepat dan optimal. Hal itu didasarkan pada berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa permintaan akan hasil perikanan cenderung terus meningkat, baik untuk permintaan dari dalam maupun luar negeri. Kebutuhan ikan Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan mencapai minimal 9,5 juta ton. Peningkatan volume tersebut disebabkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus meningkat dari 24 kg menjadi 32 kg per kapita per tahun. Selain itu, target nilai ekspor kelautan dan perikanan pun meningkat dari 2 miliar dolar AS (2003) menjadi 5 miliar dolar AS di tahun 2006. Kebutuhan ini meningkat sangat pesat dibandingkan dengan tingkat konsumsi ikan pada tahun 2001 yang mencapai 4,6 juta ton atau ekuivalen dengan 22,4 kg / kapita / tahun (Anonim, 2009).
Perikanan adalah semua kegiatan yang terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Umumnya, Perikanan ada untuk kepentingan penyediaan makanan bagi manusia, walaupun mungkin ada tujuan lain (seperti olahraga atau pemancingan yang berkaitan dengan rekreasi), mungkin juga memperoleh ikan untuk tujuan membuat perhiasan atau produk ikan seperti minyak ikan. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial atau bisnis) (Wikipedia, 2009).
Perikanan tangkap mempunvai peranan yang cukup penting, terutama dikaitkan dengan upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi perikanan yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup nelayan, menghasilkan protein hewani dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, meningkatkan ekspor, menyediakan bahan baku industri, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta mendukung pembangunan wilayah dengan tetap memperhatikan kelestarian dan fungsi lingkungan hidup (Achmad,1999).
Menurut Wikipedia (2009) penangkapan ikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Perikanan tangkap adalah usaha ekonomi dengan mendayagunakan sumber hayati perairan dan alat tangkap untuk menghasilkan ikan dan memenuhi permintaan akan ikan.
Perikanan tangkap Indonesia sangat khas dengan karakteristik multialat dan multispesies, tersebar di seluruh wilayah pendaratan. Dilihat dari segi kemampuan usaha nelayan, jangkauan daerah laut serta jenis alat penangkapan yang digunakan oleh para nelayan Indonesia dapat dibedakan antara usaha nelayan kecil, menengah, dan besar. Dalam melakukan usaha penangkap ikan dari tiga kelompok nelayan tersebut digunakan sekitar 15 s/d 25 jenis alat penangkap.
Keanekaragaman istilah dan definisi alat tangkap pancing yang berkembang di masyarakat nelayan, akan menimbulkan penafsiran yang berbeda dalam penamaan, sehingga diperlukan standard istilah dan definisi alat tangkap pancing. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2008) pancing prawai dasar merupakan pancing yang tersusun dari rangkaian tali yang dilengkapi dengan pemberat atau jangkar yang dioperasikan secara menetap. Penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) merupakan salah satu cara pemanfaatan potensi sumber daya kelautan.
Kabupaten X merupakan salah satu bagian dari 35 kabupaten atau kota di Jawa Tengah dan barada di pesisir Pantai Utara Jawa Tengah yang memiliki garis pantai mencapai 40 km. Kondisi wilayah Kabupaten X berpotensi yang sangat besar untuk usaha di bidang perikanan, terutama perikanan laut. Perikanan di Kabupaten X meliputi usaha perikanan laut (tangkap), perikanan budidaya (tambak, sawah, kolam) dan perairan umum (waduk, sungai, danau).
Pada tahun 2008 komoditi perikanan laut mempunyai jumlah produksi yang paling besar dalam subsektor perikanan Kabupaten X dibandingkan dengan ikan tambak maupun udang tambak, yaitu sebesar 197.115,48 Kw.
Selama 7 tahun terakhir ini, produksi perikanan tangkap di Kabupaten X cenderung fluktuatif tiap tahunnya, baik di lihat dari jumlah produksi (Kg) maupun dalam nilai (rupiah).
Pada tahun 2007 produksi maupun nilai perikanan tangkap di Kabupaten X berfluktuatif. Penurunan volume produksi perikanan tangkap antara lain disebabkan oleh overfishing, kondisi cuaca alam dan kerusakan lingkungan laut. Fluktuasi nilai nominal perikanan tangkap dikarenakan adanya inflasi yang terjadi di Kabupaten X. Sehingga pada tahun 2005 dan 2007 meskipun volume produksinya mengalami penurunan, namun dari segi nilai nominal mengalami peningkatan.
Adanya potensi perikanan tangkap di Kabupaten X telah menyebabkan sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan, baik sebagai juragan (nelayan pemilik kapal) maupun pandega (nelayan yang tidak mempunyai kapal). Usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (Bottom Long Line) ini mampu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat sekitar sehingga mampu menambah pendapatan masyarakat setempat. Bagi pemilik kapal, usaha ini merupakan usaha yang menjadi sumber pendapatan pokok. Sedangkan bagi masyarakat sekitar lainnya, usaha penangkapan ikan ini merupakan salah satu contoh usaha yang berdaya serap kerja yang cukup tinggi karena dalam satu armada kapal memerlukan tenaga sekitar 30 orang sebagai anak buah kapal (ABK), tenaga pengisi bahan bakar, dan tenaga pengisi bahan pendingin. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tentang usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (Bottom Long Line) oleh nelayan dari Kabupaten X.

B. Perumusan Masalah
Dilihat dari segi geografis, Indonesia didominasi oleh lautan sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan subsektor perikanan. Kabupaten X salah satu daerah yang memiliki garis pantai dibagian Pantai Utara Pulau Jawa dengan garis pantai sepanjang 40 Km, selebar 4 Mil sehingga ada masyarakatnya yang bermata pencaharian dibidang perikanan, baik bidang budidaya tambak maupun bidang penangkapan di laut. Hasil dari subsektor perikanan terutama perikanan tangkap Kabupaten X adalah berbagai macam ikan segar dan ikan olahan misalnya ikan asin, ikan pindang, dan ikan asap yang digunakan sebagai sumber gizi dan protein oleh masyarakat. Salah satu wujud pemanfaatan potensi subsektor perikanan di Kabupaten X adalah dengan cara mengusahakan usaha penangkapan ikan laut.
Tujuan setiap pengusaha dalam menjalankan usahanya adalah untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara memaksimalkan keuntungan, meminimumkan biaya, dan memaksimalkan penjualan. Tetapi dalam kenyataannya, seringkali pengusaha dalam menjalankan usahanya hanya berdasarkan prinsip asal usahanya bisa berjalan dengan lancar tetapi kurang memperhatikan besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usahanya. Selain analisis tersebut, analisis risiko juga diperlukan dalam usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) oleh nelayan dari Kabupaten X. Hal ini disebabkan karena nelayan menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya, yaitu perubahan cuaca dan iklim, perbedaan kemampuan SDM tenaga kerja maupun adanya overfishing yang terjadi di laut sekitar Indonesia.
Usaha penangkapan ikan laut di Kabupaten X mempunyai ciri khas yaitu menggunakan sistem bagi hasil (keuntungan) dalam pembagian keuntungan diantara juragan (pemilik armada kapal) maupun nelayan pandega (nelayan yang tidak punya armada kapal). Menurut Subiyanto (2009) pola bagi hasil ini setidaknya mengurangi risiko bagi pemilik kapal tidak memberi upah yang tidak sepadan bilamana hasil tangkapannya sedang buruk. Hal ini terjadi disebabkan penghasilan nelayan yang tidak dapat dipastikan, namun tergantung dari jumlah hasil tangkapan serta hasil penjualan yang dilakukannya. Dengan adanya sistem bagi hasil dari keuntungan ini maka dapat digunakan untuk analisis keuntungan dan risiko nelayan (pandega maupun juragan). Berkaitan dengan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Berapa besarnya biaya,penerimaan, keuntungan, efisiensi dan risiko usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) oleh nelayan dari Kabupaten X ?
2. Berapa besarnya keuntungan dan risiko setelah sistem bagi hasil yang diterima oleh nelayan (pandega dan juragan) dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) dari Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian usaha penangkapan ikan laut skala sedang dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) di Kabupaten X bertujuan untuk :
1. Menentukan besarnya biaya, penerimaan, keuntungan efisiensi dan risiko usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) oleh nelayan dari Kabupaten X.
2. Menentukan besarnya keuntungan dan risiko setelah sistem bagi hasil yang diterima oleh nelayan (pandega dan juragan) dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) dari Kabupaten X.

D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.
2. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan terutama dalam pengembangan perikanan tangkap.
3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.
4. Bagi nelayan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dalam rangka peningkatan usaha dan mampu memperbaiki manajemen usaha perikanan tangkap.

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DENGAN PERSEPSI MASYARAKAT KOTA TENTANG SIFAT-SIFAT INOVASI PROGRAM PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PERKOTAAN

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DENGAN PERSEPSI MASYARAKAT KOTA TENTANG SIFAT-SIFAT INOVASI PROGRAM PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PERKOTAAN


(KODE : PRTANIAN-0003) : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DENGAN PERSEPSI MASYARAKAT KOTA TENTANG SIFAT-SIFAT INOVASI PROGRAM PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PERKOTAAN


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang masih mendukung kehidupan manusia, dalam hal ini kebutuhan akan pangan. Oleh karena itu, manusia dapat melanjutkan hidup bila kebutuhan akan pangan juga terpenuhi. Akan tetapi, karena lahan pertanian yang ada juga semakin sempit akibat laju pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, maka secara tidak langsung hal ini akan mengurangi pasokan kebutuhan pangan masyarakat.
Menurut Mardikanto (1994), penyusutan luas lahan pertanian dapat diartikan sebagai akibat langsung dari pertambahan penduduk. Sebab dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, semakin bertambah keperluan manusia akan tempat pemukiman (perumahan), kesempatan kerja (pembangunan industri, perkantoran dan sarana perdagangan), sarana kesejahteraan sosial (pendidikan, kesehatan, olahraga, tempat ibadah), serta sarana transportasi (jalan raya, jalan kampung, jalan lingkungan).
Demikian halnya dengan Kota X, pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah juga menyebabkan semakin sempitnya lahan pertanian, maka usaha budidaya pertanian yang selama ini ditekuni oleh masyarakat berangsur-angsur beralih ke usaha lain. Masalah kepadatan penduduk dan keterbatasan lahan terbuka menyebabkan kondisi lingkungan yang semakin terasa gersang dan panas, banyak lingkungan perumahan tidak mengoptimalkan lahan pekarangan untuk usaha pertanian, disamping dapat meningkatkan pendapatan juga sebagai salah satu usaha peningkatan ketersediaan bahan pangan. Oleh sebab itu, pemanfaatan lahan pekarangan menjadi salah satu usaha alternatif dalam usaha peningkatan dan pengembangan pertanian serta peningkatan ketahanan pangan di kota X (Departemen Pertanian, 2006).
Salah satu program yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Kota X adalah peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan. Program ini mempunyai dua pokok kegiatan didalamnya yaitu ketahanan pangan dan intensifikasi lahan pekarangan. Dimana kedua kegiatan ini sama-sama mengefektifkan penggunaan lahan pekarangan yang dimiliki masyarakat Kota X. Kegiatan ketahanan pangan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk lebih meningkatkan nilai gizi dan meningkatkan ketahanan pangan masyarakat. Sedangkan kegiatan intensifikasi lahan pekarangan bertujuan untuk membantu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan membudidayakan tanaman hias yaitu anggrek.
Pada pelaksanaan kegiatan ini juga sangat diperlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak terutama masyarakat setempat agar program ini dapat berjalan lancar. Melalui program inilah pemerintah berusaha untuk menyerap aspirasi dari masyarakat guna mendukung keberlangsungan program yang lain di masa yang akan datang. Dengan tujuan agar kekurangan yang terdapat dalam program sebelumnya tidak ditemui kembali pada program selanjutnya.

B. Perumusan Masalah
Kota X merupakan daerah perkotaan yang padat penduduknya, dengan berkembangnya pembangunan di daerah perkotaan yang mengakibatkan semakin sempitnya lahan pertanian akan berpengaruh terhadap usaha di bidang pertanian baik tanaman pangan, peternakan, perkebunan maupun perikanan. Sejalan dengan hal tersebut maka Pemerintah Kota X berupaya mengadakan "Program Peningkatan dan Pengembangan Pertanian Perkotaan" melalui kegiatan ketahanan pangan dan intensifikasi lahan yang dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, untuk lebih meningkatkan gizi masyarakat dan meningkatkan pendapatan (Departemen Pertanian, 2006).
Program ini merupakan satu bentuk kepedulian pemerintah setempat yang berusaha untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat dengan memanfaatkan lahan pekarangan yang dimiliki masyarakat. Dimana pada saat ini lahan pekarangan yang dimiliki masyarakat belum begitu optimal dimanfaatkan. Dengan pemanfaatan dan pengelolaan yang baik, maka lahan pekarangan yang ada dapat memberikan nilai tambah tersendiri bagi masyarakat dan hasil yang diperoleh akan kembali ke masyarakat.
Program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan ini merupakan salah satu program baru di masyarakat. Sehingga berhasil tidaknya program ini didukung oleh masyarakat itu sendiri melalui persepsi masyarakat mengenai program. Persepsi timbul karena adanya proses kognitif yang dialami oleh seseorang dalam memahami informasi tentang program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan melalui penglihatan, pandangan, serta perasaan masing-masing masyarakat. Persepsi itu sendiri tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, luas pekarangan, pendapatan, kosmopolitan dan akses informasi.
Masyarakat dapat memberikan persepsi mengenai program ini melalui sifat atau karakteristik inovasi yang nampak dalam program tersebut. Karakteristik yang dapat dilihat dalam program ini antara lain yaitu keuntungan relatif yang dapat diperoleh, kerumitan, kesesuaian dengan lingkungan setempat, dapat dicoba dan dapat dilihat hasil maupun contoh.
Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan dikaji beberapa masalah yaitu :
1. Apa sajakah karakteristik sosial ekonomi masyarakat kota yang mempengaruhi persepsi tentang program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X ?
2. Bagaimana persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi yang terdapat dalam program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X ?
3. Bagaimana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi pada program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui karakteristik sosial ekonomi masyarakat kota tentang program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X.
2. Mengetahui tingkat persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi yang terdapat dalam program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X.
3. Mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan persepsi masyarakat kota tentang sifat-sifat inovasi pada program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X.

D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan suatu proses belajar yang ditempuh untuk mendapatkan banyak pengetahuan tentang persepsi masyarakat kota dengan adanya program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di wilayah penelitian dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
2. Bagi instansi terkait yaitu Dinas Pertanian Kota X, yaitu agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan dijalankannya program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di wilayah penelitian.
3. Bagi peneliti yang lain dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam bidang kajian penelitian sejenis dan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat kota tentang program peningkatan dan pengembangan pertanian perkotaan di Kota X.

SKRIPSI BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

SKRIPSI BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


(KODE : KES-MASY-0049) : SKRIPSI BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa DBD menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006).
Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun 1994 kasus DBD menyebar ke 27 provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan kasus DBD di Indonesia terus meningkat, tahun 1968 jumlah kasus DBD sebanyak 53 orang (Incidence Rate (IR) 0.05/100.000 penduduk) meninggal 24 orang (42,8%). Pada tahun 1988 terjadi peningkatan kasus sebanyak 47.573 orang (IR 27,09/100.000 penduduk) dengan kematian 1.527 orang (3,2%) (Hadinegoro dan Satari, 2002).
Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Timur baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pada beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus maupun kematiannya. Seperti KLB, DBD secara nasional juga menyebar di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur. Penyebaran kasus DBD di Jawa Timur terdapat di 38 kabupaten/kota (semua kabupaten/kota) dan juga di beberapa kecamatan atau desa yang ada di wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Jumlah kasus dan kematian akibat penyakit DBD di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. 
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten X tahun 2007 kasus DBD di daerah tersebut dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 KLB DBD terjadi di semua Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten X, dan kasus terbanyak terjadi di Kecamatan X pada wilayah kerja Puskesmas Y. Dalam profil dinas kesehatan disebutkan jumlah kasus DBD dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 ditemukan 82 kasus, tahun 2006 ditemukan 156 kasus, pada tahun 2007 ditemukan 362 kasus dan pada tahun 2008 ditemukan 449 kasus. Pada tahun 2007 jumlah kematian akibat penyakit DBD ditemukan sebanyak 2 orang, attack rate 0,07%, CFR 0,55% dan pada tahun 2008 jumlah kematian ditemukan sebanyak 4 orang, attack rate 0,083% dan CFR 0,75%. Dari standar WHO, sebuah daerah dapat dikatakan baik penanganan kasus DBD bila nilai CFR-nya di bawah 1%. Jadi penanganan kasus DBD di Kabupaten X dapat dikatakan baik. Sesuai dengan indikator keberhasilan propinsi Jawa Timur untuk angka kesakitan DBD per-100.000 penduduk adalah 5 (Dinkes Jatim, 2006).
Berdasarkan data penyebaran kasus DBD per desa dari Dinas Kesehatan X selama 3 tahun terakhir jumlah kasus DBD di Puskesmas Y terus mengalami peningkatan, mulai dari tahun 2006 ditemukan sebanyak 72 kasus, tahun 2007 sebanyak 132 kasus dan tahun 2008 ditemukan kasus DBD sebanyak 218 kasus. Wilayah kerja Puskesmas Y yang melayani 15 desa/kelurahan merupakan daerah dengan jumlah kasus DBD terbanyak tiap tahunnya. Dari 15 desa/kelurahan terdapat 3 desa yang selama 3 tahun terakhir mengalami peningkatan jumlah kasus DBD nya yaitu Kelurahan Y pada tahun 2005 ditemukan 1 kasus, tahun 2006 ditemukan 25 kasus, tahun 2007 ditemukan 22 kasus dan tahun 2008 ditemukan 14 kasus; Kelurahan X pada tahun 2005 ditemukan 1 kasus, tahun 2006 ditemukan 5 kasus, tahun 2007 ditemukan 19 kasus dan tahun 2008 ditemukan 45 kasus; dan Kelurahan X tahun 2005 tidak ada kasus, tahun 2006 ditemukan 10 kasus, tahun 2007 ditemukan 32 kasus dan tahun 2008 ditemukan 37 kasus.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kelurahan dengan jumlah kasus DBD paling banyak tiap tahunnya adalah Kelurahan X. Melihat jumlah kasus DBD 3 tahun terakhir di Kelurahan X yang selalu meningkat, hal ini disebabkan karena lokasi rumah warga yang dekat pasar, lingkungan sekitar rumah yang dekat dengan kebun, masyarakat masih terlihat membuang sampah sembarangan, peran serta masyarakat dalam pelaksanaan PSN kurang (JUMANTIK tidak berjalan), kurangnya penyuluhan tentang DBD. Sehingga dapat digambarkan bahwa perilaku masyarakat X khususnya kepala keluarga kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan belum melakukan pencegahan serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN-DBD) dengan mengendalikan nyamuk vektor Aedes aegypti.
Dari beberapa faktor lingkungan yang ada di kelurahan X peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai beberapa faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DBD di kelurahan X yang meliputi keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer, kebiasaan menggantung pakaian, ketersediaan tutup pada kontainer, frekuensi pengurasan kontainer dan pengetahuan responden tentang DBD, sehingga dapat membantu dalam menurunkan jumlah kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD serta membantu masyarakat untuk lebih memperhatikan faktor-faktor apa saja yang bisa menjadi penyebab penularan penyakit DBD.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Adakah hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?
2. Adakah hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?
3. Adakah hubungan antara ketersediaan tutup pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?
4. Adakah hubungan antara frekuensi pengurasan kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?
5. Adakah hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.
3. Untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan tutup pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.
4. Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi pengurasan kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.
5. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan X Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M).
2. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
3. Bagi Peneliti lain
Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus DBD.
SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. X

SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. X


(KODE : KES-MASY-0048) : SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. X


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja ("K3 masih Dianggap Remeh," Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan.
Pada tahun 2005, Kantor Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya 2,2 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Angka kematian akibat kerja pun meningkat. Selain itu diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta kecelakaan akibat kerja yang tidak bersifat fatal (setiap kecelakaan sedikitnya menyebabkan tiga hari absen dari pekerjaan) dan 180 juta orang mengalami penyakit akibat kerja.
Kecelakaan kerja tidak harus dilihat sebagai takdir, karena kecelakaan itu tidaklah terjadi begitu saja terjadi. Kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan, dan kegagalan pemerintah meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan buruh, merupakan dua penyebab besar kematian terhadap pekerja. Negara kaya sering mengekspor pekerjaan berbahaya ke negara miskin dengan upah buruh yang lebih murah dan standar keselamatan pekerja yang lebih rendah juga. Selain itu, di negara-negara berkembang seperti Indonesia, undang-undang keselamatan kerja yang berlaku tidak secara otomatis meningkatkan kondisi di tempat kerja, disamping hukuman yang ringan bagi yang melanggar peraturan. Padahal meningkatkan standar keselamatan kerja yang lebih baik akan menghasilkan keuangan yang baik.
Pengeluaran biaya akibat kecelakaan dan sakit yang berkaitan dengan kerja merugikan ekonomi dunia lebih dari seribu miliar dollar (850 miliar euro) diseluruh dunia, atau 20 kali jumlah bantuan umum yang diberikan pada dunia berkembang. Di Amerika Serikat saja, kecelakaan kerja merugikan pekerja puluhan miliar dollar karena meningkatnya premi asuransi, kompensasi dan menggaji staf pengganti. (Rudi Suardi, 2005)
Angka keselamatan dan kesehatan kerja (k3) perusahaan di Indonesia secara umum ternyata masih rendah. Berdasarkan data ILO, Indonesia menduduki peringkat ke-26 dari 27 negara.
Sumber : Rudi Suardi, "Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja". Kewajiban untuk menyelenggarakan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar melalui Undang-Undang ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai 190 milyar rupiah di tahun 2009, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan. (www.ftsl.itb.ac.id).
Kinerja penerapan K3 di perusahaan-perusahaan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Padahal kalau kita menyadari secara nyata bahwa volume kecelakaan kerja juga menjadi konstribusi untuk melihat kesiapan daya saing. Jika volume ini masih terus tinggi, Indonesia bisa kesulitan dalam menghadapi pasar global. Jelas ini akan merugikan semua pihak, termasuk perekonomian kita juga.
Disamping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus. (www.ftsl.itb.ac.id).
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada kegiatan konstruksi. Tenaga kerja disektor jasa konstuksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja diseluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Sedangkan menurut Occupational Health and Safety Administration (OSHA), Fatality injury rate untuk industri konstruksi jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan industri-industri lainnya. (www.osha.gov). Sektor jasa konstruksi adalah salah satu yang paling beresiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan dan pertambangan.
Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53% diantaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun. Sebagian besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan konstruksi. King and Hudson (1985) menyatakan bahwa pada proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.
Sektor konstruksi merupakan bidang jasa yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk mendukung keberhasilan sektor-sektor lainnya. Disamping itu sektor konstruksi melibatkan jumlah tenaga kerja yang sangat besar dan berpotensi terkena bahaya kecelakaan. Karena itu penanganan keselamatan kerja disektor konstruksi perlu mendapat perhatian khusus. Untuk mengetahui hal ini lebih dalam, kami mencoba mempelajari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dijalankan oleh sektor konstruksi. Salah satu contoh kegiatan sektor konstruksi adalah di PT. X.
PT. X merupakan salah satu perusahaan kontraktor minyak terbesar di Indonesia yang bergerak dibidang engineering, fabrication, installation, procurement, research, manufacturing, enviromental systems dan project management. Luas total area fabrikasi mencapai 110 hektar dengan jumlah pekerja hingga pertengahan 2008 memiliki lebih kurang 3500 pekerja lokal dan sekitar 200 tenaga asing.
PT. X mempunyai komitment yang kuat dalam memperhatikan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan karyawan serta melindungi lingkungan dan asset perusahaan. Hal ini dapat dibuktikan dengan data safety Statistic pada bulan Maret 2008 yaitu Nihil Lost Time Injury (LTI) dengan total man hours 8,300,922 sejak Recordable Injury terakhir pada tanggal 21 Mei 2007.
Melihat karakterisitk pekerjaan yang dimiliki oleh PT. X yang sangat beresiko tinggi, maka penulis ingin melakukan penelitian untuk melihat pelaksanaan manajemen K3 perusahaan, selanjutnya dibandingkan dengan standar Sistem Manajemen K3 Indonesia (Permenaker RI PER.05/MEN/1996).

1.2 Perumusan Masalah
Pelaksanaan K3 disektor konstruksi belum berjalan dengan baik, yang dapat dilihat dari masih tingginya angka kecelakaan. Salah satu penyebabnya adalah belum diimplementasikannya Sistem Manajemen K3 dengan baik dan sesuai dengan standart yang berlaku. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang penerapan K3 untuk mengetahui apakah pelaksanaan K3 disektor konstruksi, khususnya di PT. X telah memenuhi standart K3 yang baku. Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Sistem Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT.X dan membandingkannya dengan standar yang berlaku yaitu Permenaker No. 05 Tahun 1996.

1.3 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimanakah Gambaran pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X.
b. Bagaimanakah tingkat kinerja Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT. X dan perbandingannya dengan Standart Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Permenaker No. 05 Tahun 1996.
c. Apakah tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X dan bagaimanakah upaya PTMI dalam menyiasati tantangan tersebut

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui bagaimana pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X.
b. Mengetahui bagaimana tingkat kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X dan perbandingannya dengan Standart Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Permenaker No. 05 Tahun 1996.
c. Untuk mengertahui tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X dan bagaimanakah upaya PTMI dalam menyiasati tantangan tersebut

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan dalam mengembangkan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. X, sekaligus sebagai bahan pembanding dalam upaya peningkatan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara continous improvement.
1.5.2 Manfaat Bagi Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sebagai sarana untuk membina hubungan dan kerjasama dengan institusi lain dibidang K3, dalam hal ini dengan PT.X.
1.5.3 Manfaat Bagi Penulis
Kajian ini sebagai sumber ilmu dan pengetahuan untuk menambah wawasan dan profesionalisme dalam K3.

SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI RSUD X

SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI RSUD X


(KODE : KES-MASY-0047) : SKRIPSI TINJAUAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI RSUD X


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga Negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin.
Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, yaitu yang menyebutkan bahwa Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi suatu bukti yang kuat bahwa Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang tersebut, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKM (2005) atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program Jamkesmas sampai dengan sekarang. Kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan prinsip asuransi kesehatan sosial.
Pada tahun 2011 dilaksanakan perbaikan berbagai aspek dalam program Jamkesmas, salah satu nya adalah aspek pelayanan yaitu pelayanan kesehatan secara gratis untuk pengobatan thalasemia dan obat kanker. Pada tahun 2011 diperkenalkan paket INA-CBG'S. Selain itu pada tahun 2010 Menteri Kesehatan telah menandatangani kesepakatan dengan 4 (empat) BUMN farmasi untuk menjamin ketersediaan obat dan alat yang dibutuhkan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Jamkesmas dengan harga yang terjangkau sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
Pasien atau masyarakat yang berhak memperoleh pelayanan Jamkesmas adalah mereka masyarakat miskin yang memenuhi kriteria keluarga atau RTM (Rumah Tangga Miskin) menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dan jika minimal memenuhi 9 variabel yang telah menjadi kriteria maka dikategorikan sebagai RTM (Rumah Tangga Miskin).
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggrakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memudahkan perseorangan, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1995 : 1). Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan, terjangkau oleh semua lapisan lapisan masyarakakat, dan sebagai wujud ketegasan perintah dalam menjalankan kewajibannya dalam menciptakan derajat kesehatan yang tinggi dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU tentang Rumah Sakit BAB l pasal 1).
Rumah Sakit didirikan sebagai sentral pelayanan kesehatan terutama kuratif dan rehabilitatif bagi masyarakat disekitarnya termasuk bagi mereka masyarakat miskin yang menjadi peserta Jamkesmas. Paradigma yang dikembangkan dalam tradisi seni pengobatan menjadi karakteristik khas yang seharusnya ada pada setiap aktivitas RS. Pasien adalah manusia yang setara kedudukannya secara fitrawi dengan dokter dan paramedik lain, sehingga relasi yang terbangun antar mereka mestinya bersifat humanis, bukan eksploitatif. Dalam konteks relasi dokter-pasien ini, berbagai ketimpangan dan ketidakpuasan selalu muncul dan dirasakan oleh kedua belah pihak. Idealnya, dalam harapan banyak orang, ketika masuk RS kita akan mendapat pengobatan dan perawatan yang baik sehingga dapat segera sembuh dan sehat kembali.
Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti ingin melakukan penelitian di RSUD X. Penelitian dilakukan dengan meninjau pelaksanaan program Jamkesmas. Dalam satu bulan RSUD X mampu melayani pasien peserta Jamkesmas sebanyak 1000 hingga 1400 pasien yang terbagi dari pasien Jamkesmas RJTL, RITL dan IGD. Diharapkan dengan melakukan penelitian di RSUD X maka didapatkan data yang representative mengenai keefektifan pelayanan Jamkesmas yang dilihat dari ketepatan sasaran program, ada atau tidaknya cost sharing dan untuk pasien Rawat Inap memiliki surat rujukan atau tidak.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota X Tahun 2010 jumlah peserta Jamkesmas Kota X adalah 7.419 RTM atau 29.568 Jiwa. Jumlah yang cukup besar tersebut mengundang pertanyaan apakah kepesertaannya telah sesuai pedoman pelaksanaan Jamkesmas yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan, berdasarkan pengalaman yang diperoleh ketika magang, menemukan seorang peserta secara fisik dan penampilan tidak sesuai kriteria miskin yang berhak memperoleh Jamkesmas namun kenyataannya orang tersebut berobat dengan menggunakan Jamkesmas. Berkaitan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian tinjauan pelaksaan program Jamkesmas yang kemudian akan diketahui ketepatan sasaran program Jamkesmas,ada atau tidaknya cost sharing untuk pasien Rawat Inap dan pasien Rawat Inap memiliki surat rujukan atau tidak, kecuali untuk pasien masuk melalui IGD tidak harus memiliki rujukan.

1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah pasien yang datang sebagai peserta Jamkesmas RSUD X, Lampung adalah mereka yang benar berhak memperoleh pelayanan Jamkesmas sesuai kriteria rakyat miskin dari BPS, penghuni lapas, gelandangan, pengemis dan peserta Program Keluarga Harapan (PKH).
2. Apakah pasien Rawat Inap memiliki surat rujukan sebagai salah satu prosedur memperoleh pelayanan kesehatan dengan menggunakan kartu Jamkesmas atau pasien masuk melalui IGD.
3. Apakah ada cost sharing pada pasien peserta Jamkesmas Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) RSUD X.

1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengelolaan program Jamkesmas yang sesuai dengan Panduan Pelaksanaan (Manlak) di RSUD. X.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui prosedur mendapatkan pelayanan kesehatan melalui Program Jamkesmas di RSUD X. Pasien memiliki surat rujukan atau tidak.
2. Mengetahui ada atau tidak ada cost sharing pada pasien peserta Jamkesmas rawat inap tingkat lanjut RSUD X.
3. Mengetahui ketepatan sasaran kepesertaan Jamkesmas.

1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang berharga dan sebagai wadah penerapan ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan untuk meningkatkan profesionalisme.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan program Jamkesmas di RSUD X dimasa mendatang.
3. Bagi Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten atau Kota
Sebagai evaluasi untuk perbaikan program Jamkesmas di masa datang di wilayahnya.
4. Bagi PT. Askes sebagai penanggung jawab kepesertaan Jamkesmas
Sebagai evaluasi untuk perbaikan kepesertaan program Jamkesmas dalam hal pemberian/ penerbitan kartu di masa datang oleh PT. Askes.
5. Bagi Pemerintah Daerah
Selaku pihak yang memutuskan dan menetapkan masyarakat miskin berdasarkan data BPS yang berhak memperoleh Jaminan Kesehatan Masyarakat, skripsi ini dapat menjadi bahan evaluasi ketepatan kepesertaan program Jamkesmas di masa datang.
6. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi bahan bacaan atau sumber bacaan yang bersifat ilmiah, dan sebagai bahan masukan bagi studi selanjutnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan program Jamkesmas.

SKRIPSI PERANAN HUMAS PEMKOT X DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA WARTAWAN

SKRIPSI PERANAN HUMAS PEMKOT X DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA WARTAWAN


(KODE : ILMU-KOM-0033) : SKRIPSI PERANAN HUMAS PEMKOT X DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA WARTAWAN


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information and Communication Technologies (ICT), adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang tidak terpisahkan.
Di Indonesia pernah menggunakan istilah telematika (telematics) untuk arti yang kurang lebih sama dengan TIK yang kita kenal saat ini. Encarta Dictionary mendeskripsikan telematics sebagai telecommunication + informatics (telekomunikasi + informatika) meskipun sebelumnya kata itu bermakna science of data transmission. Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui jaringan telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk salah satunya bidang pendidikan. Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan merupakan upaya melakukan penyebaran informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara. Hal ini adalah wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran masyarakat. Hingga saat ini TIK lebih sederhana dan lebih murah sedang dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK saat ini.
Dengan seiring berkembangnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), semua aspek bisnis maupun pemerintahan sangat bergantung dengan informasi dan komunikasi. Dalam konteks ini penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi oleh pemerintahan digunakan untuk memberikan informasi berupa berita yang menyangkut dengan kebutuhan informasi yang diperlukan masyarakat, yang diberikan kepada wartawan untuk dimuat di media massa cetak maupun elektronik.
Sehubungan dengan pemerintahan yang tak lepas dari kebutuhan komunikasi dan informasi, Pemerintah Kota X merupakan pusat pengelolaan daerah X Y. Pemerintah Kota X dipimpin oleh seorang Walikota, dan bantu oleh Wakil Walikota dan Sekretaris Daerah. Pemerintah Kota X mempunyai struktur organisasi dan juga struktur birokrasi yang tertata dengan baik, yang diatur oleh perda yang dibuat oleh Walikota yang disetujui oleh DRPD Y. Dalam menyebarkan informasi, pemerintah Kota X memiliki Dinas yang memberikan berita dan penyebaran pemberitahuan tentang kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota X. Dinas yang berkewajiban yaitu Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) dengan tugas pokok melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan Daerah di bidang komunikasi, informatika, dan hubungan masyarakat berdasarkan azas otonomi dan pembantuan.
Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) dibantu oleh Divisi Hubungan Masyarakat yang memiliki 2 seksi, yaitu Seksi Peliputan dan Dokumentasi dan Seksi Kemitraan Media dan Publikasi, bidang hubungan masyarakat mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas Komunikasi dan Informatika lingkup Hubungan Masyarakat. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada di atas, bidang Hubungan Masyarakat mempunyai fungsi diantaranya, perencanaan dan penyusunan program lingkup peliputan dan dokumentasi serta kemitraan dan publikasi, penyusunan petunjuk teknis lingkup peliputan dan dokumentasi serta kemitraan media dan publikasi, pelaksanaan dan pengkoordinasian lingkup peliputan dan dokumentasi serta kemitraan dan publikasi, Monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan lingkup liputan dan dokumentasi serta kemitraan dan publikasi. Tak lupa dengan kelayakan berita, yang berarti bahwa informasi yang hendak dimuat di media massa harus mampu menarik minat para pembaca, pemirsa, atau pendengar. Standar ini harus senantiasa diperhatikan oleh setiap praktisi humas yang hendak mempublikasikan pesan-pesan humasnya.
Mereka harus memeriksa kelayakan berita dari suatu siaran berita, artikel, atau gambar-gambar (foto) yang hendak dipublikasikan sebelum diserahkan ke media massa. Sebuah siaran berita yang baik harus menyajikan suatu kisah yang sama bermutunya dengan yang biasa ditulis oleh para jurnalis. Informasi yang ada, serta menaati segenap kaidah penulisan yang baik (Anggoro, 2008 : 158-159). Media massa bagi Humas Pemerintah Kota X bukanlah sekadar mitra kerja yang sifatnya sementara, melainkan bersifat permanen. Sangat pentingnya media massa, kepala Humas Pemerintah Kota X dituntut untuk mengenal dunia pers sebagaimana para wartawan bekerja. Mulai dari soal penyampaian mated konferensi pers, editor bahasa teks realese, mated hingga style siaran radio/televisi, semuanya menjadi bagian keseharian dalam dunia Humas.
Dalam memberikan informasi diperlukan peranan seorang Humas atau public relations karena humas harus siap memberikan dan menciptakan saling pengertian diantara publik yang terkait di dalamnya, seperti yang dikutip dari The British Institute of Public Relations, yaitu "The deliberate, planned and sustained effort to establish and maintain mutual understanding between an organization and its public. (Upaya yang mantap, berencana dan berkesinambungan untuk menciptakan dan membina pengertian bersama antara organisasi dengan khalayaknya)." (Effendy, 1990 : 134).
Humas atau Public Relations merupakan pihak yang paling memahami mengenai publik dari suatu perusahaan/lembaga/instansi. Karena humas bekerja melingkupi ruang publik tersebut, kegiatan humas seringkali berkaitan erat dengan pihak-pihak tesebut. Sehingga dalam memutuskan suatu kebijakan tertentu, humas sangat lah penting untuk dilibatkan, karena humas merupakan pemegang informasi yang lengkap mengenai publik-publik dari perusahaan/lembaga/instansi.
Tanpa bantuan dari humas, keputusan atau kebijakan yang diambil mungkin saja tidak akan tepat mengenai sasaran, karena para pemimpin perusahaan tidak mengetahui sedikitpun mengenai karakteristik publik-publiknya. Bukannya menyelesaikan masalah dengan keputusan yang tepat, namun dengan ketidaktahuan pimpinan, mungkin malah akan semakin memperuncing masalah.
Dari penjabaran latar belakang masalah tersebut, maka diperoleh rumusan masalah yaitu, "BAGAIMANA PERANAN HUMAS PEMERINTAH KOTA X DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA WARTAWAN ?".

1.2 Identifikasi Masalah
Untuk memberi arah pada penelitian yang dilakukan, maka disusun identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Tujuan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?
2. Bagaimana Kegiatan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?
3. Bagaimana Pesan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?
4. Bagaimana Media Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?
5. Bagaimana Peranan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih lanjut mengenai Bagaimana Peranan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tujuan yang diharapkan oleh Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
2. Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
3. Untuk mengetahui media yang digunakan oleh Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
4. Untuk mengetahui pesan yang diberikan oleh Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
5. Untuk mengetahui peranan Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.

1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membantu pengembangan dalam keilmuan komunikasi, secara khusus keilmuan Humas/Public Relations. Yang membahas tentang cara Humas/Public Relations memberikan informasi kepada wartawan yang membutuhkan berita.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Untuk Kantor Pemerintah Kota X, dapat digunakan sebagai masukan pemikiran bagi Humas Pemerintah Kota X dalam memberikan informasi kepada wartawan.
Untuk lembaga pendidikan, dapat digunakan untuk menambah pengetahuan bagi keilmuan komunikasi, secara khusus keilmuan Humas/Public Relations.

1.5 Sistematika Penelitian
Penulisan penelitian memiliki sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini, berisikan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, pertanyaan penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel teknik analisis data, lokasi dan waktu penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini, berisikan mengenai teori-teori dan definisi-definisi yang dapat membantu peneliti dalam menjawab pertanyaan penelitiannya dan mencapai tujuan penelitiannya. Antara lain tinjauan mengenai Public Relations/Humas, tinjauan mengenai variabel strategi.
BAB III : OBJEK PENELITIAN
Dalam bab ini, akan dibahas mengenai sejarah perusahaan/instansi tempat dilakukannya penelitian, juga mengenai divisi Public Relations jika memang ada di perusahaan tersebut.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, berisikan mengenai deskripsi identitas responden, deskripsi mengenai hasil penelitian, dan pembahasan dari indikator-indikator yang digunakan.
BABV : PENUTUP
Dalam bab ini, berisikan mengenai kesimpulan dan saran penelitian yang dibuat dalam bentuk poin.
DAFTAR PUSTAKA :
Merupakan daftar literatur yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir.

SKRIPSI STRATEGI HUMAS PT. PLN MELALUI KEGIATAN CUSTOMER CARE TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN BISNISNYA

SKRIPSI STRATEGI HUMAS PT. PLN MELALUI KEGIATAN CUSTOMER CARE TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN BISNISNYA


(KODE : ILMU-KOM-0032) : SKRIPSI STRATEGI HUMAS PT. PLN MELALUI KEGIATAN CUSTOMER CARE TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN BISNISNYA


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen Pelanggan umumnya mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dia konsumsi dapat diterima dan dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan. Pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Kepuasan dapat membentuk persepsi dan hal ini dapat memposisikan produk perusahaan di mata pelanggannya. Hal tersebut penting sebagai acuan dalam pembenahan kualitas pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan bisa memberikan kepuasan pada tingkat yang optimal.
Memberikan pelayanan yang berkualitas dengan bermutu yang memenuhi tingkat kepentingan pelanggan. Tingkat kepentingan pelanggan terhadap pelayanan yang akan mereka bina dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang mereka peroleh, pelanggan memilih memberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan dan setelah menikmati pelayanan tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan yang mereka cenderung akan membandingkan dengan yang mereka harapkan. Bila pelayanan yang mereka nikmati ternyata berbeda jauh para pelanggan akan kehilangan minat terhadap perusahan/instansi jasa tersebut begitu sebaliknya.
Pelanggan terdiri dari berbagai karakteristik pelanggan yang beragam, mulai golongan rumah tangga, industri, bisnis, pemerintah, sosial, serta pelanggan very important person (VIP) sampai pelanggan dengan kategori very-very important person (WIP). Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti kepuasan pelanggan dari segi kepuasan pelanggan bisnis. Pengertian Bisnis menurut Katz adalah "kegiatan sistem ekonomi yang diarahkan pada manajemen dan distribusi hasil industri dan jasa professional yang mendatangkan keuntungan". Pelanggan bisnis merupakan pelanggan yang bergerak dibidang industrial, perdagangan dan jasa. Pelanggan Bisnis dimana usahanya untuk keperluan pemrosesan lebih lanjut, kemudian dijual (produsen); disewakan kepada pihak lain; dijual kepada pihak lain (pedagang); digunakan untuk keperluan sosial dan kepentingan publik (pasar pemerintah dan organisasi). Dengan demikian, pelanggan bisnis meliputi organisasi bisnis maupun organisasi nirlaba (seperti rumah sakit, sekolah, instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan sebagainya).
Banyak perusahaan yang bergerak dibidang jasa yang selalu berusaha memberikan kepuasan pelanggan karena bagi perusahaan apapun khususnya perusahaan jasa seperti yang diungkapkan oleh Edgar Sugiharto dalam bukunya Psikologi Pelayanan dalam industri jasa mengatakan bahwa : "Pelanggan adalah orang-orang yang datang kepada anda (para petugas) dengan tujuan dan harapan tertentu serta ingin memperoleh apa yang menyenangkan" (Sugiharto, 1995 : 125)
Perusahaan Listrik Negara atau lebih dikenal PLN adalah suatu badan usaha milik Negara (BUMN) di wilayah Republik Indonesia yang bergerak dalam bidang bisnis pelayanan jasa yaitu mendistribusikan pasokan listrik bagi masyarakat yang membutuhkannya. Listrik merupakan sumber daya energi siap pakai yang dikonvensi dari bentuk energi primer melalui teknologi yang berdampak bagi berbagai macam perusahaan, baik perusahaan jasa, industrial, dagang.
Pelanggan bisnis merupakan pelanggan yang menggunakan daya listrik dalam jumlah yang cukup besar, dengan kategori Bl (Bisnis satu), B2 (Bisnis dua) dan B3 (Bisnis tiga). Pelanggan harus mendapat pelayanan yang baik dan bermutu, karena pelayanan yang baik dan bermutu akan menimbulkan kesan yang baik dan dengan sendirinya citra perusahaan akan baik pula. Layanan yang disediakan oleh PLN pada dasarnya meliputi beberapa produk layanan, di antaranya yaitu pelayanan Sambungan Baru dan Penambahan Daya, Pelayanan Pembacaan Meter, Pelayanan Penjualan Rekening Listrik, Pelayanan Gangguan, Pelayanan Informasi Pelanggan, di antaranya melalui fasilitas telepon 123, Pelayanan kelistrikan lainnya.
Memberikan kepuasan pelanggan sebagaimana yang diatur Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 1999 pasal 4 a yang berbunyi demikian "Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa" Ketentuan Pasal 4 huruf a UUPK telah mengatur bahwa konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan jasa. Untuk memenuhi hal tersebut, pengadaan sarana serta prasarana merupakan faktor yang sangat mendukung. Keberadaan sarana dan prasarana yang mendukung secara langsung akan berimplikasi pada kenyamanan dan kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang ataupun jasa. Untuk mampu memberikan sebuah kepuasan pelanggan yang maksimal maka dibutuhkan sebuah divisi Humas (Hubungan Masyarakat) yang mampu menangani kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan.
Pada dasarnya humas merupakan bidang atau fungsi manajemen yang diperlukan oleh setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial (perusahaan) maupun organisasi yang nonkomersial. Kebutuhan akan kehadirannya tidak bisa dicegah, terlepas dari kita menyukai atau tidak, karena humas mempakan salah satu organisasi secara positif.
Menurut definisi kamus terbitan Institue of Public Relations, humas adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.
Definisi PR atau Humas menurut Frank Jefkins dalam bukunya Public Relations. "PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun keluar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian". (Jeffkins, 1998 : 10).
Keberhasilan sebuah perusahaan juga ditentukan oleh seorang Humas sehingga Humas mempakan fungsi yang strategis dalam manajemen mereka bertanggungjawab langsung dalam menghadapi, membendung, menanggulangi, mengatasinya. Hal tersebut mempakan bagian dari tugas seorang Humas. Seperti dikatakan diatas bahwa Humas adalah bagian fungsi dari manajemen maka dari itu seorang Humas harus menyusun startegi untuk mencapai tujuan pemsahaan.
Adapun tujuan dari Public Relations menurut Oemi Abdurrachman mengatakan sebagai berikut : "Tujuan Public Relations adalah mengembangkan good will dan memperoleh opini public yang favorable atau menciptakan kerjasama berdasarkan hubungan yang harmonis dengan berbagai public, kegiatan public Relations harus dikerahkan kedalam dan keluar." (Abdurrachman, 2001 : 34)
Secara umum Betrand R Canfield (1956 : 19) dalam bukunya Public Relations, Principles Cases and Problems, mengemukakan bahwa fungsi Public Relations adalah : Mengabdi kepada kepentingan umum, memelihara komunikasi yang baik dan menitik beratkan moral dan tingkah-laku yang baik.pada intinya kegiatan PR bertujuan untuk mempenguhi pendapat, sikap, sifat dan tingkahlaku publik dengan jalan menumbuhkan penerimaan, pengertian, dari public.
Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kedalam disebut Internal Public Relations dan kegiatan-kegiatan yang ditujukan keluar disebut External Public Relations. Sesuai dengan defmisi diatas dapat dijelaskan bahwa Internal Public Relations merupakan kegiatan Public Relations yang dibentuk untuk membina hubungan dengan publik yang didalam instansi atau perusahaan. Sedangkan External Public Relations merupakan kegiatan Public Relations yang ditujukan kepada publik yang berada diluar perusahaan atau instansi, untuk membina hubungan yang baik agar diperoleh citra yang positif.
Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada kegiatan External Public Relations untuk mengetahui sejauhmana kegitan Customer Care terhadap kepuasan pelanggan.
"Sukses besar yang diperoleh suatu perusahaan ialah mendapatkan pelanggan, bukan penjualannya itu sendiri. Setiap barang dapat saja dijual untuk satu kali kepada seorang pembeli, akan tetapi sebuah perusahaan dikatakan sukses, kalu bisa meningkatkan jumlah pelangganya yang membeli barang atau jasa berulang kali". Demikian Lew Hahn seorang pengusahan terkenal di Amerika Serikat (Effendy 1972 : 150)
Karena itu, para pelanggan tetap harus selalu dipegang jangan sampai pindah perhatiannya dan menjadi pelanggan perusahaan lain. Dalam pada itu pelanggan yang baru satu dua kali membeli harus diusahakan agar menjadi pelanggan tetap. Sedang mereka yang belum pernah membeli sama sekali, diusahakan agar tertarik perhaiannya dan mencoba untuk kemudian digerakkan sehingga menjadi pelanggan tetap. Itulah salah satunya tugas PR Caranya ialah dengan melakukan komunikasi, baik dengan cara publisitas maupun periklanan. Dalam membina hubungan dengan pelanggan dibutuhkan sebuah strategi agar dapat terwujudnya sebuah tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaann.
Strategi menurut Onong Uchjana Effendy. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi. Strategi komunikasi merupakan penentu berhasil tidaknya kegiatan komunikasi berupa pesan yang disampaikan melalui berbagai media dapat secara efektif diterima. Dengan demikian, strategi komunikasi, baik secara makro (flammed multi media strategi) maupun secara mikro (single communication medium strategy) mempunyai fungsi ganda (Effendy, 2000 : 300)
Mempertahankan pelanggan bukanlah hal yang mudah. Customer Care merupakan bagian dari strategi Humas dalam memberikan kepuasan pelanggan. Dalam hal ini PT. PLN (Persero) sebagai penyedia jasa utama energi listrik bagi kelangsungan kehidupan masyarakat diharapkan mampu memberikan pelayanan yang maksimal bagi para pelangganya sehingga terciptanya sebuah kepuasan. Namun tidak selamanya pelayanan yang diberikan maksimal ada kalanya juga mengalami kendala dan hambatan seperti keterbatasan sarana dan prasarana, layanan yang diberikan kurang maksimal. Untuk menjelaskan permasalahan atau memberikan informasi kepada pelanggan bisnis tidak selamanya Humas mampu melayani maka dari itu dibutuhkan sebuah Customer Care sebagai kepanjangtanganan dari humas untuk menyampaikan informasi dan melayani kebutuhan pelanggan bisnis.
Customer Care merupakan ujung tombak dari keberhasilan perusahaan agar terciptanya citra positif dikalangan masyarakat dalam hal ini pelanggan bisnis yang di kategorikan Bl. B2, dan B3. Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dengan industrial, perdagangan dan jasa. Dibutuhkan sebuah ketersedian listrik yang memadai dalam aktivitas perusahaan apabila distribusi listrik tidak memadai maka akan terjadi kerugian. Hal tersebut pastinya akan menimbulkan complain dari pelanggan bisnis untuk mengatasinya dibutuhkan Customer Care yang dapat menanggulangi, membendung dan mengatasi setiap keluhan pelanggan bisnis. Apabila Customer Care tidak tersedia maka segala keluhan tidak dapat teratasi sehingga mengakibatkan citra buruk PT. PLN (Persero) dimata pelanggan bisnisnya.
Kegiatan Custumer Care tidak hanya berhubungan dalam menangani segala bentuk complain, melainkan melayani kebutuhan pelanggan bisnis. Kebutuhan pelanggan sangat beragam antara lain kebutuhan akan informasi, dan produk layanan yang ditawarkan oleh PT PLN (Persero).
Pelayanan Customer Care dituntut untuk selalu berhubungan dengan pelanggan dan menjaga hubungan itu tetap baik. Hal ini tentu saja harus dilakukan karena menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan juga berarti menjaga image PT. PLN (Persero) agar citranya dapat terus meningkat di mata pelanggan bisnisnya. Customer Care harus memiliki kemampuan melayani pelanggan secara tepat dan cepat serta memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Customer Care yang baik harus diikuti dengan tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung kecepatan, ketepatan, dan keakuratan pekerjaannya. Selain itu, Customer Care dituntut untuk memberikan pelayanan yang prima kepada pelangganya, agar pelayanan yang diberikan dapat memuaskan pelangan bisnisnya. Untuk itu seorang Customer Care harus memiliki dasar-dasar pelayanan yang kokoh seperti etiket pelayanan, pengenalan produk, dan dasar-dasar lainnya. Pelayanan yang diberikan akan berkualitas jika setiap petugas Customer Care dibekali pengetahuan tentang dasar-dasar pelayanan yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang akan dihadapinya, termasuk kemampuannya menguasai pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan yang ditawarkan oleh PT PLN (Persero).
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka peneliti dapat menetapkan Rumusan Masalah sebagai berikut : Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?

1.2 Identifikasi Masalah
Dari rumusan masalah yang masih meluas bersifat umum, maka agar penelitian mempunyai alur pikir yang terarah maka disusun identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Sejauhmana Tujuan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
2. Sejauhmana Rencana Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
3. Sejauhmana Kegiatan yang disampaikan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
4. Sejauhmana Pesan yang disampaikan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
5. Sejauhmana Media yang digunakan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?
6. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Tujuan dari Pelanggan Bisnisnya ?
7. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Ketersediaan Produk Bagi Pelanggan Bisnisnya ?
8. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Nilai Produk Bagi Pelanggan Bisnisnya ?
9. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Harapan Pelanggan Bisnisnya ?
10. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Bisnisnya ?
11. Sejauhmana Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Tujuan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
2. Untuk mengetahui Rencana Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
3. Untuk mengetahui Kegiatan yang disampaikan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
4. Untuk mengetahui Pesan yang disampaikan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
5. Untuk mengetahui Media yang digunakan Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
6. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Tujuan dari Pelanggan Bisnisnya
7. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Ketersediaan Produk Bagi Pelanggan Bisnisnya
8. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Nilai Produk Bagi Pelanggan Bisnisnya
9. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Harapan Pelanggan Bisnisnya
10. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Bisnisnya
11. Untuk mengetahui Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya

1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Kegunaan secara teoritis dari penelitian yang dilaksanakan, diharapkan dapat membantu dalam pengembangan pengetahuan (sains), pengembangan ilmu komunikasi pada umumnya, yaitu khususnya dalam bidang kajian Humas tentang Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Adapun hasil penelitian bagi kegunaan praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi :
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang Ilmu Komunikasi khususnya dalam Humas terutama mengenai kegiatan External Humas dalam suatu perusahaan.
2. Bagi Program Studi dan Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan literatur dan acuan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya mengenai kegiatan Customer Care yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan bisnisnya.
3. Bagi PT. PLN (Persero) X
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil kebij aksanaan dimasa yang akan datang yaitu bagian Humas, juga sebagai masukan untuk perusahaan PT PLN (Persero) X sehubungan dengan Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnis dan untuk kedepannya PT PLN (Persero) X dapat meningkatkan kepuasan pelanggannya khususnya bagi pelanggan bisnisnya yang yang berkategori Bl, B2, B3.

1.5 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Membahas latar belakang masalah yang melandasi perlunya strategi melalui Customer Care, kemudian Identifikasi, maksud, tujuan kegunaan penelitian, kerangka penelitian, metode penelitian, tehnik pengumpulan data, tehnik analisa data, waktu dan lokasi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Kepustakaan
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dan menjadi landasan teoritis dalam penelitian yang dilakukan. Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi humas melalui kegiatan Customer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnisnya
Bab III Objek Penelitian
Bab ini membahas mengenai sejarah perusahaan tempat penelitian dilaksanan, struktur organisasi, job description, sarana dan prasarana, lokasi tempat peneliti melakukan penelitian
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini peneliti akan menganalisa semua data yang diperoleh dari responden mengenai Strategi Humas PT PLN (Persero) X Melalui Kegiatan Costumer Care Terhadap Kepuasan Pelanggan Bisnis (judul) hingga terjawabnya rumusan masalah dan identifikasi masalah.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan peneliti mencoba memberikan saran yang dapat dijadikan masukan bagi peneliti selanjutnya dan bagi perusahaan.