1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan ini menjadi faktor pendukung dalam menyampaikan pikiran, gagasan, dan pendapat, baik secara lisan maupun secara tertulis, sesuai dengan konteks komunikasi yang harus dikuasai oleh pemakai bahasa.
Keterampilan menulis merupakan kemampuan yang paling sulit untuk dikuasai siswa dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Selain itu, pembelajaran keterampilan menulis tampaknya belum menggembirakan. Salah satu realitas konkret yang mendukung pernyataan tersebut adalah kondisi pembelajaran keterampilan menulis di kelas SMP Negeri X. Berdasarkan pengalaman guru peneliti dan hasil observasi terhadap keadaan pembelajaran menulis di sekolah tersebut serta wawancara awal yang dilakukan dengan sejumlah guru bahasa Indonesia di sekolah tersebut, diperoleh informasi bahwa motivasi dan kemampuan menulis, termasuk menulis karangan narasi siswa masih sangat rendah yang ditandai siswa sering merasa jenuh jika disuruh mengarang, tidak ada siswa yang mempunyai kemampuan yang menonjol dalam pembelajaran mengarang, dan hasil karangan narasi siswa sangat memperihatinkan yang dibuktikan dengan hasil tes mengarang siswa yang hanya sekitar 40% siswa mencapai target standar presentase 7,0, karangan narasi siswa masih agak singkat (rata-rata V2 halaman), ide atau gagasan siswa kurang berkembang, kosakata yang digunakan sederhana dan terbatas, penggunaan kalimat dan organisasi tulisan narasi masih kurang terarah.
Fenomena lain yang tampak berdasarkan observasi awal di sekolah SMP N X yang diteliti adalah sistem pembelajaran menulis yang diterapkan oleh guru cenderung monoton (didominasi oleh penggunaan metode ceramah), pembelajaran dengan sistem klasikal yang mengarah pada komunikasi satu arah (guru -> siswa), dan lebih berorientasi penghafalan materi pembelajaran.
Masalah yang timbul dalam proses pembelajaran menulis serta kemampuan siswa dalam menulis/mengarang yang belum memadai (masih rendah) sebagaimana uraian tersebut disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: faktor siswa dan faktor strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Adapun faktor yang berasal dari siswa, antara lain: (1) motivasi siswa dalam menulis sangat minim; (2) konsep atau bahan yang dimiliki siswa untuk dikembangkan jadi tulisan sangat terbatas; (3) kemampuan siswa menafsirkan fakta untuk ditulis sangat rendah; (4) kemampuan siswa menuangkan gagasan atau pikiran ke dalam bentuk kalimat-kalimat yang mempunyai kesatuan yang logis dan padu serta diikat oleh struktur bahasa. Adapun faktor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain: (1) pokok bahasan menulis tidak memperoleh perhatian serius dari guru; (2) sarana dan metode atau strategi pembelajaran menulis belum efektif; (3) kurangnya hubungan komunikatif antara guru dan siswa serta siswa dengan siswa lainnya sehingga proses interaksi menjadi vakum. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa dibutuhkan pembenahan dalam pembelajaran menulis.
Kompetensi siswa dalam menulis karangan narasi dapat ditingkatkan dengan membenahi segala hal yang menjadi titik kelemahan siswa dalam menulis. Secara umum, menulis merupakan suatu proses sekaligus suatu produk/hasil. Menulis sebagai suatu proses berupa pengelolaan ide atau gagasan dari tema atau topik yang dipilih untuk dikomunikasikan dan pemilihan jenis wacana tertentu yang sesuai atau tepat dengan situasi dan konteksnya. Kemampuan menulis yang menuntut kemampuan untuk dapat melahirkan dan menyatakan kepada orang lain tentang hal yang dirasakan, dikehendaki, dan dapat dipikirkan dengan bahasa tulisan.
Keterampilan menulis bukanlah kemampuan yang diwarisi secara turun-temurun dan tidak datang dengan sendirinya. Keterampilan ini menuntut perlatihan yang cukup dan teratur serta pembelajaran yang terprogram. Program-program tersebut disusun dan direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam proses belajar menulis (mengarang), berbagai kemampuan itu tidak mungkin dikuasai siswa secara serentak. Semua kemampuan itu dapat dikuasai siswa melalui suatu proses, setahap demi setahap. Karena kemampuan itu tidak bisa dikuasai secara serentak, untuk mempermudah mempelajarinya perlu dibuat skala prioritas. Penentuan prioritas ini diharapkan dapat digunakan sebagai strategi dasar untuk memulai belajar menulis. Sebagai strategi dasar, perioritas yang dimaksud tentu saja tidak hanya berupa suatu rangkaian kemampuan yang mengarah pada terbentuknya sebuah tulisan.
Karangan merupakan pernyataan gagasan atau ide yang bersumber dari pengalaman, pengamatan, imajinasi, pendapat, dan keyakinan dengan menggunakan media tulis sebagai alatnya. Menyusun sebuah karangan bukanlah hal yang mudah. Adakalanya siswa memiliki pengetahuan, gagasan, dan ide yang luas, namun sangat susah menuangkannya dalam bentuk tertulis. Siswa kadang tidak mampu merangkai kata-kata untuk membentuk sebuah paragraf, apalagi wacana. Siswa kadang kurang menyadari hubungan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Akhirnya, sering ditemukan beberapa kalimat sumbang. Kalimat sumbang dalam sebuah paragraf dapat menimbulkan kekaburan makna atau isi sebuah karangan. Sebaliknya, sebuah karangan akan lebih mudah dipahami jika kalimat-kalimatnya tersusun rapi, jelas kohesi dan koherensi antara kalimatnya.
Sebuah tulisan pada dasarnya merupakan perwujudan hasil penalaran siswa. Penalaran ini merupakan proses pemikiran untuk memperoleh ide yang logis berdasarkan avidensi yang relevan. Penalaran ini terutama terkait dengan proses penafsiran fakta sebagai ide dasar untuk dikembangkan menjadi tulisan. Setiap penulis harus dapat menuangkan pikiran atau gagasannya secara cermat ke dalam tulisannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memunculkan ide adalah dengan curah gagasan. Curah gagasan digunakan untuk menuntun siswa mengembangkan idenya berdasarkan fakta yang ada di sekitar siswa atau peristiwa yang pernah dialami siswa.
Selain itu, untuk memperoleh bahan informasi atau bahan yang akan ditulis oleh siswa, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menuntun siswa mencermati suatu bentuk teks dan menyajikannnya kembali dalam bentuk teks yang berbeda, misalnya dari teks wawancara menjadi karangan narasi . Hal itu merupakan salah satu kompetensi dasar menulis yang diharapkan dan dimiliki oleh siswa kelas VII SMP sebagai hasil dari pembelajaran menulis, yaitu kemampuan mengubah jenis tulisan (wacana) yang satu ke jenis tulisan (wacana) yang lain, termasuk pengubahan teks wawancara yang berbentuk dialog ke dalam bentuk wacana yang berbentuk monolog, seperti karangan narasi .
Wawancara dengan narasumber merupakan salah satu sumber informasi yang aktual. Mewawancarai seseorang merupakan salah satu teknik untuk memperoleh informasi sebagai bahan tulisan. Hasil wawancara dapat diubah dan disajikan dalam bentuk paragraf-paragraf. Paragraf-paragraf tersebut selanjutnya disusun menjadi sebuah tulisan yang utuh.
Keberhasilan pembelajaran menulis karangan narasi juga ditentukan oleh faktor lingkungan dan iklim pembelajaran. Pada dasarnya dalam melaksanakan pembelajaran faktor lingkungan dan iklim pembelajaran pun haruslah menarik dan menyenangkan dari segi psikologis peserta didik. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika diciptakan belajar alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami hal yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Hal ini dikemukakan pula oleh Iis Handayani (2007:2) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Karangan Narasi Sugestif dengan Strategi Field-Trip (karyawisata) berdasarkan Pengalaman Pribadi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2006/2007 menunjukkan bahwa berdasarkan pengamatan di SMPN 1 Lembang masih banyak siswa yang belum menguasai ke empat keterampilan berbahasa terutama keterampilan menulis. Siswa merasakan kesulitan menuangkan ide-ide karena keterbatasan penguasaan kosakata siswa juga merasakan situasi pembelajaran menulis yang membosankan. Pembelajaran menulis yang sering diterapkan pada siswa sekadar teori saja dan selalu terfokus di dalam kelas. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mau berlatih dan malas menulis.
Ike Febrika (2009:1) dalam skripsinya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Metode Konstruktivisme (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa kelas VII SMP N 12 Bandung Tahun Ajaran 2008/2009) menunjukkan bahwa siswa pada umumnya kurang menguasai bahkan tidak tahu sama sekali tentang karangan narasi. Siswa masih bingung membedakan berbagai jenis karangan. Untuk memulai menulis pun siswa masih kesulitan. Banyak alasan yang muncul mulai dari menemukan ide sampai bingung harus memulai tulisan dari mana.
I ketut Adnyana Putra dalam jurnal Pendidikan dan Pengajaran (2003:73) menyatakan bahwa penggunaan media, lebih-lebih media gambar berseri dalam pembelajaran keterampilan menulis narasi, akan dapat memotivasi siswa dalam proses pembelajaran. Sebagaimana yang dinyatakan Gagne (1988), gambar-gambar bisa memberikan motivasi belajar, walaupun bukan satu-satunya. Sejalam dengan pernyataan tersebut, Wright (1992) mengatakan bahwa gambar memiliki beberapa peran di dalam keterampilan seperti dapat memotivasi siswa, berkontribusi terhadap konteks bahasa yang digunakan, dapat digunakan untuk menjelaskan secara objektif atau menginterpretasikan, dan dapat memberikan informasi.
Syukur Heryasumirat dalam jurnal yang berjudul upaya peningkatan keterampilan Menulis Narasi Melalui Metode Kerja Kelompok Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Di kelas x TKJ2 smk negeri i cibinong kabupaten bogor menyatakan Salah satu metode pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi pada siswa adalah dengan menerapkan metode kerja kelompok dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di SMKN I Cibinong Kabupaten Bogor dengan waktu penelitian yang penulis lakukan dimulai sejak bulan Januari 2009 sampai dengan Maret 2009. Penggunaan metode pembelajaran dan penjelasan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Bimbingan dan pemberian contoh mendorong siswa lebih aktif dalam belajar. Keberanian siswa dalam menjawab soal dan latihan-latihan.
Pendekatan kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada masyarakat belajar (learning community) yang menganggap bahwa siswa lebih mudah menentukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tesebut dengan temannya. Hal ini dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran keterampilan menulis, khususnya menulis karangan narasi . Hasil pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif diharapkan mampu memberikan pengalaman bermakna sehingga sukar dilupakan oleh siswa. Melalui pembelajaran ini, siswa akan terlatih berpikir dan menghubungkan hal yang mereka pelajari dengan situasi dunia nyata sehingga menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.
Berdasarkan permasalahan di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul PENINGKATAN KOMPETENSI MENULIS KARANGAN NARASI FAKTUAL DENGAN METODE CURAH GAGASAN (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VII-L SMP Negeri X)
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian adalah titik tolak yang penting agar hendak dikajinya memperoleh sasaran yang tepat dan terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Adapun perumusan masalah yang penulis ambil diantaranya sebagai berikut.
1) Bagaimana perencanaan pembelajaran menulis karangan narasi faktual dengan menggunakan metode curah gagasan?
2) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menulis karangan narasi faktual dengan menggunakan metode curah gagasan?
3) Bagaimana hasil pembelajaran menulis karangan narasi faktual dengan menggunakan metode curah gagasan?
1.3 Pemecahan Masalah
Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah penelitian adalah penerapan metode curah gagasan yang mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Tahap 1, guru memberi pemahaman awal kepada siswa tentang cara melakukan wawancara/mengajukan pertanyaan sederhana untuk menggali hal-hal yang pernah dialami siswa lain, lalu mengubah hasil tanya jawab (dialog) tersebut menjadi bentuk monolog yang bersifat narasi.
b. Tahap 2, siswa di bawah bimbingan guru menetapkan tema materi wawancara, tetapi diberi kebebasan untuk mengembangkan sendiri pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara. Alternatif tindakan untuk tahap ini adalah siswa di bawah bimbingan guru menetapkan tema materi wawancara, yaitu "tokoh idola", lalu bersama-sama melakukan curah gagasan (Brainstorming) untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara.
c. Tahap 3, setiap siswa dalam setiap kelompok membuat karangan narasi dengan mengembangkan teks hasil wawancara yang telah dibuatnya. Jika dianggap informasi yang diperoleh belum lengkap, siswa dapat bertanya kepada narasumbernya.
d. Tahap 4, karangan siswa dipertukarkan untuk dinilai atau dikoreksi oleh teman sekelompoknya dengan menggunakan pedoman penilaian karangan narasi, lalu karangan tersebut dikembalikan kepada pemiliknya untuk disempurnakan.
e. Tahap 5 setiap kelompok mengunjungi, menilai, dan memilih karya yang dianggap terbaik dengan aturan:
1) kelompok pada baris bangku I mengunjungi kelompok pada baris III;
2) kelompok pada baris bangku II mengunjungi kelompok pada baris IV;
3) kelompok pada baris bangku III mengunjungi kelompok pada baris II;
4) kelompok pada baris bangku IV mengunjungi kelompok pada baris I
f. Tahap 6, pemberian penghargaan terhadap karya siswa yang terbaik.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran menulis karangan narasi faktual dengan menggunakan metode curah gagasan
2) Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran menulis karangan narasi faktual dengan menggunakan metode curah gagasan
3) Mendeskripsikan hasil pembelajaran menulis karangan narasi faktual dengan menggunakan metode curah gagasan
1.4.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal berikut :
a. Manfaat teoretis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan teori yang telah ada yaitu metode curah gagasan.
b. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan atau pengalaman dalam melakukan penelitian tindakan kelas, khususnya yang terkait dengan cara meningkatkan kompetensi mengubah hasil wawancara menjadi karangan narasi siswa kelas VII-L SMP Negeri X dengan metode curah gagasan.
c. Bagi guru, sebagai bahan masukan tentang cara menerapkan curah gagasan untuk meningkatkan kompetensi mengubah hasil wawancara menjadi karangan narasi siswa kelas VII-L SMP Negeri X.
d. Bagi siswa, yaitu melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, inovatif; meningkatkan motivasi dan rasa kesetiakawanan sosial siswa; menumbuhkan kebiasaan dan mengembangkan kemampuan siswa dalam menulis.
1.5 Definisi Operasional
Agar tidak menimbulkan kesalahan dalam penafsiran judul penelitian dan rumusan masalah, maka penulis membuat definisi operasional yang merupakan penjelasan dari istilah-istilah yang terdapat di dalam judul dan rumusan masalah penelitian ini.
Definisi operasional istilah-istilah judul rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1) Peningkatan kompetensi menulis adalah proses atau cara untuk meningkatkan salah satu berbahasa khususnya menulis.
2) Karangan Narasi faktual adalah bentuk wacana yang berusaha menyajikan sesuatu peristiwa atau kejadian sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh para pembaca.
3) Metode Curah Gagasan (Brainstorming) adalah suatu metode untuk melahirkan ide dengan cara siswa diminta untuk memunculkan ide sebanyak mungkin yang berhubungan dengan topik yang menjadi sumber untuk dijadikan petunjuk ketika mengembangkan kalimat atau paragraf.