A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan salah satu perbuatan hukum yang sudah melembaga dalam kehidupan masyarakat. Lembaga perkawinan merupakan faktor yang penting sebagai salah satu sendi kehidupan dan susunan masyarakat Indonesia, dan perkawinan itu sendiri merupakan masalah hukum, agama dan masyarakat.
Di dalam lingkungan peradaban barat maupun yang bukan barat, perkawinan merupakan persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita yang dikukuhkan secara formal dan berdasarkan aturan-aturan baik secara yuridis formal (undang-undang hukum positif) atau secara religius (aturan agama yang diyakini) yang dilakukan selama hidupnya sesuai dengan lembaga perkawinan. Oleh karena itu pelaksanaan perkawinan harus berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan baik oleh pemerintah maupun oleh agama (ajaran Islam). Pelaksanaan perkawinan yang berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah telah disepakati untuk dipatuhi, dan bagi yang melanggarnya akan mendapat sanksi. Aturan perundangan tentang perkawinan dikemas dalam peraturan; Kompilasi Hukum Islam (sumber hukum Islam yang menjadi Hukum Positif) dan Undang-Undang NO. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah NO. 9 Tahun 1989 Tentang Pelaksanaan dari Undang-Undang Perkawinan.
Menurut hukum agama pada umumnya perkawinan merupakan perbuatan yang suci yaitu suatu ikatan antara dua pihak dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan YME. agar kehidupan keluarga dan berkerabat berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Jadi perkawinan dilihat dari segi ajaran agama, membawa akibat hukum terhadap agama yang dianut kedua calon mempelai beserta keluarga kerabatnya. Hukum agama telah menetapkan kedudukan manusia dengan 'iman dan taqwanya, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Agama tidak membenarkan perkawinan yang berlangsung tidak berdasarkan ajaran agama.
Khusus hukum agama Islam yang dijadikan dasar hukum utama adalah al-Qur'an dan Hadith Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi kadang-kadang ada ayat-ayat al-Qur'an dan hadith Nabi yang tidak bisa dipahami secara langsung oleh manusia, oleh sebab itu bisa melalui jalan Ijtihad. Dari hasil Ijtihad para ulama itu terkumpul, sehingga menjadi suatu ilmu yang disebut Ilmu Fiqh. Sehingga Ilmufiqh dapat diartikan Ilmu yang menjelaskan tentang hukum-hukum shara' dengan dalil-dalil secara terperinci, atau disebut juga fiqh adalah mengetahui cabang-cabang hukum shar'i mengenai perbuatan yang dikeluarkan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Ketentuan hukum dalam ilmu fiqh menjadi rujukan umat Islam khususnya dalam menerapkan suatu hukum. Di dalam ilmu fiqh telah banyak dijelaskan secara detil oleh para imam madhab, bahwa perkawinan dapat dilakukan apabila telah memenuhi sharat dan rukun perkawinan. Dari beberapa syarat perkawinan adalah calon mempelai harus baligh, ukuran baligh (dewasa) bagi orang laki-laki dan perempuan berbeda menurut ulama fiqh. Beberapa ulama telah berpendapat bahwa perempuan dikatakan baligh; apabila telah mengalami masa haid (menstruasi), sedangkan laki-laki dikatakan baligh apabila telah bermimpi basah (dukhul). Shari'at (al-Qur'an dan hadith) telah menetapkan sebuah aturan, bahwa dalam melaksanakan perkawinan harus ada syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh subyek hukum, karena ajaran Islam tidak mengajarkan adanya pergaulan laki-laki dan perempuan selain mahram secara bebas tanpa batas.
Selain al-Qur'an dan Hadith Nabi, kumpulan kitab-kitab fiqh senantiasa menjadi salah satu rujukan oleh manusia dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Oleh sebab itu dengan perkembangan zaman, muncullah beberapa pemikiran tentang pemberlakuan hukum Islam bagi umat Islam, hal ini berkembang bahwa hukum Islam menjadi hukum positif. Akhirnya dibuatlah rumusan hukum Islam dengan instruksi presiden RI NO. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang memuat tiga bidang yaitu bidang hukum Perkawinan, Hukum Waris, dan Hukum Wakaf. Dalam bidang Hukum Perkawinan Kompilasi Hukum Islam, menjelaskan tentang batasan usia di perbolehkan melakukan perkawinan apabila mempelai laki-laki telah berusia 19 tahun sedangkan mempelai perempuan telah berusia 16 tahun.
Kompilasi Hukum Islam merupakan rujukan yang dipakai oleh hakim di lingkungan pengadilan agama di Indonesia. Disebut juga bahwa Kompilasi Hukum Islam merupakan rangkuman dari ilmu fiqh, maksudnya bahwa Kompilasi Hukum Islam dirumuskan dari beberapa kitab-kitab fiqh yang telah ditulis oleh ulama terdahulu yang di ambil dari beberapa dalil-dalil shara' secara terperinci. Namun pada bidang perkawinan terdapat ketentuan yang sangat berbeda mengenai batas usia bolehnya melakukan perkawinan, antara calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan. Ketentuan dalam ilmu fiqh jelas berdasarkan al-Qur'an dan hadith-hadith Nabi Muhammad yang telah ditafsiri oleh ulamafiqh. Secara historis, ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam, diambil dari beberapa kitab fiqh. Dan dari kedua ketentuan baik ilmu fiqh maupun Kompilasi Hukum Islam sama-sama menjadi rujukan umat Islam terutama hakim di lingkungan Pengadilan Agama.
Adanya perbedaan yang sangat kuat tentang batasan usia sebagai syarat menikah dari ilmu fiqh dan Kompilasi Hukum Islam ini, menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat (baik formal maupun non formal). Bagi yang tidak memenuhi kriteria usia yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam dianggap melanggar hukum dan disebut Perkawinan di Bawah umur. Sedangkan masyarakat masih menyakini bahwa shariat Islam tidak melarangnya dengan berpedoman pendapat para imam madhab.
Lebih menarik pendapat yang kontroversi di kalangan masharakat, baru-baru ini terjadi sebuah pernikahan seorang yang bernama Pujiono Cahyo Widianto dipanggil shekh puji dengan seorang gadis di bawah umur yang tempatnya di kota Semarang. Pernikahan di bawah umur yang dilakukan oleh Shekh Puji ini, mengundang perhatian banyak orang dan Organisasi Masharakat (ORMAS) untuk ikut berkomentar. Bagi mereka berpendapat tidak ada masalah menikahi perempuan dibawah umur. Dengan alasan bahwa dalam ajaran Islam tidak ada batasan usia (usia minimal) sebagai sharat bolehnya menikah, akan tetapi ajaran Islam hanya menjelaskan bahwa calon mempelai laki-laki dan perempuan harus baligh. Mereka membuktikan dengan Hadith yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad menikahi Siti 'Aishah pada waktu usia 9 tahun. Dalam hal ini yang ditanyakan bagaimana peran Kompilasi Hukum Islam sebagai Undang-Undang Hukum Islam yang dijadikan pedoman oleh hakim Pengadilan Agama. Perdebatan ini terus berkembang, sebagaimana pelaksanaan perkawinan di bawah umur sebenarnya juga masih banyak dilakukan oleh masyarakat. Persoalan ini berkembang bukan hanya di lingkungan akademisi saja, melainkan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga formal (KOMNAS Perlindungan Anak dan HAM), juga ikut berpartisipasi menyumbangkan aspirasinya bahwa Pernikahan di bawah umur melanggar Undang-Undang. Ternyata benar-benar ada perbedaan antara KHI dengan ketentuan yang terdapat dalam teori fiqh.
KH Husein Muhammad berpendapat; pandangan fiqh berbeda-beda mengenai usia minimal menikah, kita di Indonesia mengadopsi pandangan Hanafi. Masih terdapat dualisme hukum fiqh di beberapa kalangan ilmuan di Indonesia sebagian masih mengadopsi fiqh lama dan menekankan pada teks, sebagian yang lain menerapkan fiqh secara kontekstual. Seto Mulyadi berpendapat Perkawinan di bawah umur walaupun mungkin menurut shariat Islam itu benar, tetapi menurut hukum positif di Indonesia hal itu tidak bisa di benarkan. Karena bertentangan dengan undang-undang perkawinan dan juga undang-undang perlindungan anak. Di Mesir sebagai negara yang berdasarkan shariat Islam, pencatat penikahan diberi instruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri di bawah 16 tahun. Kemudian tahun 1931, sidang dalam organisasi hukum dan shari'ah menetapkan untuk tidak merespons pernikahan bagi pasangan dengan umur di atas.
Pendapat kontroversi ini berkembang terus sampai pada pembahasan adanya beberapa pendapat bahwa sebenarnya Nabi menikahi Siti 'Aishah bukan pada usia 9 tahun. Pendapat yang lain menjelaskan bahwa Nabi menikahi 'Aishah pada usia 9 tahun, akan tetapi belum diajak kumpul satu rumah dengan Nabi melainkan masih bersama Abu Bakar (orang tua 'Aishah). Beberapa pendapat perkawinan di bawah umur, ditemukan beberapa pendapat dengan dikuatkan adanya analisa hadith tentang perkawinan Nabi dengan A'ishah, dapat dipahami bahwa sebenarnya usia 'Aishah saat itu bukan 9 tahun melainkan 19 tahun. Dalam hal ini, bagaimana pendapat ulama madhab fiqh tentang batas usia di perbolehkannya menikah, dan apa dasar ketentuan baligh atau mumayiz bagi seseorang. Oleh sebab itu perlu adanya kajian lanjutan yang menemukan sebuah formulasi hukum, sebagai dasar rujukan masyarakat khususnya umat Islam.
B. Batasan Masalah
Penelitian tesis ini di batasi pada sebuah perbedaan yang sangat kuat antara konsep Ilmu Fiqh dengan konsep Kompilasi Hukum Islam tentang Pernikahan di Bawah Umur, Apa dasar hukumnya sehingga kedua konsep tersebut mengalami perbedaan. karena kedua konsep tersebut menjadi salah satu rujukan dari umat Islam termasuk oleh seorang hakim. Adapun penelitian ini akan dimulai dari beberapa konsep yang terdapat di ilmufiqh dan kompilasi hukum Islam tentang batasan usia bolehnya menikah.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengapa ilmu fiqh tidak memberikan batasan usia calon mempelai sebagai syarat menikah?
2. Mengapa Kompilasi Hukum Islam membatasi usia calon mempelai sebagai syarat menikah?
3. Mengapa terdapat perbedaan antara konsep ilmu fiqh dengan kompilasi hukum Islam tentang batas usia bolehnya menikah?
4. Apa dampak yang terjadi apabila syarat batasan usia dalam perkawinan tidak dipenuhi?
D. Penjelasan Judul
Maksud judul pada penelitian tesis ini adalah adanya perbedaan pendapat di lingkungan masyarakat mengenahi dasar ketentuan pernikahan di bawah umur (ketentuan Ilmu Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam). Pernikahan di bawah umur maksudnya; penikahan yang dilakukan oleh seseorang sebelum berusia yang cukup sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Adapun dasar yang dikuatkan adalah Ilmu Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian tesis ini adalah :
1. Untuk menganalisa ketentuan apa yang terkandung dalam ilmu fiqh sehingga tidak membatasi usia dibolehkannya seseorang menikah.
2. Untuk menganalisa ketentuan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam dalam membatasi batas usia dibolehkannya seseorang menikah.
3. Menganalisa adanya perbedaan yang kuat diantara konsep ilmu fiqh dan Kompilasi Hukum Islam tentang batas usia bolehnya menikah.
4. Untuk mengetahui dampak yang terjadi apabila batasan usia dalam syarat perkawinan tidak dipenuhi.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Diharapkan dapat menjadi pijakan pada penulisan lanjutan dalam pengembangan hukum Islam.
2. Memberikan alternatif pemecahan (solusi) masalah tentang batas usia bolehnya menikah dalam ketentuan hukum Islam sebagai hukum positif dan bisa mengamandemen Kompilasi Hukum Islam.
3. Diharapkan menjadi sebuah pemikiran, wawasan yang lebih luas dalam menyikapi sebuah kontroversi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
4. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hazanah perpustakaan Islam, khususnya dalam bidang hukum Islam (fiqh) di Indonesia. Sasaran pembacanya adalah masyarakat, terutama mereka yang ingin mendalami masalah fiqh atau hukum Islam.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang berupaya memecahkan permasalahan dengan cara mengumpulkan data melalui metode komparatif (perbandingan) dan observasi untuk menjelaskan perbedaan konsep Ilmu Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam tentang batasan usia sebagai syarat perkawinan. Data-data yang telah terkumpul akan dianalisis secara Induktif dengan ulasan atau penjelasan secara deskriptif.
1. Sumber data
Kajian ini bersifat kepustakaan (library reseach). Karena itu, data-data yang akan dihimpun merupakan data-data kepustakaan yang representatif dan relevan dengan obyek studi ini. Adapun sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berasal dari; pendapat para imam madhab fiqh yang diambil dari kitab-kitab fiqh, kitab-kitab hadith, dan kitab tafsir, selain itu juga diambil dari Kompilasi Hukum Islam, Hukum perkawinan di Indonesia, Sejarah pemberlakuan hukum Islam, Artikel tentang perkawinan di bawah umur. Sedangkan sumber data sekunder adalah buku-buku yang representatifdan membahas tentang perkawinan di bawah umur, sharat dan rukun perkawinan.
2. Metode pengumpulan data.
Penulis akan menghimpun data-data yang meliputi dasar penetapan pendapat ulama madhab tentang batas usia bolehnya menikah. Dan penulis juga menghimpun data-data yang meliputi kondisi sosial, historis dirumuskannya Kompilasi Hukum Islam. Namun demikian data-data yang dihimpun, sudah tentu tidak hanya berupa kajian normatif sebagai kajian ontologis. Secara internal dalam kajian filsafat pengetahuan tentang hakikat ilmu mengacu pada tiga aspek, yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
3. Analisis data.
Secara metodologis, penelitian ini akan menggunakan pendekatan dan library reasech dan sejarah (historical approach). Oleh sebab itu penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang bertitik tolak pada interpretasi ayat al-Qur’an dan Hadith Nabi sebagai dasar, mengemukakan pendapat oleh ulama madhab fiqh, qawaid al-fiqhiyah dan fenomenologi (agar dalam memahami pemikiran masa lalu tidak hanya berhenti pada term-term tertentu saja, tetapi juga mengungkap landasan filosofisnya). Dalam mengambil konklusi, pendekatan ini menggunakan tiga langkah, interpretasi, eksplorasi dan pemaknaan. Interpretasi digunakan untuk mengungkap latar belakang, konteks, materi yang ada agar dapat diketahui konsep atau gagasan yang jelas. Eksplorasi dimaksudkan untuk menangkap apa yang ada dibalik yang tersimpan atau memperdalam pengetahuan suatu gejala dalam rangka merumuskan masalah yang lebih rinci, sedangkan pemaknaan untuk mengetahui yang etis transendental dari apa yang terjadi. Pemaknaan hasil analisis bertujuan untuk menarik kesimpulan penelitian. Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan masalah yang difokuskan lebih spesifik.
4. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih mudah memahami bangunan pemikiran secara makro proposal tesis ini, penulis akan menampilkan rencana pembahasan yang disusun sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan yang berfungsi mengantarkan masalah yang diteliti secara metodologis, dan penelitian ini, berisi latar belakang masalah, penjelasan judul, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua berupaya mendeskripsikan teori-teori yang terdapat dalam shari'at Islam (al-Qur'an) dan hadith, Ilmu fiqh yang terdapat dalam kitab-kitab ilmu fiqh, qawaid al-fiqhiyah dan rumusan dalam kompilasi hukum Islam tentang batas usia yang menjadi rukun dalam perkawinan. Pada bab ini juga mengantarkan pembaca untuk mengetahui hal-hal yang menjadi dasar ketetapan pendapat ulama madhab fiqh dan sejarah yang melatarbelakangi dirumuskannya Kompilasi hukum Islam.
Bab ketiga, mengantarkan pembaca mengetahui dampak yang terjadi apabila batas usia sebagai rukun perkawinan tidak dipenuhi oleh pihak-pihak yang melaksanakan perkawinan, baik secara fisik maupun psikis.
Bab keempat, berisi uraian yang berupaya menganalisis ketentuan yang terkandung dalam ilmufiqh dan kompilasi hukum Islam, kemudian menganalisis adanya kontroversi yang sangat mencolok di antara kedua konsep tersebut. Hasil analisis merupakan jawaban dari persoalan penelitian yang ditetapkan.
Bab kelima, dari beberapa uraian merupakan penutup, yang di dalamnya memuat kesimpulan dan saran. Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan masalah yang difokuskan lebih spesifik dan telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga pembaca mengetahui jawaban dari persoalan yang telah diteliti. Kemudian penulis memberikan saran yang terkait dengan materi pembahasan dalam mengaplikasikannya, baik pada pribadinya maupun pada orang lain, dan penulis berharap ada penelitian lanjutan yang lebih maksimal.